PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP KADAR

Download Hasil penelitian menunjukkan buah apel mengandung kadar air 87.54%, kadar abu 0.89%, kadar lemak 0.13%, kadar protein 0.31%, dan karbohidra...

0 downloads 697 Views 16MB Size
PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP KADAR VITAMIN C SERTA KANDUNGAN DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN APEL (Malus sylvestris Mill) VARIETAS ROME BEAUTY

LENY EKA TYAS WAHYUNI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pengolahan terhadap Kadar Vitamin C serta Kandungan dan Aktivitas Antioksidan Apel (Malus sylvestris Mill) Varietas Rome Beauty adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Leny Eka Tyas Wahyuni NIM I14144021

ABSTRAK LENY EKA TYAS WAHYUNI. Pengaruh Pengolahan terhadap Kadar Vitamin C serta Kandungan dan Aktivitas Antioksidan Apel (Malus sylvestris Mill) Varietas Rome Beauty. Dibimbing oleh LEILY AMALIA FURKON. Buah Apel mengandung beberapa senyawa fitokimia serta vitamin C yang berfungsi sebagai antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh pengolahan terhadap kadar vitamin C serta kandungan dan aktivitas antioksidan apel (Malus sylvestris Mill) varietas Rome Beauty dan produk olahannya. Sampel yang digunakan yaitu buah apel, sari apel, dodol apel, dan keripik apel dipilih secara purposive di Kota Batu, serta jus apel yang diolah sendiri. Analisis yang dilakukan yaitu proksimat pada buah apel meliputi kadar air dan abu metode gravimetri (AOAC 2005), kadar lemak metode soxhlet (AOAC 2005), kadar protein metode kjeldahl (AOAC 2005), dan karbohidrat by difference (AOAC 2005), serta kadar vitamin C (metode titimetri dengan larutan dye), kandungan antioksidan (secara kualitatif menggunakan metode KLT), serta aktivitas antioksidan metode DPPH (IC50 dan AEAC) pada semua sampel. Hasil penelitian menunjukkan buah apel mengandung kadar air 87.54%, kadar abu 0.89%, kadar lemak 0.13%, kadar protein 0.31%, dan karbohidrat 11.13%. Hasil uji beda Analisis perbedaan menunjukkan terdapat perbedaan yang siginifikan pada kadar vitamin C antar sampel (p<0.05). Buah apel mengandung vitamin C tertinggi, sementara dodol dan keripik apel mengandung vitamin C terendah. Terdapat pigmen berwarna merah-jingga (flavonoid) pada buah apel dan kuning-jingga (karoten) pada jus, dodol, dan sari apel. Nilai Rf berbeda-beda untuk setiap sampel tergantung pada jenis senyawa dalam sampel. Aktivitas antioksidan ekstrak kasar apel, jus, dodol, dan sari apel tergolong lemah (nilai IC50 tinggi), aktivitas antioksidan sari apel 9.8 ppm ekivalen asam askorbat. Kata kunci: antioksidan, apel Rome Beauty, kadar vitamin C, nilai IC50, nilai Rf

ABSTRACT LENY EKA TYAS WAHYUNI. Effect of Processing on the Vitamin C Level, Content and Antioxidant Activity of Apples (Malus sylvestris Mill) in Rome Beauty Varieties. Supervised by LEILY AMALIA FURKON. Apples contain several phytochemicals and vitamin C compounds that act as antioxidants. The aim of this research was to analyze the effect of processing on the vitamin C level, content and antioxidant activity of apples (Malus sylvestris Mill) in Rome Beauty varieties and its refined products. The samples used were apples, cider, dodol, and apple chips were selected purposively in Batu City, apple juice was processed by researcher. Proximate analyisis of apple were water content and ash by gravimetric methods (AOAC 2005), fat by soxhlet method (AOAC 2005), protein by kjeldahl method (AOAC 2005), and carbohydrate by difference (AOAC 2005), vitamin C level analized (titimetri method with dye

6

solution), antioxidant content (qualitatively used TLC), and antioxidant activity with DPPH method on all of samples (IC50 and AEAC). The results showed the nutrient content of apple contained water content was 87.54%, ash content was 0.89%, fat content was 0.13%, protein content was 12.31%, 11.13% of carbohydrate. Different test showed that there were significant differences on vitamin C level of samples (p<0.05). Apples contained the highest of vitamin C, while dodol and apple chips were sample with the lowest vitamin C level. There was a red-orange pigment (flavonoid) on apple and yellow-orange (carotene) on juice, dodol, and apple cider. Rf value was different for each sample based on the type of compounds in sample Antioxidant activity of crude extracts of apple, juice, dodol, and cider categorized in weak level (high IC50 values), antioxidant activity of apple cider was 9.8 ppm of ascorbic acid equivalents. Keyword: antioxidant, IC50 value, Rf value, Rome Beauty apples, vitamin C

PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP KADAR VITAMIN C SERTA KANDUNGAN DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN APEL (Malus sylvestris Mill) VARIETAS ROME BEAUTY

LENY EKA TYAS WAHYUNI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

Judul skripsi : Pengaruh Pengolahan terhadap Kadar Vitamin C serta Kandungan dan Aktivitas Antioksidan Apel (Malus sylvestris Mill) Varietas Rome Beauty Nama : Leny Eka Tyas Wahyuni NIM : I14144021

Disetujui oleh

Leily Amalia Furkon, STP, M Si Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Rimbawan Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Karya ilmiah yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2016 ini adalah pengaruh pengolahan dan analisis antioksidan, dengan judul “Pengaruh Pengolahan terhadap Kandungan dan Aktivitas Antioksidan serta Kadar Vitamin C Buah Apel (Malus sylvestris Mill) Varietas Rome Beauty”. Hasil karya ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kandungan dan aktivitas antioksidan buah apel dan produk olahannya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Leily Amalia Furkon, STP, MSi selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan saran, serta Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MS selaku dosen penguji atas kritik dan saran untuk perbaikan karya ilmiah ini. Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Mashudi dan staf laboran Departemen Gizi Masyarakat yang telah membantu selama uji laboratorium, serta semua pihak laboratorium tempat pengujian sampel dalam karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua serta seluruh keluarga atas kepercayaan, kasih sayang, doa, dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman seperjuangan yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Saran dan kritik yang membangun terkait penulisan karya ilmiah dapat diberikan kepada penulis demi penyempurnaan tulisan sehingga mendapatkan hasil yang optimal dalam penulisan karya ilmiah. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2016

Leny Eka Tyas Wahyuni

DAFTAR ISI DAFTAR ISI

xi

DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

METODE

3

Waktu dan Tempat

3

Bahan dan Alat

3

Tahapan Penelitian

4

Sampling Apel dan Penyiapan Sampel

4

Uji Laboratorium

4

Rancangan Percobaan

8

Pengolahan dan Analisis Data

8

HASIL DAN PEMBAHSAN

9

Karakteristik Apel Rome Beauty

9

Komposisi Kimia Apel Rome Beauty

9

Kadar Vitamin C

12

Kandungan Antioksidan

15

Aktivitas Antioksidan

18

SIMPULAN DAN SARAN

20

Simpulan

20

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

26

DAFTAR TABEL 1 Hasil uji proksimat buah apel varietas Rome Beauty 2 Kadar vitamin C (mg/100g) 3 Hasil analisis kandungan antioksidan 4 Aktivitas antioksidan dan ekstrak kasar sampel

10 13 17 18

DAFTAR GAMBAR 1 Buah apel Rome Beauty dan produk olahannya 2 Diagram alir pembuatan larutan dye 3 Tahap analisis kadar vitamin C 4 Tahap preparasi sampel kandungan antioksidan 5 Tahap analisis kandungan antioksidan 6 Tahap preparasi sampel aktivitas antioksidan 7 Tahap analisis aktivitas antioksidan

4 5 5 6 6 7 7

DAFTAR LAMPIRAN 1 Analisis Kadar Air Metode Gravimetri (AOAC 2005) 2 Analisis Kadar Abu Metode Gravimetri (AOAC) 2005) 3 Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 2005) 4 Analisis Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC 2005) 5 Analisis Kadar Karbohidrat by Difference (AOAC 2005) 6 Proses pengolahan dodol apel Rome Beauty 7 Proses pengolahan sari apel Rome Beauty 8 Proses pengolahan keripik apel Rome Beauty 9 Proses pengolahan jus apel Rome Beauty 10 Gambar hasil KLT 11 Kurva inhibisi vitamin C (IC50) 12 Kurva inhibisi buah apel (IC50) 13 Kurva inhibisi dodol apel (IC50) 14 Kurva standar vitamin C (metode dye) 15 Data hasil titrasi dan kadar vitamin C 16 Hasil uji beda kadar vitamin C (Kruskal Wallis) 17 Hasil uji beda lanjut kadar vitamin C (Mann Whitney) 18 Dokumentasi

28 28 29 29 30 30 31 31 31 32 32 32 33 33 33 34 34 36

1

PENDAHULUAN Latar Belakang Radikal bebas merupakan senyawa oksigen yang reaktif, secara umum diketahui sebagai senyawa yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Reaktivitas radikal bebas dapat dihambat oleh sistem antioksidan yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh (Winarsi 2007). Radikal bebas dapat terbentuk sebagai hasil proses metabolisme alami tubuh yang merupakan sumber endogen, seperti respirasi mitokondria, efek samping dari metabolisme kimia, peradangan akibat kerja fisik, olahraga berlebihan, reaksi terhadap besi dan logam lain, serta makanan berlebihan. Radikal bebas juga berasal dari sumber eksogen yang dapat terbentuk karena polutan lingkungan, kurang olahraga, pola makan yang tidak sehat, stres, merokok, radiasi sinar ultraviolet, ozon, pelarut sintetis, dan segala aktivitas yang menghasilkan pembakaran (Nuraini 2014). Kerusakan oleh radikal bebas dapat dihambat dan dicegah oleh senyawa antioksidan yang merupakan suatu nutrasetikal. Secara alami, terdapat antioksidan endogen didalam tubuh. Selain itu, manusia juga memerlukan antioksidan eksogen yang berasal dari luar tubuh untuk mengatasi kerusakan akibat radikal bebas (Syamsudin dan Buimed 2013). Senyawa antioksidan mampu melindungi tubuh dari berbagai penyakit yang terkait keberadaan radikal bebas dan dapat meningkatkan kekebalan tubuh. Oleh karena itu konsumsi antioksidan dalam jumlah yang cukup dan teratur dapat menurunkan risiko penyakit degeneratif serta kardiovaskuler, seperti kanker, diabetes melitus, dan aterosklerosis. Konsumsi makanan yang mengandung antioksidan dapat menghambat munculnya penyakit degeneratif akibat penuaan dan meningkatkan status imunologis. Kecukupan asupan antioksidan secara optimal perlu untuk semua kelompok umur. Komponen antioksidan banyak terdapat pada sayur-sayuran dan buah-buahan (Winarsi 2007). Buah apel mengandung beberapa senyawa fitokimia yang berfungsi sebagai antioksidan. Senyawa fitokimia tersebut adalah fenolik, golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan asam-asam organik polifungsional sebagai antioksidan primer, serta betakaroten yang mampu menghambat serangan radikal bebas penyebab berbagai penyakit degeneratif. Penelitian menunjukkan bahwa buah apel mengandung serat yang tinggi, fitokimia, dan flavonoid. Menurut Institut Kanker Nasional Amerika Serikat, kandungan flavonoid buah apel lebih tinggi dibandingkan dengan buah lainnya (Hadisaputra 2012). Kandungan senyawa fenolik utama dalam buah apel adalah quercetin glikosida yaitu sebesar 13.2 mg/100 g (Lee et al. 2003). Komponen-komponen tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu varietas apel, keadaan iklim, tempat tumbuh, cara pemeliharaan tanaman, cara pemanenan, kematangan pada saat panen, dan penyimpanan setelah panen. Berdasarkan penelitian Golding JB et al. (2001), konsentrasi total fenolik pada kulit buah apel dipengaruhi oleh cara penyimpanan. Penyimpanan buah apel pada temperatur 0o C akan menginduksi sedikit perubahan konsentrasi fenolik pada kulit buah apel tersebut. Selain komponen fitokimia, apel juga mengandung vitamin C. Vitamin C dalam buah apel dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan, pertumbuhan, dan cara pengolahan apel (Susanto dan Setyohadi 2011). Kandungan vitamin C apel

