PENGANTAR BALAGHAH - file.upi.edu

Ilmu Ma’âni adalah ilmu untuk mengetahui hâl-ihwal lafadz bahasa Arab yang sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi ( 4 ˘ا 4,!˘ا 51˘ا لا6˛أ ف,!9 3...

189 downloads 369 Views 151KB Size
PENGANTAR BALAGHAH Balâghah secara etimologi berasal dari kata dasar ‫ بلغ‬yang memiliki arti sama dengan kata ‫ وصل‬yaitu “sampai”. Dalam kajian sastra, Balâghah ini menjadi sifat dari kalâm dan mutakallim, sehingga lahirlah sebutan ‫ كالم بليغ‬dan ‫ متكلم بليغ‬. Balâghah dalam kalâm menurut para pendahulu1 adalah

‫مطابقته لمقتضى الحال مع‬

‫ فصاحته‬, dalam arti bahwa kalâm itu sesusi dengan situasi dan kondisi para pendengar. Perubahan situasi dan kondisi para pendengar menuntut perubahan susunan kalâm, seperti situasi dan kondisi yang menuntut kalâm ithnâb tentu berbeda dengan situasi dan kondisi yang menuntut kalâm îjâz, berbicara kepada orang cerdas tentu berbeda dengan berbicara kepada orang dungu, tuntuan fashâl meninggalkan khithâb washâl, tuntutan taqdîm tidak sesuai dengan ta’khîr, demikian seterusnya untuk setiap situasi dan kondisi ada kalâm yang sesuai dengannya ( ‫) لكل مقام مقال‬. Nilai Balâghah untuk setiap kalâm bergantung kepada sejauh mana kalâm itu dapat memenuhi tuntutan situasi dan kondisi, setelah memperhatikan fashâhah-nya. Adapun kalâm fashîh adalah kalâm yang secara nahwu tidak dianggap menyalahi aturan yang mengakibatkan ‫( ضعف التأليف‬lemah susunan) dan ta’qîd (rumit), secara bahasa terbebas dari gharâbah (asing) dalam kata-katanya, secara sharaf terbebas dari menyalahi qiyâs, seperti kata ‫ األجلل‬, karena menurut qiyâs adalah ‫ األج ّل‬, dan secara dzauq terbebas dari tanâfur (berat pengucapannya) baik dalam satu kata, seperti kata

‫ مستشزرات‬atau dalam beberapa kata sekalipun satuan kata-katanya tidak tanâfur, seperti:

‫وقبر حرب بمكان قفر * وليس قرب قبر حرب قبر‬ Balâghah itu memiliki tiga dimensi, yaitu ilmu Ma’âni, ilmu Bayân dan ilmu Badî’. 1

Husen, Abdul Qadir, Fann al-Balaghah, (Beirut : ‘Alam al-Kutub, 1984), hal. 73

Ilmu Ma’âni adalah ilmu untuk mengetahui hâl-ihwal lafadz bahasa Arab yang sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi ( ‫علم يعرف به أحوال اللفظ العربي التي‬

‫) بھا يطابق مقتضى الحال‬. Yang dimaksud dengan hâl ihwal lafadz bahasa Arab adalah model-model susunan kalimat dalam bahasa Arab, seperti penggunaan taqdîm atau ta’khîr, penggunaan ma’rifat atau nakirah, disebut (dzikr) atau dibuang (hadzf), dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan situasi dan kondisi adalah situasi dan kondisi mukhâthab, seperti keadaan kosong dari informasi itu, atau ragu-ragu, atau malah mengingkari informasi tersebut. Kajian dalam ilmu Ma’âni ada delapan macam, yaitu (1) ‫أحوال اإلسناد الخبري‬ (2) ‫( أحوال المسند إليه‬3) ‫( أحوال المسند‬4) ‫( أحوال متعلقات الفعل‬5) ‫( القصر‬6) ‫( اإلنشاء‬7)

‫ الفصل والوصل‬dan (8) ‫ اإليجاز واإلطناب والمساواة‬. Kalimat dalam bahasa Arab disebut al-jumlah. Secara tarkib (struktur), al-jumlah itu terdiri dari dua macam, yaitu jumlah ismiyah (kalimat nominal) dan jumlah fi’liyah (kalimat verbal). Dilihat dari segi fungsinya, al-jumlah itu banyak sekali ragamnya, yaitu sebagai berikut: 1. Jumlah mutsbatah (kalimat positif) Menurut al-Masih2, jumlah mutsbatah (kalimat positif) ialah kalimat yang menetapkan keterkaitan antara subjek dan predikat. Kalimat ini terdiri dari unsur subjek dan predikat sebagai unsur pokoknya. Kedua unsur tersebut dapat dijumpai dalam jumlah ismiyah (kalimat nominal) dan jumlah fi’liyah (kalimat verbal). a. jumlah ismiyah (kalimat nominal)

‫ وھي تفيد بأصل وضعھا ثبوت شيئ لشيئ‬،‫الجملة اإلسمية ھي ما تركبت من مبتدأ وخبر‬ ‫ فال يستفاد منھا سوى‬-‫ نحو األرض متحركة‬-‫ بدون نظر إلى تجدد وال استمرار‬-‫ليس غير‬ .‫ بدون نظر إلى تجدد ذلك وال حدوثه‬،‫ثبوت الحركة لألرض‬

2

Al-Masih.A, Mu’jam Qawa’id al-Lughah al-‘Arabiyyah, (Libanon: Maktabah Lubnan, 1981), hal.142

Pada jumlah ismiyah (kalimat nominal), mubtada ditempatkan pada permulaan kalimat, sedangkan khabar ditempatkan sesudahnya, seperti َ‫ْال َح ْم ُد `ِ َربّ ْال َعالَ ِم ْين‬ Namun, jika mubtada terdiri dari nakirah (indefinitif article) dan khabar berupa prase preposisi, maka khabar didahulukan, seperti

ٌ ‫ات ُمحْ َك َم‬ ٌ َ‫ فِ ْي ِه آي‬. Pada ‫ات‬

ٌ ‫ات ُمحْ َك َم‬ ٌ َ‫ آي‬sebagai mubtada. contoh ini, maka ‫ فِ ْي ِه‬sebagai khabar dan ‫ات‬ Karakteristik jumlah ismiyah adalah membentuk makna tsubût (tetap) dan dawâm (berkesinambungan), contoh seperti kalimat

َ‫ ْال َح ْم ُد `ِ َربّ ْال َعالَ ِم ْين‬,

b. jumlah fi’liyah (kalimat verbal)

‫ وھي موضوعة‬،‫ أو من فعل ونائب فاعل‬،‫الجملة الفعلية ھي ما تركبت من فعل وفاعل‬ ‫إلفادة التجدد والحدوث في زمن معين مع اإلختصار)وذلك أن الفعل دال بصيغته على‬ ‫ فإنه يدل على الزمن بقرينة ذكر‬،‫ بخالف اإلسم‬،‫أحد األزمنة الثالثة بدون احتياج لقرينة‬ ‫ ولما كان الزمان الذي ھو أحد مدلولي الفعل غير قار‬.(‫ اآلن أو أمس أو غدا‬:‫لفظه‬ ‫ أى التجتمع أجزاؤه فى الوجود كان الفعل مع إفادته التقييد بأحد األزمنة الثالثة‬،‫بالذات‬ ‫ "اشرقت الشمس وقد ولي الظالم ھاربا" فال يستفاد من ذلك إال‬:‫ نحو‬.‫مفيدا للتجدد أيضا‬ ‫ وقد تفيد الجملة الفعلية‬.‫ وذھاب الظالم فى الزمان الماضي‬،‫ثبوت اإلشراق للشمس‬ ‫ بشرط‬-‫ ال بحسب الوضع‬،‫اإلستمرار التجددي شيئا فشيئا بحسب المقام وبمعونة القرائن‬ .‫أن يكون الفعل مضارعا‬ Pada jumlah fi’liyah (kalimat verbal), fi’il (verba) itu dapat berbentuk aktif dan

ْ ِ‫ثَبﱠتَكَ ﷲُ ب‬ pasif. Contoh jumlah fi’liyah dengan verba aktif seperti ‫ت فِي‬ ِ ِ‫القَوْ ِل الثﱠاب‬ ‫ر ِة‬ َ ‫اآلخ‬ ِ ‫ ْال َحيَا ِة ال ﱡد ْنيَا َوفِي‬. Contoh jumlah fi’liyah dengan verba pasif seperti ‫َولَ ْن‬ ‫ارا ّحتﱠى تَتﱠبِ َع ِملﱠتَھُ ْم‬ َ ‫ص‬ َ ‫ضى َع ْنكَ ْاليَھُوْ ُد َوالَ النﱠ‬ َ ْ‫ تَر‬. Karakteristik jumlah fi’liyah tergantung kepada fi’il yang digunakan; fi’il mâdhi (kata kerja untuk waktu lampau) membentuk karakter, contoh karakter positif seperti kalimat ‫اآلخ َر ِة‬ ِ ‫ت ال ﱡد ْنيَا َوفِي‬ ِ ‫ت فِي ْال َحيَا‬ ِ ِ‫ ثَبﱠتَكَ ﷲُ بِ ْالقَوْ ِل الثﱠاب‬, contoh karakter negatif seperti kalimat ‫ب ﱠوتَبﱠ‬ ٍ َ‫ي لَھ‬ ْ ِ‫ت يَدَا أَب‬ ِ ‫تَبﱠ‬

, sedangkan fi’il mudhâri (kata

kerja untuk waktu sedang dan akan, juga untuk perbuatan rutin) membentuk tajaddud (pembaharuan), contoh seperti

‫ إِيﱠاكَ نَ ْعبُ ُد َوإِيّاَكَ نَ ْستَ ِعي ُْن‬.

