PENGARUH PEMANGKASAN PUCUK DAN

Download Produksi bibit ubi jalar lebih banyak dihasilkan pada perlakuan pemangkasan dan jarak tanam 100 cm x 30 cm. Kata kunci: stek batang, stek p...

0 downloads 687 Views 21MB Size
PENGARUH PEMANGKASAN PUCUK DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIBIT UBI JALAR (Ipomoea batatas L.)

DEVI NOVIANTI A24120015

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pemangkasan Pucuk dan Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bibit Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2016 Devi Novianti NIM A24120015

ABSTRAK DEVI NOVIANTI. Pengaruh Pemangkasan Pucuk dan Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bibit Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.). Dibimbing oleh ASEP SETIAWAN. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemangkasan pucuk dan jarak tanam terhadap pertumbuhan dan produksi bibit ubi jalar (Ipomoea batatas L.). Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial RKLT dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah pemangkasan, terdiri atas pemangkasan dan tanpa pemangkasan. Faktor kedua adalah jarak tanam, terdiri atas jarak tanam 100 cm x 30 cm, 100 cm x 25 cm dan 100 cm x 15 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemangkasan berpengaruh terhadap peningkatan panjang batang, jumlah dan panjang cabang primer, jumlah dan panjang cabang sekunder, serta jumlah stek pucuk ukuran 25 cm. Perlakuan jarak tanam berpengaruh terhadap peningkatan jumlah dan panjang cabang primer serta jumlah stek pucuk ukuran 25 cm. Produksi bibit ubi jalar lebih banyak dihasilkan pada perlakuan pemangkasan dan jarak tanam 100 cm x 30 cm. Kata kunci: stek batang, stek pucuk

ABSTRACT DEVI NOVIANTI. Effect of Tip Pruning and Planting Distance to the Growth and Cutting Production of Sweet Potato (Ipomoea batatas L.). Supervised by ASEP SETIAWAN. This study was conducted to determine effect of tip pruning and planting distance to the growth and cutting production of sweet potato (Ipomoea batatas L.). The research design was randomized complete block design (RCBD) with two factors and three replications. The first factor is tip pruning: Pruned and unpruned. The second is planting distance: 100 cm x 30 cm, 100 cm x 25 cm and 100 cm x 15 cm. Research shows that the treatment of tip pruning influence to increasing long of the trunks, the number and length of the primary branches, the number and length of the secondary branches, as well as the number of 25 cm length stem and tip cutting. Planting distance treatment increase the number and length of the primary branches, as well as the number of 25 cm length tip cutting. Production of sweet potato cutting are more produced at the treatment at tip cutting and planting distance at 100 cm x 30 cm. Keywords: stem cutting, tip cutting

PENGARUH PEMANGKASAN PUCUK DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIBIT UBI JALAR (Ipomoea batatas L.)

DEVI NOVIANTI A24120015 Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini berjudul Pengaruh Pemangkasan Pucuk dan Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bibit Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.). Karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan studi kepada penulis 2. Ibu Dr. Dewi Sukma, S.P., M.Si. selaku Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan arahan dan masukan selama studi penulis 3. Bapak Dr. Ir. Asep Setiawan, M.S. selaku Pembimbing Skripsi yang telah banyak memberikan saran, arahan dan masukan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini 4. Ibu Dr. Ir. Heni Purnamawati, M.Sc.Agr. selaku Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura yang telah banyak membantu selama studi penulis 5. Orang tua penulis (Ibunda Maryati dan Ayahanda Khaerul Anwar), saudarasaudara serta keluarga besar lainnya atas do’a dan motivasi kepada penulis 6. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas Beasiswa Bidikmisi yang telah memberikan bantuan finansial sehingga penulis dapat melanjutkan studi hingga jenjang ini 7. Bapak Maman, Bapak Sarta dan petani-petani setempat yang telah membantu selama dilapangan 8. Rekan-rekan satu bimbingan skripsi (Prisca, Dhanang dan Puput) atas bantuan dan saran 9. Rekan-rekan Rubin Wisma Agung dua (Ka Nurmi, Mbak Lela, Mbak Tyas, Irna, mbak Fajrin, dan Ka Norma) serta DEPUTI BKIM IPB (Elis, Zahra, Hilda, Hanifah, Atin, Bila, Fafa, Amel, Nur Islami, Fifit, Rika) atas dukungan, semangat dan do’a 10. Rekan-rekan seperjuangan AGH 49 yang turut membantu dalam penelitian dan penulisan karya ilmiah ini Semoga karya ini bermanfaat

Bogor, Oktober 2016

Devi Novianti

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Hipotesis TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Syarat Tumbuh Pembibitan Pemangkasan Pucuk Jarak Tanam METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan Pelaksanaan Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pertumbuhan Vegetatif Hasil Panen Bibit Multiplication Rate Hasil Panen Umbi Analisis Korelasi KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

vi vi 1 1 2 2 2 2 3 4 4 5 6 6 6 7 7 8 9 9 12 15 16 16 17 18 18 19 19 23 30

DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Rekapitulasi hasil analisis ragam semua peubah pengamatan 11 Pengaruh pemangkasan pucuk terhadap panjang batang 12 Pengaruh jarak tanam terhadap jumlah cabang primer 13 Pengaruh pemangkasan pucuk terhadap panjang cabang primer 13 Pengaruh jarak tanam terhadap panjang cabang primer 14 Pengaruh pemangkasan pucuk terhadap jumlah cabang sekunder 14 Pengaruh pemangkasan pucuk terhadap panjang cabang sekunder 14 Pengaruh pemangkasan pucuk terhadap jumlah stek batang dan stek pucuk 15 Hasil uji korelasi antar peubah pengamatan 18

DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pertumbuhan vegetatif Hasil panen bibit Hasil panen umbi Gejala hama dan penyakit Denah percobaan Daya tumbuh bibit ubi jalar Deskripsi ubi cilembu Data klimatologi selama penelitian Persentase bobot umbi/petak

25 25 26 26 27 27 28 28 29

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) atau ketela rambat merupakan tanaman pangan yang banyak mengandung karbohidrat. Kandungan karbohidrat tinggi menjadi potensi besar sebagai bahan pangan pengganti beras. Substitusi ubi jalar untuk beras dapat mendukung tercapainya program diversifikasi pangan. Menurut Hasyim dan Yusuf (2008), produktivitas ubi jalar cukup tinggi jika dibandingkan dengan padi. Produktivitas ubi jalar lebih dari 30 ton/ha dengan masa panen sekitar 4 bulan, sedangkan produktivitas padi 5 ton/ha dengan masa panen 3 bulan. Menurut Balitbangtan (2008), produktivitas ubi jalar cukup tinggi dibandingkan dengan beras dan ubi kayu. Produktivitas dipengaruhi oleh mutu bibit, sifat tanah, dan pemeliharaannya. Rata-rata produktivitas nasional ubi jalar mencapai 12 ton/ha, masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata produktivitas nasional padi sebesar 5 ton/ha. Menurut BPS (2015), tahun 2011 sampai 2015 produktivitas nasional ubi jalar cenderung stagnan dan luas area panen mengalami penurunan. Teknik perbanyakan tanaman ubi jalar yang sering dilakukan adalah dengan stek batang atau stek pucuk. Bibit berupa stek batang maupun stek pucuk harus memenuhi syarat diantaranya, bibit berasal dari varietas unggul, bibit minimal berumur 2 bulan, pertumbuhan bibit dalam keadaan sehat dan normal (Kemenristek, 2000). Penggunaan varietas unggul akan berdampak pada kesejahteraan petani dan konsumen apabila bibit yang digunakan merupakan bibit berkualitas (Djufry, 2011). Bibit yang dibutuhkan untuk setiap satu hektar lahan budidaya cukup tinggi sekitar 40.000 bibit dengan jarak tanam 100 cm x 25 cm (Widowati, 2000). Menurut Santoso et al. (2008), teknik perbanyakan vegetatif melalui stek yang efisien dan efektif merupakan hal penting bagi pertanaman untuk menghasilkan bibit yang baik. Kegiatan produksi bibit sangat dibutuhkan karena bibit merupakan sarana produksi utama penghasil ubi jalar. Kegiatan produksi bibit dilakukan untuk memenuhi kebutuhan terhadap bibit dan menghasilkan bibit yang berkualitas tinggi dalam jumlah yang cukup (Djufry et al., 2011). Kualitas bibit akan menentukan tinggi rendahnya hasil produksi ubi jalar. Penanaman dan pemeliharaan yang baik akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan bibit. Bibit yang akan dijadikan bahan tanam harus diperhatikan sejak awal penanaman sampai siap dijadikan bahan perbanyakan. Menurut Sasongko (2009), salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan terhadap bibit adalah melalui perbaikan cara budidaya. Perbaikan cara budidaya merupakan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan produksi bibit ubi jalar. Perbaikan cara budidaya yang dapat dilakukan adalah pemangkasan pucuk dan pengaturan jarak tanam. Menurut Purnama et al. (2013), pengaturan jarak tanam merupakan salah satu teknik budidaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi. Menurut Panggabean (2014), pemangkasan merupakan upaya mengurangi bagian tanaman yang tidak penting dengan tujuan mengoptimalkan bagian tanaman yang penting untuk pertumbuhan dan produksi. Menurut Srirejeki et al. (2015), pemangkasan pucuk menyebabkan dominansi apikal terhenti sehingga pertumbuhan tunas dan

2

cabang makin banyak karena akumulasi auksin pada daerah pucuk dialirkan ke tunas-tunas lateral. Menurut sutapradja (2008), pada dasarnya pengaturan jarak tanam digunakan agar tanaman tidak mengalami persaingan sehingga dapat tumbuh dengan baik. Menurut Abadi et al. (2013), jarak tanam yang lebih luas akan menghasilkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik karena kompetisi antar tanaman lebih sedikit sehingga setiap tanaman dapat memaksimalkan penggunaan air, hara, cahaya, dan ruang tumbuh. Menurut Suharsi et al. (2013), pemangkasan dan jarak tanam merupakan faktor-faktor yang perlu diteliti untuk mendapatkan teknologi produksi benih bermutu.