2

varietas Rome Beauty lebih tinggi yaitu sebesar 7.04 mg/100 ml dibandingkan dengan apel Anna (5.28 mg/100 ml) dan apel Manalagi (6.60 mg/100 ml). Soelarso (1996) dan Ashurst (1995) dalam Estiasih dan Khurniyati (2015) juga menyatakan bahwa kandungan vitamin C (mg/100 g) buah apel varietas Rome Beauty lebih tinggi dibandingkan apel Manalagi dan Anna. Proses pengolahan apel seperti pemotongan, penghancuran, penyaringan, blanching, dan pemanasan dapat menyebabkan penurunan vitamin C pada buah apel. Penilitian menunjukkan bahwa lama fermentasi akan menurunkan kadar vitamin C pada buah apel baik varietas Rome Beauty, Anna, dan Manalagi (Susanto dan Setyohadi 2011). Apel adalah salah satu buah yang banyak dikonsumsi oleh penduduk Indonesia. Konsumsi apel di Indonesia pada tahun 1999 sebesar 0.15 kg/kapita/tahun dan mengalami peningkatan pada tahun 2002 yaitu sebesar 0.61 kg/kapita/tahun (BPS dalam Dirjen Tanaman Pangan dan Hortikultura 2002). Biro Pusat Statistik menunjukkan bahwa pada tahun 1985-1987 rata-rata konsumsi apel masyarakat Indonesia meningkat 0.02% tiap tahun dengan rata-rata konsumsi apel 0.6 kg/kapita/tahun (Anggun et al. 2014), sedangkan pada tahun 2006 rata-rata konsumsi apel di Indonesia mencapai 1.1 kg/kapita/tahun (Huda et al. 2015). Cook (2006) dalam Anggun et al. (2014) menyatakan bahwa beberapa varietas apel yang unggul dan memiliki karaketristik serta kekhasan tersendiri yaitu apel malang (Malus sylvestris Mill) seperti Rome Beauty, Manalagi, Anna, dan Wangling yang terletak di Malang, Jawa Timur. Malang adalah salah satu pusat budidaya apel di Indonesia. Kota Batu merupakan kota pemekaran dari Kabupaten Malang yang dikenal sebagai penghasil apel di daerah Malang Raya, sedangkan penghasil apel di Kabupaten Malang sendiri terletak di Kecamatan Poncokusumo (Sellitasari et al. 2013). Hasil panen apel yang melimpah mendorong masyarakat Kota Batu untuk mengolah apel menjadi produk olahan. Jenis apel yang banyak digunakan sebagai bahan dasar produk olahan apel yaitu apel varietas Rome Beauty. Selain mengandung tanin dan vitamin C yang tinggi, masyarakat Kota Batu lebih menyukai apel Rome Beauty karena warna dan rasanya yang sedikit masam. Beberapa produk olahan apel yang telah banyak diproduksi secara komersil yaitu kripik apel, jenang apel, dodol apel, sari buah apel, brem apel, brownies apel, selai apel, manisan apel, sirup apel, dan cuka apel. Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pengolahan terhadap kadar vitamin C serta kandungan dan aktivitas antioksidan buah apel varietas Rome Beauty di Kota Batu. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian yaitu “Bagaimana pengaruh pengolahan terhadap kadar vitamin C serta kandungan dan aktivitas antioksidan apel varietas Rome Beauty?”

3

Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini yaitu menganalisis pengaruh pengolahan terhadap kadar vitamin C serta kandungan dan aktivitas antioksidan apel varietas Rome Beauty. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik apel Rome Beauty. 2. Menganalisis kandungan zat gizi buah apel Rome Beauty. 3. Menganalisis kadar vitamin C pada apel Rome Beauty dan produk olahannya. 4. Menganalisis kandungan antioksidan pada apel Rome Beauty dan produk olahannya. 5. Menganalisis aktivitas antioksidan pada apel Rome Beauty dan produk olahannya. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan wawasan bagi masyarakat mengenai pemanfaatan buah apel sebagai sumber antioksidan dari beberapa pengolahan apel (Malus sylvestris Mill) khususnya pada masyarakat kota Batu, Jawa Timur.

METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2016. Penelitian meliputi preparasi sampel, analisis kandungan gizi buah apel, serta analisis kadar vitamin C, analisis kandungan dan aktivitas antioksidan pada setiap sampel. Analisis kandungan gizi dilakukan di Balai Besar Pengembangan dan Penelitian Pasca Panen Pertanian, analisis kadar vitamin C di Laboratorium Biokimia Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, analisis kandungan antioksidan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka dan SEAMEO Biotrop, serta analisis aktivitas antioksidan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan untuk penelitian ini adalah buah apel (Malus sylvestris Mill) varietas Rome Beauty serta beberapa produk olahannya yaitu sari apel, dodol apel, dan keripik apel yang diambil dari Kota Batu, sedangkan sampel jus apel diolah sendiri oleh peneliti. Bahan yang digunakan untuk analisis kadar vitamin C yaitu asam askorbat, larutan dye, asam oksalat, dan akuades. Bahan kimia yang digunakan untuk menganalisis kandungan antioksidan yaitu larutan heksana, aseton, dan akuades, sedangkan untuk menganalisis aktivitas antioksidan

4

antara lain metanol, difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH), buffer asetat, asam askorbat, dan air bebas ion. serta bahan-bahan untuk analisis proksimat. Gambar 1 berikut adalah buah apel Rome Beauty dan produk olahannya (komersil) yang menjadi sampel dalam peneletian ini.

Gambar 1 Buah apel dan produk olahannya Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain silica gel plates, chromatography chamber, perangkat Soxhlet, perangkat Kjeldahl, bulb, timbangan digital, penangas air, tabung reaksi dengan tutup, mortar, penumbuk, pipet tetes, pipet volumetrik, mikropipet, rak tabung reaksi, kuvet, kaca arloji, oven, blender, desikator, cawan alumunium, gegep besi, spektrofotometer, stopwatch, vortex, waterbath, buret, enlenmeyer, gelas ukur, dan beberapa alat gelas lainnya. Tahapan Penelitian Sampling dan Penyiapan Sampel Pemilihan lokasi pembelian sampel atau produk olahan sampel pada penelitian ini, yaitu buah apel, sari apel, dodol apel, dan keripik apel, dilakukan secara purposive di Kota Batu, Jawa Timur. Buah apel yang dipilih adalah buah apel yang sering dikonsumsi masyarakat baik dalam bentuk buah segar maupun produk olahan, yaitu buah apel varietas Rome Beauty. Pemilihan lokasi pembelian buah apel dan produk olahan apel didasarkan pada ketersediaan sampel, akses yang terjangkau, dan wawancara masyarakat kota Batu. Penyiapan sampel produk jus apel dilakukan oleh peneliti. Pembuatan jus apel meliputi pencucian buah apel beserta kulitnya kemudian dipotong-potong dan dihancurkan menggunakan blender. Pembuatan jus apel ditambahkan sedikit air untuk mempermudah proses penghancuran buah apel. Uji Laboratorium Uji laboratorium yang dilaksanakan meliputi analisis proksimat, analisis kadar vitamin C metode titimetri (Gambar 2 dan 3), analisis kandungan antioksidan dengan metode Kromatrografi Lapis Tipis (KLT) (Gambar 4 dan 5), analisis aktivitas antioksidan metode DPPH (Gambar 6 dan 7).

5

1) Analisis Proksimat Analisis proksimat untuk mengetahui kandungan zat gizi makro dilakukan pada sampel buah apel segar Varietas Rome Beauty. Analisis proksimat meliputi kadar air menggunakan metode gravimetri (AOAC 2005), kadar abu metode gravimetri (AOAC 2005), kadar lemak metode soxhlet (AOAC 2005), kadar protein metode kjeldahl (AOAC 2005), dan karbohidrat by difference (AOAC 2005). 2) Analisis Kadar Vitamin C Kadar vitamin C dihitung menggunakan metode titimetri dengan larutan dye atau indophenol (Sulaeman et al. 1994) dengan modifikasi. a. Pembuatan larutan dye Ditimbang sebanyak 0.0625 g serbuk 2.6-diklorofenol-indofenol Ditambah 1.5 g Na2CO3 H2O Dipanaskan sampai larut Disaring dan dimasukkan ke dalam botol pereaksi Ditutup dan disimpan dalam refrigerator Gambar 2 Diagram alir pembuatan larutan dye b. Analisis kadar vitamin C metode titimetri (Sulaeman et al. 1994) Sebanyak 20 gram sampel dihancurkan atau dipotong kecil-kecil Ditambahkan 10 g asam oksalat Dilarutkan menggunakan aquades dan ditera sampai 250 ml Sampel dihaluskan menggunakan blender dan ditempatkan pada enlenmeyer Sampel disaring dan diambil 10 ml filtrat sampel Dititrasi menggunakan larutan dye sampai berubah warna menjadi merah jambu selama 15 detik Gambar 3 Tahap analisis kadar vitamin C Kadar vitamin C dalam sampel ditentukan dengan menggunakan kurva standar dan dinyatakan dalam mg vitamin C/100 g sampel, menggunakan persamaan:

