PENGOPTIMUMAN EKSTRAKSI DAN PEMURNIAN ASIATIKOSIDA DARI PEGAGAN (Centella asiatica)
DWI ERNAWATI
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengoptimuman Ekstraksi dan Pemurnian Asiatikosida dari Pegagan (Centella asiatica) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2014 Dwi Ernawati G44090056
ABSTRAK DWI ERNAWATI. Pengoptimuman Ekstraksi dan Pemurnian Asiatikosida dari Pegagan (Centella asiatica). Dibimbing oleh LATIFAH K DARUSMAN dan WULAN TRI WAHYUNI. Ekstraksi asiatikosida dari pegagan sudah banyak dilakukan, tetapi metode yang optimum masih perlu dikembangkan. Penelitian ini bertujuan menentukan metode ekstraksi yang optimum dan pemurnian asiatikosida dari pegagan. Parameter ekstraksi yang digunakan ialah suhu, waktu, dan pelarut dengan bantuan ultrasonik. Kadar asiatikosida diukur dengan spektrofotometer ultraviolet-visible. Ekstrak yang mengandung asiatikosida paling tinggi difraksionasi dengan kromatografi kolom menggunakan kloroform:metanol secara gradien bertahap. Kadar dan kemurnian asiatikosida dianalisis menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi. Kondisi ektraksi yang optimum terdapat pada pelarut etanol suhu 30 °C dengan bantuan sonikasi selama 15 menit. Fraksi asiatikosida dapat dipisahkan dengan kromatografi kolom saat elusi kloroform:metanol nisbah 6:4, 5:5, dan 4:6. Kadar asiatikosida yang diperoleh ialah 23.14 mg/g fraksi KLT preparatif 1 dan 193.75 mg/g fraksi KLT preparatif 2 dengan persentase kemurnian masing-masing kurang dari 50%. Kata kunci: asiatikosida, ekstraksi, pegagan.
ABSTRACT DWI ERNAWATI. Extraction Optimization and Purification of Asiaticoside from Centella asiatica. Supervised by LATIFAH K DARUSMAN and WULAN TRI WAHYUNI. Extraction of asiaticoside from Centella asiatica has already reported but the effective extraction method should be continuously developed. This study was developed to find an effective extraction and purification method of asiaticoside from this species. Extraction parameter such as temperature, time, and solvent were varied and extraction was conducted using ultrasonic. Asiaticoside content from crude extract was determined using ultraviolet-visible spectrophotometer. Asiaticoside from the extract was further isolated by column chromatography with chloroform: methanol as using step gradient elution. The concentration and purity of asiaticoside fraction from preparative TLC was determined using high performance liquid chromatography analysis. The optimum extraction conditions was that using ethanol as solvent at 30 °C for 15 min. The result showed that the best eluent to separate asiaticoside fraction was chloroform: methanol in 6:4, 5:5, and 4:6 ratios. The asiaticoside contents of fraction 1 and 2 was 23:14 mg/g preparative TLC fraction and 193.75 mg/g preparative TLC fraction with purity less than 50%. Keywords: asiaticoside, Centella asiatica, extraction
PENGOPTIMUMAN EKSTRAKSI DAN PEMURNIAN ASIATIKOSIDA DARI PEGAGAN (Centella asiatica)
DWI ERNAWATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Pengoptimuman Ekstraksi dan Pemurnian Asiatikosida dari Pegagan (Centella asiatica) Nama : Dwi Ernawati NIM : G44090056
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Latifah K Darusman, MS Pembimbing I
Wulan Tri Wahyuni, SSi, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Judul Skripsi: Pengoptimuman Ekstraksi dan Pemurnian Asiatikosida dari Pegagan (Centella asiatica) : Dwi Ernawati Nama NIM : 044090056
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Lati K Darusman, MS Pembimbing I
Wulan Tri Wahyuni, SSi, MSi
Pembimbing II
MS
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian yang berjudul Pengoptimuman Ekstraksi dan Pemurnian Asiatikosida dari Pegagan (Centella asiatica) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof Dr Ir Latifah K Darusman, MS dan Wulan Tri Wahyuni, SSi, MSi selaku pembimbing atas arahan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. Ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh staf Laboratorium Kimia Analitik (Pak Eman, Pak Dede, dan Bu Nunung), staf Laboratorium Bersama (Mas Eko), dan analis di Pusat Studi Biofarmaka (Bu Nunuk, Mbak Lela, Mbak Ina, Mas Endi, dan Mas Antonio) yang telah memberikan bantuan dan masukan kepada penulis. Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu, Ayah, Kakak, dan Adik tercinta atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang selalu diberikan. Semoga laporan hasil penelitian ini dapat bermanfaat. Bogor, Februari 2014 Dwi Ernawati
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
BAHAN DAN METODE
2
Alat dan Bahan
2
Metode
2
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Kadar Air dan Abu
5
Ekstrak Pegagan dan Kadar Asiatikosida
6
Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom
7
Pemurnian Asiatikosida dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
9
Kadar dan Kemurnian Asiatikosida dengan HPLC SIMPULAN DAN SARAN
11 12
Simpulan
12
Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
13
LAMPIRAN
15
RIWAYAT HIDUP
27
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
Perlakuan parameter pelarut, suhu, dan waktu sonikasi Nisbah eluen pada analisis KCKT Rendemen hasil ekstraksi dengan parameter pelarut, suhu, dan waktu Nilai Rf fraksi hasil KLTP dengan analisis KLT Kadar asiatikosida hasil HPLC Kadar asiatikosida
