PENGARUH SENAM LANSIA TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA

Download berjudul “Pengaruh Senam Lansia Terhadap Tekanan Darah pada Lansia. Hipertensi di Puskesmas Kalijambe ..... hanya menurunkan tekanan darah,...

2 downloads 841 Views 835KB Size
PENGARUH SENAM LANSIA TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA HIPERTENSI DI PUSKESMAS KALIJAMBE SRAGEN

SKRIPSI

Oleh: DWI SULASTRI NIM: ST.13025

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015

ii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama :

Dwi Sulastri

NIM

ST.13025

:

Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1) Karya tulis saya, Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada Surakarta maupun di perguruan tinggi lain. 2) Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukkan Tim Penguji. 3) Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka. 4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Surakarta, 06 Agustus 2015

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis bagi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, bahwa atas taufik, hidayah dan inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan riset keperawatan ini. Riset keperawatan yang berjudul “Pengaruh Senam Lansia Terhadap Tekanan Darah pada Lansia Hipertensi di Puskesmas Kalijambe Sragen” ini disusun untuk memenuhi persyaratan mencapai Sarjana Keperawatan. Dalam penyusunan riset keperawatan ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulis banyak mendapat bimbingan dan saran yang bermanfaat dari berbagai pihak, sehingga penyusunan riset keperawatan ini dapat terselesaikan sesuai dengan yang telah penulis rencanakan. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta dan Pembimbing Pendamping yang telah memberikan pengarahan kepada penulis. 2. Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,NS.,M.Kep selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta. 3. bc. Yeti Nurhayati, M.Kes selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan dan motivasi tiada henti dalam penyusunan riset keperawatan ini. 4. dr. Moch. Jazim selaku kepala Puskesmas Kalijambe Sragen yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian. 5. Para responden yang telah bersedia menjadi subyek penelitian. 6. Kepada kedua orang tua penulis, Bapak dan Ibu yang telah mengajarkan kepada penulis akan arti sebuah perjuangan dalam hidup.

iv

7. Endra Tri Haryadi suamiku, terima kasih atas dukungan, kedewasaan, kesabaran serta kesederhanaan, serta anak-anakku Belva dan Sofie, terima kasih atas tawa riang dan tangis bahagia yang telah kalian berikan dalam lembar kehidupan ini. 8. Sahabat seperjuanganku, Kelompok 5, semoga kesabaran, ketekunan serta keyakinan kita tidak sia-sia. 9. Teman-teman Program Transfer S-1 Angkatan Pertama, yang telah menemani dan memberikan warna-warni dalam kehidupan ini. 10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan riset keperawatan ini. Penulis menyadari tanpa mereka semua, penyusunan riset keperawatan ini mungkin belum bisa terwujud. Dan juga dalam penyusunan riset keperawatan ini masih banyak kekurangan, sehingga kritik, saran serta arahan senantiasa penulis harapkan dari berbagai pihak sebagai perbaikan. Penulis berharap riset keperawatan ini bermanfaat bagi banyak pihak.

v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................

i

HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................

iii

SURAT PERNYATAAN ............................................................................

iv

KATA PENGANTAR ................................................................................

v

DAFTAR ISI ..............................................................................................

vi

DAFTAR TABEL ......................................................................................

ix

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................

x

DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................

xii

DAFTAR SINGKATAN ............................................................................

xiii

ABSTRAK .................................................................................................

xiv

ABSTRACT ...............................................................................................

xv

BAB I

PENDAHULUAN .....................................................................

1

1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................

1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................

4

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................

4

1.4 Manfaat Penelitian ...............................................................

5

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................

6

2.1 Tinjauan Teori .....................................................................

6

A. Lansia ............................................................................

6

B. Hipertensi ......................................................................

7

1. Pengertian ................................................................

7

BAB II

vi

BAB III

2. Epidemiologi ............................................................

9

3. Klasifikasi ................................................................

10

4. Etiologi ....................................................................

12

5. Patofisiologi .............................................................

15

6. Manifestasi Klinik ....................................................

17

7. Penatalaksanaan .......................................................

18

8. Komplikasi ...............................................................

23

C. Senam Lansia .................................................................

24

1. Pengertian ................................................................

24

2. Manfaat Senam Lansia .............................................

26

3. Gerakan Senam Lansia .............................................

28

4. Prosedur ...................................................................

29

2.2 Keasilan Penelitian ..............................................................

33

2.3 Kerangka Teori ....................................................................

34

2.4 Kerangka Konsep.................................................................

34

2.5 Hipotesis ..............................................................................

35

METODE PENELITIAN...........................................................

36

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian............................................

36

3.2 Populasi dan Sampel ............................................................

37

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ..............................................

39

3.4 Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ..........................................................................

39

3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data ........................

39

vii

3.6 Pengolahan Data ..................................................................

41

3.7 Analisa Data ........................................................................

42

3.8 Etika Penelitian ....................................................................

44

HASIL PENELITIAN ...............................................................

46

4.1 Analisis Univariat ................................................................

46

4.2 Analisis Bivariat ..................................................................

48

BAB V

PEMBAHASAN .......................................................................

51

BAB VI

PENUTUP.................................................................................

60

6.1 Kesimpulan..........................................................................

60

6.2 Saran ...................................................................................

60

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel 2.2

Judul Tabel

Halaman

Klasifikasi tekanan darah orang dewasa berusia 18 tahun keatas berdasarkan nilai Mean Arterial Pressure.

10

Klasifikasi tekanan darah orang dewasa berusia 18 tahun keatas tidak sedang memakai obat antihipertensi dan tidak sedang sakit akut

11

2.3

Keaslian Penelitian

33

3.1

Desain Penelitian Quasi Experimental Pendekatan Pre-Post Test Design

3

3.2

Definisi Operasional

39

4.1

Gambaran sebaran nilai rata-rata tekanan darah sistolik pada lansia yang mengalami hipertensi sebelum dan sesudah dilakukan senam lansia pada kelompok kontrol

45

Gambaran sebaran nilai rata-rata tekanan darah diastolik pada lansia yang mengalami hipertensi sebelum dan sesudah dilakukan senam lansia pada kelompok kontrol

45

Gambaran nilai rata-rata tekanan darah sistolik pada lansia yang mengalami hipertensi sebelum dan sesudah dilakukan senam lansia pada kelompok intervensi

45

Gambaran nilai rata-rata tekanan darah diastolik pada lansia yang mengalami hipertensi sebelum dan sesudah dilakukan senam lansia pada kelompok intervensi

45

Analisis pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah sistolik pada lansia hipertensi di Puskesmas Kalijambe Sragen

45

Analisis pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah diastolik pada lansia hipertensi di Puskesmas Kalijambe Sragen

45

Hasil uji normalitas data

50

2.1

4.2

4.3

4.4

4.5

4.6

4.7

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

Judul Gambar

Halaman

2.1

Tahap Pemanasan

29

2.2

Pengaturan Nafas

29

2.3

Tahap Inti Jalan di Tempat

29

2.4

Bertepuk Tangan

29

2.5

Tepuk Jari Tangan

30

2.6

Silangkan Antar Jari Tangan

30

2.7

Silangkan Jempol Tangan Kanan

30

2.8

Tepuk Antar Jari Kelingking

30

2.9

Tepuk Antar Jari Telunjuk Tangan

30

2.10

Ketok Pergelangan Tangan Kanan-Kiri Bergantian

30

2.11

Ketok Nadi Tangan Kiri

30

2.12

Tekan Antar Telapak Tangan dan Putar Telapak Tangan

30

2.13

Buka dan Remas Jari Tangan

31

2.14

Tepuk Punggung Tangan Kanan-Kiri Bergantian

31

2.15

Tepuk Punggung Lengan dan Bahu Kanan-Kiri Bergantian

31

2.16

Tepuk Pinggang

31

2.17

Tepuk Paha Samping

31

2.18

Tepuk Betis Kaki

31

2.19

Peregangan Otot

31

x

Nomor Gambar

Judul Gambar

Halaman

2.20

Menepuk Perut Bagian Bawah

31

2.21

Sikap Tegak Tangan Simpul ke Perut

32

2.22

Jinjit Kaki

32

2.23

Sikap Sempurna Tegak Lurus

32

2.24

Tarik dan Tahan Napas lalu Hembuskan Napas Kedua Tangan Turun ke depan Dada

32

2.25

Tarik dan Tahan Napas lalu Hembuskan Napas Kedua Tangan Turun ke Samping

32

2.26

Tarik, Tahan dan Hembuskan Napas

32

2.27

Kerangka Teori

34

2.28

Kerangka Konsep

34

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

Keterangan

1.

Surat Permohonan Studi Pendahuluan Penelitian

2.

Balasan Surat Permohonan Studi Pendahuluan Penelitian

3.

Surat Ijin Penelitian

4.

Balasan Surat Ijin Penelitian

5.

Permohonan Menjadi Responden

6.

Persetujuan Menjadi Responden

7.

Output SPPS

8.

Prosedur Senam Lansia

9.

Lembar Dokumentasi Tekanan Darah pada Lansia

10.

Hasil Dokumentasi Tekanan Darah pada Lansia

11.

Foto Kegiatan Senam Lansia

12.

Lembar Konsultasi Bimbingan

13.

Jadwal Kegiatan Penelitian

xii

DAFTAR SINGKATAN

Nomor

Daftar

Singkatan

1

PJK

Penyakit Jantung Koroner

2

TDS

Tekanan Darah Sistolik

3

TDD

Tekanan Darah Diastolik

4

JNC

Joint National Committee

5

MAP

Mean Arterial Pressure

6

HDL

High Density Lipoprotein

7

LDL-C

Low Density Lipoprotein-Cholesterol

8

HDL-C

High Density Lipoprotein-Cholesterol

9

CHD

Cardiac Heart Desease

10

ACE

Angiotensin-Converting Enzyme

11

ARB

Angiotencisn Receptor Blocker

12

CCB

Calcium Chanel Blocker

13

CO

Carbonmonoksida

14

TIA

Trasient Ischemic Attack

15

Menpora

Menteri Negara Pemuda dan Olahraga

xiii

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 Dwi Sulastri Pengaruh Senam Lansia Terhadap Tekanan Darah pada Lansia Hipertensi di Puskesmas Kalijambe Sragen Abstrak Latar belakang: Tekanan darah akan meningkat setelah umur 45-55 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit menjadi kaku. Senam lansia merupakan olahraga ringan dan mudah dilakukan, tidak memberatkan, yang diterapkan pada lansia. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia hipertensi di Puskesmas Kalijambe Sragen. Metode penelitian: Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah ”Quasi experimental pre-post test” dengan intervensi senam lansia. Populasi penelitian ini adalah lansia penderita hipertensi di wilayah Puskesmas Kalijambe Sragen, berjumlah 284 orang pada tahun 2014 dari empat belas Posyandu Lansia. Besar sampel penelitian ini adalah 16 responden tiap kelompoknya. Analisis menggunakan uji t test. Hasil penelitian: Terdapat pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik pada lansia hipertensi di Puskesmas Kalijambe Sragen (p-value 0,000). Saran: Tenaga kesehatan perlu melakukan sosialisasi dan pelatihan ketrampilan pelaksanaan senam lansia sehingga dapat melaksanakan pengelolaan lansia yang mengalami hipertensi dengan cara penatalaksanaan nonfarmakologi untuk mengontrol tekanan darah pada penderita hipertensi. Kata kunci: senam lansia, tekanan darah lansia Daftar Pustaka: 47 (2000-2014)