2. Jumlah manfiyah (kalimat negatif) Kalimat negatif merupakan lawan dari kalimat positif, yaitu kalimat yang meniadakan hubungan antara subjek dan predikat, seperti berikut: َ‫رئُكَ فَال‬ ِ ‫َسنُ ْق‬

(7-6 : 87 ،‫ إِالﱠ َما َشا َء ﷲُ … )األعلى‬،‫ تَ ْن َسى‬, “Kami akan membacakan (Alquran) kepadamu (Muhammad), maka kamu tidak akan lupa, kecuali kalau Allah menghendaki …” 3. Jumlah muakkadah (kalimat asertif) Jumlah muakkadah (kalimat asertif) adalah kalimat yang diwarnai dengan alat-alat penguat pernyataan. Al-Hasyimi mengemukakan beberapa alat untuk menguatkan

ُ ‫أَحْ ر‬ pernyataan. Alat-alat itu ialah: ‫ إِ ﱠن‬, ‫ أَ ﱠن‬, َ ‫ لـ‬yang ada di permulaan kata, ‫ُف التﱠ ْنبِ ْي ِه‬ ‫( َو ْالقَ َس ِم‬huruf-huruf yang berfungsi untuk mengingatkan dan huruf-huruf sumpah), ‫( نُونَا التﱠوْ ِك ْي ِد‬dua macam nun taukîd), huruf tambahan, pengulangan, ‫ قَ ْد‬, ٌ‫أَ ﱠما شَرْ ِطيﱠة‬ , ‫ إِنﱠ َما‬, ٌ‫ ُج ْملَةٌ إِ ْس ِميﱠة‬, dan ‫ض ِم ْي ُر ْالفَصْ ِل‬ َ . Contoh kalimat asertif seperti: ‫إِ ﱠن ﷲَ ھُ َو‬ ُ ‫( ال  ﱠر ﱠزا‬Sesungguhnya Allah Dialah Maha (58 : 51 ،‫ق ُذو ْالقُ  ﱠو ِة ْال َمتِ ي ُْن )الذاريات‬ Pemberi rizki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh). 4. Jumlah istifhâmiyah (kalimat tanya) Jumlah istifhâmiyah (kalimat tanya) adalah kalimat yang berfungsi untuk meminta informasi

tentang

sesuatu

yang

belum

diketahui

sebelumnya

dengan

menggunakan salah satu huruf istifhâm. Huruf-huruf istifhâm ialah: َ‫ أ‬, ْ‫ ھَل‬, ‫ َما‬,

‫ َم ْن‬, ‫ َمتَى‬, َ‫ أَيﱠان‬, َ‫ َك ْيف‬, َ‫ أَ ْين‬, ‫ أَنﱠى‬, ‫ َك ْم‬, ‫ أَيﱡ‬. Contoh kalimat tanya seperti: ُ‫إِنﱠا أَ ْنزَ ْلنَاه‬ (2-1 : 97 ،‫ َو َما أَ ْد َراكَ َما لَ ْيلَةُ ْالقَ ْد ِر )القدر‬،‫ي لَ ْيلَ ِة ْالقَ ْد ِر‬ ْ ِ‫( ف‬Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alquran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?) 5. Jumlah al-amr (kalimat perintah)

Al-Hâsyimi3 mendefinisikan jumlah al-amr (kalimat perintah) sebagai tuturan yang disampaikan oleh pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah agar melaksanakan suatu perbuatan, seperti: َ‫علَ ْيكَ ْالقُرْ آن‬ َ ‫إِنﱠا نَحْ ُن نَ ﱠز ْلنَا‬

(24-23 : 76 ،‫ فَاصْ بِرْ لِ ُح ْك ِم َربّكَ … )اإلنسان‬،ً‫ز ْيال‬ ِ ‫( تَ ْن‬Sesungguhnya Kami telah menurunkan Alquran kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur. Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu …) 6. Jumlah al-nahy (kalimat larangan) Al-Hasyimi4 mendefinisikan jumlah al-nahy (kalimat melarang) sebagai tuturan yang disampaikan oleh pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah agar meninggalkan sesuatu perbuatan, seperti ‫ح ُدوْ ُد ﷲِ فَالَ تَ ْق َربُوْ ھَا‬ ُ َ‫تِ ْلك‬

(187 : 2 ،‫…(… )البقرة‬Itulah

larangan

Allah,

maka

janganlah

kamu

mendekatinya. 7. Jumlah al-‘ardh wa al-tahdhîdh (kalimat sindiran dan anjuran) Hisyam5 mengemukakan bahwa jumlah al-‘ardh (kalimat sindiran) adalah kalimat yang digunakan untuk meminta pihak lain melakukan sesuatu dengan hâlus dan sopan, sedangkan jumlah al-tahdhîdh (kalimat anjuran) adalah kalimat yang digunakan untuk meminta pihak lain supaya melakukan sesuatu dengan menganjurkan dan mendorong. Untuk mencapai maksud tersebut digunakan katakata: َ‫ أَال‬, َ‫ لَوْ ال‬, dan ‫ لَوْ َما‬. Contoh seperti: (22 :‫حبﱡوْ نَ أَ ْن يَ ْغفِ َر ﷲُ لَ ُك ْم )النور‬ ِ ُ‫ أَالَ ت‬. 8. Jumlah al-tamannî (kalimat berangan-angan) Kalimat tamannî (berangan-angan) adalah kalimat yang berfungsi untuk menyatakan keinginan terhadap sesuatu yang disukai, tetapi tidak mungkin untuk

3

Al-Hasyimi A, Jawahir al-Balaghah, (Indonesia: Maktabah Dar Ihya al-Kutub al‘Arabiyyah, 1960), hal. 63. 4 I b i d, hal 68. 5 Hisyam, J.I. Mughni al-Labib. (Indonesia: Dar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyyah, tt). hal. 361.

dapat meraihnya, seperti

:‫َظي ٍْم )القصص‬ ِ ‫يَا لَيْتَ لَنَا ِم ْث َل َما أُوْ تِ َي قَارُوْ نَ إِنﱠهُ لَ ُذوا َحظّ ع‬

(79 (Ingin rasanya kami memiliki apa yang diberikan kepada Karun. Sesungguhnya dia benar-benar memperoleh keberuntungan yang besar). 9. Jumlah al-tarajjî (kalimat harapan) Al-Ghalayani6 mendefinisikan jumlah al-tarajjî (kalimat harapan) sebagai ungkapan yang berfungsi untuk mengungkapkan keinginan terhadap sesuatu yang disukai yang ada kemungkinan untuk dapat meraihnya, seperti: ‫ي‬ َ ِ‫فَ َع َسى ﷲُ أَ ْن يَأْت‬

ْ (52 :‫ح أَوْ أَ ْم ٍر ِم ْن ِع ْن ِد ِه )المائدة‬ ِ ‫ بِالفَ ْت‬. 10. Jumlah al-du’â (kalimat do’a) Kalimat do’a adalah kalimat perintah yang ditujukan kepada yang lebih tinggi kedudukannya. Contoh seperti: ‫اب‬ َ ‫اآلخ َر ِة َح َسنَةً َوقِنَا َع َذ‬ ِ ‫َربﱠنَا آتِنَا فِى ال ﱡد ْنيَا َح َسنَةً َوفِى‬

‫ار‬ ِ ‫ النﱠ‬. 11. Jumlah al-nidâ (kalimat seruan) Kalimat seruan adalah kalimat yang berfungsi sebagai ungkapan yang meminta pihak lain supaya datang, memperhatikan, atau melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh pemanggil dengan menggunakan salah satu huruf al-nidâ. Contoh seperti: ( 12 : 19 ،‫َاب بِقُ ﱠو ٍة )مريم‬ َ ‫( يَا يَحْ يَى ُخ ِذ ْال ِكت‬Hai Yahya, ambillah Al Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh).

