PERBANDINGAN PENERAPAN SISTEM SERTIFIKASI KOMPETENSI DI INDONESIA

Download 1. Bagaimana pelaksanaan sertifikasi kompetensi di Indonesia? 2. Sistem sertifikasi negara mana yang terbaik? C. Ruang Lingkup. Ruang lingk...

0 downloads 520 Views 87KB Size
PERBANDINGAN PENERAPAN SISTEM SERTIFIKASI KOMPETENSI DI INDONESIA DAN DI NEGARA-NEGARA LAIN Oleh : Parlagutan Silitonga (Dosen STEIN)

Abstract The aim of this study is to find out the best certification system. The National qualification standard is established by industry’s stakeholders in cooperation with the related sector in the central government and then stipulated by Ministry of Labour to be used as the National Standard of Work Competence. Based on the standard, the training centres will hold the competence based training either inhouse or in any accredited training organization. Afterward the certification process will be done for the experienced workers/profesionals in a way to guarantee the ratio of succes at the maximum rate. The certificate is acceptable, worldwidely. The test on competence certification process in Japan, Indonesia and Australia have been run in the same method. However the advance regular schedule and material of competence test, as done by Javada is recommendable for assessees to prepare themselves prior to certification. The BNSP and Ministry of Education can work together to establish the Professional Certification Body for the lecturer as the Government Regulation No. 19 in 2005 on National Education Standard is conform with the government Regulation No. 23 in 2004 on Indonesian Profesional Certification Authority. Hence the BNSP is recommended to enlarge its authority to assess training instution to be registered/accredited training organization to guarantee that the standards are in place and implemented by them through State Law in addition to the Government Regulations No. 23 in 2004.

Kata kunci : Standar Kompetensi Kerja Nasional, Kompetensi, Sertifikasi Kompetensi, Pelatihan Berbasis Kompetensi, Asesor dan Asese.

57 Panorama Nusantara Vol.2 No.1 / Januari – Juni 2007

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis ekonomi di Indonesia sejak 1997 sampai saat ini masih berlanjut, kendati berbagai upaya pemulihan telah dilakukan. Tindakan yang sangat mahal dilakukan pemerintah melalui tindakan ekonomi antara lain dengan memberikan Bantuan Likuiditas dari Bank Indonesia (BLBI). Ratusan trillun Rupiah dikucurkan membantu bank pemerintah dan bank swasta, namun pada akhirnya banyak bank yang dibekukan dan dilikuidasi dengan biaya sangat mahal. Biaya ini kemudian menjadi beban negara yang dikembalikan melalui APBN setiap tahunnya. Krisis ekonomi tidak hanya terjadi di Indonesia, jauh sebelum 1997 di Australia terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi karena hasil industri pertanian dan pertambangan semakin berkurang diganti dengan industri jasa informatika dan jasa keuangan. Karena itu Australia mencari sumber lain yang lebih cepat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, ternyata dalam empat tahun dapat diwujudkan dengan strategi pengembangan sumber daya manusia. Sebelumnya peraturan ketenagakerjaan di Australia menimbulkan produktivitas rendah dan biaya mahal, karena setiap pekerjaan dalam unit terbatas dikerjakan oleh beberapa tenaga ahli tertentu yang berbeda. Sehingga untuk mengerjakan beberapa rangkaian pekerjaan yang sangat erat kaitannya harus dikerjakan oleh beberapa orang. Pekerjaan instalasi listrik misalnya, harus dikerjakan beberapa orang ahli. Pekerjaan membobok aliran kabel satu keahlian tertentu, pemasangan sakelar dengan satu orang tertentu, pemelesteran dinding bekas pahatan tembok dengan satu keahlian tertentu oleh orang lain. Hal ini tidak efektif dan tidak produktif. Sehingga dicari pengembangan sumber daya manusia yang mencapai satu kualifikasi sehingga dapat mengerjakan beberapa pekerjaan terkait agar efisien dan efektif. Kata kuncinya adalah SDM kompeten untuk beberapa unit kompetensi atau bahkan mencapai kualifikasi tertentu. Kualifikasi adalah kumpulan dari beberapa kluster unit kompetensi. Kluster adalah himpunan dari beberapa unit kompetensi. Untuk mengetahui sistem yang terbaik dalam