Tujuan Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh perlakuan pemangkasan pucuk dan jarak tanam terhadap pertumbuhan dan produksi bibit ubi jalar.

Hipotesis 1. Terdapat pengaruh pemangkasan pucuk terhadap pertumbuhan dan produksi bibit ubi jalar 2. Terdapat jarak tanam terbaik yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi bibit ubi jalar 3. Terdapat pengaruh interaksi antara pemangkasan pucuk dan jarak tanam terhadap pertumbuhan dan produksi bibit ubi jalar

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ubi jalar merupakan tanaman umbi-umbian yang tergolong tanaman semusim sehingga ubi jalar hanya dapat berproduksi satu kali setiap musim tanam. Tanaman ubi jalar tumbuh menjalar, merambat, dan agak tegak pada permukaan tanah tergantung varietasnya (Juanda dan Cahyono, 2000). Ubi jalar memiliki batang yang lunak dan bulat. Batang ubi jalar beruas-ruas, setiap ruas ditumbuhi akar, tunas, dan daun. Ukuran diameter batang ubi jalar bervariasi tergantung varietasnya. Diameter batang besar dimiliki oleh varietas ubi jalar merambat dan diameter batang sedang serta batang kecil dimiliki oleh varietas ubi jalar agak tegak (Juanda dan Cahyono, 2000). Diameter batang besar memiliki kemampuan hidup dan tumbuh lebih baik dari diameter batang kecil. Menurut Juanda dan Cahyono (2000), warna batang ubi jalar bervariasi tergantung varietasnya, ada hijau dan ungu.

3

Ubi Jalar merupakan salah satu tanaman yang memiliki jumlah daun banyak dan susunan daun horizontal. Daun ubi jalar yang bersifat tumpang tindih menyebabkan hasil asimilat tidak maksimal (Rahmiana, 2015). Bentuk daun ubi jalar bervariasi tergantung varietasnya, diantaranya bulat hati, bulat lonjong, dan bulat runcing. Ukuran daun ubi jalar pun bervariasi tergantung varietasnya. Ubi jalar dengan diameter batang besar memiliki ukuran daun yang besar, ubi jalar dengan diameter batang sedang memiliki ukuran daun yang sedang, dan diameter batang kecil memiliki ukuran daun yang kecil. Produktivitas ubi jalar berdaun lebar lebih tinggi daripada ubi jalar berdaun kecil karena daun yang lebar dapat berfotosintesis lebik baik dan efektif daripada daun yang kecil (Juanda dan Cahyono, 2000). Tanaman ubi jalar mulai membentuk umbi saat berumur 3 minggu setelah tanam. Bentuk umbi biasanya bulat sampai lonjong dengan bobot ideal antara 200 gram sampai 250 gram (Rukmana, 1997). Menurut Sulistyowati (2010), kriteria umbi yang dapat dipasarkan antara lain, memiliki bobot umbi lebih dari 150 gram serta tidak terserang hama dan penyakit umbi, sedangkan kriteria umbi yang tidak dapat dipasarkan antara lain, umbi afkir, memiliki bobot umbi kurang dari 150 gram, serta terserang hama dan penyakit khususnya hama boleng (Cylas formicarius). Menurut Rukmana (1997), varietas ubi jalar yang berkulit tebal dan bergetah cenderung tahan terhadap hama penggerek ubi (Cylas formicarius). Ubi jalar memiliki warna daging putih, kuning, dan ungu. Ubi jalar berkadar tepung tinggi memiliki rasa yang cenderung manis.

Syarat Tumbuh Pertumbuhan merupakan proses pertambahan ukuran, bobot, dan volume dari waktu ke waktu. Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh dua faktor penting yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik berkaitan dengan pewarisan sifat, sedangkan faktor lingkungan berkaitan dengan kondisi lingkungan dimana tanaman itu tumbuh. Setiap varietas tanaman memiliki kemampuan yang berbeda dalam memanfaatkan sarana tumbuh dan adaptasi dengan lingkungan sekitar. Dua faktor tersebut juga akan mempengaruhi potensi hasil tanaman (Anggraini et al., 2013). Ubi jalar dapat berproduksi secara maksimal jika memenuhi persyaratan tumbuh sebagai berikut. 1. Tanah Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktor genotipe dan faktor lingkungan (Yetti dan Ardian, 2010). Tanah sebagai salah satu faktor lingkungan perlu dipertimbangkan karena merupakan faktor utama penyedia unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Tanah yang cocok untuk tanaman ubi jalar adalah tanah yang mengandung pasir, kadar lempungnya sedikit dan longgar serta kondisinya gembur, sehingga udara dan air dalam tanah dapat saling berganti dengan lancar. Kondisi tanah yang berat juga dapat ditanami ubi jalar namun harus diolah dan diberi campuran pasir, kompos, dan pupuk organik supaya tanah menjadi longgar (Suparman, 2007). Kandungan unsur hara dan air yang terkandung di dalam tanah sangat menentukan kandungan gizi tanaman (La Karimuna, 2009).

4

Menurut Januwati et al. (1996), ketersediaan hara dalam tanah mempengaruhi pembentukan senyawa hormon untuk pertumbuhan. 2. Iklim Ubi jalar merupakan tanaman umbi-umbian yang mudah ditemui di berbagai wilayah di Indonesia tanpa mengenal musim (Balitbangtan, 2008). Tanaman ubi jalar dapat tumbuh sepanjang tahun asalkan berada di lahan terbuka dan tidak tergenang air sehingga iklim tropis sangat cocok untuk pertumbuhan ubi jalar. Pertumbuhan ubi jalar saat musim hujan pun akan tetap baik dengan syarat tanah tidak kelebihan air karena daerah yang banyak air tidak cocok bagi pertumbuhan ubi jalar. Ubi jalar cocok tumbuh pada daerah dengan penyinaran yang cukup, curah hujan yang rendah, dan pada suhu sekitar 20 oC sampai 26 oC dengan kondisi tidak terlalu lembap (Suparman, 2007). Menurut Usman et al. (2013), pertumbuhan dan produksi tanaman tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah unsur hara yang diterima tetapi faktor iklim juga sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi. Tanaman yang ditanam pada kondisi iklim yang tidak sesuai, sering kali pertumbuhan dan produksinya tidak seperti yang diharapkan.

Pembibitan Pembibitan merupakan kegiatan memilih dan menyiapkan bibit yang akan ditanam. Bibit yang akan dijadikan bahan tanam harus tersedia minimal satu hari sebelum dilakukan penanaman. Bibit disimpan di tempat yang teduh dan dilakukan penyiraman untuk menjaga bibit agar tidak layu (Suparman, 2007). Pengembangbiakan tanaman ubi jalar dapat dilakukan secara generatif (biji) dan vegetatif (batang, pucuk, dan umbi) (Sulistyowati, 2010). Teknik perbanyakan vegetatif khususnya dengan stek akan menghasilkan pertanaman yang baik jika bibit yang digunakan merupakan bibit unggul (Santoso et al., 2008). Bibit berupa stek batang dan stek pucuk berukuran 25 cm sampai 30 cm dengan ruas sekitar 5 sampai 6 ruas. Bibit yang akan dijadikan bahan perbanyakan harus sehat, terhindar dari penyakit, dan berasal dari varietas unggul agar saat pemanenan didapatkan hasil yang baik dan berkualitas (Suparman, 2007). Perbanyakan vegetatif menjadi salah satu alternatif utama karena memiliki keuntungan yaitu, menghasilkan bibit dalam jumlah besar, menghasilkan keturunan yang identik (sifat dan penampakannya) dengan induknya, dan tidak dibatasi waktu. Perbanyakan tanaman secara vegetatif merupakan teknik perbanyakan yang relatif mudah dan murah. Keberhasilan teknik ini sangat ditentukan oleh faktor media perakaran (tekstur dan struktur tanah) dan hormon pengatur tumbuh (Solikhin, 2003).