xiv

BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA 2015 Dwi Sulastri Effect of Elderly Exercise on Blood Pressure of Hypertensive Elderly at Community Health Center of Kalijambe, Sragen Abstract Background: Blood pressure can increase when one is aged 45 – 55 years old. The artery walls become thick due to the collagen accumulation in the muscle layers. As a result, the blood vessels will gradually narrow and become rigid. Elderly exercise is a mild exercise. It is easy to do without burdensome, which is dedicated to the elderly. The objective of this research is to analyze the effect of the elderly exercise on the blood pressure of the hypertensive elderly at Community Health Center of Kalijambe, Sragen. Method: This research used the quasi experimental method with the pre-post test design. The population of research consisted of 284 elderly patients from four Elderly Integrated Health Posts The samples of research consisted of 32, 16 as the experimental group and the rest 16 as the control group. The former was exposed to the intervention of the elderly exercise. The data of research were analyzed by using the t-test. Result: There was an effect of the elderly exercise on the systolic blood pressure and dyastolic blood pressure of the hypertensive patients at Community Health Center of Kalijambe, Sragen as indicated by the p-value = 0.000. Recommendation: The health workers are required to conduct socialization and training of the elderly exercise need to socialize and train the performance skill of exercise elderly. So, they can manage the elderly whom have hypertension by using non-pharmacological management to control blood pressure on hypertensive patients. Keywords: Elderly exercise, blood pressure of the elderly Reference: 47 (2000-2014)

xv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang muncul oleh karena interaksi berbagai faktor. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Tekanan darah akan meningkat setelah umur 45-55 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit menjadi kaku (Setiawan, Yunani & Kusyati, 2014). Lansia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Jumlah lansia meningkat di seluruh Indonesia menjadi 15,1 juta jiwa pada tahun 2000 atau 7,2% dari seluruh penduduk dengan usia harapan hidup 64,05 tahun. Tahun 2006 usia harapan hidup meningkat menjadi 66,2 tahun dan jumlah lansia menjadi 19 juta orang, dan diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi 29 juta orang atau 11,4%. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah lansia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu (Riskesdas, 2013).

1

2

Semakin tingginya usia harapan hidup, maka semakin tinggi pula faktor resiko terjadinya berbagai masalah kesehatan. Masalah umum yang dialami para lansia adalah rentannya kondisi fisik para lansia terhadap berbagai penyakit karena berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi pengaruh dari luar serta menurunnya efisiensi mekanisme homeostatis, oleh karena hal tersebut lansia mudah terserang berbagai penyakit (Riskesdas, 2013). Menurut Dinkes Provinsi Jawa Tengah (2010), prevalensi kasus hipertensi esensial di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 1,96% menurun bila dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar 2,00%. Kebanyakan penderita hipertensi itu berada di daerah pedesaan dibandingkan daerah perkotaan dengan prevalensi 31% vs 23,7%. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya kesadaran, pengetahuan masyarakat untuk menjaga kesehatan dan perilaku hidup yang tidak sehat.

Tekanan darah tinggi dianggap

mempertinggi faktor resiko Penyakit Jantung Koroner (PJK) karena tekanan darah yang meninggi akan merusak dinding pembuluh nadi dan mempercepat proses penebalan (aterosklerosis) serta mempersempit pembuluh-pembuuh nadi. Beberapa studi terakhir ini menunjukan bahwa kombinasi antara terapi tanpa obat (non-farmakoterapi) dengan obat (farmakoterapi) tidak hanya menurunkan tekanan darah, namun juga menurunkan resiko stroke dan penyakit jantung iskemik. Terapi dengan obat bisa dilakukan dengan pemberian obat anti hipertensi, sedangkan untuk terapi tanpa obat bisa

3

dilakukan dengan berolahraga secara teratur, dari berbagai macam olahraga yang ada salah satu olahraga yang dapat dilakukan yaitu olahraga senam lansia (Armilawati, 2007). Senam lansia merupakan olahraga ringan dan mudah dilakukan, tidak memberatkan, yang diterapkan pada lansia. Aktifitas olahraga senam lansia membantu tubuh agar tetap bugar dan tetap segar karena melatih tulang tetap kuat, mendorong jantung bekerja optimal dan membantu menghilangkan radikal bebas yang berlebihan didalam tubuh (Suroto, 2004). Penelitian oleh Astari, dkk (2011) tentang pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah lansia dengan hipertensi pada kelompok senam lansia di Banjarkaja Sesetan Denpasar Selatan, hanya menggunakan satu sampel group, pengukuran tekanan darah hanya dilakukan pada pertemuan pertama sebagai pretest dan pertemuan keenam sebagai post test, sehingga perlu meneliti keefektifan senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia hipertensi. Studi pendahuluan yang telah dilakukan didapatkan data tingginya angka kejadian hipertensi di Kabupaten Sragen terutama di Puskesmas Kalijambe pada tahun 2013 dari pasien yang periksa ke Poli Umum dengan hipertensi yaitu sebanyak 745 penderita. Hipertensi terutama diderita oleh lansia. Puskesmas Kalijambe membawahi beberapa Posyandu lansia, yang dalam pelaksanaan kegiatannya belum merealisasikan senam lansia. Oleh karena itu, dari fenomena di atas peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia hipertensi di Puskesmas mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

4

Kalijambe Sragen. Penelitian ini yang akan dilakukan dengan menilai tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan senam lansia dalam periode dua bulan setiap seminggu sekali.

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia hipertensi di Puskesmas Kalijambe Sragen?”

1.3. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Menganalisis pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia hipertensi di Puskesmas Kalijambe Sragen. b. Tujuan Khusus 1. Mengetahui sebaran rerata tekanan darah pada lansia yang mengalami hipertensi pada kelompok kontrol. 2. Mengetahui sebaran rerata tekanan darah pada lansia yang mengalami hipertensi sebelum dan sesudah dilakukan senam lansia pada kelompok intervensi. 3. Menganalisis pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia hipertensi di Puskesmas Kalijambe Sragen.

5

1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat: 1. Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran kepada institusi pendidikan akan pentingnya senam lansia terhadap tekanan darah. 2. Bagi Pelayanan Kesehatan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada bidang pelayanan kesehatan mengenai gambaran pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah sehingga bagi pelayanan kesehatan dapat menjadi perantara untuk mengadakan senam pada para lansia hipertensi. 3. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan kepada keluarga terutama yang memiliki lansia hipertensi agar terhindar dari kemungkinan komplikasi penyakit-penyakit akibat hipertensi. 4. Bagi Peneliti lain Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar dilakukannya penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan senam lansia terhadap tekanan darah. 5. Bagi Peneliti Memperoleh kemampuan melakukan riset kuantitatif serta menambah pengalaman peneliti dalam penelitian di bidang keperawatan mengenai pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia hipertensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tinjauan Teori A. Lansia Lansia

atau

menua

(menjadi

tua)

adalah

suatu

proses

menghilangnya secara berlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahap terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang menyebabkan penyakit degenerative misal,

hipertensi,

arteriosklerosis,

diabetes

melitus

dan

kanker

(Nurrahmani, 2012). Menurut Jubaidi (2008) ada beberapa perubahan fisik pada lansia yang dapat menjadi suatu kondisi lansia terserang penyakit, seperti perubahan kardiovaskuler yaitu menurunnya elastisitas pembuluh darah, perubahan pada respirasi yaitu menurunnya kekuatan otot-otot pernafasan, serta perubahan pada pendengaran dan perubahan pada penglihatan. Terdapat beberapa macam penyakit yang biasa menimpa para lansia antara lain hipertensi, diabetes mellitus, jatung koroner, stroke, katarak, dan lain sebagainya. Macam-macam masalah kesehatan tersebut yang sering menimpa lansia yaitu hipertensi yang bisa menjadi awitan dari berbagai masalah kardiovaskuler lainnya yang lebih gawat.

6

7

B. Hipertensi 1. Pengertian Tekanan darah terdiri dari tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Tekanan Darah Sistolik (TDS) yaitu tekanan di arteri saat jantung berdenyut atau berkontraksi memompa darah ke sirkulasi. Tekanan Darah Diastolik (TDD) yaitu tekanan di arteri saat jantung berelaksasi di antara dua denyutan (kontraksi). Tekanan darah pada orang dewasa sangat bervariasi. Tekanan darah sistolik berkisar antara 95-140 mmHg. Di lain pihak tekanan diastolik berkisar antara 60-90 mmHg. Walaupun demikian tekanan darah pada umumnya berkisar pada rata-rata nilai normal sekitar 120 mmHg untuk tekanan sistolik dan 80 mmHg untuk tekanan diastolik. Kedua tekanan tersebut di atas merupakan tekanan yang dihasilkan oleh aktivitas kerja jantung sebagai pompa dan menyebabkan darah mengalir di dalam sistem arteri secara terputus-putus dan terus-menerus tiada henti-hentinya (Palmer, 2007; WHO, 2011). Menurut

Ruhyanudin

(2007)

hipertensi

adalah

suatu

peningkatan tekanan darah didalam arteri. Menurut Price & Wilson (2006) hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Preassure (JNC) ke VII mendefinisikan hipertensi sebagai tekanan darah yang lebih dari 140/90 mmHg. Secara

8

umum hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan

yang

abnormal

tinggi

didalam

arteri

menyebabkan

meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal. Menurut Jubaidi (2008) ada beberapa perubahan fisik pada lansia yang dapat menjadi suatu kondisi lansia terserang penyakit, seperti perubahan kardiovaskuler

yaitu menurunnya elastisitas

pembuluh darah, perubahan pada respirasi yaitu menurunnya kekuatan otot-otot pernafasan, serta perubahan pada pendengaran dan perubahan pada penglihatan. Terdapat beberapa macam penyakit yang biasa menimpa para lansia antara lain hipertensi, diabetes mellitus, jatung koroner, stroke, katarak, dan lain sebagainya. Macam-macam masalah kesehatan tersebut yang sering menimpa lansia yaitu hipertensi yang bisa menjadi awitan dari berbagai masalah kardiovaskuler lainnya yang lebih gawat. Prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran tekanan darah menunjukkan penurunan dari 31,7 persen tahun 2007 menjadi 25,8 persen tahun 2013. Asumsi terjadi penurunan bisa bermacam-macam mulai dari alat pengukur tekanan darah yang berbeda sampai pada kemungkinan masyarakat sudah mulai datang berobat

ke

fasilitas

kesehatan.

Namun

prevalensi

hipertensi

berdasarkan wawancara tentang apakah pernah didiagnosis tenaga kesehatan dan minum obat hipertensi terjadi peningkatan dari 7,6 persen tahun 2007 menjadi 9,5 persen tahun 2013 (Riskesdas, 2013).

9

Tekanan darah akan meningkat setelah umur 45-55 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsurangsur

menyempit

menjadi

kaku.

Peningkatan

umur

akan

menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu reflex baroreseptor pada usia lanjut sensivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun (Anggraini, 2009). 2. Epidemiologi Angka kejadian hipertensi masih sangat tinggi. Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90% diantara mereka menderita hipertensi esensial (primer) dimana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder) seperti penyempitan arteri renalis (Smeltzer & Bare, 2010). Di Amerika hipertensi dikenal sebagai salah satu penyebab utama kematian. Sekitar seperempat jumlah penduduk dewasa menderita hipertensi dan insidensinya lebih tinggi dikalangan Afro - Amerika setelah usia remaja (Price & Wilson, 2006).