pelaksanaan sertifikasi kompetensi kerja ini, maka penulis tertarik melakukan studi perbandingan sistem sejenis di beberapa negara. B. Permasalahan 1. Bagaimana pelaksanaan sertifikasi kompetensi di Indonesia? 2. Sistem sertifikasi negara mana yang terbaik? C. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada sistem sertifikasi uji kompetensi di beberapa departemen teknis/sektor di Indonesia dan di beberapa negara seperti Inggris, Australia dan Jepang. D. Tujuan Penelitian 1. Mengevaluasi peraturan yang terkait dengan sistem sertifikasi 2. Mendapatkan praktek terbaik tentang sertifikasi kompetensi 3. Memberikan masukan kepada instansi terkait di Indonesia E. Metodologi Penelitian 1. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data untuk penelitian ini adalah dengan melakukan studi pustaka. 2. Teknik analisis data Teknik analisis yang digunakan adalah dengan metode perbandingan dengan menggelar kesamaan, perbedaan dan menganalisis kehandalan masing-masing sistem. TINJAUAN TEORI A. Sistem Sertifikasi Kompetensi di Indonesia 1. Sistem Sertifikasi Guru dan Dosen 1.1. Guru dan dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi dan sertifikat pendidik sebagaimana dipersyaratakan dalam Pasal 8 Undangundang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Kualifikasi diperoleh melalui pendidikan tinggi program diploma empat, sarjana, magister atau doktor. Sementara kompetensi meliputi kemampuan pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Sertifikat diperoleh melalui pendidikan yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi

58 Panorama Nusantara Vol.2 No.1 / Januari – Juni 2007

yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi. 1.2 Sistem sertifikasi dilaksanakan secara objektif, transparan dan akuntabel. Khusus untuk dosen diwajibkan mempunyai pengalaman mengajar setidaknya selama dua tahun dan telah memperoleh jenjang kepangkatan Asisten ahli. Pada Pasal 89 ayat (5) Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang standar pendidikan nasional disebutkan bahwa sertifikat kompetensi diterbitkan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau oleh lembaga sertifikasi mandiri yang dibentuk oleh organisasi profesi yang diakui pemerintah. 2. Sistem Sertifikasi Pelaut, Departemen Perhubungan 2.1. Sertifikasi Pelaut berdasarkan Konvensi ILO No. 185 Tahun 2003, yang sudah direvisi dan MLS 2006 dan STCW 1978 diimplementasikan melalui Undangundang No.21 Tahun 1992 tentang pelayaran; Peraturan Pemerintah No.7 tahun 2000 tentang Pengaturan Pelaut dan Keputusan Menteri No.KM.18/1997 tentang pendidikan dan pelatihan, ujian negara dan sertifikasi pelaut yang mengatur pendidikan dan pelatihan pelaut, ujian negara, sertifikasi pelaut, status di atas kapal, pengesahan sertifikat (Indra Priyatna, 2006). 2.2. Departemen Perhubungan menerapakan Quality Standard System yang mencakup: Persetujuan materi pelatihan, asesmen kompetensi, sertifikasi, pengakuan dan revalidasi, kualifikasi pelatih dan asesor, standar kesehatan, proses evaluasi yang dilakukan oleh tenaga ahli yang tidak berkaitan dengan kegiatan pelatihan. Sistem ini pada dasarnya berkenaan dengan standar, penilaian dan ujian, mutu pelatih dan proses evaluasi independen. 3. Sertifikasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi Dalam Pasal 18 Undang-undang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan bahwa tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja

setelah mengikuti pelatihan kerja yang diselenggarakan lembaga pelatihan kerja swasta atau pelatihan di tempat kerja. Pengakuan kompetensi kerja dilakukan melalui sertifikasi kompetensi kerja yang dalam hal ini oleh Badan Nasional Sertfifikasi Profesi sebagai badan independen. Setelah itu dibentuklah BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi) berdasarkan Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2004. Pada Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) disebutkan bahwa BNSP adalah lembaga independen dalam melaksanakan sertifikasi profesi dan bertanggung jawab kepada Presiden. Pelaksanaan teknis sertifikasi kompetensi ini dalam Pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa BNSP dapat memberikan lisensi kepada Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh BNSP (ayat (2)). BNSP tidak melakukan pelatihan tetapi melakukan uji kompetensi berdasarkan SKKNI yang sudah ada pada setiap sektor industri. SKKNI adalah produk standar yang dihasilkan industri melalui kesepakatan dan konvensi yang kemudian disahkan oleh Menteri Depnakertrans (PP. no. 23 tahun 2004). Selanjutnya dalam Pedoman BNSP No. 201-Tahun 2005 dijelaskan bagaimana suatu LSP membentuk suatu organisasi yang mempunyai standar internasional mengacu pada ISO 17024. LSP tidak melakukan pelatihan tetapi menguji kompetensi di tempat kerja yang disebut sebagai Tempat Uji Kompetensi (TUK). 4. Sistem Sertifikasi Profesi Departemen Kesehatan Tentang Kedokteran Dalam kedoteran yang dimaksud dengan profesi adalah berdasarkan 4 (empat) kata kunci yaitu: Pengetahuan, Pendidikan dan Pelatihan, Kode Etik serta Pelayanan. Profesi kedoteran diatur dalam Undang-undang No.29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran yang mengatur bahwa pendidikan profesi kedokteran merupakan pendidikan tinggi dan pendidikan profesi kedokteran adalah pendidikan akademi profesional (Hardi Yusa, 2006). Pendidikan Profesi Kedokteran diatur dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003

59 Panorama Nusantara Vol.2 No.1 / Januari – Juni 2007

tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan peraturan pelaksanaannya yang bersifat lex generalis. Pendidikan profesi dokter terdiri dari empat tingkatan, al.: pendidikan kedokteran dasar, pendidikan kedokteran spesialis, pendidikan kedokteran sub spesialis dan pendidikan kedokteran berkesinambungan. Standar pendidikan profesi dokter dalam Undangundang No. 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran disahkan oleh Konsili Kedokteran Indonesia (KKI) bersama Kolegium Kedokteran, Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran, Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan, Organisasi Profesi, Depdiknas dan Depkes. Berarti para pemangku kepentingan telah mensahkan Undang-undang No. 29 tahun 2004 sebagai standar pendidikan profesi dokter. Dalam Pasal 27 dan 28 Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan, untuk memberikan kompetensi dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan profesi, diselenggarakan oleh organisiasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi. Diklat kedokteran atau dokter gigi berkelanjutan ditempuh setelah seorang dokter menyelesaikan pendidikan dasar, lanjutan dua atau lanjutan tiga. Selain dari standar kompetensi dalam Peraturan Pemerintah RI No. 19 tahun 2005 tentang SNP, dalam Pasal 1 ayat 4 dinyatakan bahwa standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan. Standar kompetensi ini bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berakhlak mulia, memiliki pengetahuan, ketrampilan, kemandirian dan sikap untuk menemukan, mengembangkan, serta menerapkan ilmu, teknologi, dan seni, yang bermanfaat bagi kemanusiaan, sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah No. 19 pasal 26 ayat 4. Selanjutnya Pada Pasal 29 ayat 3 Undang-undang No. 29 tahun 2004 dijelaskan bahwa Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang dokter atau dokter gigi untuk menjalankan praktik kedokteran di seluruh Indonesia setelah lulus uji

