Pengambilan Keputusan Investasi dengan menggunakan Metode Life Cycle Cost Anaysis Thesa D. Junus dan Dian Fitria Green Building Engineers, Divisi Sustainability, PT Asdi Swasatya
Abstrak Dalam pembangunan sebuah gedung, pemilik gedung pasti dihadapkan dengan berbagai alternatif dalam melakukan pemilihan suatu material, produk ataupun sistem gedung. Selain aspek teknis, biaya pun turut menjadi aspek penting yang perlu menjadi salah satu pertimbangan. Untuk mengetahui pilihan alternatif yang lebih hemat diperlukan metode penghitungan, salah satunya adalah dengan menggunakan metode LCCA (Life Cycle Cost Analysis). LCCA menghitung keseluruhan biaya mulai dari biaya awal, biaya penggantian, biaya operasional dan pemeliharaan, nilai sisa, dan biaya lain-lain. Metode LCCA menghitung estimasi biaya pada tahun ke-n dalam nilai saat ini (present value). Untuk memahami metode LCCA maka pada penulisan ini dilakukan studi kasus yang membandingkan penggunaan lampu fluoresence (T5) dengan lampu LED. Perbandingan didasarkan pada kesamaan pencapaian tingkat pencahayaan (lux) kedua jenis lampu. Dari hasil simulasi tingkat pencahayaan dengan software DIALux dan perhitungan biaya dengan metode LCCA, didapatkan hasil bahwa penggunaan lampu LED lebih hemat dari segi biaya dibandingkan dengan lampu T5. Persentase penggunaan LED bahkan mencapai minimal 50% penghematan. Oleh karena itu, lampu LED terbukti lebih hemat secara biaya dibandingkan lampu T5 dan penggunaan metode LCCA merupakan metode yang cukup efektif untuk membandingkan dua atau lebih alternatif dari segi biaya.
Lingkup Life Cycle Cost Analysis Berdasarkan hasil penelitian “Re-examining the Costs and Value Ratios of Owning and Occupying Buildings” yang dilakukan oleh Graham Ive, didapatkan bahwa biaya operasi dan pemeliharaan sebuah gedung mencapai 1.5x dari biaya konstruksi awal. Ada pula perkiraan lain yang hingga mencapai 5x dari biaya konstruksi awal. Sementara, pengeluaran terbesar dari seluruh masa waktu pakai gedung terdapat di pengeluaran upah dan tunjangan untuk karyawan yang bekerja (USDA Forest Service, Technology and Development, 2013). Persentase setiap bagian biaya (biaya awal, biaya konstruksi, biaya operasi dan pemeliharaan, dll) terhadap total biaya dapat berbeda antara satu gedung dengan gedung lainnya. Perbedaan ini terdapat pada keputusan dalam melakukan pemilihan material, produk atau sistem yang dipilih oleh pemilik gedung. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam keputusan yang diambil dari beberapa alternatif pilihan tersebut adalah aspek teknologi, aspek ekonomi, aspek estetika, maupun aspek operasi dan pemeliharaannya. Berdasarkan ASTM E917 “Standard Practice for Measuring Life-Cycle Costs of Buildings and Buildings Systems”, terdapat beberapa metode evaluasi yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kinerja sebuah gedung atau suatu sistem gedung secara ekonomi. Beberapa metode evaluasi yang cukup dikenal diantaranya adalah LCCA (life cycle cost analysis), benefit-to-cost ratio, internal rate of return, net benefits, payback, multiattribute decision analysis. Perbedaan metode-metode ini terletak pada pengukuran dan kesesuaian metode terhadap jenis masalahnya. Pada tulisan ini fokus studi dilakukan dengan menggunakan metode LCCA. Hal ini dikarenakan metode LCCA dianggap dapat merangkum nilai saat ini
Sustainability Division│PT ASDI Swasatya
atau nilai tahunan dari semua biaya yang berhubungan dengan sebuah gedung atau suatu sistem gedung selama periode waktu spesifik yang telah ditentukan. LCC (life cycle costing) merupakan salah satu analisa yang mengukur nilai ekonomi dari sebuah keputusan dalam suatu proyek infrastruktur, termasuk bangunan gedung. LCC dapat dijelaskan sebagai sebuah penilaian secara ekonomi dalam menentukan alternatif desain dengan memperhitungkan seluruh biaya signifikan selama masa pakai gedung yang ditentukan dari masing-masing alternatif, yang dinyatakan dalam nilai dolar ekuivalen (Kirk & Dell'Isola, 2003). Fuller & Petersen (1996) mendefinisikan LCC sebagai total biaya diskon dolar dari kepemilikan, operasi, pemeliharaan, dan pembuangan atau penjualan akhir gedung atau sebuah sistem gedung pada suatu periode waktu. LCC juga dapat dikatakan sebagai sebuah metode yang digunakan untuk melihat keefektifan biaya sepanjang waktu pemakaian suatu desain gedung dengan desain yang lainnya (USDA Forest Service, Technology and Development, 2013). Namun perlu digarisbawahi bahwa hasil perhitungan LCC akan menunjukkan alternatif yang lebih hemat dari segi biaya, bukan total biaya estimasi biaya selama jangka waktu gedung beroperasi.