10

3. Klasifikasi Klasifikasi hipertensi menurut Shep (2005) terbagi menjadi dua berdasarkan penyebabnya, yaitu: a. Hipertensi primer Hipertensi primer disebut juga hipertensi esensial atau idiopatik adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal. Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya dan mencakup ± 90 % dari kasus hipertensi. b. Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder adalah hipertensi persisten akibat kelainan dasar kedua selain hipertensi esensial. Hipertensi ini penyebabnya diketahui dan menyangkut ± 10 % dari kasus hipertensi. Klasifikasi hipertensi berdasarkan hasil ukur tekanan darah menurut Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Preassure (JNC) ke-VII dalam Smeltzer & Bare (2010) yaitu <130 mmHg untuk tekanan darah sistole dan <85 mmHg untuk tekanan darah diastole. Klasifikasi hipertensi menurut JNC VII secara detail dapat dilihat di tabel 2.1. Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah orang dewasa berusia 18 tahun keatas tidak sedang memakai obat antihipertensi dan tidak sedang sakit akut. Tekanan darah Tekanan darah Kategori sistolik diastolik Normal < 130 mmHg < 85 mmHg Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg

11

Kategori

Tekanan darah sistolik 140-159 mmHg

Tekanan darah diastolik 90-99 mmHg

Stadium 1 (hipertensi ringan) Stadium 2 160-179 mmHg 100-109 mmHg (hipertensi sedang) Stadium 3 180-209 mmHg 110-119 mmHg (hipertensi berat) Stadium 4 210 mmHg atau 120 mmHg atau (hipertensi maligna atau lebih lebih sangat berat) Sumber: Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Preassure (JNC) kek VII dalam Smeltzer & Bare (2010) Menurut National Heart, Lung, and Blood Institute (1993) dalam Potter & Perry (2005) hipertensi sistolik isolasi merupakan bentuk hipertensi yang paling menonjol pada lansia. Hipertensi sistolik isolasi adalah dimana tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih sedangkan tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg. Sehingga hipertensi juga dapat dikategorikan dalam MAP (Mean Arterial Pressure). MAP adalah tekanan darah antara sistolik dan diastolik, karena diastolik berlangsung lebih lama daripada sistolik maka MAP setara dengan 40 % tekanan sistolik ditambah 60 % tekanan diastolik (Woods, dkk, 2009). Adapun rumus MAP adalah tekanan darah sistolik ditambah dua kali tekanan darah diastolik dibagi 3. Rentang normal MAP adalah 70 mmHg - 99 mmHg. Kategori hipertensi berdasarkan nilai MAP dapat dilihat pada tabel 2.2.

12

Tabel 2.2 Klasifikasi tekanan darah orang dewasa berusia 18 tahun keatas berdasarkan nilai Mean Arterial Pressure. Kategori Nilai MAP Normal 70-90 mmHg Normal tinggi 100-105 mmHg Stadium 1 (hipertensi ringan) 106-119 mmHg Stadium 2 120-132 mmHg (hipertensi sedang) Stadium 3 133-149 mmHg (hipertensi berat) Stadium 4 150 mmHg atau lebih (hipertensi maligna atau sangat berat) Sumber: National Heart, Lung, and Blood Institute (1993) dalam Potter & Perry (2005) 4. Etiologi Penyebab hipertensi esensial tidak diketahui secara pasti, akan tetapi kemungkinan penyebab yang melatarbelakangi harus selalu ditentukan.

Kemungkinan

faktor

yang

mempengaruhi

adalah

kerentanan genetik, aktivitas berlebihan saraf simpatik, membran transport Na atau K yang abnormal, penggunaan garam yang berlebihan, sistem renin-angiotensin aldosteron yang abnormal (Underwood, 2009). Etiologi dari hipertensi terbagi dalam dua kelompok yaitu faktor yang tidak dapat diubah dan faktor yang dapat diubah. a. Faktor yang tidak dapat diubah Faktor-faktor yang tidak dapat diubah yaitu jenis kelamin, usia, dan genetik.

13

1) Faktor genetik Adanya

faktor

genetik

pada

keluarga

tertentu

akan

menyebabkan keluarga itu mempunyai resiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar Sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap Sodium, individu dengan orang tua yang menderita hipertensi mempunyai resiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi (Anggraini dkk, 2009). 2) Faktor jenis kelamin Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dan wanita sama, akan tetapi wanita pramenopause (sebelum menopause) prevalensinya lebih terlindung daripada pria pada usia yang sama. Wanita yang belum menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis yang dapat menyebabkan hipertensi (Price & Wilson, 2006). 3) Faktor usia Insidensi hipertensi meningkat seiring pertambahan usia. Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang

14

terjadi

pada

aterosklerosis,

usia

lanjut.

hilangnya

Perubahan elastisitas

tersebut

jaringan

meliputi ikat,

dan

penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung, dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer & Bare, 2010). b. Faktor yang dapat diubah 1) Pola Makan Pola makan tinggi gula akan menyebabkan penyakit diabetes melitus. Diabetes melitus menginduksi hiperkolesterolimia dan berkaitan juga dengan proliferasi sel otot polos dalam pembuluh darah arteri koroner, sintesis kolesterol, trigliserida dan fosfolipid, peningkatan kadar LDL-C (Low Density Lipoprotein – Cholesterol) dan penurunan kadar HDL-C (High Density Lipoprotein – Cholesterol). Makanan tinggi kalori, lemak total, lemak jenuh, gula dan garam turut berperan dalam berkembangnya hiperlipidemia dan obesitas. Obesitas dapat meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan akan oksigen, serta obesitas akan berperan dalam gaya hidup pasif (malas beraktivitas) (Price & Wilson, 2006).

15

2) Kebiasaan Merokok Menurut Bowman (2007) dalam Anggraeni (2009) dalam Resiko merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap perhari, bukan pada lama merokok. Seseorang yang merokok lebih dari satu pak rokok perhari menjadi dua kali lebih rentan daripada mereka yang tidak merokok yang diduga penyebabnya adalah pengaruh nikotin terhadap pelepasan katekolamin oleh sistem saraf otonom. 3) Aktifitas Fisik Ketidakaktifan fisik meningkatkan resiko Cardiac Heart Desease (CHD) yang setara dengan hiperlipidemia atau merokok, dan seseorang yang tidak aktif secara fisik memiliki resiko 30-50% lebih besar untuk mengalami hipertensi. Selain meningkatnya perasaan sehat dan kemampuan untuk mengatasi stres,

keuntungan latihan aerobik

yang teratur adalah

meningkatnya kadar HDL-C, menurunnya kadar LDL-C, menurunnya

tekanan

darah,

berkurangnya

obesitas,

berkurangnya frekuensi denyut jantung saat istirahat, dan konsumsi oksigen miokardium, dan menurunnya resistensi insulin (Price & Wilson, 2006). 5. Patofisiologi Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat

16

vasomotor ini bermula dari saraf simpatis, yang berkelanjutan ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis, pada titik ini neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf

pasca

ganglion

ke

pembuluh

darah,

dimana

dengan

dilepaskannya neropinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Bebagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Ulfah, 2012). Saat bersamaan sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenalin juga terangsang mengakibatkan tambahan aktifitas vasokonstriksi. Medula adrenal mensekresi epinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus

17

ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Price & Wilson, 2006). Hipertensi pada lansia terjadi karena adanya perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer yang bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya aorta dan arteri besar kurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung, mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer & Bare, 2010). 6. Manifestasi Klinik Pemeriksaan fisik mungkin tidak ditemukan kelainan selain tekanan darah yang tinggi, akan tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina seperti perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah dan pada kasus berat terdapat edema pupil (Smeltzer & Bare, 2010). Tanda gejala lain yang meskipun secara tidak sengaja terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi yaitu sakit kepala, perdarahan di hidung, pusing yang terkadang juga terjadi pada seseorang dengan tekanan darah normal. Jika hipertensi berat atau menahun dan tidak terobati, dapat timbul gejala-gejala

18

seperti sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan kabur hal itu karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal (Ruhyanudin, 2007). 7. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada hipertensi terbagi menjadi 2 yaitu penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi: a. Penatalaksanaan farmakologi Pemilihan obat pada penderita hipertensi tergantung pada derajat meningkatnya tekanan darah dan keberadaan compelling indication.

Terdapat

enam

compelling

indication

yang

diidentifikasikan yaitu gagal jantung, paska infark miokardial, resiko tinggi penyakit koroner, diabetes mellitus, gagal ginjal kronik, dan pencegahan serangan stroke berulang. Pilihan obat tanpa compelling indication pada hipertensi ringan (stadium I) adalah diuretic thiazide umumnya dapat dipertimbangkan inhibitor ACE, ARB, β bloker, CCB/kombinasi. Sedangkan pada hipertensi sedang (stadium II) biasanya kombinasi 2 obat yaitu diuretik thiazide dengan inhibitor ACE atau ARB, atau β bloker. Diuretik dipilih untuk menangani efek peningkatan volume dan Natrium karena menurunnya fungsi ginjal sehingga menyebabkan cairan dan Natrium terakumulasi yang dapat mempengaruhi tekanan darah arteri. Diuretik berguna untuk menurunkan tekanan darah dengan cara mendeplesi (mengosongkan) natrium tubuh dan

19

menurunkan volume darah (Katzung, 2010). Sediaan diuretik yang beredar antara lain Bendrofluazid, Furosemid, Torasemid, Manitol, dan Bumetanid (Sukandar dkk, 2009). Angiotensin-converting enzyme (ACE) membantu produksi Angiotensin II yang berperan penting dalam regulasi tekanan darah arteri. Inhibitor ACE mencegah perubahan Angiotensin I menjadi Angiotensin II (vasokonstriktor potensial dan stimulus sekresi aldosteron). Inhibitor ACE ini juga mencegah degradasi bradikinin dan menstimulasi sintesis senyawa vasodilator lainnya termasuk prostaglandin E 2 dan prostasiklin. Sediaan inhibitor ACE yang beredar antara lain Captopril, Benazepril, Delapril, Fosinopril, dan Perindopril (Sukandar dkk, 2009). ARB sebagai penghambat reseptor Angiotensin II

yang

menahan langsung reseptor

Angiotensin tipe I (AT 1), reseptor yang memperantai efek Angiotensin II (vasokontriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi simpatetik, pelepasan hormon antidiuretik, dan konstriksi arteriol eferen glomerulus). Tidak seperti inhibitor ACE, ARB tidak mencegah pemecahan bradikinin. Banyak konsekuensi negatif karena beberapa efek inhibitor ACE dapat menyebabkan meningkatnya level bradikinin. Sediaan penghambat reseptor Angiotensin II (ARB) yaitu Losartan dan Valsartan. Hipotensi β bloker dapat melibatkan menurunnya curah jantung melalui kronotropik negatif dan inotropik jantung dan

20

inhibisi pelepasan renin dari ginjal. Penghambat saluran kalsium (CCB) menyebabkan relaksasi jantung dan otot polos dengan menghambat saluran kalsium yang sensitif terhadap tegangan (voltage sensitive), sehingga mengurangi masuknya kalsium ekstraseluler ke dalam sel. Relaksasi otot polos vaskuler menyebabkan vasodilatasi dan berhubungan dengan reduksi tekanan darah. Antagonis kanal kalsium dihidropiridini dapat menyebabkan aktivasi refleks simpatetik dan semua golongan ini (kecuali

amilodipilin)

memberikan

efek

inotropik

negatif.

