PERENCANAAN DAN EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI LOGISTIK KOTA

Download Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013. T - 147. PERENCANAAN DAN EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI LOGISTIK KOTA. DEN...

2 downloads 607 Views 200KB Size
Transportasi

PERENCANAAN DAN EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI LOGISTIK KOTA DENPASAR YANG RAMAH LINGKUNGAN (173T) I Nyoman Budiartha R.M Jurusan Teknik Sipil, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran Bali Email: [email protected]

ABSTRAK Kota Denpasar merupakan wilayah dengan dominasi industri yang mengolah bahan baku menjadi bahan setengah jadi maupun barang jadi. Oleh karena itu, Kota Denpasar menjadi tempat tujuan masuk bahan baku industri dan pengiriman produk industri yang mencakup pemasaran skala nasional bahkan internasional. Peranan ini menuntut penyediaan jasa transportasi yang memadai dan lancar yang dapat diandalkan sebagai pendukung pembangunan ekonomi dan sosial didaerah perkotaan dengan mengurangi gangguan yang terkait dengan angkutan barang. Dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) studi ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi seberapa besar pemangku kepentingan (steakholder) berpengaruh terhadap efektifitas rencana sistem transportasi. Kami fokus hanya pada evaluasi efektifitas manajemen terminal barang kota Denpasar. Ini berarti koordinasi pengirim barang, operator, pelayanan desain jaringan, rute kendaraan serta konsolidasi yang meliputi banyak pihak menuju pada ramah lingkungan. Implementasi model mengindikasikan bahwa regulator memiliki peranan yang sangat penting dengan bobot 65,6%, kemudian diikuti oleh user dengan bobot 18,6% dan operator memiliki bobot 15,8%. Kata Kunci: Evaluasi, stakeholders, angkutan barang perkotaan, ramah lingkungan .

1.

PENDAHULUAN

Kota Denpasar disamping sebagai salah satu gerbang pendistribusian barang dari berbagai daerah, seperti Pulau Jawa, Lombok, Sumbawa, Flores, maupun NTB juga merupakan wilayah dengan dominasi industri yang mengolah bahan baku menjadi bahan setengah jadi maupun barang jadi. Sebagai pusat kota, Denpasar dengan jumlah penduduk 788.589 jiwa (Badan Pusat Statistik Kota Denpasar, 2010) dengan kepadatan penduduk sebesar 6.171 per km2, merupakan salah satu kota yang sangat padat. Oleh karena itu, Kota Denpasar menjadi tempat tujuan masuk bahan baku industri dan pengiriman produk industri yang mencakup pemasaran skala nasional bahkan internasional. Peranan ini menuntut penyediaan jasa transportasi yang memadai dan lancar yang dapat diandalkan sebagai pendukung pembangunan ekonomi dan sosial didaerah perkotaan dengan mengurangi gangguan yang terkait dengan angkutan barang. Terlebih lagi angkutan barang di Kota Denpasar bertambah pesat dilihat dari ukuran kapasitas kendaraan, beban, dan volume kendaraan. Dengan jumlah 148.427 kendaraan dan pertumbuhan 4,47% (Dinas Perhubungan Kota Denpasar, 2010), penyedia layanan logistik ini bersaing dengan pengguna jalan lain untuk ruang lalu lintas yang langka, yang tidak dapat diperpanjang tanpa batas. Hal ini mengakibatkan dampak negatif berupa kemacetan lalu lintas, kecelakaan, polusi dan getaran yang ditimbulkan di sekitar jalur transportasi yang berakibat pada meningkatnya biaya ekternal (external cost). Masalah dari berbagai pemanfaatan infrastruktur ini dapat mengakibatkan penurunan kualitas layanan dan biaya pengiriman barang yang lebih tinggi. Perspektif yang berbeda dari para pemangku kepentingan (steak holder) seperti pengirim, penyedia layanan logistik kota, penduduk dan administrator kota menambah kesulitan dalam mengoptimalkan kinerja angkutan barang perkotaan seperti ditunjukkan berikut: Pengirim, mengirim barang ke perusahaan lain atau orang dan menerima barang dari mereka. Mereka cenderung untuk memaksimalkan tingkat pelayanan mereka dalam hal biaya dan keandalan transportasi. Penyedia layanan logistik perkotaan, mengirimkan barang ke pelanggan. Tujuan mereka adalah meminimalkan biaya transportasi dalam pengambilan/penjemputan dan pengiriman barang yang lebih efisien, dan mereka dituntut untuk memberikan tingkat layanan yang tinggi dengan biaya rendah. Untuk mencapai tingkat layanan yang tinggi, kendaraan angkutan barang sering tidak efisien. Mereka sering harus menunggu dekat lokasi pelanggan ketika mereka tiba lebih awal dari waktu yang telah ditentukan. Penduduk, adalah orang-orang yang tinggal, bekerja, dan berbelanja di kota. Mereka menderita gangguan akibat pergerakan angkutan perkotaan dekat daerah perumahan dan ritel mereka. Namun, warga juga mendapatkan keuntungan dari pengiriman yang efisien dan dapat diandalkan. Administrator kota, berusaha untuk meningkatkan pembangunan ekonomi kota. Mereka tertarik pada pengurangan kemacetan dan gangguan lingkungan serta meningkatkan keselamatan lalu lintas Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

