PENGARUH TRANSFER ISI RUMEN TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN SEL BAKTERI

Download pada perlakuan dengan campuran cairan rumen sapi peranakan ongole + isolat protozoa + isolat bakteri + isolat fungi pada inkubasi 48 jam ad...

0 downloads 387 Views 274KB Size
_ Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

PENGARUH TRANSFER ISI RUMEN TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN SEL BAKTERI DAN PROTOZOA Suharyono*, Winugroho, M.**, Widiawati, Y.**, dan Marijati, S.** * Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN ** Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor

ID0000172 ABSTRAK PENGARUH TRANSFER ISI RUMEN TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN SEL BAKTERI DAN PROTOZOA. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peran laju pertumbuhan sel mikroba dan melengkapi informasi isolat sebagai pakan suplemen ternak ruminansia. Metode penentuan laju pertumbuhan sel mikroba dengan menggunakan traser 32P. Hasil isi rumen kerbau NTT telah diseleksi sebagai donor untuk transfer rumen dan petnbuatan isolat. Transfer rutnen kerbau NTT dengan sapi peranakan ongole ternyata Iaju pertumbuhan sel bakteri lebih baik dari pada laju pertumbuhan sel protozoa pada inkubasi 48 jam bila dibanding dengan cairan rumen dari ternak lainnya. Hasil menunjukkan berturut-turut 30,99 mg/jam/100 ml dan 24,92 mg/jam/100 ml. Hasil seleksi isolat menunjukkan pada perlakuan dengan campuran cairan rumen sapi peranakan ongole + isolat protozoa + isolat bakteri + isolat fungi pada inkubasi 48 jam adalah yang terbaik, karena laju pertumbuhan sel bakteri 26,96 mg/jam/ml, sedangkan laju pertumbuhan sel protozoa 2,53 mg/jam/100. Hasil penelitian in vitro menunjukkan bahwa pH dan konsentrasi amonia mendukung peningkatan laju pertumbuhan sel bakteri tanpa menimbulkan keracunan mikroba dan induk semang. Laju pertumbuhan sel bakteri pada perlakuan pakan D berbeda nyata dengan perlakuan A, B, dan C. Hasil 21,44 mg/ jam/100 ml untuk perlakuan D, sedang untuk A, B, dan C berturut-turut menunjukkan 7,99; 13,13; dan 13,38 mg/jam/ 100 ml. Pertumbuhan sel protozoa cenderung lebih rendah bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan sel bakteri. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa laju pertumbuhan sel bakteri bila dalam kondisi lingkungan yang baik, hasilnya lebih tinggi dari pada laju pertumbuhan sel protozoa.

ABSTRACT THE EFFECT OF RUMEN CONTENT TRANSFER ON RATE OF BACTERIA AND PROTOZOA GROWTH. The aims the experiment wants to know the benefite of rate of microbial protein in rumen content and to complete the information that isolates is useful for ruminant animals feed. The result indicated that buffaloes from East Nusa Tenggara is the best when they are used as donor rumen transfer for tnaking isolate. When rumen content of ongole cattle generation was mixed in rumen content of buffaloes from East Nusa Tenggara and incubated 48 h, the rate of bacteria cell growth is better than rate of protozoa cell frowth comparing to the other animals. The values are 30.99 mg/h/100 ml and 24.92 mg/h/100 ml respeetively. The results of isolate selection in 48 h incubation indicated that treatment F is the best. The results rates of bacteria cell growth and rate of protozoa's cell growth are 26.96 mg/h/100 ml and 2.53 mg/h/100 ml respectively. The result of w vitro study indicated that pH and ammonia concentrations support the rate of bacteria cell growth and do not cause the toxicity of microbes and animals. The rate of bacteria cell growth on D treatment is a significant to A, B, and C treatments. The values are 21.44 mg/h/100 ml, 7.99; 13.13; and 13.38 mg/h/100 ml respectively. The result rates of protozoa's cel! growth tends to be lower than rates of bacteria cell. The overall conclusion is a lower or a higher rate of miroorganism cell growth depends on the envoirement condition.