kompetensi yang dilaksanakan oleh kolegium yang bersangkutan. Dengan kata lain standar ditentukan Undang-undang, pelaksana sertifikasi adalah Kolegium Kedokteran Indonesia (opcit: Hardi Yusa, 2006). B. Sistem Sertifikasi Menurut ILO (International Labour Organization) Rekomendasi International Labour Organization (ILO) No. 195 Tahun 2004 berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia merekomendasikan 9 hal sebagai berikut : 1. Anggota ILO seharusnya mengembangkan suatu Kerangka Kualifikasi Kerja Nasional, yang di Indonesia dikenal dengan KKNI (Kerangka Kualifikasi Kerja Nasional Indonesia) untuk memfasilitasi belajar sepanjang usia. 2. Membantu perusahaan dan agen rekrutmen untuk mencari tenaga kerja sesuai kebutuhan dan permintaan mereka. 3. Memandu setiap pekerja dalam memilih pelatihan dan karirnya, memberi kemudahan dalam pengakuan atas pengalaman dan pembelajaran yang telah dilalui. 4. Pengakuan ini berdasarkan prinsip pemberian sertifikat atas kompetensi kerja seseorang yang tidak terikat pada lembaga dan tidak terikat pada waktu. 5. Harus fleksibel sesuai kebutuhan seseorang dan menggalakkan pembelajaran sepanjang usia. 6. Sertifikasi dilakukan sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja yang diakui secara nasional. 7. Tipe Kualifikasi Kerangka Nasional harus menyeluruh dalam satu kesatuan kompetensi kerja, karena merupakan kumpulan dari beberapa unit kompetensi. 8. Menyarankan bahwa pembelajaran tidak terbatas pada pendidikan formal. 9. Mencoba mengakui dan mensertifikasi keahlian dan kompetensi. Karena pengakuan pembelajaran yang sudah dialami melalui pendidikan dan pengalaman kerja membantu setiap orang kembali ke sistem pendidikan formal dan sistem pelatihan. Membantu memasuki dunia kerja dan memperluas kesempatan kerja. Membantu para pengusaha dalam

60 Panorama Nusantara Vol.2 No.1 / Januari – Juni 2007

mengenali keahlian yang sebelumnya belum dikenal. ILO merekomendasikan Regional Model Competency Standards (RMCS) bagi negaranegara yang belum memiliki standar. RMCS adalah sistem uji kompetensi berdasarkan unit kompetensi bukan berdasarkan jabatan atau kualifikasi. Siapa saja yang merasa mampu untuk diuji untuk satu unit kompetensi atau lebih dapat dilakukan setiap waktu. Keuntungan uji kompetensi bersadarkan unit ini karena beberapa unit kompetensi dapat dipaketkan menjadi suatu kualifikasi sehingga seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu dapat diterima di tempat kerja di industri (Peter Rademake, 2006). C. Sistem Sertifikasi di Beberapa Negara. 1. Di Jepang Pelaksana sistem sertifikasi di Jepang adalah JAVADA (Japan Vocational Ability Development Association). Javada adalah organisasi swasta yang didirikan berdasarkan Undang-undang Peningkatan Sumber Daya Manusia. Misi Javada adalah mengembangkan keahlian dan kompetensi SDM agar SDM Jepang berdaya saing yang berguna bagi bangsa dan negara. Javada bermitra dengan Kementerian Kesehatan, Buruh dan Kesejahteraan dan di daerah propinsi dibantu oleh Vada dan Pemerintah Dearah sebagai mitra dan pendukung utama. Anggota Javada terdiri dari Javada Daerah, Organisasi Profesional Nasional, dan Industri (dari berbagai industri). Ruang lingkup kegiatannya, al : 1. Uji ketrampilan dan sertifikasi nasional 2. Uji ketrampilan perdagangan 3. Uji ketrampilan jabatan Tujuan Javada, al : 1. Menilai dan mensertifikasi ketrampilan lembaga pelatihan vokasional dan pengetahuan yang diperoleh pekerja dalam dbidang vokasional. 2. Mendorong pekerja trampil untuk mencari tingkat keahlian lebih tinggi dan mempublikasikan kemampuan mereka yang berdampak positif bagi kehidupan sosialnya dan pengembangan industri. 3. Uji ketrampilan nasional memotivasi dan mempropagandakan SDM untuk

