Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain
PENGEMBANGAN TENDA TAK SENTUH TANAH UNTUK PENJELAJAHAN HUTAN HUJAN TROPIS INDONESIA Anindita Pradana Gunita
Adhi Nugraha, M.A, Ph.D
Program Studi Sarjana Desain Produk, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Email:
[email protected]
Kata Kunci : hutan hujan tropis, penjelajahan, tenda Abstrak Indonesia adalah negara kepulauan dengan ilklim tropik yang khas, yaitu hujan sepanjang tahun dan relatif teratur. Hal tersebut menyebabkan sebagian besar hutan alam di Indonesia termasuk dalam hutan hujan tropis. Kekayaan biodiversitas yang ada di dalam hutan hujan tropis Indonesia merupakan salah satu yang terkaya di muka bumi. Kondisi kontur medan, curah hujan, kelembaban tanah, kerapatan vegetasi, serta keberadaan binatang liar menjadi faktor-faktor yang dapat mengurangi tingkat kenyamanan dan keamanan dalam melakukan istirahat pada saat perjalanan penjelajahan sehingga perlu adanya sebuah pengembangan produk perlindungan / istirahat yang dirancang khusus untuk digunakan di medan hutan hujan tropis. Abstract Indonesia is an archipelagic country with tropical climate which is raining consistently for almost all year long. This causes most of Indonesia forest categorized as tropical rain forest. Indonesia tropical rain forest has unique and distinct characteristic of tropical wilderness cannot be found in any other side of the world. Natural biodiversity that Indonesia tropical rain forest has is one of the richest varieties in the planet. Exploration and discovery are continuously conducted with various purposes over the year.Terrain contour, rainfall level, soil humidity, vegetation density and also the existence of wild animals are the factors that can decrease the level of comfort and safety in settling or taking a rest during the exploration journey. With these special traits of a tropical rain forest, needed an advance safety product designed specifically to be used in this condition.
I. Pendahuluan Hutan hujan tropis mempunyai ciri khas yang berbeda dengan hutan-hutan lainnya. Beragamnya tempat tumbuh dari hutan-hutan di Indonesia membuat hutan tropis Indonesia mempunyai ciri khas yang khusus dibandingkan hutan di belahan bumi lainnya. Indonesia merupakan negara tropis dengan hutan hujannya ketiga terluas di dunia, setelah Brazil dan Zaire. Tercatat pada pertengahan abad ke 20, luas hutan tropis di Indonesia masih sekitar 120 juta ha dan 94 juta ha pada tahun 2010. 49% hutan yang kita miliki terluas ada di Papua (17%), diikuti berturut-turut oleh Kalimantan (15%), Sumatera (8%), Sulawesi (5%), Maluku dan Maluku Utara (2%), Jawa (2%), serta Bali dan Nusa Tenggara (1%). Dikenal sebagai Zamrud Khatulistiwa, hutan hujan tropis Indonesia memang menjadi salah satu harta negeri ini. Walaupun telah banyak mengalami banyak perubahan akibat ulah tangan manusia, hingga kini manusia tak pernah berhenti melakukan eksplorasi dan eksploitasi di dalamnya. Kekayaan biodiversitas yang ada di dalamnya merupakan salah satu yang terkaya di muka bumi menjadikan banyak bagian dari area ini yang belum tersentuh oleh tangan manusia. Dengan berbagai tujuan, orang-orang tidak pernah berhenti melakukan penjelajahan masuk ke dalam naungan hutan untuk mencari hal-hal baru untuk diungkap ke wajah dunia. Sebuah perjalanan penjelajahan di medan hutan tropis Indonesia membutuhkan sebuah persiapan dan perencanaan yang matang, mengingat keadaan di alam terbuka menghadapkan pejalan pada berbagai kondisi dan situasi alam yang apabila tidak diketahui dengan baik, akan menghadapkan pejalan pada keadaan yang dapat membahayakan jiwa Termasuk di dalamnya adalah manajemen waktu istirahat. Kegiatan di alam terbuka secara efektif hanya bisa dilakukan selama matahari tengah bersinar. Produk perlindungan / peristirahatan menjadi sangat penting perannya untuk menjaga kenyamanan dan keamanan penjelajah dalam beristirahat. Dengan sifat-sifat khas hutan hujan tropis : curah hujan tinggi, kelembaban udaradan tanah tinggi, tanah bersifat basah dan gembur, perbedaan suhu pada siang dan malam tidak terlalu signifikan, kemiringan permukaan tanah bervariasi, , spesies flora dan fauna yang sangat beragam, produk perlindungan / istirahat perlu dirancang khusus untuk digunakan di medan hutan hujan tropis.