Komponen Life Cycle Cost Analysis Secara garis besar perhitungan LCCA adalah sebagai berikut (ASTM E917-15): LCC = I + Repl – Res + E + W + OM + O Keterangan : I = biaya awal (initial cost) Repl = biaya penggantian (replacement cost), dalam PV (present value) Res = nilai sisa (residual/salvage value), dalam PV E = biaya pemakaian energi, dalam PV W = biaya pemakaian air, dalam PV OM = biaya operasi dan pemeliharaan, dalam PV O = biaya lainnya, dalam PV Dimana didalam perhitungan tersebut terdapat 3 komponen, yaitu: 1. Biaya Biaya-biaya yang diperhitungkan dalam analisa LCC adalah biaya awal (initial cost), biaya operasi dan pemeliharaan, biaya penggantian (replacement cost), nilai sisa (residual/salvage value), biaya tarif sumber daya alam (listrik, air, gas, bahan bakar), dan biaya-biaya lainnya (seperti pajak, gaji, dan biaya finansial lainnya). Nilai sisa merupakan nilai sebuah gedung pada masa periode studi LCCA, baik penjualan gedung yang masih dapat digunakan kembali maupun biaya pembuangan akhir gedung. Nilai sisa akan bernilai negatif jika terdapat barang yang masih memiliki nilai akhir. Nilai sisa akan bernilai positif jika pada akhir periode LCC dilakukan pembuangan akhir gedung karena dikeluarkan biaya untuk demolisi gedung. 2. Waktu Penentuan periode waktu analisa dapat dilakukan berdasarkan masa pakai gedung yang ditentukan dari jangka waktu pemakaian paling lama dari suatu material, produk atau sistem dalam gedung. Di sisi lain,
Sustainability Division│PT ASDI Swasatya
penentuan periode waktu analisa juga dapat dilakukan sesuai dengan periode waktu evaluasi biaya yang diinginkan. Dalam perhitungan LCC, data mengenai waktu masa pemakaian masing-masing barang/sistem sangat dibutuhkan. 3. Discount rate Berdasarkan definisi dari Life Cycle Costing for Design Professionals, 2nd Edition, discount rate adalah tingkat bunga yang menunjukkan nilai uang investor terhadap waktu. Nilai discount rate dapat dipengaruhi oleh tingkat inflasi. Discount rate menentukan nilai saat ini (present value) dari biaya dimasa depan.