6

3) Analisis Kandungan Antioksidan Identifikasi secara kualitatif kandungan antioksidan dilakukan dengan metode KLT (kromatografi lapis tipis). a. Preparasi sampel Sampel dipotong-potong menjadi bagian yang sangat kecil Ditempatkan pada mortar Ditambah 2 tetes aseton dan sampel digerus perlahan bersama aseton menggunakan penumbuk Penggerusan diteruskan sampai aseton berwarna hijau tua (beberapa tetes aseton boleh ditambahkan untuk mempermudah penggerusan) Cairan yang terekstrak ditempatkan dalam tabung reaksi Ditambahkan 1 pipet heksana pada tabung pereaksi berisi ekstrak Dibiarkan hingga ekstrak dan pelarut terpisah Gambar 4 Tahap preparasi sampel kandungan antioksidan b. Analisis kandungan antioksidan metode KLT Lempeng KLT disiapkan Dibuat garis penanda dengan pensil ±1cm dari ujung lempeng KLT Diberi 2 tanda berjarak 1/3 dari masing-masing sisi Sampel dipipet dengan pipet kapiler, diteteskan pada titik yang telah dibuat pada KLT hingga titik terlihat jelas Diberi label pada titik yang digunakan Chromatography chamber diisi dengan pelarut heksana:aseton (70:30) Kedalaman 0.5 cm, dipastikan titik sampel masih dibawah batas permukaan fase gerak, lalu ditutup kembali Proses dibiarkan sampai batas toluene mencapai jarak 1cm dari atas Lempeng diangkat dari chamber dan ditandai ujung teratas yang dijalani pelarut X

7

X Jarak diukur dari titik start dengan titik tengah dari spot dan titik akhir batas pelarut Spot-spot dilingkari setelah lempeng dikeringkan Warna diamati dan dihitung nilai Rf dari tiap titik Masing-masing spot yang terbentuk diidemtifikasi menggunakan sinar UV Gambar 5 Tahap analisis kandungan antioksidan Identifikasi secara kualitatif pada kromatografi kertas khususnya kromatografi lapis tipis ditentukan dengan menghitung nilai Rf (retardation factor), menggunakan rumus:

4) Analisis Aktivitas Antioksidan Analisis aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH. Buah apel, jus, dodol, dan keripik apel menggunakan metode DPPH dengan hasil yang dinyatakan sebagai nilai IC50, sedangkan uji aktivitas antioksidan sari apel dinyatakan sebagai kesetaraan atau ekivalen terhadap asam askorbat (AEAC). a.

Preparasi sampel

Sampel dipotong-potong, dihancurkan, dan dimaserasi dengan pelarut heksana dalam enlenmeyer 125 ml Filtrat dipisah dengan cara diaduk kemudian disimpan di enlenmeyer, kamudian disaring menggunakan kertas saring Whatman 42 Ekstraksi dilakukan kembali sampai menghasilkan residu tidak berwarna Filtrat yang diperoleh digabungkan dalam enlenmeyer asah, kemudian dievaporasi dengan rotary vacuum evaporator suhu 50oC Gambar 6 Tahap preparasi sampel aktivitas antioksidan b.

Analisis aktivitas antioksidan metode DPPH

Ekstrak kasar sampel hasil ekstraksi dilarutkan dalam etanol dengan konsentrasi yang berbeda (200-0.234 µg/ml) X

8

X 500 µl DPPH dan 500 µl ekstrak sampel (larutan uji) ditempatkan di microplate Dicampur dengan vortex, lalu disimpan dalam ruang gelap dengan suhu ruang selama 30 menit Dibaca absorbansi pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 517 nm Gambar 7 Tahap analisis aktivitas antioksidan Aktivitas antioksidan dari masing-masing sampel dinyatakan dengan persen inhibisi dengan rumus sebagai berikut: %

Nilai konsentrasi sampel (ekstrak dan antioksidan pembanding) dan persen inhibisinya diplot masing-masing pada sumbu x dan y pada persamaan regresi linier. Persamaan regresi linier diperoleh dalam bentuk persamaan y=ax+b, kemudian digunakan untuk mencari nilai IC50 (inhibitor concentration 50%) dari masing-masing sampel dengan menyatakan nilai y sebesar 50 dan nilai x yang diperoleh sebagai nilai IC50. IC50 adalah besarnya konsentrasi larutan sampel (ekstrak dan antioksidan pembanding) yang dibutuhkan untuk mereduksi radikal bebas DPPH sebesar 50%. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan menggunakan faktor tunggal yaitu jenis pengolahan pada buah apel dengan dua kali ulangan. Model matematika dari rancangan ini adalah sebagai berikut: Yij=µ+Ai+ɛij Keterangan : Yij : respon percobaan karena pengaruh perlakuan pengolahan apel, taraf perlakuan ke-i ulangan ke-j µ : nilai rata-rata Ai : pengaruh perlakuan pengolahan apel taraf ke-i ɛij : kesalahan (galat) karena pengaruh perlakuan ke-i ulangan ke j i : taraf perlakuan (i=pengolahan 1, pengolahan 2, pengolahan 3, pengolahan 4) j : ulangan (j=1,2) Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data penelitian meliputi coding, entry, editing, dan cleaning. Setelah pemberian kode data (coding) sebagai panduan, data dimasukkan (entry) dan dilakukan pengecekan (editing). Proses pengecekan ulang (cleaning) kemudian dilakukan untuk memastikan supaya tidak terjadi kesalahan dalam

9

memasukkan data. Data penelitian akan diolah menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007. Data kandungan dan aktivitas antioksidan dianalisis secara deskriptif, sementara data kadar vitamin C pada sampel diuji beda menggunakan Kruskal-Wallis dengan software Statistical Programme for Social Science (SPSS) version 16.0 for windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Apel Rome Beauty Apel merupakan salah satu buah yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Anggun et al. (2014) menyatakan bahwa rata-rata konsumsi apel masyarakat Indonesia meningkat setiap tahunnya. Batu adalah daerah pemekaran Kota Malang yang merupakan sentra produksi apel. Rome Beauty merupakan varietas apel yang paling banyak digemari oleh masyarakat Kota Batu karena rasanya yang sedikit masam-segar dan warnanya yang menarik. Untung (1994) menyatakan bahwa kandungan asam pada apel Rome Beauty lebih tinggi dibandingkan dengan varietas apel lainnya, oleh sebab itu apel tersebut memiliki rasa asam manis. Total asam pada apel varietas Rome Beauty yaitu 0.56% lebih tinggi dibandingkan apel varietas Manalagi sebesar 0.52%. Beberapa varietas apel yang tumbuh dengan baik di kota Batu yaitu Rome Beauty, Anna, Manalagi, dan Wangling, namun apel Rome Beauty merupakan buah apel yang paling banyak ditanam di daerah Batu. Menurut Untung (1994), sekitar 70% apel yang ditanam oleh petani apel di daerah Batu adalah varietas Rome Beauty. Morfologi buah apel varietas Rome Beauty yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Kecamatan Batu, Batu, Jawa Timur. Masyarakat Kota Batu dan Malang mengenal apel Rome Beauty sebagai Apel Malang. Apel Rome Beauty yang digunakan dalam penelitian ini memiliki berat sekitar 80-250 gram/buah dengan diameter 5-10 cm, hal ini sesuai dengan Untung (1994) yang menyatakan bahwa apel Rome Beauty memiliki berat 75-300 gram/buah. Rome Beauty memiliki bentuk bulat dan berkulit tebal dengan biji apel yang runcing. Warna kulit buah apel Rome Beauty tetap hijau kekuningan meskipun sudah matang dan akan berwarna merah pudar jika terkena sinar matahari. Hal ini yang membuat apel varietas Rome Beauty menarik dibandingkan dengan varietas lainnya. Apel Rome Beauty memiliki daging buah berwarna putih kekuningan, bertekstur kasar, dan tidak beraroma. Yulianti et al. (2007) menyatakan bahwa aroma apel Rome Beauty tidak tajam dan rasanya segar karena mengandung cukup banyak air serta memiliki daging agak kasar yang berwarna kekuningan. Komposisi Kimia Apel Rome Beauty Kandungan gizi pada bahan pangan atau produk pangan merupakan suatu parameter yang penting bagi konsumen dalam memilih makanan atau minuman yang akan dikonsumsi. Analisis zat gizi makro yaitu analisis proksimat yang merupakan salah satu cara untuk mengetahui kandungan gizi suatu bahan pangan

10

atau produk pangan. Analisis proksimat dilakukan pada buah apel segar varietas Rome Beauty. Tujuan dari analisis ini yaitu untuk mengetahui persentase zat gizi dalam bahan atau produk pangan berdasarkan sifat kimianya, meliputi kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat (Carbohydrate by Difference) (Winarno 2004). Hasil analisis proksimat buah apel varietas Rome Beauty disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil uji proksimat buah apel varietas Rome Beauty Sampel

Apel segar

Jenis analisis Kadar air Kadar abu Kadar lemak Kadar protein Karbohidrat

Hasil (%) 87.54 0.89 0.13 0.31 11.13

Kadar Air Air memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan fungsinya tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan atau produk pangan yang dinyatakan dalam persen. Buah dan sayuran merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan air cukup tinggi. Hal ini menyebabkan efek segar pada buah dan sayuran ketika dikonsumsi. Air berfungsi sebagai pelarut dan pengangkut zat gizi dalam tubuh, terutama vitamin larut air dan mineral. Kandungan air dapat menentukan daya terima, kesegaran, dan daya simpan suatu bahan pangan, selain itu air juga mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Kandungan air pada buah matang lebih tinggi dibandingkan dengan buah mentah. Kandungan air akan bertambah ketika buah mengalami proses kematangan. Kandungan air dalam bahan pangan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan pangan tersebut (Winarno 2004). Kandungan air pada apel segar varietas Rome Beauty adalah 87.54% dalam 100 gram buah. Kandungan air yang tinggi menyebabkan apel Rome Beauty memiliki rasa yang segar. Yulianti et al. (2007) menyatakan bahwa kandungan kadar air apel varietas Rome Beauty sebesar 86.65% dalam 100 gram buah. Kadar air apel Rome Beauty memang lebih tinggi dibandingkan dengan apel pada umumnya. Menurut United States Department of Agriculture (2016) kadar air buah apel yaitu 85.56 gram dalam 100 gram buah. Julianti (2011) menyatakan bahwa kadar air pada buah-buahan mencapai 65-90%. Namun, kadar air yang tinggi akan menyebabkan bakteri, kapang, dan khamir mudah untuk berkembang biak sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan pada bahan pangan (Sandjaja dan Atmarita 2009). Air merupakan wadah mikroorganisme untuk tumbuh (Estiasih dan Ahmadi 2009). Kadar air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan suatu bahan pangan mudah rusak akibat bakteri, kapang, dan khamir (Suarni 2009). Kadar Abu Kadar abu suatu bahan atau produk pangan menunjukkan total mineral yang terkandung dalam bahan atau produk pangan tersebut. Kadar abu total merupakan bagian dari analisis zat gizi makro yang digunakan untuk mengevaluasi nilai gizi suatu bahan atau produk pangan. Sekitar 96% bahan makanan mengandung air