Hipertensi pada orang tua (>50 tahun) obat pilihan pertama yang diberikan adalah β bloker jika dengan angina dan inhibitor ACE jika dengan diabetes atau gagal jantung (Sukandar dkk, 2009). b. Penatalaksanaan non farmakologi Penatalaksanaan nonfarmakologi yaitu modifikasi gaya hidup dan terapi. JNC VII memberikan alur penanganan pada pasien hipertensi yang paling utama adalah memodifikasi gaya hidup, jika respon tidak adekuat maka dapat diberikan pilihan obat dengan efektifitas tertinggi dengan efek samping terkecil dan penerimaan serta kepatuhan pasien (Smeltzer & Bare, 2010). Modifikasi gaya hidup dalam hal ini termasuk penurunan berat badan jika kelebihan berat badan (obesitas), melakukan diet makanan, mengurangi asupan natrium, mengurangi konsumsi alkohol, menghentikan kebiasaan

21

merokok, dan melakukan aktivitas fisik seperti senam atau olahraga (Sukandar dkk, 2009). 1) Mengurangi berat badan dan diit natrium Pengurangan berat badan telah terbukti menormalkan tekanan darah sampai dengan 75% pada pasien kelebihan berat badan dengan hipertensi ringan hingga sedang (Katzung, 2010). Pembatasan asupan natrium merupakan pengobatan efektif bagi banyak pasien hipertensi ringan. Pembatasan natrium dapat dilakukan dengan tidak memberi garam pada makanan selama atau sesudah masak dan dengan menghindari makanan yang diawetkan dengan natrium yang besar. Bukti bahwa diet yang kaya buah dan sayuran dan dengan produk sedikit lemak juga efektif dalam menurunkan tekanan darah, hal ini diduga berkaitan dengan tinggi kalium dan kalisum pada diet tersebut (Katzung, 2010). Selain diet tersebut, menghindari natrium dalam makanan olahan dan siap saji dapat menurunkan tekanan darah. 2) Aktifitas fisik dan senam Aktivitas fisik juga sangat berperan dalam menurunkan tekanan darah. Aktivitas fisik (olahraga) dapat memperbaiki profil lemak darah, yaitu menurunkan kadar total kolesterol, LDL dan Trigliserida. Bahkan yang lebih penting, olahraga dapat memperbaiki HDL. Takaran olahraga yang tepat

dapat

22

menurunkan hipertensi, obesitas, serta diabetes mellitus. Hasil penelitian dengan olahraga saja sama efektifnya dengan kombinasi antara olahraga dan obat (Soeharto, 2004). 3) Pembatasan konsumsi alkohol dan merokok Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kematian kardiovaskular. Tujuh penelitian kematian pecandu alkohol menunjukkan bahwa konsumsi alkohol dalam jumlah besar diikuti dengan peningkatan kematian penyakit jantung koroner. Penelitian pada lebih dari 700 pria yang diotopsi dengan usia 30-69 tahun, terdapat aterosklerosis koroner yang luas diantara sampel yang mengkonsumsi alkohol dalam 16 hari atau lebih setiap bulannya daripada peminum sedang atau bukan peminum. Kebiasaan merokok juga harus dikurangi bahkan dihindari, karena keadaan jantung dan paru-paru mereka yang merokok tidak akan dapat bekerja secara efisien. Asap rokok mengandung nikotin yang memacu pengeluaran zat-zat seperti adrenalin yang dapat merangsang denyutan jantung dan tekanan darah. Selain itu, asap rokok mengandung karbon monoksida (CO) yang memiliki kemampuan jauh lebih kuat daripada sel darah merah (hemoglobin) untuk menarik atau menyerap oksigen, sehingga menurunkan kapasitas darah merah untuk membawa oksigen ke jaringan-jaringan termasuk jantung. Merokok terus-menerus dalam jangka panjang berpeluang besar

23

untuk menimbulkan penyumbatan arteri di leher. Penelitian Framingham

Heart

Study

menemukan

bahwa

merokok

menurunkan kadar kolesterol baik (HDL). Penelitian lain menunjukkan mereka yang merokok 20 batang atau lebih per hari mengalami penurunan HDL sekitar 11% untuk laki-laki dan 14% untuk perempuan dibandingkan mereka yang tidak merokok (Soeharto, 2004). 8. Komplikasi Hipertensi merupakan faktor resiko utama terjadinya penyakit jantung, gagal jantung kongestif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang yaitu pada mata, ginjal, jantung dan otak. Komplikasi pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard. Komplikasi pada otak sering terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibatkan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Trasient Ischemic Attack / TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna (Setiawan, 2008).

24

C. Senam Lansia 1. Pengertian Senam adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan terarah serta terencana yang dilakukan secara tersendiri atau berkelompok dengan maksud meningkatkan kemampuan fungsional raga untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam bahasa Inggris terdapat istilah exercise atau aerobic yang merupakan suatu aktifitas fisik yang dapat memacu jantung dan peredaran darah serta pernafasan yang dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga menghasilkan perbaikan dan manfaat kepada tubuh. Senam berasal dari bahasa yunani yaitu gymnastic (gymnos) yang berarti telanjang, dimana pada zaman tersebut orang yang melakukan senam harus telanjang, dengan maksud agar keleluasaan gerak dan pertumbuhan badan yang dilatih dapat terpantau (Suroto, 2004). Senam merupakan bentuk latihan-latihan tubuh dan anggota tubuh untuk mendapatkan kekuatan otot, kelentukan persendian, kelincahan gerak, keseimbangan gerak, daya tahan, kesegaran jasmani dan stamina. Dalam latihan senam semua anggota tubuh (otot-otot) mendapat suatu perlakuan. Otot-otot tersebut adalah gross muscle (otot untuk melakukan tugas berat) dan fine muscle (otot untuk melakukan tugas ringan) (Sumintarsih, 2006). Senam lansia yang dibuat oleh Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (MENPORA) merupakan upaya peningkatan kesegaran

25

jasmani kelompok lansia yang jumlahnya semakin bertambah. Senam lansia sekarang sudah diberdayakan diberbagai tempat seperti di panti wredha, posyandu, klinik kesehatan, dan puskesmas (Suroto, 2004). Senam lansia adalah olahraga ringan dan mudah dilakukan, tidak memberatkan yang diterapkan pada lansia. Aktifitas olahraga ini akan membantu tubuh agar tetap bugar dan tetap segar karena melatih tulang tetap kuat, mendorong jantung bekerja optimal dan membantu menghilangkan radikal bebas yang berkeliaran di dalam tubuh. Jadi senam lansia adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan terarah serta terencana yang diikuti oleh orang lanjut usia yang dilakukan dengan maksud meningkatkan kemampuan fungsional raga untuk mencapai tujuan tersebut (Suroto, 2004). Latihan atau olahraga pada usia lanjut harus disesuaikan secara individual untuk tujuan yang khusus dapat diberikan pada jenis dan intensitas latihan tertentu. Latihan menahan beban yang intensif, misalnya dengan berjalan merupakan cara yang paling aman, murah, dan mudah serta sangat bermanfaat bagi sebagian besar usia lanjut. Salah satu olahraga yang aman dan dapat menurunkan perubahan fisik pada lansia adalah senam. Aktivitas fisik seperti senam pada usia lanjut yang dilakukan secara rutin akan meningkatkan kebugaran fisik, sehingga secara tidak langsung senam dapat meningkatkan fungsi jantung dan menurunkan tekanan darah serta mengurangi resiko penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah sehingga akan

26

menjaga elastisitasnya. Disisi lain akan melatih otot jantung dalam berkontraksi sehingga kemampuan pemompaannya akan selalu terjaga (Suroto, 2004). 2. Manfaat Senam Lansia Semua senam dan aktifitas olahraga ringan tersebut sangat bermanfaat untuk menghambat proses degeneratif atau penuaan. Senam ini sangat dianjurkan untuk mereka yang memasuki usia pralansia (45 tahun) dan usia lansia (65 tahun ke atas). Orang melakukan senam secara teratur akan mendapatkan kesegaran jasmani yang baik yang terdiri dari unsur kekuatan otot, kelentukan persendian, kelincahan

gerak,

keluwesan,

cardiovascular

fitness

dan

neuromuscular fitness. Apabila orang melakukan senam, peredaran darah akan lancar dan meningkatkan jumlah volume darah. Selain itu 20% darah terdapat di otak sehingga akan terjadi proses indorfin hingga terbentuk hormon norepinefrin yang dapat menimbulkan rasa gembira,

rasa

sakit

hilang,

adiksi

(kecanduan

gerak)

dan

menghilangkan depresi. Dengan mengikuti senam lansia efek minimalnya adalah lansia merasa berbahagia, senantiasa bergembira, bisa tidur lebih nyenyak, pikiran tetap segar (Ilkafah, 2014). Senam lansia disamping memiliki dampak positif terhadap peningkatan fungsi organ tubuh juga berpengaruh dalam meningkatkan imunitas dalam tubuh manusia setelah latihan teratur. Tingkat kebugaran dievaluasi dengan mengawasi kecepatan denyut jantung

27

waktu istirahat yaitu kecepatan denyut nadi sewaktu istirahat. Jadi supaya lebih bugar, kecepatan denyut jantung sewaktu istirahat harus menurun. Manfaat senam lainnya yaitu terjadi keseimbangan antara osteoblast dan osteoclast. Apabila senam terhenti maka pembentukan osteoblast berkurang sehingga pembentukan tulang berkurang dan dapat berakibat pada pengeroposan tulang. Senam yang diiringi dengan latihan stretching dapat memberi efek otot yang tetap kenyal karena ditengah-tengah serabut otot ada impuls saraf yang dinamakan muscle spindle, bila otot diulur (recking) maka muscle spindle akan bertahan atau mengatur sehingga terjadi tarik-menarik, akibatnya otot menjadi kenyal. Orang yang melakukan stretching akan menambah cairan sinoval sehingga persendian akan licin dan mencegah cedera (Suroto, 2004). Olahraga yang bersifat aerobik seperti senam merupakan usaha-usaha yang akan memberikan perbaikan pada fisik atau psikologis. Faktor fisiologi dan metabolik yang dikalkulasi termasuk penambahan sel-sel darah merah dan enzim fosforilase (proses masuknya gugus fosfat kedalam senyawa organik), bertambahnya aliran darah sewaktu latihan, bertambahnya sel-sel otot yang mengandung mioglobin dan mitokondria serta meningkatnya enzimenzim untuk proses oksigenasi jaringan (Kusmana, 2006). Sedangkan menurut Depkes RI (2008) olahraga dapat memberi beberapa manfaat, yaitu: meningkatkan peredaran darah, menambah kekuatan otot, dan

28

merangsang pernafasan dalam. Selain itu dengan olahraga dapat membantu

fungsi

pencernaan,

ginjal,

membantu

kelancaran

pembuangan bahan sisa, meningkatkan fungsi jaringan, menjernihkan dan melenturkan kulit, merangsang kesegaran mental, membantu mempertahankan berat badan, memberikan tidur nyenyak, memberikan kesegaran jasmani. 3. Gerakan Senam Lansia Tahapan latihan kebugaran jasmani adalah rangkaian proses dalam setiap latihan, meliputi pemanasan, kondisioning (inti), dan penenangan (pendinginan) (Sumintarsih, 2006). a. Pemanasan Pemanasan dilakukan sebelum latihan. Pemanasan bertujuan menyiapkan

fungsi

organ

tubuh

agar

mampu

menerima

pembebanan yang lebih berat pada saat latihan sebenarnya. Penanda bahwa tubuh siap menerima pembebanan antara lain detak jantung telah mencapai 60% detak jantung maksimal, suhu tubuh naik 1ºC - 2ºC dan badan berkeringat. Pemanasan yang dilakukan dengan benar akan mengurangi cidera atau kelelahan. b. Kondisioning Setelah pemanasan cukup dilanjutkan tahap kondisioning atau gerakan inti yakni melakukan berbagai rangkaian gerak dengan model latihan yang sesuai dengan tujuan program latihan.