T - 147

Transportasi

jalan. Untuk tujuan ini, mereka merencanakan sistem transportasi perkotaan secara keseluruhan untuk menyelesaikan konflik antara para pemangku kepentingan lainnya. Dalam tulisan ini steakholders tersebut dikengelompokkan menjadi tiga untuk memudahkan dalam melakukan pengambilan data yaitu: user (pengirim dan penduduk), operator (penyedia layanan logistik perkotaan) dan regulator (administrator kota) Kegiatan penyedia layanan logistik kota tergantung pada interaksi stakeholder yang disajikan di atas. Masalah mengoptimalisasi efek eksternal dari transportasi sangat rumit untuk dilaksanakan khususnya kesulitan menjalankan solusi teoritis ke dalam praktek. Program-program alternatif terhadap tindakan yang dilakukan selalu mengundang pro dan kontra karena banyak eksternalitas saling terkait dan tidak akan bisa ditangani dalam kerangka parsial. Banyak cara yang dilakukan untuk mengurangi kebisingan kendaraan, misalnya, uji emisi untuk mengetahui polusi udara agar para pengguna kendaraan tahu akan bahayanya polusi udara, tetapi hal ini tidak selalu dapat dimengerti. Di satu sisi, administrator kota mempengaruhi prosedur perencanaan dengan menetapkan pembatasan realisasi rute pengiriman barang dalam kota, misalnya, slot waktu tertentu yang diizinkan atau melarang masuknya kendaraan angkutan di daerah tertentu. Sehubungan dengan itu tulisan ini mencoba untuk melakukan evaluasi terhadap perencanaan transportasi yang berkelanjutan (Sustainable Development) sebagaimana didefinisikan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini, tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka untuk itu perlu memikirkan implikasi atau dampak terhadap lingkungan. Untuk mencapai tujuan ini, adalah penting untuk mengidentifikasi seberapa besar pemangku kepentingan (steakholder) berpengaruh terhadap efektifitas terhadap rencana tersebut. Dalam tulisan ini, konsep kota logistik yang diperkenalkan, berfokus pada evaluasi efektifitas manajemen terminal barang kota Denpasar dan sistem transportasi.yang merupakan perspektif yang penting bagi perbaikan sistem perencanaan secara umum. Studi ini menyajikan model pengambilan keputusan berdasarkan AHP untuk tujuan pilihan yang memberikan tidak hanya pemahaman umum tentang faktor-faktor keputusan tetapi juga akan mengevaluasi bobot relatif atribut yang mempengaruhi pilihan tujuan. AHP mengubah preferensi individu ke dalam skala rasio bobot, bobot resultan ini digunakan dalam menentukan peringkat alternatif dan membantu pengambil keputusan dalam membuat pilihan atau meramalkan suatu hasil.

2.