Pemangkasan Pucuk Pemangkasan merupakan kegiatan untuk meningkatkan dan mengoptimalkan bagian organ tumbuhan dengan cara menghilangkan atau mengurangi bagian organ tumbuhan lain. Kegiatan pemangkasan diharapkan akan meningkatkan hasil fotosintesis sehingga dapat memaksimalkan pertumbuhan dan produksi

5

(Panggabean, 2014). Pemangkasan dilakukan untuk merangsang pertumbuhan dan meningkatkan jumlah percabangan (Munawaroh dan Aziz, 2013). Pemangkasan akan mematahkan dominansi apikal, akibatnya suplai auksin terhenti dan mengalihkan pada pertumbuhan tunas-tunas lateral yang selanjutnya berkembang menjadi cabang tanaman (Irawati, 2006). Dominansi apikal dapat merangsang pertumbuhan tunas pucuk dan menghambat pertumbuhan tunas lateral, sehingga dengan dilakukannya pemangkasan pucuk akan merangsang pertumbuhan tunas lateral dan menghambat pertumbuhan tunas pucuk (Usman et al., 2013). Bagian pucuk tanaman merupakan jaringan meristem apikal yang aktif mengalami pembelahan sel. Aktivitas tersebut dipengaruhi oleh hormon auksin. Hormon auksin akan ditranslokasikan pada bagian pucuk yang dipangkas sehingga merangsang pembentukan cabang baru. Senyawa lain yang diperlukan dalam pembentukan cabang baru antara lain sukrosa dan nitrogen. Senyawa-senyawa tersebut disintesa dalam daun kemudian ditranslokasikan ke bagian tanaman yang dipangkas. Pemangkasan pada tanaman sambiloto tidak memberikan respon yang cukup untuk meningkatkan pertumbuhan lateral, diduga karena rendahnya pembentukan senyawa auksin. (Januwati et al., 1996). Pemangkasan pucuk akan merangsang pertumbuhan tunas-tunas lateral yang kemudian berkembang menjadi cabang tanaman. Peningkatan pertumbuhan panjang cabang menyebabkan jumlah tunas baru yang terbentuk akan semakin banyak sehingga tanaman yang diberi perlakuan pemangkasan pucuk memungkinkan memiliki tunas lebih banyak (Irawati dan Setiari, 2006). Tanaman yang dipangkas akan kehilangan sebagian organ vegetatifnya. Kondisi ini merangsang tanaman untuk melakukan perbaikan diri dengan segera mengalihkan pada pertumbuhan samping berupa berkembangnya tunas ketiak daun (Srirejeki et al., 2015). Kegiatan pemangkasan pucuk diharapkan akan menghasilkan bibit dalam jumlah banyak dengan kualitas yang baik (Sutapradja, 2008). Penelitian terkait pemangkasan bagian pucuk pernah dilakukan oleh Srirejeki et al. (2015), menjelaskan bahwa pemangkasan pucuk pada tanaman buncis dapat menyebabkan dominansi apikal terhenti. Dominansi apikal yang terhenti menyebabkan auksin terakmumulasi dan mendistribusikannya ke meristem lain sehingga terbentuk tunas-tunas lateral dalam jumlah yang banyak. Penelitian lain juga dilakukan oleh Irawati dan Setiari (2006), menjelaskan bahwa pemangkasan pucuk pada tanaman nilam meningkatkan pertumbuhan panjang tunas lateral.

Jarak Tanam Kebutuhan unsur hara dan pengaturan jarak tanam perlu diperhatikan agar pertumbuhan tanaman tidak terganggu karena adanya persaingan dalam penggunaan air, hara, cahaya, dan ruang tumbuh (Abadi et al., 2013). Pengaturan jarak tanam dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman karena tanaman dapat dengan mudah melakukan proses fotosintesis dan mudah dalam meyerap unsur hara dan air (Purnama et al., 2013). Pengaturan jarak tanam sangat penting dilakukan untuk mengoptimalkan penyerapan unsur hara bagi tanaman. Jarak tanam yang belum optimal menyebabkan persaingan dalam penggunaan unsur hara, air, dan sinar matahari sehingga akan mempengaruhi produksi tanaman (Panggabean et al., 2014).

6

Pengaturan jarak tanam pada dasarnya untuk memberikan ruang tumbuh pada tanaman agar tidak mengalami persaingan sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik (Sutapradja, 2008). Pengaturan jarak tanam mempengaruhi jumlah tanaman per satuan luas. Semakin banyak jumlah tanaman per satuan luas menyebabkan persentase cahaya yang diterima oleh bagian tanaman menjadi lebih sedikit. Berkurangnya cahaya pada tanaman akan menyebabkan terhambatnya proses fotosintesis sehingga hasil per tanaman menurun. Jarak tanam yang lebih lebar akan memberikan ruang tumbuh yang lebih luas karena populasi tanaman lebih sedikit, oleh karena itu tanaman dengan jarak tanam lebar akan mampu mengoptimalkan faktor lingkungan seperti air, cahaya, dan unsur hara (Patola, 2008). Jarak tanam rapat berakibat pada pemanjangan ruas karena sedikitnya jumlah cahaya yang mengenai bagian tubuh tanaman (Yudianto et al., 2015). Menurut Marliah et al. (2012), jarak tanam lebar akan mengakibatkan perubahan iklim mikro (suhu dan kelembapan) yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Menurut Mayadewi (2007), Jarak tanam lebar memberikan keuntungan bagi pertumbuhan gulma karena cahaya tidak terhalang tanaman dan dapat masuk mengenai gulma melalui sela-sela tanaman, sebaliknya jika jarak tanam sempit pertumbuhan gulma terhambat karena cahaya terhalangi tajuk tanaman yang sudah menutupi tanah Penelitian terkait jarak tanam oleh Abadi et al. (2013) menjelaskan bahwa ubi jalar yang ditanam dengan jarak tanam 70 cm x 30 cm menghasilkan pertumbuhan tanaman yang lebih tinggi dari jarak tanam 70 cm x 20 cm. Hasil tersebut menunjukkan bahwa jarak tanam yang lebih lebar memberikan hasil yang lebih baik karena dapat memaksimalkan penggunaan air, hara, dan cahaya karena sedikit kompetisi antar tanaman.

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB yang berlokasi di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai bulan Mei 2016.

Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah stek pucuk ubi jalar varietas cilembu (Tabel Lampiran 2), pupuk urea, SP-36, KCl, pupuk kandang, insektisida, fungisida, dan kapur pertanian. Alat yang digunakan adalah alat tulis, kamera, penggaris, timbangan, dan alat-alat pertanian.

7

Metode Percobaan Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial RKLT (rancangan kelompok lengkap teracak) dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah pemangkasan yang terdiri atas dua taraf perlakuan yaitu tanpa pemangkasan dan pemangkasan. Faktor kedua adalah jarak tanam yang terdiri atas tiga taraf perlakuan yaitu 100 cm x 30 cm, 100 cm x 25 cm dan 100 cm x 15 cm. Setiap kombinasi perlakuan diulang tiga kali sehingga diperlukan 3 x 2 x 3 = 18 petak satuan percobaan. Luas tiap petak pecobaan 5 m x 2 m = 10 m2. Total lahan yang diperlukan 18 x 10 m2 = 180 m2. Petak percobaan dibuat guludan dengan ukuran masing-masing 5 m x 0,5 m (Gambar Lampiran 5). Model rancangan linier yang digunakan adalah sebagai berikut: 𝑌𝑖𝑗 = 𝜇 + 𝛼𝑖 + 𝛽𝑗 + (𝛼𝛽)𝑖𝑗 + 𝜌𝑘 + 𝜀𝑖𝑗𝑘 Dimana, 𝑌𝑖𝑗 = Nilai pengamatan perlakuan pemangkasan taraf ke-i, jarak tanam n n taraf ke-j, dan ulangan ke-k 𝜇 = Nilai tengah umum = Pengaruh utama perlakuan pemangkasan taraf ke-i 𝛼𝑖 = Pengaruh utama perlakuan jarak tanam taraf ke-j 𝛽𝑗 (𝛼𝛽)𝑖𝑗 = Pengaruh interaksi perlakuan pemangkasan taraf ke-i dengan n n n n nperlakuan jarak tanam taraf ke-j 𝜌𝑘 = Pengaruh aditif dari ulangan dan diasumsikan tidak berinteraksi n n n dengan perlakuan 𝜀𝑖𝑗𝑘 = Pengaruh galat percobaan yang menyebar normal pada perlakuan pemangkasan taraf ke-i, jarak tanam ke-j, dan dan ulangan ke-k Untuk mengetahui pengaruh perlakuan digunakan uji analisis ragam, apabila terdapat pengaruh nyata (F hitung > F tabel) terhadap parameter yang diamati maka perlakuan akan diuji lanjut dengan uji Duncon Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 𝛼 5%.

Pelaksanaan Persiapan Bibit

Bibit yang akan digunakan merupakan bibit varietas cilembu berukuran 25 cm yang diambil dari bagian pucuk di lahan pembibitan berumur 3 bulan. Bibit yang digunakan memiliki lima buku. Tiga buku bagian terbawah ditanam dan disisakan dua buku bagian teratas. Pengambilan bahan tanam dilakukan 3 hari sebelum tanam. Bibit disimpan di tempat lembap dan disiram dengan air secara berkala agar bibit tidak layu. Pengambilan bibit dilakukan pada pagi dan sore hari agar bibit tidak kehilangan banyak air akibat transpirasi. Persiapan Tanam

Persiapan tanam dimulai dengan mengolah tanah, kemudian dibuat 18 petakan dengan ukuran tiap petakan 5 m x 2 m. Masing-masing petak dibuat guludan ukuran 5 m x 0,5 m, tinggi 30 cm, dan jarak antar guludan 50 cm, sehingga

8

dari ketentuan tersebut diketahui bahwa setiap petak memiliki dua guludan (Gambar Lampiran 5). Penanaman dan Pemupukan Stek ubi jalar ditanam pada tengah guludan dengan jarak antar tanaman disesuaikan dengan perlakuan. Stek yang digunakan adalah stek pucuk yang diambil dari lahan pembibitan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Pemangkasan dilakukan pada bagian meristem apikal sekitar 2 cm dari pucuk. Aplikasi pupuk dilakukan dua kali dengan menggunakan pupuk tunggal. Pemupukan dilakukan dengan sistem larikan (alur). Pemupukan dengan sistem larikan mula-mula dibuat larikan kecil di sepanjang guludan sejauh 7-10 cm dari batang tanaman sedalam 5-7 cm, kemudian sebarkan pupuk secara merata ke dalam larikan sambil ditimbun dengan tanah. Menurut Kemenristek (2000), Dosis pupuk yang digunakan adalah 100 kg urea per ha, 50 kg SP-36 per ha dan 100 KCl per ha. Pemupukan pertama dilakukan saat umur 3 MST sebanyak 2/3 dosis urea ditambah 1/3 SP-36 dan KCl. Pemupukan kedua pada umur 6 MST sebanyak1/3 dosis urea ditambah 2/3 SP-36 dan KCl. Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan terdiri dari : penyiangan, pembumbunan, pengairan, pemupukan, dan pengendalian OPT. Pengairan dilakukan setelah tanam selama 1530 menit hingga tanah cukup basah, kemudian airnya dialirkan keseluruh pembuangan. Pengairan berikutnya masih diperlukan secara kontinu hingga stek ubi jalar siap dipanen (umur 2 bulan). Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan pemberian insektisida (deltamethrin 2,5%) dan fungisida (mankozeb 80%) pada umur 5 MST.