PENDAHULUAN Rumen merupakan baiik pada ternak ruminansia sebagai sumber keliidupan, karenabila temak tersebut Iianya mendapatkan rumput saja masih mampu mempertahankan kehidupannya. Hal ini berhubungan erat dengan adanya mikroorganisme yang tumbuh dalam rumen untuk membentuk protein mikroba. Mikroorganisme yang ada ialah bakteri, protozoa dan fiingi. Ketiga jenis mikroorganisme tersebut mempunyai peran yang penting dalam mencerna pakan yang masuk dalam rumen, baik protein dan sumber karbohidrat mudah dicerna dan berserat tinggi, selain mikroba tersebut mampu menyediakan protein yang bermanfaat bagi induk semang.

Peneliti sebelumnya telah melaporkan, bahwa dalam mencerna pakan kerbau, mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dalam tnencerna serat kasar bila dibandingkan dengan sapi. Sebagai contoh misalnya Fibrobacter succinogenes pencerna serat kasar yang hanya terdapat dalam rumen kerbau, dan bakteri tersebut juga dinamakan Bacteroides succinogenes (1). Peneliti lain melaporkan adanya jenis bakteri Synergistikjonesii yang mampu menghilangkan pengaruh racun memosin yang terkandung dalam lamtoro (2). Kawasan Indonesia Bagian Timur merupakan kantong ternak nasional, namun kondisi curah hujan yang sangat terbatas, yang mengakibatkan ketersediaan pakan hijauan juga sangat rendah, hal ini berakibat terhadap

203

Penelilian dan Pengcmbangan Aplilcasi Isotop dan Radiasi, 1998 _

lambatnya pertumbuhan bobot badan, dan keterlambatan masa reproduksi ternak betina sehingga mengakibatkan rendahnya populasi temak khususnya sapi. Berdasarkan informasi tersebut Balai Penelitian Ternak telah mencoba mengadakan penelitian dengan transfer rumen yang dikenal metode Balitnak (3) dan telah menghasilkan suatu kombinasi yang bersifat synergistik terutama isi ruinen yangberasal dari kerbau NusaTenggara Timur (NTT) dengan sapi Bali, dan sapi Peranakan Ongole (PO). Hasil yang telah dilakukan tersebut baru pada tingkat in vitro dengan pengukuran produksi gas, daya cerna bahan kering dan bahan organik, sedangkan dengan in vivo menggunakan bioplus kerbau NTT untuk sapi PO diperoleh hasil padapeningkatan bobotbadan 1 kg/hari/ekor (4). Hasil peneliltianbioplus pada sapi PO yang berhubungan dengan reproduksi yaitu dapat memperpendek jarak kelahiran dari 15 bulan menjadi 13 bulan (5), dan meningkatkanpersentase kebuntingan dari 25% menjadi 90% (6). Parameter yang diamati hanya performen, belum melakukan penelitian secara lengkap tentang fermentasi rumen, khususnya laju pertuinbuhan sel mikroba yang membantu sejauh mana peranan protein mikroba, dan untuk melengkapi infonnasi mengapa bioplus dalam kondisi anaerobik masih mampu memberi respon yang baik terhadap pertumbuhan dan penampilan reproduksi. Atas dasar tersebut maka pengamatan ini akan dilakukan pengukuran terhadap laju pertumbuhan sel mikroba. Tujuan penelitian ialah untuk mengetahui sampai sejauh mana peran bakteri, protozoa dan fiingi. Pelaksanaan penelitian hanya pada pengamatan terhadap laju pertumbuhan mikroba, dan penghitungan jumlah protozoa.

