PENGELOMPOKAN PATOTIPE XANTHOMONAS ORYZAE PV. ORYZAE

Download JURNAL AGROTEKNOS Maret 2012. Vol.2. ... This Research aimed at grouping of Xanthomonas oryzae pv. oryzae ... Penyakit hawar daun bakteri (...

0 downloads 439 Views 632KB Size
JURNAL AGROTEKNOS Maret 2012 Vol.2. No.1. hal. 41-49 ISSN: 2087-7706

PENGELOMPOKAN PATOTIPE Xanthomonas oryzae pv. oryzae ASAL SULAWESI TENGGARA MENGGUNAKAN PADI GALUR ISOGENIK IRRI Grouping Pathotype of Xanthomonas oryzae pv. oryzae from Southeast Sulawesi Using Rice Isogonic Lines of IRRI SYAIR, SAMIRIN, TEGUH WIJAYANTO, ANDI KHAERUNI*) Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari

ABSTRACT This Research aimed at grouping of Xanthomonas oryzae pv. oryzae pathotypes in rice cropping center of Southeast Sulawesi using isogenic lines of IRRI, as well as to know the Xanthomonas oryzae pv. oryzae pathotypes dominating and spreading in rice cropping center of Southeast Sulawesi. The pathotype grouping was determined by leaf innoculated cutting method using 30 isolates of Xanthomonas oryzae pv. oryzae from Southeast Sulawesi in 10 isogenic lines, namely IRBB1, IRBB2, IRBB3, IRBB4, IRBB5, IRBB7, IRBB10, IRBB11, IRBB13, and IRBB21. Each isolate was inoculated on the 10 isogenic lines and repeated twice. Observation of disease intensity was conducted randomly on five leaves at four weeks after inoculation. The disease intensity was measured by the ratio of the length (cm) of leaf blight symptom to total the length of leaf sample (cm). The research results indicated there were seven pathotypes of Xanthomonas oryzae pv. oryzae in Southeast Sulawesi, i.e : pathotype X, XI, XII and four new pathotypes. Pathotype XII was the dominant pathotype, abort 79.31% of the total isolates and spreading in three regencies, Kolaka, Konawe, and South Konawe. Keywords: bacterial leaf blight, Xanthomonas oryzae pv. oryzae, pathotype 1PENDAHULUAN

Penyakit hawar daun bakteri (HDB) yang disebabkan oleh Xanthomonas oryzae pv. oryzae (XOO) (Kadir, 1999; IRRI, 2003) merupakan satu dari beberapa kendala peningkatan produksi padi. Berbagai upaya pengendalian penyakit HDB telah banyak dilakukan. Upaya tersebut di antaranya dengan menggunakan antibiotik oxytetracyclin, streptomycin dan chlorampnenicel (Khan et al., 2006), peramalan, sanitasi, kombinasi agens antagonis Fanicea agglomerans, Pseudomonas fluorescens, dan Bacillus subtillis, serta penggunaan varietas tahan (IRRI, 2003). Ketersediaan varietas padi unggul yang tahan terhadap penyakit HDB masih sangat terbatas, karena XOO penyebab penyakit tersebut memiliki patotipe dan virulensi yang sangat beragam dan skrining ketahanan tanaman masih menggunakan tanaman strain III dan IV yang kemungkinan sudah tidak mendominasi *)

Alamat Korespondensi : Surel: [email protected]

lagi pertanaman padi di Indonesia. Untuk mengembangkan varietas padi unggul yang tahan terhadap penyakit HDB, selain diperlukan sumber gen ketahanan terhadap hawar HDB juga sangat diperlukan informasi tentang patotipe dan gen virulensi XOO yang mendominasi suatu wilayah. Informasi tersebut sangat penting yang kemudian dapat dikaitkan satu sama lain sehingga diperoleh suatu strategi dalam menyusun kebijakan pengendalian penyakit tersebut dan perakitan varietas padi unggul tahan XOO. Pemantauan patotipe XOO pada umumnya dilakukan menggunakan sistem Kozaka dengan menggunakan lima varietas differensial (Yamamoto et al., 1977 dalam Hifni dan Kardin, 1998). Selain menggunakan sistem Kozaka pemantauan patotipe dapat pula dilakukan dengan menggunakan galur isogenik yang telah dikembangkan oleh IRRI (International Rice Reseace Institute). Galur isogenik ini bermanfaat untuk memantau

42

SYAIR ET AL.

perubahan komposisi patotipe XOO di suatu daerah. Belum tersedianya data tentang perkembangan patotipe XOO penyebab penyakit HDB asal Sultra merupakan alasan mendasar mengapa penelitian ini penting untuk dilakukan.

BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Ilmu Hama Penyakit Tumbuhan dan Rumah Kaca Jurusan Agroteknologi Fakultas`Pertanian Universitas Haluoleo Kendari. Penelitian ini telah berlangsung pada bulan Mei- Desember 2011. Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu benih padi galur isogenik asal IRRI (International Rice Reseace Institut) Los Banos Filipina, Sepuluh galur padi isogenik yang digunakan ialah IRBB1, IRBB2, IRBB3, IRBB4, IRBB5, IRBB7, IRBB10, IRBB11, IRBB13, dan IRBB21. Sampel daun padi berasal dari berbagai lokasi di Sultra yaitu Kab. Konawe, Kab. Kolaka, Kab. Konawe Selatan dan Kab, Bombana. Bahan dan alat lainnya dijelaskan diprosedur penelitian. Pengambilan Sampel Daun padi bergejala Penyakit HDB. Pengambilan sampel dilakukan melalui survei ke beberapa sentra pertanaman padi di Sultra (Kolaka, Bombana, Konawe, dan Konawe`Selatan). Pengambilan sampel dilakukan disetiap hamparan pertanaman pada titik-titik tertentu dengan mengambil beberapa sampel daun yang didiagnosis bergejala HDB, kemudian dibawa ke laboratorium untuk diuji lebih lanjut. Pada saat pengambilan sampel dilakukan pengamatan fase pertumbuhan tanaman. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri XOO. Isolasi dilakukan berdasarkan metode Schaal (1988) yang dimodifikasi pada media tumbuh yang digunakan, yaitu media Wakimoto (kentang 300 g, sukrosa 20 g, Na2HPO4 2H2O 1 g, Ca(NO3)2 4H2O 0,5 g, pepton 5 g, agar 20 g, aquades 1000 ml),. Setelah inkubasi pada suhu kamar selama 24 hari, bakteri tumbuh yang mencirikan XOO berupa koloni bulat, mukoid, dan berwarna kuning diisolasi dan dimurnikan pada medium PSA media potato sukrosa agar (PSA : agar 20 g, sukrosa 20 g, kentang 300 g, aquades 1000 ml) dan diinkubasi kembali selama 48 jam.

J. AGROTEKNOS Isolat yang telah murni dimasukan dalam eppendorf yang berisi larutan gliserol 15% steril dan disimpan dalam freezer -20o C untuk di uji lebih lanjut.

Karakterisasi Sifat Fisiologi XOO. Isolat yang sudah dikoleksi kemudian dikarakterisasi untuk memastikan bahwa hasil koleksi benar XOO yaitu dengan menggunakan beberapa macam uji fisiologi, yaitu : uji flouresensi pada medium King’s B, uji Reaksi Gram dengan KOH 3%, uji oksidasi/fermentasi glukosa (oxidation-fermentation of glukosa), dan sensitifitas terhadap Cu(NO3)2 0,001% (sensitivity to 0,001% cupric nitrate). Pengelompokan Patotipe XOO Berdasarkan Galur Isogenik IRRI. Persiapan Tanaman Uji. Benih padi galur isogenik IRRI (10 galur) direndam dalam gelas kimia yang berisi aquades steril selama 24 jam kemudian diangkat dan ditiriskan dalam cawan petri berdiameter 10 cm dibungkus dengan kertas koran dan dijaga kelembapannya agar berkecambah. Benih lalu disemai pada media campuran tanah, pupuk kandang dan sekam (2:1:1 v/v). Bibit yang sudah tumbuh pada usia 20 hari dipindah pada media tanam (tanah topsoil + pupuk kandang, 3:1 v/v) dalam polibag ukuran 30 x 40 cm dan dipelihara selama 45 hari untuk diberikan perlakuan selanjutnya. Inokulasi XOO. Inokulasi isolat XOO dilakukan pada tanaman yang berumur 45 hari setelah tanam dengan cara clip method yaitu ujung daun padi dipotong kira-kira 2-3 cm dengan gunting yang sudah dibenamkan dalam suspensi bakteri (EPPO, 2007). Pengamatan. Pengamatan terhadap gejala hawar pada daun uji diamati 4 minggu setelah inokulasi dengan mengambil lima tanaman sampel daun secara bebas dan pada tanaman di ambil lima lembar daun. Parameter yang yang diamati adalah intensitas penyakit dihitung dengan rumus menurut Suparyono dkk, (2004) sebagai berikut : IP 

Panjang gejala hawar daun bakteri  cm 100% Panjang daun secara keseluruhan  cm

Reaksi ketahanan tanaman padi terhadap penyakit hawar daun bakteri Suparyono dkk, (2004) dan Yashitola et al. (1997) yaitu seperti tertera pada Tabel 1.