Hubungan Life Cycle Cost Analysis dengan Green Building Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No.38 tahun 2012 tentang Bangunan Gedung Hijau, definisi dari green building atau gedung ramah lingkungan adalah bangunan gedung yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber daya yang efisien dari sejak perencanaan, pelaksanaan konstruksi, pemanfaatan, pemeliharaan, sampai dekonstruksi. Gedung yang ramah lingkungan adalah gedung yang dapat meminimalkan dampak negatif dari penggunaan energi, air, material; limbah padat, cair, dan gas yang dihasilkan; tanpa berkompromi dengan kesehatan, keamanan dan kenyamanan penghuninya (Nasir, et al., 2014). Gedung ramah lingkungan mencari keseimbangan antara tanggapan lingkungan, efisiensi sumber daya dan kepekaan budaya dan komunitas (Kirk & Dell'Isola, 2003). Saat ini, praktik gedung ramah lingkungan sudah banyak mendapat perhatian khusus. Praktik ini didukung pula dengan mulai dikembangkannya suatu material, produk maupun sistem gedung yang memiliki konsep ramah lingkungan. Biaya yang dikeluarkan untuk menerapkan prinsip gedung ramah lingkungan seringkali dianggap lebih besar dibandingkan gedung konvensional. Hal ini dikarenakan pemilik modal atau dalam hal ini pemilik gedung hanya berfokus pada biaya awal. Untuk itu, pada studi ini penulis ingin mengetahui apakah stigma bahwa gedung ramah lingkungan relatif lebih mahal dari gedung konvensional benar terjadi. Tentunya lingkup studi tidak hanya memperhitungkan biaya awal namun juga sampai pada biaya operasional bahkan sampai biaya pembuangan. Sehingga pemilik gedung diharapkan akan mendapat semacam ilustrasi perbandingan biaya antara material, produk atau sistem yang konvensional dengan material, produk atau sistem yang ramah lingkungan. Oleh karena itu, metode LCCA dirasa cukup efektif untuk digunakan untuk menjawab permasalahan ini.
Studi Kasus pada Salah Satu High Rise Building Studi kasus LCCA yang diambil terkait pada perbandingan perhitungan LCCA penggunaan tipe lampu fluoresence (T5) yang mewakili produk konvensional dan tipe lampu LED yang mewakili produk ramah lingkungan dengan. Saat ini lampu LED dianggap ramah lingkungan dikarenakan tidak mengandung merkuri, kualitas dan kuantitas pencahayaan lebih tinggi serta memiliki waktu masa pakai yang lebih lama. Dalam analisa perhitungan ini, studi perbedaan antara lampu fluorecence (T5) dengan lampu LED dilakukan berdasarkan pada daya yang dikonsumsi (watt), tingkat pencahayaan (lux), dan umur lampu.
Sustainability Division│PT ASDI Swasatya
Mengingat metode LCCA akan membandingkan kedua alternatif lampu ini berdasarkan sisi biaya, diperlukan pembanding secara teknis yang ekuivalen. Supaya perbandingan ini dianggap layak, acuan kedua produk tersebut dibuat sama yaitu target tingkat iluminansi/pencahayaan (lux) dan area yang menjadi objek penerangan. Sementara, spesifikasi kedua produk sudah tentu berbeda. Sedangkan jumlah unit lampu masing-masing spesifikasi memiliki kemungkinan akan berbeda pula dalam rangka untuk pemenuhan acuan yang sama. Untuk mengetahui tingkat iluminansi pencahayaan dari masing-masing spesifikasi lampu, diperlukan simulasi pencahayaan. Dalam studi kasus ini, software DIAlux digunakan dalam melakukan simulasi pencahayaan. DIAlux adalah sebuah perangkat lunak yang menghitung dan memvisualisasikan rencana pencahayaan sistem lampu indoor maupun outdoor sesuai dengan standar internasional, seperti EN12464, ISO 8995, EN1838, EN13201, dan lain-lain. Berikut adalah data lampu yang akan digunakan dalam simulasi DIAlux. JenisLampu