meningkatkan keahlian melalui pelatihan berbasis kompetensi dan serangkaian pengalaman lapangan. Sistem ini telah dimulai sejak 1960, dan menghasilkan 273 bidang pekerjaan tergabung dalam 137 jasa industri dan perdagangan sudah mengikuti uji kompetensi dan sertifikasi ini. Fungsi dan tugas pokok Javada adalah mengembangkan metodologi pengujian dan membuat materi uji kompetensi. Setelah itu mempercayakan pelaksanaan uji kompetensi kepada Vada daerah. Vada daerah tingkat propinsi berbadan hukum tersendiri dan Vada lokal memperoleh uang masuk dari kegiatan pelaksanaan uji kompetensi. Selain Vada daerah dan Javada, Pemerintah Daerah berperan untuk menentukan biaya pendaftaran, biaya uji kompetensi, tanggal, dan tempat uji. Pemerintah Daerah juga bertugas untuk: a. Mengumumkan hasil, b. Mengawasi dan menngelola pelaksanaan Uji kompetensi, c. Melakukan registrasi sertifikat uji kompetensi. Di sisi lain, Vada setempat berkewajiban melakukan publikasi informasi. Proses Sertifikasi: a. Bukti kompeten melalui uji kompetensi dilakukan oleh pemohon di tempat kerja. b. Waktu yang diperlukan untuk uji kompetensi sesuai tuntutan metode uji. c. Bahan uji kompetensi dikirim oleh penguji 3(tiga) bulan sebelum tanggal pelaksanaan. d. Ujian teori hanya sebagai pendukung kepada hasil observasi atas unjuk kerja di tempat kerja. e. Materi ujian tertulis diuji paling lama dua jam. 2. Di Australia Dalam sejarahnya Australia mengembangkan pengembangan pelatihan dan ketrampilan industri pada akhir abad ke 18. Kemudian pengembangan pada bidang pabrikan, pertambangan, pertanian mulai menurun sementara informatika mulai muncul, pada tahun 1960-an. Perkembangan berikut pada tahun 1980-an, industri jasa berkembang pesat, bersamaan dengan itu muncul jejaring penyelenggara pelatihan.

61 Panorama Nusantara Vol.2 No.1 / Januari – Juni 2007

Pada tahun 1990-an berkembang minat mengikuti pelatihan dan diciptakan Kerangka Kerja Pelatihan Nasional dan Paket Pelatihan. Pada tahun 2000 berkembang menjadi sistem lisensi nasional yang lebih bersaing yang berkaitan dengan pengembangan keahlian dalam proses produksi dan proses bisnis. Untuk mendukung pendidikan dan pelatihan Pemerintah Australia membelanjakan sebesar AUD. 45 milyar per tahun. Menjamin mutu Pendidikan, Pelatihan dan Sertifikasi, Australia mengatur sbb: a. Sistem Nasional mencakup : Kerangka Kerja Kualifikasi Nasional, Paket pelatihan, Pengakuan (Mutual Recognition). b. Sistem Mutu mencakup: Mutu Lembaga Pelatihan Nasional. c. Berfokus pada Industri dan Pelanggan mencakup: Dewan Ahli Industri, Organisasi Pelatihan Terakreditasi. VETASSES melakukan asesmen terhadap Standar Kompetensi dan Kualifikasi Kerangka Kerja Nasional dan melakukan asesmen terhadap tenaga kerja yang mau diakui kompetensinya, baik keahlian, sikap dan pengetahuannya. Pelaksanaan sertifikasi kompetensi kerja dilakukan oleh VETASSES, singakatan dari Vocational Education & Training Assessment Services. Fungsi dan tugas Vetasses mencakup Pelayanan konsultasi, Publikasi, Verifikasi dan asesmen kualifikasi kerja, Asesmen kompetensi, Uji dan Asesmen pendidikan. Tugas Vetasses termasuk melakukan akreditasi Lembaga Pendidikan dan Pelatihan di Australia (Karen Berkley, 2006). Instansi