29

c. Penenangan Penenangan merupakan periode yang sangat penting dan esensial. Tahap ini bertujuan mengembalikan kondisi tubuh seperti sebelum berlatih dengan melakukan serangkaian gerakan berupa stretching. Tahapan ini ditandai dengan menurunnya frekuensi detak jantung, menurunnya suhu tubuh, dan semakin berkurangnya keringat. Tahap ini juga bertujuan mengembalikan darah ke jantung untuk reoksigenasi sehingga mencegah genangan darah diotot kaki dan tangan. 4. Prosedur Prosedur yang dilakukan adalah 1x seminggu yaitu sesuai jadwal Posyandu lansia.

Gambar 2.1 Tahap Pemanasan

Gambar 2.2 Pengaturan Nafas

Gambar 2.3 Tahap Inti Jalan di Tempat

Gambar 2.4 Bertepuk Tangan

30

Gambar 2.5 Tepuk Jari Tangan

Gambar 2.6 Silangkan Antar Jari Tangan

Gambar 2.7 Silangkan Jempol Tangan Kanan

Gambar 2.8 Tepuk Antar Jari Kelingking

Gambar 2.9 Tepuk Antar Jari Telunjuk Tangan

Gambar 2.10 Ketok Pergelangan Tangan Kanan – Kiri Bergantian

Gambar 2.11 Ketok Nadi Tangan Kiri

Gambar 2.12 Tekan Antar Telapak Tangan dan Putar Telapak Tangan

31

Gambar 2.13 Buka dan Remas Jari Tangan

Gambar 2.14 Tepuk Punggung Tangan Kanan-Kiri Bergantian

Gambar 2.15 Tepuk Punggung Lengan dan Bahu Kanan-Kiri Bergantian

Gambar 2.16 Tepuk Pinggang

Gambar 2.17 Tepuk Paha Samping

Gambar 2.18 Tepuk Betis Kaki

Gambar 2.19 Peregangan Otot

Gambar 2.20 Menepuk Perut Bagian Bawah

32

Gambar 2.21 Sikap Tegak Tangan Simpul ke Perut

Gambar 2.22 Jinjit Kaki

Gambar 2.23 Sikap Sempurna Tegak Lurus

Gambar 2.24 Tarik dan Tahan Napas lalu Hembuskan Napas Kedua Tangan Turun ke depan Dada

Gambar 2.25 Tarik dan Tahan Napas lalu Hembuskan Napas Kedua Tangan Turun ke Samping

Gambar 2.26 Tarik, Tahan dan Hembuskan Napas

33

D. Keasilan Penelitian Tabel 2.3. Keaslian Penelitian No 1.

2.

3.

Nama Peneliti Lilian Irmawati, Faridah Aini, Imron Rosyidi

Judul

Metode

Pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan metode quasy experiment dengan rancangan non equivalent (pretest dan posttest) control group design.

Hasil

Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh pemberian senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang I Wayan Hubungan Metode Hasil penelitian Agus Frekuensi Senam penelitian menunjukkan Setiawan, Lansia Terhadap menggunakan ada hubungan Yunani, Eni Tekanan Darah penelitian frekuensi senam Kusyati Dan Nadi Pada kuantitatif lansia terhadap Lansia tekanan darah dengan Hipertensi dan nadi pada pendekatan analitik dan lansia hipertensi. desain penelitian menggunakan pendekatan Case Control. Astari, Putu Pengaruh senam Penelitian Hasil penelitian Dyah., I Putu lansia terhadap dilakukan didapatkan ada Gede tekanan darah dengan metode pengaruh senam Adiatmika, lansia dengan pre lansia terhadap Rai Dewi hipertensi pada eksperimental perubahan Damayanthi kelompok senam dengan tekanan darah Pande, lansia di pendekatan one diastolik lansia Banjarkaja group pretest- dengan Sesetan post test design. hipertensi. Denpasar Selatan

34

E. Kerangka Teori Hipertensi

Etiologi

Gejala

a. Faktor yang tidak dapat diubah - Faktor genetik - Faktor jenis kelamin - Faktor usia b. Faktor yang dapat diubah - Pola makan - Kebiasaan meroko - Aktivitas fisik

-

-

Perubahan pada retina seperti perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah dan edema pupil Sakit kepala Perdarahan di hidung Kelelahan Mual dan muntah Sesak nafas Gelisah

Penatalaksanaan a. Farmakologi : Obat-obatan (kimia dan herbal) b. Non Farmakologi : - Aktifitas fisik (Senam) - Menurunkan berat badan, mengurangi asupan natrium, mengurangi alkohol dan menghentikan kebiasaan merokok

Gambar 2.27 Kerangka Teori (Sukandar dkk, 2009) dan (Smeltzer & Bare, 2010)

F. Kerangka Konsep Kelompok intervensi Pre: Tekanan darah

Senam

Post: Tekanan darah

Kelompok kontrol Tekanan darah

Tekanan darah Gambar 2.28 Kerangka Konsep

35

G. Hipotesis Hipotesis yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia hipertensi di Puskesmas Kalijambe Sragen.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian Desain penelitian adalah model atau metode yang digunakan peneliti untuk melakukan suatu penelitian yang memberikan arah terhadap jalannya penelitian (Dharma, 2011). Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah ”Quasi experimental pre-post test” dengan melibatkan kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Penelitian dilakukan bertujuan untuk mengetahui perubahan tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan senam lansia. Penilaian atau observasi pada penelitian dengan menggunakan desain ini akan dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum dan sesudah eksperimen (pre dan post test). Perbedaan antara pre dan post test dianggap efek dari treatment (Arikunto, 2005). Gambaran

tentang

desain

penelitian

yang

akan

dilakukan

digambarkan dalam bagan berikut: Tabel 3.1 Desain Penelitian Quasi Experimental Pendekatan Pre-Post Test Design Kelompok

Pre Test

Perlakuan

Post test

Intervensi

O.a

Senam lansia

O1.a

Kontrol

O.b

-

O1.b

36

37

Keterangan: X

: Intervensi (senam lansia)

Oa

: Tekanan darah sebelum diberikan senam lansia pada kelompok intervensi.

O1a : Tekanan darah sesudah diberikan senam lansia pada kelompok intervensi. Ob

: Tekanan darah pada kelompok kontrol pada awal pertemuan.

O1b : Tekanan darah pada kelompok kontrol pada akhir pertemuan. Penelitian ini rencana akan dilakukan pengukuran selama delapan kali pada setiap sebelum dan sesudah dilakukan senam lansia.

3.2. Populasi dan Sampel a. Populasi Populasi target pada penelitian ini adalah lansia penderita hipertensi, sedangkan populasi terjangkau pada penelitian ini adalah lansia penderita hipertensi di wilayah Puskesmas Kalijambe Sragen, berjumlah 284 orang pada tahun 2014 dari empat belas Posyandu Lansia. b. Sampel Jenis sampel penelitian ini adalah probability sampling dengan menggunakan tehnik cluster sampling, yaitu pemilihan sampel mengacu pada kelompok bukan pada individu (Dahlan, 2009). Melibatkan lansia wanita yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut: 1. Lansia penderita hipertensi

38

2. Lansia yang mampu mengikuti senam. 3. Lansia di wilayah Puskesmas Kalijambe Sragen. 4. Lansia tidak dalam terapi pengobatan. Kriteria ekslusi sampel dalam penelitian ini sebagai berikut 1. Lansia penderita hipertensi yang mengalami kelemahan fisik. 2. Lansia penderita hipertensi yang dalam terapi pengobatan. c. Besar sampel Penghitungan besar sampel minimal berdasarkan hasil perhitungan menggunakan uji perbedaan antara dua rata – rata dengan derajat kemaknaan 5 %, kekuatan uji 95% dan uji hipotesis dua sisi dihitung berdasar rumus besar sampel (Hidayat, 2007) sebagai berikut:

(n - 1) x (t - 1) ≥ 15

Keterangan : n

= besar sampel tiap kelompok

t

= banyaknya kelompok

(n-1) x (2 – 1) ≥ 15 (n – 1) x 1

≥ 15

n–1

≥ 15

n

≥ 15 + 1

n

= 16

39

3.3. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Puskesmas Kalijambe Kabupaten Sragen pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Mei 2015.

3.4. Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Senam lansia

Tekanan darah

Definisi Operasional Senam adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan terarah serta terencana yang dilakukan secara tersendiri atau berkelompok dengan maksud meningkatkan kemampuan fungsional raga untuk mencapai tujuan tersebut. Tekanan darah didalam arteri yang dapat diukur dengan menggunakan spygmomanometer

Alat ukur dan Cara Ukur Prosedur senam lansia yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan senam lansia selama delapan kali

Alat ukur spygmomanometer Responden diukur tekanan darahnya sebelum dan sesudah melakukan senam lansia

Hasil Ukur -

Skala Ukur -

Nilai tekanan darah pada lansia

Interval

3.5. Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data a. Alat Pengumpul Data Instrumen yang digunakan untuk mengukur tekanan darah adalah lembar observasi dan spygmomanometer. Pengukuran tekanan darah dilakukan sebelum dan sesudah diberikan senam lansia. Senam lansia dipandu oleh

40

bidan Puskesmas yang telah diberikan pelatihan senam lansia oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen. b. Prosedur Pelaksanaan Penelitian Prosedur pelaksanaan penelitian ini dilakukan sebagai berikut: 1. Peneliti mengajukan surat permohonan ijin penelitian dari STIKes Kusuma Husada Surakarta yang ditujukan ke Kantor Kesbangpolinmas Kabupaten Sragen. 2. Mengajukan ijin penelitian ke Kantor Kesbangpolinmas Kabupaten Sragen. Setelah mendapatkan ijin mengantarkan surat tembusan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen dan Puskesmas Kalijambe. 3. Peneliti melakukan pendekatan kepada calon responden. 4. Peneliti memberikan penjelasan terkait dengan penelitian yang akan dilakukan mulai dari maksud dan tujuan, manfaat, langkah-langkah penelitian. 5. Calon

responden

yang

bersedia

menjadi

responden,

untuk

menandatangani surat pernyataan yang berisi tentang ketersediaan untuk menjadi responden. 6. Melakukan pengukuran tekanan darah 30 menit sebelum dilakukan senam sebanyak delapan kali selama penelitian. 7. Instruktur senam dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen yang sudah terlatih. 8. Melakukan observasi pelaksanaan senam lansia. 9. Melakukan pengukuran tekanan darah 30 menit sesudah dilakukan senam lansia sebanyak delapan kali selama penelitian.

41

10. Peneliti memeriksa kelengkapan data yang sudah didapatkan. 11. Peneliti kemudian mengolah hasil data yang sudah didapatkan dari responden dengan menggunakan program komputer.

