PERANAN KOMUNIKASI DALAM KELUARGA TERHADAP PEMBENTUKAN JATI DIRI

Download JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA. ISSN : 2085 – ... PERANAN KOMUNIKASI DALAM KELUARGA ... orangtua dalam menyikapi anak remajanya ...

0 downloads 447 Views 203KB Size
JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

ISSN : 2085 – 0328

PERANAN KOMUNIKASI DALAM KELUARGA TERHADAP PEMBENTUKAN JATI DIRI REMAJA Effiati Juliana Hasibuan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Medan Area Email: [email protected] ABSTRACT One of the biggest challenges of adolescence is constructing their self-identity. Teens between the ages of 13 and 21 are not only maturing physically, but they are also growing into their new role as adults. In order to do this, they need to answer for themselves the question "Who am I?" In traditional or particularly rigid communities or families, the young person may have very limited choices in who or what they become. This stage can often involve at least some delinquency, rebellion or acting-out of negative behaviors, and it will probably always include identity crisis and instabilation emotion. However, toward the end of this period, the young adult has usually settled on a clear and positive role for theirself. In maturity process, adolescents want to differentiate themselves from the others. They deliberately choose to be different and make different choices. Along with this, they begin to turn to their peers and friends, rather than their family, for their social and emotional needs. Peer pressure becomes a powerful force and, whether for good or bad, it can have a major impact on their behavior. However, to successfully pass this turning point, they must begin to define ideals and beliefs that will guide them to have a clear picture of how they want their lives to be. The role of communication in family becomes very important to guide the adolescent tobe a good young man with a good self-identity too. Keywords : communication in family, adolescent, self-identity.

PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

141

JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

PENDAHULUAN Masa remaja merupakan salah satu periode kehidupan yang diawali dengan tanda-tanda perubahan biologis dan diakhiri dengan masuknya seseorang ke dalam tahap ke dewasaan. Masa remaja disebut juga masa transisi yang pada umumnya diwarnai dengan berbagaiberbagai persoalan yang disebut dengan kenakalan remaja. Masa ini ditandai dengan terjadinya instabilitas emosi. Instabilitas emosi ini merupakan hasil dari perubahan-perubahan hormon si remaja. Disamping itu perubahan fisik terjadi pula secara cepat seperti tinggi badan, kematangan organ-organ reproduksi dan proporsi tubuhnya serta bagaimana cara orangtua, lingkungan sekolah dan masyarakat memperlakukannya merupakan hal-hal yang kelak sangat berpengaruh terhadap perkembangan jati dirinya. Karena pesatnya perkembangan yang dialami remaja dan ketidakfahaman orangtua dalam menyikapi anak remajanya maka banyak orangtua yang merasa kesulitan dalam mengikuti perubahanperubahan kilat yang dialami anak-anak mereka dan sebagai akibatnya kerapkali terjadi konflik antara orangtua dengan anak remajanya. Ketika konflik remaja dan orangtua terjadi secara berkepanjangan maka, remaja yang senang dengan kehidupan berkelompok akan mencari pelarian disana. Menurut Conger (1991) dan Papalia & Odds (2001) perkembangan sosial pada remaja lebih dipengaruhi oleh kelompok teman sebaya daripada orangtua. Pengaruh ini akan semakin besar ketika konflik dan jurang komunikasi dengan orangtua semakin melebar. Disamping itu jika pendidikan nilai-nilai moral dalam keluarga tersebut lemah, maka mereka akan mudah sekali terseret arus negatif kelompok teman sebayanya sehingga terlibat dalam berbagai tindak kenakalan remaja seperti perkelahian, membolos, minum-minuman beralkohol, mencuri,

ISSN : 2085 – 0328

perilaku seksual, pengguanaan obat-obat terlarang dan lain sebagainya. Bagaimanakah sebaiknya peranan orangtua dalam mengatasi permasalahan ini?. Disinilah peran orangtua sangat dibutuhkan untuk menolong anak remajanya supaya mereka tidak salah jalan. Tetapi tidak dapat dipungkiri kalau pada saat yang sama orangtuapun mengalami kesulitan dalam menghadapi perubahan-perubahan psikis yang dialami remaja. Oleh karena itu orangtua perlu mengetahui pendekatan-pendekatan yang tepat agar dapat mengerti dan memahami masalah anak remajanya. Jika tidak maka hal ini akan menyebabkan terjadinya banyak kesalahpahaman di antara mereka.Mendidik anak remaja dapat diibaratkan seperti orang bermain layangan. Bila para orangtua menarik talinya terlalu dekat, sudah pasti layangan tersebut tidak dapat terbang tinggi, tapi jika tali dibiarkan terulur terlalu panjang, layangan tersebut bisa putus diterpa angin kencang. Jadi memang dibutuhkan pengetahuan dan ketrampilan orangtua dalam hal ini. Adakalanya harus tegas, adakalanya harus lunak bersahabat sehingga si remaja tersebut dapat dikendalikan tanpa harus mengekang potensi-potensi dirinya. Semua itu bisa tercapai asal saja orangtua dapat menciptakan situasi hubungan yang harmonis dalam keluarga. Bagaimana menjaga hubungan yang harmonis antara orangtua dengan anak-anaknya yang menginjak usia remaja? Bagaimana orangtua dapat menolong anak-anak remajanya untuk mengenali jati dirinya secara lebih baik? Hal-hal apa saja yang perlu difahami oleh orangtua tentang perubahan yang dialami para remaja ?Tentunya kita perlu mengetahui tentang serba-serbi keunikan usia remaja ini.Tulisan ini akan memberikan jawaban atas berbagai pertanyaan tersebut.