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 1
Pengembangan Tenda Tak Sentuh Tanah Untuk Penjelajahan Hutan Hujan Tropis Indonesia
II. Proses Studi Kreatif Gagasan awal perancangan ini adalah membuat tenda personal yang dirancang dengan memanfaatkan karakteristik khas hutan hujan tropis yang basah,agar produk tetap ringan, ringkas, nyaman dan aman digunakan.Dengan hasil studi mengenai masalah-masalah yang terjadi akibat medan dan cuaca khas hutan hujan tropis, maka diputuskan bahwa produk dibuat dengan konsep tidak menyentuh tanah untuk menghindari efek buruk yang mungkin ditimbulkan dari medan hujan tropis, yang hampir semua terjadi akibat sentuhan langsung dengan tanah. 2.1 Hutan Hujan Tropis Bentukan medan hutan tropis memiki variasi kontur yang beragam. Untuk mempermudah pemahaman, bentukan medan akan dibagi dalam tiga kategori, yaitu medan punggungan, lereng dan lembahan. Punggungan adalah medan bumi yang terbentuk di ketinggian akibat diapit dua lembahan di kanan kirinya. Punggungan dapat mudah dikenali dari tampilan medannya yang cenderung landai dan sempit, sudut elevasi berubah searah kontur, paling efektif sebagai akses perjalanan. Lembahan sebaliknya, merupakan medan bumi yang terbentuk akibat apitan dua punggungan atau medan ketinggian lainnya. Lembahan merupakan tempat aliran air berada, sehingga bisa berbentuk ceruk ataupun aliran sungai. Sedangkan lereng adalah wilayah yang membatasi antara punggungan dan lembahan. Lereng merupakan medan miring yang cenderung curam, namun dengan rapatan vegetasi yang lebih rapat dibanding dua sebelumnya.
Gambar 1. Bentang Medan Hutan Hujan Tropis Pada Wilayah Hutan Burangrang (kiri) dan Kareumbi (kanan), Jawa Barat
Berikut adalah ciri umum yang dicatat dari medan hutan hujan tropis : Curah hujan tinggi, bisa turun sewaktu-waktu dan dalam waktu yang lama. Kelembaban tanah tinggi, tanah bersifat basah dan gembur. Apabila hujan turun, air hujan akan cepat meresap di tanah, namun dengan kemiringan medan yang besar air akan mengalir dan menggenang di satu titik terendah. Perbedaan suhu pada siang dan malam tidak terlalu signifikan (19° – 22 °) Namun di ketinggian di atas 3000 mdpl, hal itu tidak berlaku karena pada pagi hari suhu bisa mencapai 9° C Kemiringan permukaan tanah bervariasi, tergantung medan. Lereng bisa sangat curam, mencapai 90° berupa tebing pada area tertentu. Spesies flora dan fauna yang sangat beragam, mulai dari yang kecil seperti serangga hingga yang besar dan berbahaya seperti babi hutan dan macan kumbang. Biasa muncul di malan hari untuk berburu makanan. Berbagai jenis hutan turunan yang bervariasi, tergantung ketinggian permukaan. Jumlah pohon rimba berbatang besar masih cukup banyak dengan jarak antar batang 3 – 6 meter dengan berbagai tumbuhan perdu dan semak serta pohon berbatang kecil yang tumbuh di antaranya. 2.2 Penggunaan Produk Perlindungan dan Aktivitas Istirahat Berdasarkan pengamatan penulis, dua jenis yang paling banyak digunakan untuk medan hutan tropis Indonesia adalah tenda jenis two pole dome dan flysheet. Kedua produk inilah yang paling banyak bereradar di pasaran, sehingga orang akan cenderung membeli apa yang ada walaupun pada akhirnya penggunaanya kadang kurang sesuai dengan fungsi awalnya. Two pole dome tent dan flysheet diperuntukkan untuk digunakan di medan landai. Hanya bedanya tenda dome membutuhkan ruang terbuka yang cukup untuk dia berdiri, sedangkan flysheet membutuhkan
2 | Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1