3.6. Pengolahan Data Hastono (2007) memaparkan bahwa pengolahan data merupakan salah satu bagian rangkaian kegiatan setelah pengumpulan data. Agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang benar, paling tidak ada empat tahapan dalam pengolahan data yang peneliti harus lalui yaitu editing, coding, processing, dan cleaning. Data yang telah dikumpulkan pada penelitian ini selanjutnya diolah dengan menggunakan program komputer dengan beberapa tahapan yaitu merekapitulasi hasil jawaban kuesioner yang diisi oleh responden kemudian dilakukan: 1. Editing Dilakukan untuk memeriksa ulang kelengkapan pengisian formulir apakah sudah lengkap, jelas, relevan dan konsisten. 2. Coding Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan (Hastono, 2007). Penelitimemberi kode pada setiap responden untuk memudahkan dalam pengolahan data dan analisis data. Kegiatan yang dilakukan, setelah data diedit kemudian diberi kode. 3. Processing Setelah semua lebar observasi terisi penuh serta sudah melewati pengkodean maka langkah peneliti selanjutnya adalah memproses data

42

agar data yang sudah di-entry dapat dianalisis. Pemrosesan data dilakukan dengan cara meng-entry dari data kuesioner ke paket program komputer. 4. Cleaning Suatu kegiatan pembersihan seluruh data agar terbebas dari kesalahan sebelum dilakukan analisa data, baik kesalahan dalam pengkodean maupun dalam membaca kode, kesalahan juga dimungkinkan terjadi pada saat kita memasukkan data kekomputer. Setelah data didapat kemudian dilakukan pengecekan kembali apakah data yang ada salah atau tidak. Pengelompokan data yang salah diperbaiki hingga tidak ditemukan kembali data yang tidak sesuai sehingga data siap dianalisis.

3.7. Analisa Data Untuk melakukan pengujian hipotesis, analisis data yang dilakukan adalah: 1. Analisis Univariat Analisis

univariat

adalah

analisis

yang

bertujuan

untuk

menjelaskan atau mendiskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Variabel yang dianalisis secara univariat dalam penelitian ini adalah tekanan darah sebelum dan sesudah senam lansia pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Data akan disajikan dalam bentuk tabel rerata tekanan darah lansia (Hastono, 2007).

43

2. Analisis Bivariat Analisis bivariat adalah analisis untuk menguji pengaruh, perbedaan antara dua variabel. Pemilihan uji statistik yang akan digunakan untuk melakukan analisis didasarkan pada skala data, jumlah populasi atau sampel dan jumlah variabel yang diteliti. Analisis bivariat dilakukan untuk membuktikan hipotesis penelitian yaitu melihat ada pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia hipertensi di Puskesmas Kalijambe Sragen. Sebelum dilakukan uji analisis bivariat, untuk mengetahui kenormalan distribusi data, akan dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov. Uji normalitas dengan menggunakan Kolmogorov adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui normalitas data numerik berdasarkan distribusi data. Uji Kolmogorov dilakukan pada data numerik dengan jumlah responden < 30 (Sabri & Hastono, 2010). Penelitian ini jumlah responden pada masing-masing kelompok adalah 16 responden, sehingga uji normalitas yang tepat adalah uji Kolmogorov. Hasil dari uji Kolmogorov akan menentukan data berdistribusi normal atau tidak normal. Distribusi data dikatakan normal jika hasil uji Kolmogorov didapatkan nilai p ≥ 0,05. Dan data dikatakan tidak berdistribusi normal jika nilai p < 0,05. Analisis bivariat akan dilakukan 2 kali. Analisis untuk mengetahui perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah senam lansia dilakukan dengan uji statistik dependent t test, jika data berdistribusi normal, dan

44

jika data tidak berdistribusi normal, akan dilakukan pengujian dengan analisis wilcoxon (Sabri & Hastono, 2010).

3.8. Etika Penelitian Dalam melaksanakan penelitian khususnya jika yang menjadi penelitian adalah manusia, maka penelitian harus memahami hak dasar manusia. Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan dirinya, sehingga penelitian yang akan dilaksanakan benar-benar menjunjung tinggi kebebasan manusia. a. Informed Consent Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden (Hidayat, 2011). b. Anonimity (tanpa nama) Digunakan untuk memberikan jaminan dalam penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan (Hidayat, 2011).

45

c. Confidentiality (kerahasiaan) Memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2011).

BAB IV HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan terhadap 32 responden yang terbagi dalam 16 responden yang tidak dilakukan senam lansia dan 16 responden yang dilakukan senam lansia. Pengambilan data dilakukan selama 8 minggu. Pengambilan data dilakukan 30 menit sebelum dilakukan senam lansia dan 30 menit sesudah dilakukan senam lansia pada setiap kali kegiatan senam lansia dilakukan. Tujuan pengambilan data dalam penelitian ini untuk mengetahui ada tidaknya perubahan tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan senam lansia pada kelompok intervensi yang dibandingkan dengan kelompok kontrol pada kurun waktu yang sama. 4.1. Analisis Univariat a.

Gambaran nilai rata-rata tekanan darah pada lansia yang mengalami hipertensi sebelum dan sesudah dilakukan senam lansia pada kelompok kontrol. Tabel 4.1: Gambaran sebaran nilai rata-rata tekanan darah sistolik pada lansia yang mengalami hipertensi sebelum dan sesudah dilakukan senam lansia pada kelompok kontrol. Tekanan darah sistolik Sebelum senam Sesudah senam

Mean 172 169

Median 172,5 170

SD Min-maks 9,9 155-190 10,7 150-190

P value 0,041

Berdasarkan tabel 4.1, diketahui bahwa nilai rata-rata tekanan darah sistolik pada kelompok kontrol sebelum senam adalah 172 mmHg, dengan tekanan darah sistolik terendah adalah 155 mmHg dan tekanan darah sistolik tertinggi adalah 190 mmHg. Nilai rata-rata tekanan darah 46

47

sistolik pada kelompok kontrol sesudah senam adalah 169 mmHg, sedangkan tekanan darah sistolik terendah adalah 150 mmHg dan tekanan darah sistolik tertinggi adalah 190 mmHg. Tabel 4.2: Gambaran sebaran nilai rata-rata tekanan darah diastolik pada lansia yang mengalami hipertensi sebelum dan sesudah dilakukan senam lansia pada kelompok kontrol. Tekanan darah diastolik Sebelum senam Sesudah senam

Mean 89,38 84,38

Median 90 80

SD Min-maks 7.7 80-100 10,7 70-100

P value 0,006

Berdasarkan tabel 4.2, diketahui bahwa nilai rata-rata tekanan darah diastolik pada kelompok kontrol sebelum senam adalah 89,38 mmHg, tekanan darah diastolik terendah adalah 80 mmHg dan tekanan darah diastolik tertinggi adalah 100 mmHg. Nilai rata-rata tekanan darah diastolik pada kelompok kontrol sesudah senam adalah 84,38 mmHg, tekanan darah diastolik terendah adalah 70 mmHg dan tekanan darah diastolik tertinggi adalah 100 mmHg. b. Gambaran nilai rata-rata tekanan darah pada lansia yang mengalami hipertensi sebelum dan sesudah dilakukan senam lansia pada kelompok intervensi. Tabel 4.3: Gambaran nilai rata-rata tekanan darah sistolik pada lansia yang mengalami hipertensi sebelum dan sesudah dilakukan senam lansia pada kelompok intervensi. Tekanan darah sistolik

Mean

Median

SD

Sebelum senam Sesudah senam

182,50 130

182,5 130

12,7 7,6

Minmaks 160-200 120-145

P value 0,000

Berdasarkan tabel 4.3, diketahui bahwa nilai rata-rata tekanan darah sistolik pada kelompok intervensi sebelum senam adalah 182,50

48

mmHg, tekanan darah sistolik terendah adalah 160 mmHg dan tekanan darah sistolik tertinggi adalah 200 mmHg. Nilai rata-rata tekanan darah sistolik pada kelompok intervensi sesudah senam adalah 130 mmHg, tekanan darah sistolik terendah adalah 120 mmHg dan tekanan darah sistolik tertinggi adalah 145 mmHg. Tabel 4.4: Gambaran nilai rata-rata tekanan darah diastolik pada lansia yang mengalami hipertensi sebelum dan sesudah dilakukan senam lansia pada kelompok intervensi. Tekanan darah diastolik

Mean

Median

SD

Sebelum senam Sesudah senam

97 72,81

100 70

6,8 6,0

Minmaks 80-110 65-90

P value 0,000

Berdasarkan tabel 4.4, diketahui bahwa nilai rata-rata tekanan darah diastolik pada kelompok intervensi sebelum senam adalah 97 mmHg, tekanan darah diastolik terendah adalah 80 mmHg dan tekanan darah sistolik tertinggi adalah 110 mmHg. Nilai rata-rata tekanan darah diastolik pada kelompok intervensi sesudah senam adalah 72,81 mmHg, dengan tekanan darah diastolik terendah adalah 65 mmHg dan tekanan darah diastolik tertinggi adalah 90 mmHg.

4.2. Analisis Bivariat a. Analisis pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia hipertensi di Puskesmas Kalijambe Sragen. Tabel 4.5: Analisis pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah sistolik pada lansia hipertensi di Puskesmas Kalijambe Sragen. Rerata tekanan darah sesudah Median SD MinP senam maks value TD sistolik kelompok kontrol 170 10.7 150-190 0,000 TD sistolik kelompok intervensi 130 7.6 120-145

49

Berdasarkan tabel 4.5, diketahui bahwa nilai tengah tekanan darah sistolik pada kelompok kontrol sesudah senam adalah 170 mmHg, tekanan darah sistolik terendah adalah 150 mmHg dan tekanan darah sistolik tertinggi adalah 190 mmHg. Dan nilai tengah tekanan darah sistolik pada kelompok intervensi sesudah senam adalah 130 mmHg, dengan tekanan darah sistolik terendah adalah 120 mmHg dan tekanan darah sistolik tertinggi adalah 145 mmHg. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji independent t test didapatkan nilai p sebesar 0,000, artinya terdapat pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah sistolik pada lansia hipertensi di Puskesmas Kalijambe Sragen. Tabel 4.6: Analisis pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah diastolik pada lansia hipertensi di Puskesmas Kalijambe Sragen. Rerata tekanan darah sesudah Median SD MinP senam maks value TD diastolik kelompok kontrol 80 7,2 70-100 0,000 TD diastolik kelompok 70 6,0 65-90 intervensi Berdasarkan tabel 4.6, diketahui bahwa nilai tengah tekanan darah diastolik pada kelompok kontrol sesudah senam adalah 80 mmHg, dengan tekanan darah diastolik terendah adalah 70 mmHg dan tekanan darah diastolik tertinggi adalah 100 mmHg. Dan nilai tengah tekanan darah diastolik pada kelompok intervensi sesudah senam adalah 70 mmHg, dengan tekanan darah diastolik terendah adalah 65 mmHg dan tekanan darah diastolik tertinggi adalah 90 mmHg. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji independent t test didapatkan nilai p sebesar 0,000, artinya terdapat pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah diastolik pada lansia hipertensi di Puskesmas Kalijambe Sragen.

