PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN HAK CIPTA DALAM

Download perkembangan perlindungan hukum terhadap Hak Cipta bagi pencipta masih kurang, dimana masih banyak terjadinya pelanggaran yaitu penggandaan...

4 downloads 681 Views 296KB Size
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN HAK CIPTA DALAM PEMBUATAN E-BOOK

LAW ENFORCEMENT FOR BREACHING COPYRIGHT IN MAKING E-BOOK

E-JURNAL

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan

Oleh: Aan Priyatna NIM 11010214410205

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG FEBRUARI 2016

HALAMAN PERSETUJUAN

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN HAK CIPTA DALAM PEMBUATAN E-BOOK

E-JURNAL

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan

Aan Priyatna NIM 11010214410205

Menyetujui: Dosen Pembimbing

Prof.Dr.Budi Santoso, S.H., M.S NIP. 19611005 198603 1 002

SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama

: AAN PRIYATNA

Nim

: 11010214410205

Program Studi

: Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro

Dengan ini menyatakan hal-hal sebagai berikut : 1. E-Journal ini adalah hasil karya sendiri dan di dalam E-Journal ini tidak terdapat karya orang lain yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi/lembaga pendidikan manapun. Pengambilan karya orang lain dalam E-Journal ini dilakukan dengan menyebutkan sumbernya sebagaimana tercantum dalam Daftar Pustaka. 2. Tidak

berkeberatan

untuk

dipublikasikan

oleh

Universitas

Diponegoro dengan sarana apapun, baik seluruhnya atau sebagian, untuk kepentingan akademik/ilmiah yang non komersial sifatnya. Semarang, Februari 2016 Penulis

AAN PRIYATNA

ABSTRAK PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN HAK CIPTA DALAM PEMBUATAN E-BOOK Penegakan hukum Hak Cipta atas pembuatan e-book diatur didalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, mengingat perkembangan perlindungan hukum terhadap Hak Cipta bagi pencipta masih kurang, dimana masih banyak terjadinya pelanggaran yaitu penggandaan. Permasalahan penelitian ini adalah bagaimana bentuk-bentuk pelanggaran Hak Cipta dalam pembuatan e-book dan bagaimana penegakan hukum terhadap pelanggaran Hak Cipta yang ditimbulkan apabila seseorang melakukan pelanggaran pembuatan e-book. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif. Metode ini mengkhususkan pada kaidah-kaidah hukum meliputi bahan hukum UUHC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk-bentuk pelanggaran Hak Cipta dalam pembuatan e-book, adalah pertama, para pembajak menggandakan e-book secara liar, tersembunyi dan tidak diketahui orang lain apalagi penegak hukum dan pajak. kedua, mengunduh/pengambilan e-book dengan tujuan untuk disebarluaskan atau untuk kepentingan komersial. ketiga, mencetak/membuat e-book yang telah dibeli adalah termasuk penggandaan ciptaan. keempat, mengubah format buku menjadi e-book dan mencantumkan nama pengarang tanpa ada pemberitahuan dahulu ke pengarang buku tersebut merupakan pelanggaran Hak Cipta dengan alasan perbanyakan. Penegakan hukum terhadap pelanggaran Hak Cipta yang ditimbulkan apabila seseorang melakukan pelanggaran pembuatan e-book adalah yang tersebut dalam Pasal 113 ayat (4) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014, dimana penegakan hukumnya oleh pemerintah dengan memberikan sanksi pidana dan sanksi perdata dengan tuntutan ganti rugi, yaitu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). Sarannya yaitu pertama, perlu dilakukan sosialiasi tentang pendaftaran Hak Cipta guna mendapatkan perlindungan hukum terhadap Hak Cipta. kedua, Memasyarakatkan pemahaman dan pengertian tentang akibat dari pelanggaran Hak Cipta dan memberikan sanksi yang lebih para pelaku pelanggaran terhadap Hak Cipta. Kata Kunci : Penegakan Hukum, Pelanggaran Hak Cipta, E-book.