Vol. 2 No.1, 2012

Pengaruh Residu Bahan Organik terhadap Kacang Panjang

Pengelompokkan patotipe XOO menggunakan galur isogenik IRRI dilakukan dengan mengacu pada Tabel 2; (Hifni dan Kardin, 1998). HASIL

A

Isolat Xanthomonas oryzae pv. oryzae yang diperoleh Hasil kunjungan di beberapa sentra pertanaman padi di empat kabupaten di Sultra diperoleh 87 sampel. Lokasi pengambilan sampel, fase pertumbuhan tanaman dan jumlah sampel disajikan pada Tabel 3. Hasil isolasi dari daun padi yang bergejala penyakit HDB diperoleh 54 isolat yang mencirikan xanthomonas pada media Wakimoto setelah dilakukan inkubasi selama 2-4 hari, yaitu berupa koloni bulat kecil, mukoid dan berwarna kuning. Hasil ini menunjukkan bahwa hanya 62,06% sampel daun yang berhasil diisolasi bakteri yang mencirikan xanthomonas.

43

Tabel 1. Reaksi ketahanan tanaman padi terhadap penyakit hawar daun bakteri Skala Reaksi tanaman keparahan/intensitas penyakit < 10% Resisten > 10% Rentan Terdapatnya beberapa sampel daun yang tidak berhasil diisolasi bakteri yang mencirikan xanthomonas pada media Wakimoto diduga antara lain, kondisi daun sampel yang diambil dari lapangan berupa daun yang sudah tua dengan gejala hawar daun yang sudah parah, karena pada saat kunjungan tanaman sudah memasuki fase generatif sehingga pada sampel tersebut jaringan daun sudah tidak segar lagi dan memacu pertumbuhan bakteri-bakteri saprofit. Bakteri saprofit tersebut memiliki pertumbuhan yang lebih cepat sehingga pertumbuhan xanthomonas menjadi terhambat, sehingga tidak dapat diisolasi dari media biakan.

Tabel 2. Pengelompokkan patotipe XOO menggunakan galur isogenik IRRI Patotipe

Reaksi Pada Padi Galur Isogenik IRRI IIRBB1 IRBB2 IRBB3 IRBB4 IRBB5 I S R R R R II R S R S R III S S R S R IV S S R S R V S S S S R VI S S S S R VII S S S S S VIII S S S S R IX S S S S R X S S S S S XI S S S S S XII S S S S S S = rentan (nilai >10%), R= resisten (nilai < 10%)

IIRBB7 R R R S R R R S S R S S

IIRBB10 R S S S S S S S S S S S

IIRBB11 S S S S S S S S S S S S

IIRBB13 S S S S S S S S S S S S

IIRBB21 R R R R R S R R S S R S

44

SYAIR ET AL.

J. AGROTEKNOS

Karakteristik isolat-isolat XOO Untuk memastikan status ke-54 isolat yang diperoleh benar adalah XOO, maka dilakukan beberapa uji bakteriologi standar yang dapat membedakan XOO dengan beberapa bakteri

penghuni daun yang berpigmen kuning lainnya. Hasil karakterisasi fisiologi terdapat 25 isolat yang tidak memenuhi kriteria XOO, sehingga diperoleh 29 isolat positif XOO asal Sultra karena memiliki karakter fisiologi sebagaimana ditampilkan pada Tabel 4

Tabel 3. Lokasi pengambilan sampel, fase pertumbuhan tanaman dan jumlah sampel.