Pengamatan Pengamatan dilakukan terhadap tanaman contoh dari tiap petak percobaan yang meliputi : A. Pengamatan pertumbuhan vegetatif, dilakukan saat tanaman berumur 2 MST sampai 8 MST 1. Panjang batang, yaitu panjang batang diukur dari pangkal batang sampai ujung batang atau titik tumbuh 2. Jumlah cabang primer, yaitu jumlah cabang yang tumbuh pada batang utama 3. Jumlah cabang sekunder, yaitu jumlah cabang yang tumbuh pada cabang primer 4. Panjang cabang primer, yaitu panjang cabang > 1 cm yang diukur dari tempat tumbuh (node) di batang utama sampai titik tumbuh cabang primer 5. Panjang cabang sekunder, yaitu panjang cabang > 1 cm yang diukur dari tempat tumbuh (node) di cabang primer sampai titik tumbuh cabang sekunder B. Panen bibit, dilakukan saat tanaman berumur 2 bulan 1. Jumlah stek batang berukuran 25 cm, 20 cm, dan 15 cm 2. Jumlah stek pucuk berukuran 25 cm, 20 cm, dan 15 cm C. Panen hasil umbi, dilakukan saat tanaman berumur 4 bulan (sebagai data tambahan untuk melihat pertumbuhan tanaman ubi jalar apakah masih bisa

9

menghasilkan umbi dengan bobot ideal ketika dilakukan pemangkasan pucuk dan pemanenan bibit umur 2 MST) 1. Jumlah umbi berukuran kecil (<150 g), sedang (150-200 g), dan besar (200300 g)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lokasi dengan ketinggian tempat 230 m di atas permukaan laut. Tekstur dan Struktur tanah di lahan percobaan adalah liat dan gembur. Tanah sangat lengket dan licin pada kondisi basah dan guludan mengalami keretakan saat kondisi kering. Tanaman ubi jalar cocok ditanam pada tanah lempung berpasir untuk mendukung perkembangan umbi. Kondisi tanah seperti ini akan menghambat perkembangan umbi. Suhu rata-rata di tempat penelitian sekitar 26,47 oC dengan kelembapan udara rata-rata 86,27 % (Tabel Lampiran 3). Kondisi iklim seperti ini sesuai dengan syarat tumbuh tanaman ubi jalar, dimana ubi jalar dapat tumbuh pada suhu sekitar 20 oC sampai 26 oC dengan kelembapan udara ratarata 88 %. Pertumbuhan tanaman pada kondisi awal cukup baik (Gambar Lampiran 1) dengan rata-rata daya tumbuh sekitar 79,33 % (Tabel Lampiran 2). Pengamatan daya tumbuh dilakukan pada umur 1 MST. Petak percobaan pada perlakuan tanpa pemangkasan dengan jarak tanam 100 cm x 15 cm pada guludan kedua, seluruh bibit mengalami kematian disebabkan karena gagalnya bibit dalam inisiasi perakaran. Bibit mati dengan kondisi bagian pucuk patah dan berwarna coklat kehitaman dan terus menjalar keseluruh bagian bibit. Penentuan tanaman contoh dilakukan secara acak pada umur 2 MST. Setiap petak memiliki 6 tanaman contoh. Penentuan tanaman contoh dilakukan setelah pertumbuhan tanaman serempak dan kondisi stabil sehingga pengamatan cabang primer dan sekunder dimulai pada umur 3 MST, sedangkan pengamatan panjang batang sudah mulai dilakukan saat umur 2 MST untuk mengetahui panjang awal batang sebelum dilakukan pemangkasan. Tanaman mulai terserang hama pada umur 2 MST. Hama yang menyerang antara lain ulat, belalang, kepik, serta penggerek batang dan umbi. Hama ulat, belalang, dan kepik menyerang bagian daun yang menyebabkan daun berlubang dan bergerigi pada bagian pinggir (Gambar Lampiran 4), sedangkan penggerek batang dan umbi menyerang bagian batang dan umbi yang menyebabkan batang patah, umbi berlubang, dan dibekas gerekan ada kotoran hama berwarna hitam, selain itu serangan hama ini juga menyebabkan daun layu dan akhirnya cabang mati. Tanaman juga mulai terserang penyakit kudis pada umur 3 MST yang disebabkan oleh Elsionoe batatas dengan gejala daun dan batang berbintik warna kuning kecoklatan serta bentuk daun keriting (Gambar Lampiran 4). Pengendalian hama dan penyakit tidak mendominasi pada minggu-minggu awal pertanaman,

10

sehingga pengendalian dilakukan pada umur 5 MST dengan deltamethrin 2,5% untuk hama dan mankozeb 80% untuk penyakit. Gangguan gulma pada petak percobaan dimulai sejak pertanaman berumur 2 MST. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan cangkul dan kored. Pengendalian gulma dilakukan bersamaan dengan pembumbunan dan pembalikan batang agar lebih efisien tenaga dan waktu. Menurut Abadi et al., (2013), gulma mempunyai kebutuhan dasar yang sama untuk pertumbuhan dan perkembangan seperti air, hara, cahaya, CO2, dan ruang tumbuh. Kondisi ini dapat menyebabkan persaingan antara gulma dan tanaman sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman terhambat. Pembalikan batang dan pembumbunan dilakukan pada umur 3 MST dan 6 MST. Menurut Rahmiana et al. (2015), pembalikan batang dilakukan untuk tujuan sanitasi kebun, mencegah terbentuknya akar adventif, dan memperlancar proses fotosintesis. Menurut Yudianto et al. (2015), pembumbunan harus dilakukan pada tanaman umbi-umbian. Pembumbunan dilakukan untuk membuat tanah menjadi lebih gembur sehingga perkembangan umbi dalam tanah dapat maksimal. Pembumbunan juga akan memberikan perlindungan pada umbi dari serangan hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemangkasan menghasilkan pertumbuhan rata-rata panjang batang lebih pendek dari perlakuan tanpa pemangkasan, sebaliknya perlakuan pemangkasan menghasilkan pertumbuhan rata-rata panjang cabang primer yang lebih tinggi dari perlakuan tanpa pemangkasan selama waktu pengamatan dari umur 2 MST sampai 8 MST. Pemangkasan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang primer kecuali pada umur 4 MST, dimana perlakuan pemangkasan menghasilkan rata-rata jumlah cabang primer lebih banyak dari perlakuan tanpa pemangkasan. Pemangkasan juga berpengaruh nyata terhadap jumlah dan panjang cabang sekunder pada umur 6 MST sampai 8 MST, dimana perlakuan pemangkasan menghasilkan rata-rata jumlah dan panjang cabang sekunder lebih tinggi dari perlakuan tanpa pemangkasan. Pemangkasan berpengaruh nyata terhadap jumlah stek batang dan stek pucuk, dimana perlakuan pemangkasan menghasilkan stek batang dan stek pucuk yang lebih banyak dari perlakuan tanpa pemangkasan. Jarak tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah dan panjang cabang primer dimana jarak tanam 100 cm x 30 cm menghasilkan pertumbuhan paling tinggi dari jarak tanam lainnya. Jarak tanam 100 cm x 30 cm menghasilkan rata-rata jumlah stek pucuk lebih banyak dari jarak tanam lainnya. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pemangkasan pucuk, jarak tanam, dan interaksi antara keduanya terhadap pertumbuhan vegetatif, hasil panen bibit, dan hasil panen umbi dapat dilihat pada Tabel 1.

11

Tabel 1. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh pemangkasan pucuk (PP), jarak tanam (JT), dan interaksinya (PP*JT) terhadap pertumbuhan vegetatif, hasil panen bibit, dan hasil panen umbi Peubah Umur (MST) 2 3 4 5 6 7 8 A. Pertumbuhan Vegetatif Panjang Batang PP ** ** ** ** ** ** ** JT tn tn tn tn tn tn tn PP*JT tn tn tn tn tn tn tn kk 16,7 11,8 17,5 16,3 13,6 15,0 14,5 Cabang Primer  Jumlah PP tn ** tn tn tn tn JT ** ** ** tn tn tn PP*JT tn tn tn tn tn tn kk 10,6 12,3 14,9 13,6 7,8 11,4  Panjang PP * ** ** ** ** ** JT tn tn tn tn * ** PP*JT tn tn tn tn tn tn kk 24,2 23,6 20,1 25,6 18,1 18,3 Cabang Sekunder  Jumlah PP tn tn tn ** ** ** JT tn tn tn tn tn tn PP*JT tn tn tn tn tn tn a) b) b) a) kk 20,6 20,0 21,7 25,7 10,3 8,4  Panjang PP tn tn tn ** ** * JT tn tn tn tn tn tn PP*JT tn tn tn tn tn tn b) b) b) a) kk 23,2 23,2 23,7 16,4 16,3 13,0 PP JT PP*JT kk B. Hasil panen bibit Jumlah stek batang  ukuran 25 cm * tn tn 13,2a)  ukuran 20 cm tn tn tn 20,5a)  ukuran 15 cm tn tn tn 11,1a) Jumlah stek pucuk  ukuran 25 cm ** * tn 25,4  ukuran 20 cm tn tn tn 12,0a)  ukuran 15 cm tn tn tn 13,2a) C. Hasil panen umbi Jumlah umbi  kecil (<150 g) tn tn tn 24,4c)  sedang (150-200 g) tn tn tn 16,8a) Keterangan: *: nyata pada uji F 5%, **: nyata pada uji F 1%, tn: tidak nyata, kk: koefisien keragaman (%), a): hasil transformasi √𝑥 + 0,5 , b): hasil transformasi √𝑥 + 1, c) : hasil transformasi √𝑥 + 2

