PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA

Download dalam laporan posisi keuangan pada jurnal yang sama, kecuali untuk biaya ... Perlakuan Perpajakan Untuk Transaksi Sewa Guna Usaha dengan Ha...

0 downloads 516 Views 84KB Size
PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA AKTIVA TETAP DENGAN METODE HAK OPSI (Studi Kasus Pada PT. Sinar Karya Cahaya Gorontalo)

Oleh

DWI NOVIKA DULLAH Nim. 921 409 042 Program Studi S1 Akuntansi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Gorontalo

ABSTRACT

Dwi Novika Dullah. 2013. The Implementation of Tax Accountancy on Fixed Asset Leasing with Capital Lease Method. Skripsi. Gorontalo. Study Program of S1 Accounting, Department of Accountancy, Faculty of Economics and Business, Universitas Negeri Gorontalo. This research aimed to analyse how the implementation of Tax Accountancy on fixed asset leasing with capital lease method at the corporate. Method of the research applied descriptive method. The results showed that after an analysis based on the provisions in the tax accounting, of the five leasing assets only three assets that meet the criteria to be classified as a capital lease, but it also happens difference in the calculation of depreciation expense charges and rental charges. Where the depreciation costs and positive fiscal correction in rental costs going negative fiscal correction. Fiscal correction that occurs will affect the size of the corporate tax burden.

Key Words: Leasing, Capital Lease, Fixed Asset

PENDAHULUAN Aktiva merupakan harta atau kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan yang dapat dinilai dengan uang baik yang berwujud maupun tak berwujud dan merupakan salah satu bentuk investasi yang akan menunjang aktivitas usaha perusahaan. Produktivitas suatu perusahaan dapat diukur dari besarnya nilai aktiva yang dimiliki. Suatu aktiva harus dapat menghasilkan sesuatu manfaat yang berguna dikemudian hari bagi perusahaan. Terdapat berbagai macam alternatif yang dapat dipilih oleh perusahaan dalam hal pengadaan aktiva tetap (kenderaan) diantaranya adalah bagi perusahaan yang mempunyai modal besar dapat memilih untuk membeli aktiva tetap secara tunai, sedangkan bagi perusahaan yang modalnya terbatas dapat memilih alternatif untuk melakukan kredit investasi melalui pinjaman bank atau dapat juga melakukan pembelian barang secara angsuran (Azhari, 2007: 1). Untuk pembelian barang secara angsuran perusahaan dapat melakukan pembelian kredit secara langsung kepada pihak penjual (supplier) atau dengan melalui perantara penjualan melalui cara sewa guna usaha atau yang lebih dikenal dengan istilah leasing. Kegiatan sewa guna usaha diperkenalkan untuk pertama kalinya di Indonesia pada tahun 1974 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan clan Menteri Perindustrian No. Kep-122/MK/2/1974, No. 32/M/SK/2/1974 clan No. 30/Kpb/I/74 tanggal 7 Pebruari 1974 tentang “Perijinan Usaha Leasing”. Sejak saat itu dan khusunya sejak tahun 1980 jumlah perusahaan sewa guna usaha dan transaksi sewa guna usaha makin meningkat dari tahun ke tahun untuk membiayai penyediaan barang-barang modal dunia (PSAK NO. 30.1). Berdasarkan PSAK No. 30 tentang Standar Akuntansi Sewa Guna Usaha, disebutkan bahwa sewa guna usaha terdiri dari dua jenis, yaitu sewa pembiayaan dan sewa operasi. Sewa pembiayaan adalah sewa yang mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan suatu aset. Hak milik pada akhirnya dapat dialihkan, dapat juga tidak dialihkan. Sedangkan sewa operasi adalah sewa selain sewa pembiayaan. Perlakuan berdasarkan PSAK berbeda dengan perlakuan berdasarkan ketentuan perpajakan. Dimana dalam ketentuan perpajakan menurut Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1169/KMK.01/1991 bahwa selama masa sewa guna usaha, pihak lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas aktiva yang disewagunausahakan, sampai saat lessee menggunakan opsi untuk membeli aktiva. Setelah lessee menggunakan opsi untuk membeli aktiva, lessee dapat melakukan penyusutan dengan dasar penyusutannya adalah nilai sisa

aktiva tersebut. Dengan adanya perbedaan tersebut maka akan menimbulkan koreksi fiskal yang akan berdampak pada besarnya pajak perusahaan. Maka atas dasar permasalahan di atas dan penelitian terdahulu, peneliti ingin meneliti lebih lanjut tentang “Penerapan Akuntansi Pajak Atas Sewa Guna Usaha Aktiva Tetap Dengan Metode Hak Opsi”.

