PENDUGAAN UMUR SIMPAN BISKUIT BERBASIS

Download Berdasarkan Metode Akselerasi dengan Pendekatan Kadar Air Kritis adalah benar karya saya dengan arahan ... Pendugaan umur simpan meliputi e...

1 downloads 728 Views 14MB Size
PENDUGAAN UMUR SIMPAN BISKUIT BERBASIS KONSENTRAT PROTEIN IKAN DAN Spirulina platensis BERDASARKAN METODE AKSELERASI DENGAN PENDEKATAN KADAR AIR KRITIS

ISMAIL AHMAD AFFA RIYADI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Bersama ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Umur Simpan Biskuit Berbasis Konsentrat Protein Ikan dan Spirulina platensis Berdasarkan Metode Akselerasi dengan Pendekatan Kadar Air Kritis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber Informasi yang berasal atau dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bersama ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2015 Ismail Ahmad Affa Riyadi NIM C34100042

ABSTRAK ISMAIL AHMAD AFFA RIYADI. Pendugaan Umur Simpan Biskuit Berbasis Konsentrat Protein Ikan dan Spirulina platensis Berdasarkan Metode Akselerasi dengan Pendekatan Kadar Air Kritis. Dibimbing oleh JOKO SANTOSO dan WINI TRILAKSANI. Informasi masa kadaluarsa produk pangan wajib dicantumkan karena berkaitan dengan keamanan pangan bagi konsumen. Masa kadaluarsa pangan dapat ditentukan ketika umur simpan telah diketahui. Pendugaan umur simpan biskuit berbasis konsentrat protein ikan dan Spirulina platensis telah dipelajari dalam penelitian ini menggunakan metode akselerasi dengan pendekatan kadar air kritis. Pendugaan umur simpan meliputi empat tahapan yaitu penentuan kadar air (awal dan kritis), penentuan model kurva sorpsi isotermis, pengukuran permeabilitas kemasan, dan penghitungan umur simpan. Kadar air awal biskuit 0,0113 g H2O/g padatan. Kadar air kritis 0,0836 g H2O/g padatan. Model terpilih yaitu model Oswin dengan persamaan ln Me = -1,785 + 0,283 ln (aw/(1-aw)). Pendugaan umur simpan biskuit menggunakan kemasan Retort Pouch, Polyprophylene (PP), dan High Density Polyethylene (HDPE) dengan nilai permeabilitas kemasan berturut-turut, yaitu 0,0133 g H2O/ g padatan; 0,1111 g H2O/ g padatan; dan 0,0602 g H2O/g padatan. Pendugaan terbaik umur simpan biskuit menggunakan kemasan Retort Pouch berkisar antara 18,87 – 23,68 bulan. Kata kunci: Biskuit, konsentrat protein ikan, metode akselerasi, Spirulina platensis, umur simpan

ABSTRACT ISMAIL AHMAD AFFA RIYADI. Shelf Life Testing of Biscuit with Fish Protein Concentrate and Spirulina platensis by Acceleration Method and Critical Moisture Content Approches. Supervised by JOKO SANTOSO dan WINI TRILAKSANI. Information of food expired date is mandatory to be presented due to consumers safety reasons. The expiration date can be determined when the shelf life of product is known. The biscuit’s shelf life estimation based on fish protein concentrate and Spirulina platensis was studied on this research used an acceleration method with critical moisture content approch. The shelf life estimation was comprised 4 steps, consisted of moisture content (initial and critical), sorption isotherm curve determination, package permeability measurement, and shelf life calculation. Initial moisture biscuit was 0.0113 g H2O/ g solids. The critical moisture content was 0.0836 g H2O/g solids. The chosen sorption isotherm curve model was Oswin model with equation of Me = 1,785 + 0,283 ln (aw/(1-aw)). Biscuit was packaged in Retort Pouch, Polyprophylene (PP), and High Density Polyethylene (HDPE), with the permeabilities was around, 0.0133 g H2O/g solids; 0.1111 g H2O/g solids; and 0.0602 g H2O/g solids respectively. The best expectation biscuits’ shelf life used Retort Pouch about 18.87 - 23.68 months. Keywords: Accelerated Test (ASLT), biscuit, fish protein concentrate, shelf life, Spirulina platensis

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENDUGAAN UMUR SIMPAN BISKUIT BERBASIS KONSENTRAT PROTEIN IKAN DAN Spirulina platensis BERDASARKAN METODE AKSELERASI DENGAN PENDEKATAN KADAR AIR KRITIS

ISMAIL AHMAD AFFA RIYADI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Judul Skripsi : Pendugaan Umur Simpan Biskuit Berbasis Konsentrat Protein Ikan dan Spirulina platensis Berdasarkan Metode Akselerasi dengan Pendekatan Kadar Air Kritis Nama : Ismail Ahmad Affa Riyadi NIM : C34100042

Disetujui oleh

Dr Ir Wini Trilaksani, MSc. Pembimbing II

Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi. Pembimbing I

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi. Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan baik yang berjudul Pendugaan Umur Simpan Biskuit Berbasis Konsentrat Protein Ikan dan Spirulina platensis Berdasarkan Metode Akselerasi dengan Pendekatan Air Kritis. Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi, memberikan pengarahan dan masukan terutama kepada: 1 Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi. dan Dr Ir Wini Trilaksani, MSc selaku pembimbing skripsi. 2 Dr. Eng. Uju, S.Pi, Msi selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan bimbingan untuk perbaikan skripsi. 3 Ibu Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku Ketua Program Studi. 4 Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) yang telah melibatkan dalam penelitian saya. 5 Bapak Bambang yang memberikan motivasi secara moril dan materiil. 6 Kepada kedua orang tua tercinta Sumarjito dan Tuti BA. 7 Kakakku tersayang Hania Maria Nur, Hisan Mas’ad Ruhani, Fuad Dinata, dan Zulfa Fahmiana Nur. 8 Adik keponakanku yang manis Putri, Fadhil, Azka, Arul, Zahra, Reza, dan Ubay 9 Teman satu tim sebagai “TIM KPI” Rizky IA, Elly S, Ade IP, Ajeng NS, dan Novita S. 10 Teman-teman “SMART and STRONG THP47”, GETEX THP45, THP46 ALTO, THP 48, dan THP 49 yang telah memberi doa dan dukungan. 11 Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung ataupun tidak langsung sehingga terselesaikannya penulisan skripsi. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam rangka memberikan hasil yang terbaik.

Bogor, Juni 2015 Ismail Ahmad Affa Riyadi

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL........................................................................................... DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... PENDAHULUAN .......................................................................................... Latar Belakang ............................................................................................ Perumusan Masalah ..................................................................................... Tujuan Penelitian......................................................................................... Manfaat Penelitian....................................................................................... Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................... METODE ....................................................................................................... Waktu dan Tempat ...................................................................................... Bahan .......................................................................................................... Alat ............................................................................................................. Tahap Penelitian .......................................................................................... Prosedur Perhitungan Variabel Umur Simpan.............................................. Prosedur Analisis......................................................................................... HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... Karakteristik Konsentrat Protein Ikan Nila, Spirulina platensis, dan Biskuit Parameter Utama Kerusakan Biskuit ........................................................... Kadar Air Awal (Initial Moisture) ............................................................... Kadar Air Kritis (Critical Moisture) ............................................................ Kadar Air Kesetimbangan ........................................................................... Pengujian Nilai Aktivitas Air ....................................................................... Perhitungan Variabel Pendugaan Umur Simpan........................................... Permeabilitas Uap Air Kemasan .................................................................. Umur Simpan Biskuit .................................................................................. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... Kesimpulan ................................................................................................. Saran ........................................................................................................... UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................... DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... LAMPIRAN ................................................................................................... RIWAYAT HIDUP ........................................................................................

xii xii xii 1 1 2 3 3 3 3 3 3 4 4 7 10 15 15 16 16 17 19 20 20 22 24 26 26 26 26 27 31 37

DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8

Kelembaban relatif larutan garam............................................................. Karakteristik Spirulina platensis kering .................................................... Karakteristik biskuit terbaik ..................................................................... Nilai kadar air, kerenyahan, skor kerenyahan, dan nilai hedonik .............. Kadar air kesetimbangan (Me) biskuit penyimpanan ............................... Persamaan linier model kurva sorpsi isotermis ......................................... Hasil pengujian permeabilitas uap air kemasan......................................... Perhitungan umur simpan biskuit dengan menggunakan kemasan Retort Pouch pada beberapa RH penyimpanan berdasarkan model Oswin .......... 9 Perhitungan umur simpan biskuit dengan menggunakan kemasan Polyprophylene (PP) pada beberapa RH penyimpanan berdasarkan model Oswin ............................................................................................ 10 Perhitungan umur simpan biskuit dengan menggunakan kemasan High Density Polyethylene (HDPE) pada beberapa RH penyimpanan berdasarkan model Oswin ........................................................................

13 15 15 17 19 22 23 24

25

25

DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Diagram alir pembuatan Konsentrat Protein Ikan (KPI)............................ Diagram alir pembuatan biskuit KPI dan Spirulina platensis .................... Diagram alir penelitian pendugaan umur simpan biskuit........................... Parameter kerusakan biskuit ..................................................................... Kurva hubungan antara log kadar air dengan skor hedonik ....................... Hubungan antara lama penyimpanan dengan skor hedonik dan skor kerenyahan ............................................................................................... Hubungan nilai kerenyahaan dengan kadar air.......................................... Proses penentuan kadar air kesetimbangan pada penyimpanan suhu ruang ........................................................................................................ Hubungan nilai kadar air kesetimbangan dengan aktivitas air ................... Kurva sorpsi isotermis berdasarkan model terpilih Me percobaan ( ) dan Me perhitungan ( ) ....................................................

5 6 7 16 18 18 19 20 21 22

DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4

Contoh kuisioner pengujian hedonik (Organoleptik) ................................ Contoh kuisioner uji rating ....................................................................... Tekanan uap air jenuh pada suhu 0 – 35 ºC (mmHg) ................................ Contoh perhitungan umur simpan.............................................................

