PERBANDINGAN METODE DAN VERIFIKASI ANALISIS TOTAL KARBOHIDRAT DENGAN METODE LUFF-SCHOORL DAN ANTHRONE SULFAT
SKRIPSI
MANIKHARDA F24061217
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
METHOD COMPARATION AND VERIFICATION OF TOTAL CARBOHYDRATE ANALYSIS WITH LUFF-SCHOORL AND ANTHRONE SULFURIC ACID Manikharda, Hanifah Nuryani Lioe and Dian Herawati Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 16680, Bogor, West Java, Indonesia. Phone +62852 13 374 396, E-mail :
[email protected]
ABSTRACT Carbohydrate plays crucial role in food industry. Therefore an accurate, direct and reliable carbohydrate analysis is needed. Among many colorimetric methods for carbohydrate determination, the Anthrone-sulfuric acid is the most commonly used. The Anthrone-sulfuric method for carbohydrate analysis is simple and sensitive. However, the SNI official method for carbohydrate analysis employing the Luff-Schoorl method which is time consuming, difficult for untrained staff and the reduction reactions are seldom stoichiometric. Therefore a new candidate method employing Anthrone sulfuric acid was proposed to replace the SNI 01-2891-1992 total carbohydrate analysis. In this research both methods were compared using three matrices which represent general food matrices in liquid form based on AOAC proposed triangle scheme. Samples from the low, medium and high content of carbohydrate from the triangle scheme were selected. The selected samples were coconut milk, soy sauce and sweet soy sauce. Based on the comparation result, Anthrone method as a new proposed method proved ineligible to replace the SNI 01-2891-1992. Thus the next step taken was to verify the SNI 01-2891-1992 method through its repeatability and accuracy. Accuracy was accessed using reference material and standard addition. The repeatability showed acceptable precision. But the standard addition exhibited poor recovery value in SNI 01-2891-1992 method of total carbohydrate. Keywords: total carbohydrate, carbohydrate analysis, Anthrone method, Luff-Schoorl method, method validation
MANIKHARDA. F24061217. Perbandingan Metode dan Verifikasi Analisis Total Karbohidrat dengan Metode Luff-Schoorl dan Anthrone Sulfat. Di bawah bimbingan Hanifah Nuryani Lioe dan Dian Herawati. 2011
RINGKASAN
Karbohidrat memegang peranan penting dalam bidang pangan. Oleh karena itu analisis karbohidrat yang akurat, cepat dan dapat dipercaya diperlukan untuk mengetahui kandungan total karbohidrat dalam produk.
Diantara banyak metode kolorimetri yang ada untuk menganalisis
karbohidrat, yang paling banyak digunakan adalah Anthrone sulfat. Analisis total karbohidrat dengan Anthrone sulfat cukup sederhana dan sensitif. Tetapi metode analisis untuk total karbohidrat dalam SNI 01-2891-1992 menggunakan metode Luff Schoorl yang menggunakan prinsip titrimetri, banyak memakan waktu, sulit dikerjakan bagi analis yang tidak terlatih dan reaksi reduksinya tidak stoikiometris. Metode kandidat yang menggunakan Metode Anthrone sulfat diajukan untuk dapat menggantikan metode total karbohidrat Luff Schoorl dalam SNI 01-2891-1992. Penelitian dilakukan dengan memilih sampel yang dapat mewakili matriks sampel pangan secara umum yang bentuknya cair. Pemilihan sampel berdasarkan komposisi kimia pangan cair mengandung karbohidrat rendah, sedang dan tinggi dari studi literatur. Selanjutnya dari sampel yang terpilih, komposisinya dikonfirmasi melalui analisis proksimat. Kecap manis, kecap kedelai asin dan santan menjadi sampel yang terpilih dan dikonfirmasi komposisinya, masing-masing merupakan matriks yang tinggi, sedang dan rendah kadar karbohidratnya. Perbandingan analisis total karbohidrat menggunakan kedua metode yaitu Anthrone sulfat dan Luff-Schoorl pada ketiga sampel yang terpilih dilakukan. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji F pada tingkat kepercayaan 95% terlihat bahwa kedua metode tidak memiliki perbedaan yang nyata dalam hal presisi untuk sampel kecap manis dan kecap asin, tetapi pada sampel santan terdapat perbedaan presisi pada kedua metode. Berdasarkan hasil uji t menunjukkan bahwa hasil analisis dari kedua metode berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Uji korelasi menggunakan regresi linear dilakukan dengan menggunakan tambahan data sekunder dari matriks sampel pangan yang berwujud padat. Hasil regresi liniear menunjukkan bahwa adanya estimasi error diantara kedua metode. Karena Metode Anthrone sulfat dan Metode Luff-Schoorl tidak memiliki kesesuaian hasil yang dapat diterima, Metode Anthrone sulfat tidak dapat
menggantikan metode Luff Schoorl dalam SNI 01-2891-1992 untuk total karbohidrat. Verifikasi metode baku untuk analisis karbohidrat total menurut SNI 01-2891-1992 (dengan Metode Luff-Schoorl) dilakukan menggunakan bahan acuan. Bahan acuan yang digunakan adalah susu bubuk dengan rentang kadar karbohidrat 59,61-59,67g/100g (hasil analisis dari satu lab); tepung kacang hijau dengan rentang kadar karbohidrat 14,02-19,26 g/100g (hasil analisis dari 8 lab) dan tepung kacang kedelai rentang kadar karbohidrat 49,26-57,96g/100g (hasil analisis dari 6 lab).
Dilihat dari
ripitabilitasnya Metode Luff-Schoorl yang diterapkan pada ketiga bahan acuan memiliki presisi yang dapat diterima yaitu yaitu RSD 0,51-2,58% yang lebih kecil dari RSD hitung menurut Horwitz. Uji reprodusibilitas yang dilakukan dengan selang waktu lebih dari dua bulan menunjukkan bahwa dengan independent student t- test hasil analisis bahan acuan kedelai dan susu bubuk menghasilkan nilai yang berbeda nyata, sedangkan untuk hasil analisis bahan acuan kacang hijau nilainya tidak berbeda nyata dengan hasil analisis dua bulan sebelumnya. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kandungan protein dari susu bubuk dan kedelai menurunkan keakuratan analisis. Hasil analisis matriks bahan pangan cair yang diuji dengan independent student t test menunjukkan hasil analisis sampel kecap manis berbeda nyata dengan hasil analisis yang dilakukan dua bulan sebelumnya, yaitu hasil analisis menunjukkan nilai lebih rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan gula yang tinggi dan kemungkinan kadar gula kecap manis mengalami perubahan selama dua bulan penyimpanan. Hasil analisis sampel kecap asin dan santan nilainya tidak berbeda nyata dengan hasil analisis dua bulan sebelumnya. Uji akurasi menggunakan rentang bahan acuan dan uji rekoveri. Hasil analisis bahan acuan tepung kacang hijau dan tepung kacang kedelai masih berada dalam rentang tersebut, tetapi nilai rekoveri yang diperoleh yaitu 62-97%. Nilai rekoveri matriks sampel pangan cair yaitu kecap manis, kecap asin dan santan memiliki rentang -57-122%. Sedangkan rentang rekoveri yang dapat diterima menurut AOAC (2002) yaitu 95-102%. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya rekoveri juga sangat dipengaruhi oleh matriks.
PERBANDINGAN METODE DAN VERIFIKASI ANALISIS TOTAL KARBOHIDRAT DENGAN METODE LUFF-SCHOORL DAN ANTHRONE SULFAT
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh: MANIKHARDA F24061217
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi Nama NIM
: Perbandingan Metode dan Verifikasi Analisis Total Karbohidrat dengan Metode Luff-Schoorl dan Anthrone Sulfat : Manikharda : F24061217
Menyetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
(Dr.Ir Hanifah Nuryani Lioe, M.Si.) NIP 19680809.199702.2.001
(Dian Herawati, S.TP, M.Si.) NIP 19750111.020070.2.001
Mengetahui : Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
(Dr.Ir. Feri Kusnandar. M.Sc.) NIP 19680526.199303.1.004
Tanggal lulus: 23 September 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Perbandingan Metode dan Verifikasi Analisis Total Karbohidrat Dengan Metode Luff-Schoorl dan Anthrone Sulfat adalah hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Skripsi ini merupakan hasil arahan dari Dosen Pembimbing Akademik dari akademisi IPB. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2011 Yang
membuat pernyataan
Manikharda F24061217
© Hak
cipta milik Manikharda, tahun 2011 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa seizin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya.
BIODATA PENULIS
Manikharda dilahirkan di Bogor, 17 Januari 1989, dari ayah Sumardjo dan ibu Tri Sawarni, sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan dasar di SDN Polisi 5, Bogor pada tahun 2000. Sekolah lanjutan pertama di SLTPN 1 Bogor pada tahun 2003 dan SMAN 1 Bogor pada tahun 2006. Penulis diterima masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2006. Setelah melewati tahun pertama di Tingkat Persiapan Bersama, penulis memilih mayor Ilmu dan Teknologi Pangan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti aktivitas sebagai anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian IPB dan berbagai kegiatan kepanitiaan yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan (HIMITEPA) IPB seperti HACCP dan LCTIP. Pada tahun 2010, penulis mengikuti University of Ryukyus Short Term Exchange Program selama 10 bulan. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah Teknologi Pengolahan Pangan dan Evaluasi Nilai Biologis Komponen Pangan. Sebagai tugas akhir penulis melakukan penelitian mengenai validasi metode analisis total karbohidrat di bawah bimbingan Dr. Ir. Hanifah Nuryani Lioe, M.Si. dan Dian Herawati, S.TP, MSi.
iii
KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan atas kehadirat Allah SWT atas karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul “Validasi Metode Analisis Total Karbohidrat dengan Metode Anthrone Sulfat” ini dilaksanakan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB. Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Ibu, Ayah dan kakak tercinta, Leonard Dharmawan yang selalu memberikan dukungan dan bantuannya kepada penulis baik berupa moril maupun materil serta kesabarannya selama ini.
2.
Dr.Ir. Hanifah Nuryani Lioe, M.Si. selaku dosen pembimbing utama atas arahan, bimbingan dan bantuannya selama penulis menyelesaikan kuliah di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB dan menyelesaikan tugas akhir. Petuah, teladan dan masukan beliau sangat berharga buat penulis baik untuk bidang akademik maupun dalam kehidupan pribadi.
3.
Dian Herawati, S.TP, M.Si. selaku dosen pembimbing kedua yang atas semua bantuan yang diberikan dan kesabaran beliau dalam membimbing penulis terutama dalam tugas akhir.
4.
Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc. atas kesediaan dan waktunya sebagai dosen penguji pada ujian akhir.
5.
Teman-teman yang telah banyak membantu dan berbagi susah dan senang bersama penulis di ITP 43: Rachmat Widyanto, Sarah Fathia, Zatil Afrah, Stella Kristanti, Siti Sri Utami, Dhimas Satrio, Ipan Permadi, Siti Kholifah, Awaliyatus Sholihah dan teman-teman lain yang tidak penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungan dan moment susah dan senang yang kita jalani bersama. Teman-teman satu penelitian dan satu lab: Dhina, Tiara, Ricky Sinaga, Desir, Khafid, Marissa, Mbak Ilul, Alya, Ronald, Cipi, Bu Elmi, dan Nida atas semangat, dukungan dan bantuannya selama ini di saat penulis sangat membutuhkannya.
6.
Laboran yang telah banyak membantu dalam penelitian ini: Pak Wahid, Mbak Vera, Pak Gatot, Bu Rubiyah, Mas Aldi, Pak Sobirin, dan Pak Rozak.
7.
Teman-teman yang penulis kenal selama di Okinawa Kak Nina, Kak Tiyu, Kak Gebol, Mas Fadry, Pak Armid, Pak Basyuni, Bu Santi, Mas Idham, Bu Dyah, Mbak Dudu, Pak Ricky, Pak Agus, Bu Kusumiyati dan Takara sensei, Wada sensei, dan teman-teman satu lab di
iv
Okinawa yang telah memberikan dukungan, download jurnal dan banyak pelajaran hidup bagi penulis. 8.
Seluruh dosen dan staf ITP yang telah memberikan ilmu dan masukan kepada penulis selama penulis berkuliah di ITP. Serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih banyak atas bantuan, yang telah diberikan Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi
yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Bogor, Desember 2011
Penulis
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................... iv I.
PENDAHULUAN ....................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang ...........................................................................................................................1 1.2. Tujuan.........................................................................................................................................3 1.2.1. Tujuan Umum..........................................................................................................................3 1.2.2. Tujuan Khusus.........................................................................................................................3 1.3. Manfaat Penelitian......................................................................................................................3 1.4. Hipotesis.....................................................................................................................................3 II.
TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................................................4
2.1. Karbohidrat.................................................................................................................................4 2.1.1 Struktur karbohidrat..................................................................................................................4 2.1.2. Monosakarida ..........................................................................................................................5 2.1.3. Oligosakarida...........................................................................................................................5 2.1.4. Polisakarida .............................................................................................................................5 2.2. Pentingnya Analisis Total Karbohidrat ......................................................................................5 2.3. Total Karbohidrat dalam Bahan Pangan dan Metode Analisisnya .............................................6 2.3.1. Definisi total karbohidrat.........................................................................................................6 2.3.2. Metode analisis total karbohidrat.............................................................................................6 2.3.2.1. Analisis karbohidrat langsung ..............................................................................................6 2.3.2.1.1. Analisis total karbohidrat dalam SNI 01-2891-1992 .........................................................7 2.3.2.1.2. Analisis total karbohidrat dengan Metode Anthrone sulfat ...............................................8 2.4. Validasi dan Verifikasi Metode................................................................................................10 2.4.1. Akurasi ..................................................................................................................................11 2.4.2. Presisi ....................................................................................................................................12 2.4.3. Spesifisitas.............................................................................................................................14 2.4.4. Limit Deteksi dan Limit Kuantitasi .......................................................................................14 2.4.5. Linieritas................................................................................................................................14 2.5. Matriks Sampel.........................................................................................................................15 2.5.1. Kecap manis ..........................................................................................................................17
vi
2.5.2. Kecap kedelai asin.................................................................................................................18 2.5.3. Santan ....................................................................................................................................18 2.5.4. Bahan Acuan .........................................................................................................................19 III.
METODOLOGI PENELITIAN .........................................................................................21
3.1. Bahan dan Alat .........................................................................................................................21 3.1.1 Bahan......................................................................................................................................21 3.1.2. Alat ........................................................................................................................................21 3.2. Metode Penelitian.....................................................................................................................21 3.2.1. Penentuan matriks sampel .....................................................................................................22 3.2.1.1. Pemilihan sampel untuk uji perbandingan metode berdasarkan studi literatur...................22 3.2.1.2. Analisis proksimat ..............................................................................................................22 3.2.2. Perbandingan metode ............................................................................................................22 3.2.3. Validasi Metode Anthrone sulfat...........................................................................................23 3.2.3.1. Presisi .................................................................................................................................23 3.2.3.2. Akurasi ...............................................................................................................................23 3.2.3.3. Linieritas.............................................................................................................................24 3.2.4. Verifikasi metode SNI 01-2891-1992 ...................................................................................24 3.2.4.1. Presisi .................................................................................................................................24 3.2.4.2. Akurasi ...............................................................................................................................25 IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................................................26
4.1. Pemilihan Matriks Sampel .......................................................................................................26 4.2. Perbandingan metode ...............................................................................................................27 4.3. Verifikasi metode SNI 01-2891-1992 ......................................................................................33 4.3.1. Aspek presisi .........................................................................................................................34 4.3.1.1. Ripitabilitas bahan acuan....................................................................................................34 4.3.1.2. Reprodusibilitas bahan acuan dan matriks sampel .............................................................36 4.3.2. Aspek akurasi ........................................................................................................................39 4.3.2.1. Akurasi berdasarkan bahan acuan ......................................................................................39 4.3.2.2. Akurasi berdasarkan uji rekoveri........................................................................................40 4.3.2.2.1. Rekoveri dengan bahan acuan .........................................................................................41 4.3.2.2.2. Rekoveri dengan sampel matriks uji................................................................................41 4.4. Faktor-Faktor Kesalahan Pada Analisis Total Karbohidrat SNI 01-2891-1992 .......................43 4.5. Kelemahan Analisis Total Karbohidrat SNI 01-2891-1992 .....................................................45
vii
V.
KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................................................48
5.1. Kesimpulan...............................................................................................................................48 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................50 LAMPIRAN ....................................................................................................................................56
viii
DAFTAR TABEL Tabel 1 Persentase rekoveri yang dapat diterima sesuai dengan konsentrasi analat.....................12 Tabel 2 Nilai presisi (RSD) sesuai dengan konsentrasi analat................................................... 13 Tabel 3 Komposisi kimia kecap manis, kecap asin dan santan.................................................. 17 Tabel 4. Kandungan asam amino kecap asin dan kecap manis (g/100g) ....................................18 Tabel 5. Komposisi proksimat matriks sampel cair yang terpilih untuk uji perbandingan metode analisis total karbohidrat (N=2) ................................................................................27 Tabel 6. Perbandingan Metode Anthrone sulfat dan Luff-Schoorl untuk analisis karbohidrat total pada 3 matriks sampel pangan cair (N=3) ..................................................................28 Tabel 7. Karbohidrat total dari tiga sampel matriks pangan cair dengan beberapa metode...........30 Tabel 8 Komposisi proksimat bahan acuan yang digunakan dalam verifikasi metode karbohidrat total SNI 01-2891-1992 ...........................................................................................34 Tabel 9. Ripitabilitas metode karbohidrat SNI 01-2891-1992 pada berbagai bahan acuan (N=7) . 35 Tabel 10. Ripitabilitas metode karbohidrat SNI 01-2891-1992 pada berbagai bahan acuan dengan penambahan kadar glukosa (N=7)............................................................................. 35 Tabel 11. Reprodusibilitas metode karbohidrat SNI 01-2891-1992 pada berbagai bahan acuan ... 37 Tabel 12 Reprodusibilitas metode karbohidrat SNI 01-2891-1992 pada berbagai sampel pangan cair (N=3)...............................................................................................................37 Tabel 13. Akurasi metode karbohidrat total SNI 01-2891-1992 pada berbagai bahan acuan (N=7) ..............................................................................................................................39 Tabel 14. Hasil uji rekoveri pada berbagai bahan acuan dengan spike glukosa (N=7) .................40 Tabel 15. Hasil uji rekoveri pada berbagai sampel pangan cair dengan spike glukosa (N=7) ....... 40
ix
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Matriks pangan berdasarkan kadar protein, lemak dan karbohidrat (Nielsen 2010). . 16 Gambar 2. Tahapan penelitian validasi metode analisis karbohidrat..........................................22 Gambar 3. Hasil penempatan sampel matriks berdasarkan studi literatur...................................26 Gambar 4. Perbandingan hasil analisis karbohidrat total pada tiga matriks sampel pangan cair ditambah dengan tiga matriks sampel pangan padat (N=18) dengan metode SNI (Luff-Schoorl) dan Metode Anthrone sulfat..........................................................28 Gambar 5. Diagram kesalahan analisis metode karbohidrat total SNI 01-2891-1992 ..................45
x
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Data hasil analisis perbandingan metode…………………………………………. 56 Lampiran 2. Uji statistik perbandingan metode dengan SPSS 17.0…………………………… 58 Lampiran 3. Prosedur analisis………………………………………………………………… 60 Lampiran 4. Metode yang divalidasi…………………………………………………………… 62 Lampiran 5 Verifikasi metode karbohidrat total SNI 01-2891-1992………………………....
65
Lampiran 6. Uji statistik reprodusibilitas intralab…………………………………………….. 70
xi
I. 1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Karbohidrat merupakan komponen yang sering kita jumpai dalam bahan pangan.
Karbohidrat dalam pangan ada dalam berbagai macam bentuk dari glukosa sederhana hingga bentuk polisakarida yang kompleks. Contoh bahan pangan yang banyak mengandung karbohidrat diantaranya serealia dan umbi-umbian. Karbohidrat berkontribusi besar dalam menyusun produk pangan pada umumnya (Fennema 1996) dan merupakan salah satu makronutrien yang dibutuhkan oleh tubuh.
Lebih dari 70% kebutuhan energi manusia dipenuhi dengan karbohidrat (BeMiller
2010). Sifat fungsional karbohidrat yang penting dalam proses pengolahan pangan, menyebabkan keberadaan karbohidrat menjadi komponen yang perlu diperhatikan dan dianalisis. Analisis total karbohidrat telah lama dilakukan pada berbagai sampel seperti ekstrak tanaman (Yemm dan Willis 1954), tanah (Safarik dan Satruckova 1992), feses (Ameen and Powell 1985), produk farmasi (Leyva et al 2007) dan produk pangan (BeMiller 2009). Jumlah karbohidrat dalam produk pangan perlu diketahui, antara lain untuk: standardisasi identitas pangan, label nutrisi, deteksi adanya adulterasi dan untuk pengembangan suatu produk pangan.