Anindita Pradana Gunita
medan tertutup dengan pohon sebagai tiang penyangganya. Namun sekali lagi, keduanya digunakan untuk medan dengan kontur yang landai. Sehingga, hal-hal yang mungkin terjadi dan akan mengganggu keamanan dan kenyamanan pengguna tenda di medan hutan tropis adalah : Aliran / genangan air saat hujan deras turun Kelembaban tanah yang bisa menyebabkan menurunnya suhu tubuh (tanpa alas yang baik) Permukaan tanah yang miring / tidak rata Keberadaan hewan liar berkeliaran di malam hari Tumbuhan perdu / semak yang tumbuh di tanah sebagai tumbuhan sekunder Beberapa hal di atas secara tidak disadari akan berpengaruh pada kualitas istirahat di alam terbuka. Sebagai manusia modern yang sudah terbiasa hidup dengan standar kualitas masa kini, sebuah kebiasaan istirahat yang terdistorsi akibat beberapa hal di atas akan sangat mengganggu performa orang tersebut. Rasa tidak nyaman dan tidak aman secara sadar harus dihilangkan untuk mendapatkan istirahat yang bermanfaat, khususnya untuk kebutuhan energi keesokan harinya. 2.3 Bentuk dan Sistematika Desain bentuk sebuah tenda akan berangkat dari studi mengenai fungsinya. Sebagai perlindungan di alam terbuka, permasalahan cuacalah yang paling sering menjadi pertimbangan utama dalam merancang sebuah tenda. Jadi fungsi utama tenda, yang harus dipenuhi dalam penentuan bentuk dan strukturnya adalah fungsinya dalam melindungi pengguna dari kondisi cuaca, dan faktor-faktor lainnya yang berjalan selaras sesuai kondisi medan. Tenda berbentuk lorong semi silindris dirancang untuk menghadapi medan berangin di ketinggian, sedangkan tenda berbentuk geodesic dirancang untuk menghadapi medan bersalju. Hutan hujan tropis merupakan suatu medan khas, yang secara harfiah dapat dipahami bahwa masalah utamanya adalah hujan. Untuk menghadapi hujan tropis, yang tentu saja berbeda dengan angin ketinggian dan salju gunung, maka kedua pola struktur tenda tersebut rasanya kurang tepat untuk digunakan pada medan hutan hujan tropis.
Gambar 2. Bangun Ruang Geometris Sebagai Dasar Bentuk Rancangan
Diambil dari prinsip atap bivak alam yang banyak diterapkan sebagai rumah khas alam tropis, atap miring dianggap paling tepat untuk menghadapi terp e e – akan menjadikan sebuah penampang miring yang membuat air hujan dari langit akan teralirkan tanpa hambatan ke tepi penampang. Semakin besar sudut kemiringan sebuah penampang / atap, maka gaya tekan yang diterima akan semakin kecil. Sebab kemiringan sudut yang besar akan membuat air mengalir lebih cepat ke arah gravitasi bumi, tanpa banyak energinya terserap oleh penampang atap. Menurut Clive Jermy dalam bukunya Tropical Forest Expedition Handbook, perlindungan yang paling tepat untuk medan hutan tropis sebenarnya adalah hammock, dengan bentangan flysheet di atasnya sebagai atap. Konsep ini dianggap sesuai karena tidak menyentuh tanah, yang merupakan sumber dari segala ketidaknyamanan dan ketidakamanan istirahat malam hari, seperti yang telah dijelaskan di atas. Dia dengan pengalamannya menjelajah Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 3
Pengembangan Tenda Tak Sentuh Tanah Untuk Penjelajahan Hutan Hujan Tropis Indonesia
hutan kalimantan mengemukakan bahwa bahaya potensial yang berada di atas permukaan tanah akan dapat dihindari dengan tidur tanpa menyentuhnya. Atap dari flysheet dan alas dari hammock sudah cukup untuk mengatasi situasi alam yang bisa tiba-tiba tidak menyenangkan, terutama hujan yang bisa turun sewaktu-waktu.