Akuntansi Pajak Menurut Muljono (2009: 1), akuntansi pajak adalah akuntansi yang berkaitan dengan perhitungan perpajakan dan mengacu pada peraturan dan perundang-undangan perpajakan beserta aturan pelaksanaannya. Sedangkan menurut Niswonger dan Fees yang dikutip Azhari (2007: 8) akuntansi perpajakan dirumuskan sebagai bagian dari akuntansi yang menekankan pada penyusunan surat pemberitahuan pajak (tax return) dan pertimbangan konsekuensi perpajakan terhadap transaksi atau kegiatan perusahaan.

Aktiva Tetap Menurut IAI (2007) dalam PSAK NO. 16 yang dikutip dari Agoes (2009: 102) Aset atau aktiva tetap adalah aset berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dibangun lebih dahulu, yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif, dan diharapkan untuk dapat digunakan selama lebih dari satu periode. Kecuali tanah, semua jenis aset mempunyai umur terbatas.

Penyusutan Berdasarkan Peraturan Perpajakan Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 9 ayat (2) UU PPh No. 36 Tahun 2008 bahwa pengeluaran untuk mendapatkan manfaat, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak boleh dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11. Adapun isi dari Pasal 11 adalah: 1.

Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan.

2.

Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas.

3.

Penyusutann dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut.

4.

Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.

5.

Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut.

6.

Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut:

Masa Manfaat dan Tarif Penyusutan Kelompok Harta Berwujud Kelompok Harta Berwujud

Tarif Penyusutan Masa Manfaat

Metode Garis Lurus

Metode Saldo Menurun

Ayat (1)

Ayat (2)

I. Bukan bangunan Kelompok 1

4 Tahun

25%

50%

Kelompok 2

8 Tahun

12,5%

25%

Kelompok 3

16 Tahun

6,25%

12,5%

Kelompok 4

20 Tahun

5%

10%

20 Tahun

5%

10 Tahun

10%

II Bangunan Permanen Tidak Permanen

Sumber : UU PPh No. 36 Tahun 2008

Sewa Guna Usaha (Leasing) Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991, Sewa-guna-usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Menurut Suandy (2011: 49) sewa guna usaha (leasing) adalah suatu kontrak antara lessor (pemilik barang modal) dengan lessee (pengguna barang modal), lessor memberikan hak kepada lessee untuk menggunakan barang modal selama jangka waktu tertentu, dengan suatu imbalan berkala dari lessee yang besarnya tergantung dari perjanjian antara lessor dengan lessee, lessee dapat diberikan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut pada akhir masa kontrak. Dengan demikian, hak milik atas barang modal tersebut tetap menjadi milik lessor selama jangka waktu kontrak.

Perlakuan Akuntansi Menurut PSAK No. 30 Untuk Transaksi Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi Perlakuan akuntansi sewa guna usaha dengan hak opsi bagi lessee menurut PSAK No. 30 adalah: 1.

Pada awal masa sewa, lessee mengakui sewa pembiayaan sebagai asset dari liabilitas dalam laporan posisi keuangan sebesar nilai wajar asset sewaan atau sebesar nilai kini dari pembayaran sewa minimum, jika nilai kini tersebut lebih rendah dari pada nilai wajar. Penilaian ditentukan pada awal masa sewa. Tingkat diskonto yang digunakan dalam perhitungan nilai ini dari pembayaran sewa minimum adalah suku bunga implicit dalam sewa jika dapat ditentukan secara praktis; jika tidak, digunakan suku bunga pinjaman incremental lessee, biaya langsung dari awal lessee ditambahkan dalam jumlah yang diakui sebagai asset.

2.

Jika transaksi sewa tersebut tidak tercermin dalam posisi keuangan lessee maka sumber daya ekonomi dan tingkat kewajiban dari entitas menjadi terlalu rendah sehingga mendistorsi rasio keuangan. Oleh karena itu sewa pembiayaan diakui dalam laporan posisi keuangan lessee sebagai asset dan kewajiban untuk membayar sewa masa depan. Pada awal masa sewa, asset dan liabilitas untuk membayar sewa masa depan diakui dalam laporan posisi keuangan pada jurnal yang sama, kecuali untuk biaya langsung awal dari lessee yang ditambahkan ke jumlah yang diakui sebagai asset.

3.

Liabilitas dari asset keuangan tidak tepat disajikan sebagai pengurang asset sewaan dalam laporan keuangan. Jika penyajian dalam laporan posisi keuangan dibedakan antara

liabilitas jangka pendek dan liabilitas jangka panjang, hal yang sama berlaku untuk liabilitas sewa. 4.

Biaya langsung awal sering terjadi sehubungan dengan aktivitas sewa tertentu, seperti aktivitas negosiasi dan pemastian pengaturan sewa. Biaya yang dapat diatribusikan secara langsung pada aktivitas lessee untuk sewa pembiayaan ditambahkan dalam jumlah yang diakui sebagai asset.

