PENGARUH MIKROORGANISME PELARUT FOSFAT DAN PUPUK

Download Jurnal Agrikultura, Vol. 20, No 3. Desember 2009. Pengaruh Mikroorganisme Pelarut Fosfat Dan Pupuk P terhadap. P Tersedia, Aktivitas Fosfat...

2 downloads 465 Views 63KB Size
Jurnal Agrikultura, Vol. 20, No 3 Desember 2009

Pengaruh Mikroorganisme Pelarut Fosfat Dan Pupuk P terhadap P Tersedia, Aktivitas Fosfatase, Populasi Mikroorganisme Pelarut Fosfat, Konsentrasi P Tanaman dan Hasil Padi Gogo (Oryza sativa. L.) pada Ultisols Oleh : Betty Natalie Fitriatin1), Anny Yuniarti1), Oviyanti Mulyani1) , Feni Siti Fauziah2) dan Mohamad Dion Tiara2) 1) Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran 2) Alumni Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Jalan Raya Bandung Suedang KM. 21 Jatinangor 45363 Email : [email protected]

Effect of phosphate solubilizing microorganism inoculant and phosphate fertilizer on available-P , phosphatase activity, phosphate solubilizing microorganism population, plant phosphate concentration, and upland rice (Oryza sativa L.) yield on Ultisols

ABSTRACT The objective of this research was to determine the effect of phosphate solubilizing microorganism inoculant and phosphate fertilizer on available-P, phosphatase activity, phosphate solubilizing microorganism population, plant phosphate concentration and upland rice (Oryza sativa L.) on Ultisols. This research was conducted at green house of Agriculture Faculty, University of Padjadjaran in Jatinangor elevated at ± 752 m above sea level. Two treatments, i.e. inoculant of phosphate solubilizing microorganism (no inoculant, phosphate solubilizing bacteria /Pseudomonas sp., phosphate solubilizing fungi/Penicillium sp., and phosphate solubilizing microorganism mixture between Pseudomonas sp. and Penicillium sp.) and phosphate fertilizer dosage (0, 50%, 75%, and 100%) were applied in Randomized Block Design (RBD) factorial with three replications. The results showed that there were not significantly interaction effect between phosphate solubilizing microorganism and phosphate fertilizer dosage on available-P, phosphatase activity, phosphate solubilizing microorganism population, plant phosphate concentration, and on upland rice yield after being planted in Ultisols Jatinangor. Penicillium sp. and P fertilizer 50 kg P2O5 ha-1 gave the best effect on population phosphate solubilizing microbial. The decreased P fertilizer 100 kg P2O5 ha-1 to 75 kg P2O5 ha-1 able to increased available-P and yield of 20,66 % and 15,23 %, respectively. The effect of isolat mixture (Pseudomonas sp. and Penicillium sp.) increasing phosphatase activity and gave the best effect with increasing plant P consentration and yield of 19,23 % and 29,03 %, respectively. Key words : Inoculant, phosphate fertilizer, phosphatase, Ultisols

Jurnal Agrikultura, Vol. 20, No 3 Desember 2009

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh mikroba pelarut fosfat dan pupuk P terhadap P tersedia, aktivitas fosfatase, populasi mikroba pelarut fosfat, dan konsentrasi P tanaman serta hasil tanaman padi gogo (Oryza sativa L.) pada Ultisols Jatinangor. Penelitian telah dilakukan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor dengan ketinggian tempat ± 752 m di atas permukaan laut. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan pola faktorial yang terdiri dari isolat mikroba pelarut fosfat (tanpa mikroba, Penicillium sp., Penicillium sp., serta campuran Pseudomonas sp. dan Penicillium sp.) dan dosis pupuk fosfat (0, 50%, 75%, and 100%) dengan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara isolat mikroba pelarut fosfat dengan dosis pupuk P terhadap P tersedia, aktivitas fosfatase, populasi mikroba pelarut fosfat, konsentrasi P tanaman, dan hasil panen padi gogo pada Ultisols Jatinangor. Isolat Penicillium sp. dan 50 kg P2O5 ha-1 memberikan hasil yang terbaik terhadap populasi MPF. Penurunan dosis 100 kg P2O5 ha-1 ke 75 kg P2O5 ha-1 mampu meningkatkan P tersedia tanaman hingga 20,66 % dan hasil panen tanaman padi gogo hingga 15,23 %. Isolat campuran (Pseudomonas sp. dan Penicillium sp.) mampu meningkatkan aktivitas fosfatase dan konsentrasi P tanaman hingga 19,23 % dan hasil panen tanaman padi gogo hingga 29,03 %. Kata kunci : Inokulan, pupuk P, fosfatase, Ultisols

