PENGGUNA AMPHETAMINE

Download golongan stimulansia yang dengan resep dokter diindikasikan untuk pengobatan ... Penggunaan klinis. Memberikan informasi kepada dokter, psi...

0 downloads 683 Views 1MB Size
PENGARUH THERAPY COMMUNITY TERHADAP PERBAIKAN KEPRIBADIAN PENGGUNA AMPHETAMINE

Dr. Dany H. Ludong, Sp. KJ Balai Rehabilitasi BNN Baddoka Makassar

PENGARUH THERAPY COMMUNITY TERHADAP PERBAIKAN KEPRIBADIAN PENGGUNA AMPHETAMINE

Oleh Dr. Dany H. Ludong, Sp. KJ

Balai Rehabilitasi BNN Baddoka, Makassar Sulawesi Selatan

1

ABSTRAK PENGARUH THERAPY COMMUNITY TERHADAP PERBAIKAN CIRI KEPRIBADIAN PENGGUNA NARKOTIKA JENIS AMPHETAMINE Oleh: dr. Dany H. Ludong, Sp. KJ Narkotika merupakan bahan yang sangat berbahaya yang dapat melumpuhkan daya pikir yang sehat serta dapat mempengaruhi susunan saraf pusat yang sifatnya membius dan dapat menimbulkan ketagihan dan ketergantungan bagi pemakainya. Adiksi menurut PPDGJ III: “gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat addiktif (f10 – f19)” The Millon Clinical Multiaksial Inventarisasi-III (MCMI-III) adalah alat penilaian psikologis yang dimaksudkan untuk memberikan informasi tentang psikopatologi, termasuk spesifik gangguan kejiwaan yang digariskan dalam DSMIV. Pemahaman umum tentang kepribadian meliputi ciri kepribadian dan gangguan kepribadian. Tujuan penelitian untuk penggunaan klinis, membantu menegakkan diagnosis, melihat jenis kepribadian pecandu dan merencanakan terapi dan rehabilitasinya Sebagaimana kita ketahui narkotika jenis amphetamin dapat mempengaruhi psikologi pengguna yang menyebabkan terjadinya gangguan kepribadian pada pengguna narkotika. Jenis-Jenis gangguan kepribadian tersebut dapat dideteksi oleh alat psikometri MCMI–III. Jenis penelitian adalah “Clinical Trial” dengan perlakuan TC yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk mengetahui sejauhmana manfaat TC pada pecandu narkotika jenis amphetamine. Pada penelitian ini ditemukan bahwa umumnya pecandu yang menggunakan zat jenis amphetamine mengalami gangguan kepribadian.

2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri. Narkotika merupakan bahan yang sangat berbahaya yang dapat melumpuhkan daya pikir yang sehat serta dapat mempengaruhi susunan saraf pusat yang sifatnya membius dan dapat menimbulkan ketagihan dan ketergantungan bagi pemakainya. Orang yang telah mengkonsumsi narkotika akan masuk dalam suasana mental yang buruk dan cenderung mengarah pada tindak kriminalitas. Adiksi atau ketergantungan terhadap narkoba merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami ketergantungan secara fisik dan psikologis terhadap suatu zat adiktif. Adiksi dalam Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa Edisi III (PPDGJ III) dimasukkan dalam kelompok Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Adiktif, dengan kode F10 – F19 sesuai jenis zat yang disalahgunakan. Adiksi narkoba adalah suatu masalah yang sangat kompleks, sehingga perlu dipahami bagaimana karakteristik adiksi itu sendiri. Roger & McMillins (1991) mengatakan bahwa adiksi dapat digolongkan sebagai suatu “penyakit” dengan karakteristik sebagai berikut : 1. Merupakan penyakit primer Seringkali tidak diperlukan suatu kondisi awal khusus untuk dapat menyebabkan seseorang menjadi penyalahguna. 2. Kronis 3

Penyakit adiksi ini merupakan kondisi yang berulangkali kambuh dan terus menerus menerus menginggapi penyalahguna narkoba seumur hidupnya. Yang mendorong dirinya untuk tidak terjerumus adalah dukungan dari lingkungannya (terutama keluarga sebagai kelompok sosial inti), adaptasi sikap sesuai dalam menghadapi masalah ini, dan komitmen pribadi yang lagi-lagi muncul selain dari dalam diri penyalahguna, juga karena dukungan lingkungannya. 3. Progresif Penyakit adiksi dengan kondisi fisik dan psikologis penderita semakin lama akan mengarah pada keadaan yang memburuk. 4. Potential fatal Bila tidak ditolong dapat mengakibatkan kematian atau mengalami komplikasi medis, psikologis dan sosial yang serius. Salah satu zat adiktif yang akhir-akhir ini cenderung meningkat penyalahgunaannya di kalangan muda dan pekerja adalah amfetamin. Amfetamin adalah kelompok obat psikoaktif sintetis yang bekerja menstimulasi atau merangsang kerja sistem saraf pusat (SSP). Amfetamin atau Amphetamine atau Alfa-Metil-Fenetilamin atau beta-fenil-isopropilamin, atau benzedrin, adalah obat golongan stimulansia yang dengan resep dokter diindikasikan untuk pengobatan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) atau Attention-deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) pada pasien dewasa dan anak-anak, narkolepsi, dan sindrom kelelahan kronis. Pada awalnya, amfetamin sangat populer digunakan untuk mengurangi nafsu makan dan mengontrol berat badan. Merk dagang Amfetamin di AS antara lain Adderall, dan Dexedrine. Sementara di Indonesia dijual dalam kemasan injeksi dengan merk dagang generik.

4

Millon Clinical Multiaxial Inventory-III (MCMI-III) adalah alat penilaian psikologis yang dimaksudkan untuk memberikan informasi tentang psikopatologi, termasuk gangguan kejiwaan spesifik yang digariskan dalam DSM-IV. MCMI-III dikembangkan Theodore Millon, PhD, profesor pada Harvard Medical School (Psychiatry) dan University of Miami (Psychology). Tes ini dipakai sangat luas di dunia dan telah banyak digunakan dalam penelitian. Posisinya dibawah MMPI-2 dan Rorschach, dalam hal banyaknya jumlah penelitian. Kepribadian adalah keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang. Kepribadian seseorang

akan

berpengaruh

dan

dipengaruhi

oleh

kecenderungan

menyalahgunakan zat. Pemahaman umum tentang kepribadian meliputi: 1. Ciri kepribadian: adalah seluruh pola emosi dan perilaku yang menetap, dan bersifat khas pada seseorang dalam caranya mengadakan hubungan, caranya berpikir tentang lingkungan dan dirinya sendiri. 2. Gangguan kepribadian: adalah kondisi patologik dari kepribadian yang sangat tidak fleksibel dan sangat sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan hidup sehingga mengakibatkan gangguan fungsi yang bermakna atau penderitaan subyektif. Program rehabilitasi Therapy Community (dikenal dengan singkatan TC) adalah salah satu bentuk pendekatan rehabilitasi adiksi narkotika yang telah diterapkan di dunia sejak tahun 60-an. Di Indonesia, pendekatan TC mulai diterapkan sejak pertengahan tahun 9-0an dan merupakan inisiatif masyarakat, khususnya pecandu dan keluarganya. Salah satu upaya penanggulangan masalah narkotika

yang

dilaksanakan

Badan

5

Narkotika

Nasional

(BNN)

adalah

meningkatkan mutu pelayanan terapi dan rehabilitasi (T & R) bagi penyalahguna narkoba. Penyalahguna amfetamin memiliki karakteristik demografis tertentu, mayoritas kalangan muda dan pekerja. Pendekatan yang dilakukan untuk penatalaksanaan adiksi amfetamin tentu perlu disesuaikan dengan kebutuhan klien. Melalui penelitian ini, peneliti tertarik untuk melihat sejauh mana pengaruh pendekatan terapi dengan metode TC dapat memperbaiki profil kepribadian penyalahguna amfetamin.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: “Apakah metode rehabilitasi Terapi Community (TC) yang khususnya digunakan untuk pecandu jenis Opiat, juga efektif digunakan pada pecandu yang mengkonsumsi narkotika jenis amphetamin”

C. Tujuan Penelitian a. Penggunaan klinis Memberikan informasi kepada dokter, psikolog, konselor, pekerja sosial, dan perawat dalam membuat penilaian terhadap kondisi kepribadian dari pengguna narkotika tersebut. b. Membantu menegakkan diagnosis c. Mengetahui gangguan kepribadian pengguna Untuk melihat jenis-jenis gangguan kepribadian yang paling sering terdapat pada pengguna narkotik jenis amphetamin. 6

d. Pelaksanaan terapi dan rehabilitasi Melihat sejauh mana penerapan Terapi dan Rehabilitasi model Terapi Community (TC) pada pengguna jenis amphetamin.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Memberikan informasi ilmiah tentang korelasi antara penggunaan narkotika jenis amphetamin dengan timbulnya ciri kepribadian pada seorang pecandu. 2. Melihat sejauh mana keberhasilan Terapi dan Rehabilitasi jenis Terapi Comunity pada pecandu narkotika jenis amphetamin. 3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar penelitian lebih lanjut pada bidang Terapi dan Rehabilitasi Narkotika.