BAHAN DAN METODE Untuk melengkapi informasi tentang pengaruh positif bioplus telah dilakukan beberapa tahapan pengamatan antara lain pengamatan 6 cairan rumen yang berasal dari sapi PO Sumba, sapi Bali, kerbau Sulawesi, kerbau NTT, sapi Bali>
saja, tabung ke 2 diisi cairan rumen + isotop 32P dan tabung ke 3 diisi H2SO4 10 N sebanyak 0,625 ml + 25 ml cairan rumen + isotop "P. Setelah pemberian gas CO2, dilakukan pengocokan sampel dengan menekan tombol pada inkubator. Aktivitas isotop yang diberikan sekitar 1.000.000 ni/cpm, sehingga tidak membahayakan bagi peneliti dan lingkungan. Sentrifiigasi dilakukan pada 3000 rpm selama 10 menit, kemudian dicuci sampai 3 kali dengan aquades sehingga diperoleh endapan dan supernatan. Supernatan yang dihasilkan disentrifiis kembali pada kecepatan 12000 rpm selama 10 menit sampai 3 kali dan dicuci aquades, sehingga diperoleh endapan dan filtrat. Endapan didestruksi, dengan cara endapan diencerkan dengan aquades kemudian dituangkan ke labu Kjeldhal dan ditambah 5 ml HC1O4, ketnudian didestruksi sampai jernih dalam ruang asam dan ditunggu sampai dingin. Sampel endapan dan filtrat ketnudian diencerkan dalam labu ukur 25 ml dan 100 ml kemudian diambil 2 atau 5 ml dimasukan ke dalam vial dan ditambah 8 atau 5 ml aquades, sehingga siap untuk dideteksi aktivitas radioisotopnya, dengan alat pencacah sintilasi cair. Metode untuk pengukuran laju pertumbuhan mikroba sesuai dengan metode Demeyer (1976) yang telah dimodifikasi oleh (7). Untuk pengukuran ini, selain deteksi isotop phospor, juga dilaksanakan dengan pengukuran phosphor yang ada di intraseluler dan ekstraseluler dengan metode spektrofotometer. Selain penentuan laju pertumbuhan sel mikroba juga dilakukan penghitungan jumlah protozoa dengan metode Ogimoto dan Imai (8). Tahan 2. Isolat protozoa, dan fungi diambil dari cairan rumen kerbau NTT. Enam (6) perlakuan antara lain cairan rumen segar PO (A), isolat protozoa (B), isblat campuran A dan B (C), isolat A dan B + isolat bakteri (D), kombinasi A + B + isolat fiingi (E), dan F adalali kombinasi A + B + isolat bakteri + isolat fungi. Parameter yang diambil adalah jumlah protozoa dan laju pertumbuhan mikroba. Metode yang digunakan seperti pada tahap 1. Tahap 3. Percobaan dilakukan di kandang Balitnak Bogor dengan menggunakan 16 ekor sapi PO muda dengan bobot badan sekitar 100-145 kg. Percobaan dibagi dalam 4 kelompok perlakuan. Perlakuan A = kontrol (rumput + 0,5 kg KPS), B = Campuran 3 isolat masing-masing 100 ml bakteri, protozoa dan fungi, C = 0,5 kg bioplus/ekor/hari, dan D = B + C. Parameter fermentasi ruinen yang diamati ialah pH, konsentrasi amonia, dan laju pertumbuhan sel mikroba.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sel percobaan tahap 1 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan bakteri dan protozoa cairan rumen sapi PO, Bali, kerba Sulawesi, kerbau NTT dan kombinasi sapi Bali dengan kerbau Sulawesi lebih rendah bila dibandingkan kombinasi cairan rumen antara S-PO dengan kerbau NTT. Namun pada campuran yang sama laju pertumbuhan sel bakteri lebih tinggi dari pada protozoa. Pertumbuhan bakteri yang banyak akan lebih menguntungkan induk semang (9, 10). Beberapa peneliti