1. Dephub

Standar

ILO

3. Di United Kingdom Di United Kingdom standar yang ada bermacam-macam, al.: ISO 9000, Investors in People, National Vocational Qualifications, Business Excellence Model, Total Quality Management, Industry-specific and In-house Standards, dan beberapa pilihan Standar Mutu. Dari beberapa standard di atas yang menonjol dalam sertifikasi profesi adalah Investors in People yang memberikan suatu kerangka kerja untuk memperbaiki kinerja dan kebersaingan organisasi. Sistem ini mengembangkan tenaga kerja untuk memenuhi tujuan perusahaan yang dikembangkan pada tahun 1991 dan didirikan pada bulan Oktober 1993 sebagai Badan yang bertanggung jawab atas standar. Standar ini berpedoman pada tiga pokok al.: mengembangkan strategi memperbaiki kinerja organisasi; Mengambil tindakan untuk memperbaiki kinerja tenaga kerja dan mengevaluasi dampak kinerja pada organisasi. Di mana indikatornya adalah: Plan, Do dan Review (Michael Nicholson, 2006). Dengan kata lain sistem sertifikasi di Inggris belum diterapkan tetapi mengambil sistem praktek terbaik di industri (Best Practice).

ANALISA DAN PEMBAHASAN Dalam menganalisis sistem sertifikasi di Indonesia dan di beberapa negara lain, maka perbandingan pembakuan standar pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dan sistem sertifikasi diuraikan di bawah ini. TABEL 1 : Sistem Sertifikasi Kompetensi di Indonesia

Pendidikan dan Pelatihan Diklat berbasis kompetensi diatur oleh Dephub sesuai standar ILO

Sistem Sertifikasi 1. Berdasarkan standar ILO 2. Diuji sendiri oleh Diklat 3. Diawasi oleh Dephub

62 Panorama Nusantara Vol.2 No.1 / Januari – Juni 2007

2. BNSP

3. Kedokteran Depkes

4. Diknas Untuk Guru & Dosen

SKKNI dibuat oleh Para Pemangku Kepentingan, ditetapkan oleh Menakertrans

Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Kedokteran

Undang-undang No.14 & PP 19 th ’05 tentang Guru dan Dosen

- Belajar mandiri - Diklat - Pengalaman di industri - Diklat berbasis kompetensi - Diklat yang diakreditasi LAI

Pendidikan kedokteran, Fakultas Kedokteran

Perguruan Tinggi yang ditunjuk Diknas

A. Analisis Persamaan dan Perbedaan Sistem Sertifikasi a. Persamaan Sistem Sertifikasi dosen dan dokter berpatokan pada kualifikasi dan uji kompetensi. Uji kompetensi dokter dilakukan oleh Kolegium Kedokteran Indonesia, sementara uji kompetensi dosen belum ditetapkan, sejak diundangkannya Undang-undang Guru dan Dosen, bulan Desember 2005, tetapi akan dilakukan oleh lembaga swasta mandiri yang diakui Pemerintah. Pengawasan pelaksanaan uji kompetensi dokter tidak transparan dalam Undangundang. Sertifikasi BNSP berdasarkan Unit Kompetensi, pengujian dilakukan oleh LSP. BNSP melakukan regulasi dan pengawasan. Pelaut berdasarkan standar ILO, akreditasi oleh Diknas dan pengawasan oleh Dephub, tetapi pelatihan dan pengujian kompetensi dilakukan oleh Diklat itu sendiri.

2.

3.

4. 5. 6.

7. 8.

1. BNSP memberikan lisensi kepada LSP yang diwajibkan melaksanakan manajemen mutu 2. LSP menguji tenaga kerja 3. Berdasarkan hasil uji kompetensi NSP memberikan sertifikat. 4. BNSP melatih Asesor, dan Master Asesor. 5. BNSP meregistrasikan dan mempublikasikan para pemegang sertifikat.