ABSTRACT LAW ENFORCEMENT FOR BREACHING COPYRIGHT IN MAKING E-BOOK. Law enforcement of copyright over the manufacture of e-book arranged inside the law number 28 year 2014 about copyright, considering the development of legal protection against copyright for creator still lacking, where still much offense namely the occurrence of doubling. The problems this research is how the violation of the right forms copyright in the manufacture of e-book and how law enforcement for breaching copyright inflicted if a man committed an offense the manufacture of e-book. Research methodology used is the method juridical normative.This method just for norms law covering material uuhc law. The research results show that forms violation of the right copyright in making e-book, is the first, the hijacker has doubled the e-book illegally, hidden and unknown others let alone law enforcement and tax. Second, download / the e-book for the purpose of disseminated or in the interests of commercial. Third, scored / make e-book that has been purchased is of doubling creation. Fourth, change format book be e-book and enshrines name author without was announced before to author the book is violation of the right copyright by reason of copying. Law enforcement for breaching copyright inflicted if a man violations making e-book is which is in article 113 paragraph (4) the act of copyright no. 28 2014, where maintain the law by the government to give sanction civil and criminal sanctions with the demands of compensation, namely to be imposed with an prison a maximum 10 years and/or criminal fine the most Rp.4.000.000.000,00 (four billion rupiah). His advice that is first, needs to be done socialization of about registration copyright to shelter laws against copyright. Second, promote insight and understanding of resulting from a violation of copyright and give sanction more actors a violation of copyright. Keywords: law enforcement, a breach of copyright, E-book.

5

Pendahuluan HKI pada hakikatnya merupakan suatu hak dengan karakteristik khusus dan istimewa karena hak tersebut diberikan oleh negara. Negara berdasarkan ketentuan Undang-undang, memberikan hak khusus tersebut kepada yang berhak sesuai dengan prosedur dan syarat-syarat yang harus dipenuhi.1 Berdasarkan bidangnya, secara garis besar HKI dibagi dalam 2 (dua) bagian yaitu Hak Cipta (Copyright) dan Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Right). Hak cipta dilihat dari statusnya tidak dapat dipisahkan dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) karena hak cipta merupakan salah satu bagian

dari

HKI.

Keberadaannya

di

lapangan

hak

cipta

hidup

berdampingan dengan HKI lainnya, yaitu merek, paten, rahasia dagang, desain industri, dan desain tata letak sirkuit.2 Hak cipta memiliki hak eksklusif di dalamnya yaitu hak yang sematamata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada orang lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin dari pemegangnya. Pemanfaatan mengadaptasi,

hak

tersebut

meliputi

mengaransemen,

kegiatan

mengalih

menerjemahkan,

wujudkan,

menjual,

meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun.3 Menurut sifatnya hak dalam HKI dapat digolongkan menjadi dua yaitu Hak Ekonomi (economic rights) dan Hak Moral (Moral Rights). Hak Ekonomi adalah Hak untuk memperoleh keuntungan atas kekayaan 1

Sri Rejeki Hartono dalam Sentosa Sembiring, Hak Kekayaan Intelektual dalam Berbagai Perundang-undangan, (Bandung : Yrama Widya, 2002), hlm. 13. 2 Gatot Supramono, Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia, (Jakarta : Rineka Cipta, 2008), hlm. 13. 3 Iswi Hariyani, Prosedur Mengurus HAKI Yang Benar, (Yogyakarta : PT. Pustaka Yustisia, 2010), hlm. 49.

6

intelektual. Dikatakan Hak Ekonomi karena HKI adalah benda yang dapat dinilai dengan uang. Hak ekonomi tersebut berupa keuntungan sejumlah uang yang diperoleh karena penggunaan oleh pihak lain berdasarkan lisensi. Hak ekonomi itu diperhitungkan karena HKI dapat digunakan / dimanfaatkan oleh pihak lain dalam perindustrian atau perdagangan yang mendatangkan keuntungan.4 HKI adalah sistem hukum yang melekat pada tata kehidupan modern terutama pada perkembangan hukum hak cipta terhadap produk digital. Hak cipta terhadap produk digital seperti perangkat lunak, foto digital, musik digital, film digital, dan e-book ini perlu mendapat perlindungan hukum, karena karya manusia ini telah dihasilkan dengan suatu pengorbanan tenaga, pikiran , waktu bahkan biaya yang tidak sedikit serta pengetahuan dan semua bentuk idealisme lainnya bersatu untuk mendapatkan hasil karya terbaik dibidangnya. Indonesia sejak tahun 1982 telah mengeluarkan Undang-Undang tentang hak cipta yaitu Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 yang telah mengalami 5 kali revisi melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 dan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014, kesemuanya ini adalah untuk melindungi karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra (scientific, literary and artistic works). Buku (apapun jenisnya, baik itu majalah, koran, buku, kitab dan sebagainya) yang selama ini kita jadikan sebagai gudang dari berbagai macam ilmu pengetahuan dan informasi tidak bisa mengelak dari imbas yang diakibatkan dari efek digitalisasi informasi. Imbas dari era digitalisasi informasi terhadap buku, lebih ke arah munculnya versi baru dari buku