12. Jumlah syarthiyah (kalimat syarat) Kalimat syarat adalah kalimat yang terdiri dari dua klausa yang dihubungkan dengan kata sarana tertentu atau hubungan itu bersifat mentalistik. Klausa pertama

6

Al-Ghalayani, op-cit, hal 299.

disebut syarat, sedangkan yang kedua disebut jawab syarat, seperti ‫ع ال ﱠرسُوْ َل‬ ِ ‫َم ْن ي ُِط‬

َ َ‫( فَقَ ْد أ‬Barangsiapa yang (80 : 4 ،‫ َو َم ْن ت ََولﱠى فَ َما أَرْ َس ْلنَاكَ َعلَ ْي ِھ ْم َحفِ ْيظًا )النساء‬،َ‫طا َع ﷲ‬ menta’ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta’ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta’atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka). 13. Jumlah al-qasam (kalimat sumpah) Kalimat sumpah adalah kalimat yang digunakan untuk bersumpah dengan memakai pola kalimat yang terdiri dari alat untuk bersumpah, nama yang disumpahkan, dan jawab sumpah, seperti ‫ْر‬ ِ ‫ َو ْال َعصْ ِر إِ ﱠن‬. ٍ ‫اإل ْن َسانَ لَفِ ْي ُخس‬ 14. Jumlah al-ta’ajjub (kalimat interjektif) Al-Ghâlayani7 mendefinisikan jumlah al-ta’ajjub (kalimat kekaguman) sebagai pola yang digunakan untuk mengungkapkan kekaguman atau keheranan atas sifat sesuatu, seperti

‫َما أَصْ َحابُ ْال َم ْي َمنَ ِة‬

15. Jumlah al-madh wa al-dzamm (kalimat pujian dan celaan) Kalimat pujian ialah kalimat yang digunakan untuk memuji. Sedangkan kalimat celaan adalah kalimat yang digunakan untuk mencela. Contoh kalimat pujian

ُ ْ‫اإلسْ ُم ْالفُسُو‬ seperti: ٌ‫ نِعْ َم ْال َعبْ ُد إِنﱠهُ أَ ﱠواب‬, dan contoh kalimat celaan seperti ‫ق بَعْ َد‬ َ ‫بِ ْئ‬ ِ ‫س‬ ‫ان‬ ِ ‫اإل ْي َم‬ ِ . QASHAR Kata ‫ القصر‬menurut bahasa sama dengan ‫ الحبس‬yang berarti penjara. Di dalam Alquran ada ungkapan

‫)( حور مقصورات في الخيام‬, juga sama dengan

‫ التخصيص‬yang berarti pengistimewaan, seperti dalam ungkapan ، ‫قصر الشيئ على كذا‬

7

Loc-cit

‫إذا خصصه به‪ ،‬ولم يجاوز به إلى غيره‪ .‬ويقال ‪ :‬قصر غلﱠةَ بستانه على عياله‪ ،‬إذا جعلھا خاصة‬ ‫)( لھم‪ ،‬وقصر الشيئ على نفسه‪ ،‬إذا خص نفسه به‪ ،‬فلم يجعل لغيره منه شيئا‬ ‫ھو تخصيص شيئ بشيئ ‪Adapun qashar menurut istilah ulama Balaghah adalah‬‬

‫‪ (mengistimewakan sesuatu atas yang lain dengan jalan tertentu),‬بطريق مخصوص‬ ‫‪seperti mengistimewakan mubtada atas khabarnya dengan jalan nafyi dalam firman‬‬ ‫‪ (kehidupan dunia itu semata-mata kesenangan‬وما الحيوة الدنيا إال متاع الغرور ‪Allah‬‬ ‫ما شاعر ‪tipuan) dan seperti mengistimewakan khabar atas mubtada, seperti ungkapan‬‬

‫‪ (Penyair itu hanyalah Mutanabbi). Ada juga definisi lain tentang Qashar,‬إال المتنبي‬ ‫جعل شيئ مقصورا على ) ( تخصيص شيئ بشيئ بعبارة كالمية تدل عليه ‪sebagai berikut:‬‬

‫)( شيئ آخر بواحد من طرق مخصوصة من طرق القول المفيد للقصر‬

‫ب‪ -‬تقسيم القصر باعتبار الحقيقة والواقع‬ ‫ينقسم القصر باعتبار الحقيقة والواقع إلى قسمين ‪:‬‬ ‫‪ - 1‬قصر حقيقي‪ ،‬وھو أن يختص المقصور عليه بحسب الحقيقة والواقع‪ ،‬بأال يتعداه‬ ‫إلى غيره أصال‪ .8‬المثال ‪" :‬الإله إال ﷲ"‪.‬أي ال يوجد في الوجود كله معبود بحق‬ ‫سوى ﷲ عز وجل‪ .‬وھذا "القصر الحقيقي" إذا كان مضمونه مطابقا للواقع سموه‬ ‫"حقيقيا تحقيقيا" أي صادقا مطابقا للواقع‪ .‬وإذا كان غير مطابق للواقع‪ ،‬وإنما ذكر‬ ‫على سبيل المبالغة والال ّدعاء المجازي‪ ،‬سموه "حقيقيا ادعائيا أو مجازيا" مثل قولھم‪:‬‬ ‫ال سيف إال ذو الفقار‪ ،‬وال فتى إال علي "ذو الفقار اسم سيفه"‪.‬‬ ‫‪ - 2‬قصر إضافي‪ ،‬وھو أن يختص المقصور عليه بحسب اإلضافة والنسبة إلى شيئ‬ ‫آخر معين‪ ،‬ال لجميع ما عداه‪ .‬وقيل ‪ :‬أن يكون المقصور عنه شيئا خاصا يراد‬ ‫بالقصر بيان عدم صحة ما تصوره بشأنه أو ا ّدعاه المقصود بالكالم‪ ،‬أو إزالة شكه‬ ‫وتردده‪ ،‬إذا الكالم كله منحصر في دائرة خاصة‪ ،‬ويسمى "قصرا إضافيا" أي ليس‬ ‫قصرا حقيقيا عاما‪ ،‬وإنما ھو قصر باإلضافة إلى موضوع خاص يدور حول‬ ‫احتمالين أو أكثر من احتماالت محصورة بعدد خاص‪ ،‬ويُستدل عليھا بالقرائن‪ .‬مثل ‪:‬‬ ‫)وما محمد إال رسول قد خلت من قبله الرسل(‪ 9‬لقد جاء ھذا البيان لتصحيح تصور‬ ‫الذين يتوھمون أن محمدا رسو ٌل ال يموت كما يموت سائر الناس‪ .‬فالموضوع‬ ‫الخاص الذي يدور الكالم حوله ھو كون محمد رسوال مبرّءا من أن يكون عرضة‬ ‫‪ 8‬ﺃﲪﺪ ﺍﳍﺎﴰﻲ‪ ،‬ﺟﻮﺍﻫﺮ ﺍﻟﺒﻼﻏﺔ ﰲ ﺍﳌﻌﺎﱐ ﻭﺍﻟﺒﻴﺎﻥ ﻭﺍﻟﺒﺪﻳﻊ‪ ،‬ﺷﺮﻛﺔ ﻧﻮﺭ ﺍﻟﺜﻘﺎﻓﺔ ﺍﻹﺳﻼﻣﻴﺔ‪ ،‬ﺟﺎﻛﺮﺗﺎ‪ ،1960 ،‬ﺹ ‪183‬‬ ‫‪ 9‬ﺳﻮﺭﺓ ﺁﻝ ﻋﻤﺮﺍﻥ ‪144 :‬‬