3 5 7 10 12 12
DAFTAR GAMBAR 1 Tanaman pegagan 2 Struktur asiatikosida (Jia dan Lu 2008) 3 Profil analisis KLT sebelum (a) dan setelah (b) penyemprotan dengan pereaksi Liebermann-Buchard dengan eluen kloroform-metanol-air 13:5:0.8 4 Profil KLT dari kiri ke kanan fraksi 1 sampai fraksi 14 hasil kromatografi kolom 5 Profil isolasi asiatikosida dengan KLTP (1) standar asiatikosida (2) noda yang memiliki intensitas warna ungu yang tinggi (3) noda yang memiliki warna ungu kehitaman 6 Profil KLT dari kiri ke kanan (a) Larutan standar asiatikosida (b) fraksi KLTP 1 (c) fraksi KLTP 2 7 Kromatogram hasil HPLC larutan (a) standar asiatikosida (b) fraksi KLTP 1 dan (c) fraksi KLTP 2
5 6 8 9 10 10 11
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Diagram alir penelitian Hasil determinasi tanaman pegagan Penentuan kadar air simplisia pegagan Penentuan kadar abu simplisia pegagan Rendemen ekstraksi dengan parameter pelarut, suhu, dan waktu Profil spektrum larutan standar asiatikosida pada pemayaran 200 nm sampai 400 nm 7 Kadar asiatikosida pada pengukuran panjang gelombang 206 nm 8 Penentuan uji t 9 Nilai Rf dari eluen kloroform-metanol-air 13:5:0.8 10 Nilai Rf dari fraksi hasil kolom kromatografi 11 Persentase rendemen fraksi hasil kromatografi kolom 12 Kadar dan persentase kemurnian asiatikosida
15 16 17 17 18 20 20 21 22 23 24 25
PENDAHULUAN Pegagan (Centella asiatica) merupakan tanaman liar yang tumbuh di berbagai tempat seperti di daerah-daerah lembap, rawa, dan pinggiran sawah. Tanaman ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tanaman obat karena memiliki beberapa khasiat, di antaranya untuk antioksidan, antibiotik, antidemam, antidiuretik, penyembuh luka, rematik, obat penurun panas, penambah nafsu makan, melancarkan peredaran darah, hepatoprotektor, dan meningkatkan daya ingat (Widowati 1992). Pegagan mengandung vitamin C sehingga dapat dimanfaatkan sebagai campuran minuman herbal instan yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Roni 2008). Menurut Kristina (2009), uji fitokimia pegagan menunjukkan hasil yang positif pada terpenoid, saponin, tanin, flavonoid, dan alkaloid. Kandungan bahan aktif yang paling penting adalah triterpenoid. Efek farmakologi utama dari pegagan diketahui berasal dari kandungan senyawa triterpenoid meliputi asiatikosida, sentellosida, madekosida, dan asam asiatikat. Senyawa asiatikosida sering menjadi marker pada tanaman pegagan. Asiatikosida terbukti dapat beRf ungsi sebagai antibakteri pada penelitian Reniza (2003). Penelitian ekstraksi asiatikosida dari pegagan telah banyak dilakukan. Menurut Kim et al. (2009), asiatikosida dapat diekstraksi menggunakan pelarut air, metanol, dan etanol pada parameter suhu yang berbeda. Kadar asiatikosida tertinggi terdapat dalam ekstrak etanol pada suhu 78 °C, yaitu 17.7 mg/g ekstrak dengan ekstraksi maserasi selama 5 jam. Pada suhu ruang, kadar asiatikosida yang paling tinggi terdapat dalam ekstrak metanol, yaitu 8.2 mg/g ekstrak dengan ekstraksi maserasi selama 24 jam. Penelitian yang lain menunjukkan bahwa asiatikosida dapat diisolasi dari ekstrak etanol dengan metode pemisahan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Pengukuran kadar asiatikosida dapat dilakukan dengan KLT-densitometri (James et al. 2011). Reniza (2003) melaporkan isolasi asiatikosida melalui ekstraksi maserasi selama 24 jam, dan pemisahan dengan kromatografi kolom. Kadar yang terukur dengan KLTdensitometri sebesar 0.25 mg/g fraksi kolom. Pegagan juga dapat diekstraksi dengan metode sokhlet selama 8 jam menggunakan pelarut metanol dan diukur kadar asiatikosidanya menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) pada panjang gelombang 206 nm (Rafamantanana et al. 2009). Metode ekstraksi maserasi membutuhkan waktu yang relatif lama agar sampel dapat terekstraksi secara optimum. Asiatikosida juga dapat diekstraksi dengan bantuan gelombang ultrasonik, yang relatif lebih cepat dibandingkan metode maserasi. Ekstraksi pegagan dengan pelarut etanol menggunakan bantuan sonikasi selama 30 menit memberikan kadar asiatikosida sebesar 3.14 mg/g ekstrak dengan pengukuran KCKT (Know et al. 2011). Ekstraksi asiatikosida dari pegagan telah banyak dilakukan tetapi pada penelitian Reniza (2003), Kim et al. (2009) dan Rafamantanana et al. (2009) memerlukan waktu ekstraksi yang relatif lama sedangkan pada penelitian Know et al. (2011) meskipun waktu ekstraksi lebih cepat tetapi kadar asiatikosida yang dihasilkan relatif rendah. Penentuan teknik ekstraksi dan pemurnian asiatikosida dari pegagan masih perlu dioptimumkan agar diperoleh metode yang paling efektif. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan menentukan metode yang optimum untuk ekstraksi dan pemurnian asiatikosida dari pegagan (Centella asiatica)
2
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah peralatan kaca, penggiling, eksikator, oven, pembakar bunsen, tanur, penguap putar, spektrofotometer (UV-Vis), pelat KLT silika gel GF254, kolom kromatografi, bejana kromatografi, pelat KLT preparatif, lampu UV, KCKT, penangas ultrasonik, dan alat-alat lain yang lazim digunakan di laboratorium. Bahan-bahan yang digunakan adalah tanaman pegagan dari kebun Biofarmaka Cikabayan, etanol teknis, metanol teknis, metanol p.a, kloroform, akuades, silika gel GF254, standar asiatikosida, pereaksi Liebermann-Buchard, dan kertas saring.