4

Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), hlm. 23

7

dalam bentuk digital, yang lebih dikenal dengan sebutan e-book (electronic book atau buku elektronik). E-book adalah versi elektronik dari suatu buku yang memerlukan suatu media elektronik (komputer/laptop, smartphone, tablet dsb) agar bisa dibaca. Karena e-book adalah benda elektronik (lebih tepatnya benda digital), secara otomatis e-book memiliki sifat-sifat dari benda digital. Salah satu contoh karakteristik utama yang mendukung reproduksi dan persebaran dari benda digital adalah kemudahannya untuk digandakan dan disebarkan (terutama dengan pesatnya penggunaan teknologi internet), karakteristik ini menyebabkan suatu kondisi dimana jumlah peredaran e-book saat ini sangat jauh melampaui jumlah peredaran versi cetak. Pada mulanya ketika seseorang membuat e-book, barang kali tidak pernah terpikirkan akan sebab akibatnya dari hukum yang melindungi karya ciptanya. Hal ini disebabkan kurang mengertinya masyarakat terhadap sistem hukum yang berlaku atau si pemilik Hak Cipta karena ketidak tahuannya tidak memperkirakan potensi ekonomi atas karya yang diciptakannya tersebut, sehingga suatu karya hanya diciptakan begitu saja oleh pemiliknya atau dijual saja tanpa mempertimbangkan aspek hukumnya. Melihat pada uraian mengenai apa saja yang termasuk Ciptaan sebagaimana disebut di atas, dapat dilihat bahwa buku merupakan salah satu Ciptaan yang dilindungi, oleh karena itu, e-book juga merupakan Ciptaan yang dilindungi karena merupakan salinan dari ciptaan awal berbentuk buku yang masing-masing memiliki Hak Cipta sendiri setelah diwujudkan dalam bentuk nyata. Hak Cipta didalam Undang-undang nomor 28 tahun 2014 pasal 1 dinyatakan bahwa Hak Cipta merupakan hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu 8

ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hak Cipta diatur dalam undang-undang nomor 28 tahun 2014 juga memuat didalamnya mengenai ketentuan pidana bagi pelaku tindak pidana dibidang Hak Cipta Tersebut. Namun dalam kenyataannya Hak Cipta masih sering dan masih banyak dilanggar oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Banyak kalangan anggota masyarakat yang tidak menghargai atau tidak perduli dengan adanya suatu karya yang telah diciptakan seseorang. Meskipun telah mempunyai Undang-undang UU No.28 tahun 2014 tentang Hak Cipta semestinya mampu membuat para oknum-oknum takut, namun pada kenyataannya pelanggaran terhadap HKI masih saja terjadi bahkan cenderung ke arah yang semakin memprihatinkan. Berdasarkan latar belakang di atas, maka Penulis perlu melakukan penelitian

mengenai

“PENEGAKAN

HUKUM

TERHADAP

PELANGGARAN HAK CIPTA DALAM PEMBUATAN E-BOOK.”

Pembahasan A. Bentuk-bentuk Pelanggaran Hak Cipta dalam Pembuatan E-book Menurut ketentuan Pasal 113 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 dapat disimpukan bahwa terdapat 3 (tiga) kelompok bentuk pelanggaran Hak Cipta sebagai delik Undang-Undang (wet delict) yakni: 1. Dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan, memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu. Termasuk perbuatan pelanggaran

ini

antara

lain

melanggar

larangan

untuk

mengumumkan, memperbanyak atau memberi izin untuk itu setiap ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah

9

dibidang pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan, dan ketertiban umum; 2. Dengan sengaja memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang-barang hasil pelanggaran Hak Cipta. Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain penjualan ebook; 3. Dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu e-book. Bertolak dari pelanggaran Hak Cipta diatas, ada 2 (dua) golongan pelaku kejahatan Hak Cipta, yaitu: 1. Pelaku Utama, yaitu perseorangan maupun badan hukum yang dengan sengaja melanggar Hak Cipta atau melanggar larangan Undang-Undang.