PENDAHULUAN Budidaya padi gogo dilakukan di lahan kering, sedangkan lahan kering di Indonesia didominasi oleh jenis tanah marjinal seperti Ultisols. Luas penyebaran Ultisols di Indonesia ialah 45,79 juta ha atau sekitar 68,72 % luas lahan kering Indonesia (Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian, 2008). Ultisols mempunyai ciri-ciri yang khas antara lain pH dan P-tersedia yang rendah serta kandungan Al dan Fe tinggi. Ketersediaan P yang rendah ini disebabkan adanya fiksasi P yang tinggi oleh mineral Al dan Fe sehingga sulit diserap tanaman (Stevenson, 1986; Hardjowigeno, 2003). Pemupukan fosfat anorganik pada tanah Ultisols mempunyai permasalahan utama yaitu rendahnya efektivitas pupuk P yaitu 10% hingga 30%, sehingga 70% hingga 90% pupuk P tetap berada di dalam tanah dan sulit diserap tanaman (Jones, 1982). Konsentrasi P sebesar 0,2 ppm sampai 0,3 ppm optimal dalam mendukung pertumbuhan dan produktivitas tanaman budidaya. Konsentrasi P dalam tanaman umumnya antara 0,1% sampai 0,4% (Tisdale, 1990). Berdasarkan penelitian Barus (2005), taraf pemupukan 100 kg P ha-1 berpengaruh terhadap peningkatan hasil panen dibandingkan dengan kontrol. Sementara itu, apabila taraf pemupukan ditingkatkan maka

Jurnal Agrikultura, Vol. 20, No 3 Desember 2009

hasil panen cenderung lebih kecil dibandingkan kontrol. Selanjutnya, pada dosis pemupukan 150 kg P ha-1 sampai 200 kg P ha-1 yang digunakan petani, hanya sekitar 5 % P sampai 20 % P yang dapat diserap tanaman sehingga menimbulkan residu pupuk fosfat yang tidak segera dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Isgitani et al., 2005). Efisiensi pemupukan yang rendah menyebabkan jumlah pupuk P yang diberikan oleh petani semakin meningkat sehingga berpotensi menurunkan produktivitas lahan khususnya pada tanah masam sehingga penggunaannya perlu dikurangi dengan memanfaatkan pupuk hayati (Balai Besar dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, 2008). Mikroba pelarut fosfat (MPF) merupakan salah satu jenis pupuk hayati yang dapat mengefisiensikan pupuk P anorganik, sehingga dapat mengatasi rendahnya P-tersedia tanah, dan meningkatkan konsentrasi P tanaman. Kemampuan MPF sangat beragam tergantung dari jenis mikroba, daya adaptasi, hingga kemampuan dalam memproduksi asam-asam organik dan enzim (Whitelaw, 2000). Mikroba pelarut fosfat mensekresikan sejumlah asam organik seperti asam-asam format, asetat, propionat, laktonat, glikolat, fumarat, dan suksinat yang mampu membentuk khelat dengan kation-kation seperti Al dan Fe pada Ultisol sehingga berpengaruh terhadap pelarutan fosfat yang efektif sehingga P menjadi tersedia dan dapat diserap oleh tanaman (Rao, 1994). Mikroba pelarut fosfat juga memiliki kemampuan dalam mensekresikan enzim fosfatase yang berperan dalam proses hidrolisasi P organik manjadi P anorganik (George, et al., 2002; Vepsalainen & Niemi, 2002; Saparatka, 2003 ; Zhongqi, et al. 2004). Bakteri pelarut fosfat (BPF) antara lain Bacillus, Pseudomonas, Arthrobacter, Micrococcus, Streptomyces, dan Flavobacterium (Whitelaw, 2000). Beberapa kelompok fungi juga berperan aktif dalam melarutkan fosfat dalam tanah antara lain Aspergillus sp. dan Penicillium sp. mampu melarutkan Al-P dan Fe-P. Penicillium sp. mampu melarutkan 26 % hingga 40 % Ca3(PO4)2, sedangkan Aspergillus sp melarutkan 18 % Ca3(PO4)2 (Chonkar dan Rao, 1967 dalam Elfiati, 2005). Aktivitas mikroba pelarut fosfat perlu dimanfaatkan untuk penyediaan unsur hara bagi pertumbuhan dan hasil tanaman yang optimal. Aktivitas dan kepadatan populasi mikroba tanah ditentukan oleh perubahan kondisi fisika dan kimia tanah (Spedding et al., 2003), jenis tanaman yang dibudidayakan, nutrisi tanah, pH, kelembaban, bahan organik (Ponmurugan dan Gopi, 2006), serta teknik budidaya yang diterapkan (Mehrvarz et al., 2008). Populasi MPF berbeda pada beberapa jenis tanah serta sesuai dengan keragaman tanaman yang dibudidayakan. Populasi