11

dan bahan organik, kemudian sisanya adalah unsur-unsur mineral yaitu zat anorganik atau disebut juga dengan kadar abu (Winarno 2004). Berdasarkan hasil uji proksimat, kadar abu dalam buah apel segar varietas Rome Beauty adalah 0.89% dalam 100 gram buah. Data United States Department of Agriculture (2016) menunjukkan bahwa kadar abu pada buah apel adalah 0.19 gram dalam 100 gram buah. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan mineral dalam buah apel varietas Rome Beauty lebih tinggi dibandingkan dengan buah apel pada umumnya karena kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan pangan (Sandjaja dan Atmarita 2009). Kadar Lemak Lemak merupakan zat gizi makro dan salah satu sumber energi bagi tubuh yang penting untuk kesehatan (Almatsier 2009). Hampir semua bahan pangan mengandung lemak dengan jumlah yang berbeda-beda (Winarno 2004). Kandungan lemak dalam buah apel segar varietas Rome Beauty sangat sedikit yaitu 0.13% dalam 100 gram buah. Kandungan lemak pada buah apel berdasarkan United States Department of Agriculture (2016) adalah 0.21 gram dalam 100 gram buah. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan lemak dalam apel varietas Rome Beauty lebih rendah dibandingkan dengan buah apel pada umumnya. Lemak yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan dikenal sebagai lemak nabati. Lemak nabati baik bagi kesehatan karena dapat mencegah terjadinya penyempitan pembuluh darah akibat penumpukan kolesterol (Winarno 1994). Namun, buah apel bukanlah sumber lemak nabati yang baik karena kandungan lemak buah apel yang rendah. Kadar Protein Protein merupakan zat gizi makro yang memiliki fungsi khas bagi tubuh yaitu sebagai zat pembangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Fungsi protein tersebut tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain sehingga protein memiliki peranan yang penting dalam tubuh manusia (Almatsier 2009). Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar protein pada buah apel segar varietas Rome Beauty adalah 0.31% dalam 100 gram buah, lebih tinggi dibandingkan data yang disampaikan oleh United States Department of Agriculture (2016) yang menyatakan bahwa kandungan protein dalam buah apel pada umumnya yaitu 0.26 dalam 100 gram buah. Kandungan protein dalam buah apel adalah rendah sehingga buah apel bukanlah sumber protein yang baik karena kandungan protein buah apel yang rendah. Kadar Karbohidrat Karbohidrat merupakan zat gizi makro yang penting bagi tubuh sebagai sumber energi utama untuk manusia. Karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan melalui proses fotosintesis dengan bantuan sinar matahari (Almatsier 2009). Fitriningrum et al. (2013) menyatakan bahwa buah-buahan merupakan sumber mikro nutrien yaitu vitamin dan mineral, selain itu buah-buahan juga memasok makro nutrien meskipun dalam jumlah kecil, terutama karbohidrat. Sebagai hasil fotosintesis, kelebihan karbohidrat akan disimpan di tempat penyimpanan cadangan makanan termasuk pada buah. Karbohidrat juga berperan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, warna, rasa, dan tekstur. Kadar

12

karbohidrat pada buah apel segar varietas Rome Beauty adalah 11.13% dalam 100 gram buah. Berdasarkan United States Department of Agriculture (2016) kandungan karbohidrat dalam buah apel yaitu 17.26 gram dalam 100 gram buah. Jenis karbohidrat yang terdapat banyak pada tumbuhan adalah monosakarida, yaitu fruktosa dan glukosa, serta disakarida yaitu sukrosa, maltosa, dan selobiosa. Monosakarida menyebabkan buah-buahan terasa manis dan larut dalam air (Dwidjoseputro 1992). Amilum adalah jenis polisakarida yang merupakan bentuk simpanan pada sel-sel tumbuhan termasuk dalam buah-buahan, sedangkan pektin merupakan polisakarida lain dan berperan dalam proses pelunakan buah yang sudah matang (Fitriningrum et al. 2013). Berdasarkan hasil uji proksimat, menunjukkan bahwa kandungan karbohidrat dalam apel Rome Beauty lebih rendah dibandingkan dengan apel pada umumnya. Hal ini mendukung pernyataan Untung (1996) bahwa apel varietas Rome Beauty memiliki rasa yang sedikit masam karena kandungan karbohidrat yang rendah pada buah.

Kadar Vitamin C Vitamin C merupakan vitamin yang mudah rusak dan larut dalam air. Vitamin ini dapat disintesis secara alami dari hewan dan tumbuhan. Vitamin C dapat terbentuk sebagai L-askorbat dan asam L-dehidroaskorbat. Vitamin C dapat diserap dengan baik dari alat pencernaan dan masuk ke saluran darah lalu dialirkan ke seluruh tubuh. Secara umum tubuh menyimpan vitamin C dalam jumlah yang sedikit dan kelebihannya dibuang melalui urin. Vitamin larut air ini mudah teroksidasi oleh sinar matahari dan tereduksi membentuk asam askorbat. Jika terkena sinar matahari (UV) secara langsung maka akan terjadi proses oksidasi fotolisis yang mampu mengubah asam askorbat tereduksi menjadi dehidroaskorbat (Guthrie 1983). Vitamin C adalah vitamin larut air dan sebagian besar berasal dari sayursayuran dan buah-buahan, terutama buah-buahan segar. Asupan gizi rata-rata sehari sekitar 30-100 mg vitamin C yang dianjurkan untuk orang dewasa. Variasi kebutuhan vitamin C pada individu berbeda-beda. Kebutuhan vitamin C sesuai AKG 2004 pada anak-anak 400-450 mg/hari, pada pria 500- 900mg/hari, pada wanita500-750mg/hari, dan pada ibu hamil diperlukan tambahan 100mg/hari dari kebutuhannya (Sweetman 2005). Vitamin C berperan dalam berbagai fungsi yang melibatkan respirasi sel dan kerja enzim, beberapa peran tersebut antara lain yaitu oksidasi fenilanin menjadi tirosin, reduksi ion feri menjadi fero dalam saluran pencernaan sehingga besi dari transferin plasma dapat bergabung dalam feritin jaringan, serta mengubah asam folat menjadi bentuk aktif asam folinat. Vitamin C juga diperkirakan berperan dalam pembentukan hormon steroid dan kolesterol (Winarno 2004). Andarwulan dan Koeswara (1992) menyatakan bahwa penetapan kadar vitamin C dalam bahan pangan dapat dianalisis dengan berbagai metode, salah satunya dengan merode titimetri. Metode ini didasarkan pada pengukuran jumlah larutan titran yang bereaksi dengan analit. Larutan titran adalah larutan standar yang digunakan untuk mentitrasi yang diketahui konsentrasinya. Titrasi dilakukan dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit titran ke dalam analit. Prinsip

13

penetapan kadar vitamin C dengan metode titimetri adalah asam askorbat dioksidasi oleh diklorofenol-indofenol menjadi senyawa dehidro askorbat. Akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya warna merah jambu. Asam askorbat akan mereduksi indikator dye (2,6-diklorofenol indofenol) dalam suatu larutan yang tidak berwarna. Titik akhir titrasi asam askorbat yang terkandung dalam sampel yang telah ditambahkan dye ditandai dengan adanya kelebilhan dye yang tidak tereduksi dan akan merubah warna larutan menjadi warna merah muda dalam kondisi asam (Nielsen dan Suzanne 2010). Penetapan kadar vitamin C pada penelitian ini menggunakan 5 sampel yaitu buah apel dan jus apel varietas Rome Beauty, dodol apel, sari apel, dan keripik apel. Sampel ditimbang sebanyak 20 gram dan ditambah dengan asam oksalat lalu dilarutkan dalam labu takar 100ml. Sebanyak 10 ml dari hasil penyaringan larutan tersebut dititrasi dengan larutan dye hingga berubah warna. Larutan 2,6diklorofenol indofenol dalam suasana netral atau basa akan berwarna biru, sedangkan dalam suasana asam akan berwarna merah jambu (merah muda). Ketika 2,6-diklorofenol indofenol direduksi oleh asam askorbat maka menjadi tidak berwarna, namun jika seluruh asam askorbat telah mereduksi larutan tersebut maka kelebihannya akan terlihat dengan adanya pewarnaan atau perubahan warna. Perlu dilakukan standarisasi larutan dengan vitamin C standar untuk menghitung kadar vitamin C (Sudarmadji 1989). Tujuan penggunaan asam oksalat dimaksudkan untuk mengurangi oksidasi vitamin C oleh enzim-enzim oksidasi dan pengaruh glutation yang ada pada jaringan tanaman. Oleh sebab itu, ketika bahan pangan akan diukur kandungan vitamin C-nya perlu dilarutkan dengan asam kuat terlebih dahulu, antara lain asam asetat, asam oksalat, asam metafosfat, dan asam trikhloroasetat (Andarwulan dan Koeswara 1992). Penetapan kadar vitamin C dalam penelitian menggunakan metode titimetri secara duplo. Metode ini menggunakan larutan dye sebagai titrat dan larutan sampel sebagai titran. Hasil perhitungan kadar vitamin C dari sampel dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Kadar vitamin C (mg/100g) Sampel Buah apel Jus apel Dodol apel Sari apel Keripik apel

Kadar vitamin C (mg) 12.36 6.41 2.85 5.23 2.85

Uji beda

p=0.017

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa kadar vitamin C dalam sampel berkisar antara 2.85 mg/100 g hingga 12.36 mg/100g. Kandungan vitamin C tertinggi pada buah apel segar yaitu 12.36 mg/100g. Hasil ini sesuai dengan Yulianti et al. (2007) menyatakan bahwa kandungan vitamin C pada buah apel segar varietas Rome Beauty adalah 11.42 mg/100g. Berdasarkan uji beda menggunakan Kruskal–Wallis, didapatkan nilai p<0.05, hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang siginifikan kadar vitamin C pada kelima sampel penelitian. Hasil uji beda lanjut menggunakan Mann Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang siginifikan kadar vitamin C pada buah dan jus apel

