PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK

Download Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2013, produksi jagung di. Indonesia ... hibrida sebesar 10-13 t ha-1 (BPS, 2013). ... Hasil pe...

0 downloads 620 Views 586KB Size
PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANONITROFOS DAN PUPUK KIMIA TERHADAP SERAPAN HARA DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) MUSIM TANAM KEDUA DI TANAH ULTISOL GEDUNGMENENG Dermiyati1), Jamalam Lumbanraja1), Ainin Niswati1), Sugeng Triyono1) dan Metha Deviana2) 1)

2)

Staf dan Mahasiswa Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung Jalan Sumantri Brojonegoro No. 1, Bandar Lampung, Indonesia 35145 [email protected]

ABSTRAK Pupuk Organonitrofos merupakan pupuk organik baru yang dirakit dari pencampuran kotoran sapi dengan batuan fosfat alam yang diperkaya mikroorganisme penambat N dan pelarut P. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kombinasi pupuk Organonitrofos dan pupuk kimia terhadap serapan hara dan produksi tanaman -1 jagung. Penelitian ini terdiri dari 6 perlakuan yaitu A (kontrol), B (900 kg Urea ha-1, 250 kg SP-36 ha-1, 250 kg KCl ha ), C -1 -1 -1 -1 -1 -1 (600 kg Urea ha , 150 kg SP-36 ha , 150 kg KCl ha , 500 kg Organonitrofos ha ), D (150 kg Urea ha , 50 kg SP-36 ha , -1 -1 -1 -1 -1 100 kg KCl ha , 1.000 kg Organonitrofos ha ), E (100 kg Urea ha , 50 kg SP-36 ha , 100 kg KCl ha , 2.000 kg -1 -1 Organonitrofos ha ), dan F (3.000 kg Organonitrofos ha ) dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kombinasi pupuk Organonitrofos dan pupuk kimia dengan -1 -1 -1 -1 perlakuan D (dosis 150 kg Urea ha , 50 kg SP36 ha , 100 kg KCl ha , 1.000 kg Organonitrofos ha ) diperoleh produksi jagung dan serapan hara N, P, dan K-total tanaman jagung tertinggi dibandingkan perlakuan kombinasi lainnya. Serapan hara N, P, dan K berkorelasi dengan bobot pipilan kering dan bobot berangkasan tanaman. Kata kunci: Jagung, kombinasi pupuk, pupuk Organonitrofos, dan serapan hara

PENDAHULUAN Jagung merupakan komoditas tanaman pangan kedua setelah padi, namun saat ini tingkat produksinya belum optimal. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2013, produksi jagung di Indonesia rata-rata hanya 4,9 t ha-1 dan hal ini jauh lebih rendah dibandingkan potensi produksi jagung hibrida sebesar 10-13 t ha-1 (BPS, 2013). Salah satu penyebab rendahnya produksi jagung di Indonesia adalah karena jagung banyak ditanam di lahan yang kurang subur dengan jenis tanah ultisol. Permasalahan tanah ultisol adalah kemasaman tanah tinggi (pH rata-rata <4,50), kejenuhan Al tinggi, miskin kandungan hara makro terutama P, K, Ca, dan Mg, dan kandungan bahan organik rendah. Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, dan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kesuburan tanah ultisol adalah melalui pemupukan. Pupuk kimia memiliki kelemahan yaitu merusak fisik dan biologi tanah serta menyebabkan degradasi lahan, disamping itu harganya mahal dibandingkan pupuk organik. Untuk itu, diperlukan kombinasi antara pupuk kimia dengan pupuk organik yang dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah ultisol. Hasil penelitian Rachman dkk. (2008), kombinasi pupuk 200 kg urea ha-1, 200 kg SP-36 ha-1, 100 kg KCl ha-1, dan 10 t bahan organik ha-1 meningkatkan bobot kering biji dan bobot kering tongkol jagung dibandingkan perlakuan lainnya.

301

Prosiding Seminar Nasional Pertanian Organik

Bogor, 18 – 19 Juni 2014

Nugroho dkk. (2011) telah merakit pupuk organik yaitu pupuk organomineral NP (organonitrofos) yang terbuat dari pencampuran kotoran sapi dan bantuan fosfat alam yang diperkaya dengan mikroba penambat N dan pelarut P. Untuk menguji efektivitas dan produktivitas dari pupuk organonitrofos telah dilakukan penelitian di berbagai lokasi dengan beberapa jenis tanah dan berkelanjutan pada beberapa musim tanam. Penelitian ini merupakan bagian kecil dari penelitian-penelitian tersebut. Pada musim tanam pertama diperoleh kombinasi pemupukan 100 kg urea ha-1, 50 kg SP-36 ha-1, 100 kg KCl ha-1, dan 2000 kg organonitrofos ha-1 sangat efektif dalam meningkatkan produksi tanaman jagung sebesar 51-74% (Septima et al., 2013). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh kombinasi pupuk organonitrofos dan kimia terhadap serapan hara (N, P, K), dan produksi tanaman jagung musim tanam kedua.

METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada 5o22’10” LS dan 105o14’38” dengan ketinggian 146 m dpl sejak November 2012 sampai Maret 2013. Analisis tanah dan tanaman dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian terdiri dari enam perlakuan yaitu A: Kontrol (Tanpa pupuk), B: 900 kg urea ha-1, 250 kg SP-36 ha-1, 250 kg KCl ha-1, C: 600 kg urea ha-1, 150 kg SP-36 ha-1, 150 kg KCl ha-1, 500 kg Organonitrofos ha-1, D: 150 kg urea ha-1, 50 kg SP-36 ha-1, 100 kg KCl ha-1, 1000 kg Organonitrofos ha-1, E: 100 kg urea ha-1, 50 kg SP-36 ha-1, 100 kg KCl ha-1, 2000 kg Organonitrofos ha-1, F: 3000 kg Organonitrofos ha-1. Pada musim tanam pertama, pada perlakuan F diberikan 5.000 kg Organonitrofos ha-1. Namun pada musim tanam kedua ini dosis diturunkan menjadi 3000 kg Organonitrofos ha-1 karena dosis ini dianggap terlalu tinggi oleh petani. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga ulangan dan pengelompokan berdasarkan topografi. Penelitian musim tanam kedua ini dilakukan pada musim hujan, yang merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya yag dilakukan pada musim kemarau. Lahan yang digunakan untuk penelitian ini merupakan lahan yang sama dengan penelitian musim tanam pertama. Lahan dibersihkan dari gulma, pada masing-masing lahan diberi pupuk sesuai perlakuan. Pupuk organonitrofos diberikan pada saat awal seminggu sebelum tanam. Pupuk SP-36 dan KCl diberikan pada saat tanam, sedangkan pupuk urea diberikan dua kali yaitu setengah dosis saat tanam dan setengah dosis pada masa akhir vegetatif. Tanaman jagung ditanam dengan jarak tanam 75 cm x 25 cm dengan satu tanaman per lubang tanam. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyiraman, penyiangan gulma, pembumbunan, dan pengendalian hama dan penyakit. Pengamatan dilakukan terhadap serapan hara tanaman jagung (N, P dan K) dan produksi jagung (bobot berangkasan kering, bobot pipilan kering dan bobot seratus butir). Uji korelasi antara serapan hara tanaman (N, P dan K) dan produksi jagung (bobot berangkasan kering tanaman dan bobot pipilan kering jagung) juga dilakukan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis menunjukan bahwa pupuk Organonitrofos bersifat alkalis dengan kadar C-organik tinggi, N-total dan P-total sedang, dan K-total rendah (data tidak ditunjukan). Perubahan sifat tanah akibat perlakuan pupuk organonitrofos dan kombinasinya dengan pupuk kimia disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan data analisis tanah pada akhir musim tanam pertama (MT 1) dan akhir musim tanam kedua (MT 2) secara umum tidak terdapat perbedaan yang nyata untuk N-total, P-tersedia, K-dd, pH dan Corganik. Namun, terjadi penurunan P-tersedia yang sangat nyata dari akhir MT 1 ke MT 2 pada perlakuan B

302

Dermiyati et al. : Pengaruh Pemberian Kombinasi Pupuk Organonitrofos dan Pupuk Kimia terhadap Serapan Hara dan Produksi ...

