PENGARUH KARBONMONOOKSIDA (CO) UDARA TERHADAP STATUS

Download 1 Apr 2002 ... Lingkungan dapat tercemar akibat kegiatan manusia (industri, transportasi, dan lain-lain.) maupun perubahan alam (gunung mel...

0 downloads 236 Views 156KB Size
BioSMART Volume 4, Nomor 1 Halaman: 40-45

ISSN: 1411-321X April 2002

Pengaruh Karbonmonooksida (CO) Udara terhadap Status Kesehatan Polisi yang Bertugas di Jalan Raya Yogyakarta The effect of carbonmonooxide (CO) upon health status of highway patrol officers SUNARTO Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta 57126 Diterima: 19 Nopember 2001. Disetujui: 31 Januari 2002

ABSTRACT The purpose of this study is to identify the effect of carbonmonooxide upon the health status of highway patrol officers on duty in Yogyakarta. Observational study with the field experiment method was carried out by classifying the highway patrol on duty into the exposure group and the officers in the police station into the non exposure group. The samples of the study taken from five location in Yogyakarta were classified as the exposure group, and one location, at Depok District Police Station, as the non-exposure group. The samples were 15 officers taken from 60 of the population. The effect of CO upon the officers health status was examined at the confidence level of 95%. Path variant analysis was applied to identify the relationship and the effect of Co concentration in air upon that in blood. The result of the study support the hypothesis; there is a significant effect (p < 0,05) of the CO concentration in air upon the officers health status. It implies positive linear function with coefficient = 0,171, and the effect r = 0,76. The higher is the CO concentration in air, the higher is the CO concentration in the officers blood. Consequently, it can harass the health of the highway patrol officers. Key words: carbonmonooxide, highway patrol officers, health.

PENDAHULUAN Segala sesuatu di alam ini erat hubungannya satu dengan yang lainnya, termasuk antara lingkungan dengan manusia.. Lingkungan dapat tercemar akibat kegiatan manusia (industri, transportasi, dan lain-lain.) maupun perubahan alam (gunung meletus, banjir, angin topan, dsb.). Aktivitas manusia merupakan sumber pencemar yang potensial. Di samping air dan tanah, udara merupakan salah satu sumberdaya yang mengalami pencemaran. Peningkatan pencemaran udara disebabkan oleh kepadatan kendaraan bermotor, pengembangan industri, perkembangan pemukiman, dan lain-lain. Kemacetan lalu lintas kota menambah pencemar udara yang memberi dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat. Salah satu penyakit yang banyak menimbulkan kematian bayi di Indonesia adalah penyakit saluran pernafasan. Hal ini menunjukkan salah satu akibat akibat pencemaran yang ditimbulkan oleh berbagai bahan yang dihasilkan atau dipergunakan oleh

manusia dan akibatnya mutu lingkungan menjadi rendah (Hardjasoemantri, 1988). Gas-gas yang berperan dalam pencemaran udara adalah SO2, NO2, CO2, CO, oksidan, hidrokarbon, NH3, dan H2S. gas-gas tersebut dalam konsentrasi yang berlebihan dapat membahayakan kesehatan manusia dan hewan, merusak tanaman serta menimbulkan gangguang lain seperti mengurangi daya penglihatan dan menimbulkan bau. Pencemaran udara yang paling membahayakan bagi kesehatan manusia adalah yang berasal dari pencemar gas karbon monooksida. Dilaporkan bahwa penghisapan gas CO di jalan raya di Los Angeles, lebih nyata menimbulkan serangan angina pektoris (jantung iskhemik) dibanding stres emosi akibat situasi jalan raya itu sendiri (Aronow, 1974). Peningkatan gas CO udara disebabkan sebagian besar oleh meningkatnya jumlah kendaraan bermotor, baik motor bensin maupun motor diesel, yang melintas di jalan raya sebagai dampak dari kemajuan di bidang industri otomotif dan peningkatan daya beli masyarakat. Peningkatan © 2002 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