Gambar 3. Hammock dan Flysheet
Kayu rimba dengan batang-batangnya yang besar banyak berdiri di lingkungan hutan hujan tropis. Strukturnya yang kuat terbukti mampu dijadikan sebagai tiang yang kokoh. Ruang antar batang pohon tersebutlah yang coba dimanfaatkan. Dengan keduanya dijadikan sebagai tiang penyangga, maka tersedialah sejumlah ruang di antara keduanya – di atas permukaan tanah, untuk mendirikan tempat perlindungan. Dengan menggunakan pohon yang sudah setinggi di atas 2 meter, penyesuaian tinggi tenda dari atas tanah tidak perlu menggunakan sistem bongkar pasang, seperti pada tripod misalnya. Sebab tanah yang miring pada hutan tropis membutuhkan keseimbangan penopang yang akan sulit didapat jika tenda didesain menggunakan penopang artifisial yang tidak dirancang untuk medan miring. 2.4 Dimensi Studi dimensi dilakukan dengan menggunakan aktivitas pejalan (subjek) yang memasang dan menggunakan hammock sebagai perlindungan (objek). Data antopometri diambil dari Human Factor Design Handbook, sebagai acuan untuk nantinya menentukan ukuran optimal produk sesuai asumsi kebutuhan aktivitasnya. Studi dilakukan untuk mengetahui dimensi yang dibutuhkan pada saat aktivitas pemasangan hingga penggunaan. Posisi pada saat istirahat yaitu terbaring lurus, meringkuk dan terduduk. Hasil studi ini akan digunakan untuk menentukan dimensi ruang yang akan digunakan agar tetap dapat digunakan dengan nyaman. Sedangkan studi posisi pada saat pemasangan akan menentukan jarak pemasangan produk dari tanah, agar tetap mudah untuk dicapai sesuai kebutuhan.
Gambar 4. Studi Dimensi Aktivitas Pemasangan 4 | Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1
Anindita Pradana Gunita
Gambar 5. Studi Dimensi Aktivitas Istirahat
III. Hasil Studi dan Pembahasan 3.1 Alternatif Desain 1. Alternatif Desain 1 Alternatif desain 1 mengambil bentuk dari bangun limas segi empat (persegi panjang). Secara umum dapat terlihat bahwa titik topang beban utama hanya tergantung pada satu titik saja, yaitu titik puncak limas (no 1). Usaha untuk mengatasi gaya terletak pada kemampuan kedua titik tersebut menahan beban dari atas.Sedangkan keempat sisinya sekedar membantu terbentuknya struktur ruang limas yang stabil.
Gambar 6. Sketsa dan Studi Model Alternatif Desain 1
2. Alternatif Desain 2 Alternatif desain 2 mengambil bentuk dari bangun ruang prisma segitiga. Titik beban utama terbagi pada dua titik (no 1 dan 2), yang terletak pada dua titik puncak. Sama dengan alternatif 1, usaha untuk mengatasi gaya terletak pada kemampuan kedua titik tersebut menahan beban dari atas. Keempat titik di masing-masing sisinya hanya berfungsi untuk membentuk struktur ruang prisma agar lebih stabil.
Gambar 7. Sketsa dan Studi Model Alternatif Desain 2
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 5
Pengembangan Tenda Tak Sentuh Tanah Untuk Penjelajahan Hutan Hujan Tropis Indonesia
3. Alternatif Desain 3 Alternatif desain 2 mengambil bentuk dari bangun ruang limas segiempat (layang-layang). Titik beban utama terbagi pada dua titik (no 1 dan 5), yang terletak di kedua sudut masing-masing ujung ruang. Berbeda dengan alternatif sebelumnya, kedua titik ini menopang beban dari bawah. Sedangkan ketiga titik lainnya berfungsi untuk membentuk struktur ruang limas yang stabil.
Gambar 8. Sketsa dan Studi Model Alternatif Desain 3
4. Alternatif Desain 4 Alternatif desain 2 mengambil bentuk dari bangun ruang limas segitiga (sama kaki). Titik beban utama terbagi pada dua titik (no 1 dan 4), yang terletak di ujung atas dan ujung bawah limas. Ini menyebabkan beban terbagi secara rata dari dua titik, yang atas menarik dan yang bawah menyangga. Dua titik lainnya membantu stabilitas bentuk ruang.
