PENGARUH PENGGUNAAN ASAM CUKA NIRA AREN TERHADAP DAGING SAPI

Download Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004. 116. PENGARUH PENGGUNAAN ASAM CUKA NIRA AREN. TERHADAP DAGING SAPI ASAM. ( Effec...

0 downloads 318 Views 157KB Size
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

PENGARUH PENGGUNAAN ASAM CUKA NIRA AREN TERHADAP DAGING SAPI ASAM (Effect of Acetic Acid Fermented from Nira-aren Palm for Acidified Beef) ANDI TARIGAN Loka Penelitian Kambing Potong, PO Box 1, Galang 20585

ABSTRACT Acidified beef is one of some diversification of meat product. About 4200 g beef of back thigh which was divided into 21 pieces, which were 200 g/pack respectively. Samples of 21 pieces was divided into 3 treated group which was 7 samples in each treatment. Meat group 1, 2 and 3 (P1, P2 dan P3) were dipped by 20, 30 and 40 ml/1400 g of nira aren vinegar for 24 hours respectively. All samples were kept in the oven at 60oC for 10 hours and then were analyzed for pH, water content and shrink after cooking. Resuls showed that the use of nira aren vinegar significantly (P 0.01) affect pH value (P1 = 5.70, P2 = 5.64 and P3 = 5.57) water content (P1 = 50.72%, P2 = 48.10% and P3 = 45.81%). It can be concluded that dipping by 20 ml nira aren vinegar can decreased pH and increase water content and also reduced shrinken after cooking. Key words: Acetic acid, acidified beef ABSTRAK Peningkatan konsumsi daging dapat dilakukan melalui diversifikasi produk berupa daging sapi asam. Daging sapi asam adalah produk daging sapi yang telah mengalami pengeringan pada suhu 60oC selama 10 jam, setelah direndam dengan asam cuka nira aren dengan konsentrasi 1% asam asetat, selama 24 jam sebagai bahan pengawet. Dalam penelitian ini digunakan 4200 g daging sapi bagian paha belakang (gandik) yang dibagi menjadi 21 potong. Tiap potongan dengan berat 200 g. Bahan pengawet yang digunakan adalah asam cuka nira aren. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan ulangan sebanyak 7. Perlakuan menggunakan asam cuka nira aren pada daging sapi dengan konsentrasi P1 = 20 ml asam cuka nira aren/1400 g daging, P2 = 30 ml asam cuka nira aren/1400 g daging , P3 = 40 ml asam cuka nira aren /1400 gr daging. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan asam cuka nira aren memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai pH (P1 = 5,70, P2 = 5,64, P3 = 5,57), kadar air (P1 = 50,72%, P2 = 48,10%, P3 = 45,81%) dan susut masak (P1 = 7,79%; P2 = 8,86%; P3 = 10,23%) daging sapi asam. Disimpulkan bahwa penggunaan asam cuka nira aren dapat digunakan untuk pengawetan daging sapi, karena dengan menggunakan 20 ml asam cuka nira aren/1400 g sudah mampu memberi pengaruh terhadap kualitas daging sapi yang menghasilkan pH, kadar air yang tinggi serta susut masak yang rendah. Kata kunci: Asam cuka nira aren, daging sapi asam

PENDAHULUAN Daging sapi merupakan bahan pangan asal ternak yang memberi manfaat yang besar bagi kehidupan manusia, karena memiliki nilai gizi yang tinggi yaitu kaya akan protein, lemak, mineral dan vitamin (FORREST et al., 1977). Selain itu daging sapi bersifat mudah rusak, bila tidak segera dimanfaatkan akan mengalami perubahan fisik, kimia dan mikrobiologik. Perubahan tersebut dapat menurunkan nilai gizi dan selera konsumen, oleh karena itu pengolahan perlu dilakukan

116

untuk mempertahankan kualitas daging sapi tersebut. Peningkatan konsumsi daging dapat dilakukan melalui diversifikasi produk olahan daging. Salah satu pengolahan daging sapi yang dapat dilakukan adalah pembuatan daging sapi asam. Daging sapi asam adalah produk daging sapi yang telah mengalami pengeringan pada suhu 60oC selama 10 jam, setelah direndam dengan asam cuka nira aren selama 24 jam sebagai bahan pengawet (TRANING MANUAL FOR SWINE, 1977). Asam cuka nira aren mengandung 1% asam asetat yang telah