Peran
karbohidrat yang signifikan terutama dalam produk pangan menjadikan analisis total karbohidrat penting. Pengukuran karbohidrat sejak dahulu hingga sekarang masih dilakukan adalah menggunakan metode by difference dalam sistem analisis proksimat Weende yaitu dengan mengurangi kadar air, kadar protein, kadar lemak dan kadar abu dari total bahan pangan yang diujikan (Southgate 1976). Akan tetapi pada metode by difference terdapat kelemahan yaitu dapat menyebabkan hasil yang kurang akurat. Hasil yang kurang akurat diakibatkan oleh akumulasi dari kesalahan pada metode yang digunakan untuk menganalisis komponen lain, seperti protein dan lemak, sehingga nilai yang didapat semakin jauh dari nilai sebenarnya. Selain itu juga ada kemungkinan komponen nonkarbohidrat seperti asam organik, lignin dan tanin ikut terhitung sebagai karbohidrat. Berbagai bidang yang spesifik seperti industri pemurnian gula dan penghasil minuman anggur, muncul kebutuhan untuk mengembangkan pengukuran gula secara langsung. Hal ini memicu berkembangnya kajian metodologis mengenai karbohidrat terlarut, diantaranya dengan
1
metode refraktometri, gravimetri, polarimetri, titrimetri dan kolorimetri kondensasi (Southgate 1976). Banyaknya metode analisis yang dikembangkan tentu dapat menimbulkan kebingungan karena setiap metode dapat menghasilkan nilai yang berbeda. Dengan demikian, perlu ditetapkan persetujuan untuk menggunakan satu metode. Metode yang digunakan untuk analisis total karbohidrat langsung yang ditetapkan oleh BSN (Badan Standardisasi Nasional) melalui SNI 01-2891-1992, yaitu tentang cara uji makanan dan minuman, adalah Metode Luff-Schoorl. Namun terdapat kelemahan pada Metode Luff-Schoorl karena dapat menimbulkan hasil yang kurang konsisten (Faulks dan Timms 1985) sehingga tingkat kepercayaan terhadap hasil kurang.
Selain itu Metode Luff-Schoorl juga
membutuhkan pekerjaan yang tidak sederhana dan lebih banyak memakan waktu dibanding metode analisis kolorimetri. Beberapa metode yang digunakan untuk menganalisis total karbohidrat secara langsung selain Luff–Schoorl, yaitu Metode Anthrone sulfat, fenol sulfat, orsinol dan resorsinol.
Metode
Anthrone sulfat adalah yang paling umum digunakan (Leyva et al 2008) dengan menggunakan instrument spektofotometer UV-Visible.
Metode Anthrone ini memiliki banyak keunggulan
antara lain kesederhanaan ujinya, spektrumnya yang luas dan sensitifitasnya yang cukup baik (Koehler 1952). Analis pangan sampai sekarang masih terikat dengan prosedur analisis yang telah ditetapkan oleh peraturan yaitu SNI (Standard Nasional Indonesia) 01-2891-1992.
Penggunaan
metode yang baku merupakan hal yang penting untuk menjamin bahwa hasil yang diperoleh sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah (Nielsen, 2010). Beberapa metode analisis pangan bersifat empiris yaitu metode itu masih digunakan hingga saat ini karena memang metode itu yang sudah digunakan sejak dulu dan hasil yang didapat cukup konsisten (Sawyer 1984). Begitu pula halnya dengan Metode Luff-Schoorl yang dijadikan metode standard dalam SNI 01-2891-1992 karena sifatnya yang empiris. Metode analisis total karbohidrat dengan menggunakan Metode Anthrone sulfat bukan merupakan metode standard, maka perlu divalidasi sebelum digunakan. Selain itu, validasi metode terutama untuk matriks pangan yang spesifik penting untuk menjamin ketepatan dari metode yang digunakan (Nielsen, 2010). Dengan adanya validasi, kita dapat mengetahui bahwa hasil dari analisis itu dapat dipercaya pada matriks pangan yang dianalisis. Sampai sejauh ini belum pernah dilakukan perbandingan metode antara Metode Luff-Schoorl dengan Metode Anthrone sulfat untuk menganalisis total karbohidrat pada bahan
2
pangan cair dan belum diketahui validitas Metode Anthrone sulfat dengan hidrolisis asam untuk menganalisis karbohidrat total secara langsung terutama pada matriks pangan cair untuk dapat menggantikan Metode Luff-Schoorl. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan kedua metode pada matriks pangan cair dengan tingkat karbohidrat rendah, sedang dan tinggi dan menentukan metode mana yang lebih baik untuk digunakan dalam analisis rutin dan melakukan validasi Metode Anthrone atau verifikasi metode yang sudah baku yaitu Luff Schoorl berdasarkan hasil perbandingan metode.
1.2.
Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah menentukan metode yang lebih baik untuk analisis total karbohidrat antara metode SNI 01-2891-1992 secara titrimetri dan metode kandidat dengan Anthrone sulfat secara spektrofotometri.
1.2.2.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1.
Melakukan perbandingan hasil analisis total karbohidrat dengan menggunakan dua metode berbeda yaitu metode SNI 01-2891-1992 secara titrimetri dengan metode kandidat yang menggunakan Anthrone sulfat secara spektrofotometri.
2.
Melakukan validasi Metode Anthrone sulfat atau verifikasi metode SNI berdasarkan hasil yang diperoleh dari perbandingan metode pada berbagai matriks.
1.3.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1.
Mendapatkan informasi mengenai metode analisis mana yang lebih baik untuk digunakan pada analisis total karbohidrat secara rutin.
2.
1.4.
Mendapatkan informasi mengenai tingkat validitas metode yang digunakan
Hipotesis Hasil pengukuran dengan Metode Anthrone tidak berbeda nyata dengan dengan hasil
pengukuran dengan Metode Luff-Schoorl, sehingga Metode Anthrone dapat diadopsi sebagai metode alternatif. Selanjutnya diperlukan Metode Anthrone diuji validitasnya untuk analisis total karbohidrat.
3
II. 2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Karbohidrat Kebanyakan ahli kimia kesulitan dalam mengelompokkan bahan apa saja yang termasuk ke
dalam karbohidrat. Definisi klasik karbohidrat berdasarkan asal katanya yaitu carbo dari bahasa Latin dan hydros dari bahasa Yunani adalah ‘hidrat dari karbon’ yang mengandung hidrogen dan oksigen dengan perbandingan 2:1 (Southgate 1978) atau elemen yang terdiri dari air dan karbon dengan perbandingan 1:1 (Kennedy dan White 1988). Karbohidrat adalah senyawa organik yang mengandung karbon, hidrogen dan oksigen baik dalam bentuk molekul sederhana maupun kompleks (Christian dan Vaclavik 2003). Karbohidrat telah menjadi sumber energi utama untuk metabolisme pada manusia dan sarana untuk memelihara kesehatan saluran pencernaaan manusia. Karbohidrat adalah penyumbang utama dari komponen yang membentuk produk pangan baik sebagai komponen alami maupun bahan yang ditambahkan. Karbohidrat meliputi lebih dari 90% dari berat kering tanaman. Karbohidrat banyak tersedia dan murah. Penggunaannya sangat luas dan jumlah penggunaannya cukup besar (Fennema 1996) baik untuk pemanis, pengental, penstabil, gelling agents dan fat replacer (Christian dan Vaclavik 2003). Karbohidrat dapat dimodifikasi baik secara kimia dan biokimia dan modifikasi itu digunakan untuk memperbaiki sifat dan memperluas penggunaannya.
2.1.1
Struktur karbohidrat
Karbohidrat digunakan dalam kimia untuk senyawa dengan formula Cm(H2O)n, tetapi kini rumus molekul itu tidak secara kaku digunakan untuk mendefinisikan karbohidrat (Kennedy dan White 1988). Sebelumnya beberapa ahli kimia memasukkan formaldehid dan glikoaldehid sebagai karbohidrat, namun sekarang istilah karbohidrat dalam biokimia, tidak mengikutsertakan senyawa yang kurang dari tiga atom karbon. Southgate (1978) menggunakan definisi karbohidrat sebagai senyawa yang tersusun oleh polihidroksi aldehid, keton, alkohol, asam dan turunan sederhananya serta polimernya yang memiliki ikatan polimer tipe asetal. Menurut strukturnya karbohidrat dapat dibagi menjadi kelompok sakarida: monosakarida, oligosakarida dan polisakarida. Monosakarida adalah gula sederhana yang tidak dapat dipecah lagi menjadi molekul yang lebih kecil dan monosakarida inilah yang menjadi unit penyusun dari oligosakarida dan polisakarida. Oligosakarida dan polisakarida tersusun dari monosakarida yang dihubungkan dengan ikatan glikosidik.
4
2.1.2. Monosakarida Monosakarida terdiri dari tiga sampai delapan karbon atom, tetapi umumnya hanya lima atau enam yang biasa ditemukan. Biasanya monosakarida digolongkan berdasarkan jumlah atom karbonnya, misalnya triosa (C3H6O3), tetrosa (C4H8O3), pentosa (C5H10O5) dan heksosa (C6H12O6). Dari golongan tersebut dapat dibagi lagi berdasarkan gugus fungsional yang ada, misalnya dari golongan heksosa ada aminoheksosa (C6H13O5N), deoksiheksosa (C6H12O5) dan asam heksuronat (C6H10O7). Contoh monosakarida adalah glukosa dan fruktosa.
2.1.3. Oligosakarida Oligosakarida terdiri dari beberapa monosakarida (2-10) yang saling terikat oleh ikatan glikosidik. Tetapi ada juga yang mengklasifikasikan sendiri karbohidrat dengan dua gugus gula sebagai disakarida. Menurut Christian dan Vaclavik (2003) disakarida terdiri dari dua molekul monosakarida yang bergabung dengan ikatan glikosidik. Contoh disakarida di pangan adalah maltosa, selubiosa, dan sukrosa. Oligosakarida yang memiliki lebih dari tiga gugus gula contohnya adalah rafinosa dan stakiosa.
2.1.4. Polisakarida Polisakarida merupakan polimer dari gula sederhana yang tersusun atas lebih dari sepuluh monomer gula sederhana. Contoh polisakarida di makanan adalah pati, pektin dan gum. Ketiganya adalah polimer karbohidrat kompleks dengan sifat yang berbeda, tergantung unit gula penyusunnya, tipe ikatan glikosidik dan derajat percabangan molekul.
2.2. Pentingnya Analisis Total Karbohidrat Total karbohidrat yang ada dalam bahan pangan perlu diketahui dengan alasan: standards of identity (pangan harus memiliki komposisi yang sesuai dengan regulasi pemerintah); nutritional labelling (menginformasi konsumen mengenai kadar nutrisi dalam bahan pangan); detection of adulteration (tiap tipe pangan memiliki 'fingerprint' karbohidrat); food quality (sifat fisikokimia dari pangan seperti kemanisan, penampakan, stabilitas dan tekstur tergantung tipe dan stabilitas karbohidrat yang ada); ekonomi (agar lebih dapat menghemat biaya produksi bahan yang digunakan pada industri) dan food processing (efisiensi dari proses pangan banyak tergantung pada jenis dan kadar karbohidrat). Dalam berbagai studi mengenai bahan makanan penting untuk mengetahui persentasi kadar karbohidrat pada pangan yang diujikan sehingga nilai karbohidrat pada bahan lain dapat dikonversi menjadi nilai total pangan.
5
2.3. Total Karbohidrat dalam Bahan Pangan dan Metode Analisisnya 2.3.1. Definisi total karbohidrat Total karbohidrat atau total karbohidrat menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2005) meliputi gula, pati, serat pangan dan komponen karbohidrat lain. Pernyataan jumlah total karbohidrat dalam gram penyajian yang dinyatakan dengan nilai gram terdekat, jika penyajian kurang dari 0,5 gram, jumlah kadarnya dapat dinyatakan sebagai nol dan jika penyajian lebih dari 0,5 gram dibulatkan ke kelipatan 1 gram terdekat. Total karbohidrat dapat dinyatakan dengan total karbohidrat by difference. Total karbohidrat dalam pengukuran karbohidrat dengan metode langsung dinyatakan dalam bentuk persen yang setara dengan glukosa. Satuan glukosa (glucose equivalent) juga dapat diganti dengan larutan gula lain yang dijadikan sebagai larutan standar.
2.3.2. Metode analisis total karbohidrat Sejumlah teknik analisis telah dikembangkan untuk mengukur jumlah dan tipe karbohidrat yang ada di bahan pangan. Kadar karbohidrat di bahan pangan dapat diketahui dengan menghitung persentase yang tersisa setelah semua komponen lain telah diukur (total carbohydrate by difference), yaitu dengan persamaan (1.1) (SNI 01-2891-1992):
(1.1) Metode by difference ini masih digunakan oleh FDA, tetapi metode ini dapat menghasilkan nilai yang salah karena ada kemungkinan terjadi akumulasi kesalahan dari metode-metode yang digunakan untuk mengukur komponen lain, dan kemungkinan adanya komponen non karbohidrat yang terukur sebagai karbohidrat menyebabkan penyimpangan yang lebih besar. Pengukuran kadar karbohidrat secara langsung lebih baik karena didapat hasil lebih yang akurat.
2.3.2.1. Analisis karbohidrat langsung Metode yang telah dikembangkan untuk analisis karbohidrat sangat banyak, dan tergantung juga oleh jenis analisis (kuantitatif atau kualitatif) dan tipe karbohidrat yang dianalisis. Sehingga metode pengukuran karbohidrat sangat beragam mulai dari metode kromatografi dan elektroforesis (Kromatografi Lapis Tipis, Kromatografi Likuid Kinerja Tinggi dan Kromatografi Gas); metode kimia (metode titrasi Lane Eynon, metode gravimetri Munson Walker, metode Luff Schoorl, metode kolorimetri seperti anthrone sulfat dan fenol sulfat); metode enzimatis; metode fisik (polarimetri, indeks refraktif, densitas dan infra merah) serta metode immunoassay.
6
Uji karbohidrat yang resmi ditetapkan oleh BSN dalam SNI 01-2891-1992 yaitu analisis total karbohidrat dengan menggunakan metode Luff Schoorl. Pada tahun 1936 International Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis mempertimbangkan Metode Luff-Schoorl sebagai salah satu metode yang digunakan untuk menstandarkan analisis gula pereduksi karena metode Luff Schoorl saat itu menjadi metode yang resmi dipakai di pulau Jawa, di samping nominator lainnya yaitu metode Lane-Eynon. Tetapi pada saat itu metode kolorimetri belum banyak berkembang dan dalam catatan komisi itu terdapat agenda untuk melakukan penyeragaman analisis gula dengan metode kolorimetri. Berikut ini adalah beberapa jenis analisis total karbohidrat langsung:
2.3.2.1.1. Analisis total karbohidrat dalam SNI 01-2891-1992 Seluruh senyawa karbohidrat yang ada dipecah menjadi gula-gula sederhana (monosakarida) dengan bantuan asam yaitu HCl dan panas. Monosakarida yang terbentuk kemudian dianalisis dengan Metode Luff-Schoorl. Prinsip analisis dengan Metode Luff-Schoorl yaitu reduksi Cu2+ menjadi Cu
1+
oleh monosakarida. Monosakarida bebas akan mereduksi larutan basa dari garam
logam menjadi bentuk oksida atau bentuk bebasnya. Kelebihan Cu2+ yang tidak tereduksi kemudian dikuantifikasi dengan titrasi iodometri (SNI 01-2891-1992). Reaksi yang terjadi (1.2): Karbohidrat kompleks → gula sederhana (gula pereduksi) Gula pereduksi+ 2 Cu2+→ Cu2O(s) 2 Cu2+ (kelebihan) + 4 I-→ 2 CuI2 → 2 CuI- + I2 I2 + 2S2O32-→ 2 I- + S4O62(1.2) Osborne dan Voogt (1978) mengatakan bahwa Metode Luff-Schoorl dapat diaplikasikan untuk produk pangan yang mengandung gula dengan bobot molekuler yang rendah dan pati alami atau modifikasi. Kemampuan mereduksi dari gugus aldehid dan keton digunakan sebagai landasan dalam mengkuantitasi gula sederhana yang terbentuk. Tetapi reaksi reduksi antara gula dan tembaga sulfat sepertinya tidak stoikiometris dan sangat tergantung pada kondisi reaksi. Faktor utama yang mempengaruhi reaksi adalah waktu pemanasan dan kekuatan reagen. Penggunaan luas dari metode ini dalam analisis gula adalah berkat kesabaran para ahli kimia yang memeriksa sifat empiris dari reaksi dan oleh karena itu dapat menghasilkan reaksi yang reprodusibel dan akurat (Southgate 1976).
7
2.3.2.1.2. Analisis
total karbohidrat dengan Metode Anthrone sulfat
Penggunaan Metode Anthrone untuk analisis total karbohidrat mulai berkembang sejak penggunaan pertama kali oleh Dreywood pada tahun 1946 untuk uji kualitatif. Dasar dari reaksi ini adalah kemampuan karbohidrat untuk membentuk turunan furfural dengan keberadaan asam dan panas, yang kemudian diikuti dengan reaksi dengan anthrone yang menghasilkan warna biru kehijauan (Sattler dan Zerban 1948) dalam Brooks et al (1986). Anthrone, C6H4COC6H4CH2, adalah turunan dari anthraquinone. Senyawa ini diproduksi oleh reduksi katalitik dari anthraquinone oleh asam hidroklorat dengan keberadaan logam timah. Senyawa ini mungkin ada dalam bentuk keto atau enol, yang masing-masing dikenal dengan nama anthrone and anthranol. Reaksinya dapat dilihat pada persamaan (1.3):
(1.3) Mekanisme pembentukan warna anthrone dengan gula telah diteliti. Hurd dan Isenhour (1932) dan Wolfrom et al (1948) mempostulasikan bahwa karbohidrat dan turunannya mengalami pembentukan cincin dalam keberadaan asam kuat dari mineral, seperti yang ditunjukkan untuk glukosa (1.4):
(1.4) Tiap tahap adalah pemecahan dari glukosa(I) menjadi 5-(hydroxymethyl)-2-furaldehyde(IV) menunjukkan dehidrasi baik pada double bond atau pembentukan cincin. Wolfrom et al. (1948) menunjukkan bukti spektroskopik untuk senyawa intermediate (II) dan (III) pada reaksi ini Sattler
8
and Zerban (1948) menyarankan bahwa pembentukan warna hijau pada reaksi anthrone tergantung oleh keberadaan 5-(hidroksimetil)-2-furaldehid, atau senyawa furfural yang mirip, yang dibentuk oleh reaksi asam sulfat pada karbohidrat. Momose et al. (1957) melakukan kromatografi pada ekstrak benzene dari pewarna terhadap alumina dan menunjukkan bahwa bagian yang dapat larut dari benzene-terdiri dari beberapa pewarna yang memberikan pewarnaan yang berbeda dengan asam sulfat. Mereka menentukan berat molekul dari salah satu pewarna utama yaitu kurang lebih 530, dan mempostulasikan formula dari pewarna itu (C47H30O3). Mereka menyimpulkan bahwa 3 mol anthrone bereaksi dengan 1 mol glukosa, yang digambarkan dalam persamaan (1.5):
3C14H10O + C6H12O6 C47H3O30 + 5H2O + CH2O
(1.5)
Dari data analisis dan spektrum inframerah dari pewarna, dan mekanisme reaksinya dipertimbangkan,
mereka
menduga
struktur
yang
mungkin
adalah
1,2,5,-
atau
1,3,5,-trianthronylidenepentane. Ludwig dan Goldberg (1956) melaporkan adaptasi dari Metode Anthrone kolorimetri untuk analisis total karbohidrat secara kuantitatif pada pangan. Metode yang digunakan relatif cepat dan akurat serta lebih baik daripada metodologi analisis karbohidrat sebelumnya, yaitu metode Somogyi-Shaffer-Hartmann yang menggunakan teknik teknik iodometri dan prinsip gula pereduksi. Mereka menunjukkan bahwa persiapan hidrolisis dan deproteinisasi tidak perlu dilakukan ketika teknik anthrone digunakan. Uji Anthrone ini memiliki kelebihan dalam hal sensitifitas dan kesederhanaan ujinya (Koehler 1952).Sejumlah kecil karbohidrat dapat memberikan warna yang terdeteksi dengan menggunakan spektrofotometer. Dreywood (1946) melakukan uji spesifisitas dari reaksi dan membuat daftar 18 jenis karbohidrat, termasuk beberapa turunan selulosa, yang memberikan hasil positif. Dia juga melaporkan hasil negatif terhadap kelompok besar nonkarbohidrat, termasuk sejumlah resin sintetik nonselulosa, asam organik, aldehid, fenol, lemak, terpena, alkaloid, dan protein. Nonkarbohidrat yang menunjukkan hasil positif hanya furfural, tetapi hasil positif ini cepat menghilang karena warna hijau dikaburkan oleh presipitat coklat. Morris (1948) juga menunjukkan spesifisitas anthrone untuk karbohidrat sangat tinggi, dan dia melaporkan reaksi positif untuk semua mono-, di-, dan polisakarida murni yang diujikan, juga sampel of dekstrin, dekstran, pati, polisakarida tumbuhan dan gum, polisakarida tipe II dan II dari pneumococcus, glukosida, dan senyawa asetat dari mono-, di-, dan polisakarida.
9
Kekurangan dari Metode Anthrone adalah ketidakstabilan dari reagen (anthrone yang dilarutkan dalam asam sulfat), sehingga perlu dilakukan persiapan reagen yang baru setiap hari. Dreywood (1946) memperhatikan bahwa panas yang dihasilkan oleh pelarutan asam sulfat merupakan bagian yang penting dalam uji. Morris (1948) melihat signifikansi dari panas pada reaksi anthrone dan menunjukkan bahwa pada sejumlah karbohidrat yang diberikan, intensitas warna bervariasi dengan jumlah panas yang dihasilkan. Oleh karena itu kurva standar juga perlu dibuat setiap hari. Nilai total karbohidrat tidak dapat dinyatakan dalam persen karbohidrat, tetapi lebih baik dinyatakan dengan istilah glucose equivalents per cent, karena kepekatan warna yang dihasilkan dari reaksi anthrone bervariasi dengan tipe gula yang ada. Kepekatan warna yang sama contohnya, ditunjukkan oleh 100 µg. glukosa, 105 µg. maltosa, dan 111 µg glikogen. Gula murni lain selain glukosa dapat dikalkulasi dengan faktor konversi. Tetapi jika terdapat campuran karbohidrat yang tidak diketahui pada bahan pangan faktor konversi itu tidak dapat digunakan, dan hasilnya bukan persentase karbohidrat absolut, melainkan ekuivalen glukosa, yang dapat bervariasi dari nilai persentasi karbohidrat yang sebenarnya dengan jumlah yang tidak dapat ditentukan. Keganjilan ini tidak signifikan ketika nilai glucose equivalents per cent digunakan hanya sebagai basis untuk mengkonversi nilai total karbohidrat menjadi nilai total pangan (Beck dan Bibby 1961). Untuk tujuan ini glucose equivalents per cent hanya sebagai indeks dari persentasi absolute dari masing-masing karbohidrat dalam pangan.