Termasuk

pelaku

utama

adalah

penerbit,

pembajak, penjiplak, dan pencetak. 2. Pelaku pembantu, yaitu pihak yang menyiarkan, memamerkan, atau menjual kepada umum ciptaan yang diketahuinya melanggar Hak Cipta atau melanggar larangan Undang-Undang. Termasuk pelaku pembantu penyiar, penyelenggara pameran, penjual, pengedar, yang menyewakan ciptaan hasil kejahatan pelanggaran Hak Cipta atau larangan Undang-Undang. Menurut Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 terdapat beberapa bentuk pelanggaran hak cipta antara lain berupa penerbitan ciptaan, penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya, penerjemahan,

pengadaptasian,

pentransformasian, pertunjukan

ciptaan,

pendistribusian pengumuman,

pengaransemenan ciptaan

atau

komunikasi

atau

salinannya, ciptaan,

dan

penyewaan ciptaan tanpa izin dari pencipta/pemegang hak cipta. Penggandaan terhadap karya orang lain seperti e-book adalah salah satu bentuk dari pelanggaran Hak Cipta yang dilarang dalam 10

Undang-Undang Hak Cipta. Pekerjaannya liar, tersembunyi, dan tidak diketahui orang banyak apalagi oleh petugas penegak hukum dan pajak. Pekerjaan tersembunyi ini dilakukan untuk menghindarkan diri dari penangkapan pihak kepolisian. Para pembajak tidak akan mungkin menunaikan kewajiban hukum untuk membayar pajak kepada negara sebagaimana layaknya warga negara yang baik. Penggandaan merupakan salah satu dampak negatif dari kemajuan ilmu pengetahuan di bidang grafika dan elektronika yang dimanfaatkan secara melawan hukum (ilegal) oleh mereka yang ingin mencari keuntungan dengan jalan cepat dan mudah. Bentuk-bentuk pelanggaran Hak Cipta yang lain dalam pembuatan e-book antara lain berupa pengambilan, mencetak, pengubahan sebagian atau seluruh ciptaan orang lain dengan cara apa pun tanpa izin pencipta/pemegang Hak Cipta, bertentangan dengan UndangUndang atau melanggar perjanjian. Berbicara

mengenai

pengambilan/mengunduh,

hal

ini

bisa

dikatakan pelanggaran Hak Cipta, karena perbuatan mengunduh atau download hak cipta e-book melalui internet jika tujuannya untuk disebarluaskan atau untuk kepentingan komersial, maka hal tersebut termasuk pelanggaran Hak Cipta. Unsur Pelanggaran Hak Cipta dalam Pasal 1 ayat (1) Juncto Pasal 113 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 adalah sebagai berikut: a. Barang siapa Barang siapa adalah siapapun, sehingga dapat ditujukan kepada siapa saja, dalam hal ini adalah pengunduh/downloader. Pengunduh yang telah dapat dimintai pertanggungjawaban dan tidak dapat dikenakan alasan pemaaf atau penghapus pidana memenuhi unsur “barang siapa”. 11

b. Dengan sengaja Unsur “dengan sengaja” terpenuhi dengan dilakukannya pengunduhan e-book dengan tujuan mendapatkan e-book yang diunduh tersebut. c. Tanpa hak Tanpa hak di sini berarti tidak mempunyai hak untuk melakukan suatu perbuatan. Dalam hal ini, tanpa pengalihan hak atau kuasa dari pencipta atau pemegang hak cipta maka perbuatan yang dilakukan oleh pengunduh adalah tanpa hak. Dengan demikian, pengunduh e-book, baik itu milik penulis Indonesia ataupun luar negeri, dapat dikatakan melanggar hak cipta jika memenuhi unsur-unsur pelanggaran Hak Cipta sebagaimana tersebut di atas. Namun, apabila tidak memenuhi salah satu unsur saja, maka

tidak

dapat

dikatakan

bahwa

pelaku

telah

melakukan

pelanggaran Hak Cipta. Mengenai mencetak/membuat e-book yang telah dibeli adalah termasuk dalam penggandaan Ciptaan. Setiap Publisher e-book memiliki “Terms and Conditions” masing-masing pada halaman website di mana mereka menjual produk e-book mereka. Perlu diingat bahwa membeli sebuah e-book tidak berarti Anda membeli Hak Cipta dari ebook tersebut, akan tetapi yang Anda beli adalah Ciptaan dalam bentuk karya tulis atau buku berbentuk digital. Terkait dengan pertanyaan “apakah membuat/mencetak e-book yang telah kita beli termasuk pelanggaran Hak Cipta”, maka hal tersebut dikembalikan kepada “Terms and Conditions” yang harus disepakati oleh Penjual dan Pembeli sebelum melanjutkan transaksi. Apabila dalam “Terms and Conditions”, Pembeli diizinkan mencetak, maka hal tersebut tentunya tidak melanggar hak cipta, akan tetapi jika