Lokasi Pengambilan Sampel Kabupaten Kecamatan Samaturu Loea Wolo Wondulako Kolaka Pomalaa Mowewe Ladongi Poli-polia Tongauna Uepai Konawe Wonggeduku Wawotobi Unaaha Pondidaha Bondoala Ranomeeto Barat Landono Angata Konawe Selatan Mowila Laea Lainea Palangga Poleang Timur Rumbia Bombana Rorowatu Lauta Jaya Tanggetada Jumlah sampel

Fase Pertumbuhan Tanaman

Isolat XOO dipilih dari koloni-koloni yang berwarna kuning yang tumbuh pada media Wakimoto yang memiliki kriteria bereaksi gram negatif, bersifat oksidatif, tidak berflouresensi pada media Kings’B, namun mampu hidup pada media PSA yang mengandung 0,001% Cu(NO3)2. Isolat XOO

Jumlah Sampel 5 1 1 3 2 2 5 2 11 5 7 2 3 3 1 4 6 2 1 6 3 5 3 1 1 1 1

Vegetatif Generatif Generatif Generatif Generatif Vegetatif Generatif Generatif Vegetatif Generatif Vegetatif Generatif Generatif Generatif Generatif Vegetatif Vegetatif Vegetatif Generatif Generatif Vegetatif Generatif Generatif Vegetatif Vegetatif Vegetatif Generatif 87

yang ditumbuhkan pada PSA yang mengandung 0,001% Cu(NO3)2, menunjukan pertumbuhan yang baik dengan koloni berwarna kuning yang dikoleksi dan digunakan pada penggujian selanjutnya. Ke-29 isolat yang positif XOO dan asal lokasinya ditampilkan pada Tabel 5.

Vol. 2 No.1, 2012

Pengaruh Residu Bahan Organik terhadap Kacang Panjang

45

Tabel 4. Karakter XOO berdasarkan uji standar bakteriologi.

Pengujian yang dilakukan Flouresensi pada medium King’s B Uji Reaksi Gram dengan KOH 3 % Uji oksidasi/fermentasi glukosa Sensitifitas terhadap Cu(NO3)2 0,001%

Karakter XOO Oksidatif +

Keterangan : + = positif (mampu tumbuh), - = negatif Tabel 5. Lokasi isolat XOO yang diperoleh dari Sultra.

No

Kode Isolat

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29

XTKL01 XTKL02 XTKL03 XTKL04 XTKL05 XTKL06 XTKL07 XTKL08 XTKW09 XTKW10 XTKW11 XTKW12 XTKW13 XTKW14 XTKW15 XTKW16 XTKW17 XTKS18 XTKS19 XTKS20 XTKS21 XTKS22 XTKS23 XTKS24 XTKS25 XTKS26 XTKS27 XTKS28 XTKS29

Asal lokasi (Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten) Tosiba, Samaturu, Kolaka Latuo, Samaturu, Kolaka Latuo 2, Samaturu, Kolaka Ponrewaru, Wolo, Kolaka Unamendaa, Wundulako, Kolaka Unamendaa 2, Wundulako, Kolaka Tolabo, Pomalaa, Kolaka Ladongi Jaya, Ladongi Wawonggole, Wonggeduku, Konawe Anggohu 1, Tongauna, Konawe Anggohu 2, Tongauna, Konawe Anggohu 3, Tongauna, Konawe Anggohu 4, Tongauna, Konawe Uepai, Uepai, Konawe Karumba, Wawotobi, Konawe Wawonggole, Unaaha, Konawe Tetemotaaha, Wonggedeku, Konawe Abenggi 1, Landono, Konawe Selatan Abenggi 2, Landono, Konawe Selatan Tridano Mulya, Landono, Konawe Selatan Lamong Jaya, Laea, Konawe Selatan Mekarsari 1, Palangga, Konawe Selatan Mekarsari 2, Palangga, Konawe Selatan Mekarsari 3, Palangga, Konawe Selatan Mekarsari 3, Palangga, Konawe Selatan Pangan Jaya, Lainea, Konawe Selatan Alakaya, Lainea, Konawe Selatan Ambolodongge 1, Laea, Konawe Selatan Ambolodongge 2, Laea, Konawe Selatan

Pengelompokan patotipe XOO menggunakan galur isogenik IRRI Pada tahapan ini digunakan 29 isolat yang postif XOO dari hasil pengujian sebelumnya. Berdasarkan hasil pengamatan intensitas penyakit HDB pada 10 tanaman uji galur isogenik IRRI pada 4 minggu setelah inokulasi 29 isolat XOO asal Sultra, diperoleh bahwa 23 isolat yang tergolong patotipe XII (79,31%), masing-masing 1 isolat tergolong patotipe X (3,44%) dan XI (3,44%), sedangkan 4 isolat

lainnya (13,73%) merupakan isolat-isolat baru yang tidak masuk dalam 12 group patotipe berdasarkan reaksi galur isogenik IRRI yang telah dilaporkan sebelumnya (Hifni dan Kardin, 1998). Hasil pengamatan intensitas penyakit dan kelompok patotipe isolat-isolat yang diuji disajikan pada Tabel 6. serta lokasi penyebaran jenis patotipe XOO yang diperoeh di Sultra disajikan pada pada Tabel 7

46

SYAIR ET AL.