Kolegium Kedokteran Indonesia

1. Kualifikasi : Ijazah 2. Uji kompetensi oleh Perguruan Tinggi yang diakreditasi 3.Pelaksana belum ditetapkan 4.Oleh Lembaga Swasta mandiri.

- dipergunakan oleh BNSP dan Departemen Perhubungan. Departemen Pendidikan Nasional dan Kesehatan belum memiliki Standar Kompetensi Kerja Nasional, tetapi sudah memiliki Peraturan tentang Standar Pendidikan Profesi Guru, Dosen dan Dokter. Sistem sertifikasi di BNSP, DEPKES dan DIKNAS dapat dilakukan oleh lembaga sertifikasi profesi yang independen. Uji Kompetensi Pelaut dilakukan sendiri oleh Lembaga Pendidikan/Pelatihan. Uji Kompetensi Dokter oleh Kolegium Kedokteran Indonesia. Uji Kompetensi Dosen akan dilakukan Lembaga Sertifikasi Swasta Mandiri yang diakui pemerintah, dalam hal ini belum jelas siapa dan kapan. Uji Kompetensi Tenaga kerja oleh LSP atas lisensi BNSP. Kewenangan melakukan sertifikasi profesi dimiliki oleh BNSP.

b. Perbedaan Sistem 1. Standar Kompetensi Kerja Nasional dikeluarkan oleh Menakertrans yang berlaku secara nasional telah -

63 Panorama Nusantara Vol.2 No.1 / Januari – Juni 2007

Tabel 2 : Sistem Sertifikasi Profesi di Beberapa Negara

Negara

1. Jepang oleh Javada

2. Indonesia oleh BNSP

3. Australia oleh Vetasses

4. United Kingdom

Standar

Industri

SKKNI dibuat oleh Para Pemangku Kepentingan, ditetapkan oleh Menakertrans

ANTA

1. Investors in People 2. ISO 9000 3. Best Practice

Pendidikan dan Pelatihan

Sistem Sertifikasi

Diklat berbasis kompetensi dan Pengalaman di Industri

1. Materi Uji oleh Javada 2. Pelaksanaan Uji Kompetensi oleh Vada 3. Pengawasan oleh Javada & Pemerintah Daerah

- Belajar mandiri - Diklat - Pengalaman di industri - Diklat berbasis kompetensi - Diklat yang diakreditasi LAI

1. BNSP memberikan lisensi kepada LSP yang diwajibkan melaksanakan manajemen mutu 2. LSP menguji tenaga kerja 3. Berdasarkan hasil uji kompetensi BNSP memberikan sertifikat. 4. BNSP melatih asesor, dan Master Asesor. 5. BNSP meregistrasikan dan mempublikasikan para pemegang sertifikat.

RTO (Registered Training Organization) diakreditasi oleh Vetasses

Industri berupa inhouse Training

B. Analisis Persamaan dan Perbedaan Sistem Sertifikasi 1. Persamaan 1). Adapun persamaan adalah dalam hal standar, di mana semua sistem selalu mempersyaratkan adanya standar. Baik di Jepang, Indonesia, Australia dan United Kingdom, standar mutlak harus ada. Pelaksana pelatihan di Jepang tidak diakreditasi oleh Javada. Demikian juga di Indonesia, BNSP tidak berwenang melakukan akreditasi terhadap lembaga pelatihan.

1. Akreditasi Pelatihan dan Sertifikasi SDM oleh Vetasses 2. Vetasses mempunyai jejaring di tiap negara bagian

Tidak ada lembaga sertifikasi

2). BNSP dan Javada sama-sama tidak melakukan sertifikasi secara langsung. BNSP menunjuk Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) untuk melakukan sertifikasi melalui proses lisensi. Di Jepang dilakukan oleh Vada melalui proses akreditasi atau penunjukan. Dalam hal ini sistem sertifikasi di Indonesia dan Jepang mempunyai persamaan. Di Australia Vetasses melakukan sertifikasi secara langsung. Di Inggris tidak ada sertifikasi tetapi memakai best practice dari industri. Selain itu, di Jepang, Australia dan Indonesia, tidak semua bidang keahlian disertifikasi.