33 34 35 36

1

PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian orang yang sibuk bekerja sering kekurangan waktu dan melupakan asupan gizi bagi dirinya. Hal ini dapat menimbulkan masalah kesehatan sehingga perlu disiasati dengan penyediaan produk kaya gizi yang praktis, menyehatkan, mudah didistribusikan, disukai, dan memiliki umur simpan yang panjang. Salah satu pangan yang memenuhi kriteria tersebut adalah biskuit. Biskuit merupakan makanan yang berbentuk tipis, renyah, dan memiliki rasa manis atau tidak manis (Nwosu 2013). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (2012) menyebutkan bahwa konsumsi biskuit pada tahun 2007 mencapai 8.134 ons/kapita/tahun dan meningkat menjadi 10.376 ons/kapita/tahun pada tahun 2011. Hal ini menunjukkan kenaikan produksi biskuit yang cukup signifikan (6,89%/tahun). Data kenaikan produksi biskuit mengindikasikan bahwa biskuit telah menjadi makanan favorit, tetapi biskuit komersial memiliki kelemahan yaitu masih menggunakan sumber karbohidrat luar (impor) dan belum ada zat gizi tambahan sebagai contoh protein, sehingga diperlukan adanya pengembangan. Pengembangan dapat dilakukan dengan penambahan zat aktif menjadi pangan fungsional dan substitusi bahan baku lokal. Menurut Sari (2013) biskuit memiliki kadar protein 9,36% dan perlu adanya fortifikasi sebagai upaya peningkatan nilai gizi. Peningkatan kadar protein dapat dilakukan dengan fortifikasi konsentrat protein ikan (KPI) dan Spirulina platensis. Windsor (2008) menyatakan bahwa KPI merupakan bahan pangan konsumsi manusia, dengan jumlah protein yang dihasilkan lebih banyak dari kondisi awalnya. KPI terbagi menjadi tiga tipe, yaitu tipe A (kadar protein minimal 67,5% dan kadar lemak maksimal 0,75%), tipe B (kadar protein minimal 67,5% dan kadar lemak maksimal 3%) dan tipe C (kadar protein minimal 67,5% dan kadar lemak maksimal 10%) (Buckle et al. 1985). Penelitian yang dilakukan Murueta et al. (2007) mengenai karakterisasi KPI hasil samping diperairan meksiko yang menghasilkan KPI tipe B dengan nilai kadar lemak maksimal 3%. Spirulina platensis adalah ganggang renik (mikroalga) berwarna hijau kebiruan yang hidupnya tersebar luas di alam. Penelitian yang dilakukan Sari (2013) menunjukkan bahwa Spirulina sp. memiliki kandungan gizi (protein) yang tinggi yaitu 63,79%. Biskuit memiliki tekstur yang renyah dan merupakan salah satu sumber energi (Conforti dan Lupano 2004). Biskuit sebagai salah satu produk higroskopis mudah mengalami kemunduran mutu yang dapat membahayakan konsumen. Terdapat dua faktor penting pada produk yang berhubungan dengan kadar air lingkungan. Faktor pertama yaitu kelembaban relatif keseimbangan kadar air produk berada dalam kesetimbangan dengan kelembaban relatif lingkungan. Faktor kedua yaitu kisaran kelembaban produk tetap enak dan sehat yang dapat ditentukan secara organoleptik (Emblem 2000). Faktor tersebut dapat dilakukan dengan mendeteksi dini kerusakan biskuit (organoleptik) yang ditunjukkan dengan konsumen mulai tidak menyukai produk serta hilangnya kerenyahan yang disebabkan oleh penyerapan air dari lingkungan (kelembaban udara) atau transfer masa dari lingkungan sekitar ke dalam produk sehingga tekstur produk menjadi

2

lembut (soft) dan lembek (soggy) (Nicholls et al.1995). Salah satu strategi atau teknik untuk mengurangi proses kemunduran mutu biskuit adalah dengan menggunakan kemasan. Bahan kemasan yang baik dan cocok sebagai penghalang kadar air umumnya dapat ditentukan dengan melihat rentang nilai kadar air dan kelembaban relatif keseimbangan produk. Produk biskuit perlu diperhatikan tingkat penambahan kadar airnya, sehingga diperlukan kemasan dengan tingkat permeabilitas yang rendah (Emblem 2000). Penggunaan jenis kemasan dengan tingkat permeabilitas yang berbeda sangat diperlukan untuk mengetahui perlindungan kemasan terhadap produk. Menurut Appendini dan Hotchkiss (2002) kemasan melindungi produk dari kerusakan fisik dan kimia selama distribusi sehingga kualitas terjaga dan meningkatkan keamanan produk. Arpah (2007) menyatakan bahwa kemasan yang baik untuk produk adalah kemasan yang dapat menahan laju permeabilitas uap air, cahaya/sinar, oksigen, dan dapat mencegah reaksi kimia antara kemasan dan produk, sehingga dapat menghambat kemunduran mutu. Perubahan mutu dapat diukur menggunakan perhitungan umur simpan. Biskuit dapat dihitung masa kadaluarsa atau umur simpannya menggunakan metode konvensional (Extended Storage Studies) dan non-konvensional (Accelerate Storage Studies) yaitu metode akselerasi (ASLT). Metode konvensional membutuhkan waktu lama dan biaya yang mahal karena pendugaan umur simpan dilakukan dalam kondisi normal sehari-hari. Hal ini berbeda dengan metode akselerasi yang membutuhkan waktu relatif singkat (Mizrahi 2000), dan memudahkan dalam food labelling (Hough 2006). Accelerated Shelf Life Testing mengacu pada metode yang bisa mengevaluasi stabilitas produk, berbasis pada data yang diperoleh dalam periode yang lebih singkat dari umur simpan yang sebenarnya. Umur simpan atau masa kadaluarsa menjadi salah satu syarat dalam kemasan atau label pangan. Mengingat pentingnya informasi umur simpan bagi konsumen, pendugaan umur simpan biskuit menjadi penting untuk dilakukan.

Perumusan Masalah Perlindungan konsumen terhadap bahaya keamanan pangan produk adalah hak konsumen yang sedang ramai dibicarakan. Hal tersebut menjadi permasalahan yang populer karena menyangkut kesehatan konsumen. Tingkat kesadaran yang tinggi oleh konsumen, dan pemerintah akan pentingnya makanan yang berkualitas, sesuai standar, dan aman dikonsumsi menjadi tantangan tersendiri bagi produsen. Pencantuman masa kadaluarsa merupakan salah satu solusi agar konsumen mendapatkan hak-haknya. Biskuit sebagai produk kering sangat rentan terhadap perubahan lingkungan terutama yang menyangkut kelembaban karena mempengaruhi mutu produk. Perubahan mutu terjadi sehingga perlu dihitung umur simpannya agar diketahui batas layak konsumsi. Undang-undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2012 tentang pangan pada bab VIII tentang label dan iklan pangan pasal 96 poin 1 tertera bahwa pemberian label pangan bertujuan untuk memberikan informasi yang benar dan jelas kepada masyarakat tentang setiap produk pangan yang dikemas sebelum membeli dan/atau mengkonsumsi pangan. Diperkuat dengan pasal 7 ayat 1 yaitu

3

setiap orang yang memproduksi pangan di dalam negeri untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label di dalam dan/atau pada kemasan pangan. Melalui penelitian ini, umur simpan dapat diketahui dan menjadi acuan, serta informasi masa kadaluarsa sebagai salah satu penjamin keamanan pangan.

Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian yaitu menduga umur simpan produk biskuit KPI dan Spirulina platensis. Tujuan khusus penelitian ini meliputi: 1) Menentukan model kurva sorpsi isotermis terbaik produk biskuit. 2) Menentukan kemasan terbaik produk biskuit.

Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yaitu memberikan informasi kepada masyarakat tentang masa kadaluarsa pangan, memberikan informasi kemasan terbaik untuk biskuit, dan mengetahui umur simpan sebagai salah satu syarat keamanan pangan.

Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini yaitu pembuatan KPI dan biskuit, penentuan parameter utama kerusakan biskuit, dan pendugaan umur simpan biskuit yang meliputi penentuan kadar air awal, penentuan kadar air kritis, penentuan kadar air kesetimbangan, penentuan aktivitas air, penentuan kurva sorpsi isotermis, pembuatan model sorpsi isotermis, evaluasi model, serta penentuan permeabilitas kemasan.

METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan Juli 2014 di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Organoleptik, Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium THT, SEAFAST Center, dan Laboratorium Pengujian Kemasan Pusat Pengujian Mutu Barang Kementerian Perdagangan RI.

Bahan Pembuatan biskuit menggunakan bahan KPI nila hitam, tepung sagu, garam, baking powder, vanili, mentega, telur, susu skim, tepung gula, dan Spirulina

4

platensis. Bahan KPI meliputi daging ikan nila hitam (Oreochromis niloticus), etanol PA 96%, dan aquades. Analisis umur simpan menggunakan 11 jenis garam yaitu NaOH, K2SO4, KI, KCl, KNO3, NaCl, BaCl2, MgCl2, NaBr, NaNO2, dan K2CO3, aquades sebagai pelarut, kemasan retort pouch (kemasan multilayer PET 12/nilon/aluvo 7/LLDPE 40), Polypropylene, dan High Density Polyethylene.

Alat Alat yang digunakan dalam pembuatan KPI meliputi kain belacu, pisau, talenan, wadah/baskom, pengaduk, toples 2L, cabinet dryer, dan disk mill. Pembuatan biskuit menggunakan pengaduk, mixer, pencetak adonan, dan oven. Pendugaan umur simpan menggunakan toples modifikasi (terdapat meja kaca di dalam toples), pengaduk kaca, sudip, timbangan analitik, cawan melamin, vaselin, dan timbangan analitik. Pengujian kadar air menggunakan alat oven (drying oven DV41 Yamato) buatan Jepang, Uji tekstur menggunakan texture analyzer (TAXT2i) buatan Jepang. Uji permeabilitas kemasan menggunakan Moisture Previous Cup merek Odawa Seiki, dan pengujian aktivitas air menggunakan alat aw meter merek Novasina Ms 1 buatan Swiss.

Tahap Penelitian Penelitian dilakukan menjadi empat tahap yaitu pembuatan konsentrat protein ikan, pembuatan biskuit berbasis konsentrat protein ikan dan Spirulina platensis, penentuan parameter utama kerusakan biskuit, dan perhitungan umur simpan biskuit. Pembuatan konsentrat protein ikan (Santoso et al. 2008) Pembuatan Konsentrat Protein Ikan (KPI) menggunakan bahan baku ikan nila. Ikan dibuat fillet yaitu dipisahkan antara daging dan tulang serta kulit. Daging digiling dengan menggunakan food processor sampai lembut. Selanjutnya daging diekstrak menggunakan etanol PA 96% (1:3) pada suhu 5 ºC selama 20 menit dengan cara diaduk, kemudian disaring menggunakan kain belacu sehingga terpisah antara natan dan supernatan. Natan tersebut diekstrak kembali sebanyak tiga kali dengan pelarut yang sama. Natan yang sudah diekstrak dikeringkan menggunakan alat cabinet dryer pada suhu 40 ºC selama 4 jam kemudian dilakukan penepungan menggunakan alat disk mill sehingga diperoleh tepung konsentrat protein ikan. Diagram alir pembuatan KPI dapat dilihat pada Gambar 1.

5

Gambar 1Diagram alir pembuatan Konsentrat Protein Ikan (KPI) Pembuatan biskuit Pembuatan biskuit fortifikasi KPI dan Spirulina platensis diawali dengan memasukkan telur 25 g, tepung gula 30 g, dan mentega 25 g ke dalam wadah kemudian pengocokan menggunakan mixer selama 15 menit. Selanjutnya penambahan tepung sagu 100 g, susu bubuk cream 17 g, vanili, baking powder, dan garam masing-masing 1 g, KPI 20 g, dan Spirulina platensis 9 g. Bahanbahan tersebut dilakukan pengadonan sampai kalis, kemudian pencetakan adonan menjadi biskuit. Adonan yang telah dicetak dilakukan pemanggangan dalam oven pada suhu 110 ºC selama 15 menit. Diagram alir pembuatan biskuit disajikan pada Gambar 2.