Metode Metode penelitian yang dilakukan meliputi beberapa tahap (Lampiran 1), yaitu penyiapan sampel, penentuan kadar air dan abu, dan ekstraksi sampel menggunakan bantuan sonikasi. Ekstrak yang dihasilkan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis. Ekstrak dengan kandungan asiatikosida paling tinggi difraksionasi menggunakan kromatografi kolom sehingga diperoleh fraksi-fraksi, berdasarkan analisis dengan KLT dan pembandingan dengan larutan standar. Fraksi yang mengandung asiatikosida digabung dan difraksionasi lebih lanjut dengan KLT preparatif sehingga diperoleh fraksi asiatikosida. Kadar asiatikosida yang diperoleh ditentukan dengan KCKT. Penyiapan Sampel Pegagan dicuci sampai bersih lalu dikeringkan pada suhu 40-50 °C selama 6-7 hari menggunakan oven. Setelah kering, pegagan digiling sehingga diperoleh serbuk pegagan, yang siap untuk dianalisis. Penentuan Kadar Air (AOAC 2007) Cawan porselen dikeringkan pada suhu 105 °C selama 30 menit. Setelah itu, cawan didinginkan dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang. Sebanyak 2 g pegagan dimasukkan dalam cawan tersebut dan dipanaskan pada suhu 105 °C selama 5 jam, kemudian didinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan ditimbang. Prosedur dilakukan hingga diperoleh bobot konstan. Penentuan kadar air ini dilakukan sebanyak 3 kali ulangan (triplo). Persen kadar air pegagan ditentukan dengan persamaan sebagai berikut: A-B
Kadar air (%) = ×100% A Keterangan: A = bobot contoh sebelum dikeringkan (g) B = bobot contoh setelah dikeringkan (g)
3 Penentuan Kadar Abu (AOAC 2007) Cawan porselen dikeringkan ke dalam tanur listrik bersuhu 600 °C selama 30 menit. Kemudian cawan didinginkan dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang bobot kosongnya. Sebanyak 2 g pegagan dimasukkan ke dalam cawan tersebut, lalu dipijarkan di atas nyala api pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi. Setelah itu, cawan dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600 °C selama 2 jam hingga diperoleh abu. Cawan berisi abu didinginkan dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang. Prosedur dilakukan sebanyak 3 kali ulangan (triplo). Kadar abu pegagan dihitung dengan persamaan sebagai berikut: B
Kadar air (%) = × 100 % A Keterangan: A = bobot sampel (g) B = bobot abu (g) Ekstraksi Tabel 1 Perlakuan parameter pelarut, suhu, dan waktu sonikasi Pelarut
Suhu (°C) 30
Etanol
40
50
30
Metanol
40
50
Waktu (menit) 15 30 60 15 30 60 15 30 60 15 30 60 15 30 60 15 30 60
Ekstraksi pegagan dalam penelitian ini dilakukan dengan rancangan percobaan faktorial lengkap. Ekstraksi dilakukan dengan bantuan sonikasi pada frekuensi gelombang 38 kHz. Serbuk pegagan ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan pelarut. Nisbah sampel dengan pelarut ialah 1:5 (b/v). Sonikasi dilakukan dengan meragamkan parameter jenis pelarut, suhu, dan waktu seperti pada Tabel 1. Setiap perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Ekstrak disaring menggunakan kertas saring lalu filtrat dipekatkan
4 dengan penguap putar. Ekstrak pekat yang diperoleh ditimbang dan ditentukan rendemennya. Pengukuran Kadar Asiatikosida dengan Spektrofotometer UV-Vis Larutan standar asiatikosida 100 ppm dipayar pada rentang panjang gelombang 200 nm sampai 400 nm sehingga diperoleh panjang gelombang maksimum. Ekstrak yang diperoleh dari beberapa perlakuan ditimbang sebanyak 0.01 g dilarutkan dengan 10 mL metanol kemudian diencerkan 10 kali. Larutan sampel diukur pada panjang gelombang maksimum standar asiatikosida, yaitu 206 nm (Rafamantanana et al. 2009). Selanjutnya, ditentukan kadar asiatikosida dengan membandingkan nilai absorbansi sampel dengan standar. Pemisahan dengan Kromatografi Kolom Sebanyak 40 g silika gel GF254 dicampurkan dengan pelarut kloroform. Campuran ini dimasukkan ke dalam kolom yang telah dibilas dengan eluen dan ujungnya diberi kapas. Panjang kolom 60 cm dengan diameter 2.5 cm. Selanjutnya kolom dielusi sampai tercapai kesetimbangan. Fase gerak dalam penelitian ini diatur secara gradien bertahap, yaitu kloroform-metanol dengan nisbah berturut-turut 10:90, 20:80, 30:70, 40:60, 50:50, 60:40, 70:30, 80:20, dan 90:10 (v/v). Sebanyak 2 g ekstrak yang mengandung kadar asiatikosida paling tinggi dilarutkan dengan 10 mL etanol kemudian diaplikasikan ke dalam kolom dan dielusi. Eluat ditampung setiap 5 mL dan dianalisis dengan KLT menggunakan fase gerak berupa campuran kloroform-metanol-air dengan nisbah 13:5:0.8 (Depkes RI 2008) dan fase diam pelat silika gel GF254. Noda yang diperoleh dideteksi di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 dan 366 nm. Deteksi noda asiatikosida dilakukan dengan pereaksi Liebermann-Buchard. Kemudian nilai Rf dihitung dan dibandingkan dengan standar asiatikosida. Fraksi yang memiliki Rf yang sama dengan standar asiatikosida digabungkan menjadi 1 fraksi. Pemisahan dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif Fraksi yang mengandung asiatikosida dipisahkan kembali menggunakan KLT preparatif. Sebanyak 0.1 g ekstrak dilarutkan dalam 1 mL etanol kemudian ditotolkan pada lempeng KLT preparatif. Fraksi yang memiliki nilai Rf sama dengan standar asiatikosida dikerok, lalu dilarutkan dengan etanol. Larutan tersebut didekantasi, disaring, lalu dipekatkan. Asiatikosida yang diperoleh dianalisis kadarnya menggunakan KCKT. Analisis dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Kadar dan kemurnian asiatikosida diukur sesuai metode Rafamantanana et al. (2009) yang telah dimodifikasi. Larutan sampel disiapkan dengan melarutkan 0.0040 g fraksi KLT preparatif dalam 5 mL metanol. Sebanyak 20 µL larutan diinjeksikan ke dalam kolom KCKT. Larutan standar asiatikosida 100 ppm juga diinjeksikan sehingga dapat dibandingkan luasnya. Kondisi KCKT yang digunakan ialah kolom C18 sebagai fase diam dan fase gerak asetonitril-air dengan nisbah yang ditunjukkkan pada Tabel 2. Kadar dan kemurnian asiatikosida ditentukan pada panjang gelombang 206 nm.
5 Tabel 2 Nisbah eluen pada analisis KCKT Waktu (menit) Asetonitril Air 0.01 20 80 15 35 65 20 55 45 21 80 20 27 80 20 28 20 80 35 20 80
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air dan Abu Pegagan (Gambar 1) yang digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu dideterminasi di Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Hasil determinasi (Lampiran 2) memastikan bahwa sampel yang digunakan ialah pegagan (Centella asiatica L. Urb). Pegagan mengandung beberapa bahan aktif, meliputi terpenoid, saponin, tanin, flavonoid, dan alkaloid (Kristina 2009).
Gambar 1 Tanaman pegagan Kadar air pegagan yang diperoleh ialah 4.94% dan kadar abu sebesar 9.30%. Menurut Depkes RI (2008), kadar air herba pegagan tidak lebih dari 10% dan kadar abu tidak lebih dari 16.6% sehingga hasil yang diperoleh memenuhi syarat mutu herba pegagan. Hasil perhitungan kadar air dan kadar abu disajikan pada Lampiran 3 dan 4. Kadar air digunakan untuk mengoreksi rendemen hasil ekstraksi. Selain itu, berkaitan dengan ketahanan sampel terhadap bakteri karena kadar air yang tinggi akan menyebabkan simplisia rentan terhadap serangan jamur dan kapang. Kadar abu menunjukkan jumlah kandungan mineral yang terdapat pada sampel.
6 Ekstrak Pegagan dan Kadar Asiatikosida Efek farmakologi pegagan yang berkaitan dengan fungsi kognitif diketahui berasal dari kandungan senyawa triterpenoid, yaitu asiatikosida (Gambar 2).