Jurnal Agrikultura, Vol. 20, No 3 Desember 2009

MPF di rizosfer tanaman padi sekitar 10,08 x 105 cfu gram-1 tanah, serta dapat menyediakan P sebesar 29,41 ppm untuk tanaman padi (Ponmurugan & Gopi, 2006). Telah diisolasi mikroba tanah dari rhizosfir tanaman pangan yang diuji kemampuannya dalam melarutkan P anorganik tanah yaitu Pseudomonas sp., Bacillus subtilis, Aspergillus niger dan Penicillium sp. (Fitriatin et al., 2006) dan telah dikarakterisasi aktivitas fosfatasenya secara biokimiawi (Fitriatin et al., 2007). Namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap mikroba pelarut fosfat tersebut (bakteri dan fungi) untuk mengetahui pengaruhnya terhadap ketersediaan P tanah, kandungan fosfatase dan populasi MPF tanah serta kandungan P tanaman padi gogo. Selain itu, tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh inokulasi MPF dalam mengurangi kebutuhan pupuk P untuk tanaman padi gogo pada tanah Ultisols.

BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Kabupaten Sumedang dengan ketinggian tempat kurang lebih 752 m dpl dan di laboratorium Biologi dan Bioteknologi Tanah Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Rancangan

percobaan digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak

Kelompok (RAK). Perlakuan terdiri dari dua faktor, sebagai faktor pertama adalah isolat MPF yang terdiri atas empat taraf yaitu tanpa isolat MPF, Pseudomonas sp., Penicillium sp., dan campuran isolat Pseudomonas sp. dan Penicillium sp.. Faktor kedua yaitu dosis pupuk P yang terdiri atas empat taraf yaitu tanpa pupuk P, 50 % dosis pupuk P (50 kg P ha-1 yaitu setara dengan 138,89 kg SP-36 ha-1 atau 0,69 g polibeg-1), 75% dosis pupuk P (75 kg P ha-1 yaitu setara dengan 208,33 kg SP-36 ha-1 atau 1,04 g polibeg-1), dan 100% dosis pupuk P (100 kg P ha-1 yaitu setara dengan 277,78 kg SP-36 ha-1 atau 1,38 g polibeg-1). Tanah yang digunakan adalah Ultisol asal Jatinangor, yang diambil dari kedalaman 0 - 20 cm. Pupuk kotoran sapi (dosis 50 g polibeg-1) dicampurkan dengan tanah (10 kg per polibeg) dan diinkubasikan selama dua minggu. Aplikasi isolat MPF dan pupuk P dilakukan pada saat tanam. Pupuk P diberikan sesuai dengan dosis yang telah ditentukan dan isolat MPF diberikan dengan kepadatan 106 CFU ml-1 sebanyak 10 ml tanaman-1. Benih padi gogo kultivar Situ Bagendit ditanam di polibeg yang berisi 10 kg tanah Ultisol asal Jatinangor. Penanaman

Jurnal Agrikultura, Vol. 20, No 3 Desember 2009

dilakukan secara tugal dengan 5 benih padi gogo disetiap polibeg. Selanjutnya hanya dibiarkan dua tumbuh ditumbuhkan selama percobaan setelah penjarangan berumur 2 MST. Rancangan ini terdiri dari dua unit plot percobaan, yaitu satu unit untuk pengamatan pada vegetatif akhir (P tersedia, kandungan fosfatase tanah, populasi MPF dan konsentrasi P tanaman/tajuk) dan satu unit fase generatif akhir (panen) tanaman padi gogo. Data hasil pengamatan pada penelitian ini dianalisis dengan sidik ragam univariate (Anova) pada taraf 5 %. Apabila efek tersebut nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf 5 %.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tanah Ultisol Jatinangor Tanah Ultisol yang digunakan dalam percobaan ini memiliki pH 5,11 tergolong masam, yang ditunjang dengan kadungan Fe yang cukup tinggi (334,69 mg kg-1). Selanjutnya P tersedia tanah sedang (16,9 mg kg-1) karena terjadinya fiksasi P oleh Fe (Santosa dkk., 2007) sehingga P tidak banyak tersedia untuk tanaman. Kejenuhan basa Ultisol Jatinangor tergolong rendah yaitu sebesar 25,7 % menunjukkan bahwa tanah ini tergolong marginal yang telah mengalami pencucian intensif sehingga status kesuburan sangat rendah.