7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. NARKOTIKA Adalah zat atau obat yang dimasukkan kedalam tubuh dapat merubah fungsi dan struktur dari organ tubuh. Penyalahangunaan Narkotika: Pemakaian narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya diluar indikasi medis dan petunjuk medis sehingga pengguna tidak lagi mampu berfungsi secara wajar dalam masyarakat dan menunjukkan perilaku maladatif. Ketergantungan Narkotika: Penyalahgunaan zat yang ditandai oleh adanya toleransi dosis dan gejala putus zat ( withdrawal symptom ). Ciri – Ciri Narkotika Yang Membuat Kecanduan: Toleransi yaitu keadaan dimana untuk memperoleh khasiat yang sama dari suatu zat psoikoaktif makin lama diperlukan makin banyak. Gejala Putus Zat (Withdrawal Syndrom): Adalah gejala yang timbul bila seseorang yang telah ketergantungan zat mengurangi jumlah atau menghentikan zat yang dipakai. Intoksikasi: Adalah perubahan mental perilaku akibat langsung dari penggunaan zat psikoaktif. Zat psikoaktif menurut cara kerja di otak ada lima golongan kerja dan menurut UU nomer 22 tahun 1997 yaitu adalah :

8

1. Depresan: Zat yang memperlambat fungsi susunan syaraf pusat (ssp) mengendorkan dan menenangkan dan membuat tidur. 2. Narkotika: Zat yang mempunyai sifat menghilangkan rasa sakit (powerfull painkiller) analgesik (meringankan rasa sakit) dan biasanya menyebabkan ngantuk. 3. Stimulan: Zat kimia yang mempercepat fungsi susunan syaraf pusat yang mengakibatkan peningkatan gairah dan kewaspadaan . 4. Halusinogen: Zat yang menghasilkan perubahan bizzare dalam pandangan (Visual), pendengaran (auditory) dan tectile percection, termasuk dissociatives stages (merasa lepas dari tubuh). 5. Inhalansia: Cairan pelarut kimia yang mudah menguap yang mempunyai efek apabila dihirup. Jenis narkotika yang disalahgunakan: Narkotika (Menurut Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika). dibedakan kedalam golongan-golongan : Narkotika Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan, (Contoh : heroin/putauw, kokain, ganja). Narkotika Golongan II: Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan (Contoh : morfin, petidin) Narkotika Golongan III: Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan (Contoh : kodein)

9

Narkotika yang sering disalahgunakan adalah Narkotika Golongan I: - Opiat : morfin, herion (putauw), petidin, candu, dan lain-lain. - Ganja atau kanabis, marihuana, hashis. - Kokain, yaitu serbuk kokain, pasta kokain, dandaun koka. Cara Pemakaian Narkotika: Ada beberapa cara pemakaian obat bisa memberikan efek pada organ tubuh yaitu : -

Oral: Zat yang dimasukkan kedalam mulut dan efek dari zat tersebut bereaksi dalam tempo 20 – 30 menit.

-

Inhalasi (drag): Zat yang dihisap melalui mulut akan langsung masuk ke paruparu dan zat tersebut akan bereaksi selama 4 – 7 detik.

-

Intravena: Zat yang disuntikkan langsung ke pembuluh darah vena dimana akan langsung masuk ke paru – paru, jantung dan otak. Efek zat akan bereaksi selama 10 – 20 detik.

-

Intranasal: Zat yang dihisap melalui hidung dan diabsorbsi didalam mukosa rongga hidung melalui pembuluh darah kapiler. Efek zat tersebut akan bereaksi 1-3 menit.

-

Instillation: Absorpsi zat langsung oleh kulit dimana akhirnya akan mencapai pembuluh darah. Akan bereaksi 60 menit.

Otak Manusia Kapasitas otak tidak terbayangkan luasnya. Dilihat dari kerumitan & kekuatannya otak melebih. Memahami adiksi sebagai suatu disfungsi neurokemikal mempunyai banyak serabut yang dinamakan dendrit dan axon. Sel saraf otak jika diuntai maka akan panjang jingga 9500 km. Neuron berhubungan satu sama lain sehingga seluruhnya terdapat 100 trilliun sambungan yang dinamakan sinaps. 10

Persarafan Sistem saraf adalah sekumpulan serabut sel-sel saraf, atau neuron – neuron. Sel-sel ini merupakan sel-sel dengan percabangan yang panjang ( serabut saraf ) yang dapat mengirimkan impuls saraf. Sistem saraf pusat (SSP ) yang terdiri atas : -

Serebrum.

-

Serebellum.

-

Batang Otak.

-

Medulla Spinalis.

Sistem Limbik Narkotika akan menyerang ke otak semua cuma yang paling utama adalah di bagian tengah atau sistem limbik adalah salah satu sistem untuk mengatur emosi, sexual, daya ingat lalu baru ke perilaku. Sistem tersebut yang sangat berpengaruh terhadap fungsi otak kita yang dimana sistem tersebut yang mengganggu sistem saraf yang dapat menghasilkan sugesti. Dimana sistem tersebut yang masuk kedalam reseptor yang bekerja sesuai perintah. Sedangkan zat psikoaktif tersebut dapat membuat sistem reseptor selalu dalam keadaan yang kosong dan tidak dapat diisi dengan zat lainnya. Jika zat psikoaktif tersebut sudah mempengaruhi reseptor dan mempengaruhi neurotransmitter barulah dia akan keluar barulah dia akan keluar dan mempengaruhi cara berfikir, emosi & perilaku orang tersebut. Detoksifikasi Proses detoksifikasi adalah suatu proses membuang racun atau proses pengosongan reseptor sel saraf dari zat psikoaktif. Proses pengosongan tersebut akan menimbulkan rasa sakit yang sangat kuat, tetapi jika proses pengosongan

11

tersebut telah selesai maka dalam reseptor akan timbul sugesti. Proses pengeluaran racun atau lepas sakaw ( toksik ). -

Amphetamine

7-14 hari.

-

Ganja

2-3 hari.

Cold turkey: detoksifikasi tanpa obat-obatan atau alamiah. Terapi simtomatik: terapi berdasarkan gejala yang timbul. Gradual withdrawal dosis: Dosis diturunkan secara bertahap dengan zat psikoaktif. Terapi substitusi: Pengganti sebagian golongan obat-obatan dari narkotika. Contoh: codein, metadon, suboxon Rapid opiate detoxification: Pakai naltroxon, nalokson. Obat Tradisional: Pakai obat-obat Cina. Pengobatan Alternatif: Pergi ke Kyai.

B. ADIKSI Pengertian Adiksi Pada dasarnya ketagihan adalah proses alamiah yang terjadi yang disebabkan karena pemakaian suatu zat yang masuk kedalam tubuh kita. Hanya saja untuk kali ini kita membicarakan tentang ketergantungan dengan zat psikoaktif. Neurotransmitter yang paling banyak dipelajari berkaitan dengan tindakan zat psikoaktif jenis amfetamin dalam sistem saraf pusat adalah dopamin. Semua zat adiktif

muncul

untuk

meningkatkan

neurotransmisi

dopamin,

termasuk

amphetamine dan methamphetamine. Penelitian telah menunjukkan bahwa amfetamin

meningkatkan

konsentrasi dopamin dicelah

sinaptik ,

sehingga

mempertinggi respon neuron pasca-sinaptik. Ini merupakan petunjuk khusus pada respon terhadap zat hedonis serta kualitas adiktif zat.Mekanisme tertentu pada

12

amfetamin yang mempengaruhi konsentrasi dopamin telah dipelajari secara ekstensif. Namun, aktivitas amfetamin di seluruh otak tampaknya lebih spesifik; reseptor tertentu yang merespon amfetamin dibeberapa daerah otak cenderung tidak melakukannya di wilayah lain. Sebagai contoh,

dopamin D2 reseptor di

Hipocampus, suatu daerah otak yang terkait dengan membentuk ingatan baru, tampaknya tidak terpengaruh oleh kehadiran amfetamin. Sistem saraf utama yang dipengaruhi oleh amfetamin sebagian besar terlibat dalam sirkuit otak. Selain itu, neurotransmiter yang terlibat dalam jalur berbagai hal penting di otak tampaknya menjadi target utama dari amfetamin. Salah satu neurotransmiter tersebut adalah dopamin, sebuah pembawa pesan kimia sangat aktif dalam mesolimbicdan mesocortical. Tidak mengherankan, anatomi komponen jalur tersebut-termasuk striatum, nucleus

accumbens,

dan ventral

striatumtelah

ditemukan untuk menjadi situs utama dari tindakan amfetamin. Fakta bahwa amfetamin mempengaruhi aktivitas neurotransmitter khusus di daerah tersebut terlibat dalam memberikan wawasan tentang konsekuensi perilaku zat, seperti timbulnya stereotip euforia. Zat psikoaktif dapat merubah suatu perasaan serta pusat syaraf pada sistem otak manusia, dimana ini juga dengan sendirinya akan merubah secara keseluruhan baik dari segi pemikiran, emosi serta tingkah laku manusia. Banyak orang untuk pertama kalinya merasakan zat dapat merasakan kenikmatan yang dimana orang tidak tahu bahwa zat tersebut mempunyai sifat ketergantungan yang sangat cepat pada psikoaktif tersebut. Motivasi seseorang menggunakan psikoaktif dipengaruhi:  Dari dalam diri sendiri : Agar dapat diterima dalam lingkungan.