12

tidak diizinkan, maka mencetak e-book yang telah dibeli termasuk dalam pelanggaran hak cipta. Mengubah format buku menjadi e-book dan mencantumkan nama pengarang tanpa ada pemberitahukan dahulu ke pengarang buku tersebut merupakan suatu pelanggaran hak cipta. karena hal tersebut merupakan perbanyakan. Bisa dikatakan tidak pelanggaran apabila sebelum mengubah format tersebut meminta izin kepada pemegang hak cipta. Penulis berpendapat bahwa khusus mengenai bentuk-bentuk pelanggaran Hak Cipta dalam pembuatan e-book, Jika Anda adalah Pencipta e-book maka perlindungan hak cipta terhadap Ciptaan Anda tersebut sama dengan Ciptaan berupa karya tulis lainnya karena hak untuk mengalihwujudkannya melekat pada diri Anda sebagai Pencipta. Akan tetapi, jika e-book yang dihasilkan merupakan adaptasi dari buku karya

Pencipta/Pemegang

Hak

Cipta

lain

maka

anda

wajib

mendapatkan izin terlebih dahulu dari Pencipta/Pemegang hak cipta buku tersebut agar tidak terjadi suatu pelanggaran Hak Cipta. Ini karena ada dua hak eksklusif yang dimiliki Pencipta terhadap ciptaannya, yaitu Hak Moral dan Hak Ekonomi (Pasal 4 UUHC 2014). Dan jika Anda sebagai pengguna barang ciptaan orang lain, sebaiknya kita harus menghormati jerih payah pencipta dalam menuangkan inspirasi dan bakatnya, jangan ada penggandaan barang dan menjual secara komersial barang tersebut tanpa sepengetahuan dan tanpa izin si pencipta tersebut. B. Penegakan Ditimbulkan

Hukum

Terhadap

Apabila

Pelanggaran

Seseorang

Hak

Melakukan

Cipta yang Pelanggaran

Pembuatan E-Book. Berbicara mengenai penegakan hukum Hak Cipta, khususnya terhadap pelanggaran Hak Cipta dalam pembuatan e-book bukanlah 13

merupakan sesuatu yang berdiri sendiri yang terlepas dari penegakan hukum pada umumnya. Penegakan hukum Hak Cipta hanyalah merupakan sub sistem dan bagian integral dari sistem penegakan hukum di Indonesia. Permasalahan dan hambatan-hambatan yang terjadi dan dialami dalam penegakan hukum secara umum adalah juga dialami dan dihadapi dalam penegakan hukum hak cipta, termasuk aparat penegak hukumnya, mulai dari polisi, jaksa, hakim dan advokat, yang banyak disorot dan dikecam terkesan tidak profesional manakala berhadapan dengan pelanggaran hukum hak cipta. Banyaknya pelanggaran Hak Cipta dalam pembuatan e-book dalam masyarakat, khususnya terhadap hak untuk memperbanyak yang secara nyata dapat dilihat dalam bentuk penggandaan bersifat komersial serta pelanggaran terhadap hak untuk mengumumkan dalam bentuk penggunaan dan pemakaian ciptaan e-book tanpa izin telah menyebabkan adanya kesan bahwa negara kita kurang memberikan perhatian serius terhadap masalah Hak Cipta dan dipandang masih lemah dalam melakukan penegakan hukumnya. Dalam prakteknya tidak dapat dipungkiri bahwa penegakan hukum Hak Cipta belum dilakukan maksimal. Putusan-putusan Pengadilan yang ada seolah-olah tidak ada yang menyentuh dan menghukum pelanggar atau pelaku tindak pidana Hak Cipta kelas kakap melainkan adalah

terhadap

mereka

para

pengguna

internet

yang

tidak

bertanggungjawab digolongkan kepada pelaku tindak pidana yang tersebut dalam Pasal 113 ayat (3) UUHC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk penggunaan Secara Komersial. Sedangkan kepada orang yang melakukan penggandaan sendiri sebagai pelaku tindak pidana yang