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

dianalisa di Laboratorium, aman dipakai sebagai bahan tambahan pangan. Asam asetat berfungsi membantu mempertahankan dan mendorong kemantapan produk pangan termasuk warna, rasa dan aroma serta tekstur, sehingga kualitas dapat dipertahankan (TRANGGONO et al., 1990). Pada umumnya pengasaman menggunakan asam asetat. Penggunaan asam cuka dari nira aren serta jumlah yang sesuai belum banyak dilakukan. Asam asetat dapat memecah ikatan protein miofibril sehingga terjadi pengeluaran air dan bahan–bahan lain dari dalam daging. Asam asetat menyebabkan perubahan pH, kadar air serta nilai susut masak (FARDIAZ, 1983). Berdasarkan hal tersebut diatas, telah dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui sampai sejauh mana pengaruh penggunaan asam cuka nira aren terhadap pH, kadar air dan susut masak daging sapi asam. MATERI DAN METODE Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging sapi bagian paha belakang (gandik) sebanyak 4200 g, asam cuka nira aren dengan kadar asam asetat 1%. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah 3 g garam, 7 g gula pasir, 23 g saus kedelai, 7 g lada hitam dan 16 g bawang putih yang dioleskan keperlakuan tersebut. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (STEEL and TORRIE, 1991). Dengan tiga perlakuan dan tujuh kali ulangan. Sebagai perlakuan adalah asam cuka Nira Aren yang disusun sebagai berikut: P1 = 20 ml asam cuka nira aren/1400 g daging sapi

Cara pengukuran variabel pH (AOAC, 1984) Sampel seberat 20 g ditimbang, ditambahkan 40 ml aquades dan diblender selama satu menit, kemudian suspensi yang terbentuk dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml, lalu diukur dengan pH meter. Kadar air (AOAC, 1984) Sampel seberat 3 g dimasukkan ke dalam cawan logam yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan berisi sampel dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105oC selama 4−6 jam. Hingga berat cawan dan sampel konstan, setelah itu dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang beratnya. Kadar air dihitung sebagai berikut:

Kadar air

Bobot sampel awal



Bobot sampel akhir

=

x 100% Bobot sampel awal

Susut masak (AOAC, 1984) Disiapkan sampel sebanyak 10 g kemudian dimasukkan ke dalam pemanas air (waterbath) dengan suhu 75oC selama 15 menit, setelah masak diangkat, ditiriskan dan didinginkan, kemudian dilakukan penimbangan sampel. Selisih berat sampel sebelum dan sesudah proses pemasakan disebut susut masak yang dinyatakan dalam persen (%). Susut masak

=

a–b

X

100%

a a = Berat sebelum dimasak (gram) b = Berat sesudah dimasak (gram)

P2 = 30 ml asam cuka nira aren/1400 g daging sapi P3 = 40 ml asam cuka nira aren/1400 g daging sapi

Prosedur pembuatan asam cuka nira aren

Variabel yang diamati dalam pengujian ini adalah: pH, kadar air, susut masak.

a.

Dilakukan penyadapan pada tangkai bunga jantan yang telah berumur 70 hari yaitu tangkai yang telah mencapai panjang maksimum 65−85 cm.

117

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

b.

Umumnya penyadapan dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari, penampung yang dipasang pada sore hari diambil pada pagi hari berikutnya.

c.

Setiap penyadapan diperoleh 4-7 liter nira aren tergantung cuaca, umur pohon dan kesuburan tanah.

d.

Nira aren yang telah diambil dari penampung pohon, ditampung dalam wadah, disimpan serta dibiarkan selama 2 bulan.

e.

Setelah 2 bulan diperoleh asam cuka nira aren.

f.

Dianalisa di Laboratorium, diperoleh total asam asetatnya 1%.

Prosedur penelitian a.

Disiapkan daging sapi segar tanpa lemak yang dimbil dari RPH sebanyak 4200 g.

b.

Daging tersebut diiris setebal 1 cm, panjang 12 cm dan lebar 8 cm yang masing-masing sebanyak 200 g.

c.

Disediakan rempah-rempah berupa garam, lada hitam, gula, bawang putih, saus kedelai.

d.

Setiap potongan daging diolesi dengan rempah-rempah.

e.