Gambar 9. Sketsa dan Studi Model Alternatif Desain 4 Tabel 1. Tabel Analisis Alternatif Desain
Aspek Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Alternatif 4
Kekuatan Menahan Beban *** ** ** ***
Stabilitas
Penampang Atap
Ketersediaan Ruang
Kemudahan Pemasangan
Total
** *** * ****
** *** ** ***
*** *** ** **
* ** *** ****
11 13 10 16
Dari hasil analisa di atas, dapat disimpulkan bahwa alternatif desain 4 (limas segitiga sama kaki) memiliki keunggulan dibandingkan dengan tiga lainnya. Dari kelima aspek yang dijadikan acuan, nilai yang rendah hanya pada aspek ketersediaan ruang, dimana akibat penyempitan sudut pada masing-masing ujungnya membuat ruang menjadi terbatas. Maka dari itu, diputuskan untuk melakukan pengembangan pada alternatif ke 4, dengan menjadikan aspek yang kurang sebagai bahan pertimbangan lanjutan. 3.2 Pengembangan Desain Terpilih 1. Sketsa Pencarian bentuk optimal yang dikembangkan dari limas segi tiga sama kaki dilakukan untuk sebuah bentuk baru yang dirasa bisa mengatasi permasalahan ketersediaan ruang tanpa merubah aspek lainnya. Setelah proses studi sketsa, diputuskan untuk menambah titik beban (non utama) pada beberapa titik di bagian sisi samping dan atas. Ini berfungsi untuk melebarkan sudut yang tadinya sempit, tanpa harus menghilangkannya.
6 | Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1
Anindita Pradana Gunita
Gambar 10. Sketsa Pengembangan Desain Terpilih
2. Model Berskala Setelah diputuskan rancangan hasil dari sketsa dibantu perhitungan komputer, model berskala dibuat sebelum masuk ke tahap produksi model ukuran sebenarnya. Pembuatan model berskala ini bertujuan untuk mencari pola yang sesuai untuk nantinya digunakan pada saat proses produksi. Model juga dibuat dalam bentuk 3D modeling sederhana dengan bantuan piranti lunak, untuk mempermudah proses komunikasi dengan penjahit yang akan membantu menjahit model. Pada proses ini model sekedar bisa dilihat perbandingan dimensi dalam bentuk yang sebenarnya, namun belum bisa digunakan untuk pengujian hal-hal yang bersifat teknis dan detail, seperti misalnya kekuatan dan hal operasional penggunaan. Dari hasil studi model berskala serta 3D modeling dengan piranti lunak didapatkanlah formula pola yang nantinya akan diterjemahkan untuk proses produksi model ukuran sebenarnya.
Gambar 11. Digital Modelling
Gambar 12. Studi Model Berskala 1 : 5 Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 7
Pengembangan Tenda Tak Sentuh Tanah Untuk Penjelajahan Hutan Hujan Tropis Indonesia
3. Model Berukuran Sebenarnya Pendekatan desain produk ini berdasarkan fungsi sebagai aspek utama, sehingga proses perancangan harus sampai pada studi model ukuran sebenarnya. Setelah model dengan skala sebenarnya ini telah selesai diproduksi, maka akan dilakukan studi lanjutan berupa simulasi dan evaluasi produk. Studi model ini dilakukan untuk hal-hal yang sifatnya teknis dan detail, seperti misalnya fungsi dan kekuatan serta ergonomi dan operasional. Pada proses produksi model dalam ukuran sebenarnya (mock up), pola yang telah dibuat berdasarkan hasil studi model berskala diperbesar sesuai ukuran aslinya. Proses pembuatan model menggunakan metode jahit tenda. Material dan bahan penyusun dicari yang mendekati spesifikasi sebenarnya, sebab bahan dengan spesifikasi ideal tidak dijual secara bebas di pasaran. Kesulitan lainnya adalah keterampilan penjahit serta dukungan teknologi produksi. Namun dengan segala keterbatasan tersebut, proses studi model ukuran sebenarnya tetap harus dilakukan agar dapat sampai pada tahap produksi produk purwarupa yang telah teruji.