PEMBAHASAN PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

142

ISSN : 2085 – 0328

JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

Remaja dan Perubahan Fisiknya Menurut Hurlock (1992) remaja adalah mereka yang berada pada usia 1218 tahun. Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Masa remaja ditandai dengan pertumbuhan fisik yang begitu pesat. Semua anggota tubuh dan organ remaja berkembang ke arah kesempurnaan. Kelenjar gondok mulai mengeluarkan hormon seks yang mengubah penampilan kekanakan menjadi seorang gadis cantik atau pemuda tampan. Pertumbuhan fisik ini diiringi dengan pertumbuhan emosi yang kerap mengakibatkan ketidakstabilan emosi, sehingga timbul sifat-sifat seperti rasa sensitif yang berlebihan, cepat marah, cepat tersinggung dan mulai timbul perasaan tertarik dengan lawan jenis. Masa remaja juga ditandai dengan pertumbuhan aktifitas intelektual, seperti kemampuan menalar, kemampuan berbahasa, kemampuan mengingat, memahami dan sebagainya. Di masa pertumbuhan ini remaja sering melamun, memperhatikan alam sekitarnya, mempertanyakan hal-hal yang terkait dengan kehidupan, agama, kematian dan sebagainya. Di fase remaja inipula muncul berbagai bakat yang dimiliki, seperti bakat seni lukis, nyanyi, tari, tulis menulis dan sebagainya. Remaja juga mulai memperhatikan bagaimana penampilannya dinilai oleh teman-temannya, mereka begitu takut dicemooh atau ditolak oleh lingkungannya. Remaja akan mengalami periode perkembangan fisik dan psikis sebagai berikut :  Masa Pra-pubertas (12 - 13 tahun)  Masa pubertas (14 - 16 tahun)  Masa akhir pubertas (17 - 18 tahun)



Dan periode remaja Adolesen (19 21 tahun) Masa pra-pubertas (12 - 13 tahun) Masa ini disebut juga masa pueral, yaitu masa peralihan dari kanak-kanak ke remaja. Pada anak perempuan, masa ini lebih singkat dibandingkan dengan anak laki-laki. Pada masa ini, terjadi perubahan yang besar pada remaja, yaitu meningkatnya hormon seksualitas dan mulai berkembangnya organ-organ seksual serta organ-organ reproduksi remaja. Di samping itu, perkembangan intelektualitas yang sangat pesat juga terjadi pada fase ini. Akibatnya, remaja-remaja ini cenderung bersikap suka mengkritik (karena merasa tahu segalanya), yang sering diwujudkan dalam bentuk pembangkangan ataupun pembantahan terhadap orang tua, mulai menyukai orang dewasa yang dianggapnya baik, serta menjadikannya sebagai "hero" atau pujaannya. Perilaku ini akan diikuti dengan meniru segala yang dilakukan oleh pujaannya, seperti model rambut, gaya bicara, sampai dengan kebiasaan hidup pujaan tersebut. Pada saat yang sama, mereka juga butuh pertolongan dan bantuan yang selalu siap sedia dari orang tuanya, jika mereka tidak mampu mendapatkan keinginannya. Masa ini adalah masa yang kritis. Jika orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan psikisnya untuk mengatasi konflik yang terjadi saat itu, remaja akan mencari solusi dari orang lain. Orang tua harus ingat, bahwa masalah yang dihadapi remaja, meskipun bagi orang tua itu merupakan masalah sepele, tetapi sebenarnya bagi remaja mungkin saja itu adalah masalah yang sangat berat. Janganlah mengatakan kepadanya, "Ya ampun... . Masa begitu aja kamu tidak bisa menyelesaikannya ? Bodoh sekali kamu ini !", dan sebagainya. Tetapi perhatian seolah-olah orang tua mengerti bahwa masalah itu berat sekali bagi remajanya, akan terekam dalam otak remaja itu bahwa orang tuanya adalah pemberi jalan keluar

PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

143

JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

yang terbaik baginya. Ini mempermudah orang tua mengarahkan perkembangan anaknya.

akan untuk psikis

Masa pubertas (14 - 16 tahun) Masa ini disebut juga masa remaja awal, dimana perkembangan fisik mereka begitu menonjol. Remaja sangat cemas akan perkembangan fisiknya, sekaligus bangga bahwa hal itu menunjukkan bahwa ia memang bukan anak-anak lagi. Pada masa ini, emosi remaja menjadi sangat labil akibat dari perkembangan hormonhormon seksualnya yang begitu pesat. Keinginan seksual juga mulai kuat muncul pada masa ini. Pada remaja wanita ditandai dengan datangnya menstruasi yang pertama, sedangkan pada remaja pria ditandai dengan datangnya mimpi basah yang pertama. Remaja akan merasa bingung dan malu akan hal ini, sehingga orang tua harus mendampinginya serta memberikan pengertian yang baik dan benar tentang seksualitas. Jika hal ini gagal ditangani dengan baik, perkembangan psikis mereka khususnya dalam hal pengenalan diri/gender dan seksualitasnya mungkin saja bisa terganggu. Di samping itu, remaja mulai mengerti tentang gengsi, penampilan, dan daya tarik seksual. Karena kebingungan mereka ditambah labilnya emosi akibat pengaruh perkembangan seksualitasnya, remaja sukar diselami perasaannya. Kadang mereka bersikap kasar, kadang lembut.Perasaan sosial remaja di masa ini semakin kuat, dan mereka bergabung dengan kelompok yang disukainya dan membuat peraturan-peraturan dengan pikirannya sendiri. Masa akhir pubertas (17 - 18 tahun) Pada masa ini, remaja yang mampu melewati masa sebelumnya dengan baik, akan dapat menerima kodratnya, baik sebagai laki-laki maupun perempuan. Mereka juga bangga karena tubuh mereka dianggap menentukan harga diri mereka. Masa ini berlangsung sangat singkat. Pada

