Pengantar Evaluasi Pembelajaran Noh

Pengantar Evaluasi Pembelajaran Noh BAGIAN II TUJUAN, MANFAAT, DAN PRINSIP-PRINSIP EVALUASI PEMBEJELARAN Tujuan Dan Manfaat Evaluasi Pembelajaran...

14 downloads 520 Views 728KB Size
Pengantar Evaluasi Pembelajaran Noh

BAGIAN II TUJUAN, MANFAAT, DAN PRINSIP-PRINSIP EVALUASI PEMBEJELARAN

Kemampuan Akhir yang Direncanakan: Mampu menjelaskan tujuan, mnfaat dan prinsip evaluasi Mampu menjelaskan model-model evaluasi Indikator: Mampu menjelaskan tujuan, mnfaat dan prinsip evaluasi Mampu menjelaskan model-model evaluasi

Tujuan Dan Manfaat Evaluasi Pembelajaran Dari berbagai penjelasan secara bahasa dan istilah di atas bahwa Evaluasi memiliki tujuan sebagai berikut : a. Untuk mengetahui kadar pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran b. Untuk melatih keberanian dan mengajak peserta didik untuk mengingat kembali materi yang disajikan c. Untuk mengetahui tingkat perubahan prilakunya d. Untuk mengetahui siapa di antara peserta didik yang cerdas dan yang lemah, sehingga yang lemah diberi perhatian khusus agar ia dalam mengejar kekurangannya. Oleh karena itu, sasaran dari evaluasi bukan saja peserta didik tetapi mencakupi pengajarnya( guru). Sedangkan manfaat dilaksanakan evaluasi pembelajaran ada beberapa hal : a. Memperoleh pemahaman pelaksanaan dan hasil pembelajaran yang telah berlangsung/ dilaksanakan oleh guru. b. Membuat keputusan berkenaan dengan pelaksanaan dan hasil pembelajaran. c. Meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran dalam rangka upaya meningkatkan kualitas keluaran.

PRINSIP-PRINSIP EVALUASI DALAM PEMBELAJARAN

Prinsip-prinsip Evaluasi Seperti yang disampaikan sebelumnya bahwa evaluasi sangat penting dalam pendidikan dalam hal ini juga yang berkaitan dengan evaluasi dan assessmen. Perkembangan dan perbaikan merupakan alas an mengapa perlu adanya evaluasi dan assessment. The growth and learning of children is the primary responsibility of those who teach in our classrooms and lead our schools. Student growth and learning can be observed and measured. Educators, in partnership with students, parents and community, are accountable for ensuring the improvement of student achievement. Effective educator evaluation systems promote the improvement of professional practice resulting in the improvement of student performance”.1 Dalam mendesain dan melakukan proses atau kegiatan evaluasi seorang guru hendaknya mempertimbangkan prinsip-prinsip berikut: a. Prinsip berkesinambungan (continuity) Maksud Prinsip ini adalah kegiatan evaluasi dilaksanakan secara terusmenerus. Evaluasi tidak hanya dilakukan sekali setahun atau persemester, tetapi dilakukan secara berkelanjutan mulai dari proses pembelajaran dengan memperhatikan peserta didik hingga ia tamat dari institusi tersebut. b. Prinsip menyeluruh (comprehensive) Prinsip ini maksudnya adalah dalam melakukan evaluasi haruslah melihat keseluruhan dari aspek berfikir (domain kognitif),aspek nilai atau sikap (domain afektif), maupun aspek keterampilan ( domain psikomotor) yang ada pada masing-masing peserta didik. c. Prinsip objektivitas (objektivity)

1

(https://dese.mo.gov/sites/default/files/eq-ees-essential-principles.Essential Principles of Effective Evaluation)