Tanah yang memiliki kadar liat tinggi seperti Ultisol dapat

menyebabkan nilai KTK yang tinggi apabila dibandingkan dengan tanah berpasir (Hardjowigeno, 2003). Kapasitas tukar kation atau kemampuan tanah menyerap unsur-unsur kation yang dibutuhkan tanaman pada Ultisol asal Jatinangor ini tergolong tinggi (38,5 cmol kg1

). Tingginya nilai KTK ini disebabkan oleh stabilnya kandungan bahan organik pada tanah yang

berupa humus pada lapisan atas relatif masih tinggi yang dicirikan oleh kandungan C organik sedang (2,86 %).

Kandungan P Tersedia Tanah Hasil percobaan menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara isolat MPF dengan dosis pupuk P terhadap P tersedia. Namun demikian, hasil percobaan ini menunjukkan bahwa inokulasi campuran Pseudomonas sp. dengan Penicillium sp. meningkatkan kandungan P tersedia tanah hingga mencapai 8,13 % (Tabel 1). Hal tersebut diduga karena MPF tersebut mensekresikan asam-asam organik yang dapat membentuk senyawa kompleks yang sukar larut.

Jurnal Agrikultura, Vol. 20, No 3 Desember 2009

Terbentuknya senyawa kompleks ini akan menyebabkan fiksasi P menurun sehingga meningkatkan P-tersedia (Whitelaw, 2000). Tabel 1 . Pengaruh Inokulasi MPF dan Dosis Pupuk P terhadap P-Tersedia Pupuk P (kg P2O5 ha-1)

Isolat MPF

Rata-rata (mg kg-1)

0

50

75

100

18

20.28

24.19

24.26

21.68 a

Pseudomonas sp

17.83

19.96

24.03

24.14

21.49 a

Penicillium sp

19.33

23.19

24.45

23.52

22.62 ab

Pseudomonas sp + Penicillium sp.

21.78

22.75

24.81

25.08

23.61 b

Rata-rata

19.24 a

21.55 ab

24.37 b

24.25 b

Tanpa

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti dengan huruf yang sama tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada 5 %. Hasil percobaan juga menunjukkan bahwa pemberian 75 kg P2O5 ha-1 dapat meningkatkan P tersedia tanah sebesar 21,05 % pada fase vegetatif akhir, sedangkan pemberian 100 kg P2O5 ha-1 meningkatkan P tersedia tanah sebesar 20,66 %. Sementara itu hasil penelitian Fitriatin et al. (2008) menunjukkan bahwa pemberian pupuk P serta peningkatan dosis P hingga taraf optimum akan terus meningkatkan ketersediaan P dalam tanah. Selain itu penambahan konsentrasi pupuk P ke dalam larutan tanah akan menyebabkan P diadsorpsi dan diendapkan menjadi unsur bebas oleh Al dan Fe (Tan, 2008). Pemberian 75 kg P2O5 ha-1 juga meningkatkan P tersedia lebih besar dibandingkan 100 kg P2O5 ha-1. Hal tersebut diduga karena transfer P ke dalam tanah masih rendah karena terfiksasi oleh mineral Fe. Sehingga apabila dosis pemupukan meningkat maka akan menyebabkan residu dan tidak dapat terserap secara optimal oleh tanaman. Berdasarkan hasil percobaan ini dapat diketahui bahwa inokulasi campuran Pseudomonas sp. dan Penicillium sp. merupakan inokulan yang memiliki potensi dalam meningkatkan ketersediaan P tanah yang lebih besar dibandingkan dengan inokulasi BPF secara mandiri dan

Jurnal Agrikultura, Vol. 20, No 3 Desember 2009

tanpa perlakuan isolat. Hal tersebut diduga karena fungi lebih mampu bertahan pada pH tanah yang rendah seperti Ultisols dibandingkan bakteri (Rao, 1994).

Fosfatase Tanah Hasil analisis aktivitas fosfatase tanah Ultisols menunjukkan adanya peningkatan akibat inokulasi mikroba pelarut fosfat. Inokulasi campuran Pseudomonas sp. dan Penicillium sp. berpotensi meningkatkan fosfatase tanah lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan adanya kontribusi yang lebih besar terhadap fosfatase tanah apabila inokulan campuran bakteri dan fungi diberikan ke dalam tanah dibandingkan apabila mikroba ini diberikan secara tunggal. Berdasarkan data fosfatase pada Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan isolat Pseudomonas sp. berkontribusi nyata meningkatkan aktivitas fosfatase sebesar 144,72 % dibandingkan kontrol. Bahkan isolat Pseudomonas sp. apabila diaplikasikan secara bersamaan dengan isolat Penicillium sp., dapat mengalami peningkatan aktivitas fosfatase yang lebih tinggi yaitu sebesar 150 % dibandingkan dengan kontrol. Hal tersebut diduga bahwa telah terjadi kesinergisan antara Pseudomonas sp. dan Penicillium sp. dalam menghasilkan lebih besar enzim fosfatase. Hal ini dimungkinkan karena sifat tanah Ultisols yang masam sehingga fungi pelarut fosfat lebih mempengaruhi aktivitas fosfatase. Kemasaman atau pH sangat mempengaruhi aktivitas fosfatase (Vepsalainen & Niemi, 2002).