13

Agar dapat suatu figure yang diidolakan. Agar dapat suatu penghargaan pada lingkungannya.  Dari lingkungan : Lingkungannya menggunakan zat tersebut. Menjadikan suatu dorongan untuk melakukan hal tersebut. Mendapatkan jaminan keamanan dari sekitar lingkungan. Ini merupakan beberapa faktor yang menyebabkan sehingga terjadinya suatu dorongan seseorang menggunakan zat psikoaktif tersebut. Hanya pada penilaian terakhir saja dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa: seseorang menggunakan zat psikoaktif karena orang tersebut yang memilih. Ini tercipta yang disebabkan karena rasa ingin tahu dan coba-coba yang besar pada diri manusia.

Perubahan lingkungan: Banyak perubahan yang berlaku dengan sendirinya pada kehidupan keseharian manusia yang mempermudah orang menggunakan zat tersebut. Ini disebabkan dengan perkembangan yang secara tidak langsung kita harus mengikuti perubahan tersebut, dan perubahanya adalah sebagai berikut : -

Media Dengan adanya system media yang berlaku saat ini menjadikan adanya rasa tarikan serta dorongan seseorang menggunakan zat tersebut.

-

Kehidupan yang sibuk Ini merupakan perubahan yang sangat kuat pengaruhnya yang menjadi cara hidup yang sulit berkomunikasi, diskusi antara sesama keluarga.

-

Kemudahan mendapatkan zat psikoaktif

14

Dengan persaingan yang sangat kuat menjadikan setiap produk lebih mudah didapat. Contoh : Bir, Heroin. Dan banyak lagi perubahan sosial yang berlaku yang menjadikan sebuah lingkungan kurang dapat berkomunikasi dengan baik.

Siklus Ketergantungan Ketergantungan memiliki perputaran yang begitu cepat yang menjadikan suatu tekanan dari segi fisik ( kesehatan ), cara berfikir, perasaan serta tingkah laku seseorang pengguna zat sering berubah. Ini disebabkan karena : 1.

Memiliki kenikmatan yang sebentar.

2.

Mengakibatkan ketergantungan seumur hidup.

3.

Mengakibatkan kebiasaan yang negatif ( manipulatif, mencuri ).

4.

Yang disebabkan karena pemakaian dosis yang bertambah.

5.

Menjadikan hidup yang tidak terkontrol.

6.

Mengakibatkan kepada kehidupan keseluruhan (biologi, psikologi & sosial).

C. JENIS – JENIS GANGGUAN KEPRIBADIAN Pola perilaku dan pengalaman batin yang bertahan/langgeng yang menyimpang secara signifikan dari standar budaya seseorang, yang meresap dan bersifat rigid, memiliki onset pada masa remaja atau awal masa dewasa, stabil dari waktu ke waktu, menyebabkan ketidakbahagiaan dan gangguan, dan bermanifestasi dalam setidaknya dua dari empat area yaitu kognisi, fungsi interpersonal, afektif, kontrol impuls. Klasifikasi Gangguan Kepribadian Menurut DSM -5, dibagi dalam 3 cluster:

15

Cluster A: 

Schizotipal: Kesulitan dalam membina hubungan, pola gaya hidup yang tidak beraturan, distorsi persepsi dan kognitif, perilaku eksentrik



Schizoid: Keterlepasan/keterpisahan dari hubungan sosial (isolasi sosial), acuh tak acuh, ekspresi emosi yang terbatas



Paraniod: Ketidakpercayaan dan kecurigaan yang tidak berdasar

Cluster B 

Antisosial: Tidak peduli dan pelanggaran kebenaran dan hak orang lain, manipulasi,

kebohongan,

impulsif,

iritabel,

agresif,

sembrono,

tidak

bertanggungjawab, kurang rasa penyesalan 

Borderline: Ketidak stabilan dalam hubungan interpersonal, citra diri dan emosi, emosi yang selalu bergejolak, impulsif



Histrionik: Dramatik, emosional dan perilaku mencari perhatian yang berlebihan, seduktif, perlaku provokatif , ekspresi emosi yang dangkal



Narsisistik: Grandiositi (fantasi atau perilaku), ego yang meningkat, kebutuhan akan rasa dikagumi, merasa dirinya “spesial”, kurang empaty.

Cluster C 

Avoidant: Pemalu, inhibisi sosial, perasaan ketidakmampuan, hipersensitif terhadap penilaian negatif/penolakan



Dependent: Kebutuhan yang berlebihan akan dukungan/bantuan orang lain, penurut/submisif, takut akan perpisahan



Obsesif Kompulsif: Preokupasi pada details, peraturan, daftar, urutan, susunan, jadwal,tertib, perfeksionisme, sangat teliti, berhati-hati dan kaku terhadap moral, etik, dan nilai-nilai (yg tidak tercatat dalam budaya atau agama), tidak bisa mendelegasikan tugas 16

Gambaran Klinis 1. Paranoid Gangguan kepribadian paranoid ditandai oleh ketidakpercayaan kepada orang lain dan kecurigaan berlebih bahwa orang di sekitarnya memiliki motif jahat. Orang dengan kelainan ini cenderung memiliki kepercayaan yang berlebihan pada pengetahuan dan kemampuan mereka sendiri dan biasanya menghindari hubungan dekat. Mereka mencari makna tersembunyi dalam segala sesuatu dan membaca niat bermusuhan ke dalam tindakanorang lain. Mereka suka mengetest kesetiaan teman dan orang-orang terkasih dan sering tampak dingin dan menjauh. Mereka biasanya suka menyalahkan orang lain dan cenderung membawa dendam lama. Gejala Paranoid Personality Disorder: • Enggan untuk memaafkan karena dianggap penghinaan • Sensitivitas yang berlebihan • Susah percaya kepada orang lain dan kemandirian berlebihan • Cenderung suka menyalahkan ke orang lain • Selalu melakukan mengantisipasi terhadap pengkhianatan • Agresif dan gigih untuk hak-hak pribadi • Curigaan parah 2. Schizoid Orang dengan gangguan kepribadian Schizoid menghindari hubungan dengan orang lain dan tidak menunjukkan banyak emosi. Tidak seperti avoidants, schizoids benar-benar lebih suka menyendiri dan tidak diam-diam menginginkan popularitas. Mereka cenderung mencari pekerjaan yang memerlukan sedikit kontak sosial. keterampilan sosial mereka lemah dan mereka tidak menunjukkan perlunya perhatian atau penerimaan. Mereka dianggap tidak punya selera humor dan jauh dan sering disebut sebagai “penyendiri.” 17

Gejala Schizoid Personality Disorder: • Lemahnya kemampuan interpersonal • Kesulitan mengekspresikan kemarahan, bahkan ketika diprovokasi • “penyendiri” mentalitas; menghindari situasi sosial • Orang lain menganggap dia jauh, menyendiri, dan tidak bisa terikat dengan orang lain • Rendah gairah seksual • Tidak responsif pada pujian atau kritik 3. Schizotypal Banyak yang percaya bahwa gangguan kepribadian schizotypal mewakili skizofrenia ringan. Gangguan ini ditandai oleh bentuk-bentuk berpikir dan memahami dengan cara yang aneh, dan individu dengan gangguan ini sering mencari isolasi dariorang lain . Mereka kadang-kadang percaya untuk memiliki kemampuan indra yang ekstra atau kegiatan yang tidak berhubungan berhubungan dengan mereka dalam beberapa cara penting. Mereka umumnya berperilaku eksentrik dan sulit berkonsentrasi untuk waktu yang lama. pidato mereka sering lebih rumit dan sulit untuk diikuti. Gejala Personality Disorder Schizotypal : • Aneh atau tingkah laku atau penampilan eksentrik • Bertakhyul atau sibuk dengan fenomena paranormal • Sulit untuk mengikuti pola bicara • Perasaan cemas dalam situasi sosial • Kecurigaan dan paranoia • Suka berpikir menganai kepercayaan aneh atau magis • Nampak pemalu, suka menyendiri, atau menarik diri dari orang lain