2.4. Validasi dan Verifikasi Metode Metode analisis memiliki beberapa atribut, seperti ketepatan, ketelitian, spesifisitas, sensitivitas, kemandirian, dan kepraktisan, yang harus dipertimbangkan ketika akan digunakan (Garfield et al. 2000). Informasi yang digunakan untuk mengambil keputusan harus seimbang dengan pertimbangan praktis seperti biaya, waktu, risiko, kesalahan, dan tingkat keahlian yang diperlukan. Selain itu suatu laboratorium yang akan menerapkan suatu metode perlu mempertimbangkan apakah data validasi yang ada mengenai metode tersebut cukup memadai atau apakah masih membutuhkan tindakan validasi ulang sebelum metode itu digunakan. Selanjutnya jika data validasi telah cukup memadai, laboratorium perlu mengetahui apakah level performa yang ditunjukkan oleh data validasi tersebut mampu dilaksanakan. Untuk mencapai level performa itu dibutuhkan analis yang kompeten serta peralatan dan fasilitas yang memadai (Jelita 2011). Data validasi yang kurang memadai biasanya ada pada metode yang baru dikembangkan baik oleh laboratorium itu sendiri atau yang dikembangkan oleh pihak lain; metode yang digunakan
10
oleh laboratorium lain atau metode yang telah dipublikasi tetapi belum menjadi metode baku. Ketika data validasi yang ada telah memadai, yaitu seperti pada metode yang telah divalidasi oleh organisasi terstandarisasi seperti AOAC (Association of Official Analytical Chemists) Internasional, laboratorium umumnya hanya menjaga performa data dengan cara melakukan verifikasi metode. Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Berdasarkan Harvey (2000), validasi merupakan suatu proses evaluasi kecermatan dan keseksamaan yang dihasilkan oleh suatu prosedur dengan nilai yang dapat diterima. Sebagai tambahan, validasi memastikan bahwa suatu prosedur tertulis memiliki detail yang cukup jelas sehingga dapat dilaksanakan oleh analis atau laboratorium yang berbeda dengan hasil yang sebanding. Menurut AOAC (2002) validasi metode menunjukkan apakah suatu metode sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Dalam praktiknya, memungkinkan untuk merancang percobaan yang akan dilakukan sehingga karakteristik validasi yang sesuai dapat diterapkan untuk mendapatkan hasil yang cukup dan menyeluruh mengenai kemampuan suatu prosedur analisis, seperti: spesifisitas, linearitas, rentang, akurasi (kecermatan), dan presisi (keseksamaan) (EMA, 1995). Verifikasi metode adalah suatu tindakan validasi metode tetapi hanya pada beberapa beberapa karakteristik performa saja. Laboratorium harus menentukan karakteristik performa yang dibutuhkan. Spesifikasi analisis dapat menjadi acuan untuk merancang proses verifikasi. Rancangan yang baik akan menghasilkan informasi yang dibutuhkan serta meminimalisir tenaga, waktu, serta biaya. Pemilihan parameter validasi atau verifikasi tergantung pada beberapa faktor seperti aplikasi, sampel uji, tujuan metode, dan peraturan lokal atau internasional. Adapun beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis :
2.4.1. Akurasi Akurasi atau kecermatan adalah seberapa dekat suatu hasil pengukuran kepada nilai sebenarnya. Terkadang masalah dalam menentukan akurasi adalah ketidaktahuan terhadap nilai yang sebenarnya. Dalam beberapa tipe sampel kita dapat menggunakan sampel yang telah diketahui nilainya dan mengecek metode pengukuran yang kita gunakan untuk menganalisis sampel itu sehingga kita mengetahui akurasi dari prosedur yang diujikan, metode ini disebut dengan CRM (Certified Reference Method). Pendekatan lain adalah dengan membandingkan
11
hasilnya dengan hasil yang dilakukan oleh lab lain (Smith, 2010) atau dengan menggunakan metode referen (Walton 2001). Akurasi juga dapat diketahui dengan melakukan uji rekoveri (Walton 2001). Hasil uji ini akurasi dapat dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analat yang ditambahkan pada sampel. Sampel ditambahkan (spiking) dengan standar yang telah diketahui jumlah dan kadarnya (EMA, 1995). Rentang nilai penerimaan kecermatan suatu metode akan bervariasi sesuai kebutuhannya (FAO, 1998). Adapun AOAC menetapkannya seperti dalam Tabel 1. Tabel 1 Persentase rekoveri yang dapat diterima sesuai dengan konsentrasi analat (%) analat
Unit
Rata-rata rekoveri (%)
100
100%
98-102
10
10%
95-102
1
1%
97-103
0.1
0.10%
95-105
0.01
100 ppm
90-107
0.001
10 ppm
80-110
0.0001
1 ppm
80-110
0.00001
100 ppb
80-110
0.000001
10 ppb
60-115
0.0000001
1 ppb
40-120
(sumber: AOAC 2002)
2.4.2. Presisi Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004). Presisi dapat dibagi dalam dua kategori: keterulangan atau ripitabilitas (repeatability) dan ketertiruan (reproducibility). Ripitabilitas adalah nilai presisi yang diperoleh jika seluruh pengukuran dihasilkan oleh satu orang analis dalam satu periode tertentu, menggunakan pereaksi dan peralatan yang sama dalam laboratorium yang sama. Ketertiruan adalah nilai presisi yang dihasilkan pada kondisi yang berbeda, termasuk analis yang berbeda, atau periode dan laboratorium yang berbeda dengan analis yang sama. Karena ketertiruan dapat memperbanyak sumber variasi, ketertiruan dari analisis tidak akan lebih baik hasilnya dari nilai keterulangan (Harvey, 2000).
12
Presisi dalam hal ripitabilitas diukur dengan menghitung relative standard deviation atau simpangan baku relatif (RSD) dari beberapa ulangan dengan menggunakan rumus (1.6):
(1.6) Standar deviasi ripitabilitas bervariasi tergantung pada konsentrasi (AOAC 2002). Oleh karena itu hasil yang didapat dari perhitungan dibandingkan hasilnya dengan nilai yang ada di Tabel 2. Tabel 2 Nilai presisi (RSD) sesuai dengan konsentrasi analat (%) analat
Konsentrasi
RSD (%)
100
100%
1
10
10%
1.5
1
1%
2
0.1
0.10%
3
0.01
100 ppm
4
0.001
10 ppm
6
0.0001
1 ppm
8
0.00001
10 ppb
15
(sumber: AOAC 2002) Nilai yang didapat juga dapat dibandingkan atau dengan menggunakan rumus (1.7):
(1.7) dengan C adalah konsentrasi yang didapat dari rataan. Nilai yang dapat diterima untuk ripitabilitas adalah antara 1/2 dan 2 kali dari nilai yang dijadikan sebagai pembanding. Ada juga yang menggunakan RSD Horwitz sebagai nilai pembanding, RSD Horwitz dihitung dengan rumus (1.8):
(1.8) Dengan menggunakan pembanding RSD Horwitz nilai yang dapat diterima untuk ripitabilitas adalah RSD yang terhitung dari ulangan yang ada harus kurang dari 2/3 dari nilai RSD Horwitz (Garfield 2000).
13
2.4.3. Spesifisitas Spesifisitas dari metode analitik tertentu berarti metode itu hanya mendeteksi komponen yang diinginkan. Metode analitis dapat bersifat sangat spesifik untuk komponen tertentu atau pada beberapa kasus dapat menganalisis spektrum komponen yang luas (Smith, 2010). Spesifisitas suatu metode diuji dengan membandingkan hasil dari sampel yang mengandung pengotor dengan hasil sampel yang tidak mengandung pengotor. Pada dasarnya, spesifisitas dapat diuji secara langsung atau tidak langsung. Pendekatan secara tidak langsung ditinjau dari penerimaan parameter akurasi. Pendekatan secara langsung ditinjau dari keberadaan komponen pengganggu (Ermer dalam Ermer dan Miller, 2005). Cara yang terakhir dilakukan dengan menambahkan sejumlah tertentu komponen pengganggu pada larutan standar murni. Jika diperkirakan tidak adanya komponen pengganggu pada sampel, spesifisitas dapat ditunjukkan dengan membandingkan hasil uji sampel dengan standar (EMA, 1995).
2.4.4. Limit Deteksi dan Limit Kuantitasi Limit deteksi atau Limit of Detection (LOD) suatu metode analisis adalah jumlah terkecil dari analat yang dapat dideteksi namun jumlah ini belum tentu dapat dikuantisasi dengan presisi yang baik oleh metode tersebut. Limit kuantitasi atau Limit of Quantitation (LOQ) yang disebut juga limit determinasi adalah konsentrasi terendah dari analat yang dapat ditentukan secara kuantitatif dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima (Ermer dalam Ermer dan Miller, 2005). Giese (2004) menyatakan bahwa terdapat dua cara untuk menentukan LOD dan LOQ, yaitu dengan menentukan kurva kalibrasi menggunakan sepuluh level konsentrasi, atau melakukan analisis blanko berulang. Tetapi ada masalah dalam pendekatan menggunakan blanko karena seringkali sulit diukur dan variasinya sangat tinggi. Lebih lanjut, nilai yang didapat dengan pendekatan seperti ini tidak bergantung dari analat (AOAC 2002). Limit deteksi hanya berguna untuk mengontrol ketidakmurnian yang tidak diinginkan yang konsentrasinya harus tidak lebih dari level tertentu dan mengontrol kontaminan dengan konsentrasi rendah, sedangkan materi yang bermanfaat harus ada pada konsentrasi yang cukup tinggi agar dapat menjadi fungsional. Limit deteksi dan determinasi seringkali bergantung pada kemampuan instrumen (AOAC 2002).
2.4.5. Linieritas Linearitas metode analisis menunjukkan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil uji, yang baik langsung maupun dengan definisi transformasi matematis yang baik, proporsional
14
dengan konsentrasi analat dalam sampel pada range tertentu (Leyva et al 2008). Linieritas dapat diuji secara informal dengan membuat plot residual yang dihasilkan oleh regresi linier pada respon konsentrasi dalam satu seri kalibrasi (Thompson et al. 2002). Linieritas harus dievaluasi dengan pemeriksaan visual terhadap plot absorbansi yang merupakan fungsi dari konsentrasi analat. Jika hubungannya linier, hasil uji dievaluasi lebih lanjut secara statistik dengan perhitungan garis regresi. Dalam penentuan linieritas, sebaiknya menggunakan minimum lima konsentrasi (EMA, 1995). Rentang penerimaan linieritas tergantung dari tujuan pengujian. Pada kondisi yang umum, nilai koefisien regresi (r2) ≥ 0,99.
2.5. Matriks Sampel Suatu metode harus dapat menunjukkan rekoveri dan ripitabilitas yang dapat diterima pada konsentrasi dan matriks yang mewakili kelompok sampel dimana metode itu hendak diterapkan (AOAC 2002). Suatu metode yang hendak diterapkan pada “pangan” secara umum, metode tersebut perlu diujikan pada jenis pangan yang dianggap mewakili kelompok pangan secara umum. Sampel yang yang dianggap mewakili dapat dipilih berdasarkan skema segitiga atau triangle scheme yang disarankan AOAC Internasional (Gambar 1) (Sullivan dan Carpenter 1993). Skema segitiga ini berdasarkan kadar karbohidrat, protein dan lemaknya yang mana dianggap memiliki pengaruh terbesar terhadap kemampuan metode analisis. Suatu kelompok pangan, yang diwakili oleh segitiga kecil, dikatakan memiliki kadar yang “tinggi”, “sedang” dan “rendah” berdasarkan kadar karbohidrat, protein dan lemaknya. Pangan kompleks diposisikan pada salah satu segitiga kecil—menurut kadar karbohidrat, lemak dan proteinnya (dengan persentase yang telah dinormalisasi menurut perbandingan dari ketiga komponen). Pemetaan ini dilakukan dengan meniadakan persentase kadar air dan kadar abu. Tiap sudut segitiga merupakan kelompok pangan yang terdiri dari 100% lemak, 100%protein, dan 100% karbohidrat.
15
Gambar 1. Matriks pangan berdasarkan kadar protein, lemak dan karbohidrat (Nielsen 2010). Nielsen (2010) mengatakan bahwa kemampuan suatu metode analisis dipengaruhi oleh matriks pangan (misalnya komponen dari pangan tersebut terutama lemak, protein dan karbohidrat). Matriks pangan merupakan tantangan terbesar bagi para analis pangan. Makanan dengan kadar lemak tinggi dan kadar gula tinggi dapat menghasilkan interferensi yang berbeda dengan makanan dengan kadar lemak rendah dan kadar gula rendah. Prosedur digesti dan tahap ekstraksi sangat penting bagi hasil analisis yang akurat. Hal ini tergantung pada matriks pangan. Kompleksitas dari berbagai sistem pangan seringkali membutuhkan lebih dari satu teknik dan prosedur untuk komponen spesifik tertentu, termasuk pengetahuan mengenai teknik mana yang sesuai untuk matriks pangan yang spesifik. Metode analitik yang umum harus dapat menganalisis kesembilan kombinasi yang ada, menggantikan metode yang spesifik pada matriks tertentu (matrix dependent method). Misalnya dengan
menggunakan
metode
yang
dipengaruhi
oleh
matriks,
kita
mungkin
dapat
menggunakannya untuk menganalisis bahan yang rendah protein, dengan karbohidrat dan lemak sedang seperti coklat dan keripik kentang. Tetapi untuk bahan dengan protein tinggi, lemak rendah dan karbohidrat tinggi seperti susu rendah lemak, harus digunakan metode analisis yang lain. Hal ini cukup merepotkan dan kemungkinan nilai yang didapat dari hasil analisis kedua metode perlu dievaluasi (Nielsen 2010). Validasi metode memerlukan pengetahuan mengenai identitas dari sampel yang akan dianalisis, karena jika tidak, meski banyak informasi berguna yang didapat, tetapi informasi itu akan terombang-ambing bagaikan kapal di lautan yang luas, tidak mengetahui dimana keberadaannya, tanpa penanda yang menunjukkan posisinya (AOAC 2002). Oleh karena itu selain melakukan studi literatur dilakukan uji proksimat terhadap sampel yang akan dianalisis untuk
16
mengonfirmasi komposisi dari sampel. Berikut data mengenai sampel yang akan digunakan dalam perbandingan metode:
2.5.1. Kecap manis Kecap manis merupakan produk olahan kedelai, yang teksturnya kental dan berwarna coklat kehitaman (Suprapti 2005). Komposisi kimia kecap manis dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Komposisi kimia kecap manis, kecap asin dan santan Komponen
Kadar (%) Kecap manis
Kecap asin
Santan
29,61a
63, 84a
54,9c
Protein kasar
1,46a
6,55a
4,20b
Lemak
0,14a
0,35a
34,30b
Abu
7,64a
18,48a
1-1,3c
61,15a
10,78a
5,60b
6,27a
18,43a
Air
Karbohidrat Garam (NaCl)
(tidak ada informasi)
Sumber: aJudoamidjojo (1987) , bDirektorat Gizi (1967), c Woodroof (1979)
Kandungan gula dan viskositas yang tinggi dari produk ini disebabkan karena penambahan gula dalam proses pembuatannya. Komponen terbesar kecap manis adalah karbohidrat, terutama sukrosa, glukosa dan fruktosa (Kusumadewi, 2011). Kandungan gula kecap manis, yaitu 26-61%, lebih banyak dari kecap asin yang hanya 4-19% (Judoamidjojo 1987). Kandungan asam amino yang cukup tinggi dari kecap manis karena salah satu bahan yang digunakan untuk membuatnya adalah kedelai yang memiliki kandungan protein yang tinggi (Santoso 1994). Rincian jenis asam amino kecap manis dapat dilihat pada Tabel 4. Dalam kecap manis, selain dari kedelai senyawa organik yang ada juga berasal dari gula merah. Senyawa organik dalam kecap manis adalah asam sitrat, tartarat, suksinat, laktat, format, piroglutamat, propionate dan butirat (Judoamidjojo et al 1985). Kecap yang bermutu tinggi berkadar garam 18%, gula minimal 40% dan pHnya berkisar antara 4,7-4,8 (Buckle et al 1988). Adapun persyaratan BSN untuk kecap manis (SNI 01-2543-1999) kadar garam minimal 3% dan total gula (dihitung sebagai sakarosa) minimal 40%.
17
Tabel 4. Kandungan asam amino kecap asin dan kecap manis (g/100g) Asam amino
Kecap Asin
Kecap Manis
Asam aspartat
0,42
0,03
Treonin
0,21
0,01
Serin
0,29
0,01
Glutamat
0,63
0,10
Prolin
0,16
0,01
Glisin
0,15
0,00
Alanin
0,30
0,02
Valin
0,30
0,02
Metionin
0,08
0,00
Isoleusin
0,29
0,02
Leusin
0,41
0,02
Tirosin
0,15
0,02
Fenilalanin
0,24
0,02
Lisin
0,27
0,01
Histidin
0,09
0,00
Arginin
0,27
0,00
Triptofan
0,00
0,00
Sistein
0,00
0,00
Sumber: Judoamidjojo et al (1985)
2.5.2. Kecap kedelai asin Kecap kedelai asin atau yang biasa dikenal dengan nama kecap asin merupakan hasil fermentasi dari kedelai. Menurut definisi SNI 01-3543-994 kecap kedelai adalah produk cair yang diperoleh dari hasil fermentasi dan atau cara kimia (hidrolisis) kacang kedelai (Glycine max. L) dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Warna dari kecap asin adalah coklat gelap. Tetapi warna ini bergantung pada proses penuaan atau agingnya. Kecap asin mirip dengan kecap manis, hanya tanpa penambahan gula. Komposisi kimia dari kecap kedelai dapat dilihat dari Tabel 3 dan kandungan asam aminonya dapat dilihat pada Tabel 4.
2.5.3. Santan Berdasarkan SNI 01-3816-1995, santan adalah produk cair yang diperoleh dengan menyaring daging buah kelapa (Cocos nucifera) dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Santan merupakan emulsi lemak dalam air (Kirk dan Otmer 1950) yang
18
distabilisasi secara alamiah oleh protein (globulin dan albumin) dan fosfolipida (Tangsuphoom dan Coupland, 2008). Senyawa δ-C8-laktone, δ-C10-laktone, dan n-oktanol merupakan komponen volatil utama dan memberikan karakteristik aroma pada santan kelapa (Lin dan Wilkens 2006), Adapun komposisi kimia santan dapat dilihat di Tabel 3. Tetapi komposisi kimianya masih bervariasi tergantung pada varietas lokasi tumbuh, cara budi daya, kematangan buah, dan metode ekstraksi seperti jumlah penambahan air dan suhu ekstraksi. Menurut Seow dan Gwee (1997), komposisi kimia santan kelapa yang diekstraksi dengan tanpa penambahan air terdiri atas protein 2.6-4.4%; lemak 32-40%; air 50-54%; dan abu 1-1.5%.
2.5.4. Bahan Acuan Semua metode instrumental membutuhkan bahan acuan, sekalipun untuk metode yang mengukur analat yang empiris. Analat yang empiris adalah analat yang nilainya tidak seperti senyawa kimia yang stoikiometris yang bersifat tetap. Analat empiris merupakan hasil dari penerapan prosedur yang biasa digunakan untuk mengukurnya, contohnya untuk kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar karbohidrat (by difference) dan kadar serat (AOAC 2002). Bahan acuan memainkan peranan penting untuk mengetahui akurasi dalam melakukan validasi. Bahan acuan disini dapat diartikan sebagai bahan atau zat yang memiliki sifat-sifat tertentu yang cukup homogen dan stabil, yang telah ditetapkan untuk dapat digunakan dalam pengukuran atau dalam pengujian suatu contoh. Bahan acuan dapat digunakan untuk mengontrol presisi pengukuran walaupun bahan acuan tersebut tidak memiliki nilai acuan (assigned value), sedangkan untuk kalibrasi atau untuk mengontrol kebenaran pengukuran hanya bahan acuan yang memiliki nilai acuan yang dapat digunakan (Dara 2010). Kalibrasi dan pengontrolan analisis sangat penting, karena menyangkut kehandalan hasil pengujian. Untuk pengambilan keputusan yang krusial diperlukan hasil pengujian yang dapat dipercaya (Nuryatini 2010). Bahan acuan ini dapat diperoleh dari berbagai produsen bahan acuan seperti Puslit Kimia LIPI yang telah mengembangkan beberapa bahan acuan (in-house reference materials) khususnya untuk pengujian dalam bidang lingkungan dan pangan (Dara 2010). Bahan acuan dapat dibagi menjadi dua yaitu Certified Reference Material (CRM) dan Standard Reference Material (SRM). CRM dapat ditelusur hingga
standard internasional dengan
ketidakpastian yang telah diketahui dan oleh karena itu dapat digunakan untuk mengukur semua aspek bias (bias metode, bias antarlab, and intralab) secara bersamaan, dengan asumsi bahwa tidak ada ketidaksesuaian matriks. Perlu dipastikan bahwa nilai ketidakpastian yang dimiliki cukup kecil sehingga dapat mendeteksi bias pada kisaran tertentu. Tetapi jika nilainya tidak cukup kecil,
19
penggunaan CRM masih dianjurkan, tetapi dengan disertai dengan pengujian tambahan. Jika diperlukan dan dapat dilakukan, sejumlah CRM yang sesuai dengan matriks dan konsentrasi analit sebaiknya diujikan (Thompson et al 2002). SRM dapat digunakan jika tidak ada CRM. SRM adalah material yang telah dikarakterisasi dengan baik untuk tujuan validasi. Hal yang perlu diperhatikan adalah jika nilai bias tidak signifikan, hal ini bukan berarti merupakan bukti bahwa tidak adanya bias sama sekali. Akan tetap jika terdapat bias yang signifikan, hal ini menandakan perlunya investigasi lebih lanjut. SRM dapat berupa material yang telah dikarakterisasi oleh produsen CRM tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen mengenai nilai ketidakpastiannya atau material yang telah terkualifikasi oleh sebuah manufakturer; materials yang dikarakterisasi dalam lab sebagai reference material; dan material yang didistribusikan dalam proficiency test. Meskipun ketertelusuran dari material tersebut dipertanyakan,
jauh lebih baik untuk menggunakan material tersebut dibandingkan tidak
melakukan pengukuran terhadap bias sama sekali. Material dapat digunakan dengan cara yang sama seperti CRM, sekalipun tidak ada nilai ketidakpastian yang tercantum, seluruh pengujian yang signifikan bergantung seluruhnya pada presisi yang dapat diamati dari hasil (Thompson et al 2002).