_ Penetitian dan Pengembangan Aplikasi Jsotop dan Radiasi, 1998

telah mencoba untuk menghilangkan protozoa dalam ramen, karena selain protozoa mengkonsumsi bakteri juga lebih lama tinggal dalam rumen (11), hal ini cenderung merugikan pertumbuhan induk semang. Salah satu spesies protozoa dengan nama Eudiplodinium maggii mampu mencerna selulosa mikrokristal (12). Hasil rerata yang diperoleh menunjukkan bahwa jumlah protozoa dalam cairan rumen imtuk inkiibasi 24 jam pada S-PO dan K-NTT berturut-turut 1,7 dan 3,5 x lOVinl, sedangkan inkubasi 48 jam menunjukkan 3,6 dan 3,2 x 107 ml, namun setelah dikombinasi antara sapi PO dengan KNTT, hasil rerata jumlah protozoa 4 x lOVml, sedangkan inkubasi 48 jain 2,8 x lOVml. Hasil tersebut cenderung lebih rendah dari jumlah protozoa cairan rumen hewan lainnya (Gambar 1). Hasil yang rendah tersebut cenderung mendukung laju pertumbuhan sel bakteri tinggi, dan rendahnya laju pertumbuhan sel protozoa. Hasil percobaan tahap 2 dari 6 perlakuan isolat pada laju pertumbuhan sel bakteri, sel protozoa dan jumlah protozoa disajikan pada Gambar 2, 3 dan 4. Gambar 2 menunjukkan bahwa pada isolat yang diinkubasi 24 jam, laju pertumbuhan sel bakteri cenderung seperti distribusi normal, dan isolat yang dikombinasi dengan isolat cairan rumen S-PO, isolat protozoa dan isolat bakteri K-NTT ialah yang Iebih tinggi dari pada campuran isolat lainnya. Nilai yang diperoleh ialah 21,58 mg/jam/ 100 ml (Gambar 1). Saat inkubasi 48 jam menunjukkan laju pertumbuhan sel bakteri yang paling tinggi pada campuran isolat S-PO + isolat bakteri + isolat fungi + isolat protozoa yaitu 22,64 mg/jam/100 ml (Gambar 2). Hal ini cenderung menunjukkan perbedaan hasil yang sangat menyolok, karena pada campuran ke 4 isolat pada inkubasi 24 jam diperoleh hasil yang sangat rendah yaitu 8,57 mg/ jam/100 ml. Gambar 3 disajikan hasil laju pertumbuhan sel protozoa berbeda dengan laju pertuinbuhan sel bakteri, khususnya pada inkubasi 48 jam sangat rendah yaitu 2,53 mg/jain/100 ml, sedangkan pada inkubasi 24 jam hasil lebih tinggi yaitu 19,68 mg/jam/100 ml. Atas dasar campuran ke 4 isolat cairan rumen tersebut menunjukkan bahwa laju pertumbuhan sel bakteri paling tinggi pada inkubasi 48 jain, sedangkan pada inkubasi 24 jam terlihat pada campuran ke 3 isolat, yaitu isolat S-PO + isolat protozoa dan isolat bakteri. Pembuatan isolat yang terbaik adalah iiikubasi pada 48 jam, karena pada saat tersebut adanya faktor sinergistik untuk pembentukan protein mikroba. Hasil laju pertumbuhan sel protozoa pada inkubasi 48 jam yang sangat rendah mendapatkan dukungan peneliti sebelumnya bahwa protozoa cenderung tidak berperan penting untuk induk semang (10,11, dan 13). Di lain pihak peneliti lain berpendapat bahwa protozoa jenis tertentu inampu mencerna serat kasar (12). Hal ini didukung oleh (14) yang menyatakan baliwa Polyplastron multivesiculatum dan Eudiplodinium maggi dapat mencerna serat kasar selulose dari lucerne dalam cairan rumen. Coleinan (15) juga melaporkan bahwa 70 % aktivitas celulotik berasal dari Eudiplodinium bukan murni dari bakteri. Pada Gambar 4 disajikan jumlah protozoa pada inkubasi 24 jani diperoleh hasil tertinggi, yaitu 2,2 x 10V