Gambar 2 Struktur asiatikosida (Jia dan Lu 2008) Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa ekstraksi pegagan dapat dilakukan dengan metode maserasi (Reniza 2003), sokhlet (Rafamantanana et al. 2009), dan bantuan sonikasi (Know et al. 2011). Ekstraksi pegagan dengan maserasi membutuhkan waktu yang cukup lama. Know et al. (2011) melaporkan bahwa ekstraksi yang efisien dapat dilakukan dengan bantuan sonikasi selama 30 menit. Hasil yang diperoleh tidak menunjukan perbedaan yang signifikan antara maserasi selama 24 jam dengan bantuan sonikasi selama 30 menit. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini ekstraksi pegagan dilakukan dengan bantuan sonikasi. Ekstraksi dengan sonikasi lebih cepat dan efisien dibandingkan maserasi. Hal ini disebabkan oleh terjadinya kavitasi akibat adanya gelombang ultrasonik. Kavitasi merupakan proses pembentukan gelembung-gelembung kecil akibat adanya transmisi gelombang ultrasonik untuk membantu difusi pelarut ke dalam dinding sel tanaman (Ashley et al. 2001). Ekstraksi dalam penelitian ini dilakukan dengan meragamkan parameter pelarut, suhu, dan waktu. Pelarut yang digunakan ialah etanol dan metanol dengan suhu yang digunakan 30 °C, 40 °C dan 50 °C. Waktu sonikasi yang digunakan ialah 15 menit, 30 menit dan 60 menit. Variasi kondisi ekstraksi dilakukan untuk menentukan metode ekstraksi asiatikosida yang optimum dari pegagan. Rendemen hasil ekstraksi asiatikosida pegagan disajikan pada Tabel 3. Syarat mutu herba pegagan memiliki rendemen hasil ekstraksi tidak kurang dari 7.2% (Depkes RI 2008). Berdasarkan hasil ekstraksi diperoleh rendemen dari masing masing kondisi ialah berkisar antara 11%-17%. Persentase rendemen yang dihasilkan lebih tinggi dari syarat mutu herba pegagan. Perhitungan persentase rendemen hasil ekstraksi dipaparkan pada Lampiran 5. Pemayaran larutan standar asiatikosida dilakukan pada panjang gelombang 200 nm sampai 400 nm (Lampiran 6). Hasil pemayaran larutan standar asiatikosida 100 ppm memiliki nilai absorbansi yang terdeteksi pada kisaran panjang gelombang 201 nm sampai 207 nm. Menurut Rafamantanana et al. (2009) panjang gelombang maksimum asiatikosida terdapat pada 206 nm
7 sehingga dalam penelitian ini dilakukan pengukuran kadar asiatikosida pada 206 nm. Tabel 3 Rendemen hasil ekstraksi dengan parameter pelarut, suhu, dan waktu Rerata Suhu Kondisi Pelarut Waktu Rendemen (%) konsentrasi 206 (°C) (menit) n=3 nm (ppm) n=3 15 11.71 125.1163 1 30 30 16.56 127.7519 2 60 15.15 118.2946 3 15 11.72 82.7907 4 Etanol 40 30 11.79 91.4729 5 60 16.07 110.0775 6 15 11.47 98.9147 7 60 30 14.36 105.2713 8 60 15.98 116.4341 9 15 11.57 98.1395 10 30 30 13.72 92.2481 11 60 14.19 104.186 12 15 11.41 124.4961 13 Metanol 40 30 13.11 113.0233 14 60 15.15 119.845 15 15 11.58 103.876 16 60 30 12.41 118.2946 17 60 15.12 107.4419 18 Tabel 3 memperlihatkan bahwa kadar asiatikosida tertinggi terdapat pada kondisi 1 (pelarut etanol pada 30 °C selama 15 menit), kondisi 2 (pelarut etanol pada 30 °C selama 30 menit, dan kondisi 13 (pelarut metanol pada 40 °C selama 15 menit). Perhitungan kadar asiatikosida terdapat pada Lampiran 7. Optimasi ekstraksi dapat dilihat berdasarkan pertimbangan suhu dan waktu. Kondisi 1 memiliki nilai yang tidak berbeda nyata (Lampiran 8) dibandingkan dengan kondisi 2 dan 13 yang membutuhkan waktu yang lebih lama dan suhu yang lebih tinggi. Pada kondisi 1 hanya diekstraksi selama 15 menit sedangkan kondisi 2 selama 30 menit. Kondisi 13 membutukan suhu yang lebih tinggi dibandingkan kondisi 1. Oleh sebab itu, kondisi 1 dipilih sebagai ekstrak yang paling optimum untuk menghasilkan kadar asiatikosida.
Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom Ekstrak pegagan selanjutnya difraksionasi dengan kromatografi kolom menggunakan silika gel sebagai fase diam dan eluen kloroform:metanol dengan pola gradien bertahap sebagai fase geraknya. Sampel yang akan difraksionasi dilarutkan dengan pelarut etanol kemudian dielusi dengan kloroform sebanyak 2
8 kali volume kolom. Hal ini bertujuan memisahkan senyawa-senyawa yang lebih bersifat nonpolar hingga semipolar dari sampel. Kemudian elusi dilanjutkan dengan nisbah kloroform:metanol secara gradien bertahap masing masing sebanyak 1 kali volume kolom. Fraksi hasil kromatografi kolom dianalisis menggunakan KLT. Menurut Depkes RI (2008), eluen terbaik untuk pemisahan asiatikosida dengan analisis KLT ialah kloroform-metanol-air (13:5:0.8). Profil analisis KLT sebelum penyemprotan dengan pereaksi Liebermann-Buchard (Gambar 3) tidak menunjukan adanya noda asiatikosida yang terdeteksi pada penyinaran 254 nm dan 366 nm. Identifikasi adanya asiatikosida dapat dilakukan dengan uji triterpenoid, yaitu menyemprot KLT dengan pereaksi Liebermann-Buchard .