SUNARTO – CO dan Kesehatan Polisi Lalu Lintas

jumlah kendaraan bermotor tersebut pada kenyataannya tidak diimbangi dengan penambahan fasilitas jalan raya yang memadai, sehingga jalan raya menjadi padat oleh lalu lintas dan pelayanan jalan jadi menurun. Kepadatan lalu lintas dijalan raya dapat menurunkan derajat kesehatan. Pola arus lalu lintas jalan raya di Yogyakarta pada umumnya mempunyai corak lalu lintas yang masih tercampur (mixed traffic) dengan semua jenis kendaraan lewat tanpa jalur pemisah, sehingga sering menimbulkan permasalahan lalu lintas di jalan raya. Kepadatan lalu lintas kendaraan di jalan raya sering terkait dengan kecelakaan lalu lintas. Salah satu faktor yang diduga sebagai penyebab kecelakaan lalu lintas adalah faktor pengemudi yang dikaitkan dengan dampak pencemaran udara, khususnya oleh CO yang berasal dari gas buang kendaraan bermotor di jalan raya. Penelitian Anwar dkk. (1980) menunjukkan bahwa jumlah karbon monooksida yang sedikit saja di dalam udara dapat menimbulkan gangguan bagi pengendara kendaraan di jalan raya, seperti lapang-pandang sempit, kurang konsentrasi, dan reaksi menjadi lambat. Pemaparan yang terlalu lama oleh gas CO juga menyebabkan kerusakan jaringan atau alat-alat tubuh terutama jaringan otak dan sumsum syaraf. Polisi lalu lintas mempunyai resiko yang cukup besar untuk terpapar oleh gas CO udara yang berasal dari gas buang kendaraan bermotor. Oleh karena itu perlu adanya perlindungan bagi polisis lalu lintas dari bahaya pencemaran gas CO udara. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh gas CO yang merupakan gas buang kendaraan bermotor terhadap status kesehatan polisi yang sedang bertugas di jalan raya. BAHAN DAN METODE Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional prospektif dengan rancangan penelitian eksperimental lapangan. Sampel penelitian adalah polisi yang bertugas di jalan raya (kelompok terpapar) di Kota Yogyakarta sebanyak 15 orang dan polisi yang tidak bertugas di jalan raya (kelompok tidak terpapar) di Polsek Depok sebanyak 15 orang. Kriteria sampel penelitian: berusia antara 23-45 tahun, jenis kelamin laki-laki, tinggi badan minimum 160 cm, berat badan minimum 50 kg, tidak sedang sakit pada saat diteliti (dinyatakan dengan hasil pemeriksaan dokter saat itu), sedang aktif bertugas selama dilakukan penelitian, dan dengan sukarela menaati peraturan untuk tidak merokok dan minum

41

obat selama penelitian berlangsung. Daerah penelitian kelompok terpapar secara purposif dipilih jalan raya di lima tempat di Kota Yogyakarta yang mempunyai kepadatan lalu lintas tinggi dan jauh dari kawasan industri yaitu: 1. Perempatan Jl. Suroto – Jl. Cikditiro dengan Jl. Jendral Sudirman. 2. Perempatan Jl. Magelang – Jl. Kyai Mojo – Jl. Tentara Pelajar dengan Jl. P. Diponegoro 3. Perempatan Jl. Pasar Kembang – Jl. P. Mangkubumi dengan Jl. Malioboro. 4. Perempatan Jl. Malioboro – Jl. Gandekan – Jl. Jendral A. Yani dengan Jl. Suryatmajan. 5. Perempatan Jl. P. Senopati – Jl. Gondomanan – Jl. Sultan Agung – dengan Jl. Suryotomo. Daerah penelitian kelompok tidak terpapar secara purposif dipilih di Kantor Polisi Sektor Depok, Kabupaten Sleman yang terletak di Jalan Lingkar Utara Kota Yogyakarta. Kelompok terpapar diamati pada pukul 07.00, pukul 10.30, dan pukul 14.00 tentang terjadinya perubahan status kesehatan akibat pengaruh gas CO udara yang berasal dari bahan buangan dari proses pembakaran bahan bakar mesin kendaraan bermotor, dibandingkan dengan perubahan status kesehatan pada kelompok tidak terpapar. Peralatan yang diperlukan adalah detektor tube, aspirating pump, spektrofotometer fluorescent, tensimeter air raksa, termometer, stetoskop, timbangan badan, disposable syringe, tabung reaksi, psychrometer, dan psychro chart. Probandus diamati status kesehatannya dengan pengukur kadar CO dalam darah, suhu tubuh, tekanan darah, denyut nadi, dan pernafasan. Faktor lingkungan yang diukur adalah kadar CO udara, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin. Status kesehatan adalah keadaan kesehatan polisi pada saat sebelum diamati pada setiap tahap penelitian, dinyatakan dengan sehat atau tidak sehat khususnya untuk mengetahui penyakit-penyakit yang berpengaruh terhadap konsentrasi CO dalam darah yaitu penyakit sistem pernafasan dan sirkulasi darah. Status kesehatan polisi ditetapkan dengan cara menanyakan keluhan, mengukur vital sign, memeriksa fisik dan kadar CO darah. Data yang diperoleh dianalisis; untuk membuktikan adanya pengaruh gas CO udara terhadap status kesehatan polisi dilakukan uji F dengan tingkat kemaknaan 95%, dan untuk membuktikan bagaimana pengaruh gas CO udara terhadap status kesehatan polisi dilakukan analisis variansi dengan uji korelasi regresi untuk menetapkan adanya hubungan dengan koefisien Pearson (r) antara gas CO udara terhadap gas CO dalam darah polisi.