Gambar 13. Studi Model Berukuran Sebenarnya
Dari hasil simulasi dan evaluasi model berukuran sebenarnya didapat hasil sebagai berikut : Secara umum fungsi produk sebagai tenda tak sentuh tanah untuk hutan hujan tropis telah terpenuhi dinilai dari aspek kebutuhan dimensi optimal, penempatan produk pada lingkungan sebenarnya serta aspek bentuk dan struktur hubungannya dengan penyelesaian masalah akibat karakteristik hutan hujan. Yang masih menjadi masalah adalah hal-hal teknis untuk pemenuhan kebutuhan kekuatan, kenyamanan serta metode operasional. 3.3 Desain Akhir Produk ini diberi nama Equator, yang berarti garis khatulistiwa. Sebagai sebuah produk perlindungan khas hutan hujan tropis, produk ini diposisikan dalam kategori ultraweight alternatives atau two seasons tent. Produk ini e p e d l e o e e , pe l e e ‘e d ’ ‘hammock e p’ Sebagai sebuah produk pengembangan baru, hal ini dapat dijadikan sebuah nilai inovasi, mengingat nilai ‘ e ’ B ec e , e e e p pe ele l
8 | Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1
Anindita Pradana Gunita
Gambar 14. Hasil Desain Akhir
Gambar 15. Dimensi Produk
Gambar 16. Operasional Produk Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 9
Pengembangan Tenda Tak Sentuh Tanah Untuk Penjelajahan Hutan Hujan Tropis Indonesia
Gambar 17. Model Akhir
Beberapa catatan teknis hasil simulasi dan evaluasi untuk perbaikan pada saat akan memproduksi model purwarupa adalah :
-
Penggunaan bahan untuk model akhir telah cukup memenuhi kebutuhan akan penahan kekuatan, namun belum cukup untuk penahan hujan.
-
Untuk penguatan struktur,bagian alas menjadi sangat penting. Untuk memperoleh permukaan yang rata dan nyaman digunakan, dibutuhkan tambahan rangka alas yang membentuk dasar alas secara lebih kokoh untuk menahan beban pengguna.
-
Peletakan pintu serta ventilasi sebagai akses pengguna dan sirkulasi telah dibuat sesuai kebutuhanm namun bentuknya masih sangat tergantung pada bentuk tubuh tenda secara keseluruhan. Tenda dengan bentuk yang kokoh akan mempermudah akses pintu dan jendela.
-
Proses produksi dari pembuatan pola hingga sentuhan akhir telah lebih sistematis, terukur dan rapi serta menerapkan prinsip penambah kekuatan pada masing-masing jahitannya.
-
Sistematika pemasangan dengan menggunakan pengikat mekanis terbukti lebih mudah digunakan, walaupun cukup berpengaruh pada beban keseluruhan.
10 | Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1
Anindita Pradana Gunita
Penutup Pengembangan desain tenda tak sentuh tanah ini berangkat dari permasalahan khas medan hutan hujan tropis yang semuanya berawal dari permukaan tanah. Seperti misalnya aliran air hujan pada permukaan tanah, kelembaban permukaan tanah, kemiringan dan ketidak rataan permukaan tanah, rapatan vegetasi pada permukaan tanah serta keberadaan hewan liar yang berkeliaran pada permukaan tanah. Dengan mengaplikasikan prinsip menghindari sentuhan langsung dengan tanah, produk ini memanfaatkan lingkungan hutan hujan sebagai bagian dari komponen perlindungannya. Dengan tetap memperhatikan aspek kenyamanan dan keamanan pada saat penggunaan, produk ini bisa menjadi alternatif sebuah perlindungan yang efektif digunakan pada saat perjalanan penjelajahan hutan tropis. Pemanfaatan ruang kosong tanpa harus merusak ruang lain yang mungkin lebih berguna adalah nilai utama dari produk ini. Pembimbing Artikel ini merupakan laporan perancangan Tugas Akhir Program Studi Sarjana Desain Produk FSRD ITB. Pengerjaan tugas akhir ini disupervisi oleh pembimbing Adhi Nugraha, M.A, Ph.D Daftar Pustaka Wanadri, Badan Pendidikan dan Latihan. 2010. Diktat Wanadri : Panduan Dasar Kegiatan Hidup di Alam Bebas. Lembaga Penerbitan dan Buletin Wanadri: Bandung Chester, Quentin., Jonathan Chester. 1991. The Outdoor Companion, An Enviromental Handbook For Surviving And Enjoying The Outdoor. Simon & Schuster Australia: East Roseville Ripley, S.Dillon. 1979. Alam dan Margasatwa Asia Tropik. Tira Pustaka: Jakarta Jermy, Clive., Corrin Adsheads (ed). 2002. Tropical Forest Expedition. Royal Geographical Society : London Mortlock, C. 1984. The Adventure Alternative. Cicerone Press: Cumbria
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 11