J. AGROTEKNOS

Tabel 6. Hasil pengamatan intensitas penyakit 30 isolat asal Sultra menggunakan galur isogenik padi IRRI (%). No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Kode Isolat XTKL01 XTKL02 XTKL03 XTKL04 XTKL05 XTKL06 XTKL07 XTKL08 XTKW09 XTKW10 XTKW11 XTKW12 XTKW13 XTKW14 XTKW15 XTKW16 XTKW17 XTKS18 XTKS19 XTKS20 XTKS21 XTKS22 XTKS23 XTKS24 XTKS25 XTKS26 XTKS27 XTKS28 XTKS29 BLB3

IRBB1 22,89(S) 34,24(S) 48,81(S) 25,52(S) 45,28(S) 8,04(R) 91,36(S) 23,77(S) 22,89(S) 100 (S) 9,12(R) 45,73(S) 74,95(S) 39,17(S) 40,18(S) 31,99(S) 13,64(S) 45,7 (S) 29,18(S) 25,65(S) 30,54(S) 72,96(S) 52,6 (S) 31,23(S) 23,63(S) 52,73(S) 51,94(S) 71,13(S) 31,60(S) 29,96(S)

IRBB2 25,47 (S) 28,32 (S) 46,53 (S) 69,25(S) 15,34 (S) 4,31 (R) 43,49 (S) 35,92 (S) 14,48 (S) 100 (S) 39,24 (S) 21,70 (S) 44,25 (S) 77,14 (S) 41,46 (S) 100 (S) 21,71 (S) 19,76 (S) 39,03(S) 12,25 (S) 76,93 (S) 55,88 (S) 62,74 (S) 3,76 (R) 28,57 (S) 37,35 (S) 85,38(S) 75,29(S) 42,62 (S) 48,28 (S)

IRBB3 19,62 (S) 22,13 (S) 45,45 (S) 28,86 (S) 16,93 (S) 60,90 (S) 100 (S) 25,49 (S) 67,67 (S) 70,65(S) 9,78 (R) 31,33 (S) 23,81 (S) 27,05 (S) 16,62 (S) 12,40 (S) 59,93(S) 28,17 (S) 28,54 (S) 28,49 (S) 18,66 (S) 37,85 (S) 65,68 (S) 62,19 (S) 58,19(S) 57,89(S) 26,27 (S) 22,67 (S)

IRBB4 84,67 (S) 24,07 (S) 71,68 (S) 20,43 (S) 52,03 (S) 42,69 (S) 91,15 (S) 50,20 (S) 44,21 (S) 90,50 (S) 22,07 (S) 40,20 (S) 45,32 (S) 35,32 (S) 15,14 (S) 43,59 (S) 39,00 (S) 23,69 (S) 100 (S) 49,02 (S) 35,63 (S) 49,88 (S) 61,68 (S) 87,28 (S) 37,22 (S) 63,69 (S) 70,67 (S) 71,59(S) 39,61(S) 57,96 (S)

Reaksi Pada Galur Isogenik IRRI IRBB5 IRBB7 IRBB10 24,60 (S) 13,74 (S) 32,32(S) 23,26 (S) 30,29 (S) 24,26 (S) 18,48 (S) 24,21 (S) 46,07 (S) 40,63(S) 32,49 (S) 34,12(S) 38,22 (S) 54,34 (S) 5,39(R) 56,70 (S) 31,63 (S) 46,40(S) 75,99 (S) 100 (S) 85,45(S) 38,93 (S) 69,13 (S) 57,88(S) 30,60 (S) 36,56 (S) 26,88 (S) 100(S) 48,76(S) 85,62(S) 74,69 (S) 18,06 (S) 20,87(S) 38,47 (S) 27,61 (S) 81,05 (S) 76,95 (S) 48,11 (S) 29,44(S) 20,24 (S) 23,92 (S) 12,57(S) 37,94 (S) 2,49 (R) 20,20 (S) 90,41(S) 34,47 (S) 60,30 (S) 16,55 (S) 31,29 (S) 28,05 (S) 20,23 (S) 11,37 (S) 86,43(S) 100(S) 100(S) 66,94 (S) 22,69 (S) 36,21 (S) 47,43 (S) 63,87 (S) 35,59 (S) 16,43(S) 71,07 (S) 34,33 (S) 58,87 (S) 18,12 (S) 22,05 (S) 46,82 (S) 29,90 (S) 11,67 (S) 19,16(S) 49,79 (S) 39,62 (S) 22,08 (S) 60,12 (S) 81,68 (S) 51,29 (S) 89,49 (S) 85,97 (S) 67,23 (S) 31,12 (S) 44,79 (S) 61,24 (S) 23,56(S) 19,03(S) 10,91(S) 61,39 (S) 43,90 (S) 37,46 (S)

