PENGENDALIAN KOROSI
STT Dr.KHEZ MUTTAQIEN PURWAKARTA IWAN PONGO,ST , MT
Kavitasi Bentuk kerusakan yang hampir serupa dengan erosi mekanis, hanya mekanisme penyebabnya berbeda. 1. Terbentuknya gelembung udara atau uap (air or vapour bubbles formation); pada eye of the impeller tekanan cairan menurun cukup berarti sehingga sebagian cairan menguap atau membentuk gelembung (bubbles), atau udara masuk bersama cairan yang di pompa. 2. Pecahnya gelembung (collapse of bubbles) ; ketika cairan yang di pompa menuju periphery impeller, di daerah tersebut tekanan meningkat, menyebabkan bubbles pecah atau meledak. 3. Berulangnya proses ini pada kecepatan tinggi menyebabkan terbentuknya dan pecahnya bubbles juga secara cepat; yang akan merusak oxide protective film, termasuk surface metal.
Kavitasi 4. Pecahnya bubbles secara cepat menghasilkan
gelombang kejut (shock wave) berupa tekanan mencapai 4.400 bar ; melampaui kekuatan mulur beberapa material, sehingga mampu menimbulkan deformasi plastis dan merusak oxide protective layer. 5. Akibat 4. menimbulkan kekasaran permukaan yang dapat bertindak sebagai tempat nukleasi bubbles baru, disamping juga dapat berfungsi sebagai tempat penyimpangan dan mempercepat laju alir fluida maupun turbulensi fluida yang di pompa. 6. Akibat 4. di indikasikan dengan adanya kebisingan (noisy) dari dalam pompa, yang dapat berkembang menjadi getaran atau vibrasi pada unit pompa, termasuk di sekitar sisi hisap (suction area).
Kavitasi Beberapa cara untuk mencegah fenomena kavitasi, antara lain : 1. Ubah disain untuk memperkecil perbedaan tekanan hydrodynamic di dalam proses fluida, 2. Gunakan material yang lebih mempunyai ketahanan terhadap korosi, 3. Perhalus permukaan impeller untuk mengurangi titik-titik nukleasi gelembung (bubbles), 4. Gunakan pelapis plastik dan karet (rubber) pada permukaan komponen agar memiliki strong-metal-coating interface. 5. Proteksi Katodik, hydrogen terikat di permukaan logam, berfungsi sebagai batalan pelindung shock waves yang dihasilkan oleh meledaknya gelembung, sehingga mencegah kerusakan di permukaan logam.
Kavitasi
Air mengandung 50 ppm (44°C) dengan fenomena kavitasi merusakan ujung blade (tanda panah).
Kavitasi
Pecahnya gelembung meninggalkan jejak kerusakan di ujung blade
Kavitasi Jejak kavitasi diketemukan di daerah discharge throat
Korosi Galvanik Perbedaan potensial yang ada antara dua logam yang berbeda ketika berada di dalam larutan korosif, terjadi perpindahan elektron dari daerah aktif (anodik) ke daerah pasif (katodik); dikenal sebagai korosi galvanik. Bagian logam dengan laju korosi lebih cepat disebut anodik, dan daerah lainnya disebut katodik. Laju korosi galvanik dipengaruhi oleh besarnya beda potensial kedua logam yang digabungkan, luas area anodik dan katodik, jarak dan geometri kedua logam yang digabungkan atau yang berdekatan.
Korosi Galvanik Ada beberapa cara untuk mencegah korosi galvanik : 1. Pemilihan material yang tepat, artinya hindari perbedaan potensial berdasarkan deret galvanik untuk setiap lingkungan tertentu. 2. Cairan yang di pompa dapat dikendalikan korosifitasnya dengan pemberian corrosion inhibitor. 3. Pemakaian coating atau electrical isolation, untuk menghambat aliran elektron dari anodik ke katodik. 4. Proteksi katodik dengan menggunakan logam yang dikorbankan. 5. Perubahan disain dalam arti mengatur ratio area antara anodik dan katodik
Korosi Interkristalin atau Intergranular 1. Logam dan paduan terdiri dari kristal berorientasi secara individual yang terbentuk dari kondisi cair (casting atau weld metal). 2. Kristal tersebut berkembang kedalam susunan atomik yang spesifik dikenal sebagai struktur kristal (misalnya kubus, heksagonal, dll.). 3. Struktur kristal tersebut dapat dimanipulasi dengan berbagai variasi kimiawi dan atau perlakuan panas (heat treatment). 4. Masing-masing struktur kristal juga mempunyai sifat-sifat fisik dan mekanis yang berbeda. 5. Pada material stainless steel yang paling peka terhadap korosi interkristalin, adalah struktur kristal Ferrite dan Austenite.