20
III.
3.1. 3.1.1
METODOLOGI PENELITIAN
Bahan dan Alat Bahan Seluruh bahan kimia yang digunakan memiliki grade analitik. Asam sulfat terkonsentrasi
(H2SO4 98%), reagen anthrone, KI, HCl 37%, Na2CO3, asam sitrat, standar glukosa, CH3COOH 100%, Na2S2O3.5H2O, heksana, HgO dan indikator pati berasal dari Merck, Jerman. Kalium dikromat (K2CrO7), Cu2SO4.5H2O, H3BO3, K2SO4 dan NaOH berasal dari CICA, Jepang. Standar amilosa (potato amylose) berasal dari Sigma-Aldrich. Es, indikator fenolftalein, kapas bebas lemak dan air distilasi. Sampel matriks pangan cair yang digunakan untuk penelitian perbandingan metode analisis yaitu kecap asin, kecap manis dan santan. Selain itu juga untuk verifikasi digunakan sampel berupa bahan acuan tepung kedelai dan tepung kacang hijau yang diperoleh dari LIPI Kimia Bandung dan bahan acuan susu bubuk dari BBIA Bogor.
3.1.2. Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah hot plate (Cimarec 3 Thermolyne USA), oven vakum (V0-7-3 Ogawa Seiki Japan), tanur (4800 Furnace Barnstead Thermolyne USA), waterbath (Type 1008, GFL Gesselschaft fur Labortechnik mbH D-30938 Burgwedel Germany), kertas saring, alat ekstraksi soxhlet (kondensor dan pemanas listrik), labu lemak, desikator berisi bahan pengering, batang pengaduk, tabung reaksi, tabung reaksi bertutup, gelas piala, labu takar, baskom plastik, sudip, batang pengaduk, pipet tetes, pipet ukur, pH meter (Orion model 210 A, Thermo Electron Corp. USA), erlenmeyer, neraca analitik (Precisa XT 220A, Swiss), bulb, vortex, spektrofotometer (UV Mini 1240, UV-Vis Spectrophotometer, Shimadzu Japan), stopwatch, buret (volume 25 mL), cawan porselen, cawan alumunium dan labu Kjeldahl.
3.2. Metode Penelitian Penelitian ini memiliki tiga tahapan yaitu tahap penentuan matriks sampel, tahap perbandingan metode dan tahap validasi atau verifikasi metode. Bagan alir dari tahapan penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 2
21
Penentuan matriks sampel
Perbandingan metode Tidak berbeda nyata Validasi Metode Anthrone sulfat
Berbeda nyata Verifikasi metode SNI 01-2891-1992
Gambar 2. Tahapan penelitian validasi metode analisis karbohidrat
3.2.1.
Penentuan matriks sampel Penentuan matriks sampel dilakukan untuk mendapatkan sampel yang mewakili segitiga
pangan. Selain itu juga digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai komponen lain yang terdapat pada sampel yang akan digunakan.
3.2.1.1. Pemilihan sampel untuk uji perbandingan metode berdasarkan studi literatur Studi literatur dilakukan untuk memetakan beberapa sampel berdasarkan ke dalam skema segitiga matriks pangan. Dari hasil pemetaan akan dipilih sampel yang dapat mewakili matriks dengan kadar karbohidrat rendah, sedang dan tinggi.
3.2.1.2. Analisis proksimat Hasil pemilihan sampel berdasarkan literatur dikonfirmasi komposisinya dengan analisis proksimat. Selain untuk konfirmasi, analisis proksimat juga berfungsi untuk identifikasi komponen yang ada dalam sampel. Analisis proksimat yang dilakukan meliputi kadar air, kadar lemak, kadar abu, kadar protein dan kadar karbohidrat menggunakan metode dari SNI 01-2891-1992 (Cara Uji Makanan dan Minuman).
3.2.2. Perbandingan metode Perbandingan metode dilakukan untuk mengevaluasi sejauh mana kedua metode yang diperbandingkan menghasilkan kesesuaian nilai. Hasil dari perbandingan metode dapat digunakan untuk melihat apakah metode yang baru (metode kandidat) dapat menggantikan metode yang digunakan sebelumnya. Sebanyak tiga kali ulangan dilakukan menggunakan metode kandidat dan metode SNI 01-2891-1992 pada tiga matriks yang telah ditentukan. Setelah itu hasil dari metode kandidat dan metode SNI 01-2891-1992 dibandingkan dan disesuaikan dengan data analisis proksimat.
22
Perbandingannya meliputi uji varian (uji F), independent student t-test dan korelasi kedua metode dengan regresi linear. Jika hasil analisis metode kandidat tidak berbeda nyata dengan hasil analisis metode SNI 01-2891-1992 serta sesuai dengan hasil uji proksimat, maka akan dilakukan validasi metode kandidat. Jika hasil yang didapatkan berbeda jauh, maka akan dilakukan verifikasi pada metode SNI 01-2891-1992. .
3.2.3. Validasi Metode Anthrone sulfat Validasi dilakukan pada matriks sampel yang terpilih yaitu sampel yang mewakili kadar karbohidrat rendah, kadar karbohidrat sedang dan kadar karbohidrat tinggi dan bahan acuan. Sampel dari matriks karbohidrat rendah, sedang dan tinggi diukur kadar karbohidratnya untuk mengetahui tingkat validitas dari Metode Anthrone sulfat. Penentuan tingkat validasi ini meliputi:
3.2.3.1. Presisi Ripitabilitas merupakan salah satu aspek presisi yang menggambarkan keseragaman nilai yang diperoleh dari rangkaian pengukuran berulang terhadap analat dengan menggunakan prosedur analisis yang sama (Leyva et al 2008). Sebanyak 7 kali ulangan dengan prosedur yang sama, hari yang sama dan analis yang sama dilakukan pada sampel kemudian dihitung RSDnya. Besarnya RSD dalam satuan % menunjukkan ripitabilitas. Keberterimaan RSD analisis ditentukan sebesar 2/3 RSD Horwitz (Garfield 2000) atau 1/2 sampai 2 kali RSD AOAC (AOAC 2002). Reprodusibilitas diukur dengan melakukan analisis yang sama setelah dua bulan sejak dilakukan analisis pertama. Hasil analisis dibandingkan lalu diuji secara statistik untuk melihat apakah hasil berbeda signifikan atau tidak.
3.2.3.2. Akurasi Akurasi dilaksanakan dengan mengggunakan bahan acuan tepung kedelai dan tepung kacang hijau dari LIPI Kimia Bandung dan bahan acuan susu bubuk dari BBIA Bogor. Selain itu uji rekoveri juga dilakukan. Tujuan uji rekoveri adalah memeriksa adanya interferensi kompetitif dan efek dari matriks sampel (Koch dan Peter 1999; Cembrowski dan Sullivan 1992). Uji rekoveri dilakukan dengan menggunakan sampel yang dispike (ditambahkan) standard glukosa. Percobaan spiking dilakukan sebanyak tujuh ulangan pada sampel bahan acuan. Sebelumnya juga dilakukan uji terhadap sampel yang tidak dispiking. Akurasi dilihat dari nilai rekoveri yang diperoleh. Recovery dihitung dengan rumus (2.1):
23
(2.1)
3.2.3.3. Linieritas Linieritas dari metode analitis yang menggambarkan kemampuan suatu metode untuk hasil analisis yang proporsional dengan konsentrasi analat pada sampel dalam range tertentu baik secara langsung maupun melalui transformasi matematik (Leyva et al 2008). Untuk mengetahui linieritas metode, sebanyak tujuh kali ulangan dilakukan pada standar glukosa dengan 6-8 konsentrasi. Kemudian tiap kali ulangan dihitung rataan, SD1 dan RSD1.
Selain itu tiap ulangan
diplotkan persamaan garis dari kurva kalibrasi dan dihitung koefisien korelasinya (r2). Selanjutnya ditabulasikan nilai y yang baru berdasarkan persamaan garis yang ada. Dari nilai y yang baru dihitung rataan, standar deviasinya (yang kemudian disebut SD2) dan RSDnya. Uji F digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan signifikan pada variansi kurva pada tiap kelompok konsentrasi.
3.2.4. Verifikasi metode SNI 01-2891-1992 Verifikasi dilakukan dengan mengukur kadar karbohidrat matriks sampel yang terpilih yaitu sampel yang mewakili kadar karbohidrat rendah, kadar karbohidrat sedang dan kadar karbohidrat tinggi dan beberapa sampel yang telah diketahui nilainya yaitu bahan acuan (reference material). Verifikasi ini meliputi atribut presisi (ripitabilitas) dan akurasi (dengan bahan acuan uji rekoveri).
3.2.4.1. Presisi Ripitabilitas merupakan salah satu aspek presisi yang menggambarkan keseragaman nilai yang diperoleh dari rangkaian pengukuran berulang terhadap analat dengan menggunakan prosedur analisis yang sama (Leyva et al 2008). Sebanyak 7 kali ulangan dengan prosedur yang sama, hari yang sama dan analis yang sama dilakukan pada sampel kemudian dihitung RSDnya. Besarnya RSD dalam satuan % menunjukkan ripitabilitas. Keberterimaan RSD analisis ditentukan sebesar 2/3 RSD Horwitz (Garfield 2000) atau 1/2 sampai 2 kali RSD AOAC (AOAC 2002). Reprodusibilitas diukur dengan melakukan analisis yang sama setelah dua bulan sejak dilakukan analisis pertama. Hasil analisis dibandingkan lalu diuji secara statistik untuk melihat apakah hasil berbeda signifikan atau tidak.
24
3.2.4.2. Akurasi Akurasi dilaksanakan dengan mengggunakan bahan acuan tepung kedelai dan tepung kacang hijau dari LIPI Kimia Bandung dan bahan acuan susu bubuk dari BBIA Bogor. Selain itu uji rekoveri juga dilakukan. Tujuan uji rekoveri adalah memeriksa adanya interferensi kompetitif dan efek dari matriks sampel (Koch dan Peter 1999; Cembrowski dan Sullivan 1992). Uji rekoveri dilakukan dengan menggunakan sampel yang dispike standard glukosa. Spiking dilakukan sebanyak tujuh ulangan pada sampel bahan acuan. Sebelumnya juga dilakukan uji terhadap sampel yang tidak dispiking. Akurasi dilihat dari nilai rekoveri yang diperoleh. Recovery dihitung dengan rumus (2.2):
(2.2)
25
IV.
4.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemilihan Matriks Sampel Matriks pangan sangat mempengaruhi performa suatu metode, terutama komponen
mayor seperti protein, karbohidrat, dan lemak, oleh karena itu beberapa sampel pangan cair dari hasil studi literatur dipilih berdasarkan tiga kriteria karbohidratnya yaitu mewakili matriks sampel dengan kadar karbohidrat rendah, sedang dan tinggi menurut skema segitiga yang disusun oleh AOAC International seperti pada Gambar 1. Penempatan sampel menurut studi literatur dapat dilihat pada Gambar 3. Sampel kecap manis dimasukkan pada kelompok pangan dengan karbohidrat tinggi, sampel kecap asin dimasukkan pada kelompok pangan dengan karbohidrat sedang, lemak rendah dan protein sedang serta santan dimasukkan pada kelompok pangan dengan karbohidrat rendah, protein rendah dan lemak tinggi. Kemudian dilakukan analisis proksimat dengan menggunakan metode SNI 01-2891-1992 untuk melakukan konfirmasi terhadap komposisi dan identitasnya. Hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil analisis proksimat sesuai dengan penempatan yang dilakukan berdasarkan studi literatur.
Gambar 3 Hasil penempatan sampel matriks berdasarkan studi literatur
26
Tabel 5. Komposisi proksimat matriks sampel cair yang terpilih untuk uji perbandingan metode analisis total karbohidrat (N=2) Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Protein
Kadar Lemak
Kadar Karbohidrat
(g/100g)
(g/100g)
(g/100g)
(g/100g)
by difference (g/100g)
No
Sampel
1
Kecap Manis
27.92
5.37
1,45
0,30
64,96
2
Kecap Asin
72.50
19.01
4.78
0,06
3,65
3
Santan
53.15
0.52
3,55
41,78
1,00
4.2.
Perbandingan metode Hasil analisis total karbohidrat dengan menggunakan Metode Luff-Schoorl dan Metode
Anthrone sulfat pada tiga matriks sampel pangan cair (kecap manis, kecap asin dan santan), yang mewakili skema segitiga matriks pangan, diuji statistik dengan SPSS 17.0 dengan menggunakan uji F menunjukkan bahwa varian kedua metode tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95% untuk sampel kecap asin, kecap manis, dan santan. Hasil uji F dapat dilihat pada Lampiran 2. Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan dalam segi presisi dari Metode Luff-Schoorl dengan Metode Anthrone sulfat untuk sampel kecap manis dan kecap asin dan santan. Uji lanjut dilakukan dengan menggunakan independent student t-test, seperti yang terlihat pada Tabel 6. Perbedaan signifikan pada hasil analisis sampel kecap manis, kecap asin dan santan dengan Metode Luff-Schoorl dan Metode Anthrone sulfat terlihat pada tingkat kepercayaan 95%. Secara spesifik, hasil ini menunjukkan bahwa hasil analisis total karbohidrat dengan metode Luff-Schoorl berbeda nyata dengan hasil analisis total karbohidrat dengan Metode Anthrone sulfat pada ketiga matriks sampel yang digunakan.
27
Tabel 6. Perbandingan Metode Anthrone sulfat dan Luff-Schoorl untuk analisis karbohidrat total pada 3 matriks sampel pangan cair (N=3) Sampel Kecap Manis
Kecap Asin
Santan
Metode
Rataan (g/100g)
SD
RSDa
RSD H
Luff-Schoorl
38,71
0,69
1,77
2,30
Anthrone sulfat
46,81
0,97
2,08
2,24
Luff-Schoorl
2,21
0,05
3,31
3,74
Anthrone sulfat
1,51
0,02
1,05
3,76
Luff-Schoorl
1,49
0.03
2,32
3,52
Anthrone sulfat
1,75
0.00
0,09
3,68
Tobs
P value
11,785
0,000*
-22,136
0,000*
13,000
0,000*
*berbeda nyata Berdasarkan uji F dan uji t pada hasil analisis total karbohidrat dengan menggunakan metode Luff-Schoorl dan Metode Anthrone sulfat terlihat adanya bias. Varian kedua metode tidak berbeda signifikan sedangkan hasil analisis kedua metode menunjukkan adanya perbedaan signifikan. Oleh karena itu, dilakukan uji korelasi dengan regresi linear untuk mengestimasi kesalahan sistematis (systematic error) diantara kedua metode.
Tepung beras
Kecap manis
Susu bubuk Sarden
Kecap asin Santan
Gambar 4. Perbandingan hasil analisis karbohidrat total pada tiga matriks sampel pangan cair ditambah dengan tiga matriks sampel pangan padat (N=18) dengan metode SNI (Luff-Schoorl) dan Metode Anthrone sulfat
28
Perbandingan antara kedua metode dilakukan dengan menggunakan suplemen data dari penelitian Novitri (2011). Hasil regresi linier dapat dilihat pada Gambar 4; dengan koefisien korelasi (r2) dari kurva regresi (y=1.1873x-1.6264) menunjukkan nilai yang memuaskan yaitu 0.9797 (n=18). Nilai ini menunjukkan bahwa range konsentrasi yang digunakan memadai untuk analisis regresi sederhana, tetapi nilai ini tidak digunakan untuk menentukan apakah suatu metode akurat, relatif terhadap metode baku (Walton 2001; Westgard 1998), yang dalam hal ini adalah Luff Schoorl. Slope kurva regresi (1.1873) memperlihatkan bahwa kurva sedikit lebih curam dibandingkan kurva regresi yang ideal yaitu 1:1. Hal ini menunjukkan adanya proportional systematic error diantara metode yang digunakan (Walton 2001) dan terlihat bahwa Metode Anthrone sulfat sedikit lebih sensitif dibandingkan metode Luff-Schoorl. Dari intercept kurva regresi (-1.6264) kita dapat melihat bahwa Metode Anthrone menghasilkan nilai analisis 1.63% lebih rendah dibanding metode Luff-Schoorl pada sampel dengan nilai karbohidrat terendah (intercept 1.6264 pada nilai total karbohidrat Metode Anthrone= 0). Nilai ini juga menunjukkan estimated constant error diantara kedua metode (Walton 2001). Dari penjelasan ini menunjukkan bahwa, meskipun korelasi cukup baik, terdapat mutual bias diantara kedua metode. Tetapi karena konsentrasi dari populasi sampel kurang mewakili seluruh populasi matriks pangan secara umum, kesimpulan regresi linear pada perbandingan metode ini belum dapat dijadikan landasan yang kokoh. Regresi ini hanya memberikan gambaran sepintas dari populasi yang diujikan yaitu kecap manis, kecap asin, santan, sarden, susu bubuk dan tepung beras. Hasil analisis menggunakan uji F, independent student t-test dan regresi linear sederhana tehadap perbandingan hasil analisis menggunakan metode Luff-Schoorl dan Metode Anthrone sulfat pada tiga sampel matriks pangan cair, menunjukkan bahwa dengan presisi yang tidak berbeda nyata, nilai hasil yang didapat oleh kedua metode berbeda nyata. Oleh karena itu penyebab bias dari kedua metode dianalisis. Bias dapat juga karena pengaruh interferensi dari komponen yang ada pada matriks dari sampel yang dianalisis. Bisa jadi suatu komponen dapat menginterferensi analisis pada suatu metode tapi tidak menganggu metode yang lain. Adanya interferensi dapat menyebabkan nilai yang terukur berbeda dari nilai sebenarnya. Tabel 7 menunjukkan nilai kadar karbohidrat dengan menggunakan metode by difference, SNI 01-2891-1992 dan metode kandidat. Perlu ditegaskan
29
lagi bahwa nilai analisis metode by difference dapat mengandung akumulasi kesalahan, oleh karena itu nilai yang ada hanya dijadikan perbandingan.
Tabel 7. Karbohidrat total dari tiga sampel matriks pangan cair dengan beberapa metode Sampel
Kadar karbohidrat (g/100g) Luff-Schoorl
Anthrone sulfat
64,96
38,71
46,81
Kecap asin
3,65
1,57
1,51
Santan
1,00
1,49
1,75
Kecap manis
by difference
Dilihat dari Tabel 7 pada sampel kecap manis dan kecap asin, hasil metode pengukuran karbohidrat secara langsung yaitu baik Luff-Schoorl maupun Metode Anthrone sulfat, nilainya lebih kecil dibandingkan metode by difference. Metode by difference dapat memiliki kesalahan positif karena metode ini tidak dapat membedakan komponen non karbohidrat seperti asam organik, tanin dan lignin. Baik kecap asin dan kecap manis merupakan produk hasil fermentasi oleh kapang, oleh karena itu produk samping hasil metabolit, seperti asam organik, dapat terkandung dalam kecap manis dan kecap asin. Hal lain yang dapat menyebabkan lebih rendahnya nilai pengukuran karbohidrat secara langsung dibandingkan dengan metode by difference adalah tahap hidrolisis karbohidrat yang digunakan pada metode pengukuran karbohidrat secara langsung. Hidrolisis yang digunakan menggunakan asam kuat encer yaitu HCl 3% dan pemanasan pada ±99oC selama 3 jam untuk menghidrolisis sampel keseluruhan. Hidrolisis asam sampel seperti ini memiliki kelemahan dan dapat menjadi tidak akurat bahkan dapat menghasilkan nilai yang keliru karena pada kondisi yang dibutuhkan untuk dapat memecah pati dan dekstrin dapat menyebabkan destruksi dari fruktosa (Loomys dan Shull 1937); atau gula-gula lain (Shriner 1932). Glukosa juga terdegradasi perlahan jika dipanaskan dengan asam, laju destruksi ini dipercepat oleh asam sulfat dan jauh lebih cepat dengan HCl (Whelan dan Pirt 2006) sedangkan HCl digunakan pada tahap hidrolisis sampel. Jadi hal ini juga dapat menyebabkan nilai analisis dengan metode by difference nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan Metode Anthrone sulfat maupun metode Luff-Schoorl pada sampel kecap asin.