(pupuk kimia lengkap) dan perlakuan F (pupuk organonitrofos lengkap). Rendahnya kandungan P-tersedia ini juga disebabkan oleh rendahnya kandungan P-tersedia awal sebelum dilakukan penanaman MT 1 yaitu kandungan P-tersedia sebesar 8,6 ppm yang termasuk dalam kategori sangat rendah (Septima et al., 2013). Selanjutnya, hal ini juga diduga karena pupuk yang diberikan dipergunakan oleh tanaman jagung untuk pertumbuhan dan produksinya. Dapat dilihat bahwa kombinasi pupuk organonitrofos dan pupuk kimia mampu mempertahankan kesuburan tanah. Noor (2003) menyatakan bahwa fosfat alam dan kombinasi bakteri pelarut fosfat dengan pupuk kandang mampu meningkatkan P tersedia tanah, jumlah dan bobot kering bintil akar serta bobot kering tanaman kedelai. Dibandingkan perlakukan kontrol, aplikasi pupuk Organonitrofos maupun kombinasinya dengan pupuk kimia meningkatkan kandungan N-total, P-tersedia, K-dd, dan C-organik tanah. Hal ini disebabkan karena dalam formulasi pupuk Organonitrofos terkandung mikroba penambat N dan mikroba pelarut P (Nugroho et al., 2012). Syam’un dan Duchlan (2006), bahwa mikroba penambat N dan pelarut P dapat mensubsitusi unsur hara khususnya unsur hara nitrogen dan fosfor. Berdasarkan hasil uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%, kombinasi pupuk Organonitrofos dan pupuk kimia meningkatkan serapan hara N, P dan K pada tanaman jagung (Tabel 2). Serapan hara N, P dan K jagung tertinggi pada perlakuan D (150 kg urea ha-1, 50 kg SP-36 ha-1, 100 kg KCl ha-1, 1000 kg Organonitrofos ha-1) dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Serapan hara N, P dan K jagung terendah pada perlakuan A (kontrol). Hasil penelitian Mulyati et al. (2007), bahwa kombinasi perlakuan 250 kg urea ha-1 dan 10 t pupuk organik ha-1 memberikan efisiensi serapan hara N tertinggi. Pemberian pupuk Organonitrofos dan pupuk kimia dengan berbagai kombinasinya mampu memberikan nutrisi atau unsur hara yang cukup untuk pertumbuhan tanaman jagung, sehingga dapat meningkatkan serapan hara N, P serta K dan produksi tanaman jagung Noor (2003), kombinasi bakteri pelarut fosfat dengan pupuk kandang meningkatkan bobot kering tanaman kedelai sebesar 29% dibandingkan kontrol. Menurut Lakitan (1993), pupuk organik memiliki keunggulan selain mengandung unsur N dan P juga mengandung unsur hara mikro meskipun dalam jumlah sedikit, serta hormon dan energi yang berperan dalam meningkatkan pembentukan senyawa asam-asam amino, protein, dan komponen-komponen khlorofil yang menyebabkan proses fotosintesis berjalan dengan baik, sehingga meningkatkan fotosintat yang terdapat dalam tubuh tumbuhan. Dengan meningkatnya fotosintat, maka akan meningkat pula bobot kering berangkasan tanaman.

Tabel 1. Hasil analisis kimia tanah akhir musim tanam jagung pertama dan setelah panen jagung musim tanam kedua.

Perlakuan A B C D E F

N-total (%) MT 1* MT 2 0,17 0,33 0,28 0,24 0,27 0,28

0,11 0,25 0,31 0,23 0,25 0,21

P-tersedia (ppm) MT 1* MT 2 7,18 20,01 21,65 9,68 11,33 17,11

4,7 9,6 4,9 10,2 12,6 7,0

K-dd -1 (cmol kg ) MT 1* MT 2 0,51 0,84 0,84 0,76 0,81 0,80

0,48 0,85 0,75 0,73 0,78 0,89

pH (H2O) MT 1* MT 2 6,04 6,07 6,14 6,13 6,11 6,08

6,02 6,08 6,18 6,21 6,32 6,24

C-organik (%) MT 1* MT 2 1,50 1,98 2,08 2,03 2,24 2,20

1,22 2,04 2,09 2,19 2,29 2,25

Keterangan : A: Kontrol (Tanpa Pupuk) -1 -1 -1 B: 900 kg urea ha , 250 kg SP-36 ha , 250 kg KCl ha -1 -1 -1 -1 C: 600 kg urea ha , 150 kg SP-36 ha , 150 kg KCl ha , 500 kg Organonitrofos ha . -1 -1 -1 -1 D: 150 kg urea ha , 50 kg SP-36 ha , 100 kg KCl ha , 1000 kg Organonitrofos ha . -1 -1 -1 -1 E: 100 kg urea ha , 50 kg SP-36ha , 100 kg KCl ha , 2000 kg Organonitrofos ha . -1 F: 3000 Organonitrofos kg ha *Sumber: Septima (2013).