‫للموت‪ ،‬فجاء النص مبيّنا قصره على كونه رسوال فقط‪ ،‬والمقصور عنه أمر خاص‬ ‫ھو كونه ال يموت‪ ،‬ال سائر الصفات غير صفة كونه رسوال‪ ،‬إذ له صفات كثيرة ال‬ ‫حصر لھا‪ ،‬وھي ال تدخل في المقصور عنه‪ .‬إذن ‪ :‬فالقصر في ھذا المثال ھو من‬ ‫قبيل "القصر اإلضافي"‪.10‬‬ ‫ج‪ -‬تقسيم القصر باعتبار طرفيه‬ ‫ينقسم القصر باعتبار طرفيه )المقصور والمقصور عليه( إلى نوعين ‪:‬‬ ‫‪ -1‬قصر صفة على موصوف‪ ،‬ھو أن تُحبس الصفة على موصوفھا وتُختص به‪،‬‬ ‫فال يتصف بھا غيره‪ ،‬وقد يتصف ھذا الموصوف بغيرھا من الصفات‪ .‬مثاله من‬ ‫الحقيقي ‪" :‬ال إله إال ﷲ"‪ .‬ومثاله من اإلضافي ‪":‬ال زعيم إال سعد"‪ .‬حينما نقول‬ ‫‪" :‬ال إله إال ﷲ" فإننا نقصر وصف اإللھية الحق على موصوف ھو ﷲ وحده‪،‬‬ ‫ھذا من قصر الصفة على الموصوف‪ ،‬وھو قصر حقيقي‪.‬‬ ‫‪ -2‬قصر موصوف على صفة‪ ،‬ھو أن يحبس الموصوف على الصفة ويختص‬ ‫بھا دون غيرھا‪ ،‬وقد يشاركه غيره فيھا‪ .‬المثال‪ ،‬حينما نقول ‪" :‬ما إلبليس من‬ ‫عمل في الناس إال الوسوسة واإلغواء" فإننا نقصر عمل إبليس في الناس على‬ ‫صفتي الوسوسة واإلغواء‪ .‬عمل إبليس في الناس موصوف‪ ،‬والوسوسة‬ ‫واإلغواء صفة‪ ،‬ھذا من قصر الموصوف على الصفة‪ .‬فإذا كان ال صفة لعمله‬ ‫في الناس بحسب الواقع إال الوسوسة واإلغواء كان قصرا حقيقيا‪ ،‬وإذا كان لعمله‬ ‫صفات أخرى غير الوسوسة واإلغواء كان قصرا إضافيا‪ .‬وحينما نقول ‪" :‬ليس‬ ‫في كالم ﷲ باطل بل كله حق" فإننا نقصر كالم ﷲ في موضوع الحق والباطل‬ ‫على صفة كونه حقا‪ .‬ھذا من قصر الموصوف على الصفة‪ ،‬وھو قصر إضافي‪.‬‬ ‫د‪ -‬أركان القصر‬ ‫للقصر أربعة أركان‬ ‫الركن األول ‪ :‬المقصور ‪ ،‬صفة كان أو موصوفا‬ ‫الركن الثاني ‪ :‬المقصور عليه ‪ ،‬صفة كان أو موصوفا‬ ‫الركن الثالث ‪ :‬المقصور عنه ‪ ،‬وھو المنفي المستبعد بالقصر‬ ‫الركن الرابع ‪ :‬القول المقصور به‪.‬‬ ‫ففي كلمة التوحيد ‪" :‬ال إله إال ﷲ" وھي من القصر الحقيقي بقصر صفة على‬ ‫موصوف‪ - :‬المقصور ‪ :‬صفة اإللھية للمعبود بحق‪.‬‬ ‫ المقصور عليه قصرا حقيقيا ‪ :‬ﷲ عز وج ّل الموصوف بأنه اإلله‬‫بحق‪.‬‬ ‫ المقصور عنه ‪ :‬كل ما سوى ﷲ ع ّز وج ّل‪.‬‬‫ القول المقصور به ‪ :‬النفي واإلستثناء في العبارة ‪ ) :‬ال ‪ ..‬إال ‪( ..‬‬‫وفي عبارة ‪) :‬وما محمد إال رسول( وھي من القصر اإلضافي بقصر‬ ‫موصوف على صفة ‪:‬‬ ‫‪ 10‬ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﲪﻦ ﺣﺴﻦ ﺣﻨﺒﻜﺔ ﺍﳌﻴﺪﺍﱐ‪ ،‬ﺍﳌﺮﺟﻊ ﺍﻟﺴﺎﺑﻖ‪ ،‬ﺹ ‪524‬‬

‫‬‫‬‫‪-‬‬

‫‪-‬‬

‫المقصور ‪ :‬محمد‪ ،‬الموصوف بأنه رسول‪.‬‬ ‫المقصور عليه قصرا إضافيا ‪ :‬صفة رسالته المفھومة من رسول‪.‬‬ ‫المقصور عنه قصرا إضافيا ‪ :‬صفة تبرئه من أن يكون عرضة‬ ‫للموت‪ ،‬لتصحيح تصور متوھمي ذلك فيه‪ ،‬ظانين ظنا توھميا أنه ال‬ ‫يموت‪.‬‬ ‫القول المقصور به ‪ :‬النفي واإلستثناء في العبارة ‪) :‬ما … إال …‬ ‫‪11‬‬ ‫(‬

‫ھـ‪ -‬تقسيم القصر بحسب أحوال من يوجه له الكالم‬ ‫من المعلوم أن الكالم يوجه لمن يراد إعالمه بمضمونه وھو خالي الذھن‪ ،‬أو‬ ‫يراد تصحيح تصوره الذي ھو مخطئ فيه بحسب اعتقاد موجه القول‪ ،‬أو يراد رفع‬ ‫شكه وتردده‪ ،‬ويستخلص من ھذا أربعة أقسام في القصر ‪:‬‬ ‫القسم األول ‪ :‬أن يكون الكالم المشتمل على القصر موجھا لخالي الذھن‪ ،‬أو‬ ‫إعالنا عن اعتقاد المتكلم‪ ،‬أو اعترافه بمضمون ما يقول‪ ،‬أو تعبيره عما في نفسه‬ ‫لمجرد اإلعالم به‪ ،‬وھو "قصر إعالمي ابتدائي"‪ .‬أما البالغيون فلم يذكروا ھذا‬ ‫القسم اكتفاء بالمفاھيم العامة المعروفة من توجيه الكالم‪.‬‬ ‫القسم الثاني ‪ :‬أن يكون الكالم المشتمل على القصر موجھا لمن يراد إعالمه‬ ‫بخطإ تصوره مشارك َة غير المقصور عليه في المقصور‪ ،‬ويسمي البالغيون ھذا‬ ‫"قصر إفراد"‪ .‬مثاله ‪ :‬يعتقد المشرك أن األرباب التي يؤمن بھا تخلق‪ ،‬كما أن ﷲ‬ ‫يخلق‪ ،‬فنقول له ‪" :‬ال خالق إال ﷲ"‪ .‬ھذا قصر حقيقي‪ ،‬من قصر الصفة على‬ ‫الموصوف‪ ،‬ويراد منه إفراد ﷲ ع ّز وج ّل بالخلق‪ ،‬ونفي صفة الخلق عن كل ما سواه‬ ‫ومن سواه من الشركاء‪ ،‬لتعريف المخالف بأنه مخطئ في تصوره مشاركة غير ﷲ‬ ‫` في الخلق‪ ،‬فھو قصر إفراد‪.‬‬ ‫القسم الثالث ‪ :‬أن يكون الكالم المشتمل على القصر موجھا لمن يراد إعالمه‬ ‫بخطإ تصوره نسبةَ المقصور إلى غير المقصور عليه‪ .‬ويسمي البالغيون ھذا "قصر‬ ‫قلب"‪ .‬مثاله ‪ :‬يعتقد الملحد الذي يجحد وجود ﷲ ع ّز وج ّل وينسُب أحداث الكون‬ ‫المتقنة العجيبة إلى التطور الذاتي وإلى المصادفات‪ ،‬فنقول له ‪" :‬ال محدث ألحداث‬ ‫الكون إال ﷲ"‪ .‬ھذا قصر حقيقي‪ ،‬من قصر الصفة التي ھي إحداث أحداث الكون‬ ‫على موصوف واحد ھو ﷲ ع ّز وجلّ‪ ،‬ويراد منه قلب تصور من يوجه له الخطاب‪،‬‬ ‫وتعريفه بأن ما ينسُبه إلى التطور الذاتي وإلى المصادفات ھو ﷲ وحده‪ ،‬فھو قصر‬ ‫قلب‪.‬‬ ‫القسم الرابع ‪ :‬أن يكون الكالم المشتمل على القصر موجھا لمن يراد إزالة‬ ‫تردده وشكه‪ ،‬ھل المقصور منسوب إلى المقصور عليه أو إلى غيره‪ .‬ويسمي‬ ‫البالغيون ھذا "قصر تعيين"‪ .‬مثاله ‪ :‬يسأل متردد شا ّ‬ ‫ك ‪ :‬ھل لفظ الكسوف يُستعمل‬ ‫الختفاء ونقصان ضوء الشمس أو نور القمر‪ ،‬فنقول له ‪ :‬ال يستعمل لفظ الكسوف إال‬ ‫للشمس‪ ،‬أما ما يحدث للقمر فيسمى الخسوف‪ .‬ھذا قصر إضافي‪ ،‬ألن كلمة الكسوف‬ ‫‪ 11‬ﺍﳌﺮﺟﻊ ﺍﻟﺴﺎﺑﻖ‪ ،‬ﺹ ‪527‬‬