30
Adapun nilai analisis sampel santan baik metode by difference dan Luff-Schoorl menunjukkan nilai yang hamper sama, yaitu jika dibulatkan nilainya 1%. Adapun Metode Anthrone nilainya sedikit lebih besar dibandingkan metode by difference maupun Luff-Schoorl. Hal ini dapat disebabkan karena kandungan gula sederhana (terutama dalam bentuk glukosa dan fruktosa) yang ada pada santan tidak sebanyak pada kecap manis maupun kecap asin, sehingga pengaruh degradasi gula sederhana pada tahap hidrolisis asam tidak terlalu terlihat. Selain itu komponen non karbohidrat yang dapat terhitung sebagai karbohidrat oleh metode by difference, seperti asam organik, tidak terlalu banyak terdapat pada sampel santan yang digunakan. Metode by difference tidak dapat dijadikan sebagai acuan karena metode ini tidak lepas dari banyak bias. Perbedaan nilai antara metode by difference dengan metode lainnya menunjukkan bahwa ada kemungkinan nilai yang didapat baik oleh Metode Anthrone sulfat maupun Metode Luff-Schoorl, terutama untuk sampel kecap asin dan kecap manis, bukanlah nilai kadar total karbohidrat karena serat kasar seperti selulosa juga tidak dapat dihidrolisis dengan asam kuat encer saja (Southgate 1976) dan juga tidak dapat dikatakan sebagai nilai total available karbohidrat juga karena sulit untuk memisahkan fraksi pati dari karbohidrat struktural (Loomys dan Shull 1937). Nilai yang didapat lebih cocok jika disebut sebagai nilai total karbohidrat yang dapat terhidrolisis oleh asam (Weinmann 1946). Pengaruh faktor konversi yang digunakan juga dapat berdampak pada perbedaan nilai yang didapat antara metode kandidat, Luff-Schoorl dan metode by difference. Tanpa melihat jenis karbohidrat yang banyak terkandung pada matriks, faktor konversi 0.9 diterapkan untuk semua matriks. Adapun dalam perbandingan metode ini pengaruh komponen lain seperti lemak dan protein belum dapat diketahui melalui penelitian ini. Perbedaan nilai yang terlihat pada Metode Luff-Schoorl dengan Metode Anthrone seperti yang terlihat pada Tabel 7 dapat disebabkan karena Metode Luff-Schoorl hanya mengidentifikasi gula pereduksi saja, kompleks karbohidrat yang ada belum tentu dihidrolisis sempurna seluruhnya menjadi gula pereduksi. Hal ini menyebabkan hasil analisis dari Metode Anthrone sulfat menunjukkan nilai yang lebih besar pada sampel kecap manis dan santan. Selain itu juga, nilai yang lebih besar dari Metode Anthrone sulfat dapat juga terkait dengan penguatan warna oleh ion Cl (Fales et al 1961, Jermyn 1975). Sedangkan untuk kecap asin, Metode
31
Luff-Schoorl menunjukkan nilai yang sedikit lebih besar dibandingkan Metode Anthrone sulfat (selisih rataan 0.06%). Ada juga kemungkinan interferensi komponen pereduksi yang bukan gula yang menyebabkan kesalahan positif pada metode Luff Schoorl. Tiap metode memang memiliki keterbatasan. Metode Anthrone sulfat rentan terhadap interferensi non spesifik (Faulks dan Timms 1985) salah satunya keberadaan ion halida (Fales et al 1961) terutama ion Cl yang berasal dari tahap hidrolisis dengan HCl. Intensitas warna yang dihasilkan oleh reaksi Anthrone juga berbeda-beda untuk gula yang berbeda (Yemm dan Willis 1954). Selain itu reaksi senyawa Anthrone cenderung lebih baik untuk senyawa heksosa dan reaksi dengan pentose kurang menghasilkan warna yang stabil (Koehler 1952; Southgate 1976). Penggantian suatu metode dengan metode lain dapat dilakukan jika kedua metode memiliki kesesuaian hasil yang dapat diterima. Meski presisi kedua metode tidak berbeda nyata berdasarkan uji F, uji T yang dilakukan menunjukkan Metode Anthrone sulfat dan Metode Luff-Schoorl menghasilkan nilai yang berbeda nyata pada aplikasinya untuk sampel kecap manis, kecap asin dan santan yang mewakili matriks pangan cair. Karena kedua metode berbeda nyata dan tidak ada acuan bahwa Metode Anthrone sulfat memiliki nilai yang lebih akurat dibanding metode yang telah baku (Luff-Schoorl dalam SNI 01-2891-1992), maka Metode Anthrone sulfat dianggap tidak dapat menggantikan Metode Luff-Schoorl, sehingga tahap selanjutnya yang dilakukan adalah verifikasi Metode Luff-Schoorl yang telah baku. Selain karena Metode Anthrone pada tahap yang telah dilakukan dianggap tidak dapat menggantikan Metode Luff-Schoorl, keputusan untuk melakukan verifikasi ini diambil karena Metode Luff-Schoorl merupakan metode yang telah baku (ditetapkan dalam SNI 01-2891-1992). Penggunaan metode yang baku yang telah disepakati berdasarkan konsensus merupakan hal yang penting untuk menjamin bahwa hasil yang diperoleh sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah (Nielsen, 2010) dan dapat diterima sehingga dapat memenuhi permintaan dalam label pangan. Hasil perbandingan metode yang menunjukkan bahwa nilai yang didapat antara metode baku (Luff-Schoorl) dan metode kandidat (Anthrone) tidak menunjukkan kesesuaian (nilai berbeda nyata menurut uji statistik). Jika lab tetap memutuskan untuk menggunakan Metode Anthrone, maka hasil yang diperoleh dapat bertentangan dengan hasil yang diperoleh lab lain untuk sampel yang sama sehingga kemungkinan hasil analisis tidak diakui atau
32
diterima. Sampai saat ini uji profisiensi lab untuk pemenuhan persyaratan SNI 19-17025-2000 masih menggunakan nilai konsensus dari peserta lab uji, maka penggunaan metode baku manual SNI masih menjadi alternatif yang lebih baik untuk mendapatkan hasil analisis dengan performa yang memenuhi standard. Oleh karena itu, tahap validasi Metode Anthrone tidak dilakukan dan dan hanya dilakukan verifikasi terhadap metode baku yaitu Luff-Schoorl.
4.3.
Verifikasi metode SNI 01-2891-1992 Tingkat validasi tergantung status dari suatu metode pada struktur analitik (AOAC
2002), yang dimaksud disini adalah validasi seperti apakah yang harus diterapkan pada suatu metode tergantung status metode itu sendiri. Metode yang telah baku hanya memerlukan verifikasi dari kemampuan suatu laboratorium untuk mencapai karakteristik performa yang ditetapkan, sedangkan di sisi lain untuk metode yang masih baru atau aplikasi suatu metode pada matriks yang baru memerlukan validasi (AOAC 2002). Karena Metode Luff-Schoorl dalam SNI 01-2891-1992 sudah baku maka hanya dilakukan verifikasi. Karakteristik yang akan dinilai dalam verifikasi adalah aspek presisi dan akurasi Verifikasi dilakukan dengan matriks sampel uji dan bahan acuan pengendalian mutu hasil analisis (quality control reference material). Karena adanya kesulitan dalam mendapatkan bahan acuan, maka bahan acuan dipilih berdasarkan bahan acuan yang tersedia dan dapat diperoleh yaitu tepung kacang hijau dan tepung kedelai dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Kimia Bandung serta susu bubuk dari Balai Besar Industri Agro (BBIA) di Bogor. Kadar karbohidrat yang ada pada bahan acuan kacang hijau berdasarkan nilai konsensus dari 8 lab dan pada bahan acuan kedelai berdasarkan konsensus dari 6 lab dengan menggunakan uji Luff-Schoorl. Untuk sampel susu bubuk, karena masih dalam tahap percobaan, maka nilai yang dicantumkan pada sampel susu bubuk bukanlah nilai konsensus dari beberapa lab seperti pada sampel tepung kacang hijau dan tepung kedelai, melainkan nilai yang didapat oleh satu lab saja (Lab Jasa Analisis Pangan (LDITP) IPB) sehingga rentang nilainya sempit. Informasi lengkap dapat dilihat pada Tabel 8.
33
Tabel 8 Komposisi proksimat bahan acuan yang digunakan dalam verifikasi metode karbohidrat total SNI 01-2891-1992 Kedelaia
Kacang hijaua
Parameter
Susu bubukb
Nilai g/100g rata-rata
Rentang
rata-rata
Rentang
rata-rata
Rentang
Air
7.24
6.60-7.87
9.49
8.66-10.31
3.14
3.14-3.15
Abu
4.73
4.53-4.93
3.07
2.89-3.25
4.48
4.47-4.50
Protein
33.26
31.24-35.28
23.49
21.69-25.28
14.48
14.46-14.50
Karbohidrat
16.64
14.02-19.26
53.61
49.26-57.96
59.64
59.61-59.67
Lemak
21.07
20.22-21.91
NA
NA
18.25
18.24-18.26
a
berdasarkan nilai yang tercantum pada bahan acuan LIPI Kimia
b
berdasarkan hasil analisis proksimat Lab Kimia LD-ITP
Bahan acuan yang dipakai jika dimasukkan ke dalam matriks segitiga pangan akan terbagi menjadi dua kelas matriks dalam segitiga pangan. Kedelai masuk ke dalam kelas dengan kadar karbohidrat rendah, lemak rendah dan protein sedang (yang ditandai dengan nomor 8 pada matriks segitiga pangan di Gambar 1). Sedangkan kacang hijau dan susu bubuk akan masuk ke dalam kelas protein rendah, lemak rendah dan karbohidrat sedang (yang ditandai dengan nomor 6 pada matriks segitiga pangan di Gambar 1). Sebelumnya pada perbandingan metode digunakan sampel yang mewakili tiga kelas matriks dalam segitiga pangan (Gambar 3). Sehingga kalau dijumlah sampel dan bahan acuan yang digunakan telah mewakili 5 dari 9 matriks segitiga pangan yang ada.
4.3.1. Aspek presisi Walton (2001) merekomendasikan evaluasi terhadap presisi sebagai langkah pertama dalam validasi metode. Jika presisi metode sudah tidak baik, maka sulit untuk mendapatkan hasil yang dapat dipercaya. Salah satu aspek yang umum digunakan dalam verifikasi adalah ripitabilitas (Mullins 2003). Tetapi dalam pengujian presisi metode untuk validasi satu lab (single laboratory validation) dapat berupa ripitabilitas dan reprodusibilitas intralab.
4.3.1.1. Ripitabilitas bahan acuan Ripitabilitas memungkinkan variasi terkecil dapat ditemukan pada sebuah analisis (Jelita 2011). Ripitabilitas dapat dilihat dari nilai RSD. Nilai RSD dan RSDR(Horwitz) analisis total karbohidrat dengan menggunakan metode SNI 01-2891-1992 ditunjukkan pada Tabel 9 untuk analisis beberapa bahan acuan, Tabel 10 untuk uji ripitabilitas dengan spike glukosa.
34
Tabel 9. Ripitabilitas metode karbohidrat SNI 01-2891-1992 pada berbagai bahan acuan (N=7) Hasil analisis (g/100g) Bahan acuan
RSD analisis
2/3 RSDH
2xRSD AOAC
Rataan
Range
SD
Susu Bubuk
45.72
45.11-46.08
0.43
0.93
1.50
2.25
Kacang kedelai
15.90
15.19-16.50
0.41
2.58
1.76
2.64
Kacang hijau
55.66
55.45-56.16
0.28
0.51
1.45
2.18
(%)
(%)
(%)
Tabel 10. Ripitabilitas metode karbohidrat SNI 01-2891-1992 pada berbagai bahan acuan dengan penambahan kadar glukosa (N=7) Hasil analisis yang terbaca
RSD
2/3
2x RSD
(g/100g)
analisis
RSDH
AOAC
Bahan acuan Rataan
Range
SD
(%)
(%)
a
(%)b
Susu Bubuk
47,65
47,37-48,55 0,43
0,91
1,49
2,24
Kedelai
23,44
22,98-24,05 0,42
1,80
1,66
2,49
Kacang hijau
58,50
58,37-58,66 0,12
0,22
1,47
2,17
a
Garfield (2000)
b
AOAC (2002)
Koefisien variasi atau relatif standard deviasi yang diperoleh berkisar antara 0,51-2,58% untuk sampel bahan acuan (n=7) dan 0,22-1,80% untuk sampel bahan acuan yang mengalami penambahan kadar glukosa (n=7). Nilai ini menunjukkan variasi yang kecil dalam ulangan yang dilakukan pada tiap bahan acuan. Garfield (2000) mengatakan bahwa ripitabilitas dikatakan baik jika memiliki nilai RSD yang lebih kecil dari 2/3 RSDR yang dihitung dari rumus Horwitz. Tetapi AOAC (2002) mengatakan bahwa nilai yang dapat diterima untuk ripitabilitas adalah antara 0,5 sampai 2 kali dari nilai yang terhitung berdasarkan rumus atau di Tabel 2. Bahkan nilai RSD di bawah 5% dapat diterima, meskipun terkadang batas itu tergantung tipe dari analisis (Smith 2010). Hasil analisis yang didapat pada bahan acuan susu bubuk dan kacang hijau menunjukkan nilai yang didapat kurang dari 2/3 RSDR yang dihitung dari rumus Horwitz, kecuali pada analisis bahan acuan tepung kedelai. Nilainya masih lebih kecil dari RSDR Horwitz tetapi lebih besar dari 2/3 RSDR Horwitz. Tetapi jika kita mengikuti acuan AOAC (2002) nilai ini masih
35
dalam range yang dapat diterima. Begitupula jika mengikuti acuan Smith (2010), yaitu RSD masih di bawah 5%. Nilai RSD kedelai cenderung lebih besar dibanding kacang hijau dan susu bubuk baik pada bahan acuan dengan penambahan glukosa maupun bahan acuan tanpa penambahan glukosa. Hal ini dapat disebabkan oleh konsentrasi karbohidrat pada kedelai yang lebih kecil dibandingkan susu bubuk dan kacang hijau. Akan tetapi jika dilihat dari nilai standard deviasi(SD)nya sendiri, kedelai memiliki SD yang hampir sama bahkan cenderung lebih kecil dibandingkan susu bubuk. Hal ini mengindikasikan bahwa konsentrasi karbohidrat yang lebih kecil (hingga pada range lebih dari ±15,90 gram karbohidrat setara glukosa/100 gram sampel) bukan berarti menyebabkan keterulangan yang lebih buruk dibandingkan konsentrasi karbohidrat yang lebih tinggi. Adanya kecenderungan bahwa nilai SD susu bubuk lebih besar dari kedelai lebih besar dari kacang hijau perlu diteliti lebih lanjut untuk mengetahui komponen apa dari tiap bahan acuan yang mungkin dapat menyebabkan variasi yang ada. Dalam penelitian ini, range konsentrasi ±15,90-58.50 gram karbohidrat setara glukosa/100 gram sampel pada sampel kacang hijau, kedelai dan susu bubuk masih memiliki kerterulangan (ripitabilitas) yang dapat diterima terutama pada lab tempat penelitian dilaksanakan telah dikonfirmasi.
4.3.1.2. Reprodusibilitas bahan acuan dan matriks sampel Reprodusibilitas dapat digunakan untuk memperkirakan bias yang terjadi jika analisis dilakukan pada hari yang berbeda. Reprodusibilitas yang diukur adalah reprodusibilitas intralab, yaitu dengan lab yang sama hanya selang waku yang berbeda. Selang waktu yang digunakan untuk mengukur reprodusibilitas intralab yang dilakukan dalam penelitian ini adalah lebih dari 2 bulan. Reprodusibilitas intralab diukur pada bahan acuan yang dapat dilihat pada Tabel 11 dan sampel matriks pangan cair pada Tabel 12.
36
Tabel 11. Reprodusibilitas metode karbohidrat SNI 01-2891-1992 pada berbagai bahan acuan Bahan acuan
Susu bubuk
Kedelai
Kacang hijau a
Rataan Tanggal pengerjaan
SD
(g/100g)
a
RSDa
RSD H
45,72
0,43
0,93
2,25
11 Oktober 2011b
36,27
0,58
1,79
2,33
28 Juli 2011a
15,90
0,41
2,58
2,64
11 Oktober 2011b
14,73
1,05
7,13
2,67
28 Juli 2011a
55,66
0,28
0,51
2,18
11 Oktober 2011b
55,79
1,68
3,01
2,18
28 Juli 2011
P
Tobs
value 29,263
0,000*
3,229
0,012*
0,708
0,518
N=7
b
N=3
*berbeda nyata
Tabel 12. Reprodusibilitas metode karbohidrat SNI 01-2891-1992 pada berbagai sampel pangan cair (N=3)
Sampel
Kecap Manis
Kecap Asin
Santan
Tanggal
Rataan
pengerjaan
(g/100g)
5 Juli 2011
SD
RSDa
RSD H
38,71
0,68
1,76
2,31
7 Oktober 2011
36,96
0,66
1,78
2,32
5 Juli 2011
2,21
0,05
3,31
3,74
7 Oktober 2011
2,03
0,17
8,58
3,60
5 Juli 2011
1,49
0,03
3,36
3,95
7 Oktober 2011
1,45
0,10
6,90
3,78
Tobs
P value
3,179
0,034*
1,750
0,155
0,708
0,518
* berbeda nyata
Hasil uji reprodusibilitas diuji statistik dengan perangkat lunak SPSS 17.0 dengan menggunakan uji F dan independent t test untuk mengetahui perbedaan varian dan beda nyata dari rataan kedua metode. Hasil uji F menunjukkan bahwa hasil analisis dari baik semua bahan acuan maupun sampel matriks pangan cair tidak memiliki perbedaan varian yang signifikan dari analisis yang dilakukan pada dua waktu yang berbeda, oleh karena itu uji lanjut dengan independent t test dengan mengasumsikan varian analisis dari dua waktu yang berbeda itu sama. Hasil independent t test menunjukkan bahwa pada analisis yang dilakukan pada bulan pertama untuk bahan acuan susu bubuk dan kedelai berbeda nyata dengan analisis yang dilakukan
37
pada bulan kedua yang berselang lebih dari dua bulan sejak analisis pertama, sedangkan untuk bahan acuan kacang hijau tidak berbeda nyata. Adapun hasil independent t test pada analisis yang dilakukan pada bulan pertama untuk sampel matriks pangan cair yaitu kecap asin dan santan tidak berbeda nyata dengan analisis yang dilakukan pada bulan kedua, sedangkan untuk sampel kecap manis berbeda nyata. Nilai yang berbeda nyata ini mengindikasikan reprodusibilitas yang buruk. Jumlah total karbohidrat yang ada pada bahan acuan seharusnya tidak akan banyak berubah karena lingkungan. Jika diasumsikan bahwa bahan acuan cenderung bersifat stabil, maka perubahan atau ketidakkonsistenan dapat berasal dari analis, reagen, atau lingkungan yang mempengaruhi performa metode itu sendiri. Meskipun reagen seperti natrium tiosulfat dan reagen lain disiapkan segar, reagen Luff yang digunakan untuk analisis pada bulan kedua sama dengan yang digunakan pada bulan pertama karena diasumsikan reagen ini bersifat stabil. Tetapi ternyata hasil analisis menunjukkan adanya ketidakkonsistenan dalam ripitabilitas dan reprodusibilitas, sehingga ada kemungkinan jika reagen kurang stabil dalam penyimpanan lebih dari 2 bulan. Hal ini juga dapat menyebabkan bias. Adapun ketidakkonsistenan dari analis dan perubahan kondisi pada lingkungan juga dapat mempengaruhi performa metode. Koefisien variasi atau relatif standard deviasi yang diperoleh untuk analisis yang dilakukan pada bulan pertama cenderung lebih baik dibandingkan hasil analisis yang dilakukan pada bulan kedua. Hal ini juga yang dapat menunjukkan bahwa adanya ketidakkonsistenan pada analisis yang dilakukan pada bulan kedua. Hal ini kemungkinan besar dapat disebabkan karena adanya perubahan pada reagen, matriks, analis dan lingkungan. Reagen dapat mengalami perubahan seperti yang disebutkan sebelumnya. Dari segi analis, metode yang memiliki tahapan yang panjang dan melelahkan dapat menyebabkan performa metode kurang konsisten. Selain itu perubahan dari matriks sampel (dalam hal ini terutama matriks sampel pangan cair) baik secara biologis atau kimia dapat menyebabkan hasil kurang konsisten baik untuk ripitabilitas maupun reprodusibilitas. Dari sini dapat dilihat juga bahwa reprodusibilitas metode dipengaruhi oleh matriks sampel yang dianalisis. Faulks dan Timms (1985) mengatakan bahwa metode dengan prinsip gula pereduksi memiliki reprodusibilitas yang buruk. Hal ini juga telah dikonfirmasi dalam percobaan ini, yaitu dimana pada matriks kecap manis serta bahan acuan susu bubuk dan kedelai, nilai
38
reprodusibilitasnya buruk (analisis yang dilakukan dalam selang waktu dua bulan hasilnya berbeda nyata). 4.3.2.
Aspek
akurasi
Akurasi dari metode SNI 01-2891-1992 dilakukan dengan menggunakan bahan acuan dan uji rekoveri. Hasil analisis terhadap bahan acuan dapat dilihat pada Tabel 13, dan uji rekoveri dengan menggunakan standard glukosa dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 13. Akurasi metode karbohidrat total SNI 01-2891-1992 pada berbagai bahan acuan (N=7) Bahan acuan
Rentang bahan acuan(g/100g)
Hasil analisis (g/100g) Rataan
Range
SD
Susu Bubuk
59,61-59,67
a
45,72
45,11-46,08
0,43
Kedelai
14,02-19,26b
15,90
15,19-16,50
0,41
b
55,66
55,45-56,16
0,28
Kacang hijau
49,26-57,96
a
berdasarkan hasil analisis by difference Lab Kimia LD-ITP
b
berdasarkan nilai yang tercantum pada bahan acuan LIPI Kimia (analisis Luff-Schoorl)
4.3.2.1. Akurasi berdasarkan bahan acuan Bahan acuan yang digunakan bukanlah Certified Reference Material (CRM), melainkan hanya bahan acuan yang nilai (assigned value) komposisinya berdasarkan konsensus beberapa lab dan digunakan untuk uji profisiensi. Sekalipun demikian, bahan acuan seperti ini masih dapat digunakan untuk mengetahui adanya bias (Thompson et al 2002). Hasil analisis terhadap bahan acuan menunjukkan nilai yang masih dalam rentang yang tercantum pada bahan acuan, kecuali untuk bahan acuan susu bubuk. Khusus untuk susu bubuk rentangnya masih sempit karena nilai yang ditampilkan merupakan hasil uji dari satu lab saja dan itupun masih menggunakan metode by difference. Hasil analisis menunjukkan bahwa analisis total karbohidrat dengan Metode Luff-Schoorl untuk kedelai dan kacang hijau masih dalam rentang pengukuran. Hal ini juga mengonfirmasi bahwa pada rentang konsentrasi karbohidrat 15,90-55,66 gram karbohidrat setara glukosa/100 gram sampel untuk bahan acuan kacang hijau, kedelai dan susu bubuk masih dimungkinkan untuk dianalisis dengan Metode Luff-Schoorl dengan menghasilkan nilai akurasi yang masih dapat diterima sesuai dengan rentang bahan acuan empiris. Bahan acuan empiris yang
39
dimaksud di sini adalah bahan acuan yang nilai komposisinya merupakan hasil konsensus beberapa lab, bukan bahan acuan yang nilainya tetap seperti senyawa kimia standard.