Tipe Lampu
T5 LED
PHILIPS TBS299 M2 /840 2xTL5-28W/840 HFP PHILIPS RC100C LED25S/840 PSU W30L120
Daya lampu (watt) 62 50
Umur lampu (jam) 24.000 50.000
Lumen (lm) 5.200 5.600
Harga (Rp) 601.100 1.350.000
Simulasi ini akan dilakukan pada salah satu lantai pada gedung bertingkat di Jakarta Pusat dengan luas lantai gedung yang disimulasikan adalah sebesar 1.616 m2. Berikut adalah hasil dari simulasi DIAlux yang telah dilakukan. LAMPU Fluoresence (T5): PHILIPS TBS299 M2 /840 2xTL5-28W/840 HFP
Tinggi ceiling Tinggi ruangan Tinggi mounting Tinggi workplane Eav (lux rata-rata) Lumen LPD Jumlah unit lampu
: 2.80 meter : 2.80 meter : 2.80 meter : 0.76 meter : 327 lx : 3727 lm : 5.14 W/m2 : 268 unit (134 titik)
Sustainability Division│PT ASDI Swasatya
LAMPU LED: PHILIPS RC100C LED25S/840 PSU W30L120
Tinggi ceiling Tinggi ruangan Tinggi mounting Tinggi workplane Eav (lux rata-rata) Lumen LPD Jumlah unit lampu
: 2.80 meter : 2.80 meter : 2.80 meter : 0.76 meter : 328 lx : 3900 lm : 0.90 W/m2 : 128 unit
Setelah mendapatkan hasil simulasi DIAlux, perhitungan LCC dimulai. Berikut adalah data-data yang dibutuhkan dalam perhitungan analisa lampu hemat energi :
Jangka waktu analisa masa pakai gedung (tahun) Umur unit lampu (tahun) Persentase discount rate yang berlaku (%) Tarif dan persentase eskalasi listrik Jumlah unit lampu Harga awal pembelian lampu Harga pemeliharaan lampu dan persentase biaya pemeliharaan terhadap biaya seluruh sistem gedung Discount factor sesuai dengan discount rate yang ditentukan
Analisa LCC terhadap Jangka Waktu Simulasi Analisa LCC akan disimulasikan dengan masa pakai gedung selama 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun, dan 30 tahun. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jangka waktu simulasi terhadap tingkat penghematan biaya secara keseluruhan. Berikut adalah hasil dari simulasi yang telah dilakukan dengan nilai discount rate sebesar 6.5%. 5 TAHUN
Sustainability Division│PT ASDI Swasatya
10 TAHUN
20 TAHUN
30 TAHUN
Untuk mempermudah pemahaman cara perhitungan, berikut ini uraian penjelasan secara rinci dari perhitungan masing-masing komponen biaya. Sebagai perwakilan, rincian perhitungan periode waktu 30 tahun diambil sebagai representasi dari keempat perhitungan. Dan semua biaya dihitung dalam bentuk present value. Initial cost merupakan biaya pembelian lampu sesuai dengan jumlah unit lampu. Untuk satu titik lampu T5 terdapat 2 unit lampu. Untuk satu titik lampu LED terdapat satu unit lampu. Initial cost untuk kedua lampu sudah termasuk dengan rumah lampunya. Besar replacement cost sama dengan initial cost. Nilai faktor biaya antara T5 dan LED berbeda karena perbedaan umur lampu T5 dan LED. Berdasarkan data umur lampu, umur lampu T5 adalah 7 tahun dan LED adalah 14 tahun, dengan waktu pemakaian per harinya adalah 10 jam. Nilai faktor replacement cost didapatkan dari selisih nilai antara tahun ke-n yang ditentukan dikurangi dengan nilai tahun ke-(sesuai umur lampu). Prinsip perhitungan nilainya adalah nilai pada tahun penggantian dimasa depan (future value) dibagi sama rata ke dalam nilai tahunan (annual value) kemudian ditarik ke nilai saat ini (present value). Contohnya, untuk lampu T5 dengan umur lampu selama 7 tahun, maka nilai faktor biaya pada tahun ke-30 adalah nilai penggantian pada tahun ke-36 dibagi rata menjadi nilai tahunan pada tahun ke-29 sampai ke34 kemudian nilai tahunan ditahun ke-30 itu ditarik ke dalam nilai saat ini (present value).