42

BioSMART Vol. 4, No. 1, April 2002, hal. 40-45

HASIL DAN PEMBAHASAN Status Kesehatan Tekanan Darah. Hasil pengukuran tekanan darah menunjukkan bahwa polisi yang diteliti mempunyai tekanan darah yang normal (normotensi) (Tabel 1). Hasil uji F menunjukkan tidak ada beda nyata tekanan darah polisi yang terpapar dengan yang tidak terpapar. Tekanan darah polisi yang diamati berada pada kisaran normal. Tekanan darah yang normal untuk orang dewasa adalah 120/80 mmHg (WHO, 1987). Nadi. Hasil pengukuran frekuensi nadi tersaji pada Tabel 2. Hasil uji F menunjukkan tidak ada beda nyata frekuensi denyut nadi antara polisi yang terpapar CO dengan polisi yang tidak terpapar CO. Respirasi. Hasil pemeriksaan frekuensi respirasi ditunjukkan pad Tabel 3. Hasil uji F menunjukkan tidak ada beda nyata frekuensi respirasi polisi yang terpapar dengan tidak terpapar. Frekuensi respirasi yang diperoleh masih pada kisaran normal. Respirasi yang normal untuk orang dewasa 16-20 kali/menit (WHO, 1985). Suhu Tubuh. Hasil pengukuran suhu tubuh polisi yang diamati disajikan pada Tabel 4. Hasil uji F menunjukkan tidak ada beda nyata suhu tubuh polisi yang terpapar dan yang tidak terpapar. Suhu tubuh masih pada kisaran normal yaitu 36,5oC sampai 37,2oC (WHO, 1987). Hasil pemeriksaan tekanan darah, respirasi, dan suhu tubuh menunjukkan bahwa vital sign polisi yang diteliti adalah normal yang berarti status kesehatannya baik. Faktor-faktor Lingkungan Angin. Hasil pengukuran kecepatan angin selama penelitian disajikan pada Tabel 5. Hasil uji F menunjukkan bahwa kecepatan angin di daerah terpapar dengan tidak terpapar selama penelitian tidak berbeda nyata, sehingga pengaruh kecepatan angin terhadap kadar CO darah dapat diabaikan. Suhu Udara. Suhu udara adalah suhu udara atmosfer yang diukur di lokasi penelitian sebelum dimulai pengukuran kadar CO udara (Tabel 6). Hasil uji F menunjukkan bahwa suhu udara di daerah terpapar dengan tidak terpapar selama penelitian tidak berbeda nyata, sehingga pengaruh suhu udara terhadap kadar CO darah dapat diabaikan. Kelembaban Udara. Kelembaban udara adalah derajat lembab udara atmosfer di lingkungan lokasi penelitian pada saat akan dilakukan penelitian dan dinyatakan dalam prosentase(Tabel 7). Hasil uji F menunjukkan bahwa kelembaban udara di daerah terpapar dengan tidak terpapar selama penelitian