Hasil penelitian Fitriatin et al. (2008)

menunjukkan bahwa pH medium mempegaruhi aktivitas fosfatase. Dijelaskan lebih lanjut bahwa fungi lebih dominan aktivitas fosfatasenya pada pH masam. Tabel 2 . Pengaruh Inokulasi MPF dan Dosis Pupuk P terhadap Fosfatase Tanah Pupuk P (kg P2O5 ha-1)

Isolat MPF

Rata-rata

0

50

75

100

(μg pNP g-1 jam-1)

51,95

86,92

74,49

109,04

80,60 a

Pseudomonas sp

37,68

230,99

240,61

279,73

197,25 b

Penicillium sp.

100,72

189,53

182,64

132,47

151,34 ab

Tanpa

Jurnal Agrikultura, Vol. 20, No 3 Desember 2009

Pseudomonas sp + Penicillium sp.

282,03

227,72

224,04

72,19

Rata-rata

118,09 a

183,79 b

180,45 b

148,36 ab

201,50 b

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti dengan huruf yang sama tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada 5 %. Populasi Mikroba Pelarut Fosfat Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian isolat mikroba pelarut fosfat (MPF) dengan pupuk P tidak terjadi interaksi yang signifikan terhadap populasi mikroba pelarut fosfat. Pemberian inokulan Penicillium sp. serta 50 kg P2O5 ha-1 merupakan inokulan serta dosis pemupukan yang terbaik dalam meningkatkan populasi MPF pada Ultisols (Tabel 3). Hal tersebut diduga karena pH tanah pada analisis awal berada pada kisaran 5,11 mendukung pertumbuhan fungi dibandingkan dengan bakteri. Hal tersebut menurut Ginting et al. (2006) pH optimum untuk pertumbuhan fungi pelarut fosfat ialah 5,5 hingga 5. Tabel 3 . Pengaruh Inokulasi MPF dan Dosis Pupuk P terhadap Populasi MPF Pupuk P (kg P2O5 ha-1)

Isolat MPF

Rata-rata

0

50

75

100

(106 CFU gr-1 tanah)

1,68

1,59

1,71

1,61

1,65 a

Pseudomonas sp

1,75

1,76

1,67

1,64

1,70 a

Penicillium sp.

1,62

1,75

1,60

1,86

1,71 a

Pseudomonas sp + Penicillium sp.

1,64

1,74

1,64

1,69

1,68 a

Rata-rata

1,66 a

1,71 a

1,67 a

1,70 a

Tanpa

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti dengan huruf yang sama tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada 5 %.

Jurnal Agrikultura, Vol. 20, No 3 Desember 2009

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pemberian 50 kg P2O5 ha-1 merupakan dosis pupuk yang terbaik meskipun tidak signifikan dalam meningkatkan populasi MPF pada Ultisol Jatinangor selama fase vegetatif. Hal tersebut diduga karena setiap peningkatan dosis pupuk P, maka populasi MPF akan semakin berkurang karena sumber P yang ada dalam tanah tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal bahkan menghambat pertumbuhan MPF maupun mikroba indigenus. Sementara itu pengaruh komposisi kuantitatif dan kualitatif populasi mikroba tanah terhadap lingkungannya sangat bergantung pada kondisi alami tanah dan komposisi relatif bahan organik dan anorganik di dalam tanah (Rao, 1994). Populasi mikroba di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh tingkat kepekaan mikroba, kesuburan tanah, kelembaban, serta intensitas cahaya. Populasi tertinggi mikroba tanah pada umumnya berada pada lapisan rhizosfer. Hal ini karena daerah rhizosfer memiliki komponen karbon (C) yang tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan mikroba tanah (Widawati & Suliasih, 2006).