303

Prosiding Seminar Nasional Pertanian Organik

Bogor, 18 – 19 Juni 2014

Tabel 2. Pengaruh pupuk Organonitrofos dan kombinasinya dengan pupuk kimia terhadap serapan hara N, P K total tanaman jagung. Perlakuan A B C D E F BNT 0,05

-1

N-total (kg ha ) 128,26 d 216,16 b 209,02 b 275,55 a 185,56 bc 158,51 cd 36,25

-1

P-total (kg ha ) 20,75 c 34,50 b 33,04 b 43,15 a 35,84 b 31,95 b 5,63

-1

K-total (kg ha ) 86,01 d 157,08 b 141,55 bc 236,36 a 138,59 b 114,35 c 26,75

Keterangan: A: Kontrol (Tanpa Pupuk) -1 -1 -1 B: 900 kg urea ha , 250 kg SP-36 ha , 250 kg KCl ha -1 -1 -1 -1 C: 600 kg urea ha , 150 kg SP-36 ha , 150 kg KCl ha , 500 kg Organonitrofos ha . -1 -1 -1 -1 D: 150 kg urea ha , 50 kg SP-36 ha , 100 kg KCl ha , 1000 kg Organonitrofos ha . -1 -1 -1 -1 E: 100 kg urea ha , 50 kg SP-36ha , 100 kg KCl ha , 2000 kg Organonitrofos ha . -1 F: 3000 Organonitrofos kg ha Huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji BNT pada taraf 5%.

Tidak terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan pupuk organonitrofos maupun kombinasinya dengan pupuk kimia terhadap bobot berangkasan jagung (Gambar 1) dan bobot seratus butir (Gambar 2).

Gambar 1. Pengaruh aplikasi pupuk Organonitrofos dan kombinasinya dengan pupuk kimia terhadap bobot -1 berangkasan kering pada musim tanam ke dua. (A= tanpa pemupukan (kontrol); B= 900 kg Urea ha , 250 -1 -1 -1 -1 -1 kg SP-36 ha , 250 kg KCl ha ; C= 600 kg Urea ha , 150 kg SP-36 ha , 150 kg KCl ha , 500 kg -1 -1 -1 -1 -1 Organonitrofos ha ; D= 150 kg Urea ha , 50 kg SP-36 ha , 100 kg KCl ha , 1.000 kg Organonitrofos ha ; -1 -1 -1 -1 E= 100 kg Urea ha , 50 kg SP-36 ha , 100 kg KCl ha , 2.000 kg Organonitrofos ha ; F= 3.000 kg -1 Organonitrofos ha ).

304

Dermiyati et al. : Pengaruh Pemberian Kombinasi Pupuk Organonitrofos dan Pupuk Kimia terhadap Serapan Hara dan Produksi ...

Gambar 2. Pengaruh aplikasi pupuk Organonitrofos dan kombinasinya dengan pupuk kimia terhadap bobot seratus butir jagung (kadar air 15%) pada musim tanam ke dua. (A= tanpa pemupukan (kontrol); B= 900 kg Urea -1 -1 -1 -1 -1 -1 ha , 250 kg SP-36 ha , 250 kg KCl ha ; C= 600 kg Urea ha , 150 kg SP-36 ha , 150 kg KCl ha , 500 kg -1 -1 -1 -1 -1 Organonitrofos ha ; D= 150 kg Urea ha , 50 kg SP-36 ha , 100 kg KCl ha , 1.000 kg Organonitrofos ha ; E= -1 -1 -1 -1 100 kg Urea ha , 50 kg SP-36 ha , 100 kg KCl ha , 2.000 kg Organonitrofos ha ; F= 3.000 kg -1 Organonitrofos ha ).

Meskipun terdapat kecenderungan bahwa perlakuan D (150 kg urea ha-1, 50 kg SP-36 ha-1, 100 kg KCl ha-1, 1000 kg Organonitrofos ha-1) memiliki bobot berangkasan jagung (Gambar 1) dan bobot seratus butir (Gambar 2) yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena pada perlakuan D terdapat keseimbangan pupuk yang berasal dari kombinasi pupuk organonitrofos dan pupuk kimia untuk kebutuhan pertumbuhan dan produksi jagung. Terdapat korelasi nyata antara serapan hara (N, P dan K) dan produksi tanaman jagung (bobot kering berangkasan dan bobot pipilan kering) (Tabel 3). Semakin tinggi serapan hara N, P K tanaman dan biji, maka akan semakin tinggi pula bobot pipilan kering jagung. Hal itu diduga karena adanya hubungan yang erat antara ketersediaan N, P dan K dengan bobot pipilan kering jagung.