tidak berbeda nyata, sehingga pengaruh kelembaban udara terhadap kadar CO darah dapat diabaikan. Kadar CO udara. Kadar CO udara adalah derajat konsentrasi gas CO dalam udara atmosfer di lingkungan lokasi penelitian pada saat dilakukan penelitian dan dinyatakan dalam ppm (Tabel 8). Hasil uji F menunjukkan bahwa kadar CO udara di daerah terpapar dengan tidak terpapar selama penelitian berbeda nyata, sehingga pengaruh kadar CO udara terhadap kadar CO darah tidak dapat diabaikan. Uji asosiasi ditujukan untuk mengetahui kemaknaan statistik dari perbedaan kadar CO darah polisi yang bertugas di jalan raya dan yang bertugas di kantor Polsek. Uji asosiasi dilakukan dengan uji F terhadap rerata kadar CO darah polisi yang diteliti (Tabel 9). Hasil uji F menunjukkan bahwa kadar CO darah polisi yang bertugas di daerah terpapar dengan tidak terpapar berbeda nyata. Hal ini berarti status kesehatan polisi yang bertugas di daerah tersebut berbeda. Polisi yang bertugas di jalan raya memiliki kadar CO darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan kadar CO darah polisi yang bertugas di kantor. Dari uji asosiasi ini dapat dibuktikan adanya pengaruh kadar CO darah terhadap status kesehatan polisi. Uji korelasi regresi bertujuan untuk mengetahui bentuk hubungan dan kekuatan hubungan antara pemaparan CO udara terhadap status kesehatan polisi (Tabel 10, 11, 12 dan 13). Daerah Kelompok Terpapar. Hasil penelitian tentang pengaruh paparan CO terhadap status kesehatan polisi yang sedang bertugas di jalan raya tersaji pada Tabel 10. Untuk mengetahui hubungan antara paparan gas CO udara dengan status kesehatan polisi dilakukan uji korelasi regresi dengn analisis variansi dan hasilnya tersaji pada Tabel 11. Dari analisis tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kadar CO udara dengan kadar CO darah polisi yang bertugas di jalan raya, dengan kuat hubungannya dinyatakan dengan korelasi Pearson r = 0,7634. Semakin besar kadar CO udara semakin besar pula kadar CO darah polisi, sehingga semakin besar akibatnya terhadap status kesehatan polisi yang bertugas di jalan raya. Daerah Kelompok Tidak Terpapar. Hasil penelitian tentang pengaruh paparan CO terhadap status kesehatan polisi yang bertugas di kantor Polsek Kabupaten Sleman (tidak bertugas di jalan raya)tersaji pada Tabel 12. Untuk mengetahui hubungan antara paparan gas CO udara dengan status kesehatan polisi dilakukan uji korelasi regresi dengn analisis variansi dan hasilnya tersaji

SUNARTO – CO dan Kesehatan Polisi Lalu Lintas

43

Tabel 1. Tekanan darah polisi di daerah penelitian. n

Rerata tekanan darah (mm Hg) Tahap I Tahap II Tahap III

Uji F

DB

P

15 15

112,233 77,333

115,667 77,667

115,000 78,333

0,579 0,168

2 2

0,56 0,84

15 15

114,000 76,333

111,333 73,667

111,000 74,667

0,657 0,835

2 2

0,52 0,44

Uji F

DB

P

1,185 0,207

2 2

0,31 0,81

Uji F

DB

P

0,289 0,847

2 2

0,75 0,44

Uji F

DB

P

3,056 0,485

2 2

0,06 0,62

Uji F

DB

P

Kelompok Terpapar Sistole Diastole Tidak Terpapar Sistole Diastole

Tabel 2. Frekueni nadi polisi antar tahap penelitian. Kelompok

n 15 15

Terpapar Tidak Terpapar

Tahap I 72,267 72,400

Rerata denyut nadi (x/menit) Tahap II Tahap III 72,000 75,067 73,600 74,800

Tabel 3. Respirasi polisi antar tahap penelitian. Kelompok

n

Terpapar Tidak Terpapar

15 15

Rerata frekuensi nafas (x/menit) Tahap I Tahap II Tahap III 17,333 17,133 17,600 21,200 21,933 22,000