KONSEP ANGKUTAN BARANG PERKOTAAN

Konsep dasar Kota Logistik adalah bahwa jumlah kendaraan yang melakukan perjalanan di daerah perkotaan dapat dikurangi melalui pemanfaatan yang lebih efisien. Secara historis, untuk masalah transportasi angkutan barang perkotaan kita menemukan periode singkat aktivitas di awal 70-an. Periode ini menghasilkan peraturan lalu lintas untuk menghindari adanya kendaraan berat di kota-kota besar di Indonesia seperti misalnya Surabaya. Namun untuk Bali khususnya kota Denpasar masalah angkutan barang baru dirasakan akhir-akhir ini dengan melakukan konsolidasi angkutan barang yang masuk ke pusat kota denpasar dengan membangun Terminal barang yang terletak di Jl. Gunung Galunggung, Kecamatan Denpasar Barat. Terminal ini dilakukan uji coba untuk beroperasi pada bulan Desember 2007 dan mulai aktif beroperasi pada bulan Januari 2008. Sistem pelayanan angkutan barang pada Terminal barang di pusat kota Denpasar dapat digambarkan dalam bentuk bagan alir seperti Gambar 1.

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)

T - 148

Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

Transportasi

+3)(9(4&/3)(4

(8:1

Pendapatan kendaraan dan barang Retribusi Kelengkapan administrasi kendaraan : - STNK / SIM, STUK - Ijin Operasional Areal Terminal

Melanggar

Pembinaan agar terjaminnya keselamatan

Gudang Pribadi

Pengurusan ijin masuk kota : 1. Pengaturan waktu 2. Pengaturan muat barang

+2:(7

Gudang Terminal

Areal Parkir Inap

+2(40:91(4 1. Bongkar Muat 2. Muat Barang

Parkir Inap

Pemeriksaan administrasi Kendaraan

Gambar 1 Bagan sistem angkutan barang pada Terminal Kargo Denpasar Sumber: Dinas Perhubungan Kota Denpasar (2008) Kegiatan Konsolidasi pada terminal barang berlangsung dengan apa yang disebut City Distribution Centers (CDC)). Kendaraan angkutan jarak jauh dari berbagai moda di terminal barang (CDC) membongkar muatan mereka. Muatan kemudian diurutkan dan dikonsolidasikan ke dalam kendaraan yang lebih kecil untuk tujuan akhir mereka. Tentu saja, sistem Logistik perkotaan akan mengatasi gerakan terbalik, dari asal dalam kota ke tujuan luar. Pusat distribusi kota dengan demikian merupakan fasilitas di mana pengiriman dikonsolidasi sebelum didistribusikan. Perlu dicatat bahwa konsep CDC sebagai fasilitas fisik dekat dengan peron (platform) logistik intermodal (dan desa pengiriman) yang menghubungkan kota ke negara, wilayah, dan dunia. Platform Intermoda menerima truk-truk besar dan kendaraan lebih kecil yang didedikasikan untuk penyimpanan distribusi lokal, dan menawarkan, pengurutan, dan fasilitas konsolidasi (de-konsolidasi), serta sejumlah layanan terkait seperti akuntansi, penasihat hukum, broker, dan sebagainya. Platform Intermoda mungkin berdiri sendiri terletak dekat dengan akses fasilitas jalan raya atau jalan lingkar, atau mereka mungkin menjadi bagian dari terminal udara, kereta api atau pelabuhan. Pusat distribusi perkotaan tersebut dapat dipandang sebagai platform intermodal dengan peningkatan fungsi untuk menyediakan gerakan angkutan terkoordinasi dan efisien dalam zona perkotaan. CDC dengan demikian merupakan langkah penting menuju organisasi yang lebih baik.

3. METODA EVALUASI Prosedur evaluasi studi ini terdiri dari beberapa langkah. Deskripsi rinci dari setiap langkah yang diberikan dalam subbagian berikut:

Analytic Hierarchy Process (AHP) Prosedur evaluasi studi ini dengan menggunakan metoda AHP yang dikembangkan oleh Saaty (1980) diuraikan secara rinci sebagai berikut: Tujuan keseluruhan adalah di bagian atas dan criteria, sub criteria, dan alternatif terdapat pada hirarki turun setiap tingkat. Setelah hirarki dibangun, pembuat keputusan mulai memprioritaskan prosedur untuk menentukan kepentingan relatif dari unsur-unsur di setiap tingkat. Diasumsikan bahwa pembuat keputusan memiliki pengetahuan dan pemahaman menyeluruh terhadap elemen-elemen ini. Unsur di setiap tingkat dibandingkan berpasangan dalam hal kepentingan bagi sebuah elemen dalam tingkat yang lebih tinggi. Mulai di bagian atas dan bekerja ke bawah, sejumlah matriks persegi, matriks preferensi, diciptakan dalam proses membandingkan elemen-elemen pada tingkat tertentu. Saaty (1980) menggambarkan perkembangan rasio 9-point tanggapan skala yang integral dari AHP. Dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) studi ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi seberapa besar pemangku kepentingan (steakholder) berpengaruh terhadap efektifitas rencana sistem transportasi. Kami fokus hanya pada evaluasi efektifitas manajemen terminal barang kota Denpasar. Ini berarti koordinasi Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