Tabel 3. Hasil uji korelasi antara serapan hara N, P, dan K dengan produksi jagung musim tanam kedua. No 1 2 3 4 5 6

Korelasi Serapan N dengan bobot pipilan kering Serapan P dengan bobot pipilan kering Serapan K dengan bobot pipilan kering Serapan N dengan bobot berangkasan Serapan P dengan bobot berangkasan Serapan K dengan bobot berangkasan

Persamaan

r

y = 0,0074x + 6,078 y = 0,0598x + 5,531 y = 0,0063x + 6,603 y = 0,0188x + 3,471 y = 0,1020x + 3,766 y = 0,0182x + 4,495

0,555 * 0,649 * 0,462 * 0,606 * 0,472 * 0,573 *

Keterangan: tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5%; *: berbeda nyata pada taraf 5%.

305

Prosiding Seminar Nasional Pertanian Organik

Bogor, 18 – 19 Juni 2014

KESIMPULAN Kombinasi pupuk Organonitrofos dan pupuk kimia dengan dosis 150 kg urea ha-1, 50 kg SP-36 ha-1, 100 kg KCl ha-1, dan 1000 kg Organonitrofos ha-1 cenderung memiliki serapan hara N, P dan K total serta produksi jagung tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Selanjutnya, dari hasil penelitian ini juga terdapat korelasi antara serapan hara N, P dan K dengan produksi jagung (bobot berangkasan tanaman dan bobot pipilan kering).

UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih disampaikan kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi yang telah memberikan bantuan dana Riset Unggulan Strategis Nasional Tahun 2011-2013. Dedikasi yang tinggi juga kepada Prof. Dr. Ir. Sutopo Ghani Nugroho, M.Sc. (Alm.) yang memiliki ide awal untuk memformulasikan pupuk organonitrofos ini dan sebagai Ketua Tim Peneliti pada Tahun 2011 dan 2012. Penelitian ini merupakan sebagian kecil dari rangkaian riset tersebut.

DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi Tanaman Palawija. Diakses dari http://bps.go.id, pada tanggal 10 Oktober 2013. Lakitan B. 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Mulyati RS, Tejowulan dan VA Octarina. 2007. Respon Tanaman Jagung terhadap Pemberian Pupuk Kandang Ayam dan Urea terhadap Pertumbuhan dan Serapan N. J. Agroteksos. 17(1): 51-56. Noor A. 2003. Pengaruh fosfat alam dan kombinasi bakteri pelarut fosfat dan pupuk kandang terhadap P tersedia dan pertumbuhan kedelai pada ultisol. J. Tanah dan Lingungan 7(2): 41-47. Nugroho SG, Dermiyati, J Lumbanraja, S Triyono, H Ismono dan AP Jatmiko. 2011. Perakitan pupuk alternative organomineral NP (Organonitrofos) berbasis sumberdaya local dan pengalihan teknologi produksi ke swasta dan kelompok tani. Proposal Lengkap Riset Unggulan Strategis Nasional. Universitas Lampung. Bandar Lampung. hlm. 6-10. Nugroho SG, Dermiyati, J Lumbanraja, S Triyono, H Ismono, YT Sari dan E Ayuandari. 2012. Otimum Ratio of Fresh Manure and Grain Size of Phosphate Rock Mixture in a Formulated Compost for Organomineral NP Fertilizer. J. Tanah Trop. 17(2) : 121-128. Prasetyo BH dan DA Suriadikarta. 2006. Karakteristik, potensi dan teknologi pengelolaan tanah ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. J. Litbang Pertanian 25(2): 39-47. Rachman IA, S Djuniwati dan K Idrus. 2008. Pengaruh bahan organik dan pupuk NPK terhadap serapan hara dan produksi jagung di Inseptisol Ternate. J. Tanah dan Ling. 10(1): 7-13. Septima AR, J Lumbaraja, Dermiyati dan SG Nugroho. 2013. Uji efektivitas pupuk organonitrofos dan kombinasinya dengan pupuk kimia terhadap pertumbuhan, serapan hara dan produksi tanaman jagung (Zea mays L.) pada tanah ultisol Gedung Meneng. J. Agroteknologi 2(3): 25-30. Syam’un E dan A Duchlan. 2006. Pengembangan Agen Mikoriza Penambat Nitrogen. Penelitian Universitas Hasanuddin. Makasar. Diakses pada tanggal 30 April 2012.

306