Asam cuka nira aren dicampur dengan daging sapi yang telah dipotong sesuai dengan ukuran diatas.

f.

Direndam pada perlakuan selama 24 jam.

g.

Dimasukkan ke dalam oven yang telah diatur suhunya untuk diadakan pengeringan (suhu 60oC).

h.

Setelah 10 jam daging dianalisa pH, kadar air dan susut masak daging sapi. HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai pH Hasil pengukuran dan perhitungan dari nilai rataan untuk pH daging sapi asam selama penelitian (Tabel 1). Dari hasil pengamatan pH daging sapi asam seperti yang tercantum pada Tabel 1 terlihat

118

rataan nilai pH dalam penelitian ini untuk perlakuan penggunaan Larutan Asam Cuka Nira Aren berkisar 5,57−5,70. Nilai pH terendah sebesar 5,57 yang diperoleh dari daging sapi asam yang menggunakan Larutan Asam Cuka Nira Aren sebanyak 40 ml. Sementara itu, untuk pH tertinggi 5,70 diperoleh dari daging sapi asam yang menggunakan Larutan Asam Cuka Nira Aren sebanyak 20 ml lebih rendah dibandingkan dengan nilai pH pada penelitian MALINA (1992) yang menggunakan asam asetat 0%, 0,5%, 1% dan penyimpanan pada suhu rendah selama 2−17 hari pada produk daging sapi. pH yang diperoleh dari penelitian ini masih berada pada pH daging sapi segar berkisar antara 5,1−7,2 (BUCKLE et al., 1987). Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai pH daging sapi asam, dengan pengertian bahwa perbedaan penggunaan asam cuka nira aren dalam penelitian ini secara statistik memberikan perbedaan pada nilai pH daging sapi asam. Perbedaan ini disebabkan karena dengan bertambahnya asam cuka nira aren pada daging, pH pada daging tersebut akan menurun, pada data semakin banyak asam cuka nira aren, pH semakin menurun karena sifat asam cuka nira aren yang bersifat asam yang dapat menurunkan pH daging. Menurut WINARNO dan LAKSMI (1974) bahwa proses pengasaman diantaranya ditujukan untuk mengubah pH dari suatu bahan makanan menjadi rendah, sehingga lebih tahan terhadap kerusakan. Hasil uji lanjut BNJ menunjukkan bahwa pH pada daging sapi asam yang menggunakan asam cuka nira aren 20 ml sama dengan pH daging sapi asam yang menggunakan larutan asam cuka nira aren 30 ml, sedangkan pH daging sapi yang menggunakan larutan asam cuka nira aren 30 ml sama dengan pH daging sapi asam yang menggunakan larutan asam cuka nira aren 40 ml dan pH daging sapi asam yang menggunakan larutan asam cuka nira aren 20 ml berbeda nyata (P<0,05) dengan pH daging sapi asam yang menggunakan larutan asam cuka nira aren 40 ml. Dari hasil perbandingan tersebut dapat dilihat bahwa semakin banyak larutan asam cuka nira aren, pH pada daging sapi asam semakin rendah.

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

Tabel 1. Nilai pH daging sapi asam Perlakuan 20 ml asam cuka nira aren

30 ml asam cuka nira aren

40 ml asam cuka nira aren

Total

39,96

39,51

39,00

Rataan

5,70a

5,64ab

5,57b

Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Daging dibersihkan sebanyak 4200 gram

Dipotong-potong (ukuran 12 x 8 x 1 cm)

Dioleskan rempah -rempah

Direndam selama 24 jam

P1 = 20 ml P2 = 30 ml P3 = 40 ml

Dikeringkan dalam oven dengan suhu 60oC selama 10 jam

Daging Sapi Asam

Analisa Gambar 1. Diagram pembuatan daging sapi asam Sumber: TRAINING MANUAL FOR SWINE (1977)

Kadar air Hasil pengukuran dan perhitungan dari nilai rataan untuk kadar air daging sapi asam selama penelitian (Tabel 2). Dari nilai kadar air daging sapi asam pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa untuk perlakuan yang menggunakan kadar asam cuka

Nira Aren yang berbeda ternyata kadar air dalam penelitian ini berkisar antara 45,8150,72%. Daging dengan kadar air terendah diperoleh dari daging sapi asam yang menggunakan kadar asam cuka nira aren 40 ml sebesar 45,81% dan tertinggi diperoleh dari daging sapi asam yang menggunakan asam cuka nira aren sebanyak 20 ml.