ISSN : 2085 – 0328

remaja putri, masa ini berlangsung lebih singkat daripada remaja pria, sehingga proses kedewasaan remaja putri lebih cepat dicapai dibandingkan remaja pria. Umumnya kematangan fisik dan seksualitas mereka sudah tercapai sepenuhnya. Namun kematangan psikologis belum tercapai sepenuhnya. Periode remaja Adolesen (19 - 21 tahun) Pada periode ini umumnya remaja sudah mencapai kematangan yang sempurna, baik segi fisik, emosi, maupun psikisnya. Mereka akan mempelajari berbagai macam hal yang abstrak dan mulai memperjuangkan suatu idealisme yang didapat dari pikiran mereka. Mereka mulai menyadari bahwa mengkritik itu lebih mudah daripada menjalaninya. Sikapnya terhadap kehidupan mulai terlihat jelas, seperti cita-citanya, minatnya, bakatnya, dan sebagainya. Pertumbuhan Emosi pada Masa Remaja Pada masa remaja tidak hanya pertumbuhan fisik yang berlangsung cepat, pertumbuhan emosi mereka juga terjadi dengan cepat. Pertumbuhan fisik memiliki ciri-ciri yang bisa diamati, pertumbuhan emosi mereka juga bisa dicermati dan memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan kepribadiannya kelak. Satu hal yang sering dilupakan oleh para orangtua bahwa anak remaja sebenarnya bukan lagi anak kemarin sore yang selalu harus patuh dan menurut kepada orangtua.Mereka sedang mengalami pertumbuhan emosi secara kualitas dan kuantitas. Orangtua tidak disarankan menuntut mereka untuk senantiasa mematuhi kemauan orangtua, sebab dikhawatirkan pertumbuhan emosi mereka tidak berlangsung dengan baik. Jangan sampai mereka menjadi robot yang digerakkan semaunya oleh orangtua karena hal tersebut akan mengekang dan membatasi potensi-potensi diri mereka.

PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

144

JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

Tetapi tentu saja orangtua memiliki sejumlah harapan-harapan yang dipandangnya baik untuk anak remajanya. Jika harapan dan keinginan itu tidak sesuai dengan keinginan anak remajanya, maka orangtua harus bisa menjelaskan apa faedah dan urgensi dari harapan-harapan tersebut. Berdiskusilah dengan mereka sampai menemukan jalan tengahnya. Berikan pengertian yang terus menerus kepada dirinya, mungkin dengan cara-cara yang berbeda sampai akhirnya anak remaja tersebut mau mengerti dan menerima. Cara-cara kekerasan dan pemaksaan terhadap diri remaja tidak dianjurkan, karena hal tersebut kalau dilakukan terus menerus akan membawa dampak negatif berupa konflik-konflik batin dalam dirinya. Jadi perlakukanlah remaja dengan bijaksana dengan memaklumi pertumbuhan emosi dan kepribadian yang sedang berlangsung dalam dirinya. Menurut Az-Za’balawi (2007) ada beberapa pertumbuhan emosi yang terjadi pada masa remaja. Emosi Ujub Merupakan hal yang wajar jika remaja dihinggapi perasaan ujub(bangga dan menyombongkan dirinya) meliputi aspek keunggulan fisiknya, penampilannya maupun daya intelektualnya.Kalau dia memiliki kemampuan menganalisis, berargumentasi dan beranalogi dia akan merasa lebih hebat dari rekan-rekannya yang tidak memiliki kemampuan tersebut. Perasaan ujubnya terlihat dalam bentuk keras kepala (menganggap pendapatnya selalu benar), tidak mau bermusyawarah dan tidak menerima nasihat. Dia tidak menghargai pendapat orang lain yang berbeda. Remaja juga merasa bangga dengan kedudukan sosial keluarganya, kekayaan dan faktor-faktor ekonomi yang dimiliki keluarganya.Tapi yang biasanya paling dibanggakannya adalah tampilan fisiknya yang menempati peringkat pertama diantara seluruh perhatiannya.

ISSN : 2085 – 0328

Penampilan fisik ini begitu menguasai pikiran remaja sehingga dia mulai membandingkan antara penampilan fisik dirinya dibanding dengan temantemannya. Semakin besar kelebihan dan keunggulan yang dimilikinya maka semakin besar peluangnya untuk mengalami emosi ujub. Jika menghadapi perilaku remaja yang demikian maka orangtua perlu menyadarkan bahwa berbagai kelebihan itu harus disyukuri kepada Tuhan yang menganugrahkan itu semua kepadanya. Rasa syukur akan menambah nikmat dan karunia Tuhan, sedangkan ujub dan kesombongan akan merusak dan melenyapkan nikmat tersebut. Orangtua juga perlu menyadarkan bahwa disamping kelebihan yang dimilikinya dia juga pasti memiliki sejumlah kekurangan, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang sempurna karena itulah tidak boleh menyombongkan diri. Emosi Cinta Para psikolog memberi perhatian kepada terjadinya emosi cinta pada diri remaja yang bukan lagi tertuju kepada mainan seperti halnya pada masa kanakkanak tapi sudah mengarah kepada lawan jenis, keluarga dekatnya atau bisa juga berupa rasa sayang terhadap hewan-hewan peliharaan. Jika dia bisa berdekatan dengan orang-orang yang dicintainya atau hewan kesayangannya dia akan merasa bahagia dan nyaman.Ketika dia mencintai dan menyayangi segelintir orang dalam keluarga dekatnya, ataupun hewan kesayangannya, maka ini tidaklah menjadi masalah. Tapi ketika dia mulai terlibat cinta dengan lawan jenis, maka orangtua harus mewaspadai. Masa remaja adalah masa yang rawan, bergejolaknya emosi dan perkembangan hormon yang demikian pesat dikhawatirkan akan membawa remaja kepada berbagai khayalan yang mengganggu konsentrasinya dalam belajar. Pergaulan dengan lawan jenis yang tidak terkendali dan luput dari pengawasan

PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

145

JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

orangtua akan mengarah kepada kebebasan seksual, apalagi ditambah dengan kemudahan akses pergaulan bebas dari internet maupun tayangan-tayangan sinetron di televisi. Jika menghadapi kasus seperti ini sebaiknya orangtua berupaya menekankan dan meyakinkan anak remajanya bahwa usia sekolah sebaiknya diisi dengan aktivitas sekolah yang lebih bermanfaat dan menghindarkan diri dari kegiatan berpacaran. Emosi Kemudaan Kemudaan adalah emosi yang menunjukkan vitalitas remaja dan kemampuannya dalam menghadapi tuntutan kehidupan selayaknya orang dewasa misalnya, keharusan untuk menyelarsakan diri dengan lingkungan sosialnya. Itulah sebabnya kita bisa melihat bagaimana remaja mulai merespon isu-isu global seperti masalah keadilan, kebebasan, berbagai isu-isu politik dan lain sebagainya.Emosi kemudaan ini tampak dengan jelas ketika kehormatan bangsanya terancam oleh gangguan bangsa atau negara lain. Remaja biasanya tergerak keinginannya untuk berkorban dengan penuh keberanian membela kehormatan bangsanya. Sisi negatif dari hal ini adalah ketika dia terlibat dalam anggota sebuah kelompok atau gang yang ketika kelompok tersebut bertikai dengan kelompok lain maka akan mudah baginya untuk membela kelompoknya sehingga munculllah aksi tawuran massal. Itulah sebabnya para orangtua harus menasehati anak remajanya jangan sampai terlibat dalam kelompok gang tertentu yang nantinya akan menyeretnya kedalam aksi tawuran.

Emosi Takut Takut adalah emosi yang terjadi dalam jiwa karena memprediksikan sesuatu yang dibenci akan terjadi, atau sesuatu yang dicintai akan lenyap. Fase remaja bercirikan banyak rasa takut yang

ISSN : 2085 – 0328

menghantui jiwanya. Dia takut kematian, kemiskinan, takut tidak naik kelas, tidak diterima dalam pergaulan dan lain-lain yang mengakibatkan kegalauan remaja. Jika ada emosi ketakutan tertentu yang dihadapi remaja, maka dengan komunikasi 2 arah yang terbuka, orangtua dapat mengetahui penyebabnya dan membantunya keluar dari rasa takutnya. Sesungguhnya rasa takut yang positif yang perlu dikembangkan dalam diri remaja hanyalah rasa takut kepada Tuhan yang Maha Kuasa. Dengan adanya rasa takut yang positif tersebut, akan membuahkan tameng yang kuat dalam diri pribadinya untuk mampu menghindar dari segala perilaku menyimpang sebab dia mampu menyadari ada Tuhan yang melihat dan memperhatikannya setiap saat dan waktu. Disamping itu ketakutan remaja terhadap Tuhan akan memberinya kekuatan kepribadian dalam menghadapi ketakutan-ketakutan dunia yang semestinya tidak harus ditakutinya. Emosi Harapan Harapan adalah “menunggu terjadinya sesuatu yang didambakan akan terjadi oleh remaja. Emosi ini adalah lawan dari emosi ketakutan. Harapan pada fase remaja tentu sangat banyak dan bervariasi. Pada fase ini, imajinasi para remaja sangat luas sehingga kalau diarahkan secara positif sesuai dengan potensi-potensi dirinya akan mampu mengeksplor bakat-bakat dan kemampuannya.Remaja bisa saja memiliki kemauan yang kuat dan bergelora untuk menyalurkan hobby atau minatnya pada bidang tertentu. Orangtua perlu memberikan dukungan dalam hal ini agar apa yang menjadi minatnya pada akhirnya tidak akan melenceng dari tujuan semula. Fenomena Pemberontakan dan Pembangkangan Fase Remaja Menurut Az’Zabadawi fenomena terjadinya pemberontakan dan pembangkangan pada fase remaja bukanlah respon yang terjadi secara umum, melainkan hanya terjadi pada

PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

146

JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

segelintir remaja yang mendapatkan cara pendidikan yang keliru yang tidak sesuai dengan karakter pertumbuhan fisik, mental dan intelektualnya.Mayoritas pakar psikologi sepakat bahwa fenomena pembangkangan ini tidak terjadi terus menerus dalam dirinya, tetapi remaja memiliki emosi kesensitifan yang bila diberi pengarahan dan kritik lembut, dia akan bereaksi sehingga air matanya mengalir dan menyesali perbuatannya. Fenomena pembangkangan dapat terjadi dalam berbagai bentuk seperti protes, marah, mengancam lari dari rumah, atau mencoba mencari kerja untuk meninggalkan rumah dan lain lain. Dalam kaitan ini kasus-kasus pembangkangan remaja putri jauh lebih sedikit dari remaja pria. Perilaku pembangkangan ini hanya terjadi dalam kondisi-kondisi ketika remaja mengalami kekerasan tanpa sebab yang jelas, intervensi orangtua langsung terhadap urusan pribadi remaja dengan cara yang tidak sesuai dengan keinginannya, atau ketika orangtua kerap menolak keinginankeinginan anaknya yang wajar yang membuatnya merasa bahwa ia tidak diperhatikan dan disayangi dalam keluarga. Mengenali Tipe Temperamen Remaja Dalam upaya orangtua menjalin komunikasi yang harmonis dengan anakremajanya, orangtua haruslah mengetahui danmemahami tipe karakter/temperamen anaknya dan mengupayakan strategi komunikasi yang sesuai dengan tipe tersebut. Salah satu tipe temperamen yang diulas disini adalah pembagian temperamen menurut Hippocrates yang terdiri dari tipe sanguinis, koleris, flegmatis dan melankolis. Kenapa ? Karena setiap manusia ituunik, dan keunikan itu sedikit banyak disebabkan karena temperamennya. Lalu apakah temperamen itu?. Temperamen adalah gabungan dari sifat/karakteristik dalam diri seseorang