‫تستعمل لمعان أخرى غير ما يحدث للشمس‪ ،‬ومنھا تنكيس الطرف‪ ،‬وھو من قصر‬ ‫الصفة على الموصوف‪ .‬ويراد منه إزالة شك وتردد من يوجه له القول بتعيين‬ ‫المقصور عليه‪ ،‬فھو قصر تعيين‪.12‬‬ ‫و‪ -‬طرق القصر‬ ‫يُستفاد القصر بعدة طرق ‪:‬‬ ‫الطريق األول ‪ :‬أن يكون بعبارة تدل عليه بمادتھا اللغوية صراحةً‪ ،‬مثل‪:‬‬ ‫"دخول مكة مقصور على المسلمين – غرفة القصر العليا خاصة بسيد القصر – سبق‬ ‫الفارس خال ٌد جمي َع المتسابقين – دخل الزوج إلى مخدع العروس وحده – س ّد الصين‬ ‫أعظم س ّد في األرض وأطولُه – أبو حنيفة منفرد من بين المجتھدين في باب اإلعتماد‬ ‫على الرأي الثاقب"‬ ‫الطريق الثاني ‪ :‬أن يكون بدليل خارج عن النص‪ ،‬كدليل عقلي‪ ،‬أو دليل‬ ‫حسّي‪ ،‬أو دليل تجريبي‪ ،‬أو دليل من القرائن الذھنية أو الحالية‪ ،‬مثل ‪" :‬فالن رئيس‬ ‫الجمھورية – ﷲ رب السماوات واألرض وھو على كل شيئ قدير – تبُث الشمس‬ ‫ضياءھا على األرض فتمدھا بالحرارة –‬ ‫حتى يراق على جــوانبـــه الدم‬ ‫ال يسلم الشرف الرفيع من األذى‬ ‫بغيــــر العلـــــم أو ح ﱟد اليمـــاني‬ ‫أرونــي أمــةً بلغــــت منـــاھــــا‬ ‫لكن القصر بواحد من ھذين الطريقين ال يدخل في اھتمامات علماء البالغة‬ ‫تفصيال وتقسيما وشرحا‪ ،‬إال أن القصر المستفاد بواحد منھما مشمول بكل أحكام‬ ‫القصر وتفصيالته من جھة المعنى‪ ،‬والسبب في أن البالغيين لم يوجھوا لھما‬ ‫اھتماماتھم‪ ،‬أنھما طريقان يتعذر حصر عناصرھما أو يعسر‪.‬‬ ‫واھتم البالغيون بتحديد وشرح وتقسيم وتفصيل الطريقين اآلتيين "الثالث‬ ‫والرابع" فھو القصر اإلصطالحي المدون عند علماء البالغة‪ ،‬والذي وجھوا له‬ ‫عنايتھم ‪.‬‬ ‫الطريق الثالث ‪ :‬أن يكون القصر ببعض األدوات التي تدل عليه بالوضع‬ ‫اللغوي‪ ،‬ھي ‪ :‬النفي واإلستثناء‪ ،‬وكلمتا "إنما" و"أنما"‪ ،‬والعطف بالحروف التالية ‪:‬‬ ‫"ال – بل – لكن"‪.‬‬ ‫أوال ‪ :‬النفي واإلستثناء‪ ،‬مثل ‪" :‬ال إله إال ﷲ – ما من إله إال ﷲ – وما كان‬ ‫لنفس أن تموت إال بإذن ﷲ‪ – 13‬وإن من شيئ إال عندنا خزائنه‪ – 14‬فتلك مساكنھم لم‬ ‫تُسكن من بعدھم إال قليال‪ – 15‬وقالوا لن تمسنا النار إال أياما معدودة‪ – 16‬قل لن‬

‫‪ 12‬ﺍﳌﺮﺟﻊ ﺍﻟﺴﺎﺑﻖ‪ ،‬ﺹ ‪529 - 527‬‬ ‫‪ 13‬ﺳﻮﺭﺓ ﺁﻝ ﻋﻤﺮﺍﻥ ‪145 :‬‬ ‫‪ 14‬ﺳﻮﺭﺓ ﺍﳊﺠﺮ ‪21 :‬‬ ‫‪ 15‬ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻘﺼﺺ ‪58 :‬‬ ‫‪ 16‬ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ‪80 :‬‬

‫يصيبنا إال ما كتب ﷲ لنا‪ ."17‬ومثل إال في اإلستثناء كلمة "غير" ونحوھا‪ .‬ومثل‬ ‫النفي ما يدل على معناه‪ ،‬كاإلستفھام‪.‬‬ ‫ويكون المقصور بالنفي واإلستثناء ھو ما قبل اإلستثناء صفة كان أو‬ ‫موصوفا‪ ،‬أما المقصور عليه فھو ما بعد أداة اإلستثناء‪.‬‬ ‫ثانيا ‪ :‬كلمتا "إنما" و"أنما"‪ .‬والمقصور بواحد منھما ھو ما يلي األداة‪،‬‬ ‫والمقصور عليه ھو الذي يجيئ بعده‪ .‬مثل ‪) :‬ومن يكسب إثما فإنما يكسبه على‬ ‫نفسه‪ (18‬أي ال يكسبه إال على نفسه‪ ،‬والمعنى أن المكسوب من اإلثم – وھو ھنا‬ ‫موصوف – مقصور على صفة واحدة ھي كونه على نفس الكاسب‪ .‬فھو من قصر‬ ‫موصوف على صفة‪ .‬ومثل ‪) :‬قل إنما يوحى إلي أنما إلھكم إله واحد‪ ،‬فھل أنتم‬ ‫مسلمون‪ (19‬في ھذا النص قصران ‪ :‬أحدھما بأداة "إنما" واآلخر بأداة "أنما"‪ .‬وھذان‬ ‫القصران مساويان لقولنا ‪ :‬ما يوحى إل ّي إال أنه ما إلھكم إال إله واحد‪ .‬فالمقصور‬ ‫باألداة األولى "إنما" ھو الموحى به‪ ،‬وھو ھنا موصوف‪ ،‬والمقصور عليه مضمون‬ ‫جملة "أنما إلھكم إله واحد" أي وحدانية إلھكم‪ ،‬وھو ھنا صفة‪ ،‬أي صفة الموحى به‬ ‫كون مضمونه ھذه الحقيقة‪ .‬والمقصور باألداة الثانية "أنما" ھو "إلھكم"‪ ،‬وھو ھنا‬ ‫موصوف‪ .‬والمقصور عليه ھو كونه إلھا واحدا‪ ،‬وكونه إلھا واحدا صفة‪.‬‬

‫)‪(1‬‬

‫)‪(2‬‬

‫ثالثا ‪ :‬العطف بالحروف التالية ‪ " :‬ال – بل – لكن "‬ ‫أما كلمة "ال" العاطفة فيُعطف بھا إلخراج المعطوف‬ ‫مما دخل فيه المعطوف عليه‪ ،‬مثل ‪ :‬أكلت بصال ال عسال‪ ،‬ولبست‬ ‫خ ّزا ال ب ّزا‪ .‬وللعطف بھا ثالثة شروط ‪:‬‬ ‫األول ‪ :‬أن يكون المعطوف بھا مفردا‪ ،‬أي غير جملة‪.‬‬ ‫الثاني ‪ :‬أن تكون مسبوقة بإيجاب أو أمر أو نداء‪.‬‬ ‫الثالث ‪ :‬أن ال يص ُدق أحد معطوفيھا على اآلخر‪ ،‬وھذا الشرط بدھي‪.‬‬ ‫والعطف بكلمة "ال" يفيد القصر‪ .‬وكل من المقصور والمقصور عليه‬ ‫يأتيان قبل أداة العطف‪ .‬وكل منھما قد يكون ھو المعطوف عليه‪ .‬أما‬ ‫المعطوف بھا فھو مقصور عنه‪.‬‬ ‫وأما كلمة "بل" العاطفة‪ ،‬ومعناھا اإلضراب عن األول واإلثبات‬ ‫للثاني‪ .‬وللعطف بھا شرطان ‪:‬‬ ‫األول ‪ :‬أن يكون المعطوف بھا مفردا‪ ،‬أي غير جملة‪.‬‬ ‫الثاني ‪ :‬أن تكون مسبوقة بإيجاب أو أمر أو نھي أو نفي‪.‬‬ ‫فإن وقعت بعد كالم مثبت خبرا كان أو أمرا‪ ،‬كانت لإلضراب‬ ‫والعدول عن شيئ إلى آخر‪ .‬وإن وقعت بعد نفي أو نھي كانت‬

‫‪ 17‬ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ ‪51 :‬‬ ‫‪ 18‬ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ‪111 :‬‬ ‫‪ 19‬ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻷﻧﺒﻴﺎﺀ ‪108 :‬‬