6

Gambar 2 Diagram alir pembuatan biskuit KPI dan Spirulina platensis Penentuan parameter utama kerusakan biskuit (Lawless dan Heyman 2010) Penentuan kerusakan biskuit dilakukan dengan pengujian organoleptik oleh 30 panelis dengan pengujian rating pada parameter tekstur (kerenyahan). Uji rating yang dilakukan menggunakan skala 1 (sangat tidak renyah) sampai dengan 7 (sangat renyah) dan uji hedonik menggunakan skala 1-9 dengan nilai 1 (sangat tidak suka) dan nilai 9 (sangat suka). Penentuan ini dengan melihat kesukaan panelis pada tekstur biskuit. Pengujian rasa, bau, dan warna tidak dilakukan karena parameter yang paling kritis pada produk kering (biskuit) adalah kerenyahan akibat uap air yang masuk dari lingkungan ke dalam produk. Contoh kuisioner dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Pendugaan umur simpan (Labuza 1982) Pendugaan umur simpan biskuit menggunakan metode Labuza dengan pendekatan kadar air kritis yaitu pendekatan kurva sorpsi isotermis. Pendekatan dengan kurva ini dapat dihitung menggunakan persamaan Labuza (1982): θ=

ln( m − m )/(m − m ) ( )(

)

Keterangan: θ me mo mc k/x

= waktu untuk mencapai kadar air kritis atau umur simpan (hari) = kadar air kesetimbangan produk (gH2O/g padatan) = kadar air awal produk (gH2O/g padatan) = kadar air kritis produk (gH2O/g padatan) = konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2 hari mmHg)

7

A Ws Po b

= luas permukaan kemasan (m2) = bobot padatan per kemasan (g) = tekanan uap air pada ruang penyimpanan (mmHg) = kemiringan kurva sorpsi isotermis

Prinsip utama dari model pendekatan kadar air kritis adalah menentukan kadar air kesetimbangan (Me) biskuit yang disimpan pada berbagai RH. Hubungan data kadar air kesetimbangan biskuit dengan RH tempat penyimpanan biskuit akan dihasilkan kurva sorpsi isotermis produk biskuit. Kurva sorpsi isotermis digunakan untuk mengetahui pola penyerapan uap air biskuit dari lingkungan, sehingga umur simpan biskuit dapat ditentukan. Diagram alir penelitian umur simpan biskuit disajikan pada Gambar 3. Biskuit Penentuan parameter utama kerusakan biskuit Penentuan kadar air awal

Penyimpanan produk pada suhu ruang rentang waktu 1 jam selama 5 jam Pengujian organoleptik, tekstur, dan kadar air

Penentuan kadar air kritis dan tekstur kritis Penentuan kadar air kesetimbangan

Penyimpanan produk pada desikator modifikasi RH

Pengujian nilai aktivitas air Penentuan kurva sorpsi isotermis Penentuan model sorpsi isotermis Evaluasi model

Perlakuan jenis kemasan: - Retort Pouch (PET 12 nilon/aluvo 7/ LLDPE 40 - PP - HDPE

Penentuan permeabilitas, luas, dan bobot padatan per kemasan, slope, dan tekanan uap air Perhitungan umur simpan biskuit Nilai kemasan dan umur simpan biskuit

Gambar 3 Diagram alir penelitian pendugaan umur simpan biskuit

Prosedur Perhitungan Variabel Umur Simpan Penentuan model dan kurva sorpsi isotermis (Labuza 1982) Pendekatan model kurva isoterm sorpsi air (ISA) dilakukan untuk mengetahui nilai kadar air kesetimbangan (Me) pada kelembaban relatif (RH) dan slope kurva (b). Labuza dan Bilge (2007) menyatakan bahwa aktivitas air suatu

8

bahan pangan dapat dihitung dengan membandingkan tekanan uap air bahan (P) dengan tekanan uap air murni (Po) pada kondisi sama atau dengan membagi ERH lingkungan dengan nilai 100. Rumus aw tersebut sebagai berikut: a =

P ERH = Po 100

Keterangan: aw P Po ERH

= Aktivitas air = Tekanan parsial uap air bahan (mmHg) = Tekanan uap air murni dalam suhu yang sama (mmHg) = Kelembaban relatif setimbang

Model persamaan ISA dihitung untuk memperoleh nilai kemulusan kurva tinggi. Penelitian ini menggunakan lima model yang dapat menjelaskan fenomena ISA secara teoritis dan empiris yaitu model Hasley (Arpah 2007), Chen-Clayton (Arpah 2007), Henderson (Labuza dan Bilge 2007), Caurie (Fontana 2007), dan Oswin (Labuza dan Bilge 2007). Kelima model selanjutnya dilinierisasi untuk mempermudah mendapat nilai slope (Labuza dan Bilge 2007) dan mempermudah dalam perhitungan (Arpah 2007). Rumus masing-masing model sebagai berikut: Model persamaan Hasley Model persamaan Caurie Model persamaan Handerson Model persamaan Oswin Model persamaan Chen-Clayton

: aw = exp[-P1/(me)P2] : ln me = ln P1-P2*aw : 1-aw = exp(-Kmen) : me = P1[aw/(1-aw)] P2 : aw = exp[-P1/exp(P2*me)]

Keterangan: me aw K dan n P1 dan P2

= kadar air kesetimbangan = aktivitas air = konstanta = konstanta

Persamaan tersebut selanjutnya dilinierisasikan sebagai berikut: Model persamaan Hasley (y = a + bx) log[ln(1/aw)] = log P1 – P2 log me y = log[ln(1/aw)] x = log me a = log P1 b = – P2 Persamaan Caurie (y = a + bx) ln me = ln P1 – P2 aw y = ln me x = aw a = ln P1 b = – P2

9

Persamaan Henderson (y = a + bx) log[ln(1/(1/aw))] = log K + n log me y = log[ln(1/(1/aw))] x = log me a = log K b=n Persamaan Oswin (y = a + bx) ln me = ln P1 + P2 ln[aw/(1-aw)] y = ln me x = ln[aw/(1-aw)] a = ln P1 b = P2 Persamaan Chen Clayton (y = a + bx) ln[ln(1/aw)] = ln P1 – P2 me y = ln[ln(1/aw)] x = me a = ln P1 b = – P2 Menurut Cirife dan Iglesias (1978) diacu dalam Arpah (2007) model Caurie berlaku untuk kebanyakan bahan pangan pada selang aw 0,0-0,85. Model persamaan Handerson mengemukakan persamaan yang menggambarkan hubungan antara kadar air kesetimbangan bahan pangan dengan kelembaban relatif ruang simpan. Persamaan ini berlaku untuk bahan pangan pada semua aktivitas air dan merupakan salah satu persamaan yang paling banyak digunakan pada bahan kering. Model Chen Clayton berlaku untuk bahan pangan pada semua aktivitas air. Model persamaan Oswin berlaku untuk bahan pangan pada RH 085%. Model Hasley dapat digunakan untuk bahan makanan dengan kelembaban relatif 10-81%. Evaluasi model (Cassini et al. 2006) Evaluasi model dilakukan untuk mengetahui ketepatan dari beberapa model yang digunakan dalam penghitungan kurva ISA hasil percobaan. Penghitungan menggunakan rumus: =

100



Keterangan: MRD Mi Mpi N

= Penentuan nilai relatif rata-rata = Kadar air percobaan tiap RH = Kadar air hasil perhitungan setiap model = Jumlah data

Nilai MRD digunakan untuk menggambarkan tepat atau tidak tepat model ISA tersebut dengan keadaan yang sebenarnya di alam. Nilai MRD < 5 menunjukkan model ISA sangat tepat atau dapat mewakili keadaan di alam. Jika Nilai 5 ≤ MRD ≤ 10 menunjukkan model ISA agak tepat dengan keadaan

10

lingkungan yang sebenarnya, dan jika nilai MRD > 10 model ISA dianggap tidak tepat dengan keadaan yang sebenarnya. Penentuan nilai slope kurva ISA (Labuza 1982) Nilai slope (b) kurva ISA didapatkan dari daerah linier yang diambil antara daerah kadar air awal dan kadar air kritis. Kurva ISA yang digunakan merupakan model ISA yang terpilih. Kurva hubungan antara nilai aktivitas air dengan kadar air kesetimbangan menghasilkan persamaan y = a + bx, nilai b tersebut merupakan nilai slope kurva ISA.

Prosedur Analisis Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis kadar air, penentuan kadar air kritis, pengujian tekstur, pengujian organoleptik, pengujian aktivitas air, penentuan kadar air kesetimbangan, penentuan model dan kurva sorpsi isotermis, evaluasi model, penentuan nilai slope isoterm sorpsi air, pengujian kemasan, dan pendugaan umur simpan. Analisis kadar air (AOAC 2005 nomor 985.14) Metode analisis kadar air dilakukan untuk menentukan kadar air awal dan kadar air kritis produk. Cawan kosong dikeringkan dengan oven pada suhu 102105 ºC selama 30 menit, kemudian didinginkan dalam desikator. Cawan ditimbang hingga beratnya konstan, selanjutnya 5 g sampel diletakkan ke dalam cawan. Sampel dipanaskan pada suhu 105 ºC selama 6 jam. Didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Penghitungan kadar air menggunakan rumus berikut: Kadar air (%) =

b−c x100% b−a

Keterangan: a = berat cawan porselen kosong (g) b = berat cawan dengan sampel (g) c = berat cawan porselen dengan sampel setelah pemanasan (g) Analisis kadar abu (AOAC 2005 nomor 920.153) Cawan kosong dikeringkan dengan oven pada suhu 105 ºC selama 30 menit, kemudian didinginkan dalam desikator. Cawan ditimbang hingga beratnya konstan, selanjutnya masukkan 5g sampel ke dalam cawan. Sampel dipijarkan pada suhu 105 ºC sampai sampel tak berasap. Selanjutnya cawan dimasukkan dalam tanur pada suhu 600 ºC selama 6 jam. Proses pengabuan dilakukan sampai abu berwarna putih. Cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Penghitungan kadar abu menggunakan rumus sebagai berikut: Kadar abu (%) =

b−c x 100% b−a

11

Keterangan: a= berat cawan porselen kosong (g) b= berat cawan porselen dengan sampel (g) c= berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (g) Analisis kadar protein (AOAC 2005 nomor 981.10) Terdapat tiga tahap dalam melakukan analisis kandungan protein pada sampel yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Tahap destruksi dilakukan dengan menimbang 1g sampel, masukkan dalam labu kjeldal. Setengah butir kjeltab dimasukkan dalam tabung dan ditambahkan 10 mL H2SO4. Tabung tersebut dipanaskan pada suhu 400 ºC. Proses destruksi dilakukan selama satu jam ditunjukkan dengan larutan menjadi hijau bening. Sampel dan larutan akan memadat, kemudian dicairkan dengan aquades 100 mL. Tahap selanjutnya yaitu proses destilasi, 10 mL larutan hasil dekstrusi ke dalam labu destilasi, tambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 10 mL. Cairan dalam tabung kondensor ditampung dalam erlenmeyer 250 mL yang berisi 10 mL asam borat. Destilasi dilakukan sampai larutan asam borat yang berwarna merah berubah menjadi warna biru. Tahap terakhir yaitu titrasi, yaitu meneteskan HCl 0,1028 N ke larutan asam borat sampai merubah warna menjadi warna semula asam borat. Penghitungan kadar protein menggunakan rumus berikut: Nitrogen (%) =