ISSN : 2085 – 0328

yang cenderung menentukan cara ia berpikir, bertindak, dan merasa. Temperamen setiap orang merupakan bawaan sejak lahir.Sadar atau tidak, temperamen berpengaruh kuat dalam tingkah laku manusia sehari-hari. Dengan mengenali temperamen seseorang, kita dapat menduga bagaimana reaksinya bila dihadapkan pada situasi tertentu, mengapa ia bertindak seperti itu, bahkan tipe pekerjaan apakah yang cocok baginya.Orangtua sebaiknya mengetahui dan membantu anak remajanya dalam mengenali temperamennya. Berikut beberapa tipe temperamen yang perlu diketahui bersama antara orangtua dan remaja menurut Hippocrates dalam Liaw (2005). Sanguinis Tipe Sanguinis memiliki pribadi yang hangat, bersemangat dan menikmati hidup. Sifat cerianya membuat ia mudah menularkan semangat kepada orang lain lewat kata-katanya yang riang. Ia tidak pernah kekurangan sahabat, karena mampu merasakan suka dan duka orang yang ditemuinya. Seorang sanguinis memiliki kepribadian ceria, kreatif, dan penuh rasa ingin tahu. Mereka biasanya banyak bicara dan dapat menjadi penyemangat bagi orang-orang di sekitarnya. Namun demikian, sanguinis biasanya sangat tidak disiplin dan moody. Mood mereka bisa berubah drastis kapan saja. Itu sebabnya mereka bisa bersikap penuh semangat ketika memulai suatu pekerjaan, tapi biasanya berhenti sebelum pekerjaan itu selesai. Nah, bagaimana sebaiknya cara berkomunikasi orangtua terhadap anak remajanya yang bertipe sanguinis ? Berikut gaya dan teknik komunikasi yang sebaiknya diterapkan : -berbicara kepada mereka dengan penuh semangat dan antusias -gunakan kata-kata motivasional yang positif dan energik -berikan pujian

PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

147

JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

-berbicara dengan penuh kehangatan dan persahabatan bukan dengan suasana yang kaku. -tidak memperdebatkan urusan detail dengan mereka. Anak remaja bertipe sanguinis adalah tipe orang yang semangat dan ceria, jadi mereka juga tidak suka orangorang yang berbicara dengan loyo, lesu dan lamban, karena ia akan merasa terganggu dan lelah mengikuti ritme orang yang lamban. Jadi orangtua yang menyadari anaknya cenderung bertipe sanguinis harus berbicara kepada mereka dengan penuh semangat, dalam suasana bersahabat. Kholeris Tipe Kholeris cenderung aktif, berkemauan keras, dan mandiri. Ia bisa bersikap tegas dan mudah mengambil keputusan bagi diri sendiri atau orang lain. Ia mempengaruhi orang lewat ide-ide, rancangan, visi, dan ambisinya. Ia tidak mau terlibat dalam kegiatan yang tidak punya tujuan. Itu sebabnya ia dapat sukses memimpin proyek-proyek besar, disamping itu ia juga mampu menuntun orang lain untuk menyesaikan tugas. Mereka berbakat dalam memimpin, dinamis dan aktif, suka memperbaiki kesalahan, berkemauan kuat dan tegas, tidak emosional dalam bertindak, tidak mudah patah semangat. Namun ia juga tidak mudah bersimpati kepada orang lain, kurang peka, cenderung mendominasi dan kadang memanfaatkan orang lain untuk mencapai tujuannya sendiri. Temperamen ini adalah tipikal temperamen para pemimpin, dimana mereka biasanya mampu mengendalikan orang banyak dengan kemampuan menakjubkan dalam menyelesaikan masalah. Orang-orang koleris memiliki kemauan kuat dalam diri mereka dan fokus luar biasa pada tujuan yang ingin diraihnya. Jika orangtua menyadari anak remajanya cenderung bertipe Kholeris, maka gaya berkomunikasi yang sesuai dalam menghadapi mereka antara lain :

ISSN : 2085 – 0328

-Berbicara dengan tegas dan tepat kepada mereka . Jangan bersikap tidak konsisten, menggunakan katakata seperti mungkin, barangkali atau kata-kata yang bernuansa ketidakpastian. -Tidak usah berdebat dengan mereka kalau tidak ada data yang akurat untuk menghadapi argumentasi mereka. -Berbicaralah dengan mereka secara sistematis mulai dari awal, tengah dan akhir. -Biarkan mereka menyampaikan pokok pikirannya secara tuntas lebih dulu, baru kemudian mempertanyakan hal-hal yang belum jelas. -Berikan pujian kepada mereka seperlunya, tetapi jangan berlebihan. -Orang tipe kholeris lebih mengutamakan rasio/akal sehat ketika menyampaikan atau menanggapi sesuatu, jadi orangtua juga harus bersikap rasional ketika menghadapi mereka. Melankolis Tipe melankolis adalah tipe orang yang sangat sensitif dan perfeksionis. Ia suka merenung, menganalisa, dan dikuasai oleh perasaannya sendiri. Ia biasanya menyukai seni dan berbakat seni. Ia tidak bisa bersahabat dengan semua orang, tetapi sanggup menjadi sahabat setia hanya untuk beberapa orang yang disukainya. Ia rela menderita dan memilih pekerjaan yang menuntut pengorbanan pribadi yang besar.Mereka adalah tipe pekerja yang tekun, serius, teliti, berdaya analitis, berorientasi pada jadwal, punya standar tinggi, gigih, rapi, rela berkorban, selalu menyelesaikan pekerjaan,dan idealis. Tetapi ia juga lebih pemurung dan suka menarik diri dari orang lain, kecuali pada saat suasana hatinya sedang riang.Orangorang dengan temperamen melankolis cenderung kalem dan pendiam, memiliki perasaan yang sangat sensitif, setia pada keluarga, serta bertindak berdasarkan

PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

148

JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

renungan hasil pemikiran yang mendalam. Gaya komunikasi yang bisa diterapkan jika berhadapan dengan anak remaja bertipe ini antara lain : - Berbicara dengan menggunakan fakta dan data yang bisa dipertanggungjawabkan -mengurangi senda gurau berlebihan -menghindari kata-kata berbau motivasional yang berlebihan dengan mereka. -Apabila menyampaikan sesuatu kepada mereka, berikan kesempatan dan waktu bagi mereka untuk berfikir. -Hindari bersikap berseberangan dengan pendapat mereka.Orang tipe ini bisa mengubah pendiriannya dengan drastis berdasarkan hasil analisisnya sendiri tanpa memberitahu orang lain sebelumnya, sehingga sulit untuk difahami. Jadi pandailah mengendalikan emosi jika menghadapi hal ini, jika tidak ini akan menimbulkan konflik. Plegmatis Seorang bertipe plegmatis hampir tidak pernah marah. Nampaknya ia tenang dan menyenangkan untuk diajak berteman. Ia punya pandangan optimis tentang hidup. Ia menghindari kekerasan dan bisa menjadi pendamai. Namun ía cenderung pendiam, malu-malu, dan dingin. Ia tampak tidak begitu bergairah dalam hidup. Lebih suka menjadi penonton ketimbang terlibat. Tidak berbeda jauh dari tipe melankolis, orang-orang plegmatis juga pendiam dan kalem. Mereka cenderung tidak menunjukkan emosi didepan khalayak umum sehingga kadang-kadang terlihat seperti tidak memiliki emosi. Selain itu, orang dengan temperamen ini sangat menyukai keteraturan dan ketenangan.Gaya berbicara yang sesuai dengan tipe seperti ini adalah : -Ketika menyampaikan sesuatu harus dengan gaya yang tenang dan kalem.

ISSN : 2085 – 0328

-Berikan waktu lebih kepada mereka untuk mencerna atau memahami apa yang disampaikan. -Selalu harus konsisiten dengan apa yang kita sampaikan karena mereka akan terus mengingatnya. -Beri ketegasan terhadap keputusan yang diambil karena mereka cenderung mudah berubah pendapat (mudah terpengaruh). Tidak seorangpun memiliki hanya satu tipe temperamen saja misalnya, 100% Melankolis. Tiap orang memiliki setidaknya perpaduan dua temperamen (misalnya: Kholeris-melankolis, Sanguinis-Kholeris, dan lain-lain,) tetapi mana temperamen yang lebih dominan ada pada diri seseorang maka itulah tipe temperamennya secara umum. Disamping itu sesungguhnya tidak ada satu temperamenpun yang sempurna. Setiap temperamen punya sisi positif (kekuatan) dan sisi negatif (kelemahan) masingmasing. Peran Orangtua dalam Pembentukan Jati Diri Remaja Masa remaja adalah masa di mana mereka melalui proses pencarian jatidiri.Menurut Waterman (1984) jati diri yang jelas adalah meliputi sejumlah tujuan yang ingin dicapai, nilai dan kepercayaan yang dipilih individu tersebut. Komitmenkomitmen ini meningkat sepanjang waktu dan telah dibuat karena tujuan, nilai dan kepercayaan yang dipegang dinilai penting untuk memberikan arah, tujuan dan makna dalam kehidupan. Lebih lanjut menurut Marcia (1993) jati diri merupakan komponen penting yang menunjukkan identitas personal in dividu. Semakin baik struktur pemahaman diri seseorang, semakin sadar seseorang akan kekuatan dan kelemahannya dalam menjalani kehidupan. Sebaliknya jika seseorang kurang memahami jati dirinya maka individu akan semakin tergantung pada sumber-sumber eksternal seperti teman, kelompok pergaulan untuk evaluasi diri.

PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

149

JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

Proses pembentukan jati diri tidak terjadi dengan seketika, melainkan melalui suatu proses sejak masa kecil si remaja. Jika masa kecilnya menyenangkan, ia akan memiliki konsep diri yang positif, tapi jika tidak tentu sebaliknya. Menginjak usiaremaja, seseorang semakin menyadari keberadaannya dalam kehidupan ini. Orangtua perlu membantunya mengenali dirinya secara lebih mendalam, caranya dengan memberikan stimulasi yang memadai, menemukan dan mengenali bakat dan potensi anak remajanya. Orangtua juga bisa membantu anak mengenali temperamennya agar ia mudah beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. Cara yang bisa dilakukan antara lain : Memberikan contoh teladan Orangtua seharusnya bisa menjadi teladan bagi anak remaja. Tetapi tentu tidak semua orangtua sanggup jadi contoh teladan. Orangtua juga adalah hasil bentukan dari didikan orangtuanya dulu lengkap dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Tentu ada kebiasaan buruk para orangtua yang sudah terbiasa dilakukannya dan tak sanggup dihentikan. Misalnya kebiasaan ayah dalam merokok. Orangtua menganjurkan agar anakanaknya tidak merokok, tapi dia sendiripun merokok.Tentu dia harus bijaksana berkomunikasi kepada anaknya bahwa kebiasaan merokok bukan kebiasaan yang baik, tetapi dia sudah tak sanggup lagi berhenti dari kebiasaan tersebut, jadi anaknya harus diberi pengertian bahwa itu kebiasaan buruk, berdampak buruk tehadap kesehatan dalam jangka panjang, maka jangan menirunya. Disinilah pentingnya peran komunikasi antarpribadi itu, jika komunikasi tidak dilakukan dalam suasana terbuka, tentu sang anak akan bertanya-tanya kenapa dia dilarang merokok, toh ayahnya sendiripun merokok. Pembekalan nilai nilai moral