ml pada campuran isolat S-PO + isolat protozoa + isolat bakteri, sedangkanpada inkubasi 48 jam yang tertinggi pada campuran S-PO + isolat bakteri + isolat protozoa + isolat fungi yaitu 1,7 x lOVml. Menurut beberapa peneliti melaporkan bahwa tinggi rendahnya jumlah protozoa yang berasal dari cairan rumen yang disaring bergantung dari pola peinberian pakan pada ternak (16 dan 17). Orpin (18) melakukan penelitian secara in vitro melaporkan bahwa jumlah protozoa dapat dipengaruhi oleh unsur kimia dan anatomi pakan yang digunakan. Coleman (15) melaporkan bahwa bila jumlah protozoa tinggi dalam rumen, populasi bakteri akan rendah (19), demikian pula dilaporkan bahwa dengan menghilangkan protozoa dalam rumen, populasi fiingi akan meningkat secara nyata (20). Hasil pada percobaan tahap 3, yaitu pH, konsenstrasi amonia, dan laju pertumbuhan sel bakteri dan protozoa disajikan pada Tabel 2. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pH dari ke 4 perlakuan dalam kondisi normal tidak menunjukkan nyata dengan kisaran 6,93-6,96. Konsentrasi amonia terendah pada perlakuan A (kontrol) yaitu 32,19/100 ml dan tertinggi pada perlakuan D, yaitu 40,80 mg/100 ml. Secara statistik menunjukkan perbedaan yang nyata, namun antara perlakuan A, B dan C tidak berbeda nyata, demikian juga pada perlakuan B, C dan D. Hasil konsentrasi amonia tersebut cenderung tidak menimbulkan keracunan pada sapi tersebut. Ternak ruminansia akan mengalami keracunan bila dalam rumen mengandung 1700-2200 mg/1 (9). Satter dan Slyter (21) melaporkan bahwa kebutuhan minimal ainonia untuk pertumbuhan protein mikroba 50 mg N-NH/1 dalam rumen. Pengamatan daya cerna pakan konsentrat dengan teknik kantong nilon dapat meningkat, karena konsentrasi amonia dalam rumen 230 mg N-NHj/I (22). Laju pertumbuhan sel bakteri pada perlakuan D menunjukkan perbedaan yaiig sangat nyata dan memperoleh hasil tertinggi yaitu 21,44 mg/jam/100 ml bila dibanding dengan perlakuan A, B, dan C, yaitu 7,99; 13,13; dan 13,38 ing/jam/100 ml (Tabel 2). Perlakuan D masih ditambah dengan bioplus berarti mungkin hasil tidak mutlak dipengaruhi oleh campuran ke tiga isolat tersebut. Laju pertumbuhan sel protozoa pada percobaan in vivo terlihat hasil yang rendah yang diperoleh dari ke 3 campuran isolat yaitu 5,69 mg/jam/100 ml, namun laju pertumbuhan sel bakteri lebih tinggi, yaitu 13,13 mg/jain/ 100 ml. Hal ini sesuai dengan pendapat Leng (10) yang melaporkan bahwa semakin rendah jumlah protozoa, aktivitas bakteri meningkat. Demikian pula hasil laju pertumbuhan sel protozoa untuk perlakuan pakan C dan D. KESIMPULAN Tahapan penelitian ini mampu membuktikan bahwa bioplus sebagai pakan tambahan hasil transfer rumen, dalam bentuk keritig dan kondisi aerobik ternyata mampu meningkatkan produksi ternak sapi, hal ini terlihat dari liasil seleksi donor ternak terjadi efek synergestik mikroba pada isi rumen sapi PO yang ditransfer ke isi ruinen kerbau NTT, laju pertumbuhan sel bakteri labih tinggi saat diinkubasi pada48jam. 205

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998-

Hasil tersebut dilanjutkan dengan seleksi isolat dengan berbagai campuran isolat, ternyata isolat yang berasal dari cairan rumen PO dengan isolat bakteri, fungi dan protozoa dari kerbau NTT dapat meningkatkan laju pertumbuhan sel bakteri yang diikuti rendahnya laju pertuinbuhan sel protozoa, sehingga diperoleh isolatbekteri, fungi dan protozoa yang terpilih. Hasil penelitian terhadap sapi potong PO terlihat bahwa campuran ke tiga isolat tersebut ditambah dengan bioplus dapat meningkatkan laju pertumbuhan sel bakteri kurang lebih 168% bila dibanding dengan kontrol, namun hal ini belum sepenuhnya dipengaruhi oleh isolat tersebut, karena perlakuan D masih ditambah dengan bioplus.

UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih ditujukan pada pimpinan Dewan Riset Nasional, dan Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN yang telah memberi dana, dankesempatan melaksanakan penelitian ini. Ucapan terimakasih kami tujukan pula pada Saudara Ir. Achmad Syamsi, Hj. Titin Maryati dan Nuniek Lelananingtyas yang telah membantu dalam analisis data percobaan sehingga penelitian dapat selesai pada waktu yang telah ditentukan.

ARMP 1994/1995, Balai Penelitian Ternak, Bogor (1994b). 7. HENDRATNO, C , Penggunaan 32P dan 35S sebagai penanda pada pengukuran pembentukan masa mikroba rumen kerbau. Risalah Pertemuan Iliniah, Aplikasi Teknik Nuklir di Bidang Pertanian dan Peternakan (1985) 479-491). 8. OGIMOTO, K., AND SOICHIIMAI. Atlas of Rumen Microbiology. Japan Scientifi Societies Press, Tokyo (1981). 9. PRESTON, T.R., AND LENG, R.A., Matching Ruminant Production Systems with Available Resources in the Tropics and sub-Tropics. Penambul Books, Armidale, New South Wales (1987). 10. LENG, R. A., Application of Bioteclinology to Nutrition of Animals in Developing Countries. FAO Anim. Prod. and Health 90 (1991) 59-77. 11. NOLAN, J.V., LENG, R.A., AND DEMEYER, D.I. The Roles of Protozoa and Fungi in Rumen Digestion. Penambul Books, Annidale, Australia (1989).