(mL HCl sampel − mL HCl blanko) x N HCl x 14 x 100% mg sampel

Kadar protein (%) = Nitrogen(%) x faktor konversi (6,25)

Analisis kadar lemak (AOAC 2005 nomor 985.15) Sampel 5g dibungkus dengan kertas saring dan masukkan dalam selongsong lemak, kemudian masukkan dalam labu lemak yang telah ditimbang sambungkan dengan tabung soxhlet dan siram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet, panaskan pada suhu 40 ºC selama 6 jam. Pelarut lemak didestilasi sampai semua pelarut menguap. Pelarut tertampung dalam tabung soxhlet dan dikeluarkan. Labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ºC, didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai beratnya konstan. Penghitungan kadar lemak menggunakan rumus sebagai berikut: Kadar lemak (%) =

w3 − w2 w

x 100%

Keterangan: w1 = Berat sampel (g) w2 = Berat labu lemak tanpa lemak (g) w3= Berat labu lemak dengan lemak (g) Analisis antioksidan (Aranda et al. 2011) Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan radikal bebas DPPH (2,2-DiPhenyl-1-Picryl-Hydrazyl) secara spektrofotometri. Pertama, ekstrak dilarutkan kembali dalam etanol (1 mg/mL) dengan konsentrasi yang

12

berbeda dari masing-masing ekstrak yang digunakan (400, 200, 100, 50, 25 dan 12,5 μg/mL). Dalam total volume 1 mL, campuran uji mengandung 500 μl larutan ekstrak dan 500 μL DPPH (125 μM dalam etanol). Campuran uji kemudian didiamkan pada suhu kamar selama 30 menit dalam keadaan gelap. Absorbansi kemudian diukur pada panjang gelombang 517 nm. Aktivitas antioksidan dengan menggunakan DPPH dihitung dengan menggunakan rumus : Aktivitas penangkapan radikal (%) =

(Absorbansi kontrol -Absorbansi sampel) x100 % Absorban kontrol

Penentuan kadar air kritis ( Critical moisture) Penentuan kadar air kritis dilakukan dengan menyimpan produk biskuit tanpa kemasan pada suhu ruang atau kamar (30 ± 1°C) selama 5 jam dengan selang 1 jam dilakukan pengambilan sampel untuk pengujian rating dan hedonik menurut Lawless dan Heymann (2010) serta uji kadar air dengan metode AOAC (2005). Data kadar air dan nilai kerenyahan masing-masing sampel yang telah diberi perlakuan waktu penyimpanan, selanjutnya diplotkan dengan hasil uji organoleptik masing-masing sampel pada setiap perlakuan penyimpanan, sehingga diperoleh grafik yang menunjukkan hubungan antara nilai uji hedonik dengan nilai kadar air dan hubungan antara nilai uji hedonik dengan nilai kerenyahan. Hubungan tersebut dinyatakan dalam persamaan regresi linier. Kadar air kritis dapat diperoleh dari persamaan regresi linier yang menghubungkan nilai uji organoleptik dengan nilai kadar air. Kadar air kritis ditentukan pada saat nilai uji organoleptik bernilai 3, yaitu pada skala tidak renyah. Selain itu, nilai kerenyahan pada saat kadar air kritis tercapai juga ditentukan dari persamaan regresi yang menghubungkan nilai uji organoleptik dengan nilai kerenyahan yaitu pada saat nilai uji organoleptik bernilai 3. Pengujian tekstur Analisis tekstur secara obyektif dilakukan dengan menggunakan alat Texture Analyzer TA-XT2i yang telah dilengkapi dengan sistem komputerisasi. Pengukuran dilakukan dengan terlebih dahulu mengatur program Texture Analyzer. Pengaturan alat TA-XT2i untuk pengukuran tekstur sebagai berikut: Mode : Pengukuran gaya dalam tekanan Pilihan : Kembali ke awal Pra-tes kecepatan : 1.0 mm/s Tes kecepatan : 1.0 mm/s Pasca-tes kecepatan : 1.0 mm/s Jarak : 4 mm Tipe Trigger : auto – 5 g Tingkat akuisisi data : 200 pps Tingkat kalibrasi : 20.0 mm Peralatan : 2 mm silinder probe (P/2) menggunakan 25 kg sel beban Pengaturan tes: Sampel ditempatkan pada piringan kosong dan probe uji penetrasi dimulai. Tekstur biskuit diukur pada setiap perlakuan penyimpanan dengan menggunakan alat Texture Analyzer TA-XT2i. Sampel ditekan oleh probe silinder

13

dengan kecepatan 1 mm/s dengan ukuran probe silinder yang digunakan adalah 2 mm. Setiap tekanan yang diberikan akan menghasilkan sebuah kurva yang menunjukkan profil tekstur dari produk tersebut. Puncak (peak) pertama yang terbentuk pada kertas grafik merupakan titik patah atau nilai kerenyahan dari tekstur produk yang diuji, sedangkan titik tertinggi yang terbentuk merupakan titik kekerasan. Nilai kerenyahan tersebut dinyatakan dalam satuan gram force (gf). Komputer akan membaca nilai yang keluar dari alat Texture Analyzer. Pengujian nilai aktivitas air menggunakan metode instrumental (Cauvin dan Young 2008) Pengujian aktivitas air dilakukan menggunakan alat aw meter dengan merek Novasina Ms1. Dilakukan kalibrasi terlebih dahulu sebelum pengukuran dimulai. Biskuit ditumbuk hingga halus menggunakan mortar, kemudian dimasukkan ke dalam plate tempat pengukuran secukupnya dan ditutup. Selanjutnya plate dimasukkan ke dalam tabung plate dan dilakukan pengukuran selama 10 menit. Alat ini menggunakan chilled-mirror (kondensasi) metode higrometer atau chilled-mirror metode titik uap yang akan mendeteksi suhu uap udara dalam kesetimbangan. Suhu sampel diukur menggunakan IR thermometry yaitu sebuah mikroprosessor yang berfungsi sebagai sistem penerima data kontrol, kemudian dikonversi pada dua pengukuran yaitu nilai tekanan uap air dan menghitung perbandingannya menjadi nilai aw sampel. Penentuan kadar air kesetimbangan (Arpah 2007) Penentuan kadar air kesetimbangan diawali dengan melarutkan garam tertentu hingga jenuh atau tidak larut kembali. Larutan garam diaduk dan ditambahkan sedikit demi sedikit hingga jenuh. Kelebihan garam pada wadah dan tidak dapat larut menandakan larutan telah jenuh (Acharjee et al. 2011). Garam yang digunakan adalah NaOH, NaCl, BaCl2, NaNO2, K2CO3, K2SO4, KI, NaBr, KNO3, MgCl2, dan KCl (Tabel 1). Sebanyak 100 ml larutan garam jenuh dimasukkan kedalam desikator yang dimodifikasi untuk mengatur RH ruangan (desikator modifikasi). Sekitar 2-5 g sampel biskuit diletakkan pada cawan porselin yang telah diketahui beratnya. Cawan berisi sampel tersebut diletakkan di dalam desikator yang telah berisi larutan garam jenuh. Desikator kemudian disimpan pada suhu ruang (30 ± 1°C) dan sampel ditimbang secara periodik setiap 24 jam hingga mencapai bobot yang konstan yang berarti kadar air kesetimbangan telah tercapai (Arpah 2007). Tabel 1 Kelembaban relatif larutan garam No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Larutan garam jenuh NaOH (natrium hidroksida) MgCl2 (magnesium klorida) K2CO3 (potassium karbonat) NaBr (natrium bromida) NaNO2 (natrium nitrit) KI (potassium iodida) NaCl (natrium klorida) KCl (potassium klorida) BaCl2 (barium klorida) KNO3 (potassium nitrat) K2SO4 (potassium sulfat) Sumber: Julianti et al. (2005)

RH (%) 6,90 32,4 43,0 57,5 64,0 69,0 75,5 84,0 90,3 93,0 97,0

14

Penentuan permeabilitas uap air kemasan (ASTM 1995) Penentuan permeabilitas uap air kemasan dilakukan dengan menggunakan cawan Moisture previous cup. Prosedur dimulai ketika dilakukan pembersihan pada cawan. Selanjutnya silika gel dimasukkan secara merata sampai tingginya kurang lebih 1,25 inchi atau 6 mm ke dalam cawan. Pemotongan kemasan dilakukan mengikuti bentuk dari cawan. Kemasan diletakkan di atas permukaan cawan dan direkatkan bagian sisinya dengan menggunakan parafin agar tidak ada celah udara yang masuk ke dalam cawan. Kemudian cawan ditimbang perubahan bobotnya selama 5 hari. Setelah 5 hari dilakukan perhitungan nilai laju transmisi uap air (WVTR). Laju transmisi uap air dihitung dengan persamaan sebagai berikut: =

Keterangan: WVTR G t A

= Laju transmisi uap air (g/m2 hari) = Perubahan bobot cawan (g) = Waktu pengukuran (hari) 2 = Luas cawan (m )

Nilai permeabilitas uap air kemasan (k/x) ditentukan dengan membagi nilai WVTR dengan hasil kali Po dan rH. =

.