‫)‪(3‬‬

‫)‪(1‬‬

‫لإلستدراك بمنزلة "لكن"‪ .‬والعطف بكلمة "بل" يفيد القصر‪،‬‬ ‫والمقصور عليه بھا ھو ما بعدھا‪.‬‬ ‫وأما كلمة "لكن" العاطفة‪ ،‬فھي لإلستدراك بعد النفي‪.‬‬ ‫وللعطف بھا ثالثة شروط ‪:‬‬ ‫األول ‪ :‬أن يكون المعطوف بھا مفردا‪ ،‬أي غير جملة‪.‬‬ ‫الثاني ‪ :‬أن تكون مسبوقة بنفي أو نھي‪.‬‬ ‫الثالث ‪ :‬أن ال تقترن بالواو‪.‬‬ ‫والعطف بكلمة "لكن" يفيد القصر‪ ،‬وحالھا كحال "بل"‪ .‬فالمقصور‬ ‫عليه بھا ھو ما بعدھا‪.‬‬ ‫الطريق الرابع ‪ :‬أن يكون القصربدالالت في الكالم تفھم من ‪:‬‬ ‫تقديم ما حقه التأخير في الجملة‪.‬‬ ‫نبّه البالغيون على أن تقديم ما حقه التأخير في الجملة قد يفيد القصر‬ ‫في بعض صوره‪ ،‬ومن ذلك ما يلي ‪:‬‬ ‫ تقديم المعمول على عامله يفيد القصر سواء أكان مفعوال أم‬‫ظرفا أم مجرورا بحرف جر‪ .‬والمقصور عليه ھو المقدم‪.‬‬ ‫المثال ‪) :‬إياك نعبد وإياك نستعين‪ (20‬قالوا ‪ :‬دل ھذا التقديم على‬ ‫تخصيص ﷲ ع ّز وج ّل بالعبادة واإلستعانة‪ .‬فالمعنى ‪ :‬ال نعبد‬ ‫إال إياك وال نستعين إال بك‪ .‬والقصر ھنا من قصر الصفة على‬ ‫الموصوف وھو قصر حقيقي‪.‬‬ ‫ تقديم المسند إليه إذا كان حقه في الجملة التأخير قد يفيد القصر‬‫في بعض أحواله‪ ،‬وقد يفيد مجرد التقوية والتأكيد‪ .‬وداللة‬ ‫القصر يساعد عليھا سباق الكالم وسياقه‪ ،‬وقرائن الحال‪.‬‬ ‫والمقصور عليه ھو المقدم‪ .‬المثال ‪) :‬وإني مرسلة إليھم بھدية‬ ‫بمال‬ ‫فناظرة بم يرجع المرسلون‪ .‬فلما جاء سليمانَ قال أتمدونن‬ ‫ٍ‬ ‫فما آتاني ﷲ خير مما ءاتاكم‪ ،‬بل أنتم بھديتكم تفرحون‪ .(21‬جاء‬ ‫في ھذا النص تقديم المسند إليه "أنتم" على المسند "تفرحون"‬ ‫مع تقديم المعمول "بھديتكم" على عامله "تفرحون"‪ .‬والشاھد‬ ‫ھنا تقديم المسند إليه المفيد مع القرائن التي اشتمل عليھا النص‬ ‫القصر اإلضافي‪ ،‬والمعنى أن الفرح بالھدية مقصور عليكم‪ ،‬ال‬ ‫يتعدى إلي‪ ،‬فأنا لست بھا فرحا‪ ،‬فما آتاني ﷲ خير مما آتاكم‪.‬‬ ‫ تقديم المسند إذا كان حقه في الجملة التأخير قد يفيد القصر‬‫بمساعدة قرائن الحال أو المقال‪ ،‬والمقصور عليه ھو المقدم‪.‬‬ ‫المثال‪ " :‬لن تھزموا إيماننا بسالحكم – جبنا ُء أنتم أيھا الكفار "‬ ‫فجاء في ھذا الكالم تقديم "جبناء" وھو مسند حقه في الجملة‬

‫‪ 20‬ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻔﺎﲢﺔ ‪5 :‬‬ ‫‪ 21‬ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻨﻤﻞ ‪36 - 35 :‬‬

‫)‪(2‬‬

‫)‪(3‬‬

‫اإلسمية التأخير‪ ،‬وتأخير "أنتم" وھو مسند إليه وحقه ھنا‬ ‫التقديم إلفادة القصر بمساعدة قرينة المقال السابق‪ ،‬وقرينه حال‬ ‫اإلستيسال‪ .‬والمعنى أنتم وحدكم الجبناء بكفركم‪ ،‬أما نحن‬ ‫فشجعان بإيماننا وتوكلنا على ربنا‪.‬‬ ‫إضافة ضمير الفصل إلى الجملة قد يفيد القصر بمساعدة قرائن‬ ‫الحال أو المقال‪ .‬والمقصور عليه ھو ما دل عليه ضمير الفصل‪ .‬المثال ‪:‬‬ ‫)وإذا قيل لھم ال تفسدوا فى األرض قالوا إنما نحن مصلحون‪ .‬أال إنھم ھم‬ ‫المفسدون ولكن ال يشعرون‪ .‬وإذا قيل لھم ءامنوا كما آمن الناس قالوا أنؤمن‬ ‫كما آمن السفھاء‪ ،‬أال إنھم ھم السفھاء ولكن ال يعلمون‪ (22‬لقد جيئ بضمير‬ ‫الفصل مرتين في ھذا النص ‪" :‬أال إنھم ھم المفسدون – أال إنھم ھم السفھاء"‪.‬‬ ‫ونالحظ أنه مع تقوية اإلسناد وتوكيده في الجملتين فقد أفاد ضمير الفصل‬ ‫بمساعدة القرائن القصر‪ .‬والمعنى ‪ :‬ھم المفسدون وھم السفھاء‪ ،‬ال المؤمنون‬ ‫الذين يتھمھم المنافقون بإفساد وحدة جماعة قومھم بدينھم الجديد‪ ،‬وبالسفاھة‬ ‫في عقولھم ‪ ،‬أي بالطيش ونقصان العقل‪.‬‬ ‫تعريف طرفي اإلسناد في الجملة قد يفيد القصر بمساعدة قرائن‬ ‫الحال أو المقال مع إفادته تقوية اإلسناد وتوكيده‪ .‬والمقصور ھو المبتدأ الذي‬ ‫يجب في ھذه الحالة تقديمه‪ .‬والمقصور عليه الخبر الذي يجب في ھذه الحالة‬ ‫تأخيره‪.23‬‬

‫ز – غاية القصر‬ ‫الغاية من القصر ھي ‪:‬‬ ‫‪ : 1‬اإليجاز كما تقدم القول عليه في المقدمة‪.‬‬ ‫‪ :2‬تمكين الكالم وتقريره في الذھن‪ ،‬كقول الشاعر ‪:‬‬ ‫وما المرء إال كالھالل وضوئه – يوافي تمام الشھر ثم يغيب‬ ‫‪ :3‬المبالغة في المعنى‪ ،‬كقول الشاعر ‪:‬‬ ‫وما المرء إال األصغران لسانه – ومعقوله والجسم خلق مصور‬ ‫‪ :4‬التعريض‪ ،‬كقوله تعالى ‪:‬‬ ‫‪24‬‬ ‫)إنما يتذكر أولو األلباب ( إذا ليس الغرض من اآلية الكريمة أن يعلم‬ ‫السامعون ظاھر معناھا‪ ،‬ولكنھا تعريض بالمشركين الذين في حكم من ال‬ ‫عقل له‪.‬‬ ‫‪ 22‬ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ‪11،12،13 :‬‬ ‫‪ 23‬ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﲪﻦ ﺣﺴﻦ ﺣﻨﺒﻜﺔ ﺍﳌﻴﺪﺍﱐ‪ ،‬ﺍﳌﺮﺟﻊ ﺍﻟﺴﺎﺑﻖ‪ ،‬ﺹ ‪544-530‬‬

‫‪ 24‬ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺮﻋﺪ ‪19 :‬‬

‫ الجمال الفني في القصر‬-‫ح‬ ‫لو استقرأنا بدائع التعبير الفني في لغتنا الجميلة لوجدنا كثيرا منھا معتمدا على‬ .. ‫أسلوب القصر‬ ،‫ فلتقديم ما حقه التأخير قصب السبق‬،‫وإذا كان لطرق القصر المختلفة جمال‬ 25 .. ‫ وشارة الحسن‬،‫وراية الجمال‬ 1. Jumlah ismiyah ialah kalimat yang tersusun dari mubtada dan khabar. Jumlah ismiyah menurut asalnya digunakan untuk menetapkan sesuatu terhadap sesuatu tanpa memperdulikan kontinuitas dan pembaharuan. Hal itu, apabila khabar-nya terdiri dari ism fa’il atau ism maf’ul, seperti ungkapan dalam teks:

‫وأنواعھا‬

‫مختلفة‬. Sifat mukhtalifah adalah sifat yang melekat pada anwa’uha, maka dengan jumlah itu ditujukan untuk menetapkan sifat mukhtalifah kepada anwa’uha tanpa pembatasan waktu (lampau, sedang atau akan). Lain halnya jika khabar-nya terdiri dari fi’il, seperti ‫اختلفت‬

‫ وأنواعھا‬. Kata ikhtalafat adalah fi’il madhi, maka

ungkapan di atas mengandung arti: Macam-macamnya telah berbeda (waktu lampau). 2. Jumlah fi’liyah ialah kalimat yang terdiri dari fi’il dan fa’il atau fi’il dan naib fa’il. Jumlah fi’liyah mengandung makna pembatasan waktu, yaitu waktu lampau, sedang dan akan. 3. Taqdim ialah mendahulukan yang seharusnya diakhirkan, seperti mendahulukan musnad terhadap musnad ilaih. Faidahnya adalah penekanan (taukid). 4. Ta’khir ialah mengakhirkan yang seharusnya didahulukan. 5. Istikhdam al-adawat. Penggunaan adawat dalam kalimat dimaksudkan untuk mewarnai dan membatasi kalimat itu. Semakin banyak adawat yang digunakan, maka semakin jelaslah pembatasan kalimat itu dan semakin jelaslah maksudnya. 184 ‫ ﺹ‬،1979 ،‫ ﺍﻟﻄﺒﻌﺔ ﺍﻷﻭﱃ‬،‫ ﺑﲑﻭﺕ‬-‫ ﺩﺍﺭ ﺍﻟﺜﻘﺎﻓﺔ ﺍﻹﺳﻼﻣﻴﺔ‬،‫ﺎ ﺍﳉﺪﻳﺪ‬‫ ﺍﻟﺒﻼﻏﺔ ﺍﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﰲ ﺛﻮ‬،‫ ﺑﻜﺮﻱ ﺷﻴﺦ ﺃﻣﲔ‬25