DAFTAR PUSTAKA 1. STEWART, C.S., AND BRYANT, M.P., The rumen bacteria. In The Rumen Microbial Ecosystem. Eds. P.N. Hobson. Elsevier Applied Science London and NewYork (1988) 21-77. 2. JONES, R.J., Does ruminal metabolism of memosine explain the absence of Leucaena Toxicity in Hawai. Austral. Vet. J. 57 (1981) 55-56. 3. WINUGROHO, M , SABRANI, M , PUNARBOWO, P., WIDIAWATI, Y., AND THALIB, A., Non genetic indentification in selecting specific microorganism rumen fluid (Balitnak Method). Ilmu dan Peternakan 6 (2) (1993) 5-9.

4. SANTOSO, SABRANI, ML, DAN WINUGROHO, M., Penggemukan sapi potong di Lampung. Laporan internal APBN 1994/1995, Balai Penelitian Ternak, Botor(1994).

12. ANONIMOUS. Rumen Microbiology. Satelite Symposium IV 1 International Symposium on The Nutrition of Herbivores. France(1995) 16. 13. JOUANY, J.P. Rumen Microbial Metabolism and Ruminant digestion. Intitute National Dela Recheche Agronomic, INRA (1991). 14. BOHATIER, J., SENAUD, J., AND BENYAHYA. In situ degradation of sellulose fibres by the entodiniomorp rumen ciliate Polypastron multivesiculatum. Protoplasma 154(1990) 122-131. 15. COLEMAN, G.S. The metabolism ofcellulose, glucose and strach by the rumen ciliate protozoa Eudiplodinium maggi. J. Gen. Microbiol. 107 (1978) 359-366. 16. BAUCHOP, T. The ruinen ciliate Epidinium in primary degradation of plant tissues. Appl. Environ. Bicrobiol. 37(1979) 1217-1223.

5. WINUGROHO, M., SABRANI, M., SANTOSO, PANJAITAN, M., DAN ERWAN. Strategi manejemen pakan untuk Indonesia Bagian Timur: Implementasi strategi pakan musim kemarau. Laporan Internal Proyek ARMP 1994/1995, Balai Penelitian Ternak, Bogor (1994a). 6. WINUGROHO, M , WIBISONO, Y., SABRANI, M , Teknologi pemeliharaan sapi PO : Perbaikan manejemen pakan untuk meningkatkan status reproduksi sapi PO. Laporan Internal Proyek 206

17. AKIN, D.E., AND AMOS, H.E. Mode of attack on orchardgrass leaf bladesby rumen protozoa. Appl. Environ. Microbiol. 37 (1979) 332-338. 18. ORPIN, C. G. Association of ramen ciliate populations with plant particles in vitro. J. Gen. Microbiol. KLL (1985) 181-189. 19. COLEMAN, G. S. Protozoal-bacterial interaction in the rumen. In The Roles of Protozoa and Fungi in

_ Pemlitian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998

Ruinen Digestion. Eds. J.V. Nolan, R.A. Leng, and D.I. Demeyer. Penambul Books, Armidale, Australia(1989) 13-26.

21. SATTER, L.G., AND SLYTER, L.L., Effect of aminoniaconcentration on rumen microbial protein production in vitro. British J. Nut. 32 (1974) 199209.

20. ORPIN, C.G. Studies on the defaunation of the ovine tlie rumen using dioctyl sodium sulphosuccinate. Journal of Applied Bacterial 43 (1977b) 309-318.

20. MEHREZ, A.Z., AND ORSHOV, E.R. Rates of rumen fermentation in relation to ammonia concentration. Proceedings of the Nutrition Society 35 (1976) 45.