50

b. Hasil uji normalitas data Tabel 4.7 Hasil uji normalitas data Tekanan Keterangan darah sistolik Kelompok Pre 0,680 Normal kontrol Post 0,284 Normal Kelompok Pre 0,257 Normal intervensi Post 0,107 Normal

Tekanan darah diastolik 0,005

Keterangan

0,003 0,013

Tidak normal Tidak normal

0,000

Tidak normal

Tidak normal

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa seluruh data tekanan darah sistolik pada kedua kelompok baik pada kondisi pre dan post intervensi berdistribusi normal, sedangkan seluruh data tekanan darah diastolik pada kedua kelompok baik pada kondisi pre dan post intervensi berdistribusi tidak normal.

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Gambaran nilai rata-rata tekanan darah pada lansia yang mengalami hipertensi sebelum dan sesudah dilakukan senam lansia pada kelompok kontrol. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa nilai rata-rata tekanan darah sistolik pada kelompok kontrol sebelum senam adalah 172 mmHg, dengan tekanan darah sistolik terendah adalah 155 mmHg dan tekanan darah sistolik tertinggi adalah 190 mmHg. Nilai rata-rata tekanan darah sistolik pada kelompok kontrol sesudah senam adalah 169 mmHg, tekanan darah sistolik terendah adalah 150 mmHg dan tekanan darah sistolik tertinggi adalah 190 mmHg. Nilai rata-rata tekanan darah diastolik pada kelompok kontrol sebelum senam adalah 89,38 mmHg, tekanan darah diastolik terendah adalah 80 mmHg dan tekanan darah diastolik tertinggi adalah 100 mmHg. Nilai rata-rata tekanan darah diastolik pada kelompok kontrol sesudah senam adalah 84,38 mmHg, dengan tekanan darah diastolik terendah adalah 70 mmHg dan tekanan darah diastolik tertinggi adalah 100 mmHg. Hasil pengukuran tekanan darah pada lansia menggambarkan bahwa rata-rata dari tekanan darah sistolik sebesar 158 mmHg yang merupakan hipertensi sedang (stadium 1). Hasil pengukuran tekanan darah diastolik pada lansia menggambarkan bahwa rata-rata dari tekanan darah diastolik sebesar 87 mmHg yang merupakan hipertensi perbatasan. Hipertensi yang dialami

51

52

responden dipengaruhi oleh berbagai macam faktor resiko baik yang bisa dikontrol seperti aktivitas olahraga, mengkonsumsi garam dapur, obesitas dan stress serta faktor resiko yang tidak dapat dikontrol seperti usia, jenis kelamin dan keturunan (Harrison, Wilson dan Kasper, 2005). Menurut hasil penelitian Henuhili, Yuliati, Rahayu dan Nurkhasanah (2011) menemukan bahwa gen penyebab hipertensi bersifat dominan, bukan resesif. Individu hipertensi ada di setiap generasi dan keturunan yang tidak mewarisi hipertensi akan mempunyai keturunan yang tidak hipertensi juga. Pewarisan hipertensi bukan bersifat Xlinked, yaitu gen yang terdapat pada kromosom kelamin, karena baik ayah atau ibu, dapat mewariskannya baik pada keturunan laki-laki maupun perempuan. Lansia dapat terkena hipertensi akibat penurunan fungsi organ pada sistem kardiovaskuler, katub jantung menebal dan menjadi kaku, serta megalami penuruanan elastisitas dari aorta dan arteri besar lainnya (Ismayadi, 2004). Selain itu, terjadi peningkatan resistensi pembuluh darah perifer ketika ventrikel kiri memompa, sehingga tekanan sistolik dan afterload meningkat (Gunawan, 2009). Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer mengakibatkan perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi arterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam

relaksasi otot

polos

pembuluh darah

yang

mengakibatkan penurunan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah (Gunawan, 2009).

53

Salah satu faktor yang bisa mengakibatkan terjadinya tekanan darah meningkat pada lansia yaitu karena faktor kurangnya melakukan aktifitas fisik seperti berolah raga secara teratur (Harrison, Wilson dan Kasper, 2005). Kurangnya latihan aktivitas fisik seperti senam, juga bisa mengakibatkan hipertensi dikarenakan terjadinya penurunan cardiac output (curah jantung) sehingga pemompaan ke jantung menjadi lebih berkurang. Kurangnya latihan aktivitas fisik dapat menyebabkan terjadinya kekakuan pembuluh darah, sehingga aliran darah tersumbat dan dapat menyebabkan hipertensi (Giriwijoyo, 2007). Hasil penelitian ini tidak berbeda dengan penelitian Ilkafah (2014) yang menemukan bahwa hasil pengukuran tekanan darah setiap sebelum dan sesudah senam didapatkan bahwa ada penurunan tekanan darah secara bertahap. Pada hari pertama senam rata-rata nilai tekanan darah dari responden tidak mengalami perubahan karena mungkin sebagai fase adaptasi. Untuk selanjutnya terdapat penurunan bertahap sampai 2 bulan senam. Meskipun pada olahraga yang mendadak menyebabkan peningkatan tekanan darah selama olahraga, pengulangan aktivitas fisik tersebut dapat menurunkan tekanan darah selama istirahat dan peningkatan terhadap olahraga selanjutnya akan lebih baik terhadap penderita hipertensi maupun pada orang normal. Hipertensi merupakan faktor resiko mayor Penyakit Jantung Koroner (PJK), efek potensial olahraga untuk mengontrol tekanan darah merupakan pertimbangan kesehatan masyarakat yang penting.

54

Penelitian Ilkafah (2014) menemukan bahwa sebanyak 15 lansia wanita yang teratur senam, 11 lansia mengalami penurunan sekitar 6 mmHg untuk sistolik dan 3mmHg untuk diastolik; 3 lansia mengalami penurunan hanya sekitar 1,5 mmHg baik sistolik maupun diastolik, dikarenakan ketiga lansia tersebut mengidap DM dan 1 lansia yang tidak mengalami penurunan (tetap), dan dapat terjadi karena lansia tersebut mempunyai kolesterol dan sering mengkonsumsi obat-obatan bebas misalnya obat sakit kepala yang mengandung kafein yang bisa meningkatkan tekanan darah sehingga efek senam belum tampak dalam 2 bulan senam. Latihan fisik adalah segala upaya

yang dilaksanakan untuk

meningkatkan kebugaran jasmani dan kondisi fisik lansia. Kebugaran jasmani adalah suatu aspek fisik dari kebugaran menyeluruh. Tujuan dari latihan fisik adalah untuk meningkatkan kekuatan, daya tahan kardiorespirasi, kecepatan, ketrampilan, dan kelenturan. Kebugaran jasmani pada lansia adalah kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan yaitu kebugaran jantung-paru dan peredaran darah serta kekuatan otot dan kelenturan sendi (Ilkafah, 2014).

5.2 Gambaran nilai rata-rata tekanan darah pada lansia yang mengalami hipertensi sebelum dan sesudah dilakukan senam lansia pada kelompok intervensi. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa nilai rata-rata tekanan darah sistolik pada kelompok intervensi sebelum senam adalah 182,50 mmHg, tekanan darah sistolik terendah adalah 160 mmHg dan tekanan darah sistolik tertinggi adalah 200 mmHg. Nilai rata-rata tekanan darah sistolik pada kelompok intervensi sesudah senam adalah 130 mmHg, tekanan darah sistolik

55

terendah adalah 120 mmHg dan tekanan darah sistolik tertinggi adalah 145 mmHg. Nilai rata-rata tekanan darah diastolik pada kelompok intervensi sebelum senam adalah 97 mmHg, tekanan darah diastolik terendah adalah 80 mmHg dan tekanan darah sistolik tertinggi adalah 110 mmHg. Nilai rata-rata tekanan darah diastolik pada kelompok intervensi sesudah senam adalah 72,81 mmHg, tekanan darah diastolik terendah adalah 65 mmHg dan tekanan darah diastolik tertinggi adalah 90 mmHg. Faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi pada kelompok intervensi disebabkan karena bertambahnya usia, dimana pada orang yang lanjut usia jantung akan sedikit mengecil yang banyak mengalami penurunan adalah rongga bilik kiri, akibat semakin berkurangnya aktivitas, juga mengalami penurunan adalah sel-sel otot jantung hingga menyebabkan menurunnya kekuatan otot jantung, semakin bertambahnya umur seseorang, denyut jantung maksimum dan fungsi lain dari jantung berangsur-angsur menurun, pada lanjut usia tekanan darah akan naik secara bertahap sehingga dapat menyebabkan terjadinya hipertensi pada lansia (Azizah, 2011). Dilihat dari tekanan darah pada kelompok intervensi menunjukkan adanya penurunan rata-rata tekanan darah sistolik dan diastolik. Terjadinya penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik pada lansia penderita hipertensi pada kelompok intervensi, disebabkan karena senam lansia mengakibatkan penurunan curah jantung dan penurunan resistensi perifel total, sehingga terjadinya penurunan tekanan darah (Sherwood, 2005).

56

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Setiawan, Yunani dan Kusyati (2014) yang menemukan bahwa hasil pengukuran rata-rata tekanan darah diastolik pada lansia hipertensi sebesar 87 mmHg, median sebesar 85 mmHg dan standar deviasi sebesar 8,63. Tekanan darah diastolik terendah 74 mmHg dan tekanan darah diastolik tertinggi 112 mmHg. Menurut penelitian Gunawan (2001) olahraga secara teratur dapat menyerap atau menghilangkan endapan kolesterol pada pembuluh nadi. Olahraga yang dimaksud adalah latihan menggerakkan semua sendi dan otot tubuh seperti gerak jalan, berenang, naik sepeda. Tidak dianjurkan melakukan olahraga yang menegangkan seperti tinju, gulat atau angkat besi, karena latihan yang berat malah dapat menimbulkan hipertensi.

5.3 Analisis pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia hipertensi di Puskesmas Kalijambe Sragen. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa nilai tengah tekanan darah sistolik pada kelompok kontrol sesudah senam adalah 170 mmHg, tekanan darah terendah adalah 150 mmHg dan tekanan darah tertinggi adalah 190 mmHg. Nilai tengah tekanan darah pada kelompok intervensi sesudah senam adalah 130 mmHg, tekanan darah terendah adalah 120 mmHg dan tekanan darah tertinggi adalah 145 mmHg. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji independent t test didapatkan nilai p sebesar 0,000, artinya terdapat pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia hipertensi di Puskesmas Kalijambe Sragen.

57

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa nilai tengah tekanan darah diastolik pada kelompok kontrol sesudah senam adalah 80 mmHg, tekanan darah diastolik terendah adalah 70 mmHg dan tekanan darah diastolik tertinggi adalah 100 mmHg. Nilai tengah tekanan darah diastolik pada kelompok intervensi sesudah senam adalah 70 mmHg, tekanan darah diastolik terendah adalah 65 mmHg dan tekanan darah diastolik tertinggi adalah 90 mmHg. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji independent t test didapatkan nilai p sebesar 0,000, artinya terdapat pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah diastolik pada lansia hipertensi di Puskesmas Kalijambe Sragen. Menurut Veronique dan Robert (2005) menyimpulkan bahwa olah raga dapat diterapkan sebagai manajemen hipertensi bukan hanya untuk pencegahan tetapi juga dapat menjaga kesehatan lansia. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Astari (2012) yang menyimpulkan ada pengaruh yang signifikan antara senam lansia dengan penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik pada lansia hipertensi. Senam lansia yang dilakukan berulang-ulang (frekuensi tinggi), maka lama-kelamaan penurunan tekanan darah akan berlangsung lama. Itulah sebabnya latihan aktivitas fisik senam yang dilakukan secara teratur bisa menurunkan tekanan darah. Jenis olahraga yang efektif menurunkan tekanan darah adalah senam lansia dengan intensitas sedang. Frekuensi latihannya 3-5 kali seminggu dengan lama latihan 20-60 menit sekali latihan (Rigaud, 2006).