12

Pertumbuhan Vegetatif Panjang Batang Perlakuan pemangkasan berpengaruh nyata terhadap panjang batang selama pengamatan umur 2 MST sampai 8 MST (Tabel 1). Pengaruh pemangkasan terhadap panjang batang (Tabel 2) menunjukkan bahwa perlakuan tanpa pemangkasan berbeda nyata dengan perlakuan pemangkasan. Perlakuan tanpa pemangkasan memiliki panjang batang lebih tinggi dari perlakuan pemangkasan. Menurut Srirejeki et al. (2015), pemangkasan pucuk pada tanaman buncis menghentikan dominansi apikal sehingga pertumbuhan panjang batang lebih lambat. Penelitian yang dilakukan oleh Munawaroh dan Aziz (2014) menjelaskan bahwa perlakuan pemangkasan pada tanaman torbangun dapat menghambat pertambahan tinggi tanaman. Panjang batang rata-rata pada perlakuan tanpa pemangkasan mencapai 101,2 cm, sedangkan pada perlakuan pemangkasan panjang batang rata-rata hanya 12,1 cm. Menurut Balitbangtan (2001), panjang batang ubi cilembu berkisar antara 80 cm sampai 130 cm. Batang utama mengandung cadangan makanan sehingga tanaman yang memiliki batang utama lebih tinggi akan memiliki cadangan makanan yang lebih banyak. Cadangan makanan ini sebagai sumber energi, sehingga tanaman dengan cadangan makanan lebih banyak akan memiliki pertumbuhan tanaman yang lebih baik (Irawati dan Setiari, 2006). Menurut Arifin (2015), stek buah naga dengan cadangan makanan yang lebih banyak akan memiliki pertumbuhan tanaman lebih cepat. Tabel 2. Pengaruh pemangkasan pucuk terhadap panjang batang Pemangkasan Umur (MST) 2 3 4 5 6 7 8 -----------------------------cm/tanaman----------------------------Tanpa Pangkas 15,5a 31,2a 40,7a 56,6a 71,2a 85,6a 101,2a Pangkas 11,7b 11,8b 11,8b 12,0b 12,0b 12,1b 12,1b Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT pada taraf α = 5%

Jumlah dan Panjang Cabang Primer Cabang primer merupakan cabang yang tumbuh pada ketiak daun di batang utama. Awal penanaman biasanya ubi jalar belum memiliki cabang primer. Cabang primer mulai tumbuh pada umur 1 MST ditandai dengan pertumbuhan tunas kemudian tumbuh cabang primer pada minggu-minggu berikutnya. Perlakuan pemangkasan berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang primer pada umur 4 MST (Tabel 1). Jumlah cabang primer pada perlakuan pemangkasan lebih tinggi dari perlakuan tanpa pemangkasan. Perlakuan pemangkasan memiliki jumlah rata-rata 5 cabang primer, sedangkan pada perlakuan tanpa pemangkasan memiliki jumlah rata-rata 4 cabang primer. Jumlah cabang primer mulai dihitung pada tunas-tunas lateral yang memiliki panjang lebih dari 1 cm. Penelitian yang dilakukan oleh Panggabean (2014) menjelaskan bahwa perlakuan pemangkasan pada bengkuang berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang pada umur 7 MST.

13

Perlakuan jarak tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang primer pada umur 3 MST sampai 5 MST (Tabel 1). Pengaruh jarak tanam terhadap jumlah cabang primer (Tabel 3) menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam 100 cm x 30 cm berbeda nyata dengan jarak tanam 100 cm x 25 cm dan 100 cm x 15 cm. Pengamatan pada umur 5 MST menunjukkan bahwa jarak tanam 100 cm x 30 cm menghasilkan jumlah cabang primer tertinggi dengan rata-rata 7 cabang, sedangkan jumlah cabang primer terendah pada jarak tanam 100 cm x 15 cm dengan rata-rata 5 cabang. Tabel 3. Pengaruh jarak tanam terhadap jumlah cabang primer Jarak tanam Umur 3 MST 4 MST 5 MST -----------------------∑ cabang/tanaman-----------------100 cm x 30 cm 4,4a 5,4a 7,0a 100 cm x 25 cm 3,4b 4,3b 5,6b 100 cm x 15 cm 3,0b 3,6c 5,0b Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT pada taraf α = 5%

Perlakuan pemangkasan berpengaruh nyata terhadap panjang cabang primer selama pengamatan umur 3 MST sampai 8 MST (Tabel 1). Pengaruh pemangkasan terhadap panjang cabang primer (Tabel 4) menunjukkan bahwa perlakuan tanpa pemangkasan berbeda nyata dengan perlakuan pemangkasan. Panjang rata-rata cabang primer tertinggi pada perlakuan pemangkasan mencapai 34,3 cm, sedangkan pada perlakuan tanpa pemangkasan menunjukkan hasil terendah yaitu 17,6 cm. Menurut Irawati dan Setiari (2006), tanaman dengan jumlah dan panjang cabang yang lebih tinggi memiliki jumlah daun yang lebih banyak sehingga akan menghasilkan asimilat yang lebih banyak. Tabel 4. Pengaruh pemangkasan pucuk terhadap panjang cabang primer Pemangkasan Umur 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST ------------------------------cm/tanaman---------------------------Pangkas 9,0a 20,1a 19,7a 25,0a 29,7a 34,3a Tanpa Pangkas 6,7b 12,6b 11,1b 13,8b 15,0b 17,6b Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT pada taraf α = 5%

Perlakuan jarak tanam berpengaruh nyata terhadap panjang cabang primer primer pada umur 7 MST sampai 8 MST (Tabel 1). Pengaruh jarak tanam terhadap panjang cabang primer (Tabel 5) menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam 100 cm x 30 cm tidak berbeda nyata dengan perlakuan jarak tanam 100 cm x 25 cm tetapi berbeda nyata dengan perlakuan jarak 100 cm x 30 cm. Pengamatan pada umur 8 MST menunjukkan bahwa jarak tanam 100 cm x 30 cm menghasilkan panjang cabang primer tertinggi dengan rata-rata 32,0 cm dan terendah pada jarak tanam 100 cm x 15 cm dengan rata-rata 19,9 cm.

14

Tabel 5. Pengaruh jarak tanam terhadap panjang cabang primer Jarak Tanam Umur 7 MST 8 MST ----------------------------cm/tanaman-------------------------100 cm x 30 cm 26,0a 32,0a 100 cm x 25 cm 23,6a 26,2a 100 cm x 15 cm 17,2b 19,9b Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT pada taraf α = 5%

Jumlah dan Panjang Cabang Sekunder Cabang sekunder merupakan cabang yang tumbuh pada ketiak daun cabang primer. Cabang sekunder biasanya mulai tumbuh pada saat cabang primer sudah memiliki pucuk yang sempurna. Pertumbuhan dan waktu awal pengamatan cabang sekunder tidak berbeda dengan cabang primer. Tabel 6. Pengaruh pemangkasan pucuk terhadap jumlah cabang sekunder Pemangkasan Umur 6 MST 7 MST 8 MST --------------------∑ cabang/tanaman------------------------Pangkas 4,7a 16,3a 17,3a Tanpa Pangkas 1,0b 6,2b 7,4b Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT pada taraf α = 5%

Perlakuan pemangkasan berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang sekunder primer pada umur 6 MST sampai 8 MST (Tabel 1). Pengaruh pemangkasan terhadap jumlah cabang sekunder (Tabel 6) menunjukkan bahwa perlakuan tanpa pemangkasan berbeda nyata dengan perlakuan pemangkasan. Pengamatan pada umur 8 MST menunjukkan bahwa jumlah cabang sekunder tertinggi pada perlakuan pemangkasan dengan rata-rata 17 cabang dan terendah pada perlakuan tanpa pemangkasan dengan rata-rata 7 cabang. Tabel 7. Pengaruh pemangkasan pucuk terhadap panjang cabang sekunder Pemangkasan Umur 6 MST 7 MST 8 MST --------------------------cm/tanaman---------------------------Pangkas 3,9a 3,7a 5,6a Tanpa Pangkas 1,1b 2,8b 4,7b Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT pada taraf α = 5%

Perlakuan pemangkasan berpengaruh nyata terhadap panjang cabang sekunder pada umur 6 MST sampai 8 MST (Tabel 1). Pengaruh pemangkasan terhadap panjang cabang sekunder (Tabel 7) menunjukkan bahwa perlakuan tanpa pemangkasan berbeda nyata dengan perlakuan pemangkasan. Pengamatan pada umur 8 MST menunjukkan bahwa perlakuan pemangkasan menghasilkan panjang

15

cabang sekunder tertinggi dengan rata-rata 5,6 cm dan terendah pada perlakuan tanpa pemangkasan dengan rata-rata 4,7 cm.