14

terhadap dodol dan keripik apel (p<0.05). Dalimarta dan Adrian (2013) menyatakan bahwa kandungan gizi dan fitokimia apel lebih tinggi jika dikonsumsi secara langsung sebagai apel segar bila dibandingkan dengan produk olahannya. Jika apel diolah dalam bentuk keripik, jus, dan produk olahan lainnya, kadar senyawa fitokimia akan menurun bahkan hilang. Vitamin C adalah zat gizi esensial dalam diet, tetapi mudah teroksidasi oleh panas dan oksigen selama pengolahan, pengemasan, dan penyimpanan makanan (Nielsen dan Suzanne 2010). Oleh sebab itu, jika seseorang mengonsumsi buah apel yang sudah mengalami pengolahan atau berupa produk apel, maka seseorang tersebut tidak akan mendapatkan asupan vitamin C seperti mengonsumsi buah apel segar secara langsung. Ketika seseorang mengonsumsi jus apel, dodol apel, sari apel, dan keripik apel, maka mereka akan tetap mendapatkan manfaat dari vitamin C, namun manfaat tersebut tidak sebesar ketika seseorang mengonsumsi buah apel segar bersama dengan kulitnya. Golding et al. (2001) menyatakan bahwa beberapa faktor yang dapat mempengaruhi konsentrasi senyawaan bioaktif pada apel, yaitu kelarutan flavonoid dalam berbagai jenis jaringan pada apel, varitas apel, lama dan kondisi penyimpanan apel, serta bentuk sediaan (diproses atau segar). Menurut Lata dan Tomala (2007), kulit buah apel mengandung hampir 30% askorbat. Kandungan vitamin C pada jus apel lebih tinggi dibandingkan dengan sari apel, namun mengalami penurunan menjadi 6.41 mg/100g. Pada proses pembuatan jus, apel dan kulit dihancurkan menggunakan blender, ini menunjukkan bahwa apel telah mengalami proses pengolahan dengan cara dihancurkan sehingga kadar vitamin C-nya menurun. Apel yang diproses dengan cara menjadikan bubur dan penekanan (pressing) dapat menurunkan kadar bioaktivitasnya secara signifikan. Hasil pemrosesan yang sama dilakukan pada apel Jonagold hanya menyisakan aktivitas antioksidan sebesar 10% saja (Sluis et al. 2002). Tabel 2 menunjukkan bahwa dodol, sari, dan keripik apel adalah golongan sampel yang memiliki kadar vitamin C rendah. Ketiga sampel ini merupakan makanan yang melalui beberapa tahapan proses pengolahan, salah satunya yaitu dengan proses pemanasan. Pengaruh panas dalam proses pengolahan dapat mengakibatkan kehilangan beberapa zat gizi terutama zat-zat yang tidak stabil terhadap panas seperti asam-asam organik salah satunya yaitu kandungan asam askorbat (Dewi 2008 dalam Khurniyati et al. 2015). Winarno (2004) menyatakan bahwa vitamin C mudah rusah oleh panas, alkali, dan enzim. Sari apel memiliki kadar vitamin C lebih tinggi dibandingkan dodol dan keripik apel, yaitu 5.23 mg/100g. Hal ini disebabkan karena komposisi sari apel yang mengandung natrium benzoat yang berperan sebagai pengawet yang dapat menghambat pembusukan dan menekan pertumbuhan bakteri (Frazier 1978 dan Forres et al. 1975 dalam Aritonang 2004). Natrium benzoat adalah serbuk berwarna putih, tidak berbau, mudah larut dalam air, dan stabil di udara. Natrium benzoat digunakan sebagai bahan tambahan makanan dan dinyatakan aman. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengawet ini memiliki toksisitas sangat rendah terhadap manusia maupun hewan dan benzoat tidak berefek teratogenik dan karsinogenik jika dikonsumsi (Codex 2004 dalam Khurniyati et al. 2015). Konsentrasi natrium benzoat memberikan pengaruh terhadap kadar vitamin C dan

15

nilai organoleptik, serta daya simpan pada minuman beraroma apel (Pujihastuti 2007 dalam Khurniyati et al. 2015). Zentimer (2007) menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi natrium benzoat, maka akan menghambat pertumbuhan mikroba yang merusak vitamin C, sehingga kadar vitamin C dapat dipertahankan. Keripik apel merupakan sampel kering yang melalui beberapa tahap proses pengolahan yaitu dikupas, dipotong-potong, lalu digoreng. Kadar vitamin C keripik apel tergolong rendah yaitu 2.85 mg/100g. Hal ini sejalan dengan penelitian Sari dan Ayustaningwarno (2014), yang menunjukkan bahwa kandungan vitamin C ampas brokoli adalah 13.38 mg/100g, namun mengalami penurunan menjadi 2.25-4.64 mg/100g ketika ampas brokoli diolah menjadi keripik. Berdasarkan pengamatan, keripik apel tetap mengandung vitamin C meskipun telah melalui proses pemanasan. Hal ini disebabkan karena penggorengan keripik apel menggunakan vacuum frying. Suparlan (2012) menyatakan bahwa penggorengan buah-buahan yang memiliki kandungan air tinggi dilakukan dengan menggunakan vacuum frying. Proses penggorengan dengan suhu relatif rendah dapat menghasilkan keripik buah yang memiliki rasa dan aroma seperti buah aslinya, tekstur yang renyah, serta zat gizinya relatif dapat dipertahankan. Pada kondisi vakum, suhu penggorengan dapat diturunkan menjadi 80-90oC (titik didih minyak menurun). Oleh karena itu kerusakan warna, aroma, rasa, dan nutrisi produk bisa diminimalisir. Dodol apel merupakan olahan pangan dari campuran tepung beras ketan, gula, dan santan yang dididihkan hingga kental dan berminyak tidak lengket (Haryadi 2006 dalam Breemer et al. 2010). Kadar air dodol sangat sedikit (1040%) sehingga tidak efektif untuk pertumbuhan bakteri atau khamir patogen, tidak mudah rusak, serta memiliki daya simpan yang cukup lama (Mussad dan Hartini 2003 dalam Breemer et al. 2010). Dodol apel berwarna cokelat, hal ini disebabkan reaksi browning melalui reaksi mailard dan karamelisasi (Apandi dalam Breemer et al. 2010). Oleh sebab itu dodol apel mengandung vitamin C dengan kadar yang rendah. Meningkatnya kadar gula pada dodol karena penambahan tepung beras ketan yang memiliki komponen terbesar karbohidrat (sukrosa) dan menyumbangkan gula pereduksi pada dodol (Gaman dan Sherrington 1994 dalam Breemer et al. 2010). Kandungan vitamin C dapat dipertahankan pada dodol apel meskipun telah melewati berbagai proses dikarenakan penambahan gula pada dodol. Penelitian oleh Sitohang (2013) menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi gula yang ditambahkan pada sirup markisa, maka kadar vitamin C dan total asam akan semakin tinggi. Purba dan Rusmarilin (1985) dalam Zentimer (2007) menyatakan bahwa efektivitas dalam menghambat pertumbuhan mikroba salah satunya dipengaruhi oleh konsentrasi bahan pengawet yang mampu menghambat aktivitas mikroorganisme dalam menghasilkan enzim oksidasi yang dapat merusak vitamin C. Kandungan Antioksidan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) atau Thin Layer Chromatography (TLC) adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada perbedaan interaksi sampel dalam dua fase yang tidak bisa saling campur (Wall 2005). Pada umumnya KLT

16

melibatkan dua peubah, yaitu fase gerak dan fase diam. Silika gel (plat silika), alumina, dan selulosa adalah beberapa fase diam yang umum digunakan dalam metode ini (Gitter et al. 1991). Fase gerak merupakan suatu medium angkut yang terdiri dari satu atau beberapa pelarut. Kromatogram akan terbentuk ketika fase gerak ini merayap sepanjang fase diam melalui gaya kapiler. Kromatogram tersebut dinyatakan dengan nilai Rf, yaitu perbandingan jarak yang ditempuh senyawa dengan jarak yang ditempuh pelarut. Nilai Rf adalah khas untuk suatu senyawa tertentu (Khopkar 2002). Penggunaan metode KLT memiliki beberapa keuntungan yaitu pemisahan dapat dilakukan dengan cepat, zat-zat yang bersifat asam maupun basa kuat bisa digunakan, analisis dilakukan menggunakan alat sederhana, dan penggunaannya tidak sulit. Metode yang sederhana ini banyak digunakan karena cepat dalam pemisahan, sensitif, dan mudah untuk memperoleh kembali senyawa yang terpisahkan, serta dapat digabungkan dengan instrumen deteksi lain untuk mengevaluasi hasil pemisahannya (Fodor et al. 2006), selain itu Gholib (2007) menyatakan bahwa KLT sering digunakan karena dalam pelaksanaannya mudah, murah, dan alat yang digunakan lebih sederhana. Pigmen berupa vitamin dan antioksidan dalam sayur-sayuran atau buahbuahan dapat dipisahkan menggunakan metode KLT. Analisis kualitatif metode tersebut dilakukan dengan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya. Prinsip dari metode ini adalah berdasarkan perbedaan antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Kepolaran yang berbeda akan menghasilkan kecepatan yang berbeda-beda saat terpartisi dan terjadi pemisahan noda (Rohman 2009). Identifikasi secara kualitatif menggunakan metode KLT dapat ditentukan dengan menghitung nilai Rf (retardation factor). Nilai Rf merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa. Nilai Rf adalah perbandingan antara jarak senyawa titik awal dan jarak tepi muka pelarut dari titik awal. Chamber dijenuhkan dengan eluen agar lebih mudah mempartisi sampel. Pada penelitian ini digunakan plat silika gel ukuran 20x10 cm GF254 (Merck) sebagai fase diam. Fase gerak dalam penelitian ini menggunakan campuran 2 pelarut organik yaitu heksana dan aseton (70:30). Bahan silika digunakan dalam penelitian ini karena pada umumnya silika digunakan untuk memisahkan senyawa asam amino, fenol, alkaloid, asam lemak, strerol, dan terpenoid (Sastrohamidjojo 2007). Menurut Marzuki (2013) plat silika juga mengandung bahan tambahan kalsium sulfat sehingga mampu mempertinggi daya lekat, sedangkan penggunaan heksana dan aseton dikarenakan perbedaan kepolaran pelarut. Pemisahan noda akan optimal jika digunakan kombinasi eluen non polar dan polar (Rohman 2009). Pengamatan dilakukan menggunakan sinar UV 366 nm. Hasil identifikasi senyawa aktif metode KLT menunjukkan nilai Rf yang berbeda-beda pada setiap sampel. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah apel segar dan jus apel varietas Rome Beauty serta beberapa produk yang sering dikonsumsi oleh masyarakat, terutama masyarakat Kota Malang dan Batu. Beberapa produk tersebut yaitu dodol apel, keripik apel, dan sari apel. Hasil pengamatan kualitatif menggunakan metode KLT disajikan pada Tabel 3.

17

Tabel 3 Hasil analisis kandungan antioksidan Sampel Buah apel Jus apel Dodol apel Sari apel Keripik apel