5.

Pembayaran sewa minimum dipisahkan antara bagian yang merupakan beban keuangan dan pengurang liabilitas. Beban keuangan dialokasikan pada setiap periode selama masa sewa sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu suku bunga periodik yang konstan atas saldo liabilitas. Rental kontijen dibebankan pada periode terjadinya.

6.

Dalam praktik, lessee dapat mengalokasikan beban keuangan pada setiap periode selama masa sewa dengan menggunakan beberapa bentuk pendekatan untuk memudahkan perhitungan.

7.

Sewa pembiayaan menimbulkan beban penyusutan untuk asset tersusutkan dan beban keuangan pada setiap periode akuntansi. Kebijakan penyusutan untuk asset sewaan konsisten dengan asset yang dimiliki sendiri, dan perhitungan penyusutan yang diakui berdasarkan PSAK NO. 16: asset tetap dan PSAK NO. 19: asset tak berwujud. Jika tidak ada kepastian yang memadai bahwa lessee akan mendapatkan hak kepemilikan pada akhir masa sewa, maka asset sewaan disusutkan secara penuh selama jangka waktu yang lebih pendek antara masa sewa dan umur manfaatnya.

8.

Jumlah tersusutkan dari asset sewaan dialokasikan pada setiap periode akuntansi selama perkiraan masa penggunaan dengan dasar yang sistematis dan konsisten dengan kebijakan penyusutan asset yang dimiliki. Jika terdapat kepastian yang memadai bahwa lessee akan mendapatkan hak kepemilikan pada akhir batas sewa, maka perkiraan masa penggunaan asset adalah umur manfaat asset tersebut. Jika tidak, maka asset sewaan disusutkan selama periode yang lebih pendek antara masa sewa dan umur manfaatnya.

9.

Jumlah beban penyusutan asset dan beban keuangan untuk periode sangat jarang akan sama nilainya dengan jumlah pembayaran utang sewa untuk periode tersebut, sehingga tidak tepat jika pembayaran utang sewa langsung diakui sebagai beban.

Perlakuan Perpajakan Untuk Transaksi Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi Perlakuan Perpajakan Untuk Transaksi Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi (finance lease), berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 adalah sebagai berikut:

1) Pasal 3: Tentang Kegiatan Usaha a.

Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor.

b.

Masa sewa guna usaha sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal golongan II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk golongan bangunan.

c.

Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

2) Pasal 12: Pelaksanaan Hak Opsi Dalam hal lessee menggunakan opsi membeli maka dasar penyusutannya adalah nilai sisa barang modal. 3) Pasal 14: Perlakuan PPh Bagi Lessor a. Penghasilan lessor yang dikenakan PPh adalah sebagian dari pembayaran sewa guana usaha dengan hak opsi berupa imbalan jasa sewa guna usaha. b. Lessor tidak boleh menyusutkan atas barang modal yang disewa-guna-usahakan dengan hak opsi. c. Dalam hal masa sewa guna usaha lebih pendek dari masa sewa guna usaha yang seharusnya, Dirjen Pajak melakukan koreksi atas penghasilan pihak lessor. d. Lessor dapat membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya sejumlah 2,5% dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang sewa guna usaha dengan hak opsi. Piutang sewa guna usaha (lease receivable) adalah jumlah seluruh pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha. e. Kerugian yang diderita karena piutang sewa guna usaha yang nyata-nyata tidak dapat ditagih lagi dibebankan pada cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang telah dibentuk pada awal tahun pajak yang bersangkutan. f. Dalam hal cadangan penghapusan pitang ragu-ragu tersebut tidak atau tidak sepenuhnya dibebani untuk menutup kerugian dimaksud maka sisanya dihitung sebagai penghasilan, sedangkan apabila cadangan tersebut tidak mencukupi maka kekurangannya dapat dibebankan sebagai biaya yang dikurangkan dari penghasilan bruto. 4) Pasal 15: Pengenaan PPN atas Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi Atas penyerahan jasa dalam transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi dari lessor kepada lessee dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

5) Pasal 16: Perlakuan PPh Bagi Lessee a.

Selama masa sewa-guna-usaha, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewa-guna-usaha, sampai saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli;

b.

Setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value) barang modal yang bersangkutan;

c.

Pembayaran sewa-guna-usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee kecuali pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi sewa-guna-usaha tersebut memenuhi ketentuan dalam Pasal 3 Keputusan ini;

d.

Dalam hal masa sewa-guna-usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan dalam Pasal 3 Keputusan ini, Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pembebanan biaya sewa-guna-usaha.

e.

Lessee tidak memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi.