Maksud dari prinsip ini adalah bahwa Objektivitas artinya mengevaluasi berdasarkan keadaan yang sesungguhnya, tidak dipengaruhi oleh hal-hal lain yang bersifat emosional dan irasional. d. Prinsip valididitas (validity) Validitas artinya keshahihan yaitu bahwa evaluasi yang digunakan benarbenar mampu mengukur apa yang hendak diukur atau yang diinginkan. Validitas juga selalu disamakan dengan ketepatan, misalnya untuk mengukur partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran bukan dievaluasi dengan melihat nilai ketika ulangan tetapi dilihat juga mulai dari kehadiran, keaktifan dan sebagainya. Prinsip lain yang perlu diperhatikan dalam melakukan evaluasi adalah bahwa Pertumbuhan dan pembelajaran anak-anak adalah tanggung jawab utama dari orang-orang yang mengajar di kelas kami dan yang memimpin sekolah. Pertumbuhan siswa dan pembelajaran dapat diamati dan diukur . Pendidik harus menjadi mitraan siswa , orang tua dan masyarakat, dan bertanggung jawab untuk memastikan peningkatan prestasi siswa. Sistem evaluasi pendidik efektif mempromosikan peningkatan praktek profesional sehingga dapat meningkatkan kinerja murid . An effective evaluation system includes the following research-based essential principles: 1) Measures educator performance against

research-based,

performance

targets

proven

associated

with the improvement of student performance 2) Uses

multiple

ratings

to

differentiate levels of performance 3) Highlights a probationary period of adequate duration to ensure sufficient

induction

socialization

support

and for

new

teachers and leaders 4) Uses measures of growth in student learning as a significant contributing factor in the evaluation of professional practice at all levels and ensures that a proficient or a distinguished rating cannot be received in educator performance if student growth is low 5) Provides ongoing, timely, deliberate and meaningful feedback on performance relative to research-based targets 6) Requires standardized, initial and periodic training for evaluators to ensure reliability and accuracy 7) Utilizes the results and data to inform decisions regarding personnel,

employment

determinations

and

policy

regarding employment Three

of

the

seven

principles primarily address the structure

of

the

evaluation

process while the other four of the

seven

address

its

implementation, or the process used in the evaluation process. The use of researchbased expectations and targets, differentiated development levels and creating policy and basing employment decisions on evaluation results focuses on components of the structure of the evaluation system.

The other four principles reflect the research about how the process of educator evaluation is implemented. This includes support for novice educators during the probationary period, how measures of growth

in

student

learning

are

incorporated into the evaluation of educators as a significant, contributing

factor, the inclusion of regular and meaningful feedback to all educators for the improvement of practice, and the systematic initial and periodic training of those doing the evaluation as well as for those being evaluated.

Clear Expectation

Essential Principle 1: Research-Based and Proven Performance Targets

To ensure that student performance continually improves through the work of excellent teachers and leaders, an evaluation system must use measurement of clearly articulated, research-based and proven performance targets. These targets align to appropriate state and/or national standards and include evidence linked to the impact of student performance. Clear language reduces subjectivity and provides direction for improvement. Practices must be aligned to Senate Bill 291 passed by the Missouri Legislature in June 2010 which directs districts to adopt local teaching standards which include: students actively participate and are successful in the learning process; various forms of assessment are used to monitor and manage student learning; the teacher is prepared and knowledgeable of the content and effectively maintains students’ on-task behavior; the teacher uses professional communication and interaction with the school community; the teacher keeps current on instructional knowledge and seeks and explores changes in teaching behaviors that will improve student performance; and the teacher acts as a responsible professional in the overall mission of the school.

Differentiated Performance Essential Principle 2: Differentiated Levels of Performance

Increasing effective practice requires opportunities for growth. Achieving growth, given the complexity of educator practice, will require clear statements of differentiated levels of performance across a professional continuum capable of determining growth and improvement. Effective differentiation includes a minimum of three levels and each is precise enough to allow for discrete, independent, measureable elements which reliably describe current practice as well as a clear direction for growth. Levels must be characterized by performance as opposed to years of service and should move beyond sorting and classifying to ensuring opportunities for the improvement of effective practice.