Tabel 1. Laju pertumbuhan sel bakteri dan protozoa cairan rumen beberapa jenis hewan Laju pertumbuhan sel (mg/jam/100 ml) Bakteri

Protozoa

Inkubasi (jam)

Inkubasi (jam)

Jesia hewan 0 S-PO S-Bali K-Sul K-NTT S-PO >< K-NTT S-Bali >< K-Sul

24

29,77 15,56 19,65 29,80 36,80 . 20,83 10,48 39,93 16,88 38,02 32,14 9,26

48

0

24

48

10,70 7,05 14,96 9,27 30,99 33,82

20,37 16,20 16,75 16,19 27,09 20,59

11,26 15,78 30,12 32,23 29,82 16,25

17,70 18,20 25,11 18,73 24,92 21,25

Tabel 2. Pengaruli isolat bakteri, gungi dan protozoa yang terpilih terhadap hasil fermentasi rumen

Perlakuan

A B C D

pH

6,94= 6,96= 6,93= 6,93=

NH3 (ing/100 ml) 32,19a 35,02ab 38,5 lab 40,80a

Laju pertumbuhan sel (mg/jam/100 ml) Bakteri

Protozoa

7,99a 13,13" 13,63" 21,44C

14,79" 5,69a 14,75" 12,70b

Catatan : A = kontrol (ruinput + 0,5 kg KPS), B = Campuran 3 isolat bakteri, protozoa dan fungi dengan volume masing-masing 100 ml/ekor, C = 0,5 kg bioplus/ekor/hari dan D = B + C.

207

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi. 1998-

(...x 10 /ml)

8

PO

Bali

K.Sul

K.NTT

Garabar 1. Jumlali protozoa dalam cairan temak ruminansia.

208

Bali>
-Penehtian dan Pengembangan Aplikasi Jsotop dan Radiasi, 1998

(mg/jam/100 ml) 30 A : PO B : Protoro» C : PO • Protozoa D : PO«Protozo«-»B«kt«ri E : PO*Protoio«*FunQi F i PO • PR • B • F

25-

10

YZ7

A

B

C

Gambar 2. Laju pertumbuhan bakteri isolat.

209

Penelitian datt Pengembangcm Aplikasi Isotop dan Radiasi, i 998 _

(mg/jam/100 ml) 50

A : PO B : Protozoa C : PO • Protozoa

Inkubati

D : PO * Protoioa * Bdkteri E •. PO • Protozo» •» Fungi F : PO • PR •» B * F

A

B

Gambar 3. Laju pertumbuhan protozoa isolat.

210

C

_ Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isolop dan Radiasi, 1998

(..x 10/ ml) 2-t

A : PO B : Protozoa C : PO • Protozoa

Inkubasi

D : PO • Protozoa * Bakterl E : PO • Protozoa « Fungi F « PO * PR • B • F

A

B

C

•i

24 jam

1 3

48 jam

D

Gambar 4. Jumlah protozoa dalam cairan rumen dan isolat.

211

Penelitian dan ['engembangan Aplikasi lsotop Jan Radiasi, 199S _

DISKUSl MARIA LINA Laju pertumbuhan bakteri ditentukan dengan menggunakan 32P, apakah alasannya ? Dapatkah digunakan radioisotop lain misalnya MC sehubungan dengan metabolisme bakteri ?

umumya untuk menentukan ratio bakteri dan protozoa. 14 C halflife-nya. berumur panjang. SUHARNI SADI Untuk perlakuan D laju pertumbuhan sel bakteri berbeda nyata dibanding perlakuan lainnya ?

SUHARYONO SUHARYONO 1. Didalam protein mikroba selain mengandung C,H,O, juga mengandung unsur N, P dan S, jadi dalam penggunaan 32P, a. Disesuaikan dengan unsur yang ada b. Halflife berumur pendek (± 14). c. Lebih mudah didapat. d. Lebih mudah analisisnya. 2. 14C, dalam penelitian laju pertumbuhan inikroba yang sering digunakan adalah 32P, "S, I5N dan I4C glukose

212

Dari hasil penelitian inemang beda nyata, hal ini mungkin disebabkan karena penambahan ke-3 isolat dan bioplus. Perlu diketahui, dalam 3 isolat tersebut menunjukkan mikroba yang terpilih seperti halnya pada seleksi trasfer rumen, sedangkan bioplus merupakan produk transfer isi rumen yang sudah dikeringkan, tentu saja perlakuan ini cenderung lebih baik kualitasnya.