Keterangan: Po = Tekanan uap air murni (mmHg) rH = Kelembaban relatif Penentuan berat padatan per kemasan dan luas kemasan Luas kemasan primer (A) yang digunakan dihitung dengan mengalikan panjang (P) dengan lebar kemasan (l). Berat produk awal (Wo) dalam satu kemasan ditimbang dan dikoreksi dengan kadar air awalnya (Mo) dan selanjutnya dinyatakan sebagai berat padatan per kemasan (Ws). Ws = W x (% solid/100) Solid (%) = (1-(Mo/(1+Mo)) x 100 Analisis data umur simpan Data lama penyimpanan dengan kadar air dan aktivitas air dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana (satu peubah bebas). Peubah bebas adalah peubah yang nilainya tidak tergantung pada peubah lain. Lama penyimpanan merupakan peubah bebas, sedangkan kadar air dan aktivitas air merupaka peubah terikat. Persamaan regresi linier yang digunakan adalah: y = a + bx Keterangan: y = nilai peubah terikat a = konstanta b = kemiringan kurva x = nilai peubah bebas

15

Nilai kadar air kritis dapat ditentukan dari persamaan regresi linier yang menghubungkan aktivitas air dengan nilai kadar air. Nilai kadar air kritis dan nilai aktivitas air pada saat kadar air kritis tercapai ditentukan ketika skor organoleptik dari produk sudah mencapai angka di bawah 3. Pengujian selanjutnya pada pendugaan umur simpan menggunakan model Labuza dan beberapa model pendekatan ISA lainnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Konsentrat Protein Ikan Nila, Spirulina platensis, dan Biskuit Tipe KPI dapat ditentukan dengan empat parameter yaitu kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan organoleptik (aroma). Konsentrat protein ikan nila yang digunakan dalam penelitian ini tergolong dalam tipe A dengan nilai kadar air 7,27%, kadar protein 79,10%, kadar lemak 0,31%, dan aroma dengan nilai 2,90. Windsor (2008) menyatakan konsentrat protein ikan dibagi menjadi 3 tipe, yaitu tipe A, tipe B, dan Tipe C. Tipe A, hampir tidak berbau, berasa, dan memiliki total lemak maksimum 0,75%. Tipe B, berbau amis dan memiliki total lemak maksimum 3%. Tipe C, digunakan untuk pakan ikan, namun tetap diproduksi dalam kondisi yang higienis dan memiliki total lemak maksimum 10%. Bahan penambah gizi biskuit lainnya yaitu Spirulina platensis. Komposisi proksimat Spirulina platensis kering dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Karakteristik Spirulina platensis kering Spirulina platensis Basis basah (%) Basis kering (%) 4,28±0,03 61,06±0,05 63,74±0,05 0,14±0,07 0,14±0,07 5,99±0,12 6,25±0,12 28,53±0,13 29,87±0,13

Komposisi Air Protein Lemak Abu Karbohidrat (by difference)

Konsentrat protein ikan dan Spirulina platensis selanjutnya digunakan sebagai bahan pembuatan biskuit. Karakteristik biskuit menggunakan enam parameter yaitu kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat dan aktivitas antioksidan. Nilai parameter tersebut disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Karakteristik biskuit terbaik Analisis kimia Kadar air Kadar abu Kadar lemak Kadar protein Kadar karbohidrat (by difference) Aktivitas antioksidan (ppm)

Biskuit KPI dan Spirulina platensis (%) 1,13 2,66 15,21 15,87 65,14 >1000

SNI (%) Max 5 Max 1,5 Min 9,5 Min 9 Min 70

16

Karakteristik biskuit KPI dan Spirulina platensis telah sesuai dengan standar nasional Indonesia, kecuali kadar abu yang melebihi batas maksimal yang ditetapkan. Tingginya nilai kadar abu dipengaruhi oleh penambahan Spirulina platensis yang memiliki kandungan mineral seperti Na, Ca, K, P, Mg, S, Fe, Mn, Zn, Cu,dan Cr (Moreira et al. 2013).

Parameter Utama Kerusakan Biskuit Parameter utama kerusakan biskuit ditentukan dengan melalui metode kuisioner pada 30 panelis secara acak. Parameter utama kerusakan biskuit disajikan pada Gambar 4.

Persentase panelis (%)

100 90

80

80 70 60 50 40 30 20 10 0

10

10

Rasa

Aroma

0 Warna

Tekstur

Parameter

Gambar 4 Parameter kerusakan biskuit Panelis (80%) menyatakan tekstur sebagai parameter utama penurunan mutu biskuit, dan masing-masing 10% memilih parameter rasa dan aroma, serta tidak ada yang memilih parameter warna. Kusnandar et al. (2010) mengungkapkan penentuan nilai kadar air kritis dalam atribut sensori yang paling penting yaitu saat hilangnya tekstur renyah. Hilangnya tekstur renyah dipengaruhi oleh penyerapan uap air dari lingkungan ke dalam produk, sehingga produk menjadi lembab. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Man (2002) bahwa perubahan mutu biskuit dipengaruhi oleh hilangnya kerenyahan karena penambahan kadar air.

Kadar Air Awal (Initial Moisture) Kadar air biskuit merupakan parameter penting dalam pendugaan umur simpan. Nilai kadar air awal biskuit sebesar 0,0113 g H2O/g padatan. Menurut Kaur et al. (2014) biskuit komersial memiliki nilai kadar air sebesar 0,0301 g H2O/g padatan. Biskuit KPI dan Spirulina platensis memiliki nilai kadar air yang lebih rendah dibandingkan biskuit komersial. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh komposisi dan jenis bahan yang digunakan yaitu penggunaan tepung sagu dan

17

konsentrat protein ikan, serta penambahan Spirulina platensis. Cauvain dan Young (2008) menyatakan bahwa tepung terigu memiliki kapasitas penyerapan air yang lebih tinggi dibandingkan tepung yang lain, sehingga nilai kadar air menjadi lebih tinggi. Nilai kadar air biskuit telah memenuhi standar yang ditetapkan yaitu kurang dari 5% (BSN 2011).

Kadar Air Kritis (Critical Moisture) Pengujian kadar air kritis dilakukan dengan mencari titik kritis produk, pengujian organoleptik (uji hedonik), pengujian kerenyahan secara obyektif dan subyektif, serta pengujian kadar air. Kerenyahan biskuit diukur menggunakan uji kadar air, uji rating (kerenyahan) secara subyektif, uji hedonik, serta diperkuat dengan pengujian kerenyahan yang diukur menggunakan alat Texture analyzer. Hasil uji kadar air, nilai dan skor kerenyahan, serta skor hedonik selama periode pengamatan produk biskuit disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Nilai kadar air, kerenyahan, skor kerenyahan, dan nilai hedonik Jam ke0 1 2 3 4 5

Nilai kadar air (gH2O/g padatan) 0,0113 ± 0,0030 0,0349 ± 0,0039 0,0424 ± 0,0049 0,0529 ± 0,0064 0,0606 ± 0,0015 0,0772 ± 0,0014

Nilai kerenyahan (gf)

Skor kerenyahan

Skor hedonik

363,57 211,23 195,67 182,17 80,73 70,12

6,13 5,93 5,17 3,37 2,33 1,67

8,67 7,83 7,57 5,37 3,00 2,87

Data Tabel 4 menunjukkan bahwa selama periode pengamatan (jam ke- 0 sampai jam ke- 5) terjadi penurunan skor hedonik, nilai dan skor kerenyahan secara berturut-turut yaitu 8,67 menjadi 2,87; 363,57 gf menjadi 70,12 gf; dan 6,13 menjadi 1,67. Hal tersebut menunjukkan bahwa kerenyahan biskuit semakin menurun seiring dengan lamanya waktu penyimpanan. Kusnandar et al. (2010) menyatakan bahwa skor kerenyahan biskuit dari jam ke-0 memiliki nilai 6,3 menjadi 1,8 pada jam ke-5. Sebaliknya terjadi peningkatan pada kadar air produk yaitu sebesar 0,0113 g H2O/g padatan jam ke-0 menjadi 0,0772 g H2O/g padatan pada jam ke-5. Keadaan tersebut diduga sifat produk kering (biskuit) menyerap uap air dari lingkungan ke dalam produk (adsorpsi) sehingga kadar air biskuit bertambah. Selanjutnya kadar air biskuit diubah menjadi log kadar air dan dihubungkan dengan skor hedonik yang disajikan pada Gambar 5. Hubungan antara log kadar air dengan skor hedonik didapatkan persamaan y = -0,113x – 0,739 dengan nilai R2 0,766. Nilai kadar air kritis diperoleh dengan memplotkan x = 3 pada persamaan sehingga didapatkan nilai kadar air kritis 0,0836 g H2O/ g padatan. Hubungan skor hedonik dan skor kerenyahan dengan lama penyimpanan disajikan pada Gambar 6.

18

Log kadarair (g H2O/gpadatan)

0 -0,5 -1 -1,5 y = -0,113x - 0,739 R² = 0,766

-2

-2,5 -1,0

1,0

3,0

5,0

7,0

9,0

Skor hedonik

9 8 7 6 5 4 3 2 1 0

Skor kerenyahan

Skor hedonik

Gambar 5 Kurva hubungan antara log kadar air dengan skor hedonik

y = -1,245x + 9,114 R² = 0,955 0

1

2

3

4

Lama penyimpanan (Jam)

5

7 6 5 4 3 2 1 0

y = -0,998x + 6,595 R² = 0,957

0

1

2

3

4

5

Lama penyimpanan (Jam)

Gambar 6 Hubungan antara lama penyimpanan dengan skor hedonik dan skor kerenyahan Gambar 6 menunjukkan bahwa skor hedonik dan skor kerenyahan dipengaruhi oleh lama penyimpanan. Hal tersebut terjadi karena nilai uap air (kadar air) pada produk biskuit lebih rendah dari lingkungan. Roos (2007) menyatakan bahwa produk akan mencapai zona kritis seiring dengan lama penyimpanan yang disebabkan oleh proses adsorbsi dari lingkungan ke dalam produk. Penyerapan kadar air tersebut mengakibatkan produk menjadi melempem dan tidak disukai. Nilai R2 menunjukkan korelasi antara skor hedonik dan skor kerenyahan dengan lama penyimpanan. Nilai R2 masing masing sebesar 0,955 dan 0,957 yang mengartikan bahwa 95,5% dan 95,7% dari variasi persamaan garis regresi yang disebabkan oleh hubungan linier dengan variabel bebasnya telah sesuai dengan keadaan sebenarnya. Semakin tinggi nilai tersebut maka semakin baik juga lama penyimpanan dapat menjelaskan skor hedonik dan kerenyahan. Hubungan nilai kerenyahan dengan nilai kadar air disajikan pada Gambar 7.

Kadar Air (g H2O/g padatan)

19

0,1 0,09 0,08 0,07 0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0

y = -0,000x + 0,084 R² = 0,929 0

100

200 Nilai kerenyahan (gf)

300

400

Gambar 7 Hubungan nilai kerenyahaan dengan kadar air Nilai kerenyahan semakin menurun seiring meningkatnya nilai kadar air produk. Menurut Ministry for Primary Industries New Zealand (2012) bertambahnya kadar air diakibatkan oleh transfer air dari lingkungan ke dalam produk sehingga merubah sifat fisik tekstur.