18

4. Antisocial Banyak yang salah paham bahwa gangguan kepribadian antisosial mengacu pada orang yang memiliki keterampilan sosial yang buruk. Sebaliknya, gangguan kepribadian antisosial ditandai oleh kurangnya hati nurani. Orang dengan gangguan ini rentan terhadap perilaku kriminal, percaya bahwa korban-korban mereka lemah dan pantas dimanfaatkan. Antisocials cenderung suka berbohong dan mencuri. Sering kali, mereka tidak hati-hati dengan uang dan mengambil tindakan tanpa berpikir tentang konsekuensinya. Mereka sering agresif dan jauh lebih peduli dengan kebutuhan mereka sendiri daripada kebutuhanorang lain. Gejala Gangguan Kepribadian antisosial: • mengabaikan untuk perasaan orang lain • impulsif dan tidak bertanggung jawab pengambilan keputusan • Kurangnya rasa penyesalan karena merugikan orang lain • Berbohong, mencuri, perilaku kriminal lainnya • mengabaikan untuk keselamatan diri dan orang lain 5. Borderline Borderline personality disorder ditandai oleh ketidakstabilan suasana hati dan miskin citra diri. Orang dengan gangguan ini rentan terhadap perubahan suasana hati dan kemarahan yang konstan. Sering kali, mereka akan melampiaskan kemarahan pada diri mereka sendiri, mencederai tubuh mereka sendiri, ancaman bunuh diri dan tindakan yang tidak biasa. Batasan berpikir secara hitam dan putih sangat kuat, hubungan yang sarat dengan konflik. Mereka cepat marah ketika harapan mereka tidak terpenuhi. Gejala Borderline Personality Disorder: • Menyakiti diri sendiri atau mencoba bunuh diri

19

• Perasaan yang kuat untuk marah, cemas, atau depresi yang berlangsung selama beberapa jam • Perilaku impulsif • Penyalahgunaan obat atau alkohol • Perasaan rendah harga diri • Tidak stabil hubungan dengan teman, keluarga, dan pacar 6. Histrionic Orang dengan gangguan kepribadian Histrionicadalah pencari perhatian konstan.

Mereka

perlu

menjadi

pusat

perhatian

setiap

waktu,

sering

menggangguorang lain untuk mendominasi pembicaraan. Mereka menggunakan bahasa muluk-muluk untuk menggambarkan kejadian sehari-hari dan mencari pujian konstan. Mereka suka berpakaian ”yang memancing” atau melebih-lebihkan kelemahannya untuk mendapatkan perhatian. Mereka juga cenderung membesarbesarkan persahabatan dan hubungan, percaya bahwa setiaporang menyukai mereka. Mereka sering manipulatif. Gejala Personality Disorder Histrionic: • Kebutuhan untuk menjadi pusat perhatian. • Berpakaian atau melakukan tindakan-tindakan provokatif. • Emosinya dapat berubah dengan cepat. • Melebih-lebihkan persahabatan. • Terlalu-dramatis , terkadang sangat ”lebay”. • Mudah dipengaruhi, gampang dibujuk. 7. Narcissistic Gangguan kepribadian Narcissistic dicirikan oleh keterpusatan diri. Seperti gangguan Histrionic, orang-orang dengan gangguan ini senang mencari perhatian

20

dan pujian. Mereka membesar-besarkan prestasi mereka, mengharapkan orang lain untuk mengakui mereka sebagai superior. Mereka cenderung teman, karena mereka percaya bahwa tidak sembarang orang yang layak menjadi teman mereka. Narsisis cenderung membuat kesan pertama yang baik, namun mengalami kesulitan menjaga hubungan jangka panjang. Mereka umumnya tidak tertarik pada perasaanorang lain dan dapat mengambil keuntungan dari mereka. Gejala narsisistik Personality Disorder: • Membutuhkan pujian dan kekaguman berlebihan • Mengambil keuntungan dari orang lain • Merasa diri penting • Kurangnya empati • Berbohong, diri dan orang lain • Terobsesi dengan fantasi ketenaran, kekuasaan, atau kecantikan 8. Avoidant Gangguan kepribadian yang ditandai dengan kegelisahan sosial yang ekstrim. Orang dengan gangguan ini sering merasa ”tidak cukup”, menghindari situasi sosial, dan mencari pekerjaan dengan sedikit kontak denganorang lain. Avoidant takut ditolak dan khawatir jika mereka memalukan diri mereka sendiri di depan orang lain. Mereka membesar-besarkan potensi kesulitan pada situasi baru untuk membuat orang berpikir agar menghindari situasi itu. Sering kali, mereka akan menciptakan dunia fantasi untuk pengganti yang asli. Tidak seperti gangguan kepribadian skizofrenia, avoidant merindukan hubungan sosial, tetapi belum merasa merekabisa mendapatkannya. Mereka sering mengalami depresi dan memiliki kepercayaan diri yang rendah. Gejala Personality Disorder Avoidant :

21

• Keengganan dalam relasi sosial; mundur dari orang lain dalam mengantisipasi penolakan • Terobsesi denga tolakan atau kritikan dalam situasi sosial • Takut dianggap memalukan, sehingga menghindari kegiatan baru • Miskin citra diri; perasaan tidak puas dalam kehidupan sosial • Keinginan untuk meningkatkan hubungan sosial • Nampak sibuk sendiri dan tidak ramah • Menciptakan kehidupan fantasi rumit 9. Dependent Gangguan kepribadian ini ditandai dengan kebutuhan untuk dijaga. Orang dengan kelainan ini cenderung bergantung pada orang dan merasa takut kehilangan mereka. Mereka mungkin menjadi bunuh diri ketika berpisah dengan orang yang dicintai. Mereka cenderung untuk membiarkan orang lain mengambil keputusan penting bagi mereka dan sering melompat dari hubungan satuke hubungan yang lainnya. mereka sering bertahan dalam suatu hubungan, walaupun sering dikasari atau disakiti. kepekaan berlebih terhadap penolakan umum. Mereka sering merasa tak berdaya dan tertekan. Gejala Gangguan Kepribadian Dependent: • Kesulitan membuat keputusan • Perasaan tidak berdaya saat sendirian • Berpikir ingin bunuh diri jika ditalak • Pasrah • Merasa terpuruk jika dikritik atau ketika tisak disetujui idenya • Tidak dapat memenuhi tuntutan hidup sehari hari

22

10. Obsessive Compulsive Nama gangguan kepribadian Obsesif-Kompulsif (OCDP) mirip dengan kecemasan obsesif-kompulsif, namun keduanya sangat berbeda. Orang dengan gangguan kepribadian obsesif-kompulsif terlalu fokus pada keteraturan dan kesempurnaan. Mereka harus melakukan segalanya “benar” sering mengganggu produktivitas mereka. Mereka cenderung untuk terjebak dalam halhal yang detil, namun kehilangan gambaran yang lebih besar. Mereka menetapkan standar yang tinggi tidak masuk akal untuk diri mereka sendiri dan orang lain, dan cenderung sangat kritis terhadap orang lain ketika mereka tidak hidup sampai saat ini standar yang tinggi. Mereka menghindari bekerja dalam tim, percaya orang lain terlalu ceroboh atau tidak kompeten. Mereka menghindari membuat keputusan karena mereka takut membuat kesalahan dan jarang murah hati dengan waktu atau uang. Mereka sering mengalami kesulitan mengekspresikan emosi. Gejala Gangguan Kepribadian Obsesif-Kompulsif: • mencari kesempurnaan dan disiplin yang berlebihan • suka dengan ketertiban • kaku • Kurang murah hati • terlalu fokus pada detail dan aturan • suka bekerja keras untuk bekerja, kadang berlebihan

D. MILLON CLINICAL MULTIAKSIAL INVENTARISASI (MCMI-III) Menurut Theodore Millon, Ph.D., D. Sc, ini Evolusioner Teori kepribadian dan psikopatologi, yang Millon singkat Clinical multiaksial Inventarisasi-III (MCMI-III) instrumen memberikan ukuran 24 gangguan kepribadian dan sindrom