58

Olah raga memberikan pengaruh pada sistem kardiovaskuler (peredaran darah) untuk memperbaiki kemampuannya. Lebih banyak pembuluh darah (saluran darah kecil) dibentuk dalam jaringan yang aktif untuk memperbaiki penyediaan makanan dan oksigen, dan gerak badan membakar habis lemak berlebihan dalam system dan menghambat kandungan lemak di pembuluh, sehingga mengurangi resiko thrombosis (Hardjana, 2000). Latihan juga telah diketahui dapat meningkatkan High Density Lipopotein (HDL), yang pada gilirannya membantu proses metabolisme dan menurunkan kadar Low Density Lipopotein (LDL) (Smeltzer & Bare, 2010). Senam lansia yang terdiri dari latihan pemanasan, latihan inti, dan latihan pendinginan yang mana gerakan-gerakan didalamnya juga bertujuan untuk menurunkan kecemasan, stres, dan menurunkan tingkat depresi. Penurunan tersebut akan menstimulasi kerja sistem syaraf perifer (autonom nervous system) terutama parasimpatis yang menyebabkan vasodilatasi penampang pembuluh darah akan mengakibatkan terjadinya penurunan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik (Hardjana, 2008). Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Devi (2012) yang menyatakan nahwa terdapat pengaruh latihan yoga terhadap penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik pada lansia. Penelitian yang dilakukan Sukartini (2010) tentang manfaat senam tera terhadap kebugaran lansia

didapatkan

hasil

mampu

menunjukkan

bahwa

senam

dapat

mempengaruhi tidak hanya stabilitas nadi, namun juga stabilitas tekanan darah, pernafasan dan kadar immunoglobulin, dengan hasil uji analisis

59

statistik untuk kategori tekanan darah sistolik p-value 0.02 berarti a < p = 0,05) artinya terdapat perbedaan tekanan darah antara lansia pada kelompok perlakuan dan kontrol. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Setiawan, Yunani & Kusyati (2014) yang menemukan bahwa frekuensi senam lansia terhadap nadi menunjukan hubungan yang sedang (r = -0.394) dan berpola negative yang berarti semakan tinggi frekuensi senam lansia, maka semakin rendah denyut nadi. Hasil uji statistik didapatkan ada hubungan yang signifikan antara frekuensi senam lansia terhadap nadi (p value = 0.026). Hasil penelitian didapatkan ada hubungan antara frekuensi senam lansia dengan nadi pada lansia. Senam lansia merupakan olahraga ringan dan mudah dilakukan, tidak memberatkan, yang diterapkan pada lansia. Aktifitas olah raga senam lansia membantu tubuh agar tetap bugar dan tetap segar karena melatih tulang tetap kuat, mendorong jantung bekerja optimal dan membantu menghilangkan radikal bebas yang berlebihan didalam tubuh (Suroto, 2004). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tintin (2006) yang menyebutkan ada pengaruh latihan senam tera terhadap peningkatan kebugaran yang ditunjukkan dengan penurunan nadi istirahat.

BAB VI PENUTUP

6.1. Kesimpulan a. Nilai rata-rata tekanan darah sistolik pada kelompok kontrol sebelum senam adalah 172 mmHg dan sesudah senam 169 mmHg. Nilai rata-rata tekanan darah diastolik pada kelompok kontrol sebelum senam adalah 89,38 mmHg, dan sesudah senam 84,38 mmHg. b. Nilai rata-rata tekanan darah sistolik pada kelompok intervensi sebelum senam adalah 182,50 mmHg dan sesudah senam 130 mmHg. Nilai ratarata tekanan darah diastolik pada kelompok intervensi sebelum senam adalah 97 mmHg dan sesudah senam 72,81 mmHg. c. Terdapat pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik pada lansia hipertensi di Puskesmas Kalijambe Sragen (p-value 0,000).

6.2. Saran a. Bagi Institusi pendidikan Dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai salah satu referensi penatalaksanaan

keperawatan

terhadap

hipertensi

dan

dapat

dikembangkan sebagai kompetensi yang harus dikuasai oleh mahasiswa. b. Bagi pelayanan kesehatan Tenaga kesehatan perlu melakukan sosialisasi dan pelatihan ketrampilan pelaksanaan senam lansia sehingga dapat melaksanakan pengelolaan 60

61

lansia

yang

mengalami

hipertensi dengan cara

penatalaksanaan

nonfarmakologi untuk mengontrol tekanan darah pada penderita hipertensi. c. Bagi Masyarakat Terapi senam lansia dapat menjadi bahan pertimbangan untuk lansia dan masyarakat yang menderita hipertensi. Mengingat manfaat senam lansia yang dapat digunakan untuk mengontrol tekanan darah, maka diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan senam lansia sebagai pelengkap alternatif untuk pengontrolan tekanan darah bagi lansia penderita hipertensi. d. Bagi Peneliti Lain Penelitian lebih lanjut tentang pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia penderita hipertensi dapat dilakukan dengan melakukan pengawasan terhadap faktor yang berpengaruh terhadap tekanan darah, seperti mengontrol pola makan, merokok, dan stress, serta scrining bagi penderita hipertensi esensial secara tepat. e. Bagi Peneliti Penelitian lebih lanjut dan kontinyu sehingga hasil penelitian ini dapat digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan pasien lansia yang mengalami

hipertensi

dengan

mengontrol tekanan darah.

memberikan

senam

lansia

untuk

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, A. D., dkk (2003). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang Periode Januari Sampai Juni 2008. Riau: Faculty of Medicine-University of Riau. Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Edisi revisi 6. Cetakan ke-13. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Armilawati, Amalia H. Amiruddin. (2007). Hipertensi dan Faktor Resikonya Dalam Kejadian Epidemiologi. Ujung Pandang: FKM UNHAS. Astari, dkk, (2012), Pengaruh Senam Lansia Terhadap Tekanan Darah Lansia Dengan Hipertensi Pada Kelompok Senam Lansia Di Banjar Kaja Sesetan Denpasar Selatan Azizah, M. Lilik (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu Badan Litbang dan Pengembangan Kesehatan. (2010). Demam berdarah dengue Buletin Jendela Epidemiologi, Vol 4 No 3, 144-149. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Riset kesehatan dasar riskesdas 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Dahlan, S. (2009). Besar sampel penelitian. Jakarta: Salemba Medika. Depkes R.I., 2003. Sistem Kesehatan Nasional. 2004, Jakarta Devi (2012), Menurunkan Tekanan Darah, Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. Dharma, K.K. (2011). Metodologi penelitian keperawatan: Panduan melaksanakan dan menerapkan hasil penelitian. Jakarta: Trans info Media. DINKES Prov Jateng. (2010). Data informasi kesehatan jawa tengah 2013. Giriwijoyo, S. (2007). Olahraga untuk kesehatan. Jakarta: Balai Pustaka. Gunawan, D. 2009. Perubahan Anatomik Organ Tubuh Pada Penuaan, (online), (http://pustaka.uns.ac.id/?opt=1001& menu=news&option=detail&nid=122, diakses 15 Maret 2015). Gunawan, L. (2001). Hipertensi Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta: Kanisius.

Harrison, I., Wilson, B.W., & Kasper, M.F. (2005). Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam, edisi 13 volume 3. Jakarta: EGC. Haryono. (2012). Lansia perlu perhatian. Kementerian koordinatorn bidang kesejahteraan rakyat. Retrieved from www.menkokesra.co.id Hastono, S.P. (2007). Basic data analysis for health research. Depok: FKM-UI. Henuhili, Yuliati, Rahayu dan Nurkhasanah (2011), Pola Pewarisan Penyakit Hipertensi Dalam Keluarga Sebagai Sumber Belajar Genetika, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011. Hidayat, A.A. (2011). Metode penelitian keperawatan dan kebidanan serta teknik analisis data. Surabaya: Salemba Medika. Ilkafah (2014), Pengaruh Latihan Fisik (Senam Lansia) Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi Ringan – Sedang Di Rektorat Unibraw Malang, Jurnal Surya, Vol 2 Nomer IV, Malang. Ismayadi, (2004), Proses Menua (Aging Proses), (online), Skripsi. Medan: Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3595/1/keperawatanisma yadi.pdf, diakses 1 April 2015). Junaidi, I. 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Penerbit Andi, Yogyakarta Katzung, B. G. (2010). Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika. Kusmana, D. (2006). Olahraga Untuk Orang Sehat dan Penderita Penyakit Jantung Margiyati, (2010), Pengaruh senam lansia terhadap penurunan tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di posyandu lansia ngudi waras, Dusun Kemloko, Desa Bergas Kidul Potter, P. A & Perry, A. G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses, dan praktik. Alih Bahasa: Yasmin Asih. Edisi 4 Jakarta: EGC. Price, S. A. & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 4. Jakarta: EGC. Rigaud, F.B. 2006. Hypertension in Older Adults. J Gerontol 2001; 56A:M2175. Ruhyanudin, F. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Malang: UMM Press.

Sabri, L., & Hastono, S. (2010). Statistik data kesehatan. Jakarta: Rajawali Press. Setiawan, (2008), Prevalensi dan Determinan Hipertensi di Pulau Jawa, Tahun 2004. KESMAS : Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 1 (2): 57-62. Setiawan, IWA, Yunani dan Kusyati (2014), Hubungan Frekuensi Senam Lansia Terhadap Tekanan Darah Dan Nadi Pada Lansia Hipertensi, Prosiding Konferensi Nasional II PPNI Jawa Tengah, Semarang Sheps, S. G. (2005). Mayor Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Intisari Mediatama. Sherwood, Lauralee. (2005). Fisiologi Kedokteran : Dari Sel Ke Sistem. Jakarta. Smeltzer & Bare, (2010), Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC Smeltzer, S & G. Bare (2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 3. Jakarta: EGC Soeharto, I. (2004). Serangan Jantung dan Stroke Hubungannya dengn Lemak & Kolesterol Edisi 2. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sukandar, dkk, (2009), ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan. Sumintarsih. (2006). Kebugaran Jasmani Untuk Lansia. Olahraga , 147-160. Suroto. (2004). Buku Pegangan Kuliah Pengertian Senam, Manfaat Senam dan Urutan Gerakan. Semarang: Unit Pelaksana Teknis Mata Kuliah Umum Olahraga Undip. Suroto. (2004). Senam Kesehatan. Yogyakarta: Muha Medika. Titin Sukartini, (2010), Pengaruh senam tera terhadap kebugaran lansia. Trias Sok & Senam 10 Menit Edisi 2. Jakarta: FKUI Lilian Irmawati, Faridah Aini, Imron Rosyidi (Pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia Penderita hipertensi di desa leyangan kecamatan ungaran timur, Ungaran, STIKES Ngudi Waluyo Underwood, J. (2000). Patologi Umum dan Sistemik Edisi 2. Jakarta: EGC. Veronica dan Robert. 2005. Pencegahan Hipertensi, (online), (http://www.univmed.org/wpcontent /uploads/2011/02/Vol.20_no.2_6.pdf, diakses tanggal 25 Maret 2015 Woods, S. L., Froelicher, E. S., Motzer, S. U., & Bridges, J. E. (2009). Cardiac Nursing. Philadelphia: Wolters Kluwer Health.