Probationary Period

Essential Principle 3: Probationary Period for New Educators

Missouri statute indicates that the first five years of teaching is a probationary period for new teachers. This time period provides for the accurate and appropriate accumulation of performance data on the practice of the novice educator. Mentoring for teachers is required within the first two years. Principals, special education directors and career education directors also receive two years of mentoring and superintendents one year of mentoring. During the probationary period, intensive induction and socialization support, aligned to the state’s teacher mentor standards and a component of an overall, comprehensive induction process, must be provided. This confidential and non-evaluative support is focused on essential principles of particular significance for the novice practitioner at a critical time of growth and development.

Student Measures

Essential Principle 4: Use of Measures of Student Growth in Learning

Missouri educators have as their ultimate goal the improvement of student performance. As such, they are held accountable for this improvement. Multiple measures of growth in student learning, a positive change in student achievement between two or more points in time, should be included as a significant contributing factor in the evaluation process. Measures of growth in student learning that provide multiple years of comparable student data may include, but are not limited, to: common, benchmark and formative and summative districtgenerated assessments; peer reviewed performance assessments; mutually developed student learning objectives by evaluator and teacher; student work samples such as presentations, papers, projects, portfolios; individualized student growth objectives defined by the teacher; valid, reliable, timely and meaningful information from standardized testing; as well as state assessments where available. Regular Meaningfull feedback

Essential Principle 5: Ongoing, Deliberate, Meaningful and Timely Feedback

A collaborative culture enabling professional conversations about educator practice supports and promotes growth. Deliberate and timely feedback that is delivered effectively as a part of those professional conversations and is meaningful encourages formative development. Feedback is valuable for any teacher or leader at any stage of their career and should be provided formally, informally or both each year. It is provided using multiple sources of evidence from a variety of different measures, including the use and analysis of student data, in close proximity to the data gathering process. Information and data that is

provided through meaningful feedback may include but is not limited to: 

observations focused on professional practice and the extent of student learning;



analysis of the improvement of student performance;



survey results from students, families, and community members;



new learning and its application to improve the overall performance of students;



self-reflection on practice;



analysis of artifacts including lesson plans, professional development plans, supplemental resources, participation in coursework, improvement plans; and



evidence of educators as responsible professionals supporting the overall mission, vision and goals of the school and district.

Evaluator Training

Essential Principle 6: Standardized and Periodic Training for Evaluators

Reliable and valid measures of performance are an essential factor in ensuring that annual growth for teachers and leaders results in growth for students. Evaluators who collect these measures of evidence and provide feedback must be highly trained to ensure that ratings are fair, accurate and reliable. To ensure ongoing reliability, evaluators should be trained both initially and periodically. Evaluators demonstrating skills aligned to minimum quality assurance standards established by districts and/or the state may include master teachers and peers as well as other external, trained third party people from within or outside the district that assist in the overall responsibility of moving staff to increased levels of effective practice. Evaluator training may include topics such as: 

conducting effective classroom observations and walk-throughs focused on the quality of instruction;



assessing student data and the analysis of artifacts;



interpreting survey information; and



effectively providing clear, constructive, timely and meaningful feedback.

Use the evaluation result

Essential Principle 7: Evaluation Results to inform Personnel Employment, Determinations, Decisions, and Policy

Ratings of educator effectiveness should guide district decisions regarding determinations, recognition, development, interventions and policies that impact the extent of student learning in the system. As a result of the evaluation system, districts are empowered to recognize and utilize highly effective educators to improve student learning. Highly effective educators may serve their system in ways such as:  mentors, peer observers, coaches and as a resource for less effective educators;  contributing through key leadership roles;  assisting with the challenges of high need students in high need locations; and  assuming other critical additional duties that contribute to a school system’s overall success. Ineffective educators are those demonstrating sustained periods lacking desired growth as documented by unsatisfactory evaluations. These educators receive targeted interventions and support to encourage ongoing formative development. Established timelines should be articulated through local policy and provide further clarification in terms of duration of interventions and the nature of additional support . If sustained demonstration of unacceptable performance occurs, a local dismissal protocol should be enacted.