Hasil Panen Bibit Jumlah Stek Stek batang dan stek pucuk dipanen pada umur 9 MST (> 2 bulan). Stek dikelompokan ke dalam 3 ukuran, yaitu ukuran 25 cm, 20 cm, dan 15 cm (Gambar Lampiran 2). Menurut Djufry et al. (2011), panjang sulur yang lebih pendek pada umumnya dimiliki oleh varietas dengan ruas buku yang rapat. Penjelasan sebelumnya menerangkan bahwa panjang rata-rata batang utama ubi cilembu pada penelitian ini yaitu 101,2 cm, cukup pendek jika dibandingkan dengan varietas ubi lainnya sehingga dapat disimpulkan bahwa ubi cilembu memiliki ruas yang rapat. Pengamatan dilapang menunjukkan bahwa ukuran stek 25 cm memiliki 5 buku (6 ruas), ukuran 20 cm memiliki 4 buku (5 ruas), dan ukuran 15 cm memiliki 3 buku (4 ruas). Menurut Irawati dan Setiari (2006), tunas lateral akan tumbuh lebih banyak pada tanaman yang memiliki jumlah ruas lebih banyak. Penelitian pada umumnya menggunakan stek berukuran 25 cm, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Rahmania dan Kurniawati (2014) menjelaskan bahwa stek 5 buku memiliki jumlah tunas terbanyak karena pada buku terdapat mata tunas sehingga semakin banyak jumlah buku maka semakin banyak mata tunas yang akan tumbuh menjadi tunas baru. Stek 5 buku juga memberikan hasil panen tertinggi dibandingkan dengan stek kurang dari 5 buku. Santoso et al. (2008) menjelaskan bahwa ukuran stek 30 cm, 25 cm, dan 20 cm memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan tanaman jarak pagar. Penggunaan stek panjang memerlukan bahan tanam yang lebih banyak dibandingkan stek pendek sehingga penggunaan stek pendek akan lebih efisien, namun ukuran stek harus menjadi pertimbangan dalam perbanyakan vegetatif karena terkait dengan keberadaan cadangan makanan yang umumnya berupa karbohidrat. Cadangan makanan yang dimiliki masing-masing stek akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bibit. Handriatni dan Susilo (2010) menerangkan bahwa karbohidrat merupakan hasil dari proses fotosintesis yang terjadi pada daun dan adanya metabolism yang meningkat. Proses metabolisme yang meningkat akan mempercepat pertumbuhan vegetatif sehingga mendorong terbentuknya kandungan karbohidrat di dalam tanaman. Tabel 8. Pengaruh pemangkasan pucuk terhadap jumlah stek batang dan stek pucuk Pemangkasan Stek Batang Stek Pucuk 25 cm ----------------------∑ stek/tanaman---------------------Pangkas 16,2a 10,1a Tanpa Pangkas 12,2b 5,8b Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT pada taraf α = 5%

Perlakuan pemangkasan berpengaruh nyata terhadap jumlah stek batang berukuran 25 cm (Tabel 1). Pengaruh pemangkasan terhadap jumlah stek batang

16

(Tabel 8) menunjukkan bahwa perlakuan tanpa pemangkasan berbeda nyata dengan perlakuan pemangkasan. Jumlah stek batang berukuran 25 cm tertinggi pada perlakuan pemangkasan dengan rata-rata 16 stek dan terendah pada perlakuan tanpa pemangkasan dengan rata-rata 12 stek. Perlakuan pemangkasan berpengaruh nyata terhadap jumlah stek pucuk berukuran 25 cm (Tabel 1). Pengaruh pemangkasan terhadap jumlah stek pucuk (Tabel 8) menunjukkan bahwa perlakuan tanpa pemangkasan berbeda nyata dengan perlakuan pemangkasan. Perlakuan pemangkasan menghasilkan jumlah stek pucuk berukuran 25 cm lebih banyak dengan rata-rata 10 stek dibandingkan perlakuan tanpa pemangkasan dengan rata-rata 6 stek. Pertumbuhan panjang batang terjadi lebih cepat pada perlakuan tanpa pemangkasan tapi perlakuan ini menghasilkan jumlah stek batang dan stek pucuk yang lebih rendah dibandingkan perlakuan pemangkasan, hal ini diduga karena stek batang dan stek pucuk pada perlakuan pemangkasan dihasilkan bukan dari pertumbuhan panjang batang tapi dari pertumbuhan samping (tunas-tunas lateral). Perlakuan jarak tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah stek pucuk berukuran 25 cm (Tabel 1). Perlakuan jarak tanam 100 cm x 30 cm menghasilkan jumlah stek pucuk berukuran 25 cm lebih banyak dengan rata-rata 10 stek dibandingkan jarak tanam 100 cm x 20 cm dan 100 cm x 15 cm dengan rata-rata 7 stek dan 6 stek. Penelitian yang dilakukan oleh Djufry et al. (2011) menjelaskan bahwa stek batang maupun stek pucuk menghasilkan pertumbuhan dan produksi ubi jalar yang tidak berbeda nyata. Menurut Febrianto dan Chozin (2014), stek pucuk memiliki pertumbuhan yang lebih cepat, meskipun hasilnya tidak berbeda nyata dengan stek batang karena pertumbuhan stek pucuk dipengaruhi oleh auksin.

Multiplication Rate Multiplication Rate pada penelitian ini dapat diketahui pada perlakuan pemangkasan dan jarak tanam, meskipun perlakuan jarak tanam hanya berpengaruh nyata terhadap jumlah stek pucuk. Multiplication Rate pada perlakuan tanpa pemangkasan adalah 1 bahan tanam menghasilkan 17 stek per tanaman sedangkan pada perlakuan pemangkasan ialah 1 bahan tanam menghasilkan 26 stek/tanaman. Multiplication Rate pada perlakuan jarak tanam 100 cm x 30 cm adalah 1 bahan tanam menghasilkan 27 stek/tanaman, pada jarak tanam 100 cm x 25 cm adalah 1 bahan tanam menghasilkan 20 stek/tanaman, dan pada jarak tanam 100 cm x 15 cm adalah 1 bahan tanam menghasilkan 18 stek/tanaman. Hasil tersebut menunjukkan bahwa perlakuan pemangkasan dan perlakuan jarak tanam 100 cm x 30 cm lebih efektif dalam mempercepat produksi bibit dibandingkan perlakuan tanpa pemangkasan.

Hasil Panen Umbi Jumlah Umbi Perlakuan pemangkasan dan jarak tanam tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi (Tabel 1). Umbi yang dipanen dikelompokan ke dalam 3 ukuran, yaitu

17

bobot < 150 g, 150 g sampai 200 g, 200 g sampai 300 g (Gambar Lampiran 3). Penelitian ini menunjukkan bahwa hasil panen umbi didominasi oleh umbi dengan bobot kurang dari 150 g dengan persentase 95,9 % dari total rata-rata 6 umbi/petak (Tabel Lampiran 4). Bobot tersebut sangat jauh di bawah bobot umbi ideal yaitu 200 g sampai 300 g. Total Bobot umbi panen untuk luasan lahan 180 m2 adalah 0,03 ton atau setara dengan 1,5 ton/ha. Hasil ini juga sangat jauh di bawah rata-rata produksi nasional ubi cilembu yang mencapai 20 ton/ha. Faktor-faktor yang menyebabkan umbi berukuran kecil diantaranya, (1) panen bibit yang dilakukan umur 2 bulan mempengaruhi perkembangan umbi karena tanaman berusaha untuk memperbaiki pertumbuhan vegetatifnya sehingga pertumbuhan umbi menjadi terhambat, (2) dosis pupuk KCl yang digunakan rendah, dalam penelitian ini pupuk urea yang paling banyak digunakan sehingga pertumbuhan vegetatif berlangsung lebih lama, (3) kondisi tanah, umbi dapat tumbuh subur ditanah berpasir untuk mempermudah perakaran dan pembentukan umbi, sedangkan lahan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki tekstur tanah liat yang lengket dan sangat gembur, (4) curah hujan tinggi, saat penelitian curah hujan mencapai 287,5 mm. Menurut klasifikasi iklim Schmidth dan Ferguson, bulan dengan curah hujan > 100 mm termasuk dalam bulan basah. Menurut Hariati et al. (2012) menjelaskan bahwa curah hujan tinggi menyebabkan pupuk kalium yang memiliki sifat mudah tercuci menjadi tidak tersedia bagi tanaman, (5) waktu panen, panen umbi pada penelitian ini dilakukan pada umur 18 MST (4,5 bulan) sedangkan menurut Balitbangtan (2001), umur panen umbi varietas cilembu adalah 5 bulan sampai 7 bulan. Unsur nitrogen yang terkandung dalam pupuk urea sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk perkembangan vegetatif terutama untuk perkembangan daun, meningkatkan warna hijau daun, dan pembentukan cabang, sedangkan unsur kalium pada KCl dapat mempercepat proses fotosintesis. Hasil fotosintesis dapat merangsang pembentukan umbi lebih besar (Sumarni et al., 2012).