23

klinis untuk orang dewasa yang menjalani penilaian atau pengobatan psikologis atau kejiwaan. Khusus dirancang untuk membantu menilai gangguan baik Axis I dan Axis II, tes psikologi ini membantu dokter dalam diagnosis psikiatri, mengembangkan pendekatan pengobatan yang memperhitungkan gaya pasien kepribadian dan perilaku coping dan keputusan pengobatan membimbing berdasarkan pola kepribadian pasien. The MCMI-III terdiri dari 175 pertanyaan benar-salah dan biasanya membutuhkan waktu rata-rata orang kurang dari 30 menit untuk menyelesaikan. Setelah tes ini dicetak, menghasilkan 29 skala - 24 kepribadian dan skala klinis, dan 5 skala yang digunakan untuk memverifikasi bagaimana seseorang mendekati dan mengambil tes. The Millon Inventarisasi Clinical multiaksial, 3rd edition (MCMI-III) merupakan update dari MCMI-II yang mewakili penelitian yang sedang berlangsung, perkembangan konseptual, dan perubahan dalam DSM-IV. Ini adalah standar, laporan diri kuesioner menilai berbagai informasi yang berhubungan dengan kepribadian, emosionalitas, dan uji-taking sikap. Perubahan pada MCMI-II meliputi penambahan skala Depressive dan PTSD. The Millon sering diberikan dalam pengaturan klinis ketika pertanyaan muncul tentang diagnosis spesifik seseorang mungkin memiliki, atau ciri-ciri kepribadian atau karakteristik bahwa orang yang memiliki yang mungkin berdampak kemampuan mereka untuk secara efektif menghadapi kehidupan atau masalah kesehatan mental. Hal ini dapat dengan mudah menerangi ciri-ciri kepribadian dan gaya kepribadian jauh lebih cepat dan efektif daripada wawancara klinis untuk kebanyakan dokter.

24

Manfaat dari The MCMI-III The MCMI-III dibedakan dari tes kepribadian lain terutama oleh kurangnya pemahaman teoritisnya, format multiaksial, konstruksi tripartit dan validasi skema, penggunaan skor tingkat dasar, dan kedalaman interpretatif. Hal ini merujuk ke teori Millon tentang kepribadian dan terkoordinasi untuk Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-IV) gangguan kepribadian dan diagnosis klinis utama lainnya. Sebuah bagian dari MCMI-III didasarkan pada teori Millon tentang kepribadian, seperti yang digambarkan dalam 15 gaya kepribadian berikut dan subtipe: • Menarik diri / skizoid • Shy / Avoidant • Pesimis / Melancholic • Koperasi / Dependent • Riang / hypomanic • Sociable / histerik • Confident / Narcissistic • Tidak sesuai / antisosial • Tegas / sadis • Teliti / Kompulsif • Skeptis / Negativistic • Dirugikan / masokis • Eksentrik / Schizotypal • Berubah-ubah / Borderline • Mencurigakan / Paranoid

25

Operasional Test Millon Ada 90 item baru dan 85 yang tetap sama menjaga 175 total item dari MCMI-II. Sebagian besar perubahan harus dilakukan dengan tingkat keparahan gejala untuk meningkatkan kemampuan untuk mendeteksi patologi. Tes terdiri dari 14 skala gangguan kepribadian dan 10 skala sindrom klinis, masing-masing yang membantu untuk menentukan apakah seseorang mungkin memiliki gangguan kepribadian, atau gangguan mental seperti depresi atau kecemasan. Tes ini dipecah menjadi skala berikut: ▪ Moderat: Personality Disorder 1. skizoid 2A. Penghindar 2B. Depressive 3. Dependent 4. histerik 5. Narcissistic 6A. Antisosial 6B. Agresif (sadis) 7. Kompulsif 8A. Pasif-agresif (Negativistic) 8B. Yg merusak diri ▪ Parah: Kepribadian Patologi S. Schizotypal C. Borderline P. Paranoid ▪ Moderat: Sindrom klinis

26

A. Kecemasan H. Somatoform N. Bipolar: Manic D. Dysthymia B. Alkohol Ketergantungan T. Drug Dependence R. Post-Traumatic Stress Disorder  Syndrome parah SS. Proses Pikir Disorder CC. Depresi Mayor PP. Gangguan delusi Ada juga lima skala yang digunakan untuk membantu mendeteksi tanggapan ceroboh, bingung atau acak pada tes. Ada tiga "Memodifikasi Indeks" yang memodifikasi nilai Tingkat Basis seseorang berdasarkan bidang-bidang berikut: Pengungkapan (X), keinginan (Y), kehinaan (Z), dan dua indikator respon acak Validitas (V) dan Inkonsistensi (W) . Tes ini singkat dibandingkan dengan tes kepribadian lainnya dan memiliki dasar teori yang kuat. Beberapa psikolog lebih memilih untuk memberikan karena administrasi dan scoring sederhana, dan memiliki format multi-aksial. Hal ini lebih pendek dari tes kepribadian lainnya, seperti MMPI-2 yang memiliki 567 benar / pertanyaan palsu. Hal ini dapat diberikan dan mencetak gol pada komputer di kantor psikolog. Untuk skala klinis dan kepribadian utama, skor Base Rate dihitung dari bagaimana seseorang merespon pertanyaan pada tes. Skor dari 75-84 diambil untuk menunjukkan ciri kepribadian yang signifikan atau masalah kesehatan mental. Skor 27

85 dan lebih tinggi menunjukkan gigih, klinis perhatian atau kepribadian gangguan yang signifikan. The psikometri dari MCMI-III baik dan itu dianggap sebagai tes psikologi yang handal dan valid. The MCMI-III bernorma dengan pasien kejiwaan dan menggunakan

skor

tertimbang

baru,

Rate

Basis

Score

(BRS)

yang

memperhitungkan prevalensi gangguan tertentu dalam populasi kejiwaan. Skor data dan transformasi normatif didasarkan sepenuhnya pada sampel klinis dan berlaku hanya untuk individu yang bukti gejala emosional dan interpersonal bermasalah atau yang sedang menjalani psikoterapi profesional atau evaluasi psikodiagnostik. Organisasi dikonfirmasi dengan analisis faktor dan korelasi dilakukan dengan tes pihak ketiga lanjut mengkonfirmasi keabsahan timbangan. Internal konsistensi dan alpha koefisien untuk tes, serta keandalan tes-tes ulang, semua baik.

E. THERAPEUTIC COMMUNITY (TC) Rehabilitasi TC: Adalah suatu proses pemulihan klien gangguan penggunaan narkotika baik dalam jangka waktu pendek maupun panjang yang bertujuan mengubah perilaku untuk mengembalikan fungsi individu tersebut di masyarakat. Rehabilitasi jenis TC mulanya digunakan bagi pecandu jenis opiat, namun sekarang digunakan bukan hanya untuk pecandu jenis opiat, tetapi untuk semua jenis narkotika bagi pecandu yang direhabilitasi di Institusi Pemerintah Badan Narkotika Nasional termasuk Balai Rehabilitasi BNN Baddoka Makassar. Standar Rehabilitasi TC: Adalah buku acuan yang mengatur bagaimana sebuah layanan rehabilitasi dengan pendekatan TC diselenggarakan, termasuk indikator minimal penyelenggaraan dan kompetensi petugas yang dibutuhkan Model Pelayanan dan Rehabilitasi dengan Pendekatan TC:

28

Pengertian TC adalah sebuah kelompok yang terdiri dari individu dengan masalah yang sama, tinggal di tempat yang sama, memiliki seperangkat peraturan, filosofi, norma dan nilai, serta kultural yang disetujui, dipahami dan dianut bersama. Kesemuanya dijalankan demi pemulihan diri masing-masing. Tujuan TC: Agar klien dapat mengolah subkultur yang dianut pengguna ke arah kultur masyarakat luas (mainstream society), menuju kehidupan yang sehat dan produktif, meskipun pengguna

sendiri

mempunyai

beberapa nilai

untuk

mempertahankan pemulihannya. Cardinal Rules; No Drugs, No Sex, and No Violence Filosofi TC:Program TC berlandaskan pada filosofi dan slogan-slogan tertentu, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Filosofi TC tertulis: “Saya berada di sini karena tiada lagi tempat berlindung, baik dari diri sendiri, hingga saya melihat diri saya di mata dan hati insan yang lain. Saya masih berlari, sehingga saya masih belum sanggup merasakan kepedihan dan menceritakan segala rahasia diri saya ini, saya tidak dapat mengenal diri saya sendiri dan yang lain, saya akan senantiasa sendiri. Dimana lagi kalau bukan di sini, dapatkah saya melihat cermin diri sendiri? Bukan kebesaran semu dalam mimpi atau si kerdil di dalam ketakutannya, tetapi seorang insan, bagian dari masyarakat yang penuh kepedulian. Di sini saya dapat tumbuh dan berakar, bukan lagi seseorang seperti dalam kematian tetapi dalam kehidupan yang nyata dan berharga baik untuk diri sendiri maupun orang lain.” Filosofi tidak tertulis: Honesty (kejujuran) Adalah nilai hakiki yang harus dijalankan para residen, setelah sekian lama mereka hidup dalam kebohongan.