MODEL EVALUASI PENDIDIKAN Dalam sebuah proses pembelajaran komponen yang turut menentukan keberhasilan sebuah proses adalah evaluasi. Melalui evaluasi orang akan mengetahui sampai sejauh mana penyampaian pembelajaran atau tujuan

pendidikan atau sebuah program dapat dicapai sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Melalui evaluasi, kita akan mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan sosial, sikap dan kepribadian siswa atau peserta didik serta keberhasilan sebuah program. Dalam dunia pendidikan dan pembelajaran ada beberapa istilah yang sering digunakan, baik secara bersamaan maupun secara terpisah. Istilah tersebut adalah pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Padahal ketiga istilah tersebut memiliki perbedaan. Wiersma dan Jurs membedakan antara evaluasi, pengukuran dan testing. Mereka berpendapat bahwa evaluasi adalah suatu proses yang mencakup pengukuran dan mungkin juga testing, yang juga berisi pengambilan keputusan tentang nilai. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Arikunto (2009) yang menyatakan bahwa evaluasi merupakan kegiatan mengukur dan menilai. Kedua pendapat di atas secara implisit menyatakan bahwa evaluasi memiliki cakupan yang lebih luas daripada pengukuran dan testing. Ralph W. Tyler, yang dikutif oleh Brinkerhoff, dkk. Mendefinisikan evaluasi sedikit berbeda. Ia menyatakan bahwa evaluation as the process of determining to what extent the educational objectives are actually being realized. Sementara Daniel Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh Nana Syaodih S., menyatakan bahwa evaluation is the process of delinating, obtaining and providing useful information for judging decision alternatif. Demikian juga dengan Michael Scriven (1969) menyatakan evaluation is an observed value compared to some standard. Beberapa definisi terakhir ini menyoroti evaluasi sebagai sarana untuk mendapatkan informasi yang diperoleh dari proses pengumpulan dan pengolahan data. Sementara itu Asmawi Zainul dan Noehi Nasution mengartikan pengukuran sebagai pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau obyek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas, sedangkan penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan tes maupun nontes. Pendapat ini sejalan dengan pendapat

Suharsimi Arikunto yang membedakan antara pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Suharsimi menyatakan bahwa mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran bersifat kuantitatif. Sedangkan menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif. Hasil pengukuran yang bersifat kuantitatif juga dikemukakan oleh Norman E. Gronlund (1971) yang menyatakan “Measurement is limited to quantitative descriptions of pupil behavior”. Pengertian penilaian yang ditekankan pada penentuan nilai suatu obyek juga dikemukakan oleh Nana Sudjana. Ia menyatakan bahwa penilaian adalah proses menentukan nilai suatu obyek dengan menggunakan ukuran atau kriteria tertentu, seperti Baik , Sedang, Jelek. Seperti juga halnya yang dikemukakan oleh Richard H. Lindeman (1967) “The assignment of one or a set of numbers to each of a set of person or objects according to certain established rules” Melalui pemahaman terhadap perbedaan terhadap ketiga istilah sebagaimana diuraikan di atas, diharapkan kita dapat menarik benang merah dalam membahas masalah sistem evaluasi dalam pendidikan.

Model-model Evaluasi Pendidikan Ada beberapa model evaluasi yang dikenal dan digunakan untuk mengevaluasi program pendidikan. Pada kesempatan ini tidak semua model akan dibicarakan. Hanya beberapa di antaranya saja, sebagai berikut: Ada beberapa model evaluasi yang dikenal dan digunakan untuk mengevaluasi program pendidikan. Pada kesempatan ini tidak semua model akan dibicarakan. Hanya beberapa di antaranya saja, sebagai berikut: 1. Model CIPP (Context, Input, Process, Product) Evaluasi konteks (context) dimaksud untuk menilai kebutuhan, masalah, asset dan peluang guna membantu pembuat kebijakan menetapkan tujuan dan prioritas, serta membantu kelompok mengguna lainnya untuk mengetahui tujuan, peluang dan hasilnya. Evaluasi masukan (input) dilaksanakan untuk menilai alternatif pendekatan, rencana tindak, rencana staf dan pembiayaan bagi kelangsungan program dalam memenuhi kebutuhan