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Desain penelitian ini dirancang dengan menggunakan penelitian deskriptif. Menurut Wirartha (2006: 89) penelitian deskriptif dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dimana dalam penelitian ini tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antarvariabel yang ada, dan tidak dimaksudkan untuk menarik generalisasi yang menjelaskan variabel-variabel yang menyebabkan suatu gejala atau kenyataan sosial.

Jenis dan Sumber Data Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara langsung dari perusahaan yang terdiri dari data mengenai transaksi sewa guna usaha dan penyusutan aktiva perusahaan. Selain data sekunder, peneliti juga mengumpulkan data pendukung lainnya seperti: gambaran umum perusahaan yang dijadikan lokasi penelitian dan struktur organsasi perusahaan.

Teknik Analisis Data Penelitian deskriptif terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah, keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya. Penelitian deskriptif melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskriptif, yaitu menganalisis dan menyajikan data secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan (Wirartha, 2006: 154). Dalam penelitian ini data yang diperoleh adalah berupa dokumen-dokumen. Data-data tersebut harus dianalisis untuk dapat menjawab rumusan masalah yang telah dijabarkan pada bab awal. Langkahlangkah analisis yang akan ditempuh adalah: 1.

Data perolehan aktiva tetap (kenderaan) perlu disusun terlebih dahulu.

2.

Menerapkan perlakuan akuntansi pajak atas perolehan aktiva tetap dengan metode sewa guna usaha dengan hak opsi.

3.

Membandingkan antara perhitungan perusahaan dengan perhitungan berdasarkan ketentuan perpajakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Daftar Aktiva Sewa Guna Usaha No

Nama Aktiva

Jlh

Tahun Perolehan

Nilai Perolehan Aktiva

Nilai Opsi

Masa Sewa

1

Greder

1

05/05/2010

Rp

500.000.000

Rp

117.132.705

3 Tahun

2

Toyota Camry

1

22/06/2010

Rp

459.989.200

Rp

108.920.912

3 Tahun

3

Stone Cruisher

1

14/07/2010

Rp

650.000.000

Rp

154.615.900

3 Tahun

4

Dump Truck

1

15/08/2010

Rp

498.708.000

Rp

134.258.723

3 Tahun

5

Dump Truck

1

15/08/2010

Rp

498.708.000

Rp

134.258.723

3 Tahun

Jumlah

5

Rp 2.589.405.200

Rp

649.186.958

Sumber : Olahan Penulis, 2013

Rincian transaksinya adalah sebagai berikut: 1.

Alat greder. Transaksi dilakukan pada tanggal 5 Mei 2010 dengan masa sewa selama 3 tahun

2.

Harga Aktiva

: Rp 500.000.000

Bunga 3 tahun

: Rp 117.100.705

Angsuran perbulan : Rp 13.888.000 x 36

: Rp 499.968.000

Nilai sisa (hak opsi)

: Rp 117.132.705

Mobil toyota camry. Transaksi dilakukan pada tanggal 22 Juni 2010 dengan masa sewa selama 3 tahun.

3.

Harga Aktiva

: Rp 459.989.200

Bunga 3 tahun

: Rp 107.920.912

Angsuran perbulan : Rp 12.749.700 x 36

: Rp 458.989.200

Nilai sisa (hak opsi)

: Rp 108.920.912

Alat Stone Cruisher. Transaksi dilakukan pada tanggal 14 Juli 2010 dengan masa sewa selama 3 tahun.

4.

Harga Aktiva

: Rp 650.000.000

Bunga 3 tahun

: Rp 152.615.900

Angsuran perbulan : Rp 18.000.000 x 36

: Rp 648.000.000

Nilai sisa (hak opsi)

: Rp 154.615.900

2 unit mobil dump truck. Transaksi dilakukan pada tanggal 15 Agustus 2010 dengan masa sewa selama 3 tahun. Harga Barang @ Rp 498.708.000 x 2 Unit

: Rp

979.416.000

Bunga 3 tahun

: Rp

297.101.445

Angsuran perbulan : Rp 28.000.000 x 36

: Rp 1.008.000.000

Nilai sisa (hak opsi)

: Rp

268 517.445

Penyusutan aktiva sewa guna usaha dihitung dengan metode saldo menurun dengan presentase 25% untuk semua jenis kenderaan. Masa manfaat aktiva diperkirakan akan dipergunakan oleh perusahaan sampai dengan 30 tahun ke depan. Perusahaan sudah mulai melakukan penyusutan atas aktiva tetap terhitung sejak tanggal pembelian aktiva tersebut dengan dasar penyusutan adalah sebesar harga aktiva. Berikut ini adalah tabel penyusutan untuk aktiva sewa guna usaha:

Rincian Penyusutan Untuk Aktiva Sewa Guna Usaha Perusahaan Greder

Tahun Perolehan

Nilai Buku/ Harga Beli 2

1 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 Jumlah

Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp

500.000.000 427.083.333 320.312.500 240.234.375 180.175.781 135.131.836 101.348.877 76.011.658 57.008.743 42.756.557 32.067.418 24.050.564 18.037.923 13.528.442 10.146.332 7.609.749 5.707.311 4.280.484 3.210.363 2.407.772 1.805.829 1.354.372 1.015.779 761.834 571.376 428.532 321.399 241.049 180.787 135.590 101.693

Toyota Camry Nilai Buku/ Penyusutan Harga Beli 4 5

Penyusutan 3 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp

72.916.667 106.770.833 80.078.125 60.058.594 45.043.945 33.782.959 25.337.219 19.002.914 14.252.186 10.689.139 8.016.855 6.012.641 4.509.481 3.382.111 2.536.583 1.902.437 1.426.828 1.070.121 802.591 601.943 451.457 338.593 253.945 190.459 142.844 107.133 80.350 60.262 45.197 33.898 101.693 500.000.000

Sumber: Olahan penulis (Misrosoft Excel), 2013

Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp

459.989.200 402.490.550 301.867.913 226.400.934 169.800.701 127.350.526 95.512.894 71.634.671 53.726.003 40.294.502 30.220.877 22.665.658 16.999.243 12.749.432 9.562.074 7.171.556 5.378.667 4.034.000 3.025.500 2.269.125 1.701.844 1.276.383 957.287 717.965 538.474 403.856 302.892 227.169 170.377 127.782 95.837

Rp 57.498.650 Rp 100.622.638 Rp 75.466.978 Rp 56.600.234 Rp 42.450.175 Rp 31.837.631 Rp 23.878.224 Rp 17.908.668 Rp 13.431.501 Rp 10.073.626 Rp 7.555.219 Rp 5.666.414 Rp 4.249.811 Rp 3.187.358 Rp 2.390.519 Rp 1.792.889 Rp 1.344.667 Rp 1.008.500 Rp 756.375 Rp 567.281 Rp 425.461 Rp 319.096 Rp 239.322 Rp 179.491 Rp 134.619 Rp 100.964 Rp 75.723 Rp 56.792 Rp 42.594 Rp 31.946 Rp 95.837 Rp 459.989.200

Stone Cruisher Nilai Buku/ Penyusutan Harga Beli 6 7 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp

650.000.000 568.750.000 426.562.500 319.921.875 239.941.406 179.956.055 134.967.041 101.225.281 75.918.961 56.939.220 42.704.415 32.028.311 24.021.234 18.015.925 13.511.944 10.133.958 7.600.468 5.700.351 4.275.264 3.206.448 2.404.836 1.803.627 1.352.720 1.014.540 760.905 570.679 428.009 321.007 240.755 180.566 135.425

Rp 81.250.000 Rp 142.187.500 Rp 106.640.625 Rp 79.980.469 Rp 59.985.352 Rp 44.989.014 Rp 33.741.760 Rp 25.306.320 Rp 18.979.740 Rp 14.234.805 Rp 10.676.104 Rp 8.007.078 Rp 6.005.308 Rp 4.503.981 Rp 3.377.986 Rp 2.533.489 Rp 1.900.117 Rp 1.425.088 Rp 1.068.816 Rp 801.612 Rp 601.209 Rp 450.907 Rp 338.180 Rp 253.635 Rp 190.226 Rp 142.670 Rp 107.002 Rp 80.252 Rp 60.189 Rp 45.142 Rp 135.425 Rp 650.000.000

Dump Truck Nilai Buku/ Penyusutan Harga Beli 8 9 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp

979.416.000 897.798.000 673.348.500 505.011.375 378.758.531 284.068.898 213.051.674 159.788.755 119.841.567 89.881.175 67.410.881 50.558.161 37.918.621 28.438.965 21.329.224 15.996.918 11.997.689 8.998.266 6.748.700 5.061.525 3.796.144 2.847.108 2.135.331 1.601.498 1.201.124 900.843 675.632 506.724 380.043 285.032 213.774

Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp

81.618.000 224.449.500 168.337.125 126.252.844 94.689.633 71.017.225 53.262.918 39.947.189 29.960.392 22.470.294 16.852.720 12.639.540 9.479.655 7.109.741 5.332.306 3.999.230 2.999.422 2.249.567 1.687.175 1.265.381 949.036 711.777 533.833 400.375 300.281 225.211 168.908 126.681 95.011 71.258 213.774 979.416.000