64 Panorama Nusantara Vol.2 No.1 / Januari – Juni 2007

2. Perbedaan 1). Vetasses di Australia mempunyai otoritas melakukan akreditasi kepada Lembaga Pelatihan yang disebut sebagai RTO (Registered Training Organization). Vetasses pun dapat melakukan sertifikasi secara langsung. Dalam melaksanakan tugasnya, Vetasses mempunyai jejaring di tiap negara bagian. 2). Dalam keadaan tidak ada suatu LSP, maka BNSP dapat melakukan sertifikasi di Indonesia dengan membentuk Panitia Teknis. 3). Javada mengelola materi uji kompetensi yang disiapkan oleh para pakar dari beberapa keahlian untuk dipakai Vada dalam pengujian tenaga kerja. 4). Pemerintah Daerah di Jepang dilibatkan dalam sosialisasi uji kompetensi, pengendalian besaran biaya uji kompetensi dan jadual uji. 5). Di Jepang materi uji kompetensi diberikan kepada calon asese tiga bulan di muka. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Sistem sertifikasi di Indonesia untuk dosen dan tenaga kerja lainnya adalah merupakan sarana pengakuan atas kompetensi yang telah dimiliki baik melalui pendidikan & pelatihan dan pengalaman kerja, begitu juga di negara lain. 2. Kewenangan Lembaga Sertifikasi di Australia lebih besar karena termasuk melakukan akreditasi pada lembaga pelatihan guna menjamin dilaksanakannya pelatihan berbasis kompetensi dan mempunyai jejaring di tiap negara bagian. Alokasi dana sebesar AUS. 45 millyar dapat membiayai kebutuhan pengembangan pendidikan, pelatihan dan sertifikasi. 3. Keterlibatan pemerintah daerah di Jepang membantu Javada, Vada dan tenaga kerja sangat bermanfaat. 4. Sistem pemberian materi uji kompetensi tiga bulan di muka membantu tenaga kerja mempersiapkan dirinya. B. Saran 1. BNSP dan Diknas sebaiknya melakukan sinergi dalam melaksanakan uji

kompetensi para dosen karena memiliki sistem yang sama dan dimungkinkan dalam Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional. 2. BNSP dapat meningkatkan kewenangannya melalui pengajuan Rancangan Undang-undang guna menambah tugas pokok sebagai lembaga sertifikasi, akreditasi lembaga pelatihan dan juga untuk pengadaan jejaring di daerah agar mitra BNSP di daerah mendapatkan alokasi pelaksanaan sertifkasi dari APBD/APBN di daerah. 3. BNSP dapat mengacu kepada sistem sertifikasi di Jepang dalam menyiapkan materi uji kompetensi dan memberlakukan sistem penjadualan tetap setiap tahunnya dengan membekali materi uji kompetensi bagi asese.

REFERENSI Berkley, Karen, Australian Training System an Overview, Vetasses, Australia, 2006 Nicholson, Michael, Quality Standard in United Kingdom human resource functions, Presentasi Seminar Internasional, Jakarta, 2006 Priyatna, Indra, Profession Regulation System for Transportations Personel in Indonesia, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Jakarta, 2006 Rademaker, Peter, ILO approach to Qualifications Frameworks, International Labour Organization, Jakarta, 2006 Sibata, Kawakami, Introduction to Japan Vocational Ability Development Association, Javada, Tokyo, 2006 Yusa, Hardi, Regulasi Profesi Medis, Konsil Kedokteran Indonesia, Jakarta, 2006 -----Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi. -----Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional. -----Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. -----Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. -----Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

65 Panorama Nusantara Vol.2 No.1 / Januari – Juni 2007