29

No free lunch (di dunia ini tidak ada yang gratis) Tidak ada sesuatupun di dunia ini yang didapatkan tanpa usaha terlebih dahulu. Trust your environment (percaya pada lingkunganmu) Percaya pada lingkungan rehabilitasi dan yakin bahwa lingkungan ini mampu membawa klien pada kehidupan yang positif. Understand is rather than to be Understood (pahami lebih dulu orang lain sebelum kita minta dipahami) Blind faith (keyakinan total pada lingkungan) To be aware is to be alive (waspada adalah inti kehidupan) Do your things right, everything else will follow (pekerjaan yang dilakukan dengan benar-benar akan memberikan hasil yang positif) Be careful what ask to you, you might just get it (mulutmu harimaumu) You can’t keep it unless you give it away (sebarkanlah ilmumu pada banyak orang) What goes around, comes around (perbuatan baik akan berbuah baik) Compensation is valid (selalu ada ganjaran bagi perilaku yang kita buat) Act as if (bertindak sebagaimana mestinya) Personal growth before vested status (kembangkanlah dirimu seoptimal mungkin) Model Pelayanan dan Rehabilitasi dengan Pendekatan Agama Ada berbagai macam pusat rehabilitasi dengan pendekatan agama, misalnya Pondok Pesantren Suryalaya dan Pondok Pesantren Inaba di Jawa Barat dengan pendekatan nilai- nilai agama Islam dimana kegiatan utamanya adalah berdzikir. Beda halnya di Thailand dimana para biksu Budha merawat klien yang mengalami ketergantungan opioida di kuil, antara lain kuil Budha Tan Kraborg. Di dalam kuil, setiap pagi klien diberi ramuan daun yang menyebabkan klien muntah dan sore harinya mendapat pelajaran agama Budha dalam lima hari pertama.

30

Setelah lima hari tidak ada lagi kegiatan terstruktur dan klien diberi kesempatan untuk memulihkan kesehatannya dari kelelahan. Para pendeta ini juga telah dilatih dalam memberi konseling kepada klien. Model Pelayanan dan Rehabilitasi dengan Pendekatan Narcotic Anonymus Narcotic Anonymus adalah suatu program recovery yang dijalankan seorang pecandu berdasarkan prinsip 12 langkah. Langkah-langkah ini harus dijalankan lebih dari satu kali. Setelah selesai mengerjakan seluruh langkah yang ada, seorang pecandu harus menjalankan kembali langkah pertama. Karena banyak hal baru yang terjadi dan timbul sehingga seorang pecandu harus menjalankan recorvery-nya seumur hidup. Twelve (12) Steps Narcotic Anonymus, adalah: 1. Kami mengakui bahwa kami tidak punya kekuatan untuk mengatasi kebiasaan menggunakan alkohol sehingga hidup kami menjadi tidak terkendali. 2. Kami berkesimpulan bahwa suatu kekuatan yang lebih besar dari diri kami sendiri dapat memulihkan kami kepada hidup yang lebih sehat. 3. Kami memutuskan untuk memalingkan kemauan dan hidup kami di bawah bimbingan Tuhan, sebagaimana kami memahaminya. 4. Mencari dan tidak takut akan menemukan moral kami sendiri. 5. Mengakui kepada Tuhan, kepada diri kami sendiri dan kepada orang lain, kesalahan- kesalahan kami yang bersifat alamiah. 6. Siap secara bulat menerima Tuhan yang akan mengubah semua cacat watak. 7. Dengan rendah hati memohon kepada-Nya untuk menghilangkan kekurangan kami. 8. Membuat daftar-daftar orang yang telah kami rugikan, dan ingin berubah terhadap mereka.

31

9. Berubah secara langsung kepada orang tersebut dimana mungkin, kecuali bila dengan berbuat demikian akan mencederai mereka atau orang lain. 10. Terus menemukan diri kami sendiri dan bila terdapat kesalahan, segera mengakuinya. 11. Melalui doa dan meditasi meningkatkan hubungan secara sadar dengan Tuhan, sebagaimana kami memahami-Nya, berdoa hanya untuk mengetahui akan kehendak- Nya atas diri kami dan kekuatan melaksanakannya. 12. Dengan memiliki kesadaran spiritual sebagai hasil dari langkah ini, kami akan mencoba untuk menyampaikan kabar ini kepada pecandu alkohol, dan menerapkan prinsip ini dalam semua kehidupan kami.

Model Pelayanan dan Rehabilitasi dengan Pendekatan Terpadu Suatu pelayanan rehabilitasi dengan memadukan konsep dari berbagai pendekatan dan bidang ilmu yang mendukung sehingga dapat memfasilitasi korban narkotika dalam mengatasi masalahnya dari aspek bio, psiko, sosial, dan spiritual. Tahapan

kegiatan

pelayanan

dan

rehabilitasi

sosial

bagi

korban

penyalahguna narkotika dilaksanakan sesuai Standar Minimal dan Pedoman Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyalahgunaan Narkoba yang disusun BNN, meliputi: Pendekatan awal Pendekatan awal adalah kegiatan yang mengawali keseluruhan proses pelayanan dan rehabilitasi sosial yang dilaksanakan dengan penyampaian informasi program kepada masyarakat, instansi terkait, dan organisasi lain guna memperoleh dukungan dan data awal calon klien residen dengan persyaratan yang telah ditentukan.

32

Penerimaan Pada tahap ini dilakukan kegiatan administrasi untuk menentukan apakah diterima atau tidak dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: (i) Pengurusan administrasi surat-menyurat yang diperlukan untuk persyaratan msuk panti (seperti surat keterangan medical check up, test urine negatif, dan sebagainya), (ii) Pengisisan formulir dan wawancara dan penentuan persyaratan menjadi residen, (iii) Pencatatan residen dalam buku registrasi Assessment Assessment merupakan kegiatan penelaahan dan pengungkapan masalah untuk mengetahui seluruh permasalahan residen, menetapkan rencana dan pelaksanaan intervensi. Kegiatan assessment meliputi: (i)

Menelusuri dan mengungkapkan latar belakang dan keadaan residen

(ii)

Melaksanakan diagnosa permasalahan

(iii) Menentukan langkah-langkah rehabilitasi (iv) Menentukan dukungan pelatihan yang diperlukan (v)

Menempatkan residen dalam proses rehabilitasi Bimbingan fisik, kegiatan ini ditujukan untuk memulihkan kondisi fisik

residen, meliputi pelayanan kesehatan, peningkatan gizi, baris-berbaris, dan olahraga. Bimbingan mental dan sosial, meliputi bidang keagamaan / spiritual, budi pekerti individual dan sosial / kelompok dan motivasi residen (psikologis). Bimbingan orang tua dan keluarga, dimksudkan agar orang tua / keluarga dapat menerima keadaan residen, memberi dukungan, dan menerima residen kembali di rumah pada saat rehabilitasi telah selesai.

33

Bimbingan keterampilan, berupa pelatihan vokalisasi dan keterampilan usaha (survival skill), sesuai dengan kebutuhan residen. Resosialisasi / reintegrasi Kegiatan ini merupakan komponen pelayanan dan rehabilitasi yang diarahkan untuk menyiapkan kondisi residen yang akan kembali kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini meliputi: (i)

Pendekatan kepada residen untuk kesiapan kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat tempat tinggalnya,

(ii)

Menghubungi dan memotivasi keluarga residen serta lingkungan masyarakat untuk menerima kembali residen,

(iii) Menghubungi lembaga pendidikan bagi klien yang akan melanjutkan sekolah Penyaluran dan bimbingan lanjut (aftercare) Dalam penyaluran dilakukan pemulangan residen kepada orang tua / wali, disalurkan ke sekolah maupun instansi / perusahaan dalam rangka penempatan kerja. Bimbingan lanjut dilakukan secara berkala dalam rangka pencegahan kambuh / relapse dengan kegiatan konseling, kelompok, dan sebagainya. Terminasi Kegiatan ini berupa pengakhiran / pemutusan program pelayanan dan rehabilitasi bagi residen yang telah mencapai target program (clean and sober). Berdasarkan

KEPMENKES

No.996/MENKES/SK/VIII/2002,

komponen

kegiatan yang ada pada rehabilitasi narkotika meliputi: 

Memperbaiki gizi dengan makanan yang bermutu dalam jumlah memadai.