a
b
Gambar 3 Profil analisis KLT sebelum (a) dan setelah (b) penyemprotan dengan pereaksi Liebermann-Buchard dengan eluen kloroform-metanol-air 13:5:0.8 Hasil yang positif ditunjukkan dengan perubahan warna ungu pada lempeng KLT (Depkes RI 2008). Noda asiatikosida pada standar dan sampel berwarna ungu yang terlihat pada profil KLT setelah dilakukan penyemprotan dengan pereaksi Liebermann-Buchard (Gambar 3). Nilai Rf standar asiatikosida dan sampel masing-masing ialah 0.24 dan 0.21. Perhitungan nilai Rf yang dihasilkan tersaji pada Lampiran 9. Eluat yang diperoleh dari kromatografi kolom dianalisis menggunakan KLT. Eluat yang memiliki noda yang sama digabung menjadi satu fraksi. Dalam penelitian ini jumlah fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom ialah 14 fraksi. Asiatikosida pada sampel terdapat pada fraksi 11 dan fraksi 12 yang dibuktikan dengan adanya noda warna ungu pada lempeng KLT setelah dilakukan penyemprotan dengan pereaksi Liebermann-Buchard (Gambar 4). Nilai Rf standar asiatikosida yang diperoleh ialah 0.24. Noda warna ungu yang terdapat pada fraksi 11 dan fraksi 12 memilki nilai Rf yang hampir sama dengan standar, yaitu 0.23. Perhitungan nilai Rf dari fraksi hasil kromatografi kolom terdapat pada Lampiran 10. Fraksi 11 dan fraksi 12 diperoleh dari hasil elusi kloroform:metanol nisbah 6:4, 5:5, dan 4:6. Sebanyak 2 gram sampel yang dielusi ke dalam kolom memberikan persentase rendemen fraksi yang mengandung asiatikosida sebesar 37.77% dengan warna ekstrak yang dihasilkan ialah kuning keemasan. Rendemen yang
9 dihasilkan relatif tinggi karena fraksi masih mengandung senyawa lain selain asiatikosida. Pada analisis KLT fraksi 11 masih terdapat 3 noda dan fraksi 12 terdapat 5 noda. Hal ini menunjukan bahwa isolasi asiatikosida belum terpisah secara baik. Perhitungan persentase rendemen dari fraksi hasil kromatografi kolom terdapat pada Lampiran 11. 1 2
3 4 5
6 7 8 9 10 11 12 13 14
Gambar 4 Profil KLT dari kiri ke kanan fraksi 1 sampai fraksi 14 hasil kromatografi kolom Pemurnian Asiatikosida dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif Pemurnian asiatikosida dilakukan dengan menggabungkan fraksi 11 dan 12 kemudian dianalisis dengan KLT preparatif. Analisis KLT preparatif dilakukan menggunakan fase gerak berupa kloroform-metanol-air dengan nisbah 13:5:0.8 dan fase diam berupa gel GF254. Hasil KLT preparatif dapat terlihat pada Gambar 5. Pada lempeng KLT preparatif dilakukan penotolan larutan standar asiatikosida, penotolan sampel sebagai penduga nilai Rf asiatikosida, dan penotolan sampel yang akan dimurnikan. Profil KLT preparatif tersebut menunjukan bahwa nilai Rf yang diperoleh dari standar sebesar 0.37, nilai Rf pada noda 2 sebesar 0.31 sedangkan pada noda 3 sebesar 0.22. Noda 2 dan noda 3 diduga mengandung asiatikosida karena setelah dilakukan penyemprotan dengan pereaksi LiebermannBuchard terjadi perubahan warna dari tak berwarna menjadi ungu. Noda 2 menunjukan perubahan warna ungu dengan intensitas yang lebih tinggi sedangkan noda 3 menunjukan warna ungu kehitaman.
10
1
2 3
Gambar 5 Profil isolasi asiatikosida dengan KLTP (1) standar asiatikosida (2) noda yang memiliki intensitas warna ungu yang tinggi (3) noda yang memiliki warna ungu kehitaman Sampel yang sejajar dengan noda 2 dan noda 3 dikerok lalu dilarutkan dengan etanol kemudian didekantasi dan disaring sehingga diperoleh fraksi asiatikosida. Noda 2 sebagai fraksi KLTP 1 dan Noda 3 sebagai fraksi KLTP 2. Persentase rendemen yang dihasilkan dari fraksi KLTP 1 ialah 7.37% sedangkan pada fraksi KLTP 2 sebesar 16.43%.
a
b
c
Gambar 6 Profil KLT dari kiri ke kanan (a) Larutan standar asiatikosida (b) fraksi KLTP 1 (c) fraksi KLTP 2 Tabel 4 Nilai Rf fraksi hasil KLTP dengan analisis KLT Fraksi Standar Fraksi KLTP 1 Fraksi KLTP 2
Noda 1 1 2 1 2
Jarak noda (cm) 1.92 1.92 2.56 1.28 1.92
Jarak eluen (cm) 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00
Nilai Rf 0.24 0.24 0.32 0.16 0.24
Profil analisis KLT (Gambar 6) diatas menunjukan bahwa fraksi KLTP 1 dan fraksi KLTP 2 terbukti mengandung asiatikosida. Noda larutan standar asiatikosida sejajar dengan noda yang terdapat pada fraksi KLTP 1 dan fraksi KLTP 2. Noda tersebut menunjukan warna ungu seperti noda standar. Pemisahan asiatikosida masih belum sempurna karena masih terdapat senyawa lain pada sampel. Nilai Rf dari profil KLT tersebut disajikan pada Tabel 4. Analisis lanjutan
11 dengan KLT dilakukan dengan elusi menggunakan kloroform-metanol-air nisbah 13:5:0.8 sebagai fase geraknya dan fase diam berupa gel GF254. Selanjutnya, fraksi tersebut dibandingkan dengan larutan standar asiatikosida. Kadar dan Kemurnian Asiatikosida dengan HPLC Kadar dan kemurnian asiatikosida yang diperoleh dapat dilihat dari nisbah kromatogram standar asiatikosida dan sampel yang terdapat pada Gambar 7. Waktu retensi asiatikosida pada larutan standar sebesar 17.040 menit, fraksi 1 sebesar 17.117 menit dan fraksi 2 sebesar 16.906 menit.
a
b
c
Gambar 7 Kromatogram hasil HPLC larutan (a) standar asiatikosida (b) fraksi KLTP 1 dan (c) fraksi KLTP 2 Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa kadar asiatikosida fraksi KLTP 1 dan fraksi KLTP 2 sebesar 23.14 mg/g fraksi KLT preparatif dan 193.75 mg/g fraksi
12 KLT preparatif dengan persentase kemurnian sebesar 9.15% dan 45.86%. Pemurnian asiatikosida pada penelitian ini masih belum berhasil karena persentase masih kurang dari 50%. Perhitungan kadar asiatikosida dipaparkan pada Lampiran 12. Tabel 5 Kadar asiatikosida hasil HPLC Waktu Retensi Luas Konsentrasi Kadar Fraksi KLT Larutan (menit) Area (ppm) preparatif (mg/g) Standar 17.040 495741 100 Fraksi KLTP 1 17.117 91743 18.5 23.14 Fraksi KLTP 2 16.906 767782 155 193.75 Tabel 6 menunjukan bahwa fraksi KLTP 2 memiliki kadar asiatikosida yang relatif tinggi. Isolasi asiatikosida pada penelitian Reniza (2003) diperoleh kadar sebesar 0.25 mg/g fraksi kolom dari ekstrak metanol:air (4:1). Pengukuran kadar dilakukan dengan KLT-Densitometri. Kim et al. (2009) melaporkan bahwa ekstrak etanol menghasilkan asiatikosida sebesar 5.2 mg/g ekstrak pada suhu 25 °C dengan maserasi selama 24 jam dan 17.7 mg/g ekstrak pada suhu 78 °C dengan maserasi selama 5 jam. Penelitian Know et al. (2011), ekstak etanol dengan sonikasi selama 30 menit diperoleh kadar asiatikosida sebesar 3.14 mg/g ekstrak. Dalam penelitian ini, ekstrak etanol hanya disonikasi selama 15 menit dan diperoleh kadar 12.02 mg/g ekstrak pada fraksi 2. Hasil asiatikosida yang diperoleh dalam penelitian ini memiliki kadar yang lebih tinggi dibandingkan penelitian sebelumnya kecuali pada penelitian Kim et al. (2009) yang memiliki kadar asiatikosida sebesar 17.7 mg/g ekstrak pada ekstrak etanol suhu 78 °C tetapi membutuhkan waktu ekstraksi yang lebih lama. Hal ini membuktikan bahwa metode ekstraksi yang dilakukan dalam penelitian ini lebih optimum sehingga diperoleh kadar asitikosida yang lebih tinggi dibandingkan penelitian sebelumnya.