14

tersebut dalam Pasal 113 ayat (4) UUHC tidak ada terdengar yang ditangkap dan bahkan dijatuhi hukuman di Pengadilan. Sekalipun Peraturan Perundang-Undangan Hak Cipta telah beberapa

kali

mengalami

perubahan

demi

perubahan,

dan

menyebutkan sanksi atas pelanggaran hak cipta dalam menggandakan e-book secara komersial ini dipidana dengan pidana penjara paling lama

10

tahun

Rp.4.000.000.000,00 menyebabkan

dan/atau (empat

takutnya

para

pidana miliar

denda rupiah).

pelanggar

Hak

paling tampaknya Cipta

banyak tidak

melakukan

pelanggaran. Khusus terhadap pelanggaran Hak Cipta bidang mechanical right (hak untuk memperbanyak), jika para penjual barang bajakan dipertanyakan mengapa mereka menjual barang bajakan yang merupakan pelanggaran hukum, alasannya pada umumnya adalah alasan ekonomi, karena sulit mencari pekerjaan dan sebagainya. Demikian juga, terhadap masyarakat pembeli barang bajakan, yang jika dipertanyakan, alasannya adalah alasan ekonomi yang berkaitan dengan masalah harga yang untuk barang bajakan harganya relatif lebih murah dibanding dengan yang asli. Pada dasarnya alasan-alasan mereka ini tidak dapat dibenarkan menurut hukum, karena selain bukan alasan pembenar untuk melakukan suatu tindak pidana, alasan tersebut pun tidak dapat dibenarkan sepenuhnya. Bila diperhatikan yang sesungguhnya, akan ternyata bahwa para pengganda adalah para pelaku usaha yang membutuhkan investasi besar karena untuk memperbanyak ciptaan, haruslah menyediakan aplikasi pembuat e-book, sehingga pengganda tersebut adalah orang-orang kaya yang ingin menambah kekayaannya dengan cara cepat dan mudah. Masyarakat pembelipun sebagian besar bukanlah golongan masyarakat yang kurang mampu melainkan adalah 15

yang tidak sudi dan tidak bersedia untuk mengeluarkan uangnya lebih sedikit untuk membeli e-book yang asli. Persoalan pokok menyangkut penegakan hukum Hak Cipta adalah persoalan kultur dan paradigma. Berkaitan dengan masalah kultur atau budaya, dalam pandangan tradisional yang sampai sekarang belum sepenuhnya pupus, bahwa suatu ciptaan oleh masyarakat dianggap sebagai milik bersama dan kalaupun ada pengakuan hak individu terhadap ciptaan, tetapi bentuknya lebih menonjolkan segi moral hak cipta daripada nilai ekonomisnya. Selain itu, ada juga budaya masyarakat (yang erat hubungannya dengan ajaran agama) bahwa jangankan ciptaan kita, tubuh kita pun bukan milik kita tetapi milik Tuhan. Budaya lainnya yang menghinggapi masyarakat kita adalah keinginan untuk memperoleh sesuatu, misalnya keuntungan dagang dengan cara mudah dan menghalalkan segala cara (kebalikan budaya masyarakat yang suka bekerja keras dan kreatif). Erat kaitannya dengan masalah kultur adalah masalah paradigma (cara pandang) masyarakat terhadap kejahatan Hak Cipta itu sendiri. Realitas

menentukan

bahwa

masyarakat

kita

umumnya

tidak

memandang kejahatan Hak Cipta sebagai kejahatan, dengan kata lain, kejahatan Hak Cipta tidaklah terlalu jahat. Sangat berbeda misalnya, bagaimana masyarakat memandang kejahatan pencurian. Kalau kita melihat pencuri, apalagi barang kita yang dicuri, kita kemungkinan besar akan berteriak dan mungkin akan bertindak mencegah atau melawan. Kalau teman kita mencuri, cenderung kita prihatin dan malu. Kebanyakan kita menghindari persahabatan dengan orang yang dikenal sebagai pencuri. Berkaitan dengan penegakan hukum Hak Cipta tersebut, bahwa masalah pokok dalam penegakan hukum hak cipta di Indonesia adalah 16