kelompok sasaran serta mencapai tujuan yang ditetapkan. Evaluasi ini berguna bagi pembuat kebijakan untuk memilih rancangan, bentuk pembiayaan, alokasi sumberdaya, pelaksana dan jadual kegiatan yang paling sesuai bagi kelangsungan program. Evaluasi proses (process) ditujukan untuk menilai implementasi dari rencana yang telah ditetapkan guna membantu para pelaksana dalam menjalankan kegiatan dan kemudian akan dapat membantu kelompok pengguna lainnya untuk mengetahui kinerja program dan memperkirakan hasilnya.

Evaluasi

hasil

(product)

dilakukan

dengan

tujuan

untuk

mengidentifikasi dan menilai hasil yang dicapai-yang diharapkan dan tidak diharapkan, jangka pendek dan jangka panjang baik, bagi pelaksana kegiatan agar dapat memfokus diri dalam mencapai sasaran program maupun bagi pengguna lainnya dalam menghimpun upaya untuk memenuhi kebutuhan kelompok sasaran. Evaluasi hasil ini dapat dibagi ke dalam penilaian terhadap dampak (impact), efektivitas (effectiveness), keberlanjutan (sustainability) dan daya adaptasi (transportability) (Stufflebeam et. al., 2003).

2. Model Kesenjangan Evaluasi model kesenjangan (discrepancy model) menurut Provus (dalam Fernandes, 1984) adalah untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara baku (standard) yang sudah ditentukan dalam program dengan kinerja (performance) sesungguhnya dari program tersebut. Baku adalah kriteria yang ditetapkan, sedangkan kinerja adalah hasil pelaksanaan program. Sedangkan kesenjangan yang dapat dievaluasi dalam program pendidikan meliputi: 1) Kesenjangan antara rencana dengan pelaksanaan program; 2) Kesenjangan antara yang diduga atau diramalkan akan diperoleh dengan

yang benar-benar direalisasikan; 3) Kesenjangan antara status kemampuan dengan standar kemampuan yang

ditentukan; 4) Kesenjangan tujuan; 5) Kesenjangan mengenai bagian program yang dapat diubah; dan

6) Kesenjangan dalam sistem yang tidak konsisten. Oleh karena itu model

evaluasi ini memiliki lima tahap yaitu desain, instalasi, proses, produk dan membandingkan.

3. Model Goal Free Evaluation (GFE) dari Scriven Model GFE maksudnya, bahwa para evaluator atau penilai mengambil dari berbagai laporan atau catatan pengaruh-pengaruh nyata atau kongkrit dan pengaruh- pengaruh yang tidak diinginkan dalam program pendidikan dan pelatihan. Perhatian khusus diberikan secara tepat terhadap usulan tujuantujuan dalam evaluasi, tetapi tidak dalam proses evaluasi atau produk. Keuntungan yang dapat diambil dari GFE, bahwa dalam GFE para penilai megetahui antisipasi pengaruh-pengaruh penting terhadap tujuan dasar dari penilai yang menyimpang.

4. Model Evaluasi Formatif dan Sumatif Menurut Scriven, tanggung jawab utama dari para penilai adalah membuat keputusan. Akan tetapi harus mengikuti peran dari penilaian yang bervariasi. Scriven mencatat sekarang setidaknya ada 2 peran penting: formatif, untuk membantu dalam mengembangkan kurikulum, dan sumatif, yakni untuk menilai manfaat dan kurikulum yang telah mereka kembangkan dan penggunaannya atau penempatannya di sekolah-sekolah. Evaluasi formatif memberikan

umpan

balik

secara

terus

menerus

untuk

membantu

pengembangan program, dan memberikan perhatian yang banyak terhadap pertanyaan-pertanyaan seputar isi validitas, tingkat penguasaan kosa kata, keterbacaan dan berbagai hal lainnya. Secara keseluruhan evaluasi formatif adalah evaluasi dari dalam yang menyajikan untuk perbaikan atau meningkatkan hasil yang dikembangkan. Evaluasi sumatif mengemukakan atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti apakah produk tersebut lebih efektif dan lebih kompetitif. Evaluasi sumatif dilakukan untuk menentukan bagaimana akhir dari program tersebut bermanfaat dan juga keefektifan program tersebut.