Warna pigmen Merah-jingga Kuning-jingga Kuning-jingga Kuning-jingga -

Nilai Rf 0.10 0.40 0.10 0.09 0

Jenis pigmen Katekin Likopen Xantofil Xantofil -

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tampak pigmen berwarna kuningjingga pada sampel buah apel, jus apel, dodol apel dan sari apel dengan nilai Rf berturut-turut yaitu 0.10, 0.40, 0.10. dan 0.09. Pigmen berwarna kuning-jingga merupakan karoten dari buah apel dan juga pigmen fotosintesis. Alfa dan beta karoten merupakan pigmen karotenoid utama yang menyebabkan warna kuning dan jingga (Rubatzky 1997). Senyawa karotenoid yang terdapat pada buah apel yaitu alfa karoten 0.001-0.03 mg/100g, beta karoten 0.031-0.072 mg/100g, dan likopen 0.209 mg/100 g. Senyawa ini merupakan kelompok pigmen dan antioksidan alami yang dapat menangkal radikal bebas (Stahl dan Sies 2003). Mahardian (2003) dalam Susilowati (2008) menyatakan bahwa bercak noda berwarna jingga merupakan senyawa likopen dengan Rf 0.41, sedangkan xantofil (kuning-jingga) merupakan karotenoid polar yang berwarna kuning dan memiliki Rf 0.10-0.30 (Briton et al. 1995 dalam Heriyanto dan Limantara 2006). Pietta (2000) menyatakan bahwa warna merah pudar pada apel dikarenakan adanya kandungan flavonoid turunan glikosilat. Flavonoid tersebut bertanggungjawab atas warna daun, buah, dan bunga. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad et al. (2015) menunjukkan bahwa warna merah pada buah menunjukkan adanya kandungan fenolik yang terdapat dalam ekstrak metanol buah. Tabel 3 menunjukkan warna pigmen merah jingga pada buah apel dengan Rf 0.10. Penelitian oleh Nugrahaningtyas et al. (2005) menunjukkan bahwa flavonoid golongan katekin memiliki Rf 0.09 pada identifikasi uji warna kromatografi kolom. Nilai Rf rendah pada sampel penelitian diduga karena sampel telah mengalami pengolahan. Nutrisi penting buah apel ada pada lapisan bawah kulit buah. Buah apel segar yang dikonsumsi bersama dengan kulitnya mengandung ellagicacid, chlorogenic acid, caffeic acid, tannic acid, flavonoid terutama quercetin (golongan flavonol), catechin, dan epicatechin (Dalimarta dan Adrian 2013). Jenis antioksidan terbanyak pada buah apel yaitu quercetin yang merupakan senyawa fenolik (Lee et al. 2003). Hadisaputra (2012) juga menyatakan bahwa apel mengandung senyawa fenolik dan golongan flavonoid. Nilai Rf standar senyawa quercetin dari pengamatan menggunakan KLT pada akstrak etanol limbah kulit buah apel adalah 0.87, sedangkan untuk ekstrak etanol kulit buah apel adalah 0.85 (Pertiwi et al. 2016). Hal ini menunjukkan bahwa pada kulit buah apel mengandung quercetin yang cukup tinggi. Hasil Rf yang rendah pada penelitian ini juga disebabkan karena daging buah apel yang digunakan lebih banyak dibandingkan dengan kulitnya pada saat preparasi sampel. Wolfe dan Liu (2003) menyatakan bahwa bahwa kulit apel mengandung senyawaan fenolik yang lebih besar, kemudian daging dan kulit, diikuti oleh daging. Hal ini didukung dengan pernyataan Lata dan Tomala (2007) yaitu kulit buah apel mengandung hampir 40% flavonol dan 20% total senyawaan fenolik.

18

Hal ini juga disebabkan karena plat silika gel tidak dioven terlebih dahulu sebelum digunakan, namun hanya dikeringkan menggunakan pengering rambut. Sastrohamidjojo (2007) menyatakan bahwa plat KLT silika gel dapat diaktivasi dengan cara dioven pada suhu 100oC selama 60 menit untuk menghilangkan air yang terdapat pada plat tersebut. Komposisi dari eluen atau pelarut juga berpengaruh dalam penelitian ini karena eluen yang sifatnya sangat polar yang dapat memisahkan senyawa flavonoid dan menghasilkan jarak antara noda terlihat jelas (Harbone 1987). Aktivitas Antioksidan Antioksidan adalah senyawa kimia yang mampu menyumbangkan satu atau lebih elektronnya kepada radikal bebas sehingga reaksi radikal bebas dapat terhambat. Senyawa ini mampu mencegah kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas terhadap sel normal, protein, dan lemak, sehingga antioksidan dapat mencegah proses oksidasi yang terjadi pada substrat (Kumalaningsih 2007). Sistem antioksidan dalam tubuh manusia berfungsi untuk menangkal reaktivitas radikal bebas. Tubuh akan membentuk sistem tersebut secara berlanjut. Hal ini dapat menjadi parameter kesehatan seseorang yang dipantau dari status antioksidan dalam tubuh (Winarsi 2007). Analisis aktivitas antioksidan pada buah apel dan produknya pada penelitian ini dilakukan dengan metode diphenylpicrylhydrazil (DPPH) free radical scavenging assay. Larutan DPPH berperan sebagai radikal bebas yang akan bereaksi dengan senyawa antioksidan sehingga DPPH akan berubah menjadi diphenylpycrilhydrazine yang bersifat non-radikal. Analisis antioksidan yang menggunakan metode DPPH banyak dilakukan dalam penelitian. DPPH adalah radikal bebas yang memiliki warna ungu yang ditunjukkan oleh absorbansi pada panjang gelombang 517 nm serta larut dalam metanol dan etanol (Molyneux 2004). Hasil dari metode DPPH diinterpretasikan dalam parameter IC50 (Inhibition Concentration 50) yaitu konsentrasi larutan substrat atau sampel yang akan menyebabkan tereduksi aktivitas DPPH sebesar 50%. Keunggulan dari metode ini adalah sederhana, cepat, sensitif, dan membutuhkan sedikit sampel. DPPH adalah radikal yang stabil sehingga kemungkinan akan didapatkan hasil yang cukup akurat dalam pengukuran aktivitas antioksidan. Prinsip analisis yaitu penangkapan radikal DPPH oleh hidrogen dari senyawa antioksidan (Molyneux 2004). Dehpour et al. (2009) menyatakan bahwa IC50 adalah konsentrasi antioksidan yang dapat meredam 50% radikal bebas. Nilai IC50 yang diperoleh dari larutan vitamin C dan ekstrak kasar apel dan produknya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Aktivitas antioksidan vitamin C dan ekstrak sampel Sampel Vitamin C Buah apel Jus apel Dodol apel Keripik apel Vitamin C Sari apel

IC50 (ppm) 4.70 586.73 >2000 512.05 >2000 -

AEAC (ppm) 4.70 9.80

19

Pembanding (standar) vitamin C memiliki IC50 terendah yaitu 4.70 ppm. Molyneux (2004) menyatakan bahwa aktivitas antioksidan berdasarkan nilai IC50 yang diperoleh, yaitu nilai IC50<50 ppm tergolong antioksidan kuat. Semakin rendah nilai IC50 maka semakin baik aktivitas antioksidan pada sampel. Trilaksani (2003) menyatakan bahwa asam askorbat atau vitamin C merupakan salah satu jenis antioksidan alami yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan. Kurva inhibisi vitamin C dan beberapa sampel dapat dilihat pada Lampiran 11,12, dan 13. Kurva inhibisi pada beberapa konsentrasi menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi vitamin C dan ekstrak kasar sampel yang digunakan maka semakin besar persentase penghambatan radikal bebas, ditunjukkan dengan kenaikan nilai inhibisi dan kurva. Hal ini sejalan dengan penelitian Andayani et al. (2008) yang menyatakan bahwa aktivitas antioksidan akan lebih tinggi pada konsentrasi yang lebih tinggi. Tabel 4 menunjukkan bahwa vitamin C memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat dibandingkan dengan senyawa-senyawa antioksidan pada ekstrak kasar sampel. Hal ini terjadi karena ekstrak kasar sampel buah apel dan beberapa produknya yang digunakan dalam penelitian ini masih tergolong sebagai ekstrak kasar (crude). Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Permatasari (2012) menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan BHT lebih kuat dari senyawa antioksidan dalam ekstrak kasar genjer. Ekstrak kasar sampel masih mengandung senyawa-senyawa lain selain bahan aktif atau bukan senyawa antioksidan. Senyawa tersebut terekstrak dalam pelarut selama proses ekstraksi. Pada ekstrak kasar buah apel segar dan dodol apel memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi ditunjukkan dengan nilai IC50 yang rendah dibandingkan dengan sampel lainnya, sedangkan ekstrak kasar jus apel dan keripik apel memiliki nilai IC50 yang tinggi yaitu >2000 ppm. Hal ini dapat terjadi karena saat pemotongan buah apel dan pembuatan jus dengan blender, sehingga buah apel mengalami oksidasi. Untuk ekstrak dodol apel dan keripik apel juga memiliki aktivitas antioksidan yang sangat rendah karena sampel tersebut telah mengalami berbagai proses pengolahan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Selain dapat memberikan perubahan secara fisik, proses pengolahan juga akan merubah komposisi kimia pada bahan pangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pengolahan pada sayuran akan menurunkan kandungan fitokimia dan antioksidan (Azizah et al. 2009). Aktivitas antioksidan sampel sari apel dalam penelitian ini juga dilakukan menggunakan metode DPPH. Namun, hasil aktivitas antioksidan dihitung sebagai kesetaraan dengan vitamin C setelah kurva standar vitamin C dibuat. Satuan aktivitas antioksidan dinyatakan dalam Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity atau dapat disingkat AEAC. Hasil uji aktivitas antioksidan pada sampel sari buah apel yaitu sebesar 9.8 ppm ekivalen terhadap asam askorbat. Data menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan vitamin C sebagai pembanding yaitu 4.7 ppm. Hasil menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan dalam sari apel tidak terlalu rendah seperti keempat sampel lainnya. Hal ini diduga karena dalam sari apel mengandung natrium benzoat yang dapat mempertahankan vitamin C dan sari apel tidak melalui tahapan proses ekstraksi. Blois (1958) dalam Molyneux (2004) menyatakan bahwa suatu senyawa sebagai antioksidan sangat kuat apabila nilai IC50 kurang dari 0.05 mg/ml, kuat apabila nilai IC50 antara 0.05-0,10 mg/ml, sedang apabila nilai IC50 berkisar antara

20

0.10-0.15 mg/ml, dan lemah apabila nilai IC50 berkisar antara 0.15-0.20 mg/ml. Berdasarkan klasifikasi tersebut, ekstrak kasar buah apel dan produknya memiliki aktivitas antioksidan yang sangat lemah karena nilai IC50-nya lebih besar dari 200 ppm (0.20 mg/ml).

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil analisis proksimat pada buah apel segar varietas Rome Beauty adalah kadar air sebesar 87.54%, kadar abu sebesar 0.89%, kadar lemak sebesar 0.13%, kadar protein sebesar 0.31%, dan karbohidrat sebesar 11.13%. Proses pengolahan mempengaruhi kadar vitamin C serta kandungan dan aktivitas antioksidan pada produk buah apel varietas Rome Beauty. Kadar vitamin C untuk produk apel berkurang akibat proses pengolahan yang ditunjukkan dengan nilai p<0.05 pada uji beda kadar vitamin C apel dan olahannya. Aktivitas antioksidan pada ekstrak kasar buah apel dan produknya diketahui melalui nilai IC50 dan ekivalen asam askorbat. Vitamin C sebagai pembanding memiliki aktivitas antioksidan yang kuat (IC50<50 ppm) dengan IC50 sebesar 4.70 ppm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak buah apel dan produknya memiliki kandungan antioksidan yang rendah, serta aktivitas antioksidan yang lemah (IC50<220 ppm). Saran Dalam penelitian ini hanya dilakukan analisis zat gizi makro (proksimat) pada buah apel Rome Beauty, sebaiknya juga dilakukan analisis pada kandungan serat, gula pereduksi, dan total asam pada buah apel Rome Beauty. Hasil analisis kandungan antioksidan dengan metode KLT menunjukkan adanya satu titik (spot) pada plat KLT, hal ini dapat disebabkan karena plat tidak dioven sebelum analisis dan penggunaan jenis eluen. Sebaiknya plat KLT dioven terlebih dahulu untuk menghilangkan air pada plat serta menggunakan eluen yang bersifat sangat polar sehingga jarak antar noda terlihat jelas. Sampel yang digunakan dalam penelitian berupa ekstrak kasar (crude extract). Ekstrak kasar ini masih mengandung senyawa-senyawa lain yang dapat mempengaruhi hasil analisis, sehingga perlu dilakukan pemurnian ekstrak dan pengujian aktivitas antioksidan dari ekstrak murni yang mengandung bahan aktif. Perlu dilakukan analisis kandungan antioksidan secara kualitatif menggunakan standar dan kuantitatif menggunakan HPLC atau KLT dengan spektrofotometer sehingga dapat diketahui secara pasti kandungan antioksidan pada sampel ekstrak murni.