Larutan Fraksi KLTP 1 Fraksi KLTP 2
Tabel 6 Kadar asiatikosida kadar mg/g fraksi KLT mg/g fraksi preparatif kolom 23.14 1.71 193.75 31.81
mg/g ekstrak 0.64 12.02
mg/g sampel 0.07 1.41
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ekstraksi asiatikosida yang optimum dari pegagan dilakukan dengan sonikasi menggunakan pelarut etanol pada suhu 30 °C selama 15 menit. Pemisahan asiatikosida yang optimum pada kromatografi kolom ialah saat elusi
13 dengan kloroform:metanol nisbah 6:4, 5:5, dan 4:6. Kadar asiatikosida yang diperoleh pada fraksi KLTP 1 dan fraksi KLTP 2 sebesar 23.14 mg/g fraksi KLT preparatif dan 193.75 mg/g fraksi KLT preparatif dengan persentase kemurnian sebesar 9.15 % dan 45.86 %. Pemurnian asiatikosida yang diperoleh dalam penelitian ini belum berhasil karena asiatikosida masih bercampur dengan senyawa lain dan persentase kemurnian yang dihasilkan relatif rendah. Saran Pemurnian asiatikosida masih diperlukan pemisahan lanjutan dari fraksi KLT preparatif sehingga diperoleh persentase pemurnian yang tinggi dan perlu meragamkan pelarut kloroform-metanol-air sebagai eluen terbaik untuk elusi analisis KLT preparatif sehingga noda asiatikosida dapat terpisah lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemist Edition 2nd. 2007. Official Methods of AOAC International. AOAC 930.15 & 942.15. Arlington: AOAC International. Ashley K, Andrew RN, Canazona L, Demange M. 2001. Ultrasonic extraction as a sample preparation technique for elemental analysis by atomic spectrometry. Journal of Analytical Atomic Spectrometry. 16: 1147-1153. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Farmakope Herbal Indonesia Edisi 1. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Cetakan Kedua. Padmawita K & Soediro I, penerjemah. Bandung (ID): Penerbit ITB. Terjemahan dari: Phytochemical methods. Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory Handbook for the Fractionation of Natural Extract. London (GB): Chapman & Hall. James J, Dubery L. 2011. Identification and quantification of triterpenoid centelloids in Centella asiatica (L.) Urban by densitometric TLC. Journal of Planar Chromatography. 24:82-87. Jia G, Lu X. 2008. Enrichment and purification of madecassoside and asiaticoside from Centella asiatica extracts with macroporous resins. Journal of Chromatography A. 1193:136-141. Kim WJ, Kim J, Veriansyah B, Kim JD, Lee YW, Oh SG, Tjandrawinata R. 2009. Extraction of bioactive components from Centella asiatica using subcritical water. Journal of Supercritical Fluid. 48:211-216. Kristina NN, Kusumah ED, Lailani PK. 2009. Analisis fitokimia dan penampilan polapita protein tanaman pegagan (Centella asiatica) hasil konservasi in vivo. Bul.Littro. 20 (1):11-20. Know HJ, Jae HP, Gyu TK, and Yong DP. 2011. Determination of madecassoside and asiaticoside content of Centella asiatica leaf and Centella asiatica
14 containing ointment and dentifrice by HPLC-coupled pulsed amperometric detection. Microchemical Journal. 98:115-120. Rafamantana MH, Rozet E, Raoelison GE,Cheuk K, Ratsimamanga SU, Hubert Ph, Leclercq JQ. 2009. An improved HPLC-UV method for the simultaneous quantification of triterpenic glycoside and aglycones in leaves of Centella asitica (L) Urb (APIACEAE). Journal of Chromatography B. 877:2396-2402. Roni MD. 2008. Formulasi Minuman Herbal Instan Antioksidan dari Campuran Teh Hijau (Camellia sinensis), Pegagan (Centella asiatica), dan Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Reniza AW.2003. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Asiatikosida dari Pegagan (Centella asiatica L. Urban) sebagai Senyawa Antibakteri [skripsi].Bogor (ID): FMIPA IPB. Widowati L, Pedjiastuti, Indradi, dan Sundari.1992. Beberapa informasi khasiat keamanan dan fitokimia tanaman pegagan (Centella asiatica L.Urban). Warta Tumbuhan Obat Indonesia. 1(2):39-42.