Jika adawat-nya dibuang, maka kalimatnya menjadi rancu dan tidak jelas maksudnya. Ungkapan pada teks seperti

‫مسموع‬

‫ وإن أمر فأمره‬،‫إن قال فكالمه مرفوع‬

merupakan salah satu contoh penggunaan adawat, yaitu menggunakan

adat al-syarth

‫إن‬

yang dihubungkan dengan fi’il madhi. Di sini terjadi dua

adawat, yang pertama adalah adat al-syarth menghubungkan adat al-syarth syarth

‫إن‬

‫إن‬

dan yang kedua adalah

‫ إن‬kepada fi’il madhi, karena biasanya adat al-

dihubungkan kepada fi’il mudhari’. Tujuannya untuk memberikan

tekanan terhadap kepastiannya (saking sudah pastinya). 6. Khabar ialah pembicaraan yang mengandung kemungkinan benar dan bohong semata-mata dilihat dari pembicaraannya itu sendiri. 7. Insya ialah pembicaraan yang tidak mengandung kemungkinan benar dan bohong dari sisi pembicaraannya itu. Insya itu ada dua macam, yaitu insya thalabi dan insya ghair thalabi. Insya ghair thalabi berupa pujian atau celaan, sumpah, ta’ajjub dan harapan, dan ini bukan kajian balaghah. Sedangkan insya thalabi bisa berupa menyuruh, melarang, bertanya, tamanni dan nida.. Contoh insya thalabi yang berupa perintah dalam teks adalah seperti ‫اللحد‬

‫اطلب العلم من المھد إلى‬

.

3. Ijaz ialah ungkapan yang mengandung makna lebih dari yang diungkapkan. Macamnya ada dua, yaitu: 8. Ijaz qashar ialah bertambahnya makna tanpa ada kata yang dibuang, seperti firman Allah:

ٌ‫اص َحيَاة‬ َ ِ‫َولَ ُك ْم فِى ْالق‬ ِ ‫ص‬

. Ayat ini kalimatnya pendek tapi maknanya

panjang, yaitu dengan diadakannya hukum qishash, para pembunuh akan merasa takut untuk membunuh, karena dengan membunuh orang lain berarti membunuh dirinya sendiri. Maka dengan tidak adanya pembunuhan berarti ada kehidupan.

Contoh ijaz qashar dalam teks adalah seperti

‫ ال فقر أشد من الجھل‬. Kalimatnya

pendek, tapi maknanya panjang, bahwa orang bodoh serba susah, susah dalam segala hal, tentunya lebih parah dari kemiskinan. 9. Ijaz hadzf ialah ijaz dengan cara membuang salah satu kata yang tidak akan merusak terhadap pemahaman kalimat itu. Yang dibuang bisa berupa huruf, seperti firman Allah

ُ َ‫ َولَ ْم أ‬, (‫ك بَ ِغيًّا )أي أكن‬

ism mudhaf seperti firman Allah

‫ َو َجا ِھ ُدوْ ا فِى ﷲِ َح ﱠ‬, ism mudhaf ilaih seperti firman (‫ق ِج َھا ِد ِه )أي في سبيل ﷲ‬ Allah

(‫ َو َوا َع ْدنَا ُموْ َسى َثالَثِ ْينَ لَ ْيلَةً َوأَ ْت َم ْمنَاھَا ِب َع ْش ٍر )أي بعشر ليال‬, ism maushuf

seperti firman Allah

(‫صالِحًا‬ َ ً‫صالِحًا )أي َع َمال‬ َ ‫اب َو َع ِم َل‬ َ َ‫َو َم ْن ت‬

seperti firman Allah

(‫فَ َزا َد ْتھُ ْم ِرجْ سًا إِلَى ِرجْ ِس ِھ ْم )أي مضافا إلى رجسھم‬

syarath seperti firman Allah (‫تتبعوني‬ seperti firman Allah

,

َ ‫َولَئِ ْن َسأ َ ْلتَھُ ْم َم ْن َخ َل‬ ُ‫ض لَ َيقُوْ لُ ﱠن ﷲ‬ َ ْ‫ت َواألَر‬ ِ ‫ق ال ﱠس َما َوا‬

(‫ )أي خلقھن ﷲ‬, musnad ilaih seperti firman Allah

, muta’allaq seperti firman

(‫الَ يُسْأ َ ُل َع ﱠما يَ ْف َع ُل َوھُ ْم يُسْأَلُوْ نَ )أي عما يفعلون‬

firman Allah

,

‫ اِتﱠ ِبعُوْ نِ ْي يُحْ بِ ْب ُك ُم ﷲُ )أي فإن‬, jawab syarath

(‫ار )أي لرأيت أمرا فظيعا‬ ِ ‫َو َلوْ تَ َرى إِ ْذ ُوقِفُوْ ا َعلَى النﱠ‬

musnad seperti firman Allah

Allah

, ism shifah

, satu jumlah seperti

َ ‫ َكانَ النﱠاسُ أ ُ ﱠمةً ﱠوا ِح َدةً فَبَ َع‬, atau (‫ث ﷲُ النﱠبِيّ ْينَ )أي فاختلفوا فبعث‬

beberapa jumlah

seperti firman Allah

ُ ‫ص ّد ْي‬ ُ ‫فَأَرْ ِسلُوْ ِن يُوْ س‬ ّ ‫ُف أَ ﱡيھَا ال‬ ‫ق )أي‬

‫ يوسف أيھا‬: ‫ وقال له‬،‫ فأرسلوه فأتاه‬،‫فأرسلوني إلى يوسف ألستعبره الرؤيا‬ (‫الصديق‬

.

10. Ithnab ialah menambah kata-kata untuk suatu makna karena tujuan tertentu, seperti untuk penekanan dan sebagainya, seperti firman Allah

ْ ‫َربّ إِنّ ْي َوھَنَ ْال َع‬ ‫ظ ُم‬

‫ ِمنّ ْي َوا ْشتَ َع َل الر ْﱠأسُ َش ْيبًا‬, ungkapan sepanjang ini untuk menyatakan bahwa dia sudah tua, tapi ada faidahnya, yaitu minta dikasihani oleh Allah swt. Jika dalam penambahan itu tidak ada manfaat, maka dinamakan tathwil atau hasywu. Macammacam ithnab: 10.1. Dzikr al-khash ba’da al-‘am, sepewrti firman Allah:

َ ‫صالَ ِة ْال ُو ْس‬ ‫ت َوال ﱠ‬ ‫ َحافِظُوْ ا َعلَى ال ﱠ‬. ‫طى‬ ِ ‫صلَ َوا‬ 10.2. Dzikr al-‘am ba’da al-khash, contoh sepetrti: .‫ت‬ ِ ‫َو ْال ُم ْؤ ِمنَا‬

‫َربّ ا ْغفِرْ لِ ْي َولِ َوالِ َد ﱠ‬ َ‫ي َولِ َم ْن د ََخ َل بَ ْيتِ َي ُم ْؤ ِمنًا َولِ ْل ُم ْؤ ِم ِن ْين‬

10.3. Al-Idhah ba’da al-ibham, seperti firman Allah:

` ٍ ‫يَا أَ ﱡيھَا الﱠ ِذ ْينَ آ َمنُوْ ا ھَلْ أَ ُد ﱡل ُك ْم َعلَى ِت َجا َر ٍة تُ ْن ِج ْي ُك ْم ِم ْن َع َذا‬ ِ ‫ تُ ْؤ ِمنُوْ نَ بِا‬،‫ب أَلِي ٍْم‬ ‫ﷲ بِأَ ْم َوالِ ُك ْم َوأَ ْنفُ ِس ُك ْم‬ ِ ‫َو َرسُوْ لِ ِه َوتُ َجا ِھ ُدوْ نَ فِ ْي َسبِي ِْل‬ 10.4. Al-Takrir, contoh :

‫ْر يُ ْسرًا‬ ِ ‫ْر يُ ْسرًا إِ ﱠن َم َع ْال ُعس‬ ِ ‫ فَإ ِ ﱠن َم َع ْال ُعس‬.

10.5. Al-I’tiradh, yaitu jumlah penyelang untuk tujuan do’a dan sebagainya, seperti ucapan:

‫ إني "حفظك ﷲ" مريض‬.