Konsentrasi P Tanaman Padi Gogo Hasil percobaan menunjukkan bahwa pemberian inokulan Pseudomonas sp, Penicillium sp, dan inokulan campuran (Pseudomonas sp. dan Penicillium sp.) masing-masing dapat meningkatkan konsentrasi P tanaman secara signifikan (Tabel 4). Hal ini diduga karena penggunaan mikroba pelarut fosfat dapat mensubtitusi sebagian atau keseluruhan kebutuhan tanaman akan pupuk P. Bahkan menurut Prihatin et al. (1997), inokulan MPF memiliki potensi yang sama dengan pupuk TSP dalam menyediakan P, sehingga dapat diserap tanaman. Pemberian inokulan campuran (Pseudomonas sp. dan Penicillium sp.) dapat meningkatkan konsentrasi P tanaman sebesar 19,23 % pada fase vegetatif akhir. Hal ini relatif sebanding dengan parameter P tersedia dimana pada fase vegetatif akhir, tingkat ketersediaan P meningkat dan peningkatan ini diikuti dengan meningkat pula konsentrasi P tanaman. Peningkatan konsentrasi tersebut sebanding dengan pemberian inokulan Penicillium sp. saja meskipun tidak terjadi interaksi. Hal tersebut seperti yang telah disebutkan bahwa fungi lebih mampu bertahan pada pH rendah apabila dibandingkan dengan bakteri, selain itu sifat mutualisme fungi dapat mengoptimalkan serapan P tanaman sehingga konsentrasi P tanaman meningkat (Mehrvarz, et al.,2008). Sementara pemberian inokulan Pseudomonas sp. hanya dapat meningkatkan 16 % konsentrasi P tanaman pada fase vegetatif akhir.

Jurnal Agrikultura, Vol. 20, No 3 Desember 2009

Tabel 4. Pengaruh Isolat MPF dan Dosis Pupuk P terhadap Konsentrasi P (%) Pupuk P (kg P2O5 ha-1)

Isolat MPF

Rata-rata

0

50

75

100

(%)

0.19

0.20

0.21

0.24

0.21 a

Pseudomonas sp

0.24

0.24

0.25

0.28

0.25 b

Penicillium sp.

0.25

0.24

0.28

0.27

0.26 c

Pseudomonas sp + Penicillium sp.

0.25

0.25

0.26

0.27

0.26 c

Rata-rata

0.23 a

0.24 a

0.25 b

0.26 c

Tanpa

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti dengan huruf yang sama tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada 5 %.

Fungi pelarut fosfat dapat meningkatkan konsentrasi P telarut sebesar 27 % hingga 47 % di tanah masam (Lestari dan Saraswati dalam Ginting, 2007). Selain itu peningkatan konsentrasi P tanaman diduga oleh pengaruh fungi pelarut fosfat (FPF) dalam menghasilkan substrat sebagai sumber nutrisi, sedangkan P yang terfiksasi dalam mineral tanah dapat dilepaskan sehingga terserap oleh tanaman (El-Azouni, 2008). Berdasarkan Tabel 4 pemberian pupuk P takaran 75 dan 100 kg P2O5 ha-1 menunjukkan pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan konsentrasi P tanaman. Hal ini diduga karena tanaman pada fase vegetatif akhir memiliki respon terhadap pemupukan sehingga pemberian pupuk 75 % dosis rekomendasi mampu meningkatkan konsentrasi P tanaman sebesar 8 %. Sementara pemberian pupuk 100 % dosis rekomendasi mampu meningkatkan konsentrasi P tanaman sebesar 11,54 %. Hasil Tanaman Padi Gogo Hasil percobaan menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara isolat MPF dengan pupuk P terhadap hasil tanaman padi gogo (gabah kering giling). Meskipun tidak menunjukkan adanya interaksi, namun efek mandiri pemberian inokulan campuran Pseudomonas sp. dan

Jurnal Agrikultura, Vol. 20, No 3 Desember 2009

Penicillium sp. mampu meningkatkan hasil gabah kering giling (GKG) sebesar 29,03 %. Hal tersebut sebanding dengan pemberian inokulasi campuran MPF pada parameter P tersedia tanah. Hasil tanaman padi gogo lebih rendah diperoleh pada inokulan mandiri Pseudomonas sp. dan Penicillium sp yang masing-masing mampu meningkatkan hasil panen sebesar 24,89 % dan 17,42 % (Tabel 5). Antara Pseudomonas sp. dan Penicillium sp. akan saling mendukung dalam memberikan suplai nutrisi terutama P untuk hidupnya, karena Pseudomonas sp. dan Penicillium sp. bekerja secara sinergis mengeluarkan enzim fosfatase dalam proses mineralisasi dan immobilisasi untuk mengubah P organik menjadi P anorganik, sehingga pertumbuhan keduanya masih bisa optimal selama masa pertumbuhan tanaman maupun sampai panen. Selain itu Pseudomonas sp. dan Penicillium sp. juga mengeluarkan asam-asam organik yang berfungsi untuk melepaskan P dari fiksasi Fe. Adanya kesinergisan tersebut, membantu dalam menyediakan P bagi tanaman padi gogo sampai panen terutama dalam pengisisan bulir-bulir padi, yang pada akhirnya hasil gabah kering giling dapat meningkat. Tabel 5. Pengaruh Isolat MPF dan Dosis Pupuk P terhadap Hasil Panen Padi Gogo (Gabah Kering Giling) Pupuk P (kg P2O5 ha-1)

Isolat MPF

Rata-rata

0

50

75

100

(gr polibeg-1)

24.44

37.63

29.56

27.65

29.82 a

Pseudomonas sp

40.77

33.30

50.83

33.89

39.70 b

Penicillium sp.