15 LAMPIRAN Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Pegagan segar Dikeringkan dan dihaluskan Simplisia
Ekstraksi dengan parameter pelarut, suhu, dan waktu Pengukuran kadar asiatikosida dengan spektrofotometer UV-vis Ekstrak dengan kadar asiatikosida tertinggi difraksionasi dengan kromatografi kolom
Fraksi ke 1
Fraksi ke 2
Fraksionasi dengan KLT dan KLT preparatif Fraksi asiatikosida Analisis dengan HPLC Kadar dan pemurnian asiatikosida
Fraksi ke n
16 Lampiran 2 Hasil determinasi tanaman pegagan
17 Lampiran 3 Penentuan kadar air simplisia pegagan Ulangan
Bobot awal (g)
Bobot setelah dikeringkan (g)
% kadar air
1 2 3
2.0010 2.0017 2.0014
1.8896 1.9080 1.9100
5.57 4.68 4.57
Rerata
4.94
Contoh Perhitungan: Kadar air
=
bobot awal-bobot kering
=
2.0010 g – 1.8896 g
bobot awal
2.0010 g
×100%
×100%
= 5.57% Rerata
=
kadar air 1 + kadar air 2+ kadar air 3
=
5.57+4.68+4.57
3
3
= 4.94%
Lampiran 4 Penentuan kadar abu simplisia pegagan Ulangan
Bobot awal (g)
Bobot abu (g)
kadar abu (%)
1 2 3
2.0017 2.0026 2.0030
0.1857 0.1860 0.1869
9.28 9.29 9.33
Rerata
9.30
Contoh Perhitungan: Kadar abu
Rerata
=
Bobot abu Bobot awal
×100%
=
0.1857 g
=
Kadar abu 1 + Kadar abu 2+ Kadar abu 3
=
9.28+9.29+9.33
2.0017 g
×100%
= 9.28%
3
3
= 9.30%
18 Lampiran 5 Rendemen ekstraksi dengan parameter pelarut, suhu, dan waktu Pelarut
Suhu (°C)
waktu (s) 15
Etanol
30
30
60
15
Etanol
40
30
60
15
Etanol
50
30
60
15
Metanol
30
30
60
Ulangan
Bobot sampel (g)
Bobot ekstrak (g)
Rendemen (%)
1
5.0005
0.5528
11.05
2
5.0000
0.6102
12.2
3
5.0002
0.5938
11.88
1
5.0000
0.8036
16.07
2
5.0002
0.8467
16.93
3
5.0003
0.8334
16.67
1
5.0001
0.7608
15.22
2
5.0001
0.7801
15.6
3
5.0001
0.7309
14.62
1
5.0001
0.5807
11.61
2
5.0003
0.5807
11.61
3
5.0004
0.5964
11.93
1
5.0003
0.576
11.52
2
5.0004
0.5855
11.71
3
5.0004
0.6064
12.13
1
5.0001
0.8185
16.37
2
5.0000
0.7858
15.72
3
5.0001
0.8058
16.12
1
5.0002
0.5895
11.79
2
5.0003
0.577
11.54
3
5.0004
0.5535
11.07
1
5.0020
0.746
14.91
2
5.0001
0.691
13.82
3
5.0000
0.7167
14.33
1
5.0004
0.8155
16.31
2
5.0001
0.7738
15.48
3
5.0002
0.8075
16.15
1
5.0000
0.5863
11.73
2
5.0005
0.5501
11
3
5.0002
0.5994
11.99
1
5.0004
0.7057
14.11
2
5.0000
0.6614
13.23
3
5.0002
0.6904
13.81
1
5.0002
0.7068
14.14
2
5.0002
0.6885
13.77
3
5.0001
0.7327
14.65
Rerata (%) 11.71
16.56
15.15
11.72
11.79
16.07
11.47
14.36
15.98
11.57
13.72
14.19
19 Lanjutan lampiran 5 Rendemen ekstraksi dengan parameter pelarut, suhu, dan waktu Pelarut
Metanol
Suhu (°C)
waktu (s)
Ulangan 1
5.0003
0.5808
11.62
15
2
5.0001
0.5628
11.26
3
5.0001
0.5681
11.36
1
5.0003
0.6702
13.4
2
5.0003
0.6444
12.89
3
5.0002
0.6524
13.05
1
5.0000
0.7423
14.85
2
5.0000
0.7307
14.61
3
5.0000
0.7997
15.99
1
5.0001
0.5638
11.28
2
5.0001
0.5787
11.57
3
5.0000
0.5943
11.89
1
5.0003
0.6274
12.55
2
5.0001
0.5931
11.86
3
5.0001
0.6414
12.83
1
5.0000
0.7827
15.65
2
5.0001
0.7463
14.93
3
5.0001
0.7389
14.78
40
30
60
15
Metanol
50
30
60
Bobot sampel (g)
Bobot ekstrak (g)
Contoh perhitungan: Rendemen
=
Bobot ekstrak
=
0.5528 g
Bobot awal
5.0005 g
×100%
×100%
= 11.05% Rerata
=
Rendemen 1 + Rendemen 2+ Rendemen 3
=
11.05 % +12.20 %+11.88 %
3
= 11.71%
3
Rendemen (%)
Rerata (%) 11.41
13.11
15.15
11.58
12.41
15.12
20 Lamppiran 6 Proofil spektruum larutan standar asiattikosida padda pemayaraan 200 nm sam mpai 400 nm m
Lamppiran 7 Kaadar asiatikoosida pada pengukuran p n panjang geelombang 206 nm Larutan Staandar Koondisi 1 Koondisi 2 Koondisi 3 Koondisi 4 Koondisi 5 Koondisi 6 Koondisi 7 Koondisi 8 Koondisi 9 Koondisi 10 Koondisi 11 Koondisi 12 Koondisi 13 Koondisi 14 Koondisi 15 Koondisi 16 Koondisi 17 Koondisi 18
Rerata abbsorbansi (n= =3)
Rerata kon nsentrasi (ppm) n=3
Rerata konssentrasi (mg/g ekstraak) n=3
0.6645 0.8807 0.8824 0.7763 0.5534 0.5590 0.7710 0.6638 0.6679 0.7751 0.6633 0.5595 0.6672 0.8803 0.7729 0.7773 0.6670 0.7763 0.6693
100.00 000 125.11 163 127.75 519 118.29 946 82.79 907 91.47 729 110.07 775 98.91 147 105.27 713 116.43 341 98.13 395 92.24 481 104.18 860 124.49 961 113.02 233 119.84 450 103.87 760 118.29 946 107.44 419
12500 12788 11833 828 915 11011 989 10533 11644 981 922 10411 12455 11300 11988 10399 11833 10744
21 Contoh perhitungan: Konsentrasi
= =
Rata‐rata absorbansi sampel Absorbansi standar 0.8070 0.6450
Konsentrasi standar
×100 ppm
= 125.1163 ppm = 125.1163 mg/L = 0.125 mg/mL Kadar asiatikosida dalam mg/g ekstrak: = =
F
V
F B
.
L
L
.
= 1250 mg/g ekstrak
Lampiran 8 Penentuan uji t Kondisi
Uji t hitung
uji t tabel selang kepercayaan 95 %
Keterangan
1 dan 2 1 dan 13 2 dan 13
1.51 1.34 1.84
4.30 4.30 4.30
tidak beda nyata tidak beda nyata tidak beda nyata
Contoh perhitungan: t hitung
=
=
x1 - x2 sd1 2 sd2 2 + n2 n1 125.1163- 127.7519 0.47362
3
+
2.99032
n3
= 1.51 Uji t Keterangan
H0 : rataan hasil uji tidak beda nyata H1 : rataan hasil uji beda nyata
Hipotesis
H0 : µA = µB H1 : µA ≠ µB
t tabel (α=0.05) pada selang kepercayaan 95% adalah 4.30. t hitung < t tabel . Jadi H0 diterima sehingga percobaan yang diperoleh tidak beda nyata pada selang kepercayaan 95%.