119

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

Tabel 2. Persentase kadar air daging sapi asam Perlakuan

Total Rataan

20 ml asam cuka nira aren (%)

30 ml asam cuka nira aren (%)

40 ml asam cuka nira aren (%)

355,08

336,72

320,67

a

ab

45,81b

50,72

48,10

Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air daging sapi asam, dengan pengertian bahwa perbedaan penggunaan asam cuka nira aren dalam penelitian ini secara statistik memberikan perbedaan pada nilai kadar air daging sapi asam. Menurunnya kadar air pada daging sapi asam tersebut karena sifat asam cuka nira aren yang dapat mengekstrak protein (pelepasan protein oleh daging akibat melemahnya ikatan protein miofibril dalam daging) sehingga semakin banyak asam cuka nira aren, protein yang terekstrak oleh asam cuka nira aren semakin banyak akibat dari melemahnya ikatan protein miofibril pada daging mengakibatkan semakin banyak air bebas yang keluar dari dalam daging. Hal ini sejalan dengan pernyataan FARDIAZ (1983) sifat asam yang dapat mengekstrak daging (pelepasan protein oleh daging akibat melemahnya ikatan protein miofibril dalam daging) sehingga semakin banyak asam, daging yang terekstrak oleh asam semakin banyak dari melemahnya ikatan protein miofibril pada daging mengakibatkan semakin banyak air bebas yang keluar dari dalam daging. Menurut WISMAR dan PEDERSSON (1987) dalam ARIFIN (1993) bila daging mengalami kehilangan protein dalam daging, jumlah air yang terikat lebih lemah yakni air diantara molekul protein akan menurun sehingga air bebas dalam daging semakin menurun. Menurut FORREST et al. (1975) semakin banyak air bebas yang keluar dari dalam daging, setelah terjadi proses pemanasan, air bebas akan lebih cepat habis dibandingkan dengan air yang terikat dalam daging sehingga kadar air menurun. Selanjutnya WINARNO et al. (1980) menyatakan bahwa daging yang mempunyai

120

kadar air tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah yaitu kira-kira 15−50%, daging tersebut termasuk bahan segar. Hasil uji lanjut BNJ menunjukkan bahwa kadar air pada daging sapi asam yang menggunakan asam cuka nira aren 20 ml sama dengan kadar air daging sapi asam yang menggunakan larutan asam nira aren 30 ml, sedangkan kadar air daging sapi asam yang menggunakan larutan asam cuka nira aren 30 ml sama dengan kadar air daging sapi asam yang menggunakan larutan asam cuka nira aren 40 ml dan kadar air daging sapi asam yang menggunakan larutan asam cuka nira aren 20 ml berbeda nyata (P<0,05) dengan kadar air daging sapi asam yang menggunakan larutan asam cuka nira aren 40 ml. Dari hasil perbandingan tersebut dapat dilihat bahwa semakin banyak larutan asam cuka nira aren, kadar air pada daging sapi asam semakin rendah. Susut masak Hasil pengukuran dan perhitungan dari nilai rataan untuk susut masak daging sapi asam selama penelitian (Tabel 3). Susut masak diartikan sebagai persentase berat daging yang hilang selama proses pemasakan. Nilai susut masak daging sapi asam yang dihasilkan dari penelitian ini (Tabel 3), perrlakuan yang menggunakan asam cuka nira aren 20 ml menghasilkan nilai susut masak yang terendah (7,79%) kemudian diikuti secara berturut-turut kadar asam cuka nira aren 30 ml (8,86%) dan kadar asam cuka nira aren 40 ml (10,23%). Nilai susut masak dari penelitian ini berkisar antara 7,79−10,23%. Sesuai dengan pendapat FORREST et al. (1975) susut masak bervariasi antara 1,5−54,5%.