4.3.2.2. Akurasi berdasarkan uji rekoveri Bias yang terlihat dari perbandingan metode dapat dijelaskan dengan uji rekoveri (Lumsden 2000). Berdasarkan perbandingan metode yang telah dilakukan sebelumnya, diperkirakan adanya proportional error. Proportional systematic error dapat diperkirakan dengan uji rekoveri (Lumsden 2000; Koch dan Peter 1999). Selain itu uji rekoveri dapat digunakan untuk mendukung studi yang menggunakan bahan acuan (Thompson et al 2002). Rekoveri yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan pada bahan acuan dan pada matriks sampel pangan cair. Baik pada bahan acuan maupun matriks sampel pangan cair hanya menggunakan satu level konsentrasi, yaitu dengan menggunakan glukosa sebanyak 10% dari berat total sampel untuk bahan acuan dan sebanyak ±25% dari berat total sampel untuk matriks bahan pangan cair . Hasil uji rekoveri dapat dilihat pada Tabel 14 dan Tabel 15.
Tabel 14. Hasil uji rekoveri pada berbagai bahan acuan dengan spike glukosa (N=7) Hasil analisis yang
Rata-rata
Rata-rata
terbaca (g/100g)
glukosa
glukosa
spike
diperoleh
Bahan acuan
a
Rekoveri Rekoveri (%)
yang dapat diterimab a
Rataan
Range
(%w/w)
(%w/w)
Rataan
Range
RSD
Susu Bubuk
47,65
47,37-48,55
10,0
6,7
65,0
62,2-74,1
6,68
Kedelai
23,44
22,98-24,05
10,0
9,1
91,0
86,3-96,9
4,64
Kacang hijau
58,50
58,37-58,66
10,0
8,4
84,0
82,6-85,5
1,48
(%) 95-102
RSD analisis dari rekoveri
b
menurut AOAC(2002)
Tabel 15. Hasil uji rekoveri pada berbagai sampel pangan cair dengan spike glukosa (N=7) Hasil analisis yang
Rata-rata
terbaca (g/100g)
glukosa
Sampel
spike Rataan
a
Range
(%w/w)
Rekoveri
Rata-rata Rekoveri (%)
glukosa
yang
diperoleh (%w/w)
dapat Rataan
Range
RSDa
diterimab (%)
Kecap manis
47,19
38,95-54,90
25,5
22,3
87,12
- 51,5-121,7
25,62
Kecap asin
23,74
22,26-24,49
25,4
-7,2
-28,34
36,9-(-23,7)
16,63
Santan
21,38
19,65-22,79
24,8
-10,3
-41,82
-57,9-(-30.5)
24,77
RSD analisis dari rekoveri
b
menurut AOAC(2002)
40
95-102
4.3.2.2.1.
Rekoveri dengan bahan acuan
Uji rekoveri dengan spiking glukosa untuk susu bubuk pada Tabel 13 menunjukkan rata-rata rekoveri 65,0%, untuk kedelai didapatkan rata-rata rekoveri 91,0% dan untuk kacang hijau didapatkan rata-rata rekoveri 84,0%. Uji rekoveri dengan spiking glukosa untuk sampel kecap manis pada Tabel 14 menunjukkan rata-rata rekoveri 87,12%; untuk sampel kecap asin didapatkan rata-rata rekoveri -28,34%, dan untuk sampel santan didapatkan rata-rata rekoveri -41,82%. Berdasarkan uji rekoveri tidak ada hasil yang menunjukkan nilai rekoveri yang dapat diterima berdasarkan batas yang ditetapkan oleh AOAC (2002). Meski nilai rekoveri yang baik belum tentu menandakan bahwa nilai analisis merupakan nilai yang sebenarnya karena efek dari analat yang ditambahkan dengan analat dalam bentuk alaminya mungkin berbeda, tetapi nilai rekoveri yang buruk jelas menunjukkan adanya bias dari nilai yang sebenarnya (Thompson et al 2002). Nilai rekoveri sampel kedelai (91,03%) lebih besar daripada kacang hijau (83,95%) dan lebih besar daripada susu bubuk (65,0%). Hal ini menunjukkan bahwa efek matriks yang dapat mengganggu analisis paling besar terlihat pada bahan acuan susu bubuk. Selain itu nilai rekoveri yang kurang dari 60-70% perlu pemeriksaan yang mengarah pada perbaikan (AOAC 2002) karena kemungkinan nilai rekoveri ini menunjukkan bahwa ada kesalahan sistematis akibat adanya komponen matriks lain yang menganggu dalam analisis seperti maltodekstrin yang digunakan sebagai bahan pengisi pada susu bubuk. Courtin et al (2000) mengatakan bahwa nilai yang dihasilkan oleh analisis maltodekstrin dengan metode gula pereduksi cenderung lebih kecil dibandingkan dengan metode kolorimetri dan adanya komponen lain yang memiliki kemampuan mereduksi dapat mempengaruhi gula pereduksi yang ada. Nilai rekoveri rata-rata untuk bahan acuan susu bubuk adalah 65%, sehingga jika Metode Luff-Schoorl seperti dalam prosedur SNI 01-2891-1992 diaplikasikan sampel yang komposisinya mirip seperti pada bahan acuan susu bubuk diperkirakan ada kemungkinan kesalahan sistematis dapat terjadi.
4.3.2.2.2.
Rekoveri dengan sampel matriks uji
Nilai rekoveri kecap asin dan santan lebih buruk dibandingkan pada bahan acuan. Nilai rekoveri yang negatif kemungkinan disebabkan adanya substansi yang dapat menginterferensi pada sampel. Adapun kandungan lemak yang tinggi (±42%, Tabel 5) pada santan diduga dapat menganggu analisis karena Shaffer dan Hartman (1920) mengatakan bahwa analisis dengan
41
metode gula pereduksi dianjurkan untuk melakukan presipitasi protein dan lemak dengan asam tungstat seperti pada analisis sampel susu. Sama halnya dengan nilai rekoveri bahan acuan, untuk matriks sampel pangan cair tidak ada hasil yang menunjukkan nilai rekoveri yang dapat diterima berdasarkan batas yang ditetapkan oleh AOAC (2002). Kemungkinan efek perbedaan matriks sampel terhadap perbedaan besarnya nilai rekoveri telihat dalam penelitian ini. Karena uji rekoveri dapat memeriksa adanya interferensi kompetitif dan efek dari matriks sampel (Koch dan Peter 1999; Cembrowski dan Sullivan 1992), sehingga kemungkinan diperkirakan pada susu bubuk ada substansi yang dapat menginterferensi. Hal ini juga diperkuat oleh koefisien variasi (RSD) yang ditunjukkan pada nilai perolehan rekoveri yaitu 6.68%, yang merupakan nilai yang paling besar dibandingkan nilai RSD yang didapat pada bahan kedelai (4,64%) dan kacang hijau (1,48%). Selain pada susu bubuk, kecap asin dan santan juga memiliki rata-rata nilai rekoveri yang buruk, yaitu masing-masing -28,34%dan -41,82%. Keduanya juga memiliki nilai RSD yang besar yaitu masing-masing 6,68% dan 24,77%. Substansi yang dapat menginterferensi pada susu bubuk, kecap asin atau santan, dapat menganggu baik pada saat proses hidrolisis polisakarida menjadi gula-gula pereduksi atau pada saat kuantifikasi dari gula pereduksi. Karena nilai rekoveri yang rendah dapat mengindikasikan adanya kesalahan negatif. Kesalahan negatif dari tahap hidrolisis asam dapat disebabkan oleh destruksi glukosa atau gula lain oleh adanya asam dan panas (Whelan dan Pirt 2006; Loomys dan Shull 1937; Shriner 1932) atau terbentuk produk dari reaksi antara asam amino dan karbohidrat (Southgate 1976). Karena pada metode karbohidrat total SNI 01-2891-1992 tidak ada tahap deproteinisasi atau upaya lain untuk menghilangkan substansi yang dapat menginterferensi. Shaffer dan Hartman (1920) menyarankan untuk melakukan presipitasi protein dan lemak dengan asam tungstat untuk analisis sampel susu menggunakan metode gula pereduksi, tetapi hal ini tidak dilakukan pada analisis karbohidrat total metode SNI 01-2891-1992. Kemungkinan karena tidak adanya deproteinisasi dan rusaknya gula sederhana pada saat hidrolisis juga yang dapat menjadi penyebab nilai rekoveri pada bahan acuan lain yaitu kacang hijau dan kacang kedelai serta matriks sampel pangan cair (kecap manis, kecap asin dan santan) tidak mencapai range rekoveri yang dapat diterima. Sampel kecap manis yang banyak mengandung gula yang ditambahkan dalam proses pembuatannya menyebabkan adanya kemungkinan destruksi gula saat pemanasan sehingga nilai rekoveri yang didapat kecil bahkan negatif.
42
4.4.
Faktor-Faktor Kesalahan Pada Analisis Total Karbohidrat SNI 01-2891-1992 Diagram Ishikawa adalah diagram sebab-akibat yang merupakan salah satu dari tujuh
pengendali mutu. Faktor-faktor kesalahan yang digambarkan dalam diagram Ishikawa diperoleh melalui pengamatan selama penelitian dilakukan dan studi literatur. Faktor-faktor kesalahan yang dapat terjadi selama analisis total karbohidrat metode SNI 01-2891-1992 digambarkan melalui diagram Ishikawa (Gambar 5). Faktor-faktor kesalahan digolongkan ke dalam lima kategori utama yaitu reagen, metode, alat, matriks, lingkungan dan analis. Masing-masing kategori terbagi menjadi beberapa faktor. Pada faktor reagen dibagi menjadi reagen yang rentan seperti reagen Luff-Schoorl (reagen tembaga sulfat dalam asam sitrat dan natrium karbonat), natrium tiosulfat yang digunakan sebagai titer serta reagen lain seperti larutan KI, H2SO4 dan larutan yang digunakan untuk standardisasi. Kontaminasi atau kemurnian, umur simpan, serta stabilitas reagen merupakan kemungkinan penyebab terjadinya kesalahan selama analisis. Reagen yang digunakan ada beberapa yang tidak stabil seperti natrium tiosulfat, oleh karena itu perlu pengecekan konsentrasi (standardisasi) minimal dua minggu sekali. Selain itu reagen sitrat yang digunakan sebagai salah satu komponen campuran reagen Luff memiliki kekurangan. Reagen dianjurkan menggunakan tartarat untuk menstabilkan ion tembaga (Southgate 1976). Penggunaan sitrat dibanding tartarat menyebabkan berkurangnya jumlah tembaga yang tereduksi dan sensitifitas menjadi lebih buruk. Selain itu reagen Luff yang digunakan tidak mengandung iodida menunjukkan adanya pemisahan sejumlah kecil tembaga oksida dan kenaikan tingkat autoreduksi selama pemanasan yang meningkat seiring dengan usia reagen (Shaffer dan Somogyi 1932). Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan blanko secara berkala. Fluktuasi jumlah titer yang digunakan untuk mentitrasi blanko juga dikonfirmasi dalam penelitian ini. Adapun reagen yang paling tidak stabil adalah natrium tiosulfat. Pada faktor metode terbagi menjadi sesuai tahapan analisis. Mulai dari persiapan sampel, hidrolisis, penetralan, penepatan volume, penyaringan, pemipetan, homogenisasi, pengisian buret, suhu dan waktu pemanasan reaksi Luff, waktu tunggu sebelum titrasi, pendinginan sebelum ditambahkan KI, penambahan reagen, pembacaan buret, penentuan titik akhir, dan kalkulasi gula pereduksi merupakan bagian dari faktor kesalahan metode. Persiapan
43
sampel yang tidak tepat dapat menyebabkan sampel tidak homogen sehingga hasil analisis memiliki keragaman yang tinggi. Hidrolisis asam memerlukan kestabilan suhu dari waterbath, homogenitas panas dan ketepatan waktu hidrolisis. Proses pemanasan untuk reaksi reduksi tembaga harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena sangat laju reaksi reduksi sangat dipengaruhi oleh suhu dan waktu pemanasan. Pemanasan yang terlalu lama akan menyebabkan gula terdestruksi dan pemanasan yang terlalu sebentar akan menyebabkan hasil kurang reprodusibel dan proporsionalitas antara gula yang teroksidasi dan tembaga yang tereduksi kurang konstan (Shaffer dan Hartmann 1920). Selain itu laju kinetika reaksi juga berbeda-beda untuk kadar gula yang berbeda (Faulks dan Timms 1985). Kondisi saat pemanasan itu juga harus dikontrol agar tidak terjadi reoksidasi tembaga yang telah tereduksi, oleh karena itu kontaminasi dengan O2 harus dihindari (Shaffer dan Somogyi 1932). Titrasi harus dilakukan dengan cepat tetapi dengan hati-hati dan waktu tunggu antar sampel tidak boleh terlalu lama. Pembacaan titik akhir juga harus tepat, titik akhir titrasi kadang tidak terlalu jelas dan warna biru dapat muncul kembali (Shaffer dan Hartmann 1920) sehingga menyulitkan titrasi. Penambahan reagen KI dan H2SO4 harus sesuai urutan agar reaksi berjalan dengan benar (Shaffer dan Somogyi 1932). Pembacaan buret dan penambahan indikator pati harus dilakukan dengan tepat. Selain itu blanko harus dibuat berkala karena adanya kemungkinan autoreduksi yang meningkat perlahan seiring dengan usia reagen (Shaffer dan Somogyi 1932). Pembuatan dan penyimpanan reagen perlu diperhatikan agar menghindari kontaminasi. Standardisasi untuk reagen yang rentan seperti natrium tiosulfat perlu dilakukan secara berkala dan akurat. Untuk faktor alat dapat dibagi menjadi alat gelas, neraca analitik, buret, pHmeter, waterbath, dan hotplate. Pencegahan alat-alat gelas dari kontaminasi baik debu maupun reagen lain dan penjagaan kebersihannya perlu diperhatikan karena akan mengganggu analisis (Shaffer dan Somogyi 1932). Neraca analitik, pH-meter dan waterbath adalah alat yang mungkin dapat menjadi penyebab kesalahan analisis. Neraca analitik dan pH-meter harus dikalibrasi terlebih dahulu karena dapat menyebabkan keragaman pada data yang dihasilkan. Waterbath harus memiliki suhu yang stabil dan homogenitas panas yang baik agar hidrolisis terkontrol. Buret juga harus dijaga agar tidak terkonaminasi serta mencegah tip buret dari kebocoran, adanya udara di dalam tube dan stopcock yang longgar.
44
Reagen
Analis
Lingkungan
Keterampilan
Kemurnian/kontaminasi Sifat kimia reagen Standardisasi Umur simpan
Fluktuasi suhu
Kelelahan
Matriks sampel Sikap/perilaku
Pembuatan reagen Kesalahan Neraca analitik Buret Alat gelas waterbath pHmeter Hotplate
Alat
Persiapan sampel
analisis
Hidrolisis asam Penetralan Pemipetan Penepatan volume Homogenisasi Pembacaan buret
Titrasi Suhu &waktu pemanasan Pembuatan & penambahan reagen Pendinginan
Metode Gambar 5. Diagram kesalahan analisis metode karbohidrat total SNI 01-2891-1992 Faktor analis yaitu ketrampilan, sikap atau perilaku dan faktor kelelahan menjadi penentu hasil analisis. Prosedur yang panjang dan memakan waktu mengharuskan analis mengatur waktu dengan baik agar hasil analisis tidak terpengaruh oleh ketrampilan yang tidak konstan akibat kelelahan. Faktor lingkungan dapat berupa fluktuasi suhu, yang berpengaruh pada sampel dan titran. Terdapat juga faktor kesalahan dari sampel berupa efek interferensi dari matriks.
4.5.
Kelemahan Analisis Total Karbohidrat SNI 01-2891-1992 Analisis total karbohidrat SNI 01-2891-1992 memiliki beberapa kelemahan, selain
banyaknya faktor kesalahan yang mungkin terjadi dalam analisisnya. Salah satu kelemahannya ada pada tahap hidrolisis. Selain ada kemungkinan bahwa seluruh karbohidrat tidak terhidrolisis sempurna, hidrolisis asam yang dilakukan dapat menyebabkan destruksi dari fruktosa (Loomys dan Shull 1937); atau gula-gula lain (Shriner 1932). Glukosa juga terdegradasi perlahan jika dipanaskan dengan asam, laju destruksi ini dipercepat oleh asam sulfat dan jauh lebih cepat dengan
45
HCl (Whelan dan Pirt 2006) terutama jika terdapat protein atau asam amino (Southgate 1976). Dekstruksi gula pada tahap hidrolisis dapat menyebabkan kesalahan negatif, nilai yang didapat menjadi tidak akurat bahkan dapat menghasilkan nilai yang keliru. Nilai yang didapat dari analisis kadar karbohidrat dengan menggunakan hidrolisis asam tidak dapat dikatakan sebagai nilai kadar total karbohidrat maupun nilai total available karbohidrat juga karena sulit untuk memisahkan fraksi pati dari karbohidrat struktural (Loomys dan Shull 1937) dan kemungkinan keberadaan serat kasar juga tidak dapat dihidrolisis dengan asam kuat encer saja. Serat contohnya, selulosa cenderung tahan terhadap hidrolisis asam kuat encer (Southgate 1976). Dengan demikian, nilai yang didapat lebih cocok jika disebut sebagai nilai total karbohidrat yang dapat terhidrolisis oleh asam (Weinmann 1946). Kelemahan metode SNI 01-2891-1992 lainnya terdapat pada tahap analisis gula pereduksi dengan Metode Luff-Schoorl. Metode Luff Schoorl yang berprinsip pada reduksi Cu2+ oleh gula pereduksi, memiliki kelemahan yaitu reaksi reduksi antara gula dan tembaga sulfat tampaknya tidak stoikiometris (Davidson 1967; Southgate 1976), kondisi reaksi kritis (Miller 1959; Southgate 1976), dan laju reaksi tiap gula berbeda-beda (Miller et al 1961). Faktor utama yang mempengaruhi reaksi adalah pemanasan, alkalinitas, konsentrasi gula dan kekuatan reagen (Southgate 1976). Faulks dan Timms (1985) mengatakan bahwa metode dengan prinsip gula pereduksi selain menunjukkan respon yang bervariasi, reprodusibilitasnya sering sekali buruk, sekalipun dengan menggunakan sistem yang terotomatisasi. Reagen yang diperlukan untuk analisis ini cukup banyak, dan beberapa reagennya rentan terhadap oksidasi oleh oksigen (Faulks dan Timms 1985) dan memerlukan standardisasi berkala. Reagen yang memerlukan standardisasi berkala salah satunya natrium tiosulfat. Selain itu pekerjaan yang diperlukan untuk metode SNI 01-2891-1992 cukup banyak (labourous), alat gelas yang banyak, memakan waktu dan memerlukan tenaga yang terampil. Kesalahan dapat terjadi jika ada substansi dari sampel yang menghambat proses hidrolisis dari karbohidrat menjadi gula-gula pereduksi atau bereaksi dengan produk akhir hasil hidrolisis. Selain itu ada juga kemungkinan bahwa adanya substansi yang menghambat kuantifikasi dari gula pereduksi, misalnya ada agen pengoksidasi yang mengoksidasi kembali tembaga (Cu+) yang telah tereduksi oleh gula-gula pereduksi; gula pereduksi yang ada malah
46
mereduksi senyawa yang lain bukannya tembaga atau ada substansi yang mengganggu kesetimbangan reaksi reversible dari residu garam tembaga. Reaksi residu garam tembaga yang membebaskan iodin adalah sebagai berikut (3.1): (3.1) Iodin yang terbentuk kemudian akan dititrasi dengan tiosulfat (Shaffer dan Hartmann 1920). Jika terjadi reoksidasi pada tembaga yang telah tereduksi oleh gula pereduksi maka residu garam tembaga (
akan semakin banyak dan iodine yang dibebaskan akan semakin besar.
Hal ini berdampak pada nilai yang didapat menjadi lebih kecil dibanding nilai yang sebenarnya. Kelemahan lain ada pada faktor konversi yang digunakan dalam perhitungan yang mengonversi total gula menjadi total karbohidrat, yaitu 0,9. Faktor ini seharusnya berbeda sesuai dengan jenis karbohidrat yang banyak terkandung pada matriks sampel. Faktor konversi 0,9 yang ditetapkan dalam analisis pati seharusnya tidak disamakan dengan analisis total karbohidrat, karena bisa saja komposisi karbohidrat yang terdapat pada matriks sampel tertentu lebih banyak dalam bentuk gula sederhana (monosakarida) dan bukan polisakarida, Sehingga faktor konversi 0,9 bisa jadi membuat nilai total karbohidrat lebih kecil dari yang seharusnya. Dari sini dapat terlihat bahwa pengaruh matriks terhadap hasil analisis salah satunya dipengaruhi komposisi (jenis) karbohidrat penyusun matriks itu sendiri. Konsentrasi dari analat (karbohidrat) suatu sampel diduga tidak terlalu mempengaruhi selama konsentrasinya masih dalam rentang yang dapat dianalisis oleh metode. Adapun pengaruh komponen lain seperti lemak dan protein belum dapat disimpulkan dalam percobaan ini.