46.02

31.97

44.74

21.69

36.11 ab

Pseudomonas sp + Penicillium sp.

33.97

42.08

46.15

45.89

42.02 c

Rata-rata

36.30 b

36.25 b

42.82 c

32.28 a

Tanpa

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti dengan huruf yang sama tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada 5 %.

Jurnal Agrikultura, Vol. 20, No 3 Desember 2009

Aplikasi pupuk P dengan dosis 75 kg P2O5 ha-1 secara mandiri dapat meningkatkan hasil panen padi gogo sebesar 15,23 %. Penambahan dosis pupuk P lebih dari 75 kg P2O5 ha-1 tidak meningkatkan hasil tanaman padi gogo, bahkan terjadi penurunan hasil tanaman sebesar 24,61 % pada dosis pupuk P sebesar 100 kg P2O5 ha-1. Pemupukan P dalam takaran yang tinggi akan menyebabkan kahatnya unsur hara mikro seperti Zn, Fe, Bo, dan Mn sehingga unsur hara menjadi tidak seimbang dan akibatnya akan mengganggu aktivitas akar untuk menyerap unsur hara. Semakin tinggi kandungan hara tanah yang dihasilkan dari pemupukan, maka respon tanaman semakin kecil terhadap pemupukan (Barus, 2005). Meskipun tidak terjadi interaksi yang signifikan antara isolat MPF dengan pupuk P terhadap hasil tanaman padi gogo, akan tetapi adanya P yang tinggi akan menghambat proses yang melibatkan MPF dalam transformasi P. Hal ini didukung oleh pernyataan Lambers et al. (2006) yang menyebutkan bahwa aktivitas bakteri dalam transformasi P meningkat pada kondisi defisien P. Hasil penelitian Fitriatin et al. (2008) menunjukkan adanya penurunan aktivitas bakteri penghasil fosfatase pada medium dengan kandungan P yang tinggi.

SIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara isolat mikroba pelarut fosfat dengan dosis pupuk P terhadap P tersedia, aktivitas fosfatase, populasi mikroba pelarut fosfat, konsentrasi P tanaman, dan hasil panen padi gogo pada Ultisols Jatinangor. Isolat Penicillium sp. dan 50 kg P2O5 ha-1 memberikan hasil yang terbaik terhadap populasi MPF. Penurunan dosis 100 kg P2O5 ha-1 ke 75 kg P2O5 ha-1 mampu meningkatkan P tersedia tanaman hingga 20,66 % dan hasil panen tanaman padi gogo hingga 15,23 %. Isolat campuran (Pseudomonas sp. dan Penicillium sp.) mampu meningkatkan aktivitas fosfatase dan konsentrasi P tanaman hingga 19,23 % dan hasil panen tanaman padi gogo hingga 29,03 %.

UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional yang telah mendanai penelitian ini melalui program Hibah Bersaing. Terima kasih juga kami sampaikan kepada staf di Laboratorium Biologi dan

Jurnal Agrikultura, Vol. 20, No 3 Desember 2009

Bioteknologi Tanah Faperta UNPAD serta staf di Laboratorium Penelitian dan Kimia Bahan Alam FMIPA UNPAD. DAFTAR PUSTAKA Barus, J. 2005. Respon tanaman padi terhadap pemupukan P pada tingkat status hara P tanah yang berbeda. Jurnal Akta Agrosia Vol. 8 No. 2 hlm 52-55 Balai Besar dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. 2008. Pemanfaatan Biota Tanah Untuk Keberlanjutan Produktivitas Pertanian Lahan Kering Masam. Pengembangan Inovasi Pertanian. Balai Besar dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor. Hal. 157 – 163. El-Azouni, I.M. 2008. Effect of phosphate solubilizing fungi on growth and nutrient uptake of soybean (Glycine max L.) plants. Journal of Applied Science Research. INSInet Publications, 4(6): 592-598 Elfiati, D., dan A. Rauf. 2000. Uji Pemanfaatan Jamur Pelarut Fosfat untuk Peningkatan Efisiensi Pemupukan P pada Aeric Haplaquox. Prosiding Kongres Nasional VII HITI, Bandung. Buku I. Hal. 645 – 654. Fitriatin, B.N., R. Hindersah dan P.Suryatmana. 2006. Aktivitas Enzim Fosfatase dan Status Hara P Tanah Ultisols pada Pola Tumpangsari Tanaman Pangan dan Jati (Tectona grandis L.f.) yang dipengaruhi oleh Pupuk Hayati. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. Fitriatin, B.N., B. Joy dan T. Subroto, 2007. Karakterisasi Aktivitas Fosfatase Mikroba Tanah dan Daya Katalisisnya terhadap Mineralisasi P Organik. Laporan Penelitian. Program Insentif Riset Dasar Kementerian Negara Riset dan Teknologi. Fitriatin, BN., Joy, B., and Subroto, T. 2008. The Influence od Organic Phosphorous Substrate on Phosphatase Activity of Soil Microbes. 2008. Proceeding International Seminar of Chemistry. 30-31 October, Indonesia. George., T.S., P.J. Gregory, M. Wood, D. Read and R.J. Buresh. 2002. Phosphatase activity and organic acids in the rhizosphere of potential agroforestry species and maize. Soil Biol. Biochem. 34: 1487-1494. Ginting, R.C.B., R. Saraswati, dan E. Husen. 2006. Mikroorganisme Pelarut Fosfat. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengambangan Pertanian, Bogor. Hal. 144-146. Hardjowigeno, S. 2003a. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta.