Analisis Korelasi Hasil uji korelasi (Tabel 9) menunjukkan bahwa pertumbuhan vegetatif seperti pada panjang cabang primer, jumlah dan panjang cabang sekunder berkolerasi negatif dengan panjang batang. Semakin tinggi panjang batang maka pertumbuhan cabang primer dan cabang sekunder semakin lambat, hal ini diduga karena pertumbuhan panjang batang ubi jalar dipengaruhi oleh dominasi apikal yang dapat menghambat pertumbuhan tunas-tunas samping. Pertumbuhan vegetatif berupa panjang cabang sekunder berkorelasi positif dengan jumlah cabang sekunder. Semakin tinggi jumlah cabang sekunder maka pertumbuhan panjang cabang sekunder akan semakin meningkat. Hasil ini dilapang tidak selalu benar, hal ini diduga karena pertumbuhan panjang cabang sekunder pada penelitian ini dihitung berdasarkan hasil rata-rata dari total jumlah cabang sekunder yang memiliki ukuran panjang dan pendek. Hasil panen bibit berupa stek pucuk berkolerasi negatif dengan panjang batang. Semakin tinggi pertumbuhan panjang batang maka hasil panen stek pucuk semakin sedikit, hal ini diduga karena pertambahan panjang batang menghambat pertumbuhan tunas-tunas samping. Tunas-tunas tersebut akan berkembang menjadi

18

cabang lateral yang memiliki pucuk sehingga batang yang memiliki ukuran lebih panjang akan menghasilkan stek pucuk yang lebih sedikit Hasil panen bibit berupa stek pucuk berkorelasi positif dengan jumlah stek batang. Semakin banyak panen stek batang maka panen stek pucuk juga akan semakin banyak, hal ini karena batang memiliki buku tempat tumbuhnya tunastunas samping sehingga stek batang dimungkinkan memiliki cabang lateral yang dapat dijadikan stek pucuk. Hasil panen bibit berupa stek batang dan stek pucuk berkorelasi positif dengan panjang cabang primer. Semakin tinggi pertumbuhan cabang primer maka jumlah stek batang dan stek pucuk akan semakin meningkat. Menurut Sutapradja (2008), jumlah cabang berkolerasi positif dengan jumlah benih total pertanaman yang akan dipanen. Tabel 9. Hasil uji korelasi antar peubah pengamatan PB JP PP JS PS SB SP tn JP 0,188 PP -0,825* 0,154tn JS -0,984** -0,098tn 0,782tn PS -0,936** -0,179tn 0,664tn 0,950** SB -0,678tn 0,520tn 0,869* 0,685tn 0,535tn * tn ** SP -0,818 0,143 0,981 0,775tn 0,611tn 0,888* UK 0,590tn 0,034tn -0,652tn -0,554tn -0,680tn -0,376tn -0,498tn tn US 0,467 -0,556tn -0,498tn -0,518tn -0,608tn -0,666tn -0,402tn Keterangan : PB : Panjang Batang SB : Jumlah Stek Batang JP : Jumlah Cabang Primer SP : Jumlah Stek Pucuk PP : Panjang Cabang Primer UK : Jumlah Umbi Kecil JS : Jumlah Cabang Sekunder US : Jumlah Umbi Sedang PS : Panjang Cabang Sekunder

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Perlakuan pemangkasan menghasilkan pertumbuhan vegetatif lebih baik dibandingkan perlakuan tanpa pemangkasan. Perlakuan pemangkasan juga menghasilkan rata-rata jumlah stek batang maupun stek pucuk lebih banyak dibandingkan perlakuan tanpa pemangkasan. Jarak tanam 100 cm x 30 cm menghasilkan rata-rata jumlah stek pucuk lebih banyak dari perlakuan jarak tanam 100 cm x 25 cm dan 100 cm x 15 cm. Umbi yang dihasilkan oleh kombinasi perlakuan pemangkasan dan jarak tanam menghasilkan total bobot panen sebesar 1,5 ton/ha. Hasil ini menunjukkan bahwa kedua perlakuan tersebut tidak dapat digunakan dalam memproduksi bibit dan umbi secara bersamaan.

19

Saran Ubi cilembu yang merupakan tanaman merambat membutuhkan jarak tanam lebih luas (100 cm x 30 cm) untuk memaksimalkan pertumbuhan. Penelitian ini harus didukung dengan penelitian lanjutan untuk menguji hasil stek batang dan stek pucuk hasil perlakuan pemangkasan dengan jarak tanam 100 cm x 30 cm.

DAFTAR PUSTAKA Abadi I.J., Sebayang H.T. dan Widaryanto E. 2013. Pengaruh jarak tanam dan teknik pengendalian gulma pada pertumbuhan dan hasil tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L.). Jurnal Produksi Tanaman 1(2):8-16. Anggraini F., Suranto A. dan Aini N. 2013. Sistem tanam dan umur bibit pada tanaman padisawah (Oryza sativa L.) varietas inpari 13. Jurnal Produksi Tanaman 1(2):52-60. Arifin Z., Samekto R. dan Nurhayati, D.R. 2015. Pengaruh macam pupuk organik dan panjang stek terhadap pertumbuhan tanaman buah naga (Hylocereus polyrhizus). Jurnal Inovasi Pertanian 14(1):99-110. [Balitbangtan] Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2001. Cilembu. http://pangan.litbang.pertanian.go.id/varietas-137.html [12 Mei 2016]. [Balitbangtan] Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2016. Diversifikasi ubi jalar. http://pangan.litbang.pertanian.go.id/berita-314-diversifikasi//ubijalar-sebagai-bahan-pangan-substitusi-beras.html [12 mei 2016]. [BMKG] Badan Meteorologi dan Klimatologi. 2016. Data klimatologi selama penelitian. http://dataonline. Bmkg.go.id/data_iklim.html [15 Juni 2016]. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Luas panen ubi jalar tahun 2011-2015. www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/882. [15 Oktober 2015]. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi ubi jalar tahun 2011-2015. www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/882. [15 Oktober 2015]. Djufry F., Lestari M.S. dan Soflanit A.A. 2011. Pertumbuhan dan produksi ubi jalar (Ipomoea batatas L.) di dataran rendah pada berbagai varietas dan sumber stek. J. Agrivigor 10(3):228-234. Febrianto Y. dan Chozin M.A. 2014. Pengaruh jarak tanam dan jenis stek terhadap kecepatan penutupan Arachis pintoi Krap. dan Greg. sebagai biomulsa pada pertanaman tomat (Licopersicon esculentum M.). Bul. Agrohorti 2(1):37-41. Handriatni A. dan Susilo. 2010. Upaya peningkatan kangkung darat (Ipomea reptans Poir) dengan pemangkasan dan pemberian pupuk N di lahan pantai. PENA Akuatika 1(1):1-11. Hariati I., Nisa T.C. dan Barus A. 2012. Tanggap pertumbuhan dan produksi bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.) Urban) terhadap beberapa dosis pupuk kalium dan jarak tanam. Jurnal Agroekoteknologi 1(1):99-108. Hasyim A. dan Yusuf M. 2008. Diversifikasi produk ubi jalar sebagai bahan pangan substitusi beras. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Tabloit Sinar Tani.

20

Irawati H. dan Setiari N. 2006. Pertumbuhan tunas lateral tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) setelah dilakukan pemangkasan pucuk pada ruas yang berbeda. Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Tumbuhan. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Diponogoro. Iswadi. 1999. Pengaruh pemangkasan pucuk tiga bulan sebelum pencangkokan pada bambu ampel hijau dan bambu andong. Skripsi. Program Studi Agronomi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Januwati M, Pitono J. dan Ngadimin. 1996. Pengaruh pemangkasan terhadap pertumbuhan dan produksiterna tanaman sambiloto. Balai Penelitian Tanaman Rernpah dan Obat, Bogor 3(1):20-21. Juanda D. dan Cahyono B. 2000. Budidaya dan Analisis Usahatani Ubi Jalar. Kanisius, Yogyakarta. [Kemenristek] Kementrian Riset dan Teknologi. 2000. Ubi jalar. www.ristek.go.id. [15 Oktober 2015]. La Karimuna, Safitri dan Sabaruddin L.O. 2009. Pengaruh jarak tanam dan pemangkasan terhadap kualitas silase dua varietas jagung (Zea mays L.). Agripet vol 9(1). Marliah A., Hidayat T. dan Husna N. 2012. Pengaruh varietas dan jarak tanam terhadap pertumbuhan kedelai (Glycine Max (L.) Merrill). Jurnal Agrista. 16(1):22-28. Mayadewi N.A. 2007. Pengaruh jenis pupuk kandang dan jarak tanam terhadap gulma dan hasil jagung manis. Agritrop 26(4):153-159. Munawaroh N. dan Aziz S.A. 2013. Pertumbuhan dan produksi daun torbangun (Plectranthus amboinicus Spreng) dengan pemupukan organik dan pemangkasan. Bul. Agrohorti 1(4):122-132. Panggabean A.A., Heriansyah I., Widyani N., Fauzi M.A., Sabastian G.E. dan Ahmad G. 2015. Usaha hutan jati dalam sistem agroforestry di Indonesia. http://www.worldagroforestry.org/sea/Publications/files/poster/PO0214.pdf [19 Desember 2015]. Panggabean F.DM., Mawami L. dan Nissa T.C. 2014. Respon pertumbuhan dan produksi bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.) Urban) terhadap waktu pemangkasan dan jarak tanam. Jurnal Agroekologi 2(2):702-711. Patola E. 2008. Analisis pengaruh dosis pupuk urea dan jarak tanam terhadap produktivitas jagung hibrida p-21 (Zea mays L.). Jurnal Inovasi Pertanian 7(1):51-65. Purnama R.H., Santosa S.J. dan Hardiatmi S. 2013. Pengaruh dosis pupuk eceng gondok dan jarak tanam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sawi. Innofarm 12(2):95-107. Rahmania R. dan Kurniawati A. Penentuan ukuran stek kumis kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.) dan dosis pupuk kandang pada cara tanam langsung. J. Hort. Indonesia 5(3):189-202. Rahmiana E.A., Tyasmoro S.T. dan Suminarti N.E. 2015. Pengaruh pengurangan panjang sulur dan frekuensi pembalikan batang pada pertumbuhan dan hasil tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L.). Jurnal Produksi Tanaman 3(2):126134. Rukmana R. 1997. Ubi Jalar: Budidaya dan Pascapanen. Kanisius, Yogyakarta.