Kadar Air Kesetimbangan Kadar air kesetimbangan diperlukan untuk mendapatkan kurva sorpsi isotermis dalam kondisi suhu dan kelembaban tertentu. Berikut adalah data kadar air kesetimbangan biskuit pada masing-masing RH yang disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Kadar air kesetimbangan (Me) biskuit penyimpanan Garam NaOH MgCl2 K2CO3 NaBr NaNO2 KI NaCl KCl BaCl2 KNO3 K2SO4

Me Biskuit (g H2O/g padatan) 0,0801 ± 0,0117 0,1328 ± 0,0109 0,1779 ± 0,0088 0,1785 ± 0,0117 0,1892 ± 0,0163 0,2162 ± 0,0130 0,2518 ± 0,0277 0,2837 ± 0,0068 0,2993 ± 0,0085 0,3213 ± 0,0127 0,4426 ± 0,0110

Penentuan kadar air kesetimbangan dilakukan dengan menyimpan produk dalam desikator yang berisi 11 jenis garam yang berbeda tingkat kejenuhannya. Penggunaan 11 garam bertujuan memberikan gambaran secara representatif terhadap setiap RH garam. Selama penyimpanan terjadi proses kenaikan atau penurunan bobot. Proses tersebut merupakan proses adsorbsi atau desorbsi yang bergantung pada kadar air biskuit dan kelembaban relatif pada lingkungan. Proses desorpsi terjadi pada garam natrium hidroksida dengan nilai kadar air 0,0801 g H2O/ g padatan yang disebabkan oleh nilai kadar air bahan yang lebih tinggi dari RH lingkungan. Proses adsorpsi terjadi pada semua garam selain

20

NaOH dengan nilai kadar air diatas kadar air produk. Menurut Labuza dan Bilge (2007) proses kenaikan uap air pada produk terjadi ketika kelembaban relatif udara lebih tinggi dari kadar air bahan. Semakin tinggi RH penyimpanan (lingkungan), semakin tinggi kadar air kesetimbangan. Hal ini menunjukkan bahwa proses difusi uap air berlangsung lama untuk mencapai kesetimbangan. Proses penentuan kadar air kesetimbangan disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Proses penentuan kadar air kesetimbangan pada penyimpanan suhu ruang

Pengujian Nilai Aktivitas Air Aktivitas air merupakan jumlah air bebas yang dapat digunakan mikroba untuk pertumbuhannya. Aktivitas air menggambarkan derajat keterikatan kandungan air dalam pangan dan berperan dalam reaksi kimia dan biokimia (Labuza 1977). Nilai aw berkisar antara 0 – 1 tanpa satuan. Aktivitas air dapat menggambarkan tingkat kerenyahan produk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biskuit memiliki nilai aw 0,297. Nilai aw akan mempengaruhi kerenyahan produk. Menurut Katz dan Labuza (1981) kerenyahan produk menurun dengan meningkatnya aw produk. Produk akan berubah menjadi melempem (soggy) atau kehilangan kerenyahan apabila aw produk mencapai 0,35 – 0,5.

Perhitungan Variabel Pendugaan Umur Simpan Kurva sorpsi isotermis Kurva sorpsi isotermis menggambarkan hubungan antara aktivitas air (aw) atau kelembaban relatif kesetimbangan pada ruang penyimpanan dengan kandungan air per gram suatu bahan pangan (Labuza dan Schmidl 1985). Perbedaan kandungan air pada bahan dengan lingkungan menyebabkan transfer uap air dari lingkungan ke produk (adsorpsi) atau dari produk ke lingkungan (desorpsi) (Labuza dan Bilge 2007). Kadar air kesetimbangan yang diperoleh dari

21

percobaan masing-masing diplotkan dengan nilai aktivitas air atau ERH lingkungan sehingga membentuk kurva sorpsi isotermis, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 9. 1,0 Kadar air (g H2O/g padatan)

0,9 0,8 0,7 0,6 y = 0,014 + 0,339x R² = 0,855

0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 0

0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

1

Aktivitas air

Gambar 9 Hubungan nilai kadar air kesetimbangan dengan aktivitas air Secara umum bentuk kurva sorpsi isotermis khas untuk setiap jenis bahan pangan. Menurut Brunauer et al. (1940) terdapat lima tipe kurva sorpsi isotermis berdasarkan pada kondisi dan proses yaitu tipe 1 kurva langmuir isotermis, tipe 2 kurva sigmoidal sorpsi isotermis, tipe 3 Flort-Huggins isotermis, tipe 4 merupakan gabungan dari tipe 1 dan 2, serta tipe 5 Brunauer-Emmet-Teller (BET) yang merupakan gabungan tipe 2 dan 3. Tipe 2 dan 4 merupakan tipe yang sering ditemukan pada bahan pangan. Kurva sorpsi isotermis hasil penelitian menunjukkan sama dengan tipe 4 yang menggambarkan proses adsorpsi dari bahan hidrofilik sampai batas hidrasi maksimum. Data hubungan antara nilai aktivitas air atau ERH lingkungan didapatkan persamaan y = 0,014 + 0,339x dengan nilai R2 0,855 yang menggambarkan kesesuaian dengan keadaan alam sebenarnya sebesar 85,5%. Semakin tinggi nilai R2 maka semakin baik kadar air dapat menjelaskan aktivitas air. Model sorpsi isotermis Pemodelan sorpsi isotermis dilakukan menggunakan lima model yaitu model Hasley, Chen Clayton, Henderson, Caurie, dan Oswin. Model-model tersebut menggambarkan kurva sorpsi isotermis pada jangkauan nilai aktivitas air yang luas. Pemodelan dilakukan menggunakan persamaan linier y = a + bx untuk mendapatkan kemulusan kurva sorpsi isotermis dan mempermudah perhitungan (Labuza dan Bilge 2007). Persamaan linier dari model kurva sorpsi isotermis disajikan pada Tabel 6.

22

Tabel 6 Persamaan linier model kurva sorpsi isotermis Model Caurie Hasley Chen Clayton Henderson Oswin

Persamaan ln Me = -2,647 + 1,694aw log (ln(1/aw)) = -2,279- 2,631log Me ln (ln(1/aw)) = 1,748-12,47Me log (ln(1/(1-aw))) =1,487+2,214log Me ln Me = -1,785+0,283ln (aw/(1-aw))

MRD 0,33 0,56 1,02 0,45 0,16

Nilai MRD yang diperoleh memiliki rentang yang sangat sempit satu sama lain yaitu berkisar antara 0,16 – 1,02. Menurut Tarigan et al. (2006) model kurva sorpsi isotermis menggambarkan keadaan sebenarnya dengan sangat tepat yaitu model yang memiliki nilai MRD di bawah 5. Mean Relative Determination setiap model memiliki nilai di bawah 5 yang mengartikan bahwa persamaan sesuai dengan lingkungannya. Model oswin merupakan model terbaik dibandingkan yang lain karena memiliki nilai MRD paling kecil, sehigga dapat ditarik persamaan ln Me = -1,785+0,283ln (aw/(1-aw)) menjadi persamaan sorpsi isotermis. Selanjutnya penentuan nilai kemiringan yang ditentukan pada daerah linier dari kurva sorpsi isotermis yang melewati kadar air awal. Nilai kemiringan pada kurva sorpsi isotermis model Oswin adalah 0,3390. Kurva sorpsi isotermis model terpilih disajikan pada Gambar 10.

Kadar air (gH2O/g padatan)

0,50 0,45 0,40 0,35 0,30 0,25 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

1

Aktivitas air (gH2O/ g padatan)

Gambar 10 Kurva sorpsi isotermis berdasarkan model terpilih Me percobaan ( ) dan Me perhitungan ( ) Permeabilitas Uap Air Kemasan Secara umum kemasan berfungsi mencegah dan menjaga produk dari kontaminasi eksternal seperti memperlambat deteriorasi, memelihara kualitas dan keamanan makanan kemasan, dan memperpanjang umur simpan (Brody et al. 2008). Produk pangan biskuit (kering) bersifat higroskopis yang harus dilindungi terhadap masuknya uap air. Biskuit memiliki kadar air rendah sehingga harus dikemas dengan kemasan yang mempunyai daya tembus atau permeabilitas uap air yang rendah. Permeabilitas uap air kemasan merupakan kecepatan atau laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan yang permukaannya rata dengan

23

ketebalan tertentu sebagai akibat perbedaan unit tekanan uap air antara permukaan produk pada kondisi RH dan suhu tertentu (Robertson 2010). Penelitian ini menggunakan tiga kemasan plastik yang meliputi kemasan Retort pouch, Polyprophylene (PP), dan High Density Poly Ethylene (HDPE). Permeabilitas kemasan dihitung dengan menentukan nilai Water Vapor Transmission Rate (WVTR) terlebih dahulu, kemudian dibagi dengan hasil perkalian tekanan uap jenuh pada suhu pengujian dengan nilai RH. Berikut merupakan hasil pengujian permeabilitas kemasan yang disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Permeabilitas uap air kemasan Jenis Kemasan Retort Pouch (PET 12/nilon/aluvo 7/LLDPE 40) Polypropylene (PP) High Density Polyethylene (HDPE)

WVTR (g/m2 hari) 0,2248 3,5364 1,9171

k/x (g/m2 mmHg hari) 0,0133 ± 0,0023 0,1111 ± 0,0209 0,0602 ± 0,0061

Pengukuran permeabilitas uap air kemasan kemasan retort pouch memiliki nilai paling rendah yaitu 0,0133 g/m2 mmHg hari dibandingkan kemasan PP dengan nilai 0,1111 g/m2 mmHg hari dan kemasan HDPE dengan nilai 0,0602 g/m2 mmHg hari. Nilai permeabilitas kemasan yang semakin rendah menunjukkan bahwa uap air berdifusi semakin sedikit sehingga biskuit terjaga dengan baik. Proses difusi secara aktif yaitu uap air terlarut atau melebur pada permukaan polimer, lalu dengan adanya perbedaan tekanan maka terjadi difusi melalui polimer, selanjutnya uap air akan mengalir dan mengalami evaporasi ke sisi yang berlawanan. Nilai permeabilitas kemasan Retort Pouch lebih baik dibandingkan dengan kemasan HDPE dan PP. Hal ini dapat disebabkan nilai permeansi yang rendah lebih dapat menahan masuknya uap ke dalam produk dibandingkan kemasan dengan nilai permeansi yang tinggi (Lange dan Wyser 2003). Menurut Emblem (2000) bahwa kemasan Retort Pouch memiliki sifat yang sangat baik sebagai penghalang kadar air, gas, dan cahaya dibandingkan jenis kemasan HDPE dan PP, serta kemasan HDPE masih lebih baik sebagai penghalang kadar air dibandingkan dengan kemasan PP. Plastik polypropylene (PP) dan high density polyethylene (HDPE) adalah kemasan thermoplastic yang banyak digunakan sebagai bahan pengemas pangan. Rumus molekol PP yaitu (–CHCH3-CH2-)n yang memiliki karakteristik tahan pada suhu tinggi, transparan, densitas rendah, transmisi uap air rendah, tahan bahan kimia, panas, dan minyak. Selain itu, plastik PP memiliki pengaruh yang rendah terhadap suhu rendah dan permeabilitas gas yang tinggi (Dumont et al. 2007). Plastik HDPE memiliki rumus molekol (-CH2-CH2-)n merupakan jenis plastik turunan polyester dengan kenampakan transparan, lemas, dan meleleh pada suhu 130 °C. Plastik jenis ini dapat mencegah reaksi kimia antara kemasan plastik dengan produk, tetapi direkomendasikan hanya sekali pakai disebabkan proses pelepasan senyawa antimoni trioksida terus meningkat seiring waktu. Retort pouch merupakan kemasan multilayer antara polyester (layer bagian luar), nylon (layer kedua), alumunium foil (layer ketiga) dan PP (layer bagian dalam). Polyester berfungsi memberikan ketahanan dan kekuatan pada kemasan sehingga tahan terhadap cetakan. Aluminium foil berfungsi sebagai perlindungan bahan atau produk ketika disimpan, dan permeabilitas rendah terhadap sinar, oksigen, dan uap air. Polypropylene bersifat inert yang bekerja secara adhesif