21

DAFTAR PUSTAKA Ahmad AR, Juwita, Ratulangi SAD, Malik A. 2015. Penetapan kadar fenolik dan flavonoid total ekstrak metanol buah dan daun patikala (Etlingera elatior (Jack) R.M.SM). Pharm Sci Res ISSN 2407-2354. Vol (2): 1. Almatsier S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Andarwulan N, Koeswara S. 1992. Kimia Vitamin. Jakarta (ID): Rajawali. Andayani R, Lisawati Y, Maimunah. 2008. Penentuan aktivitas antioksidan, kadar fenolat total, dan likopen pada buah tomat (Solanum Lycopersium L). Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. 13 (1): 1-9. Anggun RC, Sanarto S, Laksmi KT. 2014. Pengaruh metode pengolahan (juicing dan blending) terhadap kandungan quercetin berbagai varietas apel lokal dan impor (Malus domestica). Indonesian Journal of Human Nutrition. Vol 1 Ed1: 14-22. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemists. Washington (US): Benjamin Franklin Station. Aritonang SN. 2004. Pengaruh pemberian natrium benzoat terhadap daya awet daging sapi pada penyimpanan suhu ruang. J Indon Trop Anim Agric. Vol 29(4). Atmosukarto K, Mitri R. 2003. Mencegah penyakit degeneratif dengan makanan. Cermin Dunia Kedokteran. 140: 41-48. Azizah AH, Wee KC, Azizah O, Azizah M. 2009. Effect of booiling and stir frying on total phenolics, carotenoids and radical scavenging activity of pumpkin (Cucurbita moschato). International Food Research Journal. 16: 45-51. Balch PA. 2006. Prescription for Nutritional Healing. United States of America (USA): Penguin Grup. Breemer R, Polnaya F, Rumahrupute C. 2010. Pengaruh konsentrasi tepung beras ketan terhadap mutu dodol pala. Jurnal Budidaya Pertanian. Vol 6(1): 1720. Dalimarta S, Adrian F. 2013. Fakta Ilmiah Buah dan Sayur. Jakarta (ID): Penebar Plus. Dehpour AA, Ebrahim MA, Fazel NS, Mohammad NS. 2009. Antioxidant activity of methanol extract of Fenila Assafoetida and its essensial oil composition. Grassas Aceites. Vol 60 (4): 405-412. Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura. 2002. Statistik Pertanian (Produk Hortikultura Indonesia). Jakarta (ID): Departemen Pertanian RI. Dwidjoseputro D. 1992. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.

22

Estiasih T, Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta (ID): PT. Bumi Aksara. Estiasih T, Khurniyati MI. 2015. Pengaruh konsentrasi natrium benzoat dan kondisi pasteurisasi (suhu dan waktu) terhadap karakteristik minuman sari apel berbagai varietas. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 3 (2): 523529. Fitriningrum R, Sugiyarto, Susilowati A. 2013. Analisis kandungan karbohidrat pada berbagai tingkat kematangan buah karika (Carica pubescens) di kejajar dan sembangun. dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah. Jurnal Bioteknologi. Vol. 10 (1): 6-14. Fodor Kf et al. 2006. Thin-layer chromatography in testing the purity of pharmaceuticals. Trends in Analytical Chemistry. 25: 779.789. Gholib I. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar. Golding JB, Mc Glasson WB, Wyllie SG, Leach DN. 2001. Fate of apple peel phenolics during cold storage. J Agric Food Chem. Vol 49 (5): 22832289. Gritter R, Bobbitt JM, Schwarting AE. 1991. Pengantar Kromatografi. Bandung (ID): ITB. Guthrie. 1983. Introductory Nutrition. USA (US): The CV. Mosby Company. Hadisaputra DIP. 2012. Super Foods. Jakarta (ID): Flash Books. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. Heriyanto, Limantara L. 2006. Komposisi dan Kandungan Pigmen Utama Tumbuhan Taliputri Cuscuta australis R.Br. dan Cassitha filiformis L. Makara Sains. Vol 10(2): 69-75. Huda HH, Aditya G, Praptiningsih RS. 2015. Efektivitas konsumsi buah apel (Pyrus Malus) jenis fuji terhadap skor plak gigi dan pH saliva. Medali Journal. Vol 2(1). Julianti E. 2011. Pengaruh tingkat kematangan dan suhu penyimpanan terhadap mutu buah terong belanda (Cyphomandra betacea). J Hort Indonesia. Vol 2(1):14-20. Khopkar SM. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta (ID): UI Press. Khurniyati et al. 2015. Pengaruh konsentrasi natrium benzoat dan kondisi pasteurisasi (suhu dan waktu) terhadap karakteristik minuman sari apel berbagai varietas: kajian pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol 3 (2): 523-529. Kumalaningsih S. 2007. Antioksidan Alami. Surabaya (ID): Trubus Agrisarana. Lata B, Tomala K. 2007. Apple peel as a contributor to whole fruit quantity of potentially healthful bioactive compound. Cultivar and year implication. J Agric Food Chem.Vol 55 (26): 10795-10802.

23

Lee KW, Kim YJ, Kim D, Lee HJ, Lee CY. 2003. Major phenolics in apple and their contribution to the total antioxidant capacity. J Agri Food Chem. Vol 51(22): 6516-6520. Leu, YP Lin, RD Lin et al. 2006. Phenolic constituents of Malus doumeri var formosana in the field of skin care. Biological and Pharmaceutical Bulletin. Vol 29 (4): 740-745. Marzuki A. 2013. Kimia Analisis Farmasi. Makasar (ID): Dua Satu Press. Molyneux P. 2004. The Use of the stabil free radical diphenylpicrilhydrazil (DPPH) for estimating antioxidant activity. J Sci Tech. 26:211-219. Nielsen, Suzanne S. 2010. Food Analysis Laboratory Manual Second Edition. New York (US): Springer. Nugrahaningtyas KD, Matsjeh S, Wahyuni TD. 2005. Isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid dalam rimpang temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb). Biofarmasi. Vol 3 (1): 32-38 Nuraini DN. 2014. Kedahsyatan Terapi Detoks. Jakarta (ID): Padi Permatasari M. 2012. Perubahan Aktivitas Antioksidan Tanaman Genjer (Limnocharis flava) Akibat Pengukusan [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pertiwi RD, Yari CE, Putra NF. 2016. Uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol limbah kulit buah apel (Malus domestica Borkh.) terhadap radikal bebas DPPH (2,2-Diphenyl-1-Picrylhydrazil). Jurnal Ilmiah Manuntung. Vol 2 (1): 81-92. Pietta G. 2000. Flavonoids as antioxidant. J Nat Prod. Vol 63 (7): 1035 -1042. Rohman A. 2009. Kromatografi untuk Analisis Obat. Jakarta (ID): Graha Ilmu. Rubatzky VE, Yamaguchi M. 1997. World Vegetables: Principle Production and Nutritive Value. New York (US): Chipman and Hall. Sandjaja, Atmarita. 2009. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta (ID): PT Kompas Media Nusantara. Sari KN, Ayustaningwarno F. 2014. Kandungan serat, vitamin C, aktivitas antioksidan, dan organoleptik keripik ampas brokoli (Brassica oleracea var. italica) panggang. Journal of Nutrition College. Vol 3(3): 378-385. Sastrohamidjojo H. 2007. Dasar-Dasar Spektrosfotokopi. Jogjakarta (ID): Liberty. Sellitasari S, Ainurrasyid, Suryanto A. 2013. Perbedaan produksi tanaman apel (Malus sylvestris Mill) pada agroklimat yang berbeda. Jurnal Produksi Tanaman. Vol 01 (01). Sitohang A. 2013. Pengaruh konsentrasi gula dan suhu pengeringan terhadap mutu pada pembuatan Sirup markisa kering. [internet] . [diakses 2016 Agustus 27]. Tersedia pada: http:ust.ac.id/ojs/index.php/media/article/view/19.

24

Sluis AA, Dekker M, Skrede G, Jongen WMF. 2002. Activity and concentration of polyphenolic antioxidants in apple jus. Effect of existing production methods. J Agric Food Chem. Vol 50 (25): 7211-7219. Stahl W, Sies H. 2003. Antioidant activity of carotenoids. Molecular Asfect of Medicine. Vol 24: 345-351. Suarni. 2009. Prospek pemanfaatan tepung jagung untuk kue kering (cookies). Jurnal Litbang Pertanian. Vol 28(2): 5-10. Sudarmadji S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi 1. Yogyakarta (ID): Liberty. Suparlan. 2012. Pengembangan Teknologi Pengolahan Makanan Ringan (Vacuum Frying,Deep frying, dan Spinner) untuk Meningkatkan Kualitas Makanan Olahan di Banjarnegara. Tangerang (ID): Ristek Kementerian Pertanian. Susanto WH, Setyohadi BR. 2011. Pengaruh varietas apel (Mallus sylvestris Mill) dan lama fermentasi khamir Saccharomices cerevisiae sebagai perlakuan pra-pengolahan terhadap karakteristik sirup. Jurnal Teknologi Pertanian Vol 12 (3): 135-142. Susilowati. 2008. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Karotenoid dari Cabai Merah (Capsicum annuum Linn) [skripsi]. Malang (ID): UIN Malang. Sweetman SC. 2005. Martindale: The Complete Drug Reference, 34 th ed. London (UK) : Pharmaceutical Press. Syamsudin, Buimed M. 2013. Nutrasetikal. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Trilaksani W. 2003. Antioksidan: jenis, sumber, mekanisme kerja dan peran terhadap kesehatan [makalah]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Untung O. 1994. Jenis dan Budidaya Apel. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. [USDA] United States Department of Agriculture. 2016. USDA National Nutrient Database for Standard Reference. [diakses 2016 Juli 30]. Tersedia pada: http:// ndb.nal.usda.gov/ndb/nutrients/index. Wall PE. 2005. Thin-layer Chromatography a Modern Practical Approach. United Kingdom (UK): Royal Society of Chemistry. Winarno FG. 1994. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. . 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Winarsi H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta (ID): Kanisius. Wolfe K, Liu RH. 2003. Apple peel as a value-added food ingredient. J Agric Food Chem. Vol 51(6): 1676-1683. Yulianti S, Irlansyah, Junaedi E, Mufatis. 2007. Khasiat dan Manfaat Apel. Jakarta (ID): AgroMedia Pustaka.

25

Zentimer S. 2007. Pengaruh Konsentrasi Natrium Benzoat dan Lama Penyimpanan terhadap Mutu minuman Sari Buah Sirsak (Annona muricata L) Berkarbonasi [skripsi]. Sumatera Utara (ID): USU Repository.