IRBB11 17,91 (S) 70,23 (S) 22,14 (S) 16,65 (S) 45,28 (S) 100 (S) 84,84 (S) 40,51 (S) 15,05 (S) 30,48(S) 20,61 (S) 82,63 (S) 66,49 (S) 64,64 (S) 35,88 (S) 19,82 (S) 31,85 (S) 13,84 (S) 100(S) 59,92 (S) 47,89 (S) 40,29 (S) 27,75 (S) 9,25(R) 37,96 (S) 48,85 (S) 69,07 (S) 71,63 (S) 37,75 (S) 46,17 (S)

IRBBI3 78,13 (S) 38,90 (S) 67,92 (S) 68,02 (S) 18,59 (S) 100(S) 72,26 (S) 73,60 (S) 51,76 (S) 78,10(S) 57,50 (S) 28,30 (S) 21,91 (S) 46,90 (S) 94,32 (S) 57,67 (S) 16,50 (S) 27,41(S) 82,49 (S) 44,21 (S) 55,56 (S) 94,05 (S) 49,59 (S) 27,00 (S) 22,02 (S) 95,60 (S) 93,71 (S) 44,69 (S) 56,96 (S) 77,42 (S)

IRBB21 44,51 (S) 28,69 (S) 56,70 (S) 29,76 (S) 38,17 (S) 1,68(R) 47,22 (S) 66.50 (S) 44,63 (S) 37,83(S) 30,50 (S) 22,94 (S) 27,19 (S) 53,57 (S) 16,20 (S) 62,14 (S) 28,05 (S) 33,32 (S) 10,48 (S) 30,21 (S) 54,88 (S) 69,66 (S) 22,82 (S) 93,46 (S) 29,35 (S) 44,33 (S) 64,04 (S) 81,84 (S) 3,87 (R) 20,14 (S)

Keterangan : R= resisten (nilai < 10%), S= rentan (nilai > 10%), - (Tak Tergolong), XT= Xanthomonas, KL= Kolaka, KW= Konawe, KS= Konawe Selatan

Patotipe XII XII XII XII _ _ XII XII XII XII _ XII XII XII X XII XII XII XII XII XII XII XII _ XII XII XII XII XI XII

Vol. 2 No.1, 2012

Pengaruh Residu Bahan Organik terhadap Kacang Panjang

47

Tabel 7. Penyebaran patotip XOO di Sultra Kelompok Patotipe X

Isolat-isolat XOO

XI

XTKS29

XII

XTKL01, XTKL02, XTKL03, XTKL04, XTKL07, XTKL08.

Kolaka

Samaturu Wolo Pomalaa Ladongi

XTKW09, XTKW10, XTKW12, XTKW13, XTKW14, XTKW16, XTKW17.

Konawe

Wonggeduku Tongauna Uepai Unaaha

XTKS18, XTKS19, XTKS20, XTKS21, XTKS22, XTKS23, XTKS25, XTKS26, XTKS27, XTKS28.

Konawe Selatan

Landono Laea Palangga Lainea

XTKL05, XTKL06, XTKW11, XTKS24.