24

terhadap aluminium foil sehingga dapat ditutup secara kuat dengan pemanasan. Retort pouch memiliki kelebihan diantaranya tahan panas hingga suhu 138 °C lebih dari suhu sterilisasi, fleksibel (tidak mudah sobek), teknik penutupan mudah, dan ekonomis (Jun et al. 2006). Variabel lain yang mempengaruhi umur simpan adalah luas kemasan, bobot padatan per kemasan, dan tekanan uap murni. Luas kemasan PP, HDPE dan retort pouch hasil penelitian sebesar 0,045 m2. Semakin luas permukaan kemasan, semakin lama biskuit mencapai titik kritisnya sehingga umur simpan menjadi lebih lama. Bobot padatan per kemasan biskuit 98,87 g berdasarkan perhitungan kadar air awal dan bobot isi produk. Nilai tekanan uap murni 31,824 mmHg berdasarkan pembacaan tabel uap air Labuza dan Bilge (2007) pada suhu 30 ºC yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Umur Simpan Biskuit Penentuan umur simpan dilakukan untuk mengevaluasi suatu perubahan faktor mutu selama periode tertentu. Umur simpan menggunakan kelembaban relatif berkisar antara 75 - 85% yang disesuaikan dengan keadaan lingkungan. Penghitungan umur simpan biskuit disajikan pada Tabel 8-10. Contoh perhitungan umur simpan dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 8 Perhitungan umur simpan biskuit dengan menggunakan kemasan Retort Pouch pada beberapa RH penyimpanan berdasarkan model Oswin Parameter RH 75% Kadar air awal (g H2O/g solid) 0,0113 Kadar air kritis (g H2O/g solid) 0,0836 Model persamaan Oswin ln Me = -1,785+0,283ln (aw/(1-aw)) Slope kurva sorpsi isotermis (b) a. Slope 1 (b1) 0,3527 b. Slope 2 (b2) 0,3390 Kadar air kesetimbangan (g H2O/g solid) 0,2290 Permeabilitas kemasan (k/x) (g/m2 hari mmHg) 0,0133 Luas kemasan (A) (m2) 0,045 Berat padatan per kemasan (Ws) (g) 98,87 Tekanan uap jenuh suhu 30 ºC (Po) (mmHg) 31,824 Umur simpan (hari) a. Slope 1 738,98 b. Slope 2 710,28 Umur Simpan (bulan) a. Slope 1 24,63 b. Slope 2 23,68

Keterangan

RH 80% 0,0113 0,0836

RH 85% 0,0113 0,0836

0,3527 0,3390 0,2484 0,0133 0,045 98,87 31,824

0,3527 0,3390 0,2741 0,0133 0,045 98,87 31,824

665,97 640,10

589,06 566,18

21,20 21,34

19,63 18,87

:

Slope 1 : Perbandingan selisih kadar air kritis dan kadar air awal dengan selisih aw kritis dan aw awal Slope 2 : Slope garis lurus pada daerah linear yang melewati kadar air awal

25

Tabel 9 Perhitungan umur simpan biskuit dengan menggunakan kemasan Polyprophylene (PP) pada beberapa RH penyimpanan berdasarkan model Oswin Parameter RH 75% Kadar air awal (g H2O/g solid) 0,0113 Kadar air kritis (g H2O/g solid) 0,0836 Model persamaan Oswin ln Me = -1,785+0,283ln (aw/(1-aw)) Slope kurva sorpsi isotermis (b) a. Slope 1 (b1) 0,3527 b. Slope 2 (b2) 0,3390 Kadar air kesetimbangan (g H2O/g solid) 0,2290 Permeabilitas kemasan (k/x) (g/m2 hari mmHg) 0,1111 Luas kemasan (A) (m2) 0,045 Berat padatan per kemasan (Ws) (g) 98,87 Tekanan uap jenuh suhu 30 ºC (Po) (mmHg) 31,824 Umur simpan (hari) a. Slope 1 88,46 b. Slope 2 85,03 Umur Simpan (bulan) a. Slope 1 2,94 b. Slope 2 2,83

RH 80% 0,0113 0,0836

RH 85% 0,0113 0,0836

0,3527 0,3390 0,2484 0,1111 0,045 98,87 31,824

0,3527 0,3390 0,2741 0,1111 0,045 98,87 31,824

79,72 76,63

70,51 67,78

2,65 2,56

2,35 2,26

Tabel 10 Perhitungan umur simpan biskuit dengan menggunakan kemasan High Density Polyethylene (HDPE) pada beberapa RH penyimpanan berdasarkan model Oswin Parameter RH 75% Kadar air awal (g H2O/g solid) 0,0113 Kadar air kritis (g H2O/g solid) 0,0836 Model persamaan Oswin ln Me = -1,785+0,283ln (aw/(1-aw)) Slope kurva sorpsi isotermis (b) a. Slope 1 (b1) 0,3527 b. Slope 2 (b2) 0,3390 Kadar air kesetimbangan (g H2O/g solid) 0,2290 Permeabilitas kemasan (k/x) (g/m2 hari mmHg) 0,0602 Luas kemasan (A) (m2) 0,045 Berat padatan per kemasan (Ws) (g) 98,87 Tekanan uap jenuh suhu 30 ºC (Po) (mmHg) 31,824 Umur simpan (hari) a. Slope 1 163,26 b. Slope 2 156,92 Umur Simpan (bulan) a. Slope 1 5,44 b. Slope 2 5,23

RH 80% 0,0113 0,0836

RH 85% 0,0113 0,0836

0,3527 0,3990 0,2484 0,0602 0,045 98,87 31,824

0,3527 0,3990 0,2741 0,0602 0,045 98,87 31,824

147,13 141,42

130,14 125,09

4,90 4,71

4,33 4,17

Hasil perhitungan pada Tabel 8-10 menunjukkan bahwa semakin tinggi RH yang digunakan semakin pendek umur simpan produk. Hal ini disebabkan oleh uap air lingkungan yang semakin besar, maka uap air yang masuk ke dalam produk akan semakin besar pula untuk mencapai keseimbangan. Penggunaan kemasan yang berbeda juga menentukan umur simpan produk. Penggunaan kemasan retort pouch pada slope 1 memiliki umur simpan 24,63 bulan pada RH 75%; 21,20 bulan pada RH 80%; dan 19,63 bulan pada RH 85%; Nilai slope 2 memiliki umur simpan berturut-turut 23,68 bulan,; 21,33 bulan; dan 18,87 bulan. Kusnandar et al. (2010) menyatakan bahwa umur simpan produk komersial menggunakan kemasan (retort pouch) selama 18 bulan. Hal ini menunjukkan

26

bahwa umur simpan biskuit KPI dan Spirulina platensis lebih lama dari produk komersial yaitu berkisar antara 18,87 – 23,67 bulan. Umur simpan yang lebih lama disebabkan kandungan kadar air yang lebih rendah. Menurut Kilcast dan Subramaniam (2000) faktor yang mempengaruhi umur simpan yaitu ketersedian air atau aw, nutrisi, dan biokimia formulasi produk. Pendugaan umur simpan biskuit menggunakan kemasan PP pada RH 75 - 85% berkisar antara 2,83 – 2,26 bulan, lebih singkat dibandingkan dengan umur simpan biskuit menggunakan kemasan HDPE berkisar antara 5,23 – 4,17 bulan. Hal tersebut disebabkan kemasan HDPE memiliki daya penghalang yang baik dibandingkan kemasan PP. Menurut Lopulalan (2008) biskuit yang dikemas menggunakan kemasan PE memiliki umur simpan yang singkat yaitu selama 1,6 bulan, sedangkan biskuit yang dikemas dengan kemasan PP memiliki umur simpan 1,8 bulan. Perbedaan ini dapat disebabkan adanya fenomena adsorpsi dari lingkungan ke dalam produk sehingga produk menjadi lebih basah dan umur simpan menurun. Kemasan retort pouch terbukti dapat menghambat uap air (permeabilitas rendah) yang masuk ke dalam produk dibandingkan kemasan PP dan HDPE. Hal ini menunjukkan bahwa bahan yang tingkat permeabilitasnya semakin rendah maka semakin sedikit uap air yang masuk ke dalam produk sehingga umur simpan lebih lama.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Model kurva sorpsi isotermis terpilih yaitu model Oswin dengan persamaan ln Me = -1,785+0,283ln (aw/(1-aw)). Umur simpan biskuit konsentrat protein ikan dan Spirulina platensis yang dikemas dalam kemasan Retort Pouch, Polyprophylene, dan High Density Polyethylene berturut-berturut yaitu rentang 18,87 – 23,68 bulan; 2,26 – 2,83 bulan; dan 4,17 – 5,23 bulan. Retort Pouch adalah kemasan terbaik yang dapat menyimpan biskuit hingga 23,68 bulan pada RH 75%.

Saran Penelitian ini telah menggunakan model kategori perubahan mutu fisik sebagai penentuan umur simpan dengan kemasan retort pouch, HDPE, dan PP. Selanjutnya dapat menggunakan kemasan dengan teknik Modified Atmosphere Packaging (MAP) yang telah dilakukan pada kemasan komersial.

UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) – Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor yang telah melibatkan penulis dalam penelitian melalui

27

Riset dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi No. 335/SP2H/PL/DIT.LITABMAS/IX/2013 yang dibiayai Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan judul “Pendugaan Umur Simpan Biskuit Berbasis Konsentrat Protein Ikan dan Spirulina platensis Berdasarkan Metode Akselarasi dengan Pendekatan Kadar Air Kritis”. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada tim peneliti Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi, Dr Ir Wini Trilaksani, MSc, dan Dr Iriani Setyaningsih, MS atas kesempatan dan kepercayaan yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA Acharjee TC, Coronella CJ, Vasquez VR. 2011. Effect of thermal pretreatment on equilibrium moisture content of lignocellulosic biomass. Journal of Bioresource Technology. 102: 4849–4854. Appendini P, Hotchkiss JH. 2002. Review of antimicrobial food packaging. Journal of Innovative Food Science & Emerging Technologies. 3: 113-126. [AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 2005. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington (US): The Association of Official Analytical Chemist, Inc. Aranda ES, López LAP, Arroyo JL, GarzaBAA, Torres NW. 2011. Antimicrobial and antioxidant activities of plants from northeast of mexico. Evidencebased Complementary and Alternative Medicine. (1): 1-6. Arpah M. 2007. Penetapan Kadaluarsa Pangan. Bogor (ID): Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [ASTM] American Society for Testing and Materials. 1995. ASTM E96: Standard Test Methods for Water Vapor Transmission of Materials. Washington DC (US): The Executive Director Office of The Federal Register Washington DC. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2011. Biskuit. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional. Brody AL, Bugusu B, Han JH, Sand CK, McHugh TH. 2008. Innovative food packaging solutions. Journal of Food Science. 73(8): 107-116. Brunauer S, Deming LS, Teller E. 1940. On a theory of Van der Waals adsorption of gases. Journal of the American Chemical Society. 62 (7): 1723–1732. Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wooton M. 1985. Ilmu Pangan. Poernomo H, Adiono, penerjemah. Jakarta (ID): UI-Pr. Terjemahan dari: Food Science. Cassini AS, Marczak LDF, Noreña CPZ. 2006. Water adsorption isotherms of texturized soy protein. Journal of Food Technology. 77(1):194-199. Cauvain SP, Young LS. 2008. Backery Food Manufacture and Quality Water Control and Effects. Oxford (UK): Wiley-Blackwell.