LAMPIRAN

2

Lampiran 1 Analisis kadar air metode gravimetri (AOAC 2005) Cawan alumunium kosong dipanaskan dalam oven (130±3)oC, t=15 menit Cawan didinginkan dalam desikator sampai suhu kamar Cawan kosong ditimbang dan dicatat hasilnya (a gram) Dimasukkan 1-3 gram sampel ke dalam cawan alumunium dan ditimbang (x gram) Dimasukkan cawan dan isinya ke dalam oven (130±3)oC, t=6 jam Cawan beserta isinya didinginkan dalam desikator sampai suhu kamar Berat akhir cawan dan isinya ditimbang (y gram) Kadar air dihitung dengan rumus:

Keterangan : A : berat cawan kosong (g) B : berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g) C : berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g) Lampiran 2 Analisis kadar abu metode gravimetri (AOAC 2005) Cawan porselin dioven selama 15 menit pada suhu 105oC Cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A) Sampel sebanyak 1-3 g dimasukkan dalam cawan tersebut dan ditimbang (B) Sampel diarangkan menggunakan tungku pemanas sampai tidak berasap Cawan dan isinya dimasukkan ke tanur pada suhu 550oC sampai terbentuk abu berwarna putih atau pengabuan sempurna Sampel dalam cawan yang sudah diabukan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C) Kadar abu dihitung dengan rumus:

Keterangan: A : berat cawan kosong (g) B : berat cawan dan sampel awal (g) C : berat cawan dan sampel akhir (g) Lampiran 3 Analisis kadar lemak metode soxhlet (AOAC 2005) Labu lemak dioven selama 30 menit pada suhu 105oC, kemudian didinginkan dengan desikator dan ditimbang (A) Sampel ditimbang sebanyak 3 g (B) lalu dibungkus dengan kertas saring, ditutup dengan kapas bebas lemak Sampel dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak yang telah dioven dan diketahui bobotnya Pelarut lemak (heksana) dituangkan secukupnya sampai sampel terendam dan dialirkan lewat ujung pendingin soxhlet Dipanaskan diatas pemanas listrik kurang lebih 3 jam sampai pelarut lemak yang turun ke labu lemak berwarna jernih Setelah 3 jam labu lemak diambil menggunakan penjepit kemudian dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC sekitar 15-60 menit Labu lemak diambil dari oven menggunakan penjepit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C) Kadar lemak dihitung dengan rumus:

Keterangan: A : berat labu lemak kosong (g) B : berat sampel (g) C : berat labu lemak dan lemak (g) Lampiran 4 Analisis kadar protein metode kjeldahl (AOAC 2005) Sampel ditimbang 0.2 g, kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 ml Ditambahkan 0.25 g selenium mix dan 3 ml H2SO4 pekat Dipanaskan dengan api kecil kemudian dibesarkan sampai larutan menjadi jernih dan uap SO2 hilang (proses destruksi) X

X Larutan dibiarkan dingin dan dipindahkan ke labu ukur 50 ml dan diencerkan dengan akuades sampai tanda tera ditambahkan 20 ml NAOH 40% dan dimasukkan ke dalam labu destilasi kemudian disulingkan Destilat ditampung dalam erlenmeyer yang diletakkan dibawah kondensor dan berisi 5 ml H3BO3 3% dan beberapa tetes indikator MMMB Dilakukan destilasi sampai uap destilat tidak bereaksi basa lagi Setelah selesai destilasi, ujung kondensor dibilas dengan air suling Larutan asam borat dititrasi dengan larutan HCL 0.1 N dengan indikator metil merah sampai larutan berubah warna menjadi merah muda Kadar protein dihitung dengan cara:

Keterangan: fp : faktor pengenceran N HCl : normalitas HCl standar yang digunakan Lampiran 5 Kadar karbohidrat by difference (AOAC 2005) Penentuan kadar karbohidrat menggunakan by difference dengan rumus sebagai berikut :

Lampiran 6 Proses pengolahan dodol apel Rome Beauty Apel segar Rome Beauty dicuci dan ditimbang Dihaluskan menggunakan parut atau blender Dimasukkan dalam wajan Direbus hingga kandungan airnya rendah X

2

X Ditambah tepung ketan, gula, pewarna, susu, dan garam Diaduk selama 6 jam Didinginkan selama 24 jam Dikemas dan dipasarkan Lampiran 7 Proses pengolahan sari apel Rome Beauty Buah apel segar disortir dan dicuci kemudian buah dihancurkan menggunakan blender dan ditambahkan air secukupnya Buah yang sudah dihancurkan disaring dan hasilnya didiamkan selama 1 jam Bagian jernih hasil penyaringan diambil dan ditambahkan gula serta natrium benzoat Sari buah kemudian dimasak dengan suhu sedang selama 20 menit Sari buah dikemas dan disimpan di suhu ruang Lampiran 8 Proses pengolahan keripik apel Rome Beauty Apel dicuci dan dikupas kulitnya Diiris tipis-tipis Apel digoreng menggunakan vacum frying Setelah digoreng, ditiriskan dan didinginkan Keripik apel siap untuk dikemas Lampiran 9 Proses pengolahan jus apel Rome Beauty Buah apel segar dicuci bersih dengan kulit Dipotong kecil-kecil dan dimasukkan dalam blender Ditambahkan air sedikit demi sedikit Apel diblender hingga terbentuk bubur apel

Lampiran 10 Gambar hasil KLT

Lampiran 11 Kurva inhibisi vitamin C (IC50)

Lampiran 12 Kurva inhibisi buah apel (IC50)

2

Lampiran 13 Kurva inhibisi dodol apel (IC50)

Lampiran 14 Kurva standar vitamin C (metode dye)

Lampiran 15 Data hasil titrasi vitamin C (metode dye) Sampel

Apel 1 Apel 2 Jus 1 Jus 2 Sari 1 Sari 2

Berat sampel (g) 20.02 20 20.01 20.02 20.02 20.04 20 20.01 20 20.03 20.01 20

Volume sampel (ml)

Volume analisis (ml)

Volume titrasi (ml)

250

10

250

10

250

10

250

10

250

10

250

10

1 0.9 1.1 1.2 0.9 1 0.9 0.9 0.9 0.8 1 0.9

a

b

2.628

0.79

2.628

0.79

2.628

0.79

2.628

0.79

2.628

0.79

2.628

0.79

Vit C (mg/100 g)

Rerata Vit C (mg/100 g)

9.97 5.23 14.73 19.48 5.22 9.96 5.23 5.23 5.23 0.47 9.98 5.23

7.60 17.11 7.59 5.23 2.85 7.60

Sampel Dodol 1 Dodol 2 Keripik 1 Keripik 2

Berat sampel (g)

Volume sampel (ml)

Volume analisis (ml)

Volume titrasi (ml)

20.03 20 20.05 20.02 20 20.02 20.04 20.01

250

10

250

10

250

10

250

10

0.9 0.8 0.8 0.9 0.8 0.9 0.9 0.8

a

b

2.628

0.79

2.628

0.79

2.628

0.79

2.628

0.79

Vit C (mg/100 g)

Rerata Vit C (mg/100 g)

5.22 0.47 0.47 5.22 0.47 5.22 5.22 0.47

2.85 2.85 2.85 2.84

Lampiran 16 Hasil uji beda kadar vitamin C (Kruskal-Wallis)

Lampiran 17 Hasil uji beda lanjut kadar vitamin C (Mann Whitney) Apel dan Jus Apel

Apel dan Sari Apel

Test Statisticsb

Test Statisticsb Vitamin C

Mann-Whitney U

3.000

Vitamin C Mann-Whitney U

1.500

Wilcoxon W

13.000

Wilcoxon W

11.500

Z

-1.479

Z

-1.888

Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

.139 .200a

Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

a. Not corrected for ties.

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Produk

b. Grouping Variable: Produk

.059 .057a

2

Apel dan Dodol Apel

Apel dan Keripik Apel

Test Statisticsb

Test Statisticsb Vitamin C

Mann-Whitney U

.000

Vitamin C Mann-Whitney U

.000

Wilcoxon W

10.000

Wilcoxon W

10.000

Z

-2.309

Z

-2.309

Asymp. Sig. (2-tailed)

.021 .029a

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

Asymp. Sig. (2-tailed)

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Produk

b. Grouping Variable: Produk

Jus dan Dodol Apel

Jus dan Sari Apel

Statisticsb

Test Statisticsb Vitamin C

Mann-Whitney U

.500

Vitamin C Mann-Whitney U

Wilcoxon W

10.500

Wilcoxon W

Z

-2.178

Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

.029 .029a

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

7.000 17.000 -.296

Asymp. Sig. (2-tailed)

.767 .886a

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

a. Not corrected for ties.

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Produk

b. Grouping Variable: Produk

Dodol dan Sari Apel

Jus dan Keripik Apel

Test Statisticsb

Test Statisticsb

Vitamin C

Vitamin C Mann-Whitney U

.029a

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

a. Not corrected for ties.

Test

.021

.500

Mann-Whitney U

3.000

Wilcoxon W

10.500

Wilcoxon W

13.000

Z

-2.178

Z

-1.452

Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

.029 .029a

Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

a. Not corrected for ties.

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Produk

b. Grouping Variable: Produk

.146 .200a

3

Dodol dan Keripik Apel

Sari dan Keripik Apel

Test Statisticsb

Test Statisticsb Vitamin C

Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

8.000 18.000 .000 1.000 1.000a

Vitamin C Mann-Whitney U Wilcoxon W

13.500

Z

-1.315

Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

a. Not corrected for ties.

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Produk

b. Grouping Variable: Produk

Lampiran 18 Dokumentasi

3.500

.189 .200a

4

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banyuwangi pada tanggal 25 Juni 1992. Penulis adalah putri tunggal dari ayah Suryanto dan ibu Misnati. Penulis lulus dari SMP Negeri 1 Srono, Banyuwangi pada tahun 2007 dan melanjutkan masa pendidikan di SMA Negeri 1 Jember tahun 2007-2010. Pada tahun 2010-2013 penulis melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi yaitu di Poltekkes Kemenkes Malang, Jurusan Gizi. Selama perkuliahan di Poltekkes Kemenkes Malang, penulis aktif mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) dan menjabat sebagai ketua Departemen Agama. Pada tahun yang sama, penulis juga aktif mengikuti organisasi karya ilmiah serta UKM dance Jurusan Gizi dan menjabat sebagai wakil ketua UKM tersebut. Setelah lulus dari Poltekkes Kemenkes Malang, penulis bekerja di Rumah Sakit Yasmin, Banyuwangi sebagai Ali Gizi. Penulis juga pernah mengikuti program Kemenkes yaitu SDT (Total Diet Study) selama satu bulan. Penulis pernah mengikuti praktek kerja lapangan (PKL) di RSUP Sanglah Denpasar, Bali selama dua bulan dan praktek di Puskesmas Tajinan, Malang selama dua minggu serta praktek kerja lapangan di kecamatan Tajinan, Malang selama satu bulan. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui ujian seleksi program Alih Jenis tahun 2014 di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Ekologi Pangan dan Gizi tahun ajaran 2015/2016 selama mengikuti perkuliahan di IPB.