Memulihkan kebugaran jasmani dengan senam dan olahraga.



Melatih penyalahguna NAPZA mengatasi ketegangan otot dan mental bila mengatasi stress melalui terapi relaksasi. 34



Meningkatkan konsep diri melalui psikoterapi kognitif behavioral.



Membangkitkan kembali kepercayaan diri dan sikap optimis melalui psikoterapi suportif.



Meningkatkan sikap tegas untuk mampu menolak segala macam bujukan atau ajakan yang bersifat negatif melalui psikoterapi asertif.



Meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal melalui dinamika kelompok, konseling.



Memperbaiki disfungsi keluarga melalui terapi keluarga.



Melakukan konseling keluarga bagi semua anggota keluarga agar dapat mendukung proses pemulihan.



Melatih tanggung jawab melalui kegiatan sehari-hari.



Mempelajari suatu keterampilan sesuai minat.



Mengikutkan penyalahguna NAPZA dalam pekerjaan sehari-hari.



Pembinaan spiritual dan agama sesuai kepercayaan dan keyakinan masingmasing.



Mewaspadai komplikasi medik.



Memahami kemungkinan dual diagnosis (gangguan mental lain).



Rekreasi di dalam maupun di luar sarana rehabilitasi.



Kegiatan lain yang disesuaikan dengan metode yang digunakan.

35

BAB III KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Teori

Narkotika

Pecandu

MCMI - III

Amphetamine

GangguanKepribadian

Otak

Neurotransmitter DOPAMIN

Terapi Community (TC)

GangguanPsikologis MCMI - III

Recovery

36

B. Kerangka Konsep

Narkotika

Adiksi

MCMI - III

GangguanKepribadian

Normal

TerapiComunity

TerapiComunity

Recovery

37

C. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: -

Terdapat korelasi antara penggunaan narkotika jenis amphetamin dengan gangguan kepribadian.

-

Gangguan kepribadian pada pecandu jenis narkotika golongan amphetamin dapat dipulihkan dengan terapi dan rehabilitasi model TC.

38

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian Metode

penelitian

Clinical

Trialadalah

suatumetodepenelitian yang

dilakukan dengan tujuan utama untuk mengetahui sejauh mana manfaat TC padapecandunarkotikajenis amphetamine.

B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Rehabilitasi BNN Baddoka, jalan Batara Bira VI, Nomor 35, Kelurahan Pai, Kecamatan Birringkanaya, kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia.

C. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, mulai dari tanggal 1 September 2015 sampai 30 November 2015

D. Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengguna Narkotika jenis amphetamine, di Balai Rehabilitasi BNN Baddoka Tahun 2015. Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan dijadikan obyek penelitian. Sampel dalam penelitian ini adalah keseluruhan pengguna amphetamine yang berada di Balai Rehabilitasi BNN Baddoka Tahun 2015

39

Teknik pengambilan sampel dengan cara consecutive sampling yaitu suatu cara pengambilan sampel nonprobability, dimanapeneliti mengambil semua sampel yang memenuhi kriteria penelitian hingga jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi. E.Perkiraan Besar Sampel Besar sampel dihitung berdasarkan rumus : (Zα + Zβ) S 2 n1 = n 2 = 2 X1 - X2 Zα : 1,282

S : 10

Zβ : 1,282

X1 - X2

: 10

(1,282 + 1,282) 10 2 n1 = n 2 = 2

= 13,107 (dibulatkan 13) 10

Dari rumus di atas, maka besar sampel yang yang diperlukan minimal berjumlah 13 orang.

F. Kriteria Sampel 1. Kriteria Inklusi o Pengguna berumur 17 s/d 40 tahun o Narkotika yang digunakan, jenis amphetamin o Tidak sedang menderita gangguan jiwa berat o Tidak mengalami gangguan jiwa sebelum mengkonsumsi narkotika o Tidak sedang mengkonsumsi narkotika lain secara bersamaan, selain jenis amphetamin atau pernah mengkonsumsi narkotika jenis lain tetapi sudah berhenti dan dirasakan oleh pengguna bahwa sekarang sudah tidak mempengaruhi keadaan adiksinya

40

2. Kriteria Eksklusi o Menderita gangguan jiwa berat o Terdapat riwayat gangguan kepribadian sebelumnya o Mengkonsumsi narkotika lebih dari satu jenis zat

G. Cara Kerja Cara Penelitian a. Melakukan pencatatan subjek yang akan dijadikan sampel penelitian dan telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi b. Memberikan informed consent c. Mencatat identitas sampel d. Menilai keadaan gangguan kepribadian dengan test MCMI-III pertama di fase Medis e. Menilai keadaan gangguan kepribadian dengan test MCMI-III kedua di fase Primery f. Mengolah

dan

menganalisa

data

secara

statistik

dengan

komputerisasi

H.

Identifikasi dan Klasifikasi Variabel 1. Identifikasi Variabel 

Variabel Dependen : Jenis Gangguan Kepribadian



Variabel Independen : Therapy Community



Variabel kendali : Umur, Jenis Narkotika / Zat, Jenis Kelamin

2. Jenis Data (skala pengukuran) - Jenis Gangguan Kepribadian dengan menggunakan MMCI-III

41

sistem

I. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif Definisi Operasional - Adiksi adalah pemakaian zat atau obat tanpa prosedur yang tepat dan berdampak negatif bagi kesehatan dan perkembangan otak. Bila terus terjadi dapat berakibat pada suatu gangguan yang dinamakan adiksi dan dependency (ketergantungan). - Narkotika(Menurut Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika) adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Amfetamin adalah kelompok narkotika yaitu obat psikoaktif sintetis yang disebut sistem saraf pusat (SSP) stimulants. Merupakan satu jenis narkotika yang dibuat secara sintetis dan dapat berupa bubuk putih, kuning, maupun coklat, atau bubuk putih kristal kecil. - Gangguan Kepribadian adalah
 Pola perilaku dan pengalaman batin yang bertahan/langgeng yang menyimpang secara signifikan dari standar budaya seseorang, yang meresap dan bersifat rigid, memiliki onset pada masa remaja atau awal masa dewasa, stabil dari waktu ke waktu, menyebabkan ketidakbahagiaan dan gangguan, dan bermanifestasi dalam setidaknya dua dari empat area: Kognisi, 
 Fungsi interpersonal, Afektif dan Kontrol Impuls - MCMI-III adalahalat test yang digunakan digunakan untuk mengukur informasi yang berkaitan dengan kepribadian, penyesuaian emosional, dan sikap. Difokuskan pada berbagai gangguan perilaku bersama gejala-gejala yang sering dikaitkan dengan gangguan-gangguan tersebut.

42

- Therapy Community adalah sebuah kelompok yang terdiridari individu dengan masalah yang sama, tinggal di tempat yang sama, memiliki seperangkat peraturan, filosofi, norma dan nilai, serta kultural yang disetujui, dipahami dan dianut bersama. Kesemuanya dijalankan demi pemulihan diri masing-masing.

J. Alur Penelitian Pengguna Narkotika

Golongan Amphetamin

Test MCMI-III

Gangguan Kepribadian

Terapi dan rehabilitasi Model TC

Recovery

43

K. Pengolahan dan Analisa Data Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data, ditabulasi berdasarkan jenis data studi dan dianalisa dengan desain SPSS (Statistical Package For Social Science). Untuk mengetahui korelasi antara penggunaan amphetamine dengan gangguan kepribadian digunakan uji korelasi Lambda. Selanjutnya untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara

Therapy

Community pada gangguan kepribadian pengguna amphetamin menggunakan uji parametrik

(Uji T berpasangan) jika memenuhi syarat dan jika tidak

memenuhi syarat maka digunakan uji nonparametrik (Uji Wilcoxon).