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

Tabel 3. Persentase susut masak daging sapi asam Perlakuan (%)

(%)

40 ml asam cuka nira aren (%)

54,59

62,02

71,64

a

ab

10,23b

20 ml asam cuka nira aren Total Rataan

7,79

30 ml asam cuka nira aren

8,86

Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai susut masak daging sapi asam. Dengan pengertian bahwa penggunaan asam cuka nira aren pada penelitian ini memberikan pengaruh pada nilai susut masak daging sapi asam. Hal ini disebabkan karena penurunan air bebas pada daging sapi asam berhubungan dengan susut masak, apabila air bebas yang banyak keluar, susut masak semakin besar, nilai susut masak besar karena kehilangan nutrisi selama pemasakan lebih banyak. Susut masak merupakan indikator terhadap nilai nutrisi daging dan berhubungan dengan banyaknya air terikat di dalam sel diantara serabut otot. Daging sapi asam dengan nilai susut masak terendah mempunyai kualitas lebih baik daripada daging dengan nilai susut masak yang lebih besar. Kualitas daging dengan nilai susut masak lebih rendah mempunyai kualitas lebih baik daripada daging dengan nilai susut masak lebih besar karena kehilangan nutrisi selama pemasakan lebih sedikit (FORREST et al., 1975; OCKERMAN, 1983). Hasil uji lanjut BNJ menunjukkan bahwa prosentase susut masak daging sapi asam yang menggunakan larutan asam cuka nira aren 20 ml dengan nilai susut masak 7,79% sama dengan larutan asam cuka nira aren 30 ml nilai susut masak 8,86% sedangkan daging sapi asam yang menggunakan larutan asam cuka 30 ml dengan nilai susut masak 8,86% sama dengan daging sapi asam yang menggunakan larutan asam cuka nira aren 40 ml dengan nilai susut masak 10,23%, sedangkan daging sapi asam yang menggunakan larutan asam cuka nira aren 20 ml dengan nilai susut masak 7,79% berbeda nyata dengan (P<0,05) dengan daging sapi asam yang menggunakan larutan asam cuka nira aren 40 ml dengan nilai susut masak 10,23%. Dengan pengertian bahwa

susut masak daging sapi asam yang menggunakan larutan asam cuka nira aren 20 ml lebih baik dibandingkan dengan penggunaan asam cuka nira aren 30 dan 40 ml. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan setiap variabel pada penelitian ini disimpulkan bahwa penggunaan asam cuka nira aren dapat digunakan untuk pengawetan daging sapi, karena dengan menggunakan 20 ml asam cuka nira aren yang mengandung asam asetat sudah mampu mempertahankan kualitas daging sapi yang menghasilkan pH, kadar air tinggi serta nilai susut masak rendah. DAFTAR PUSTAKA AOAC. 1984. Official Method of Analysis. 12th edition. Association of Official Analytical Chemist Washington DC. ARIFIN. 1993. Pengaruh lama dan suhu pemasakan terhadap kelarutan protein dan daya mengikat air daging sapi Peranakan Ongole. Institut Pertanian Bogor. Bogor BUCKLE, K.A., R.A. EDWARD, G.H.F. LECT dan M. WOOTON. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia. Jakarta FARDIAZ, N. ANDRAWULAN, H. WIJAYA, dan N.L. PUSPITASARI. 1983. Teknik analisis sifat kimia dan komponen pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. FORREST, J, C. ELTON, D. AKERCE, HEROLD, B. HENDRIK and R.A. MERKEL. 1975. Principle of Meat Science. 1st edition. W.H. Freman and co. San Fransisco OCKERMAN, H.W. 1983. Chemistry of meat tissue. Department of Animal Science, The Ohio State University Research and Development Center. USA.

121

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

STEEL, R.G.D. and TORRIE. 1994. Prinsip dan Prosedur Statistik. Diterjemahkan oleh BAMBANG SUMANTRI. Edisi Kedua. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta TRENGGONO. 1990. Bahan tambahan pangan. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta WINARNO, F.G. dan LAKSMI. 1974. Dasar pengawetan sanitasi dan keracunan. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Fatemat, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

WINARNO, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta WINARNO, F. G., S. FARDIAZ dan D. FARDIAS. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta WISMAR and PEDERSSON. 1987. The Science of Meat and Meat Product. 2nd edition. J.F. PRINCE and B.S. SCHAEIGERT. W.H. Freeman and Co. San Fransisco.

DISKUSI Pertanyaan Apakah pengujian kualitas daging, pH, kadar air dan susut masak saja yang dilakukan, bagaimana dengan daya mengikat air, kekerasan, protein dan uji organoleptik lain? Jawaban: Pengujian yang dilakukan sudah dapat mewakili dalam penelitian ini.

122