28

Conforti PA, Lupano CE.2004. Functional properties of biscuits with whey protein concentrate and honey. International Journal of Food Science and Technology. 39: 745-753. Dumont MJ, Reyna-Valencia A, Emond JP, Bousmina M. 2007. Barrier properties of polypropylene/organoclay nanocomposites. Journal of Applied Polymer Science. 103: 618-625. Emblem A. 2000. Predicting packaging characteristics to improve shelf-life. Kilcast D, Subramaniam P, editor. The Stability and Shelf –Life of Food. Cambridge (UK): Woodhead Publishing Ltd. hlm 145–169. Fontana AJ. 2007. Measurement of water activity, moisture sorption isotherms, and moisture content of foods. Di dalam: Barbosa GV – Cánovas, Junior FJA, Schmidt SJ, Labuza TP, editor. Water Activity in Foods: Fundamental and Applications. Oxford (UK): Blackwell Publishing Ltd. hlm 155-171. Hough G. 2006. Workshop summary: Sensory shelf-life testing. Journal of Food Quality and Preference. 17: 640–645. Julianti E, Soekarto ST, Hariyadi P, Syarif AM. 2005. Karakteristik isotermi sorpsi air benih cabai. Buletin Agricultural Engineering Bearing. I(2): 62–69. Jun S, Cox L, Huang A. 2006. Using the flexible retort pouch to add value to agricultural products. Journal of Food Safety and Technology. 18: 1-6. Katz EE, Labuza TP. 1981. The effect of water activity on the sensory crispness and mechanical deformation of snack food products. Journal of Food Science. 46: 403 – 409. Kaur M, Shandu KS, Arora A, Sharma A. 2014. Gluten free biscuits prepared from buckwheat flour by incorporation of various gums: pysicochemical and sensory properties. Journal of Food Science and Technology. 30: 1-5. Kilcast D, Subramaniam P. 2000. The stability and shelf-life of food. Cambridge (UK): Woodhead Publishing Ltd. Kusnandar F, Adawiyah DR, Fitria M. 2010. Pendugaan umur simpan produk biskuit dengan metode akselerasi berdasarkan pendekatan kadar air kritis. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 21(2): 117-122. Labuza TP. 1977. The properties of water of relationship to water binding in foods: A review. Journal of Food Processing and Preservation. 1: 167–190. Labuza TP. 1982. Shelf Life Dating of Foods. Connecticut (US): Food and Nutrition Press Inc. Labuza TP, Bilge A. 2007. Water activity prediction and moisture sorption isotherms. Di dalam: Barbosa GV – Cánovas, Junior FJA, Schmidt SJ, Labuza TP, editor. Water Activity in Foods: Fundamental and Applications. Oxford (UK): Blackwell Publishing Ltd. hlm 109 – 154. Labuza TP, Schmidl MK. 1985. Accelerated shelf life testing of foods. Food Technology. 39(9): 57-62.

29

Lange J, Wyser Y. 2003. Recent innovations in barrier technologies for plastic packaging – a review. Journal of Packaging Technology and Science. 16: 149-158. Lawless HT, Heymann H. 2010. Sensory Evaluation of Food. London (UK): Springer Science + Business LLC. Lopulalan CGC. 2008. Kajian formulasi dan isothermis sorpsi air biskuit jagung. [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Man D 2002. Food Industry Briefing Series: Shelf Life. London (UK): Blackwell Sciense Ltd. Mizrahi S. 2000. Accelerated shelf-life tests. Di dalam: Kilcast D, Subramaniam P, editor. The stability and shelf-life of food. Cambridge (UK): Woodhead Publishing Ltd. hlm 107–128. [MPI] Ministry for Primary Industries. 2012. How to Determine The Shelf-life and Date Marking of Food. Wellington (NZ): Ministry for Primary Industries. Moreira LM, Ribeiro AC, Duarte FA, de Morais MG, Soares LAS. 2013. Spirulina platensis biomass cultivated in Southern Brazil as a source of essential minerals and other nutrients. Journal of Food Science. 7 (12): 451-455. Murueta JHC, Toro MDLAND, Carreno FG. 2007. Concentrates of fish protein from by catch produced by various drying processes. Food Chemistry. 100: 705-711. Nicholls RJ, Appelqvist IAM, Davies AP, Ingman SJ, Lillford PJ. 1995. Glass transitions and fracture behaviour of gluten and starches within the glassy state. Journal of Cereal Science. 21: 25–36. Nwosu JN. 2013. Production and evaluation biscuits from blends of bambara groundnut (Vigna subterranae) and wheat (Triticum eastrum) flours. Journal of Food and Nutrition Science. 2 (1): 4-9. [Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2012. Statistik Konsumsi Pangan Tahun 2012. Jakarta (ID): Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. Robertson GL. 2010. Food packaging and shelf life. Di dalam: Robertson GL, editor. Food Packaging and Shelf Life a Practical Guide. London (UK): CRC Press Taylor and Francis Group. hlm 1-16. Roos YH 2007. Water activity and glass transition. Di dalam: Barbosa GV– Cánovas, Jr FJA, Schmidt SJ, Labuza TP, editor. Water Activity in Foods: Fundamentals and Application. Oxford (UK): Blackwell Publishing Ltd. hlm 47-108. Santoso J, Hendra E, Siregar TM. 2008. Pengaruh lama dan pengulangan ekstraksi terhadap karakteristik fisiko-kimia konsentrat protein ikan nila hitam (Oreochromis niloticus). Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. 6(2): 67-85.

30

Sari OF 2013. Formula biskuit kaya protein berbasis Spirulina sp. dan kerusakan mikrobiologis selama penyimpanan [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tarigan E, Prateepchaikul P, Yamsaengsung R, Sirichote A, Tekasakul P. 2006. Sorption isoterms of shelled and unshelled kernels of candle nuts. Journal of Food Technology. 75: 447 – 452. Windsor ML. 2008. Fish Protein Concentrate [Internet]. [diunduh 2015 Feb 23]. Tersedia pada: http://www.fao.org/wairdocs/tan/x5917e/x5917e01.htm.

31

LAMPIRAN

32

33

Lampiran 1 Contoh kuisioner pengujian hedonik (Organoleptik) Acceptability Test Nama : Tanggal: Jenis sampel : Biskuit Pada 3 bulan akhir ini, seberapa sering kamu makan biskuit? (centang salah satu pilihan) ____ kurang dari sekali dalam sebulan ____ Lebih dari sekali dalam sebulan tetapi kurang dari setiap seminggu ____ Sekali dalam seminggu atau lebih

No HP:

Silahkan minum sebelum memulai pengujian. Anda boleh minum setiap saat selama pengujian jika diperlukan. Silahkan mencicipi sampel dan dilarang mencoba kembali setelah mencoba. Jika ada pertanyaan, silahkan bertanya kepada penyaji. Periksa frase secara keseluruhan dan pilih pendapat anda secara menyeluruh dengan cara memberi tanda centang. Nilai kesukaan terhadap tekstur Jam Jam Mulai KeSangat suka suka

Komentar:

Cukup suka

Sedikit suka

Nilai Uji Netral Sedikit tidak suka

Cukup tidak suka

Tidak suka

Sangat tidak suka

34

Lampiran 2 Contoh kuisioner uji rating Instruksi : Berikan penilaian Anda terhadap TEKSTUR (kerenyahan) sampel dengan angka 1. Ambil satu sampel biskuit 2. Gigit, dengarkan, dan beri penilaian Jam Mulai Jam/Parameter ke-0 ke-1 Ke2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Tekstur Keterangan : 1 = sangat tidak renyah 2 = tidak renyah 3 = agak tidak renyah Komentar:................

4 = netral 5 = agak renyah 6 = renyah

7 = sangat renyah

35

Lampiran 3 Tekanan uap air jenuh pada suhu 0 – 35 ºC (mmHg)

36

Lampiran 4 Contoh perhitungan umur simpan

θ=

θ=

θ=

ln( m − m )/(m − m ) ( )(

)

ln( 0,2290 − 0,0113)/(0,2290 − 0,0836) 0,0133

( ,

)( ,

,

)

,

0,403629 0,0133 x 0,000455 x 93,87611

θ = 710,2776 hari θ = 23,68 bulan

37

RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Ismail Ahmad Affa Riyadi, dilahirkan pada tanggal 10 Juni 1992. Penulis adalah anak keempat dari lima bersaudara dari Bapak Sumarjito dan Ibu Tuti Budi Astuti. Penulis memulai jenjang formal pada pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 1 Mulyo Asri dan lulus pada tahun 2004. Penulis melanjutkan Sekolah Menegah Pertama di SMP Negeri 1 Tulang Bawang Tengah dan lulus pada tahun 2007. Selanjutnya penulis melanjutkan Sekolah Menengah Atas di MA Negeri 1 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2010 penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Penulis diterima di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani pendidikan akademik di IPB penulis pernah aktif sebagai Anggota Himpunan Profesi Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN) periode 2011/2012, dan Ketua SKPP HIMASILKAN periode 2012/2013. Ketua Lorong Asrama IPB periode 2010/2011. Ketua C2 Cup Asrama IPB tahun 2010, Ketua Acara Dies Natalis Teknologi Hasil Perairan tahun 2011, Ketua Divisi Konsumsi Gebyar Perikanan dan Ilmu Kelautan tahun 2012, Anggota Forum Kerohanian Muslim Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan periode (2011/2012). Selain itu penulis juga aktif di luar kampus dengan mengikuti komunitas Backpacker’s Indonesia, Volunteer Love Donation 2015 oleh Young On Top pada tahun 2015, dan Volunteer sahabat ramadhan Dompet Dhuafa 2015. Penulis telah melaksanakan praktik lapang di PT Misaja Mitra, Pati - Jawa Tengah. Penulis menyelesaikan laporan praktik lapang dengan judul Penerapan Sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada Proses Pembuatan Udang Kupas (Peeled) Beku di PT Misaja Mitra, Pati - Jawa Tengah. Selanjutnya penulis juga telah melaksanakan penelitian dengan judul Pendugaan Umur Simpan Biskuit Berbasis Konsentrat Protein Ikan dan Spirulina Menggunakan Metode Akselerasi dengan Pendekatan Kadar Air Kritis.