22 Lampiran 9 Nilai Rf dari eluen kloroform-metanol-air 13:5:0.8 1
Jarak Noda (cm) 0.10
Jarak Eluen (cm) 8.00
2
0.60
8.00
0.08
3
1.20
8.00
0.15
4
1.70
8.00
0.21
5
3.90
8.00
0.49
6
4.30
8.00
0.54
7
5.10
8.00
0.64
8
5.70
8.00
0.71
9
6.00
8.00
0.75
10
6.50
8.00
0.81
11
6.90
8.00
0.86
12
7.70
8.00
0.96
standar
1.92
8.00
0.24
Noda
Contoh perhitungan: Nilai Rf = =
Jarak noda (cm) Jarak eluen (cm) 0.10 cm 8.00 cm
= 0.01
Nilai Rf 0.01
23
Lampiran 10 Nilai Rf dari fraksi hasil kolom kromatografi Fraksi
noda
Nilai Rf
standar
1
0.24
1
0.85
2
0.88
3 1
1
2
3
4
5
6
7
8
noda
Nilai Rf
1
0.53
2
0.59
3
0.68
0.95
4
0.96
0.89
1
0.38
2
0.96
2
0.44
1
0.86
3
0.46
2
0.89
4
0.53
3
0.98
5
0.60
1
0.66
6
0.71
2
0.75
7
0.96
3
0.86
1
0.11
4
0.98
2
1
0.65
3
0.23 0.96
2
0.75
1
0.11
3
0.81
2
0.23
4
0.85
3
0.46
5
0.94
4
0.53
1
0.88
5
0.59
=
9
10
11
12
2
0.96
1
0.10
1
0.68
2
0.20
2
0.80
3
0.44
3
0.86
4
0.96
4
0.89
1
0.10
1
0.66
2
0.20
2
0.96
3
0.45
4
0.98
Contoh Perhitungan: Nilai Rf =
Fraksi
Jarak noda (cm) Jarak eluen (cm) 6.80 cm 8.00 cm
= 0.85
13
14
24 Lampiran 11 Persentase rendemen fraksi hasil kromatografi kolom Fraksi
Eluat
Bobot awal (g)
Bobot ekstrak (g)
Rendemen(%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 dan 12 13 14
1- 9 10-14 15-17 18-41 42-51 52-53 54-68 69-72 73-82 83-99 100-150 151-194 195-231
2.0036 2.0036 2.0036 2.0036 2.0036 2.0036 2.0036 2.0036 2.0036 2.0036 2.0036 2.0036 2.0036
0.1854 0.0833 0.0332 0.1315 0.0637 0.0057 0.0795 0.0737 0.0669 0.2623 0.7567 0.4543 0.0511
9.25 4.16 1.66 6.56 3.18 0.28 3.97 3.68 3.34 13.09 37.77 22.67 2.55
Contoh perhitungan: Rendemen Fraksi 11-12 = =
Bobot ekstrak Bobot awal 2.0036 g 0.7567 g
×100%
×100%
= 37.77%
25 Lampiran 12 Kadar dan persentase kemurnian asiatikosida Larutan
Puncak
Waktu Retensi
Luas Area
1
1.375
4603
2
1.590
38893
3
1.764
2129
4
2.594
474585
5
3.042
1121
6
3.459
164874
7
3.667
24455
8
5.329
3500
9
14.803
6973
10
17.040
495741
1
1.276
48197
2
1.626
976024
3
2.461
446148
4
2.924
1553
5
3.330
165288
6
3.484
16127
7
3.812
31913
8
4.649
35837
9
5.168
8421
10
17.117
91743
1
1.291
27425
2
1.664
1138667
3
2.340
130815
4
2.474
365259
5
2.950
1457
6
3.346
165109
7
3.494
7621
8
4.090
1741
9
5.191
2927
10
14.395
427213
11
15.651
4629
12
16.906
767782
Standar
Fraksi KLTP 1
Fraksi KLTP 2
Bobot awal fraksi KLTP 1 dan fraksi KLTP 2 sebanyak 0.0040 g dalam 5 mL. Penentuan kadar asiatikosida Fraksi KLTP 2 : Luas puncak sampel = ×[standar] Luas Puncak standar
=
767782 495731
×100 ppm
26 = 155 ppm = 155 mg/L = 0.155 mg/mL Kadar fraksi KLTP 2 dalam mg/g fraksi KLT preparatif: Fraksi x Volume = Bobot fraksi KLTP mg
=
0.155 mL x 5 mL 0.0040 g
= 193.75 mg/g fraksi KLT preparatif Kadar fraksi KLTP 2 dalam mg/g fraksi kolom: mg asiatikosida g fraksi KLT preparatif = x g fraksi KLT preparatif
=
193.75 mg asiatikosida g fraksi KLT preparatif
g fraksi kolom
16.42 g fraksi KLT preparatif
x
100g fraksi kolom
= 31.81 mg/g fraksi kolom Kadar fraksi KLTP 2 dalam mg/g ekstrak: mg asiatikosida g fraksi kolom = x g fraksi kolom
=
g ekstrak
31.81 mg asiatikosida g fraksi kolom
x
37.77 g fraksi kolom 100 g ekstrak
= 12.02 mg/g fraksi ekstrak Kadar fraksi KLTP 2 dalam mg/g sampel: mg asiatikosida g ekstrak = x g ekstrak
=
g sampel
12.02 mg asiatikosida g ekstrak
x
11.71 g ekstrak 100 g sampel
= 1.41 mg/g sampel %Kemurnian fraksi KLTP 2: =
= =
Luas area sampel Luas area total sampel Luas area standar asiatikosida Luas area total standar
767782 3040645 495731 1216864
0.2525 0.40738
x Kemurnian standar
x 74.2% x 74.2%
= 45.99%
27
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pangandaran pada tanggal 22 Mei 1991 dari ayah Darnudi dan ibu Parti. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pangandaran. Selanjutnya, pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai staf Koperasi Mahasiswa (2009-2010), staf Departemen Syiar and Sains SERUM G (20102011), bendahara Departemen Pendidikan MIPA Go Field (2010-2011), bendahara Departemen Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa BEM G IPB (2011-2012). Penulis menjadi asisten praktikum Azas Kimia Analitik pada tahun ajaran 2011/2012, asisten praktikum Kimia Analitik Layanan pada tahun ajaran 2012/2013, asisten praktikum Kimia Bahan Alam tahun ajaran 2013/2014, dan asisten praktikum Kimia TPB pada tahun ajaran 2013/2014. Selain itu, penulis juga aktif sebagai tentor kimia pada Bimbingan Belajar Katalis IPB pada tahun 2010-2013. Bulan Juni hingga Agustus 2012 penulis melakukan Praktik Lapangan di Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) Jakarta Pusat dengan judul Penetapan Kadar Sukrosa dalam Madu dengan Menggunakan Metode Luff Schoorl.