47
V. 5.1.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Perbandingan metode analisis karbohidrat total menggunakan dua metode yang berbeda
yaitu metode karbohidrat total SNI 01-2891-1992 yang menggunakan metode Luff Schoorl secara titrimetri dan metode kandidat yang menggunakan Anthrone sulfat secara spektrofotometri pada sampel pangan cair terpilih yang mewakili kadar karbohidrat rendah, sedang dan tinggi yaitu kecap manis, kecap asin dan santan yang dilakukan menunjukkan nilai presisi yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji F tetapi hasil yang berbeda nyata berdasarkan uji t pada tingkat kepercayaan 95%. Estimasi error antara kedua metode dikonfirmasi melalui uji korelasi menggunakan regresi linear yang dilakukan dengan menggunakan tambahan data sekunder dari matriks sampel pangan yang berwujud padat. Metode Anthrone sulfat tidak dapat menggantikan Metode Luff-Schoorl dalam SNI 01-2891-1992 untuk total karbohidrat, karena Metode Anthrone sulfat dan metode Luff Schoorl tidak memiliki kesesuaian hasil yang dapat diterima. Verifikasi terhadap metode karbohidrat total SNI 01-2891-1992 menggunakan presisi dan akurasi. Presisi dievaluasi berdasarkan ripitabilitas dan reprodusibilitas. Akurasi dievaluasi dengan uji rekoveri pada matriks sampel pangan cair dan bahan acuan serta membandingkan nilai hasil analisis bahan acuan dengan rentang nilai pada bahan acuan. Ripitabilitas metode pada bahan acuan dan matriks pangan cair menunjukkan nilai presisi yang dapat diterima untuk semua sampel dan bahan acuan yang dianalisis bulan pertama sedangkan untuk sampel dan bahan acuan yang dianalisis pada bulan kedua dengan selang waktu dua bulan dari bulan pertama, hanya satu dari tiga bahan acuan yang memiliki ripitabilitas yang baik dan hanya satu dari tiga sampel matriks pangan cair yang memiliki ripitabilitas yang baik. Hasil uji reprodusibilitas juga menunjukkan bahwa dua dari tiga bahan acuan yang dianalisis pada bulan pertama dan kedua memiliki nilai yang berbeda nyata dan satu dari tiga sampel matriks pangan cair yang dianalisis pada bulan pertama dan kedua memiliki nilai yang berbeda nyata. Sehingga dapat disimpulkan bahwa reprodusibilitas metode SNI 01-2891-1992 tidak begitu baik. Hal ini dapat disebabkan adanya perubahan atau ketidakstabilan dari reagen Luff-Schoorl, sampel pangan cair atau ketidakkonsistenan analisis yang disebabkan oleh prosedur analisis yang panjang.
48
Uji rekoveri pada matriks pangan cair yaitu kecap manis, kecap asin dan santan menunjukkan nilai rekoveri yang tidak masuk dalam range rekoveri yang dapat diterima. Begitupula halnya dengan uji rekoveri pada bahan acuan yaitu susu bubuk, tepung kedelai dan tepung kacang hijau memperlihatkan nilai rekoveri yang tidak masuk dalam range rekoveri yang dapat diterima, meski hasil analisis bahan acuan masih masuk dalam rentang dari nilai bahan acuan. Dengan demikian, meski memiliki presisi yang dapat diterima akurasi dari metode karbohidrat total SNI 01-2891-1992 itu sendiri masih diragukan karena kemungkinan masih rentan terhadap interferensi dan pengaruh matriks.
5.2.
Saran
Pengembangan dan validasi metode analisis terhadap total karbohidrat yang dapat diaplikasikan untuk pangan secara umum perlu dilakukan. Perhatian lebih perlu diberikan pada analisis total karbohidrat dengan metode kolorimetri kondensasi tanpa melakukan hidrolisis asam terlebih dahulu seperti pada prosedur karbohidrat total SNI 01-2891-1992. Perlakuan pendahuluan untuk menghilangkan substansi yang menginterferensi perlu dilakukan sesuai dengan matriks dimana metode itu hendak diterapkan. Investigasi lebih lanjut terhadap penyebab bias dari metode dan analisis mengenai ruggedness dan selektivitas dari metode juga perlu dilakukan. Selain Anthrone sulfat, metode analisis dengan fenol sulfat juga perlu dipertimbangkan karena diperkirakan menganalisis jenis karbohidrat yang lebih luas dibandingkan Anthrone sulfat.
49
DAFTAR PUSTAKA Ameen VZ dan Powell GK. 1985. A simple spectrophotometric method for quantitative fecal carbohydrate measurement. Clinica Chimica Acta, 152: 3-9. Badan Standardisasi Nasional. 1992 Uji Makanan dan Minuman. SNI 01-2891-1992 Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2005. Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan Jakarta:Direktorat Standardisasi Produk Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan Beck, DJ dan BG Bibby. 1961. A modified anthrone colorimetric technique for use in investigations related to cariogenicity of foodstuffs. Journal of Dental Research 40: 161-170. BeMiller JN dan Whistler RL. 1996. Carbohydrate. Di dalam: Fennema O.(ed). 1996.
Food
Chemistry. New York: Marcel Dekker. BeMiller, JN. 2010. Carbohydrate analysis. Di dalam: S. Nielsen (eds). 2010. Food Analysis. New York: Springer Science. Brooks JR, Griffin VK dan Kattan MW. 1986. A modified method for total carbohydrate analysis of glucose syrups, maltodextrins, and other starch hydrolysis products. Cereal Chemistry. 63 (5): 465-466. Cembrowski GS dan Sullivan AM. 1992. Quality Control and Statistics. Di dalam. Bishop ML, Duben-Engelkirk JL dan Fody EP (eds). 1992. Clinical Chemistry Principles Procedures, Correlation. Philadelphia: Lippincott. Christian VA dan Vaclavik EW. 2003. Essentials of Food Science 2nd Edition. London: Kluwer Academic. Courtin CM, Van den Broeck H dan Delcour JA. 1999. Determination of reducing end sugar residues in oligo- and polysaccharides by gas–liquid chromatography. Journal of Chromatography A, 866: 97–104
50
Dara
F.
2010.
Bahan
Acuan
(Reference
Material)
dalam
Metrologi.
http://kimia.lipi.go.id/wp-content/uploads/2010/05/certified-reference-material-fitri.pdf
[21
Agustus 2011] Davidson, E. A. (1967). Carbohydrate reactions. In: Carbohydrate Chemistry. New York: Holt, Rinehart and Winston Inc. Direktorat Gizi. 1967. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Bharata. Dreywood, R. 1946. Qualitative test for carbohydrate material. Industrial. and Engineering Chemistry, Analytical Edition 18: 499. [EMA] The European Agency for the Evaluation of Medicinal Products. 1995. ICH Topic Q 2 B. Validation
of
Analytical
Procedures:
Methodology.
http://www.pharmacontract.ch/support/pdf_support/Q2a.pdf. [17 Maret 2010] Ermer, J. 2005. Performance parameters, calculations and tests. Di dalam : Method Validation in Pharmaceutical Analysis (J. Ermer dan J.H.McB.Miller, eds.). Weinheim: WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA. Fales FW, Russel JA dan Fain JN. Some applications and limitations of the enzymic, reducing (Somogyi), and Anthrone methods for estimating sugar. Clinical Chemistry 7(4): 289-303 Faulks RM dan Timms SB. 1985. A rapid method for determining the carbohydrate component of dietary fibre. Food Chemistry 17:273-287 Fennema, OR. 1996. Food Chemistry. New York: Marcel Dekker. Garfield FGE, Klesta dan J Hirsch. 2000. Quality Assurance Principles for Analytical Laboratories. USA:AOAC International. Giese, G. 2004. Method Validation. Institute of Hygiene and Environment, City of Hamburg. http://www.havakalitesi.cevreorman.gov.tr/english/training_4-6/paper_method_validation.pd f. [1 Juni 2010]
51
Harmita. 2004. Petunjuk pelaksanaan validasi metode dan cara perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian 1(.3): 117 – 135.. Harvey, D. 2000. Modern Analytical Chemistry. McGraw-Hill Companies, Inc., USA. Hurd CD dan Isenhour. 1932. Pentose reactions I furfural formation, Journal of American Chemical Society 54:317. Jelita K. 2011. Verifikasi Metode Analisis Serat Pangan dengan Metode AOAC dan ASP terhadap Parameter Repeatabilitas, Selektivitas dan Ruggedness. [Skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor. Jermyn AH. 1975. Increasing of the Anthrone method for carbohydrate. Analytical Biochemistry 68: 332-335. Judoamidjojo RM, Itoh T, Tomatsu A dan Matsuyama A. 1985. The analytical study of kecap—Indonesian soy sauce. Di dalam Makalah Internasional Symposium on Agriculture Product, Processing and Technology, Bogor. Judoamidjodjo RM. 1987. Studies on chemical and microbiological aspect of kecap as fundamental to improve ITS quality. Di dalam Kumpulan Seminar Bioteknologi Pertanian PAU Bioteknologi, IPB. Kennedy JF dan White Ca. 1988. Classification and description of monosaccharides, oligosaccharides, and polysaccharides. Di dalam: Kennedy JF (ed). 1988. Carbohydrate chemistry. Oxford: Clarendon express. Kirk, R. E. dan O. F. Othmer. 1950. Encyclopedia of Chemical Technology. The Interscience Encyclopedia, inc. New York. Koch DD dan Peters T. Selection and Evaluation of Methods. Di dalam Burtis CA dan Ashwood ER(eds). 1999. Tietz Textbook of Clinical Chemistry. Philadelphia: Saunders Elsevier. Koehler, LH. 1952. Differentiation of carbohydrates by anthrone reaction rate and color intensity. Analytical Chemistry 24: 1576-1579.
52
Leyva A, Quintana A, Sanchez M, Rodriguez EN, Cremata J, Sanchez JC. 2008. Rapid and sensitive Anthrone—sulfuric acid assay in microplate format to quantity carbohydrate in biopharmaceutical product: method development and validation. Biologicals 36: 134-141. Lin FM dan Wilkens WF.. 2006. Volatile Flavor Components of Coconut Meat. Journal of Food Science 35(5): 538-539 Loomis WE dan Shull CA. 1937. Methods in Plant Physiology. New York: Mc-Graw Hill BookCo., Inc. Ludwig, TG dan HJ Goldberg. 1956. The Anthrone Method for Determination of Carbohydrate in Oral Rinsing. Journal of Dental Research 35: 90 Lumsden JH. 2000. Laboratory test method validation. Revue de Medicine Veterinaire 151 (7): 623-630 Miller, G. L. 1959. Use of dinitrosalicyclic acid reagent for determination of reducing sugars. Analytical Chemistry 31: 426-8. Miller, G. L., Slater, R., Birzgalis, R. dan Blum, R. 1961. Application of different colorimetric tests to cellodextrins. Analytical. Biochemistry, 2: 521-528. Momose, T, Ueda, Y, Sawada, K, dan Sugi, A.et al. 1957. Organic analysis VIII reaction mechanism of anthrone with sugars . Pharm Bull (Tokyo) 5: 31. Morris, DL. 1948. Quantitative determination of Carbohydrate with Dreywood’s anthrone reagent. Science, 107: 254. Mullins E. 2003. Statistics for the Quality Control Chemistry. Laboratory. UK: Royal Society of Chemistry. Nielsen, S. 2010. Introduction to food analysis. Di dalam: S. Nielsen (eds). 2010. Food Analysis. New York: Springer Science. Nuryatini.
2010.
Ketertelusuran
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1518101215_0251-0476.pdf
Pengukuran. [21Agustus 2011]
53
Pirt SJ dan Whelan WJ. 2006. The determination of starch by acid hydrolysis. Journal of the Science of Food and Agriculture 2(5):224-228. Safarik I dan Satruckova H. 1992. Direct determination of total soil carbohydrate content. Plant and Soil 143: 109-114. Santoso HB. 1994. Kecap dan Tauco Kedelai. Yogyakarta: Kanisius. Sattler L dan FW. Zerban. 1948. The Dreywood anthrone reaction as affected by carbohydrate structure, Science, 108:207. Sawyer, R. 1984. Food composition and analytical accuracy. Di dalam: Birch GG dan K.J. Parker (eds). Control of Food Quality and Food Analysis. New York: Elsevier. Seow CC dan Gwee CN. 1997. Coconut milk: chemistry and technology. Journal of Food Science 32: 189-201. Shaffer PA dan Hartmann AF. 1920. The Iodometric determination of copper and its use in sugar analysis. Journal of Biological Chemistry 45: 365-390. Shaffer PA dan Somogyi M. 1932. Copper-iodometric reagents for sugar determination. Journal of Biological. Chemistry 100: 695-713 Shriner RL. 1932. The determination of starch by acid hydrolysis. Plant Physiology 7(3):541-546. Smith, JS. 2010. Evaluation of analytical data. Di dalam: S. Nielsen (eds). 2010. Food Analysis. New York: Springer Science. Southgate DAT. 1976. Determination of Food Carbohydrates. London: Applied Science Publisher Ltd. Sullivan DM dan Carpenter DE. 1993. Methods of Analysis for Nutritional Labeling. Gaithersburg: AOAC International. Suprapti MS. 2005. Kecap Tradisional. Yogyakarta: Kanisius.
54
Tangsuphoom N dan Coupland JN. 2008. Effect of heating and homogenization on the stability of coconut milk emulsions. Journal of Food Science 70(8): 466-470. Thompson M, Ellison SLR dan Wood R. 2002. Harmonized guidelines for single laboratory validation of methods of analysis (IUPAC Technical report). Pure Applied Chemistry 74(5): 835-855. Walton RM. 2001. Validation of laboratory tests and methods. Seminars in Avian and Exotic Pet Medicine 10(2):59-65. Weinmann H. 1946. Determination of total available carbohydrate in plants. Plant Physiology 22: 279-290. Westgard, JO. 1998. Points of care in using statistics in methods comparison studies (editorial). Clinical Chemistry 44: 2240-2242. Wolfrom, ML et al. 1948. Chemical interaction of amino compounds and sugars III the conversion of D-glucose to 5-(hydroxymethyl)-2-furaldehyde. Journal of American Chemical Society 70: 514 Yemms EW dan Willis AJ. 1954. The estimation of carbohydrates in plant extracts by anthrone. Biochemistry Journal 57: 508-514
55
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data hasil analisis perbandingan metode Kurva standard glukosa
Tabel kurva standar glukosa (Metode Anthrone) Absorbansi Konsentrasi glukosa (mg/ml) 0.205 0.04 0.403 0.08 0.644 0.12 0.844 0.16 1.078 0.2 Tabel hasil analisis total karbohidrat dengan Metode Anthrone Sampel Ulangan Absorbansi % KH Kecap Manis 1 0.273 46.71 2 0.275 45.89 3 0.280 47.83 Kecap asin 1 0.673 1.49 2 0.682 1.52 3 0.687 1.52 Santan 1 0.779 1.75 2 0.780 1.75 3 0.782 1.75
56
Tabel hasil analisis total karbohidrat dengan metode SNI 01-2891-1992 Pembacaan volume Volume selisih Sampel Ulangan titran blanko-titran Awal Akhir Kecap Manis
Kecap asin
Santan
1 2 3 1 2 3 1 2 3
0.25 7.9 15.65 0.1 0.3 0.1 0 4.05 0
7.80 15.50 23.50 19.80 20.00 20.00 21.55 21.40 21.40
7.55 7.60 7.85 19.70 19.70 19.90 21.55 17.35 21.40
17.35 17.30 17.05 5.20 5.20 5.00 3.35 7.55 3.50
%Karbohidrat 39.48 38.17 38.48 2.24 2.24 2.15 1.45 1.51 1.51
Keterangan: blanko 24, 90 ml Data pendamping (matriks pangan padat) Tabel hasil analisis total karbohidrat dengan Metode Anthrone Absorbansi Sampel Ulangan Berat sampel (g) Tepung beras 1 0.1062 0.514 2 0.1076 0.515 3 0.1069 0.517 Susu bubuk 1 0.5470 0.757 2 0.5455 0.760 3 0.5453 0.761 Sarden 1 5.1782 0.763 2 5.1384 0.797 3 5.1337 0.797
%KH 80.84 80.69 80.92 25.45 25.52 25.56 1.72 1.79 1.79
Tabel hasil analisis total karbohidrat dengan metode SNI 01-2891-1992 Sampel Ulangan Berat sampel (g) Volume titran Tepung beras 1 0.1062 21.50 2 0.1076 21.50 3 0.1069 21.55 Susu bubuk 1 0.5470 17.90 2 0.5455 18.10 3 0.5453 17.80 Sarden 1 5.1782 22.00 2 5.1384 21.95 3 5.1337 22.00 Keterangan: blanko 24, 90 ml
%KH 67.71 67.46 66.37 30.75 29.82 31.18 1.25 1.27 1.25
57
Lampiran 2. Uji Statistik Perbandingan Metode dengan SPSS 17.0 Kecap manis Group Statistics Metode Analisis total karbohidrat
N
Mean
Std. Dev
Std. Error Mean
Kandidat
3
46.8100
0.97386
0.56226
SNI 01-2891-1992
3
38.7100
0.68462
0.39526
Independent Samples Test Equal Variances
t-test for Equality of Means Levene's Test for Equality of Variances F
KH
Assumed
0.254
95% Confidence Interval of the Difference
Sig.
t
0.641
Not assumed
Sig. (2-tailed)
df
Mean Difference
Std. Error Difference
Lower
Upper
11.785
4
0.000
8.10000
0.68729
6.19178
10.00822
11.785
3.589
0.001
8.10000
0.68729
6.10237
10.09763
Kecap Asin Group Statistics Metode Analisis total karbohidrat
N
Mean
Std. Dev
Std. Error Mean
Kandidat
3
1.5100
.01732
.01000
SNI 01-2891-1992
3
2.2100
.05196
.03000
Independent Samples Test Equal Variances
t-test for Equality of Means Levene's Test for Equality of Variances F
KH
Assumed Not assumed
6.400
Sig. .065
95% Confidence Interval of the Difference T
Sig. (2-tailed)
df
Mean Difference
Std. Error Difference
Lower
Upper
-22.136
4
.000
-.70000
.03162
-.78780
-.61220
-22.136
2.439
.001
-.70000
.03162
-.81509
-.58491
58
Santan Group Statistics Metode analisis Analisis total karbohidrat
N
Mean
Std. Dev
Std. Error Mean
Kandidat
3
1.7500
0.00000
0.00000
SNI 01-2891-1992
3
1.4900
0.03464
0.02000
Independent Samples Test Equal Variances
t-test for Equality of Means Levene's Test for Equality of
Interval of
Variances
the Difference
F KH
Assumed
95% Confidence
16.000
Sig. 0.016
Not assumed
T
df
Sig.
Mean
Std. Error
(2-tailed)
Difference
Difference
Lower
13.000
4
0.000
0.26000
0.02000 0.20447
0.31553
13.000
2.000
0.006
0.26000
0.02000 0.17395
0.34605
Uji F (F-test) Hasil uji F Kecap manis kecap asin Santan
F hitung 4.09 9.00 Tidak terdefinisi
Upper
F table, df=2 19 19 19
Hasil Varian tidak berbeda Varian tidak berbeda Tidak terdefinisi
59
Lampiran 3. Prosedur Analisis Proksimat A. PROSEDUR ANALISIS 1. Analisis Kadar Air, Metode Oven (AOAC, 1995) Kadar air diukur dengan metode oven biasa karena kandungan bahan volatil pada sampel rendah dan sampel tidak terdegradasi pada suhu 100 oC. Cawan aluminium kosong dikeringkan dalam oven suhu 105 oC selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator selama 5 menit atau sampai tidak panas lagi. Cawan ditimbang dan dicatat beratnya. Lalu ditimbang sampel sebanyak 5 g di dalam cawan tersebut. Dikeringkan sampel dalam oven sampai beratnya konstan (perubahan berat tidak lebih dari 0.003 g). Setelah itu cawan didinginkan di dalam desikator, ditimbang berat akhirnya, dan dihitung kadar airnya dengan persamaan berikut
Keterangan : x = berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g) y = berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g) a = berat cawan kosong (g) 2. Analisis Kadar Abu, Metode Oven (AOAC, 1995) Cawan porselen dibakar dalam tanur selama 15 menit kemudian didinginkan di dalam desikator. Setelah cawan dingin, ditimbang. Kemudian sampel sebanyak 5 g ditimbang di dalam cawan lalu diabukan di dalam tanur hingga diperoleh abu berwarna putih dan beratnya tetap. Pengabuan dilakukan dalam 2 tahap yaitu tahap pertama pada suhu 400 oC lalu dilanjutkan pada suhu 550 oC, kemudian didinginkan di dalam desikator lalu ditimbang.