PEMBAHASAN Transaksi Sewa Guna Usaha Menurut Peraturan Perpajakan Dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 Pasal 3 disebutkan bahwa suatu kegiatan sewa guna usaha dapat dikategorikan sebagai sewa guna usaha dengan hak opsi (capital lease) apabila memenuhi persyaratan di bawah ini: 1. Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor. 2. Masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal golongan 1, 3 (tiga) tahun untuk barang modal golongan 2 dan 3, dan 7 (tujuh) tahun untuk golongan bangunan. 3. Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee. Transaksi sewa guna usaha yang terjadi dapat dikatakan sebagai capital lease apabila memenuhi 3 persyaratan di atas. Maka kemudian dilakukan pengujian atas transaksi sewa guna usaha tersebut. Adapun langkah pengujiannya adalah sebagai berikut: 1.

1 unit alat greder Kriteria 1: Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor. Jumlah pembayaran SGU selama 3 tahun: Rp. 13.888.000 x 36 bulan

= Rp. 499.968.000

Nilai sisa (hak opsi)

= Rp. 117.132.705

Jumlah

= Rp. 617.100.705

Harga perolehan + keuntungan (bunga): Rp. 500.000.000 + Rp. 117.100.705 = Rp 617.100.705

Karena jumlah semua angsuran sewa ditambah dengan nilai sisa dapat menutupi harga perolehan barang + bunga, maka kriteria 1 terpenuhi.

Kriteria 2: Masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal golongan 1, 3 (tiga) tahun untuk barang modal golongan 2 dan 3, dan 7 (tujuh) tahun untuk golongan bangunan. Menurut PMK No. 96/PMK.03/2009 bahwa alat greder termasuk aktiva golongan 4. Masa sewa guna usaha yang dilakukan oleh perusahaan adalah selama 3 tahun (36 bulan), maka kriteria 2 tidak terpenuhi.

Kriteria 3: Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee. Menurut perjanjian, pihak perusahaan sebagai lessee memiliki hak opsi untuk membeli aktiva SGU diakhir masa sewa, maka kriteria 3 terpenuhi.

Kesimpulan: Transaksi sewa guna usaha untuk alat greder tidak semua persyaratan dapat terpenuhi, maka transaksi yang dilakukan oleh perusahaan atas 1 unit greder belum dapat dikategorikan sebagai capital lease.

2.

1 unit mobil toyota camry Kriteria 1: Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor. Jumlah pembayaran SGU selama 3 tahun: Rp. 12.749.700 x 36 bulan

= Rp. 458.989.200

Nilai sisa (hak opsi)

= Rp. 108.920.912

Jumlah

= Rp. 567.910.112

Harga perolehan + keuntungan (bunga): Rp. 459.989.200+ Rp. 107.920.912 = Rp 1.276.517.445

Karena jumlah semua angsuran sewa ditambah dengan nilai sisa dapat menutupi harga perolehan barang + bunga, maka kriteria 1 terpenuhi.

Kriteria 2: Masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal golongan 1, 3 (tiga) tahun untuk barang modal golongan 2 dan 3, dan 7 (tujuh) tahun untuk golongan bangunan. Menurut PMK No. 96/PMK.03/2009 bahwa mobil toyota camry termasuk aktiva golongan 2. Masa sewa guna usaha yang dilakukan oleh perusahaan adalah selama 3 tahun (36 bulan), maka kriteria 2 terpenuhi.

Kriteria 3: Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee. Menurut perjanjian, pihak perusahaan sebagai lessee memiliki hak opsi untuk membeli aktiva SGU diakhir masa sewa, maka kriteria 3 terpenuhi.

Kesimpulan: Dengan terpenuhinya ketiga persyaratan sebagai capital lease, maka transaksi SGU yang dilakukan oleh perusahaan atas 1 unit mobil toyota camry dapat dikategorikan sebagai capital lease.

3.

1 unit alat stone cruisher Kriteria 1: Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor. Jumlah pembayaran SGU selama 3 tahun: Rp. 18.000.000 x 36 bulan

= Rp. 648.000.000

Nilai sisa (hak opsi)

= Rp. 154.615.900

Jumlah

= Rp. 802.615.900

Harga perolehan + keuntungan (bunga): Rp. 650.000.000 + Rp. 152.615.900 = Rp 802.615.900

Karena jumlah semua angsuran sewa ditambah dengan nilai sisa dapat menutupi harga perolehan barang + bunga, maka kriteria 1 terpenuhi.

Kriteria 2: Masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal golongan 1, 3 (tiga) tahun untuk barang modal golongan 2 dan 3, dan 7 (tujuh) tahun untuk golongan bangunan. Menurut PMK No. 96/PMK.03/2009 bahwa alat stone cruisher termasuk aktiva golongan 4. Masa sewa guna usaha yang dilakukan oleh perusahaan adalah selama 3 tahun (36 bulan), maka kriteria 2 tidak terpenuhi.