Pemerintah Indonesia belum menunjukkan kemauan yang kuat untuk menegakkan

perlindungan

hak

cipta

di

Indonesia,

kemudian

Perundang-Undangan Hak Cipta yang belum kompherensif. Di samping itu pada umumnya, pengetahuan masyarakat masih sangat kurang tentang Hak Cipta khususnya dan hak milik kekayaan pada umumnya termasuk hukum yang mengaturnya. Bahkan, kalangan masyarakat yang terkait langsung dengan ciptaan yang dilindungi itu pun, seperti Pencipta atau pemegang hak terkait banyak yang kurang mengetahui Hak Cipta dan hukum yang mengaturnya. Karena pengetahuan tentang Hak Cipta itu masih sangat kurang, pada umumnya masyarakat tidak menyadari arti pentingnya perlindungan Hak Cipta bagi pengembangan kebudayaan, peningkatan kreativitas masyarakat dan pembangunan ekonomi. Karena kurangnya pengetahuan tentang Hak Cipta dan juga kurangnya kesadaran tentang arti pentingnya perlindungan Hak Cipta; masyarakat banyak yang melakukan pelanggaran terhadap Hak Cipta. Di pihak Pencipta kurangnya pemahaman tentang hak cipta dan hak terkait tersebut, mereka kurang bereaksi melihat maraknya pelanggaran Hak Cipta dan hak terkait. Aparat penegak hukum pun banyak yang kurang memahami Hak Cipta, termasuk hukum yang mengaturnya

dan

juga

kurang

menyadari

arti

penting

dari

perlindungannya; dan karena kurangnya pengetahuan aparat penegak hukum tentang Hak Cipta dan hukum yang mengaturnya, serta kurangnya kebanyakan

kesadaran aparat

tentang

penegak

arti

penting

hukum

enggan

perlindungannya, menyeret

pelaku

pelanggaran Hak Cipta ke Pengadilan dan menghukumnya secara maksimal. Menurut penulis, berkaitan dengan penegakan hukum Hak Cipta, khususnya Hak Cipta dalam pembuatan e-book, selain budaya hukum 17

masyarakat Indonesia yang kurang memberikan penghargaan terhadap para

Pencipta

dan karya

ciptanya

sebagai faktor yang turut

mempengaruhi berhasilnya usaha penegakan hukum Hak Cipta, hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah kurangnya kemauan (political will) dari para aparat penegak hukum.

Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan 1. Bentuk-bentuk pelanggaran Hak Cipta dalam pembuatan e-book antara lain adalah pertama, para pembajak menggandakan e-book secara liar, tersembunyi dan tidak diketahui orang lain apalagi penegak hukum dan pajak. kedua, mengunduh/pengambilan e-book dengan tujuan untuk disebarluaskan atau untuk kepentingan komersial. ketiga, mencetak/membuat e-book yang telah dibeli adalah termasuk penggandaan ciptaan. keempat, mengubah format buku menjadi e-book dan mencantumkan nama pengarang tanpa ada pemberitahuan dahulu ke pengarang buku tersebut merupakan pelanggaran Hak Cipta dengan alasan perbanyakan. 2. Penegakan

hukum

terhadap

pelanggaran

Hak

Cipta

yang

ditimbulkan apabila seseorang melakukan pelanggaran pembuatan e-book adalah

yang tersebut dalam Pasal 113 ayat (4) Undang-

Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014, dimana penegakan hukumnya oleh pemerintah dengan memberikan sanksi pidana dan sanksi perdata dengan tuntutan ganti rugi, yaitu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

18

B. Saran 1. Perlu dilakukan sosialisasi tentang pentingnya pendaftaran Hak Cipta guna mendapatkan perlindungan hukum terhadap Hak Cipta. 2. Dan

alangkah

baiknya

pemerintah

dengan

aktif

berusaha

memasyarakatkan pemahaman dan pengertian tentang akibat dari pada pelanggaran terhadap Hak Cipta dan memberikan sanksi yang lebih para pelaku pelanggaran terhadap Hak Cipta.

19

Daftar Pustaka Sri Rejeki Hartono dalam Sentosa Sembiring, 2002, Hak Kekayaan Intelektual dalam Berbagai Perundang-undangan, Bandung: Yrama Widya. Gatot Supramono, 2008, Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta. Iswi Hariyani, 2010, Prosedur Mengurus HAKI Yang Benar, Yogyakarta: PT. Pustaka Yustisia, Abdul Kadir Muhammad, 2007, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Bandung: Citra Aditya Bakti.

20