×100% Perhitungan : Keterangan : W1 = berat sampel (g) W2 = berat abu (g) 3. Analisis Kadar Protein (AOAC, 1995) Sampel sebanyak 0.1 – 0.2 g dimasukkan ke dalam labu Kjedahl 100 ml, lalu ditambahkan 2 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 2.5 ml H2SO4 pekat. Setelah itu, didestruksi selama 30 menit sampai cairan berwarna jernih dan dibiarkan sampai dingin. Selanjutnya ditambahkan air suling secukupnya dan 10 ml NaOH pekat sampai berwarna coklat kehitaman dan didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi H2BO3 dan indikator, kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N. Larutan blanko juga dianalisis seperti sampel. Kadar nitrogen dihitung berdasarkan rumus :
Kadar
4. Analisis Kadar Lemak, Metode Soxhlet (AOAC, 1995) Labu lemak yang telah bebas lemak dikeringkan di dalam oven kemudian ditimbang setelah dingin. Sampel sebanyak 5 g dibungkus dalam kertas saring kemudian ditutup kapas yang bebas lemak. Sampel dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet, kemudian pasang kondensor dan labu pada ujung-ujungnya. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam alat lalu sampel direfluks selama 6 jam. Setelah itu pelarut didestilasi dan ditampung pada wadah lain. Labu lemak dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC sampai diperoleh berat tetap. 60
Kemudian labu lemak dipindahkan ke desikator, lalu didinginkan dan ditimbang. Perhitungan :
Keterangan : W1 = Berat sampel (g) W2 = Berat lemak (g)
5. Analisis Kadar Karbohidrat By Difference (AOAC, 1995) Pengukuran kadar karbohidrat menggunakan metode by difference, dilakukan dengan cara : Kadar karbohidrat (%b/b) = 100% - (kadar air + kadar protein + kadar lemak + kadar abu)
61
Lampiran 4. Metode Anthrone dan Luff Schoorl 1. Analisis total karbohidrat Metode Kandidat (dengan Anthrone Sulfat) Penyiapan reagen Reagen disiapkan baru setiap hari dengan melarutkan 0.1 g anthrone dalam 100 mL asam sulfat 98% pada suhu ruang. Persiapan contoh 1. Timbang dengan seksama lebih kurang 5 g cuplikan ke dalam Erlenmeyer 500 mL. 2. Tambahkan 50 mL larutan HCl 3%, didihkan selama 3 jam dengan pendingin tegak. 3. Dinginkan dan netralkan dengan larutan NaOH 30% (dengan lakmus atau fenolftalein) dan ditambahkan sedikit CH3COOH 3% agar suasana larutan sedikit asam 4. Pindahkan isinya ke dalam labu 500 mL dan impitkan hingga tanda garis kemudian saring dan encerkan seperlunya Prosedur analisis 1. Masukkan 5,0 ml contoh (dari persiapan contoh) ke dalam labu takar 100 ml dan diencerkan sampai tanda tera dengan air destilasi 2. Masukkan sebanyak 1 ml contoh tersebut ke dalam tabung reaksi bertutup 3. Tambahkan 5 ml pereaksi Anthrone dan ditutup.Vortex dan kocok hingga merata 4. Panaskan tabung reaksi di atas penangas air 1000C selama 12 menit 5. Setelah didinginkan, pindahkan larutan ke dalam kuvet dan baca absorbansinya dengan UV-Vis spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm 6. Tentukan konsentrasi gula dalam contoh dengan menggunakan kurva standar hubungan antara konsentrasi glukosa standar dengan absorbansinya dan dengan memperhitungkan pengenceran yang dilakukan, yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
dimana: G = konsentrasi gula dari kurva standar (g) FP = faktor pengenceran W = berat contoh (g) 2. Analisis total karbohidrat dengan metode SNI 01-2891-1992 Pembuatan pereaksi Luff-Schoorl 1. Larutkan 143,8 g Na2CO3 anhidrat dalam 300 ml air suling. 2. Larutkan 50 g asam sitrat dengan 50 mL air suling. 3. Tambahkan 25 gram Cu2SO4.5H2O ke dalam 100 ml air suling 4. Pindahkan larutan tersebut larutan tersebut ke dalam labu 1 liter, tepatkan sampai tanda garis dengan air suling dan kocok. 5. Biarkan semalam dan saring bila perlu. Larutan ini mempunyai kepekatan Cu2+ 0,1 N Na2CO3 6. Larutkan kalium iodide KI 20% 7. Larutkan asam sulfat H2SO4 25% 8. Larutkan natrium tiosulfat Na2S2O3, 0, 1 N 9. Penunjukkan larutan kanji 0,5% Pengujian kepekatan larutan Luff-Schoorl 1. Pipet 25 mL larutan Luff, tambahkan 3 g KI dan 25 mL larutan H2SO4 6N 2. Titar dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 M dengan petunjuk larutan kanji 0,5% 3. Larutan natrium tiosulfat yang dipergunakan untuk titrasi 25x2 mL 4. Pipet 10 mL larutan Luff, masukkan ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan dengan air
62
5. 6. 7. 8. 9. 10.
suling dan kocok Pipet 10 mL larutan hasil pengenceran tersebut dan masukkan ke dalam erlenmeyer berisi 25 mL HCl 0,1 N Masukkan erlenmeyer tersebut ke dalam penangas air mendidih dan biarkan selama 1 jam, kemudian angkat dan dinginkan. Encerkan dengan air suling dan titar dengan larutan NaOH 0,1 N dengan indikator fenolftalein Pipet 10 mL larutan hasil pengenceran (b) masukkan ke dalam erlenmeyer dan titar dengan HCl 0,1 M dengan indikator fenolftalein Larutkan HCl 0,1 M yang dipergunakan untuk titrasi harus sekitar 6,0 sampai 7,6 mL Larutan Luff harus mempunyai pH 9,3-9,4
Cara kerja 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7. 8.
Timbang dengan seksama lebih kurang cuplikan ke dalam Erlenmeyer 500 mL. Tambahkan 50 mL larutan HCl 3%, didihkan selama 3 jam dengan pendingin tegak. Dinginkan dan netralkan dengan larutan NaOH 30% (dengan lakmus atau fenolftalein) dan ditambahkan sedikit CH3COOH 3% agar suasana larutan sedikit asam Pindahkan isinya ke dalam labu 500 mL dan impitkan hingga tanda garis kemudian saring Pipet 10 mL saringan ke dalam Erlenmeyer 500 mL, tambahkan 25 mL larutan Luff (dengan pipet) dan beberapa butir batu didih serta 15 mL air suling. Panaskan campuran tersebut dengan nyala tetap. Usahakan agar larutan dapat mendidih dalam waktu 3 menit (gunakan stopwatch), didihkan terus selama tepat 10 menit (dihitung dari saat mulai mendidih dan gunakan stopwatch) kemudian dengan cepat dinginkan dalam bak berisi es. Setelah dingin tambahkan 15 mL larutan KI 20% dan 25 mL H2SO4 25% perlahan-lahan. Titar secepatnya dengan larutan tiosulfat 0,1 M (gunakan penunjuk larutan kanji 0,5%)
Perhitungan: (blanko-penitar) x N tiosulfat x 10, setara dengan terusi yang tereduksi. Kemudian lihat dalam daftar Luff –Schoorl berapa mg gula yang terkandung untuk mL tio yang dipergunakan
dimana: W1 = bobot cuplikan (mg) W = glukosa yang terkandung untuk ml tio yang dipergunakan (mg) FP = faktor pengenceran Standardisasi larutan tiosulfat 1. Sebanyak 0,5 gram K2Cr2O7 ditimbang dan dilarutkan dengan akuades 2. Ditepatkan hingga 100 ml dengan labu takar 3. Ambil 25 ml ke dalam erlenmeyer 4. Ditambahkan 10mL KI, 25mL HCl, dan akuades hingga 200 ml 5. Titar dengan natrium tiosulfat hingga berwarna kuning 6. Tambahkan indikator kanji 7. Titar dengan natrium tiosulfat hingga berwarna hijau toska (hijau jamrud) 8. Dilakukan sebanyak 3 kali ulangan
63
Tabel penetapan gula Luff-Schoorl Na2S2O3, 0,1N (ml) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Glukosa, Fruktosa, Gula Inversi (mg) 2.4 4.8 7.2 9.7 12.2 14.7 17.2 19.8 22.4 25.0 27.6 30.3 33.0 35.7 38.5 41.3 44.2 47.1 50.0 53.0 56.0 59.1 62.2
64
Lampiran 5 Verifikasi Metode Karbohidrat Total SNI 01-2891-1992 Analisis tanggal 28 Juli 2011 Kacang hijau Ulangan Berat sampel (g) 1 0,5018 2 0,5014 3 0,5016 4 0,5014 5 0,5014 6 0,5015 7 0,5019 %KH (Karbohidrat) Rataan : 55,66% Standard deviasi : 0,2827 RSD analisis : 0,51
Titer (ml) blanko (ml) 11,95 24,78 12,10 24,78 12,00 24,78 24,78 12,10 24,78 12,10 24,78 12,10 24,78 12,10
mg glukosa 28,1840 27,8322 28,0667 27,8322 27,8322 27,8322 27,8322
%KH % recovery 56,1658 104,7673 55,5091 103,5424 55,9544 104,3731 55,5091 103,5424 55,5091 103,5424 55,4980 103,5217 55,4538 103,4392
2x RSD AOAC 2/3 RSD Horwitz
: 2,18 : 1,45
Kedelai Berat sampel (g) 1 0,5002 2 0,5003 3 0,5002 4 0,5002 5 0,5005 6 0,5005 7 0,5003 %KH (Karbohidrat) Rataan : 15,90% Standard deviasi : 0,4099 RSD analisis : 2,58 Ulangan
Titer (ml) 20,85 21,15 21,00 21,00 20,90 21,00 21,00
blanko (ml) 24,78 24,78 24,78 24,78 24,78 24,78 24,78
mg glukosa
%KH
8,2522 7,6008 7,9265 7,9265 8,1436 7,9265 7,9265
16,4977 15,1924 15,8466 15,8466 16,2709 15,8371 15,8434
2x RSD AOAC 2/3 RSD Horwitz
% recovery 99,14491 91,30076 95,23196 95,23196 97,78195 95,17488 95,21293
: 2,64 : 1,76
Susu bubuk Ulangan
Berat sampel (g)
Titer (ml)
1
0,5006
15,45
Blanko (ml) 25,50
2 3
0,5004 0,5003
15,40 15,60
25,50 25,50
4 5
0,5000 0,5002
15,60 15,45
6 7
0,5000 0,5002
15,40 15,40
%KH (Karbohidrat) Rataan : 45,72% Standard deviasi : 0,4264 RSD analisis : 0,93
bl-titer (ml)
mg glukosa
%KH
10,1807
22,9227
45,7905
10,2313 10,0287
23,0412 22,5672
46,0456 45,1073
25,50 25,50
10,0287 10,1807
22,5672 22,9227
45,1343 45,8271
25,50 25,50
10,2313 10,2313
23,0412 23,0412
46,0825 46,0641
2x RSD AOAC 2/3 RSD Horwitz
: 2,25 : 1,50
65
Analisis tanggal 11 Oktober 2011 Kacang Hijau Ulangan 1 2 3
Berat sampel (g) 5,1494 5,0049 5,2058
Titer (ml) Vblanko-titrant (ml) 7,05 7,05 7,10 7,20 7,10 7,50
%KH 53,85 56,65 56,86
Berat sampel (g) 5,0613 5,0143 5,1475
Titer (ml) Vblanko-titrant (ml) 6,90 13,52 7,08 15,38 7,95 15,29
%KH 13,52 15,38 15,29
Berat sampel (g) 5,0587 5,2166 5,0854
Titer (ml) Vblanko-titrant (ml) 7,65 17,40 7,10 17,95 7,10 17,95
%KH 35,87 36,00 36,93
Kedelai Ulangan 1 2 3 Susu Bubuk Ulangan 1 2 3
Analisis tanggal 7 Oktober 2011 Kecap manis Ulangan 1 2 3
Berat sampel (g) 5,2178 5,1232 5,0744
Titer (ml) Vblanko-titrant (ml) 15,30 9,75 15,75 9,30 15,55 9,50
%KH 37,33 36,20 37,36
Berat sampel (g) 5,3262 5,3239 5,0430
Titer (ml) Vblanko-titrant (ml) 15,30 9,75 13,60 11,45 14,55 10,50
%KH 1,83 2,16 2.09
Berat sampel (g) 5,2093 5,0331 5,0410
Titer (ml) Vblanko-titrant (ml) 17,90 7,15 17,70 7,35 17,15 7,90
%KH 1,35 1,44 1,55
Kecap asin Ulangan 1 2 3 Santan Ulangan 1 2 3
66
Hasil uji rekoveri pada berbagai bahan acuan dengan spike glukosa Bahan acuan kacang hijau Ulangan
Glukosa (g)
Berat bahan acuan(g) 0,4500 0,4500 0,4501 0,4503 0,4504 0,4504 0,4504
1 0,0505 2 0,0503 3 0,0500 4 0,0506 5 0,0503 6 0,0501 7 0,0504 %KH (Karbohidrat) Rataan : 58,50% Standard deviasi : 0,1189 RSD analisis : 0,22 2x RSD AOAC : 2,17 2/3 RSD Horwitz :1,47
W total (g)
Titer (ml)
Blanko (ml)
mg glukosa
%KH
%rekoveri
0,5005 0,5003 0,5001 0,5009 0,5007 0,5005 0,5008
12,00 11,95 12,00 11,95 11,95 12,00 12,00
24,30 24,30 24,30 24,30 24,30 24,30 24,30
29,2334 29,3501 29,2334 29,3501 29,3501 29,2334 29,2334
58,41 58,66 58,46 58,59 58,62 58,41 58,37
82,90 85,55 83,62 84,71 85,11 83,12 82,62
%Rekoveri Rataan
: 83,95%
RSD analisis
: 1,48
Bahan acuan kedelai Berat bahan acuan(g)
W total (g)
Titer (ml)
1 0,0500 0,4500 2 0,0504 0,4501 3 0,0505 0,4504 4 0,0502 0,4500 5 0,0500 0,4504 6 0,0503 0,4503 7 0,0504 0,4502 %KH (Karbohidrat) Rataan : 23,44% Standard deviasi : 0,4229 RSD analisis : 1,80 2x RSD AOAC : 2,49
0,5000 0,5005 0,5009 0,5002 0,5004 0,5006 0,5006
18,65 24,30 11,9340 23,87 18,70 24,30 11,8260 23,63 18,75 24,30 11,7180 23,39 18,80 24,30 11,6100 23,21 18,85 24,30 11,5020 22,99 18,85 24,30 11,5020 22,98 18,60 24,30 12,0420 24,06 2/3 RSD Horwitz : 1,66 %Rekoveri Rataan : 91,03% RSD analisis : 4,64
Ulangan
Glukosa (g)
Blanko (ml)
mg glukosa
%KH
%rekoveri 95,58 92,65 90,23 88,75 86,81 86,33 96,90
67
Bahan acuan susu bubuk (9,0066 g susu bubuk+1,0002g glukosa sebagai sampel) W total Titer Blanko mg Ulangan Berat sampel (g) %KH (g) (ml) (ml) glukosa 1 0,5011 0,5011 14,50 24,90 23,7524 47,40 2 0,5014 0,5014 14,50 24,90 23,7524 47,37 3 0,5013 0,5013 14,50 24,90 23,7524 47,38 4 0,5012 0,5012 14,45 24,90 23,8709 47,63 5 0,5014 0,5014 14,25 24,90 24,3450 48,55 6 0,5012 0,5012 14,50 24,90 23,7524 47,39 7 0,5015 0,5015 14,40 24,90 23,9894 47,84 %Rekoveri %KH (Karbohidrat) Rataan : 65,05% Rataan : 47,65% RSD analisis : 6,68 Standard deviasi : 0,4341 RSD analisis : 0,91 2x RSD AOAC : 2,24 2/3 RSD Horwitz : 1,49
%rekoveri 62,53 62,25 62,34 64,80 74,07 62,44 66,88
Hasil uji rekoveri pada berbagai sampel matriks pangan cair dengan spike glukosa Kecap manis Ulangan
Glukosa (g)
Berat bahan acuan(g) 4,0164 4,0512 4,1541 4,0417 4,1988 4,0529 4,1212
1 1,0337 2 1,0639 3 1,0031 4 1,0853 5 1,0680 6 1,0046 7 1,0335 %KH (Karbohidrat) Rataan : 47,19% Standard deviasi : 4,69 RSD analisis : 9,94 RSD Horwitz : 2,24
W total (g)
Titer (ml)
5,0501 5,1151 5,1572 5,1270 5,2668 5,0575 5,1547
15,75 15,20 14,65 14,00 15,55 16,90 15,65
Titer-Blanko (ml) 9,30 9,50 10,40 11,05 9,50 8,15 9,40 %Rekoveri Rataan RSD analisis
%KH
%rekoveri
46,17 48,60 50,15 54,90 45,16 39,85 45,50
81,96 92,92 104,77 121,71 77,40 51,51 79,55
: 87,12% : 22,32
68
Kecap asin Ulangan
Glukosa (g)
Berat bahan acuan(g) 4,0355 4,0238 4,4452 4,0372 4,0046 4,0839 4,1365
1 1,0403 2 1,0266 3 1,1044 4 1,0538 5 1,0088 6 1,0559 7 1,0172 %KH (Karbohidrat) Rataan : 23,74% Standard deviasi : 0,78 RSD analisis : 3,30 RSD Horwitz : 2,48
W total (g)
Titer (ml)
5,0758 5,0504 5,5496 5,0910 5,0134 5,1398 5,1537
15,35 15,25 15,15 15,30 15,75 15,05 15,20
Titer-Blanko (ml) 9,70 9,80 9,90 9,75 9,30 10,00 9,50 %Rekoveri Rataan RSD analisis
%KH
%rekoveri
24,01 24,34 22,26 24,13 23,15 24,49 23,80
-26,2252 -25,1246 -36,9074 -25,0229 -31,6711 -23,7402 -29,7159
: -28,34% : 16,63
Santan Ulangan
Glukosa (g)
Berat bahan acuan(g) 4,0625 4,5343 4,1624 4,3420 4,0577 4,1519 4,0895
1 1,0122 2 1,0123 3 1,0189 4 1,0646 5 1,1356 6 1,0054 7 1,0335 %KH (Karbohidrat) Rataan : 21,38% Standard deviasi : 1,08 RSD analisis : 5,07 RSD Horwitz : 2,52
W total (g)
Titer (ml)
5,0747 5,5466 5,1813 5,4066 5,1933 5,1573 5,1230
16,05 16,10 16,40 15,15 16,00 16,06 16,50
Titer-Blanko (ml) 9,00 8,95 8,65 9,90 9,05 9,00 8,55 %Rekoveri Rataan RSD analisis
%KH
%rekoveri
22,06 19,65 20,65 22,79 22,21 21,50 20,77
-37,7417 -57,8851 -45,9794 -35,0027 -30,4944 -42,3436 -43,2929
: 87,12% : -21,14
69
Lampiran 6. Analisis Statistik Reprodusibilitas intralab Kecap manis Group Statistics Tanggal pengerjaan Karbohidrat
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
5 Juli 2011
3
38.7100
.68462
.39526
7 Oktober 2011
3
36.9633
.66124
.38176
Independent Samples Test Equal variances
t-test for Equality of Means Levene's Test for Equality of Variances F
KH
Assumed
95% Confidence Interval of the Difference
Sig.
.000
t
.983
not assumed
Sig. (2-tailed)
df
Mean Difference
Std. Error Difference
Lower
Upper
3.179
4
.034
1.74667
.54953
.22094
3.27239
3.179
3.995
.034
1.74667
.54953
.22021
3.27312
Kecap asin Group Statistics Tanggal pengerjaan Karbohidrat
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
5 Juli 2011
3
2.2100
.05196
.03000
7 Oktober 2011
3
2.0267
.17388
.10039
Independent Samples Test Equal variances
t-test for Equality of Means Levene's Test for Equality of Variances F
KH
Assumed not assumed
5.245
Sig. .084
95% Confidence Interval of the Difference t
Sig. (2-tailed)
Df
Mean Difference
Std. Error Difference
Lower
Upper
1.750
4
.155
.18333
.10477
-.10757
.47424
1.750
2.354
.203
.18333
.10477
-.20830
.57497
70
Santan Group Statistics Tanggal pengerjaan Karbohidrat
N
Std. Deviation
Mean
Std. Error Mean
5 Juli 2011
3
1.4900
.03464
.02000
7 Oktober 2011
3
1.4467
.10017
.05783
Independent Samples Test Equal variances
t-test for Equality of Means Levene's Test for Equality of Variances F
KH
assumed
95% Confidence Interval of the Difference
Sig.
1.755
t
.256
not assumed
Sig. (2-tailed)
df
Mean Difference
Std. Error Difference
Lower
Upper
.708
4
.518
.04333
.06119
-.12656
.21323
.708
2.472
.540
.04333
.06119
-.17721
.26388
Susu bubuk Group Statistics Tanggal pengerjaan Karbohidrat
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
5 Juli 2011
7
45.7200
.42521
.16071
7 Oktober 2011
3
36.2667
.57813
.33378
Independent Samples Test Equal variances
t-test for Equality of Means Levene's Test for Equality of Variances F
KH
Assumed not assumed
.483
Sig. .507
95% Confidence Interval of the Difference t
Sig. (2-tailed)
df
Mean Difference
Std. Error Difference
Lower
Upper
29.263
8
.000
9.45333
.32305
8.70838
10.19829
25.518
2.981
.000
9.45333
.37046
8.27020
10.63647
71
Kedelai Group Statistics Tanggal pengerjaan Karbohidrat
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
5 Juli 2011
7
16.0071
.26731
.10104
7 Oktober 2011
3
14.7300
1.04886
.60556
Independent Samples Test Equal variances
t-test for Equality of Means Levene's Test for Equality of Variances F
KH
Assumed
16.729
95% Confidence Interval of the Difference
Sig.
t
.003
not assumed
Sig. (2-tailed)
df
Mean Difference
Std. Error Difference
Lower
Upper
3.229
8
.012
1.27714
.39558
.36493
2.18936
2.080
2.112
.166
1.27714
.61393
-1.23420
3.78849
Kacang hijau Group Statistics Tanggal pengerjaan Karbohidrat
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
5 Juli 2011
7
55.6557
.28023
.10592
7 Oktober 2011
3
55.7867
1.68049
.97023
Independent Samples Test Equal variances
t-test for Equality of Means Levene's Test for Equality of Variances F
KH
assumed not assumed
25.177
Sig. .001
95% Confidence Interval of the Difference t
Sig. (2-tailed)
df
Mean Difference
Std. Error Difference
Lower
Upper
-.217
8
.834
-.13095
.60352
-1.52268
1.26077
-.134
2.048
.905
-.13095
.97599
-4.23766
3.97575
72