T - 149

Transportasi

pengirim barang, operator, pelayanan desain jaringan, rute kendaraan serta konsolidasi yang meliputi banyak pihak menuju pada ramah lingkungan. Pembuat keputusan dapat mengungkapkan preferensi antara setiap 2 elemen secara lisan sama pentingnya, moderat, lebih penting, dan sangat lebih penting. Preferensi deskriptif tersebut kemudian akan diterjemahkan ke dalam numerik peringkat 1, 3, 5, 7, dan 9, masing-masing, dengan 2, 4, 6, dan 8 sebagai kompromi antara dua nilai untuk penilaian kualitatif berturut-turut. Skala ini tidak sensitif terhadap perubahan kecil dalam preferensi pembuat keputusan, sehingga meminimalkan efek ketidakpastian dalam evaluasi. Setelah membentuk matriks preferensi, bobot relatif dari unsur-unsur setiap tingkat terhadap elemen di tingkat yang lebih tinggi berikutnya dihitung sebagai komponen-komponen yang terkait dengan normalisasi eigenvector eigenvalue terbesar dari matriks perbandingan. Nilai ini dapat diperkirakan dengan mean geometric dari setiap baris didalam matriks preferensi (Saaty, 1980). Bobot komposit alternatif kemudian ditentukan oleh bobot dengan menggabungkan seluruh hirarki. Satu hal penting keuntungan dengan menggunakan AHP adalah bahwa ia dapat mengukur sejauh mana perbandingan berpasangan konsisten. Ukuran rasio konsistensi (CR) ini, memungkinkan manajer untuk mendeteksi kesalahan (misjudgements) dalam perbandingan. Jika CR lebih besar dari 0,1, direkomendasikan pembuat keputusan mengevaluasi kembali perbandingan, karena beberapa penilaian bertentangan. Saaty mencari cara sederhana untuk berurusan dengan kompleksitas struktur hirarki dengan menggunakan perbandingan pasangan untuk menurunkan (bukan menetapkan) rasio-skala ukuran yang dapat ditafsirkan sebagai prioritas peringkat akhir (bobot). Hal ini diperlukan karena prioritas (bobot) dari elemen-elemen pada setiap tingkat ditentukan dengan mengalikan prioritas dari elemen di tingkat elemen induk. Hal ini sangat penting jika yang menjadi prioritas apabila digunakan tidak hanya dalam pilihan aplikasi, tapi juga untuk jenis aplikasi lain seperti peramalan. Fungsi yang sama pentingnya adalah kemampuan AHP untuk mengukur dan mensintesis banyaknya faktor-faktor dalam hirarki, tidak ada metodologi lain yang memfasilitasi sintesis seperti halnya AHP.

Membangun hirarki Evaluasi Factor-fktor kunci terdiri dari 11 item digunakan untuk membangun hirarki 4-tingkat, didasarkan pada 4 aksioma dari AHP melakukan konsultasi dengan stakeholder dan membaca literature terkait, konsultasi dengan para ahli (baik professional maupun akademik dari sektor transportasi). Tingkat tertinggi dari hirarki adalah tujuan keseluruhan. Bawah tujuan keseluruhan, tingkat ke-2 merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan tujuan, meliputi faktor-faktor regulator, operator dan user. Berbagai set kriteria yang terkait dengan setiap faktor dalam tingkat ke-2 dihubungkan dengan tingkat ke-3. Berbagai set sub-kriteria (atribut) yang terkait dengan masingmasing kriteria di tingkat ke-3 terkait dengan tingkat ke-4. Seperti yang terlihat pada Gambar. 1, terdapat total dari 11 atribut pada tingkat ke-4.

4.