Kolaka Konawe Konawe Selatan

Wundulako Tongauna Palangga

Baru

XTKW15

PEMBAHASAN Hasil isolasi dari 87 sampel daun diperoleh 54 isolat yang mencirikan bakteri genus xanthomonas pada media Wakimoto yaitu koloni berbentuk bulat, mukoid, dan berwarna kuning. Hasil isolasi ini menandakan bahwa isolasi XOO hanya diperoleh 54 sampel daun atau 62,06% dari total sampel yang diperoleh dari lapangan. Tidak terisolasinya patogen tersebut pada beberapa sampel daun diduga karena sampel daun tersebut adalah daun yang sudah mulai menguning dan menunjukkan gejala hawar yang parah, sehingga jaringan daun sudah ditumbuhi bakteri-bakteri saprofit yang pertumbuhannya pada media tumbuh jauh lebih cepat dibandingkan dengan XOO sehingga menghambat pertumbuhan atau menutupi koloni XOO. Hasil karakterisasi fisiologi secara sederhana melalui pengujian flouresensi pada medium King’s B, uji reaksi Gram dengan KOH 3%, uji oksidasi/fermentasi glukosa, dan uji sensitifitas terhadap Cu(NO3)2 0,001% diperoleh 29 isolat yang positif XOO sementara 25 isolat lainnya tidak memenuhi kriteria XOO.

Daerah sebaran (Kabupaten/Kecamatan) Konawe Wawotobi Laea

Banyaknya isolat tidak memenuhi kriteria XOO sebagaimana disajikan pada Tabel 4, hal ini mengindikasikan bahwa tidak semua bakteri berpigmen kuning pada daun padi adalah XOO. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa patotipe yang dominan di Sultra berdasarkan Tabel 7 adalah patotipe XII sebanyak 79,31%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Khaeruni dkk. (2011) yang menunjukan bahwa patotipe XOO yang dominan di Sulawesi Selatan adalah patotipe XII. Hifni dan Kardin (1998) melaporkan, dengan menggunakan metode yang sama hasil determinasi patotipe XOO di daerah Jawa Barat menunjukkan dari 106 isolat yang diuji diperoleh 12 kelompok patotipe dan patotipe yang dominan adalah V sebanyak 46,23%. Adanya perbedaan patotipe yang dominan menjadi indikasi kuat adanya pergeseran patotipe di Indonesia. Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa patotipe yag dominan di Sultra adalah patotipe XII sebanyak 79,31% yang tersebar di tiga Kabupaten yaitu Kolaka, Konawe dan Konawe Selatan. Di Kabupaten Kolaka patotipe XII tersebar di empat Kecamatan yaitu Samaturu, Wolo, Pomalaa, dan Ladongi. Keempat

48

SYAIR ET AL.

kecamatan ini merupakan sentra pertanaman padi di Kolaka. Untuk Kabupaten Konawe patotipe XII tersebar di empat Kecamatan yaitu Wonggeduku, Tongauna, Uepai, dan Unaaha. Keempat Kecamatan ini pun merupakan sentra pertanaman padi di Kabupaten Konawe. Di Kabupaten Konawe Selatan patotipe XII tersebar pula di empat Kecamatan yaitu Kecamatan Landono, Laea, Palangga, dan Lainea. Keempat Kecamatan ini pun termasuk sentra pertanaman padi Kabupaten Konawe Selatan. Adapun penyebab banyaknya isolat yang masuk dalam patotipe XII karena intensitas penyakit yang sangat tinggi hingga > 10% pada masing-masing galur uji padi isogenik IRRI. Isolat yang tergolong patotipe X (3,44%) hanya 1 isolat yaitu XTKW15 asal Kecamatan Wawotobi Kabupaten Konawe, hal ini disebabkan reaksi intensitas penyakit pada galur IRBB7 bersifat resisten (R) yaitu 2,49%. Isolat yang tergolong patotipe XI (3,44%) yaitu isolat XTKS29 asal Kecamatan Laea Kabupaten Konawe Selatan hal ini disebabkan reaksi intensitas penyakit pada galur IRBB21 bersifat resisten (R) yaitu 3,87%. Empat isolat merupakan isolat baru yaitu XTKL05, XTKL06, XTKW11, XTKS24 tersebar di Kolaka, Konawe dan Konawe Selatan. Keempat isolat baru ini memiliki pola yang berbeda yang tidak sesuai dengan pola galur isogenik IRRI. Hal tersebut disebabkan reaksi intensitas penyakit yang berbeda-beda pada masing-masing galur uji padi isogenik asal IRRI.

SIMPULAN Patotipe Xanthomonas oryzae pv. oryzae di sentra pertanaman padi Sultra beragam. Minimal Terdapat tujuh patotipe yang tersebar di sentra pertanaman padi Sultra yaitu X, XI, XII dan 4 patotipe baru. Patotipe XII merupakan patotipe dominan yaitu sebanyak 79,31% dari total isolat yang diuji dan tersebar di tiga Kabupaten yaitu Kolaka, Konawe dan Konawe Selatan.