21

Santoso B.B., Hasnam, Hariyadi, Susanto S. dan Purwoko B.S. 2008. Perbanyakan vegetatif tanaman jarak pagar (Jatropha curcas l.) dengan stek batang: pengaruh panjang dan diameter stek. Bul. Agron. 36(3):255-262. Sasongko L.A. 2009. Perkembangan ubi jalar dan peluang pengembangannya untuk mendukung program percepatan diversifikasi konsumsi pangan di Jawa Tengah. Mediagro 5(1):36-43. Srirejeki D.I., Maghfoer M.D. dan Herlina N. 2015. Aplikasi PGPR dan dekamon serta pemangkasan pucuk untuk meningkatkan produktivitas tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.) tipe tegak. Jurnal Produksi Tanaman 3(4):302-310. Solikhin A. 2003. Studi tentang pembiakan vegetatif stek pucuk dan pengelolaan kebun pangkas jati (Tectona grandis L. f). Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suharsi T.K., Surahman M. dan Rahmatani S.F. 2013. Pengaruh jarak tanam dan pemangkasan tanaman pada produksi dan mutu benih koro pedang (Canavalia enziformis). Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia 18 (3):172-177. Sulistyowati D.D. 2010. Pengaruh klon dan generasi bibit terhadap pertumbuhan dan produksi ubi jalar. Skripsi. Program Studi Agronomi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sumarni N., Rosliani R. dan Suwandi. 2012. Optimasi jarak tanam dan dosis pupuk NPK untuk produksi bawang merah dari benih umbi mini di dataran tinggi. J. Hort. 22(2):147-154. Suparman. 2007. Bercocok tanam ubi jalar. Azka Press. Sutapradja H.J. 2008. Pengaruh jarak tanam dan ukuran umbi bibit terhadap pertumbuhan dan hasil kentang varietas granola untuk bibit. J. Hort. 18(2): 155-159. Sutapradja H.J. 2008. Pengaruh pemangkasan pucuk terhadap hasil dan kualitas benih lima kultivar mentimun. J. Hort. 18(1):16-20. Usman I.R. dan Aziz A. 2013. Analisis pertumbuhan dan produksi kacang koro pedang (Canavalia enziformis) pada berbagai konsentrasi pupuk organik cair dan pemangkasan. Jurnal Galung Tropika 2(2):85-96. Widowati R. 2000. Bercocok tanam ubi jalar. Agdex 174:20. Yetti H. dan Ardian. 2010, Pengaruh penggunaan jarak tanam terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah (Oryza Sativa L.) varietas IR 42 dengan metode SRI. SAGU 9(1):21-27. Yudianto A.A., Fajrin S. dan Aini N. 2015. Pengaruh jarak tanam dan pembumbunan terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman garut (Marantha arundinaceae L.). Jurnal Produksi Tanaman 3(2):172-181.

22

23

LAMPIRAN

24

25

Pertumbuhan Vegetatif

(a)

(c)

(b)

(d)

(e)

Gambar Lampiran 1. Kondisi pertanaman ubi jalar umur 5 MST (a), tunas ketiak (b), batang hasil pemangkasan (c), cabang primer (d), cabang sekunder (e)

Hasil Panen Bibit

(a)

(b)

(c)

Gambar Lampiran 2. Stek batang dan stek (a); stek batang ukuran 20 cm, 15 cm, 25 cm (b); stek pucuk ukuran 20 cm, 15 cm, 25 cm (c)

26

Hasil Panen Umbi

Gambar Lampiran 3. Umbi dengan bobot 200-300 g, 150-200 g, <150 g

Gejala Hama dan Penyakit

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar Lampiran 4. Daun terserang hama (a), gejala kudis pada daun (b), gejala kudis pada batang (c), gejala penggerek pada umbi (d)

27

P1U1

P2U1

P3U1

TP2U1

TP1U1

TP3U1

P2U2

P3U2

P1U2

TP1U2

TP3U2

TP2U2

P3U3

P1U3

P2U3

TP3U3

TP2U3

TP1U3

U1

Keterangan Px : Perlakuan pemangkasan dengan jarak tanam ke-i TPx : Perlakuan tanpa pemangkasan dengan jarak tanam ke-i U1 : Ulangan pertama U2 : Ulangan kedua U3 : Ulangan ketiga Gambar Lampiran 5. Denah percobaan

Tabel Lampiran 1. Daya tumbuh bibit ubi jalar Perlakuan Pemangkasan Jarak tanam Tanpa Pangkas 100 cm x 30 cm Pangkas Tanpa Pangkas 100 cm x 25 cm Pangkas Tanpa Pangkas 100 cm x 15 cm Pangkas Rata-Rata

Jumlah Bibit Hidup U1 22 26 32 32 54 56

U2 29 20 32 36 61 56

U3 0 28 34 32 43 56

Jumlah Bibit Tanam

Daya Tumbuh (%)

192 192 240 240 360 360

65 % 82 % 91 % 79,33 %

28

Tabel Lampiran 2. Deskripsi ubi cilembu SK : 124/Kpts/TP.240/2/2001 Tahun : 2001 Tetua : Rataan Hasil : 20 ton/ha Asal : Desa Cilembu, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang Jawa barat Pemulia : Lenny Ateng, Ngadimin PS, Agus Trismana, Agus Sutrisna, Asep Rustaman, Entin Kartini Keterangan : Varietas unggul nasional Tipe pertumbuhan : Merambat Umur panen : 5-7 bulan Warna bunga : putih keunguan Warna batang : hijau Panjang batang : 80-130 cm Warna kulit umbi : Krem kemerahan/kuning Warna daging umbi mentah : Krem kemerahan/kuning Bentuk umbi : Panjang dan berurat nyata Rasa umbi : Enak, manis dan bermadu Tekstur umbi : Baik, tidak berair : Tahan penyakit scab/kudis (Elsinoe batatas), Ketahanan terhadap hama peka Hama lanas/penggerek (Cilas dan penyakit formicarius) : bentuk umbi panjang bobot bahan Keunggulan kering/rendemen Umbi tinggi, rasa sangat manis (jika dibakar dalam oven) Sumber: Balitbangtan, 2001 Tabel Lampiran 3. Data klimatologi selama penelitian Suhu Kelembaban Bulan Suhu (°C) Rata-rata Rata-rata (°C) (%) Min Maks Januari 23,64 32,30 Februari 23.21 30,78 Maret 23,50 31,75 April 23,97 32,80 Mei 24,03 32,24 Jumlah 118,3 159,8 Rata- rata 23,67 31,97 Sumber: BMKG, 2016

26,47 25,75 26,35 26,87 26,92 132,37 26,47

86,04 88,71 87,36 84,25 85,00 431,38 86,27

Curah Hujan (mm)

Lama Penyinaran (jam)

302,6 507,2 371,7 37,5 218,5 1437,5 287,5

5,94 3,78 4,40 3,87 5,27 23,28 4,65

29

Tabel Lampiran 4. Persentase umbi bobot I (<150 g), bobot II (150-200 g), bobot III (200-300 g) Petak

P1U1 P2U1 P3U1 P3U2 P2U2 P1U2 P3U3 P1U3 P2U3 TP2U1 TP1U1 TP3U1 TP1U2 TP3U2 TP2U2 TP3U3 TP2U3 TP1U3 TP1U3

∑ Umbi Bobot Bobot Bobot I II III 0 0 0 4 0 0 8 0 0 6 0 0 2 0 0 7 0 0 6 0 0 6 0 0 4 0 0 3 0 0 8 0 0 5 1 0 11 2 0 8 0 0 7 0 0 12 1 0 5 0 0 3 0 0 4 1 1 Rata-rata

∑ Umbi per petak 0 4 8 6 2 7 6 6 4 3 8 6 13 8 7 13 5 3 6 6,4

Persentase (%) Bobot Bobot Bobot I II III 0 0 0 100 0 0 100 0 0 100 0 0 100 0 0 100 0 0 100 0 0 100 0 0 100 0 0 100 0 0 100 0 0 83,3 16,7 0 84,6 15,4 0 100 0 0 100 0 0 92,3 7,7 0 100 0 0 100 0 0 66,7 16,7 16,7 95,9 3,1 0,9

30

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 23 Nopember 1994. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Khaerul Anwar dan Maryati. Tahun 2006 penulis lulus dari SDN Jati Gintung 1, kemudian melanjutkan pendidikan di MTs Daarul Muqimien dan lulus pada tahun 2009, lalu melajutkan pendidikan di MAN Mauk dan lulus pada tahun 2012. Tahun 2012 penulis diterima di Departeman Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB melalui SNMPTN Undangan. Penulis mendapatkan Beasiswa Bidikmisi selama menempuh pendidikan sarjana. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai pengurus Forum Komunikasi Rohis Departemen pada tahun 2013 sampai 2014 di Departemen Keputrian dan pengurus Badan Kerohanian Islam Mahasiswa IPB pada tahun 2014 sampai 2016 di Departemen Keputrian. Penulis juga aktif dalam kegiatan kepanitian. Kepanitiaan yang pernah diikuti penulis antara lain, Medis Open House 50 tahun 2013, Semarak Bidikmisi 2013, Penanggung Jawab Kelompok Masa Perkenalan Departemen Agronomi dan Hortikultura Tahun 2014, Seminar Nasional Perempuan I dan II tahun 2015 dan 2016, Simposium Nasional Badan Koordinasi Lembaga Dakwah Kampus tahun 2016, dan Seminar Riset Islam 2016. Penulis juga pernah menjadi pengajar di lembaga bimbingan belajar Al-fattah tahun 2014, secara personal tahun 2016 dan di lembaga bimbingan belajar Haffa tahun 2016.