Sustainability Division│PT ASDI Swasatya
Maintenance cost didapatkan dari persentase biaya pemeliharaan terhadap total biaya keseluruhan sistem gedung. Untuk perhitungan ini ditentukan persentase pemeliharaan pada kedua jenis lampu adalah sebesar 3% dari total biaya keseluruhan sistem gedung. Maintenance cost juga memperhitungkan biaya penggunaan sumber daya, seperti listrik, air, gas, bahan bakar dan persentase eskalasi dari harga sumber daya terkait. Sedangkan, nilai faktor biaya untuk maintenance cost didapatkan dari nilai tahunan yang ditarik ke dalam nilai saat ini (present value). Residual cost adalah nilai sisa lampu pada tahun ke-n dari initial cost-nya, yang dihitung dengan menggunakan metode depresiasi linier. Nilai faktor untuk residual cost didapatkan dari nilai pada tahun ken yang ditarik ke dalam nilai saat ini (present value). Berikut ini adalah grafik yang menunjukkan estimasi biaya berdasarkan hasil perhitungan antara lampu T5 dan lampu LED.
Perbandingan LCCA antara Lampu T5 dan Lampu LED Rp1,600,000,000
Total Perhitungan LCCA
Rp1,400,000,000 Rp1,200,000,000 Rp1,000,000,000 Rp800,000,000 Rp600,000,000 Rp400,000,000 Rp200,000,000 Rp0
5
10
15
20
25
30
35
Tahun T5 Lamps
LED Lamps
Berdasarkan grafik tersebut, dapat dilihat bahwa penggunaan lampu LED lebih hemat dari segi biaya dibandingkan dengan penggunaan lampu T5. Biaya awal penggunaan lampu LED memang lebih besar dibandingkan lampu T5. Namun, biaya untuk replacement dan maintenance lampu LED lebih kecil dibandingkan lampu T5 dan biaya residual lampu LED lebih besar dibandingkan lampu T5. Persentase penghematan penggunaan lampu LED dapat diperoleh minimal sebesar 50% pada semua jangka waktu simulasi. Persentase penghematan pada tahun kelima merupakan persentase paling kecil dibandingkan pada tahun lainnya. Hal ini dikarenakan pada tahun kelima belum terdapat biaya replacement.
Sustainability Division│PT ASDI Swasatya
Biaya dalam Present Value
Tahun 5
Lampu T5
Persentase Penghematan
Lampu LED
427,957,263.80
Rp
214,210,149.37
50%
Rp
758,407,043.79
Rp
364,398,256.72
52%
20
Rp
1,241,166,891.99
Rp
546,445,772.36
56%
30
Rp
1,503,564,650.32
Rp
668,869,473.61
56%
10
Rp
Kesimpulan Berdasarkan hasil perhitungan LCC yang telah dilakukan maka terbukti bahwa penggunaan lampu LED lebih hemat secara biaya bahkan lebih dari 50% dibandingkan dengan penggunaan lampu T5. Oleh karena itu, perhitungan LCC dapat digunakan untuk memperkirakan alternatif barang/sistem yang lebih hemat biaya karena perhitungan LCC menghitung keseluruhan biaya mulai dari biaya awal, biaya penggantian, biaya operasional dan pemeliharaan, nilai sisa, dan biaya lain-lain.
Referensi ASTM International. (2015). ASTM E917 : Standard Practice for Measuring Life-Cycle Costs of Buildings and Buildings Systems. United States: ASTM. Department of Education & Early Development. (1999). Life Cycle Cost Analysis Handbook. Alaska: Alaska Department of Education and Early Development. Fuller, S. K., & Petersen, S. R. (1996). NIST Handbook 135 : Life Cycle Costing Manual fot The Federal Energy Management Program. Washington: U.S. Goverment Printing Office. Kirk, S. J., & Dell'Isola, A. J. (2003). Sustainability/LEED and Life Cycle Costing - Their Role in Value Based Design Decision Making. LEED. Nasir, R. Y., Danusastro, Y., Fitria, D., Fauzianty, V., Aryani, Y., Widyanareswari, A., . . . Padmadinata, A. (2014). Panduan Teknik Perangkat Penilaian Bangunan Hijau untuk Bangunan Baru versi 1.2. Jakarta: Green Building Council Indonesia. USDA Forest Service, Technology and Development. (2013, September 26). Life-Cycle Cost Analysis for Buildings Is Easier Than You Thought. Herwin van http://www.fs.fed.us/td/pubs/htmlpubs/htm08732839/page01.htm
Sustainability Division│PT ASDI Swasatya