Tabel 4. Suhu tubuh polisi di daerah penelitian. Kelompok Terpapar Tidak Terpapar

n 15 15

Tahap I 37,040 37,040

Rerata suhu tubuh (o C) Tahap II Tahap III 37,133 37,207 37,007 37,040

Tabel 5. Kecepatan angin selama penelitian. Kelompok Terpapar Tidak Terpapar

n 9 9

Rerata kecepatan angin (km/jam) 4,616 3,880

1,077

1

0,31

Tabel 6. Suhu udara selama penelitian. Kelompok Terpapar Tidak Terpapar

n 9 9

Rerata suhu udara (o C) 31,917 29,778

Uji F 3,767

DB 1

P 0,07

Tabel 7. Kelembaban udara di lokasi penelitian. Kelompok Terpapar Tidak Terpapar

n 9 9

Rerata kelembaban udara (%) 4,616 3,880

Tabel 8. Kadar CO udara di daerah penelitian.

Uji F 1,077

DB 1

P 0,31

BioSMART Vol. 4, No. 1, April 2002, hal. 40-45

44

Kelompok Terpapar Tidak Terpapar

n 9 9

Rerata kadar CO udara (ppm) 11,019 3,500

Uji F

DB

P

326,076

1

0,0001

Uji F

DB

P

1508,26

1

0,0001

Tabel 9. Kadar CO darah polisi di daerah penelitian. Kelompok Terpapar Tidak Terpapar

n 9 9

Rerata kadar CO darah (ppm) 4,1620 0,6997

Tabel 10. Pengaruh paparan CO udara terhadap status kesehatan polisi yang bertugas di jalan raya di Kota Yogyakarta. Observasi I II III

n 15 15 15

Rerata kadar CO udara di Kota Yogyakarta 10,625 10,125 12,375

Rerata status kesehatan polisi Pemeriksaan fisik Kadar CO darah (ppm) Sehat 3,912 Sehat 4,149 Sehat 4,425

Tabel 11. Jumlah paparan gas CO udara terhadap status kesehatan polisi di Kota Yogyakarta. Regresi variabel CO udara konstanta

B SE B 0,1710 0,0547 2,2774 Variabel dependent = CO darah polisi; r = 0,7634; r2 = 0,5827

T 3,127

Prob. 0,017

Tabel 12. Pengaruh paparan CO udara terhadap status kesehatan polisi yang bertugas di kantor Polsek Kabupaten Sleman (tidak bertugas di jalan raya). Observasi I II III

n 15 15 15

Rerata kadar CO udara di Kota Yogyakarta 4,5 3,0 3,0

Rerata status kesehatan polisi Pemeriksaan fisik Kadar CO darah (ppm) Sehat 0,631 Sehat 0,573 Sehat 0,895

Tabel 13. Jumlah paparan gas CO udara terhadap status kesehatan polisi di Polsek Depok Kabupaten Sleman. Regresi variabel CO udara konstanta

B SE B -0,0671 0,0696 0,9345 Variabel dependent = CO darah polisi; r = -0,3425; r2 = 0,1173

T -0,965

Prob. 0,3669

Tabel 14. Estimasi kadar CO darah polisi pada setiap tahap penelitian kelompok terpapar.