Kriteria 3: Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee. Menurut perjanjian, pihak perusahaan sebagai lessee memiliki hak opsi untuk membeli aktiva SGU diakhir masa sewa, maka kriteria 3 terpenuhi.

Kesimpulan: Transaksi sewa guna usaha untuk alat stone cruisher tidak semua persyaratan dapat terpenuhi, maka transaksi yang dilakukan oleh perusahaan atas 1 unit stone cruisher belum dapat dikategorikan sebagai capital lease.

4.

2 unit mobil dump truck Kriteria 1: Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor. Jumlah pembayaran SGU selama 3 tahun: Rp. 28.000.000 x 36 bulan

= Rp. 1.008.000.000

Nilai sisa (hak opsi)

= Rp.

Jumlah

268 517.445

= Rp. 1.276.517.445

Harga perolehan + keuntungan (bunga): Rp. 979.416.000 + Rp. 297.101.445 = Rp 1.276.517.445

Karena jumlah semua angsuran sewa ditambah dengan nilai sisa dapat menutupi harga perolehan barang + bunga, maka kriteria 1 terpenuhi.

Kriteria 2: Masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal golongan 1, 3 (tiga) tahun untuk barang modal golongan 2 dan 3, dan 7 (tujuh) tahun untuk golongan bangunan. Menurut PMK No. 96/PMK.03/2009 bahwa dump truck termasuk aktiva golongan 2. Masa sewa guna usaha yang dilakukan oleh perusahaan adalah selama 3 tahun (36 bulan), maka kriteria 2 terpenuhi.

Kriteria 3: Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee. Menurut perjanjian, pihak perusahaan sebagai lessee memiliki hak opsi untuk membeli aktiva SGU diakhir masa sewa, maka kriteria 3 terpenuhi.

Kesimpulan: Dengan terpenuhinya ketiga persyaratan sebagai capital lease, maka transaksi SGU yang dilakukan oleh perusahaan atas 2 unit mobil dump truck dapat dikategorikan sebagai capital lease.

Perbandingan Perhitungan Perusahaan dan Perhitungan Menurut Ketentuan Perpajakan Rekapitulasi Perbandingan Biaya Sewa Komersial dan Ketentuan Perpajakan Tahun 2010 Keterangan

Komersial

Fiskal

Koreksi Fiskal

Biaya Sewa: -

Greder

Rp.

-

Toyota Camry

-

Stone Cruisher

-

Dump Truck

Total Biaya Sewa

33.102.099

Rp. 97.216.000

Rp.

64.113.901 (KFN)

Rp.

26.360.458

Rp. 76.498.200

Rp.

50.137.742 (KFN)

Rp.

31.338.442

Rp. 90.000.000

Rp.

58.661.558 (KFN)

Rp.

47.779.123

Rp. 112.000.000

Rp.

64.220,877 (KFN)

Rp. 138. 580.122

Rp. 375.714.200

Rp. 237.134.078 (KFN)

Penyusutan: -

Greder

Rp.

72.916.667

-

Rp.

72.916.667 (KVP)

-

Toyota Camry

Rp.

57.498.650

-

Rp.

57.498.650 (KVP)

-

Stone Cruisher

Rp.

81.250.000

-

Rp.

81.250.000 (KVP)

-

Dump Truck

Rp.

81.618.000

-

Rp.

81.618.000 (KVP)

Total Biaya Penyusutan

Rp. 293.283.317

-

Rp. 293.283.317 (KVP)

Total Biaya

Rp. 431.863.439

Rp. 375.714.200

Rp.

Sumber : Olahan Penulis, 2013

56.149.239 (KFP)

Dalam tabel di atas yang disajikan hanyalah transaksi yang berhubungan dengan sewa guna usaha selama tahun 2010. Dari perbandingan di atas, maka dapat dilihat perbedaan perhitungan antara perusahaan dengan perpajakan. Perbedaan perhitungan tersebut mengakibatkan terjadinya koreksi fiskal, baik koreksi fiskal positif maupun koreksi fiskal negatif. Koreksi fiskal negatif terjadi pada biaya sewa sebesar Rp 237.134.078 sedangkan koreksi fiskal positif terjadi pada biaya penyusutan sebesar Rp. 293.283.317. Koreksi fiskal yang terjadi berdampak pada perubahan laba perusahaan dan berdampak pula pada beban pajak perusahaan.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Setelah dilakukan analisis penerapan akuntansi pajak atas sewa guna usaha aktiva tetap dengan metode hak opsi diperoleh kesimpulan: 1.

Dari kelima jenis aktiva yang disewa guna usaha hanya tiga aktiva yang dapat digolongkan sebagai capital lease menurut kriteria dalam ketentuan perpajakan

2.