DAFTAR PUSTAKA Agrios. 2005. Plant Pathology 2 nd Edition. Departement of Plant Pathology. University Of Florida . Gainesville. BPS Sultra, 2007. Sultra dalam angka. Biro Pusat Statistik Sultra. Kendari.

J. AGROTEKNOS Balai Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Holtikultura. 1998. Sulawesi Tenggara Balai besar penelitian tanaman padi. 2011. Gigih bertani. (on line). (http://www.pengendalianpenyakit-kresek-terpadu.html, diakses tanggal 14 Juni 2011). Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul. 1998. Jawa Tengah EPPO. 2007. Xanthomonas oryzae. Buletin OEEP/EPPO 37:543-553 Hifni HR dan Kardin MK. 1998. Pengelompokan isolate xanthomonas oryzae pv, oryzae dengan menggunakan galur isogenik padi IRRI. Hayati 5: 66-72. Homans, K.F. and P.S.J. Schure. 1954. Penyakit layu bakteri pada padi sawah, disebabkan oleh xanthomonas kresek Schure Then. Pertanian: 365-370 IRRI, 2003. Bacterial Leaf Blight. (On Line). (http://www. Knowladgeebank.irri.org/riceDoctor MX/Pact Sheets/Desease/Bacterial Leaf Blight.htm. Diakses 16 Juni 2011) Kadir, T.S. 1999. Variasi Patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae prosiding Kongres Nasional XV dan seminar Ilmiah PFI, Purwokerto, 16-18 September 1999. Kemenristek. 2008. Laporan Menteri Negara

Riset Dan Teknologi Pada Acara Pembukaan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional Ke-16. (on line). (http://www.ristek.go.id/ Diakses tanggal 14

Juni 2011). Khaeruni, A. Wijayanto, T. dan Syair, 2011. Determinasi patotipe dan virulensi Xanthomonas oryzae pv. oryzae serta pencarian sumber gen ketahanan penyakit hawar daun bakteri pada padi lokal di Sulawesi Selatan dan Tenggara. Laporan penelitian DIKTI. 43 halaman Khan, T.U.Z. S.I. Yasin, M. Ayub, J.A. Shah, and M. Ahmad. 2006. Effect of Different Chemicals and antibiotics on Bacterial Leaf Blight (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) of Rice. Mycopath, 3: 57-59. Ou, S.H. 1985. Rice Deseases 2 nd Edition Commonwealth Micological Instuitute. 61-96p Ogawa, T., T. Yamamoto, G.S. Khush & T.W.Mew.1991.Breeding of near isogenic lines of rice with single genes for resistance to bacterial blight pathogen (Xanthomonas campestris pv. oryzae).Jpn. J. Breed.41 : 523-529 Pusat Karantina Pertanian. 1987/1988. Daftar organisme pengganggu tumbuhan penting yang dilaporkan telah terdapat didalam wilayah Republik Indonesia.. Jakarta, 206 hlm Ramlan, Hartini, Masdiar Bustaman, M. Herman, M.A. Rifai. 1985. Beberapa penyakit tanaman

Vol. 2 No.1, 2012

Pengaruh Residu Bahan Organik terhadap Kacang Panjang

pangan, padi dan palawij.Pus.Pen. Pengem, Tan. Pangan, 51 hlm Reitsma, J. and P.S.J. Schure. 1950. ‘Kresek’ , a bacterial disease of rice. Cont. Centr. Agr. Res. Sta. Bogor. 117: 1-17 Semangun, H. 1990. Penyakit-penyakit tanaman pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Semangun, H. 1993. Penyakit-penyakit tanaman pangan penting di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

49

Soemartono, B Samad, dan R. Hardjono. 1984. Bercocok tanam padi. Yasaguna. Jakarta Suparyono, Sudir and Suprihanto. 2004. Phatotype Profile of Xanthomonas oryzae pv. oryzae Isolates From the Rice Ecosystem in Java. iIndonesian Journal Of Agriculture Science. 5: 63-69 Suparyono, dan A. Setiono. 1994. Padi. Penebar Swadaya Yamamoto T, Hifni HR, Machmud M, Nishizawa T, Tantera. 1977. Genetic diversity within population of xanthomonas oryzae pv. oryzae in India. Phytophatol. 87:760-765. Yandianio, 2003. Bercocok Tanam Padi .Penerbit M2S Bandung. Bandung.