10.6. Al-Ighal untuk mubalaghah, seperti firman Allah: .‫ب‬ ٍ ‫ِح َسا‬

ُ ‫َوﷲُ يَرْ ُز‬ ‫ق َم ْن يَ َشا ُء ِب َغي ِْر‬

10.7. Al-Tadzyil, seperti firman Allah:

َ .‫زھُوْ قًا‬

‫َوقُلْ َجا َء ْال َح ﱡ‬ َ‫ق ْالبَا ِط ُل إِ ﱠن ْالبَا ِط َل َكان‬ َ ‫ق َو َز َھ‬

11. Washal ialah menghubungkan satu jumlah kepada jumlah yang lain dengan menggunakan wawu. Washal terjadi dalam 3 keadaan:

11.1. Apabila kedua jumlah itu sama-sama khabariyah atau sama-sama insyaiyah baik lafaznya maupun maknanya, seperti firman Allah: ٍ◌‫حيْم‬ ِ ‫َج‬

‫إِ ﱠن األَ ْب َرا َر لَفِ ْي نَ ِعي ٍْم‬

‫ َوإِ ﱠن ْالفُجﱠا َر لَفِ ْي‬. Contoh washal dengan model ini dalam teks adalah

seperti .‫قومه‬

‫وھو عظيم في نفسه وحامله عزيز في‬

11.2. Apabila kedua jumlah itu berbeda, yang satu khabariyah dan yang satunya lagi insyaiyah, jika tidak diwashalkan akan menimbulkan salah paham, seperti ucapan dalam jawaban pertanyaan tentang kesembuhan seseorang:

‫ وشفاه ﷲ‬،‫ ال‬. 11.3. Dimaksud menyertakan jumlah kedua kepada jumlah yang pertama, seperti :

‫ ويفعل‬،‫ علي يقول‬. 12. Fashal ialah memisahkan kedua jumlah dengan tidak menggunakan wawu. Fashal terjadi dalam 5 keadaan: 12.1. Kamal al-ittishal, bersatunya kedua jumlah secara utuh. Dalam hal ini, jumlah kedua bisa berupa badal dari jumlah pertama, seperti firman Allah:

َ‫َواتﱠقُوا الﱠ ِذيْ أَ َم ﱠد ُك ْم بِ َما تَ ْع َل ُموْ نَ أَ َم ﱠد ُك ْم بِأ َ ْن َع ٍام ﱠو َبنِ ْين‬ maka jumlah

َ‫أَ َم ﱠد ُك ْم بِأ َ ْن َع ٍام ﱠوبَ ِن ْين‬

merupakan badal dari jumlah pertama

Atau berupa bayan, seperti:

ُ ‫ْال‬ ,‫خ ْل ِد‬ maka jumlah

َ ‫س إِلَ ْي ِه ال ﱠش ْي‬ ُ ‫ط‬ ‫ك َعلَى َش َج َر ِة‬ َ ‫ان قَا َل يَا آ َد ُم َھلْ أَ ُد ﱡل‬ َ ‫فَ َو ْس َو‬

‫قَا َل يَا آ َد ُم‬

merupakan penjelasan (bayan) terhadap jumlah

pertama. Atau berupa taukid, seperti firman Allah

‫ ُر َو ْيدًا‬,

maka jumlah

‫أَ ْم ِھ ْلھُ ْم‬

‫فَ َمھّ ِل ْال َكافِ ِر ْينَ أَ ْم ِھ ْلھُ ْم‬

merupan taukid terhadap jumlah pertama.

12.2. Kamal al-inqitha’, yaitu bahwa kedua jumlah itu berbeda, seperti jumlah yang pertama khabar dan jumlah yang kedua insya atau sebaliknya, seperti ungkapan

‫ إني مصغ إليك‬،‫ تكلم‬. Atau tidak ada kesesuaian sama sekali di

antara kedua jumlah itu, seperti ucapan

‫ الحمام طائر‬،‫ علي كاتب‬.

12.3. Syibh kamal al-ittishal, yaitu apabila jumlah kedua memiliki hubungan yang sangat kuat dengan jumlah pertama, karena kedudukannya sebagai jawaban dari pertanyaan yang muncul dari pemahaman jumlah pertama, seperti dalam firman Allah:

‫س ألَ ﱠما َرةٌ بِالسﱡوْ ِء‬ ُ ‫ َو َما أُبَ ّر‬. َ ‫ئ نَ ْف ِس ْي إِ ﱠن النﱠ ْف‬

12.4. Syibh kamal al-inqitha’, yaitu meninggalkan ‘athaf untuk menghindari kesalahpahaman, seperti ungkapan dalam syi’ir:

‫وتظن سلمى أنني أبغي بھا * بدال أراھا فى الضالل تھيم‬ Jumlah

‫أراھا‬

dapat di ‘athaf-kan kepada jumlah

‫تظن‬

. Akan tetapi dengan

adanya wawu ‘athaf dikhawatirkan terjadi salah paham, sehingga ber-‘athaf kepada jumlah ‫بھا‬

‫أبغي‬

.

12.5. Al-Tawassuth baina al-kamalain ma’a qiyam al-mani’, yaitu bahwa kedua jumlah itu ada munasabah, di antara keduanya ada hubungan yang kuat, cuma ada penghalang untuk di’athaf-kan, karena tidak sama dalam hukum, seperti firman Allah

‫ئ بِ ِھ ْم‬ ُ ‫اط ْي ِن ِھ ْم قَالُوْ ا إِنﱠا َم َع ُك ْم إِنﱠ َما نَحْ ُن ُم ْستَھ ِْزئُوْ نَ ﷲُ يَ ْس َتھ ِْز‬ ِ َ‫َوإِ َذا َخلَوْ ا إِلَى َشي‬ . jumlah

‫ئ ِب ِھ ْم‬ ُ ‫يَ ْستَھ ِْز‬

tidak dapat di’athaf-kan kepada

‫إِنﱠا َم َع ُك ْم‬

‫المراجع‬ ‫‪ -1‬القرآن الكريم‬ ‫‪ -2‬إبراھيم عبد الباقي الصباغ‪ ،‬البالغة واآلداب‪ ،‬مطبعة دار التأليف المالية‪ ،‬مصر ‪.1968‬‬ ‫‪ -3‬أحمد مطلوب‪ ،‬الدكتور‪ ،‬معجم المصطلحات البالغية وتطورھا‪ ،‬مكتبة لبنان ناشرون‪،‬‬ ‫بيروت لبنان‪ ،‬الطبعة الثانية‪.1996 ،‬‬ ‫‪ -4‬أحمد الھاشمي‪ ،‬جواھر البالغة في المعاني والبيان والبديع‪ ،‬شركة نور الثقافة اإلسالمية‪،‬‬ ‫جاكرتا‪.1960 ،‬‬ ‫‪ -5‬بدوي طيانة‪ ،‬الدكتور‪ ،‬معجم البالغة العربية‪ ،‬دار المنارة‪ ،‬جدة‪ ،‬الطبعة الثالثة‪.1988 ،‬‬ ‫‪ -6‬بكري شيخ أمين‪ ،‬الدكتور‪ ،‬البالغة العربية في ثوبھا الجديد‪ ،‬دار الثقافة اإلسالمية‪،‬‬ ‫بيروت‪ ،‬الطبعة األولى‪.1979 ،‬‬ ‫‪ -7‬عبد الرحمن حسن حنبكة الميداني‪ ،‬البالغة العربية أسسھا وعلومھا وفنونھا‪ ،‬دار القلم‪،‬‬ ‫دمشق‪ ،‬الطبعة األولى‪.1996 ،‬‬ ‫‪ -8‬عبد القادر حسن‪ ،‬فن البالغة‪ ،‬عالم الكتب‪ ،‬بيروت‪1984 ،‬‬ ‫‪ -9‬عبد القاھر الجرجاني‪ ،‬كتاب أسرار البالغة‪ ،‬مطبعة المدني‪ ،‬مصر‪ ،‬الطبعة‬ ‫األولى‪.1991‬‬ ‫‪ -10‬عبد القاھر الجرجاني‪ ،‬دالئل اإلعجاز في علم المعاني‪ ،‬دار المعرفة‪ ،‬بيروت‪ ،‬لبنان‪،‬‬ ‫‪.1982‬‬ ‫‪ -11‬عبد المتعال الصعيدي‪ ،‬بغية اإليضاح لتلخيص المفتاح في علوم البالغة‪ ،‬مكتبة‬ ‫اآلداب‪ ،‬القاھرة‪.1997 ،‬‬ ‫‪ -12‬علي الجارمي ومصطفى أمين‪ ،‬البالغة الواضحة‪ ،‬دار المعارف بمصر‪.1951 ،‬‬ ‫‪ -13‬محمد عبد المطلب‪ ،‬البالغة العربية قراءة أخرى‪ ،‬الشركة المصرية العالمية للنشر‪،‬‬ ‫لونجمان‪.1997 ،‬‬ ‫‪ -14‬محمود بن عمر الزمخشري‪ ،‬أساس البالغة‪ ،‬مكتبة لبنان ناشرون‪ ،‬الطبعة األولى‪،‬‬ ‫‪.1996‬‬