Jurnal Agrikultura, Vol. 20, No 3 Desember 2009

Isgitani, M., S. Kabirun, dan S.A. Siradz. 2005. Pengaruh Inokulasi Bakteri Pelarut Fosfat Terhadap Pertumbuhan Shorghum Pada Berbagai Kandungan P Tanah. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 5 (1) p: 48-54. Jones, U.S. 1982. Fertilizer and Soil Fertility. Second edition. Reston Publ. Co. Reston, Virginia. Lambers, H., M.W. Shane, M. Cramer, S.J. Pearse, and E.J. Veneklaas. 2006. Root Structure and Fungtioning for Efficient Acquisition of Phosphorus: Matching Morphological and Physiological Traits. Annals Botany 98: 693-713. Mehrvarz, S., M. R. Chaichi and H. A. Alikhani. 2008. Effect of Phosphate Solubilizing Microorganisms and Phosphorus Chemical Fertilizer on Yield and Yield Components of Barely (Hordeum vulgare L.). American-Eurasian J. Agric. &Environ. Sci., 3 (6): 822828. Ponmurugan, P., and C. Gopi. 2006. Distribution Pattern and Screening of Phosphate Solubilizing Bacteria Isolated from Different Food and Forage Crops. Journal of Agronomy. Asian Network for Scientific Information 5 (4): 600-604. Prihatin, T., S. Komriah, A. Hamzah, dan E. Suhaeti. 1997. Penambangan Residu P Secara Biologis di Lahan Sawah. Prosiding Penelitian Tanah. Hal. 89-98. Rao, S. 1994. Mikroorganisme Tanah Dan Pertumbuhan Tanaman. Ed 2. UI-Press, Jakarta. Saparatka, N. 2003. Phosphatase activities (ACP, ALP) in Agroecosystem Soils. Doctoral thesis. Swedish University of Agricultural Sciences. Uppsala. Spedding, T.A., C. Hamel, G.R. Mehuys, C.A. Madramootoo. 2003. Soil Microbial Dynamics in Maize-growing Soil Under Different Tillage and Residue Management Systems. Soil Biology & Biochemistry 36 (2004): 499-512. Stevenson, F. J., 1986. Cycles of Soil Carbon, Nitrogen, Phosphorus, Sulfur, Micronutrient. A Wiley-Inetrscience Publication John Wiley & Sons. Tan, K.H. 2008. Soils in the Humid Tropics and Monsoon Region of Indonesia. CRC Press. Taylor and Francis Group. Boca Raton London New York. Tisdale, S.L, W.L. Nelson and J.D. Beaton. 1990. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ.Co., New York. 4th ed. Vepsalainen, M. and R.M. Niemi. 2002. pH optima of enzyme activities in different soils. Presentation Poster in Symposium no. 12. 17th WCSS, 14-21 August 2002, Thailand.

Jurnal Agrikultura, Vol. 20, No 3 Desember 2009

Widawati & Sulasih. 2006. Populasi Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) di Cikaniki, Gunung Botol, dan Ciptarasa, serta Kemampuannya Melarutkan P Terikat di Media Pikovskaya Padat. Biodiversitas. Vol. 7 No. 2. Hal 109-113. Whitelaw. 2000. Growth promotion of plants inoculated with phosphate solubilizing fungi. Adv. Agron. 69 : 99-151. Zhongqi He, S.G. Thimothy., and H. Wayne.,. 2004. Enzymatic Hydrolisis of Organic Phosphorus in Swine Manure and Soil. J. Environ.Qual. 33 : 367-372.