ISSN : 2085 – 0328

Dewasa ini banyak para orangtua yang kurang menyadari akan pentingnya mengenalkan nilai-nilai moral yang bersumber dari tuntunan agama kepada anak-anak. Tujuan kehidupan yang dikejar adalah menjadi orang yang sukses dan ukuran sukses pada umumnya adalah materi. Perjuangan untuk mendapatkan kesuksesan adalah dengan berupaya menjadi orang yang unggul di segala bidang, tapi sayangnya orangtua kerap lupa membekali anaknya dengan kerampilan menerapkan nilai-nilai agama yang baik dalam kehidupan. Agama dikenalkan hanya sebagai seremoni belaka. Maka jangan heran kalau nantinya di masyarakat akan banyak orang-orang pintar dengan sederet gelar dan jabatan, namun miskin nilai-nilai moral. Orang seperti ini akan menggunakan jabatan dan kepintarannya untuk memanfaatkan dan memperalat orang lain dalam mencapai tujuannya, dan tak perduli halal atau haram. Sesungguhnya satu hal penting yang perlu diketahui orangtua adalah pentingnya pembekalan nilai-niai moral menurut tuntunan agama. Kenapa? Karena dalam menjalani kehidupannya, anak remaja seringkali tidak tau arah, bagaimana harus bersikap dan perilaku bagaimana yang harus diteladaninya. Jika ia berdekatan dengan lingkungan pergaulan yang buruk, maka perilaku yang buruk tersebut akan mudah ditirunya, dianggap sebagai perilaku yang wajar, karena teman-teman pergaulannya melakukannya. Tetapi bila orangtua telah mengenalkannya dengan nilai-nilai moral yang bersumber dari tuntunan agama, maka dengan segera ia akan memilki pegangan sehingga mudah membedakan mana perilaku yang baik dan buruk yang harus dihindari. Orangtua harus memilki ketrampilan komunikasi yang efektif ketika mengenalkan nilai-nilai moral tersebut. Menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss dalam Jalaluddin Rahmat

PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

150

JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

(2000), komunikasi yang efektif paling tidak menimbulkan 5 hal yaitu : pengertian, kesenangan, mempengaruhi sikap, hubungan yang baik, tindakan. Pengertian Pengertian artinya makna apa yang disampaikan oleh komunikator harus persis sama dengan yang diterima komunikan. Jangan sampai terjadi salah faham. Jadi sebagai orangtua harus menggunakan bahasa yang jelas dan mudah difahami anak remajanya ketika memperkenalkan nilai-nilai agama mana yang benar dan salah menurut pandangan agama yang dianut. Tentu saja pedoman orangtua dalam hal ini adalah kitab suci, kalau yang beragama Islam pedomannya Al Quran dan Hadist, kalau yang beragama Kristen pedomannya Injil dan lain sebagainya. Masalahnya para orang tuapun banyak yang tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman yang benar mengenai hal ini. Lalu bagaimana bisa mengarahkan anak dengan baik ? Jika ini yang terjadi, maka sebaiknya para orangtua memilihkan sekolah yang juga memuat kurikulum keagamaan didalamnya, misalnya sekolah Islam Terpadu (IT) bagi yang beragama Islam. Penerapan nilai-nilai agama dari sekolah bisa lebih efektif karena lingkungan sekolah adalah lingkungan tempat anak berinteraksi sehari-harinya. Jika lingkungan sekolahnya menekankan pentingnya bersikap dan bertingkah laku sesuai ajaran agama, maka penekanan nilai-nilai ini akan lebih mudah diserapnya dan kelak akan menjadi pedoman dan bagian dari jatidirinya. Kesenangan Berkomunikasi juga diupayakan untuk menimbulkan hubungan yang hangat dan menyenangkan dengan orang lain. Para orangtua jangan menimbulkan kesan keras dan kejam pada anak remaja. Jadikanlah mereka sebagai teman bercanda juga, hindari sikap kaku yang

ISSN : 2085 – 0328

menyebabkan hubungan dengan anak menjadi berjarak. Jalinlah komunikasi yang senantiasa harmonis dengan remaja. Berikan pujian kepada mereka jika mereka pantas dipuji, tapi sampaikan kritikan kepada mereka dengan cara yang bijak sesuai dengan tingkat kesalahan yang mereka lakukan. Adakalanya mereka perlu dimarahi , seringkali mereka perlu diingatkan berulang-ulang. Namun setiap kali selesai memarahi mereka, rangkullah mereka kembali, jelaskan dengan baik kenapa mereka dimarahi dan apa akibatnya jika mereka tetap meneruskan perilaku negatifnya. Mempengaruhi sikap Pada dasarnya banyak sekali pesanpesan komunikasi yang ditujukan untuk mendapatkan perubahan sikap dari orang lain. Perubahan sikap hanya mungkin terjadi apabila terjalin pengertian yang baik dan hubungan yang menyenangkan dengan pemberi informasi. Jadi bila orangtua berhasil melakukan komunikasi yang bisa difahami anak, dan menciptakan suasana hubungan yang harmonis dengan anak remajanya, maka persoalan mempengaruhi mereka untuk berubah dari sikap dan perilaku negatif menuju ke sikap dan perilaku positif bukan lagi sesuatu hal yang sulit. Tapi perubahan itu mungkin tidak bisa berlangsung drastis, perlu proses, sehingga kita sebagai orangtua harus juga sabar dalam proses tersebut. Namun terhadap hal-hal yang sifatnya urgen karena mengancam keselamatan diri anak, misalnya kesukaan kebut-kebutan di jalan, maka hal ini harus dibicarakan dengan serius dan mendalam agar terjadi perubahan yang segera. Bila perlu, ajaklah dia membezuk ke rumah sakit, melihat bagaimana penderitaan orang-orang yang terluka bahkan kehilangan anggota geraknya karena kecelakaan lalulintas. Hubungan sosial yang baik

PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

151

JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

Komunikasi juga ditujukan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Semua orang ingin memiliki banyak teman. Jika tidak suka menjalin hubungan sosial dan lebih suka menyendiri maka menurut Vance Packard (1994) orang tersebut akan menjadi agresif, senang berkhayal, dingin, sakit fisik dan mental dan menderita flight syndrome (ingin melarikan diri dari lingkungan). Para orangtua harus bisa memahami bahwa anak remajanya membutuhkan teman-temannya untuk belajar beradaptasi secara sosial. Hubungan sosial di masa remaja ini dinilai positif karena bisa mengembangkan orientasi remaja dalam memperluas visi pandang dan wawasannya serta menambah informasi. Bahkan dari hubungan sosial ini remaja menyerap nilai-nilai sosial yang ada di lingkungan pergaulannya.Penelitian yang dilakukan oleh pihak kepolisian di Jakarta pada murid-murid sekolah menengah yang rajin tauran menunjukkan bahwa pencetus ide tauran itu sebenarnya hanyalah tiga atau empat orang saja, sementarayang lainnya hanya ikut-ikutan. Itulah sebabnya para orangtua harus berupaya mencari tahu siapa saja temanteman bergaul anak remajanya. Jika pola komunikasi berjalan harmonis, tentu saja si anak akan dengan leluasa menceritakan dengan siapa dia berteman, apa saja yang mereka lakukan, siapa teman yang baik dan kurang baik menurutnya, sehingga orangtua memperoleh gambaran dan bisa menasehati dan mengarahkan si anak apabila salah memilih teman. Orangtua perlu sangat mewaspadai besarnya pengaruh teman-teman terhadap kepribadian anak. Jadi katakan kepadanya untuk pandai memilih teman yang baik yang akan memberikan pengaruh yang baik pula pada dirinya. Tindakan Komunikasi yang bertujuan untuk melahirkan tindakan sesuai dengan keinginan komunikator adalah tujuan yang

ISSN : 2085 – 0328

paling sulit dicapai dibandingkan dengan sekedar memberikan pemahaman. Banyak orang dapat memahami apa yang dimaksud si pembicara, namun tetap juga tidak merasa termotivasi untuk melahirkan tindakan nyata. Agar berhasil menimbulkan tindakan, maka sebelumnya harus berhasil dulu dalam menanamkan pengertian, menjalin komunikasi yang hangat dan menyenangkan, mempengaruhi sikap dan cara berfikir remaja, barulah mendorongnya untuk melakukan perubahan dalam bentuk tindakan nyata. Dari apa yang telah diuraikan diatas maka orangua yang ingin agar anak remajanya dapat termotivasi untuk melakukan tindakan atau perilaku yang positif, maka ketika menyampaikan standard moral menurut tuntunan agama, haruslah mengupayakan terjalinnya komunikasi yang efektif dengan mengupayakan penyampaian yang jelas kepada remaja,dalam situasi yang menyenangkan dan menjalin hubungan komunikasi yang harmonis dengan anak remajanya. Penanaman nilai-nilai agama ini menjadi hal yang sangat penting dewasa ini karena dunia saat ini dibanjiri dengan melimpahnya informasi dari berbagai media baik televisi, koran, majalah, internet, handphone dan sebaginya. Semua media ini memberikan kemudahan mengakses informasi dengan keragamannya. Informasi yang diakses bisa positif atau negatif. Untuk itu orangtua harus waspada terhadap pengaruh pengaruh buruk ini. KESIMPULAN DAN SARAN Para orangtua perlu menyadari bahwa masa remaja adalah masa untuk mempelajari life skills yang akan membantu anak remajanya menjadi orang dewasa yang mandiri. Orangtua, sekolah dan lingkungan pergaulan bukan hanya sebagai sumber pengaruh yang besar, tapi juga sumber pengaruh yang paling lama meresap dalam kepribadian remaja.

PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

152

JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

Orangtua perlu menyadari dan memperhatikan hal ini. Itulah sebabnya orangtua harus menjadi orang pertama yang memperhatikan segenap perkembangan anak remajanya. Jika masa ini diabaikan dan luput dari perhatian orangtua, maka besar kemungkinan anak remaja akan terjerumus ke dalam bentuk-bentuk kenakalan remaja. Sesungguhnya memang tidak ada orangtua yang sempurna, tetapi setidaknya setiap orangtua bisa menjadi orangtua yang baik dengan cara menjalin komunikasi yang harmonis dengan anak remajanya. Jangan biarkan masa remaja mereka terabaikan karena kesibukan orangtua, atau alasan apapun. Jangan biarkan terjadi konlik berlarut-larut sehingga komunikasi menjadi terhambat. Masa remaja adalah masa penentuan yang akan memberi corak menjadi manusia dewasa yang bagaimana mereka nantinya. Siapkanlah waktu untuk menjadi teman curhat bagi mereka. Berusahalah berempati dan memahami jalan fikiran mereka. Fahami dan sadar apa yang menjadi cita-cita mereka. Dampingi dan arahkan mereka dengan baik. Pastikan bahwa mereka memiliki pedoman yang jelas untuk mampu membedakan hal yang salah dan benar dalam kehidupannya. Selamat menjalin komunikasi yang sehat dengan anak remaja Anda!

ISSN : 2085 – 0328

Papali,D.E,Olds,S.W & Feldman, Ruth,D, 2001, Human Development, McGraw Hill, Boston. Gunarsa, Singgih, D,2004, Psikologi Praktis Anak, Remaja dan Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta. Hoerlock, Elizabeth, 2002, Psikologi Perkembangan, Erlangga, Jakarta. Liaw, Ponijan, 2005, Memahami Gaya Komunikasi Anda, Elex Media Komputindo, Jakarta. Kartini, Kartono, 1992, Psikologi Perkembangan Anak, Gramedia, Jakarta. Papali,D.E,Olds,S.W & Feldman, Ruth,D, 2001, Human Development, McGraw Hill, Boston. Rahmat, Jalaluddin, 2002,Psikologi Komunikasi, , Remaja Rosdakarya, Bandung.

DAFTAR PUSTAKA Az-Za’balawi,M.Sayyid Muhammad, 2007, Pendidikan Remaja Antara Islam dan Ilmu Jiwa, penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani, Uqinu Attaqi, Mujiburahman Subadi Gema Insani Press, Jakarta. Bernadib, Sutari Imam, 2002,Filsafat Perspektif Baru Pendidikan, Ditjen Dikdasmen,Depdiknas, Jakarta Conger,J.J,1991, Adolescence and Youth (4th ed.),Harper Collins, New York.

PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

153