Korosi Interkristalin atau Intergranular 1. Selama proses solidifikasi logam stainless steel, berkembang facet-facet yang menunjukan indikasi struktur kristalnya dihambat ketika pertumbuhan kristal saling bertumbukan satu sama lain. 2. Ketika kristal-kristal saling kontak satu sama lain, bentuk facetnya suatu perbatasan (boundary) akan mengambil bentuk kisi. 3. Batas butir mempunyai tingkat ketidaksempurnaan struktur lebih besar daripada di dalam butiran (grains). 4. Akibatnya kondisi energi pada batas butir dapat memicu konsentrasi elemen paduan, dan impuritas (unsur pengotor) metalik atau non-metalik, dan lebih jauh lagi mengendap (precipitate)
Korosi Interkristalin atau Intergranular 5. Sensitisasi ialah mengendapnya atau presipitasi senyawa karbida (carbide) pada batas butir (grain boundary). 6. Struktur low carbon austenitic steel terdiri 3 fasa kristalografi : ferrite, austenite dan carbide dibawah kondisi keseimbangan. Pendinginan cepat akan menyisakan austenite (fasa temperatur tinggi). Tetapi jika dipanaskan di dalam range sekitar 800°C, untuk jangka waktu tertentu karbida akan presipitasi di batas butir. 7. Di daerah sekitar batas butir terjadi kekosongan chrom (Cr depleted zone or deficiency of free chromium), sehingga peka terhadap serangan korosi. 8. Karena butiran (grains) mempunyai high energy level maka lebih tahan terhadap serangan korosi, sedangkan batas butir (low energy level) terjadi korosi mengikuti lintas batas butir, maka disebut intergranullar corrosion.
Korosi Interkristalin (Intergranular Corrosion)
Korosi Interkristalin (Intergranular Corrosion)
Korosi Intergranular
Material duplex SS, kiri mengalami solution annealed, dan kanan mengalami sensitisasi.
Korosi Intergranular
Korosi Intergranular di lingkungan 25% HCL dengan 100 ppm Chlorine (close-up dari gambar sebelumnya)
Korosi Retak Tegangan (Stress Corrosion Cracking) Salah satu type environmental cracking (yang lain adalah hydrogen induced cracking, liquid metal cracking, dan corrosion fatique).
Parameter penyebabnya : (1) Lingkungan spesifik untuk logam tertentu, misalnya baja peka terhadap larutan caustic, stainless steel peka terhadap chlorida, dan paduan tembaga (bronze, brass, dll.) peka terhadap ammonia. (2) Adanya tegangan tarik, baik yang diterima (applied) maupun tegangan sisa (residual stress), misalnya akibat welding, cold forming, hardening. (3) Meningkatnya temperatur, meningkatkan cracking tendency.
Korosi Retak Tegangan (Stress Corrosion Cracking) Upaya pencegahan : (1) Mengontrol tegangan (stress), untuk sistem paduan/liquid tertentu, tegangan yang diterima atau tersisa harus dibawah threshold stress untuk terbentuknya SCC. (2) Berikan compressive stress pada permukaan yang kontak cairan korosif dan menerita tegangan tarik (applied atau residual), untuk mengeliminir/memperkecil tegangan tarik tersebut. (3) Pemilihan material yang tepat dikaitkan dengan lingkungan spesifik. (4) Menambah inhibitor ke dalam cairan yang di pompa, misalnya chromate kedalam larutan caustic. (5) Coating pada permukaan yang akan bertindak sebagai barrier antara logam dan cairan yang di pompa.
Korosi retak tegangan (Stress Corrosion Cracking)
Material SS 304L di lingkungan 50% caustic mengandung NaCl (66°C)
Korosi Lelah (Fatique Corrosion) Diakibat dua parameter ; (a) lingkungan korosif dan (b) tegangan tarik siklis (cyclic tensile stress). Peran lingkungan korosif, umumnya sebagai pemicu timbulnya awal retak (berupa korosi sumuran), akan menjalar karena adanya beban siklis, yang dipercepat karena pada ujung retakan terpenetrasi lingkungan korosif, sehingga terjadi reaksi kimiawi. Upaya Pencegahan : (1) Pemilihan material dengan memperhatikan sifat mekanis dan ketahanan korosinya, (2) Kehalusan permukaan (grinding & polishing) memperkecil timbulnya crack initiating.
Korosi Lelah (Fatique Corrosion)
Material SS 316, mengalami korosi lelah di daerah yang mengandung inklusi, dan akhirnya patah setelah beberapa bulan beroperasi.
Selesai Pelajari Buku, Makalah lain yang relevan dengan masalah kerusakan korosi.