Tahap penelitian I II III Rerata

Kadar CO (ppm) Di udara 10,625 10,125 12,375 11,019

Dalam darah 4,0923 4,0089 4,3858 4,1583

SUNARTO – CO dan Kesehatan Polisi Lalu Lintas

pada Tabel 13. Dari analisis tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kadar CO udara dengan kadar CO darah polisi yang bertugas di Polsek Depok Kabupaten Sleman. Hal ini menunjukkan bahwa di daerah yang tidak terpapar (kadar CO udara relatif kecil) tidak mempunyai pengaruh terhadap kadar CO darah polisi yang tidak bertugas di jalan raya. Kenaikan kadar Co darah polisi yang sedang bertugas di jalan raya disebabakn oleh tingginya kadar CO udara atmosfer. Makin tinggi kadar CO udara makin tinggi pula kadar CO darah polisi. Persamaan regresi dari korelasi variabel CO udara dan CO darah merupakan fungsi linear: Y(i) = + 0,171 X(i) Y(i) = kadar CO darah polisi pada penelitian tahap i X(i) = kadar CO udara pada penelitian tahap i 0,171 = koefisien betha Dengan menggunakan persamaan regresi linear tersebut dapat diketahui estimasi kadar CO darah polisi pada setiap tahap penelitian seperti Tabel 14. Adanya hubungan kadar CO udara atmosfer dengan kadar CO dalam darah seseorang dapat dijelaskan dengan teori Harper. Teori Harper menyatakan bahwa masuknya gas CO udara atmosfer ke dalam tubuh melalui proses inspirasi, dan CO akan diikat oleh hemoglobin darah menjadi ikatan Hb-CO yang merupakan senyawa kompetitif dari Hb-O2, sehingga menyebabkan hipoksia sampai anoksia jaringan tubuh (Harper, 1980). Pengaruh CO udara terhadap CO darah seseorang sesuai dengan pendapat Clinton (1972) dan Baghavan (1974) yang menyatakan bahwa afinitas Hb dalam darah seseorang terhadap gas CO adalah 210 kali dibandingkan dengan afinitas Hb terhadap gas O2. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi CO dalam darah yang rendah akan lebih mudah terikat oleh Hb dibandingkan dengan konsentrasi O2. Dari penelitian ini juga diketahui bahwa ada perbedaan yang nyata kadar CO darah antara polisi yang berugas di jalan raya dan yang tidak bertugas di jalan raya. Perbedaan tugas ini sesuai dengan yang dikemukakan Anwar dkk. (1980) bahwa orang yang terlalu lama di jalan raya akan terpapar CO sehingga dapat mengalami kerusakan jaringan tubuh. Doull dan Curtis (1980) melaporakan bahwa 60% pencemar udara di Amerika Serikat berasal dari sarana transportasi. WHO (1969) melaporkan bahwa gas buang kendaraan bermotor mengandung bahan kimia CO, nitrogen oksida, sulfur oksida, Pb dan senyawa hidrokarbon.

45

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa polisi yang sedang bertugas di jalan raya mempunyai resiko terpapar gas CO lebih besar dibandingkan polisi yang bertugas di kantor, sehingga status kesehatan polisi yang bertugas di jalan raya juga lebih mudah terganggu. KESIMPULAN Hasil uji asosiasi dengan uji F, dan uji korelasi regresi dengan analisis variansi menunjukkan bahwa ada pengaruh kadar CO udara terhadap kadar CO darah polisi yang sedang bertugas di jalan raya di Kota Yogyakarta, dengan kuat pengaruh (r) = 0,7634. Makin besar kadar CO udara makin besar pula kadar CO darah polisi, dengan koefisien betha = 0,171 p < 0,05. Polisi yang bertugas di jalan raya mempunyai resiko lebih besar mendapat gangguan kesehatan dibandingkan dengan polisi yang bertugas di kantor. Status kesehatan polisi dapat diketahui dengan meningkatnya konsentrasi CO dalam darah. DAFTAR PUSTAKA Anwar, J, F.E. Harwinto, S. Nasap, dan A. L. Yulia. 1980. Penentuan Kadar Korbonmonooksida Udara pada Beberapa Tempat di Kotamadya Medan. Medan: Pusat Kajian Lingkungan Hidup, Universitas Sumatera Utara. Aronow, W.S. 1974. Effect of Carbonmonoxide on Coronary Disease. Geriatric 29 (10): 141-146. Baghavan, N.V. 1974. Biochemistry a Comprehensive Review. Philadelphia: J.B. Lip Co. Clinton, N.T. 1972. Clinical Toxicology. Philadelphia: Lea and Febiger. Doull, J. and D.K. Curtis. 1980. Toxicology. New York: Macmillan Publishing Co. Hardjasoemantri, K. 1988. Hukum Tata Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Harper, H.A., V.W. Rodwell, and P.A. Meyer. 1979. Review of Physiologycal Chemistry. California: Lange Medical Publication Co. WHO. 1969. Urban Air Pollution with Particular Reference to Motor Vehicles. Geneva: WHO Technical Report Ser. WHO. 1985. WHO Expert Committee on Biological Standardization, World Health Organization. Geneva: WHO Technical Report Ser. WHO. 1987. The Hypertensive Disorders of Fregnancy World Health Organization. Geneva: WHO Technical Report Ser.