Terdapat perbedaan dalam perhitungan biaya penyusutan, dimana dalam perusahaan sudah menghitung penyusutan sejak awal terjadinya transaksi dengan dasar penyusutan sebesar harga perolehan hal tersebut menurut ketentuan dalam PSAK No. 30, sementara dalam ketentuan perpajakan penyusutan baru dihitung setelah melakukan opsi dengan dasar penyusutan sebesar harga opsi tersebut. Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam KMK No. 1169/KMK.01/1991.

3.

Selain pada penyusutan, perbedaan juga terjadi pada pembebanan biaya sewa, dalam biaya sewa terjadi koreksi fiskal negatif. Artinya biaya yang diakui dalam perpajakan lebih besar dari pada yang diakui dalam perusahaan. Hal tersebut mengakibatkan biaya menjadi semakin besar sehingga dapat menguntungkan bagi perusahaan

4.

Atas dasar perbedaan perhitungan mengakibatkan terjadinya koreksi fiskal positif sebesar Rp 56.149.239. Hal tersebut akan berdampak pada besarnya beban pajak perusahaan

Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, saran yang dapat diberikan oleh penulis sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan yaitu, apabila di masa yang akan datang perusahaan melakukan transaksi sewa guna usaha kembali, perusahaan sebaiknya menghitung transaksi

sewa guna usaha tersebut berdasarkan ketentuan dalam perpajakan. Karena apabila perusahaan menghitung besarnya pajak penghasilan terutang harus berdasarkan pada ketentuan perpajakan. Jika dalam perhitungan akuntansi menurut PSAK No.30, biaya yang dapat diperkurangkan dalam sewa guna usaha hanyalah biaya bunga. Sedangkan jika perusahaan menerapkan akuntansi pajak semua biaya yang dikeluarkan dalam masa sewa baik itu angsuran pokok dan biaya bunga dapat diakui sebagai pengurang penghasilan usaha sebagaimana tercantum dalam undang-undang perpajakan No. 36 Tahun 2008 dan KMK. No. 1169/KMK.01/1991. Hal tersebut bisa menjadi keuntungan bagi perusahaan karena biaya yang diakui oleh perpajakan lebih besar dari pada biaya yang diakui oleh perusahaan. Jika biaya yang diakui oleh perpajakan lebih besar dari pada yang diakui oleh perusahaan, maka akan memperkecil laba perusahaan sehingga beban pajak yang akan dibayar oleh perusahaan pun akan semakin kecil.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno dan Estralita Trisnawati. 2009. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Astuti, Dharvina Indri. 2009. Penerapan Akuntansi Leasing Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 30 Pada PT. Mandala Multifinance, Tbk Medan. Skripsi. Medan: Program Sarjana Universitas Sumatra Utara Azhari, Hadiyanto. 2007. Penerapan Akuntansi Pajak Atas Kepemilikan Aktiva Kenderaan Dengan Metode Capital Lease Pada PT. Iglas Sebagai Lessee. Skripsi. Surabaya: Program Sarjana Universitas Airlangga. Baridwan, Zaky. 2010. Intermediate Accounting Edisi 8. Yogyakarta: BPFE. Halim, Johan. Akuntansi Untuk Leasing. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 Lubis, Arfan Aikhsan. 2010. Akuntansi Keperilakuan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Muljono, Djoko. 2009. Akuntansi Pajak. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Nasution, Manahan. 2003. Akuntansi Guna Usaha (Leasing Menurut Pernyataan SAK No. 30. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 16 Tahun 2012 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 30 Tahun 2012 Rosita. 2011. Perusahaan Sewa Guna Usaha (Perlakuan Akuntansi dan Pajak). Samudra, Ria Dwiyanti. 2008. Penerapan PSAK No. 30 Mengenai Perlakuan Akuntansi Sewa Guna Usaha Aktiva Tetap dan Pengaruhnya Pada Neraca dan Laporan Laba Rugi Perusahaan. Studi Kasus Pada PT. Nusantara. Skripsi. Malang: Program Sarjana Universitas Brawijaya. Suandy, Erly. 2011. Perecanaan Pajak. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 Wahono, Sugeng. 2012. Teori dan Aplikasi “Mengurus Pajak Itu Mudah”. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Wirartha, I Made. 2006. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Penerbit ANDI

http://natanedan.wordpress.com/2010/02/18/masalah-masalah sewa-guna-usaha-oleh-nany-ariany-se/

perpajakan-seputar-leasing-

http://siafril-yudha.blogspot.com/2011/06/beda-leasing-dan-consumer-finance.html http://amiruddinzain.wordpress.com/2012/04/18/leasing-sewa-guna-usaha/