5. Model Pengukuran Tokoh model pengukuran (measurement model) adalah Edward L. Thorndike dan Robert L. Ebel. Menurut kedua tokoh ini dalam Purwanto (2009) beberapa cirri dari model pengukuran, adalah: 1) Mengutamakan pengukuran dalam proses evaluasi. Pengukuran merupakan kegiatan ilmiah yang dapat diterapkan pada berbagai bidang termasuk pendidikan. 2) Evaluasi adalah pengukuran terhadap berbagai aspek tingkah laku untuk melihat perbedaan individu atau kelompok. Oleh karena tujuannya adalah untuk mengungkapkan perbedaan, maka sangat diperhatikan tingkat kesukaran dan daya pembeda masing-masing butir, serta dikembangkan acuan norma kelompok yang menggambarkan kedudukan siswa dalam kelompok. 3) Ruang lingkup adalah hasil belajar aspek kognitif. 4) Alat evaluasi yang digunakan adalah adalah tes tertulis terutama bentuk objektif. 5) Meniru model evaluasi dalam ilmu alam yang mengutamakan objektivitas. Oleh karena itu model ini cenderung mengembangkan alat-alat evaluasi yang baku. Pembakuan dilakukan dengan mencobakan kepada sampel yang cukup besar untuk melihat validitas dan reliabilitasnya.

6. Model Kesesuaian Tokoh yang mengembangkan evaluasi model kesesuaian adalah Ralph W Tyler, John B Carrol dan Lee J Cronbach. Ciri-ciri evaluasi model kesesuaian yang dikembangkan oleh tokoh tersebut di atas, adalah: 1) Pendidikan adalah proses yang memuat tiga hal, yaitu tujuan pendidikan, pengalaman belajar, dan penilaian hasil belajar. Kegiatan evaluasi dilakukan untuk melihat sejauh mana tujuan pendidikan yang diberikan dalam pengalaman belajar telah dapat dicapai siswa dalam bentuk hasil belajar. Dengan kata lain, evaluasi dilakukan untuk melihat kesesuaian

antara tujuan pendidikan yang diinginkan dengan hasil belajar yang dicapai. 2) Objek evaluasi adalah tingkah laku siswa dan penilaian dilakukan atas perubahan dalam tingkah laku pada akhir kegiatan pendidikan. Tujuan pendidikan adalah mencerminkan perubahan-perubahan perilaku yang diinginkan pada anak. 3) Evaluasi dilakukan untuk memeriksa sejauh mana perubahan itu telah terjadi dalam hasil belajar. Oleh karena itu, penilaian dilakukan atas perubahan perilaku sebelum dan sesudah kegiatan pendidikan, maka evaluasi menilai perubahan (gains) yang dicapai kegiatan pendidikan. 4) Perubahan perilaku hasil belajar terjadi dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Oleh karena hasil belajar bukan hanya aspek kognitif, maka alat evaluasi bukan hanya berupa tes tertulis, tetapi semua kemungkinan alat evaluasi dapat digunakan sesuai dengan hakikat tujuan yang ingin dicapai.

Evaluasi Mandiri 1. Mengapa evaluasi sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran 2. Apakah semua model-model pendekatan evaluasi dapat digunakan sekaligus dalam evaluasi pembelajaran? 3. Apakah yang akan terjadi bila prinsip-prinsip evaluasi pembelajaran tidak diterapkan? 4. Jika tujuan evaluasi tidak tercapai apakah yang akan dilakukan? Daftar Pustaka Arikunto, Suharsimi, (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (edisi revisi). Jakarta: Bumi Aksara. Purwanto. (2009). Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.