44

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Data Jenis Zat Yang Dipakai Residen / Pecandu Di BALAI REHABILITASI BNN BADDOKA MAKASSAR TAHUN 2015

No 1 2 3

Jenis Zat Amphetamine Amphetamine + Zat lain Zat Lain (Yang Bukan Golongan Amphetamin)

Tabel 1. Sebaran Sampel Menurut Jenis Kelamin NO 1 2

JENIS KELAMIN

Laki-laki Perempuan

JUMLAH 43 8

Tabel 2. Sebaran Sampel Menurut Usia NO 1 2 3

USIA

< 17 tahun 17- 40 tahun > 40 tahun

45

JUMLAH 2 48 1

Jumlah 25 67 14

Jenis Kepribadian yang muncul

pada

pemeriksaan MCMI-III pengguna

amphetamine adalah sebagai berikut : JENIS KEPRIBADIAN Schizoid Avoidant Depressive Dependent Histrionic NarcisSistic Antisosial Sadistik Compulsive Negativistic Masochistic Paranoid Borderline Schizotypal

JUMLAH MCMI-III 10 17 18 23 4 8 9 4 3 18 17 3 9 3

Untuk mengetahui korelasi antara timbulnya gangguan kepribadian pada pengguna amphetamine, maka dilakukan Uji Korelasi Lambda karena kedua variabel tersebut tidak setara (nominal dan numerik). Hasil analisis Uji Korelasi Lambda adalah sebagai berikut : Jumlah MCMI-III Gangguan Kepribadian

r

1.000

p

0.000

n

25

Dari hasil uji analisis Uji Korelasi Lambda diperoleh adanya korelasi yang bermakna antara timbulnya gangguan kepribadian dan pengguna amphetamine (p=0.000), dengan kekuatan korelasi bersifat sangat kuat (r=1.000).

46

Tabel 3. Sebaran Jenis Kepribadian yang Muncul dalam Pemeriksaan MCMI Profil Kepribadian

Sebelum TC

Setelah TC

10 17 17 24 4 8 9 4 3 17 17 3 9 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

11 16 21 22 3 8 9 7 0 15 15 3 7 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

1. Schizoid 2. Avoidant 3. Depressive 4. Dependdent 5. Histrionic 6. Narcis Sistic 7. Antisocial 8. Sadistic 9. Compulsive 10. Negativistic 11. Masochistic 12. Paranoid 13. Borderline 14. Schizotypal 15. Disclosure 16. Desirability 17. Anxiety 18. Somatoform 19. Bipolar (Manic) 20. Dysthymia 21. Alcohol Dependence 22. Drug Dependence 23. Post Traumatic Stress 24. Thought Disorder 25. Major Depression 26. Delusional Disorder 27. Debasement

Grafik 1. Sebaran Jenis Kepribadian Sebelum Memulai Program TC 30 24

25

20

17 17

17 17

15 10

5

10

8 4

9

9 4

3

3

3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

47

Grafik 2. Sebaran Jenis Kepribadian Setelah Menyelesaikan Program TC 25 21

22

20 16

15 15

15 11

10

8

5

9 7

7

3

3

4

0

0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324252627

Grafik 3. Perbandingan Sebaran Jenis Kepribadian Sebelum dan Setelah Mengikuti Program TC 30 25 20 15 10 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

48

Sebelum dilakukan analisis data secara bivariat, maka dilakukan Tes Normalitas terlebih dahulu terhadap data yang telah diperoleh. Tes Normalitas pada penelitian ini menggunakan Uji Shapiro-Wilk karena jumlah sampel yang tersedia sebanyak 25 orang ( kurang dari 50 orang). Hasil Tes Normalitas menggunakan Uji Shapiro-Wilk sebagai berikut : SHAPIRO – WILK Statistic

df

Sig.

Sebelum TC

.786

25

.000

Setelah TC

.789

25

.000

Karena diperoleh nilai p=0.000, maka distribusi data dalam penelitian ini tidak normal (p < 0.05) sehingga tidak memenuhi syarat untuk dilakukan UJI PARAMETRIK. Oleh karena itu, maka pengolahan data dilakukan dengan menggunakan UJI NONPARAMETRIK yaitu UJI WILCOXON.

49

Hasil Uji Wilcoxon adalah sebagai berikut :

Setelah TC – Sebelum TC Z

-7.22

Asymp.Sig (2-tailed)

.470

N

Setelah

TC

Sebelum TC



Mean

Sum of

Ranks

Ranks

7a

5.86

41.00

Ranks

4b

6.25

25.00

Ties

14c

Total

25

Negative Ranks Positive

Dari hasil Uji Wilcoxon diperoleh nilai p=0.470 (nilai p > 0.05), sehingga tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada gangguan kepribadian antara sebelum dan setelah dilakukan therapy community. Terdapat 14 gangguan kepribadian yang menetap setelah dilakukan TC (ties: 14), ada 4 gangguan kepribadian yang bertambah setelah dilakukan TC (positive ranks: 4 ) dan ada 7 gangguan kepribadian yang berkurang setelah dilakukan TC (negative ranks: 7).

50

B. Pembahasan Pecandu yang direhabilitasi di Balai Rehabilitasi BNN Baddoka sebagian besar pecandu yang menggunakan zat jenis amphetamine.Umumnya pecandu yang mengkonsumsi zat jenis amphetamin mengalami gangguan kepribadian.Gangguan kepribadian

merupakan

salah

satu

faktor

yang

mempersulit

proses

pemulihan.Pecandu yang direhabilitasi umumnya berada pada usia produktif (antara 17 s/d 40 tahun). Dalam penelitian ini didapati adanya korelasi yang sangat kuat antara pengguna narkotika jenis amphetamine dengan angka kejadian Gangguan Kepribadian. Dari hasil penelitian ini tidak didapati adanya perubahan gangguan kepribadian yang bermakna pada pengguna zat amphetamine dari residen yang mengikuti terapi dan rehabilitasi di Balai Rehabilitasi BNN Baddoka Makassar. Keterbatasan dari penelitian ini yaitu bahwa penelitian ini hanya melihat hubungan antara zat jenis amphetamin dengan gangguan kepribadian, tanpa melihat pengaruh lainnya seperti faktor sosiodemografik dan faktor klinis lainnya. Instrumen penilaian gangguan kepribadian yang dipakai dalam penelitian ini adalah MCMI III, dimana kita ketahui jawaban pertanyaannya sangat dipengaruhi oleh persepsi subjektif dari sampel penelitian, sehingga pasian masih dapat melaporkan keadaan yang kurang atau lebih dari keadaan sebenarnya.

51

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN 1. Pada penelitian ini ditemukan bahwa umumnya pecandu yang menggunakan zat jenis amphetamine mengalami ciri kepribadian patologis 2. Penggunaan narkotika jenis amphetamine dapat menyebabkan terjadinya Gangguan Kepribadian. 3. Metode Rehabilitasi jenis TC kurang memberikan dampak pemulihan bagi pecandu narkotika jenis amphetamine.

B. SARAN a. Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi bagi Badan Narkotika nasional RI, cq. Balai Rehabilitasi BNN Baddoka Makassar untuk meninjau kembali tentang efektivitas model Theraphi Community (TC) yang selama ini digunakan sebagai cetak biru program rehabilitasi dalam lingkup BNN RI. b. Merencanakan

untuk

kedepannya

membuat

Tailor

Made

(metode

rehabilitasi) sendiri di Balai Rehabilitasi BNN Baddoka, sesuai dengan kondisi kearifan lokal setempat. c. Meningkatkan kualitas SDM bagi para petugas / konselor berupa pelatihan, TOT, atau seminar yang berhubungan dengan masalah adiksi secara berkala. d. Balai Rehabilitasi BNN Baddoka secara berkesinambungan terus melakukan penelitian lanjutan untuk menindak lanjuti hasil penelitian yang sudah ada ini.

52

DAFTAR PUSTAKA Australian Therapeutic Community Association. 2002. Towards Better Practice in Therapeutic Communities. Bangalow, NSW: ATCA DeLeon, G. 2000. The Therapeutic Community: theory, model and method. New York: Springer Publishing Company Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Departemen Sosial RI. 2002. Metode Therapeutic Community (Komunitas Terapeutik dalam Rehabilitasi Sosial Penyalahgunaan NAPZA), Jakarta: Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban NAPZA Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI, 2009. Standar Pelayanan Rumah Sakit Jiwa, Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI, 2009. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Jiwa, Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik http://www.drugabuse.gov/ResearchReports/Therapeutic/default.html, Diakses pada tanggal 25 Januari 2011 (http://www.therapeuticcommunities.org/klac.htm), accessed on February 19, 2011 International journal of therapeutic communities 28, 1, Spring 2007. Therapeutic Community. National Institute on Drug Abuse. 1994. Therapeutic Community: Advances in Research and Application. Research Monograph Series No. 144. Bethesda, MD: NIDA Nosocomial Infection, www.wikipedia.org, Diakses pada tanggal 12 Februari 2011

53

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit Perfas B. Fernando, “Therapeutic Community- A Practice Guide”, 2003 WHO Western Pacific Region. 2006. Integration of Harm Reduction Into Abstinence-based Therapeutic Communities: a case study of We Help Ourselves, Australia. Geneva: WHO Undang- Undang RI No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Universal Precaution, www.wikipedia.org, Diakses pada tanggal 12 Februari 2011. Sopiyudin M. Teori Sederhana Prosedur Pemilihan Uji Hipotesis dalam Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Edisi 5, Jakarta, Salemba medika, 2011

54