ANALISA DATA DAN KASUS APLIKASI

Merancang Kuesioner Kuesioner ini terdiri dari 11 atribut yang dirancang untuk mengevaluasi efektifitas manajemen terminal barang kota Denpasar. Para responden diminta untuk menetapkan nilai numerik yang sesuai berdasarkan kepentingan relatif atribut terhadap tujuan keseluruhan. Sebagai contoh, ketika ditanya “Dengan hormat terhadap pertimbangan biaya sewa Gudang dan biaya administrasi, yang lebih penting bagi Anda dalam menggunakan terminal barang?” Penilaian verbal sama pentingnya untuk sangat lebih penting kemudian diberi nilai dengan kisaran 1-9. Setelah melakukan semua perbandingan berpasangan pada tingkat 2, matriks perbandingan berpasangan dibangun. Demikian pula, prosedur perbandingan berpasangan ini kemudian diterapkan pada semua faktor yang berkaitan dengan tingkat 3 dan kemudian tingkat 4. Sebuah deskripsi singkat dari 11 item dalam kuesioner juga diberikan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik untuk analisis. Kuisioner diberikan kepada 50 responden yang terdiri dari: a. Kepala Dinas Perhubungan Kota Denpasar beserta masing- masing kepala bagian : 5 responden b. Supir truk ekspedisi (operator) : 35 responden c. Penyewa gudang di Terminal Kargo Denpasar (user) : 10 responden Jumlah : 50 responden

(regulator)

Membangun Evaluasi Hirarki Hirarki ini terdiri dari empat level. Level pertama terdiri dari tiga kriteria yang terdiri dari regulator, operator, dan user. Kemudian pada level kedua, ketiga kriteria tersebut memberikan penilaian terhadap lima kriteria untuk menentukan kriteria yang sudah berjalan dengan baik selama beroperasinya Terminal Kargo Denpasar. Kelima kriteria pada level dua adalah aksesibilitas, utilitas, affordable, kenyamanan, dan ketertiban. Pada level ketiga, kelima kriteria pada level kedua dipecah menjadi masing-masing subkriteria untuk memberikan penilaian pada masing-masing kriteria yang lebih perlu diperbaiki untuk meningkatkan efektifitas manajemen Terminal Kargo Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)

T - 150

Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

Transportasi

Denpasar. Untuk aksesibilitas dipecah menjadi dua subkriteria, yaitu kemudahan mencapai Terminal Kargo Denpasar dan kemudahan pergerakan kendaraan di Terminal Kargo Denpasar. Untuk utilitas dipecah menjadi tiga subkriteria, yaitu kapasitas dan penataan parkir untuk kendaraan barang, mekanisme penimbangan berat beban angkutan, dan komponen prasarana yang mendukung. Untuk affordable dipecah menjadi dua subkriteria, yaitu biaya sewa gudang dan biaya administrasi. Untuk kenyamanan dipecah menjadi dua subkriteria, yaitu kenyamanan dalam mengguanakan fasilitas dan kenyamanan dalam bongkar muat. Untuk ketertiban dipecah menjadi dua subkriteria, yaitu ketertiban pihak petugas terminal dan ketertiban pihak operator. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1 Hirarki Evaluasi Efektifitas Manajemen Terminal Barang.

Perhitungan Bobot Penilaian Evaluasi Kriteria Penentu Efektifitas Manajemen Terminal Kargo Denpasar terdiri dari: A : Regulator (pengelola, dalam hal ini Dinas Perhubungan Kota Denpasar) B : Operator (supir truk ekspedisi) C : User (penyewa gudang) Selanjutnya perhitungan atau analisis didasarkan jawaban responden seperti di tunjukkan pada Table 1. Tabel.1 Jawaban responden untuk penentu efektifitas manajemen Terminal Kargo Denpasar Kriteria Pertanyaan

R1

R2

R3

R4

R5

R6

R7

Responden R8 R9

R10

R11

R12

R13

R14

R15

A-B A-C B-C

7,000 1,000 6,000 7,000 8,000 1,000 1,000 3,000 7,000 7,000 3,000 7,000 1,000 1,000 3,000 6,000 1,000 6,000 1,000 0,167 3,000 2,000 0,333 1,000 7,000 7,000 7,000 5,000 5,000 7,000 0,143 0,111 7,000 0,200 6,000 3,000 2,000 0,333 0,143 1,000 0,200 1,000 1,000 1,000 0,200

Kriteria Pertanyaan

R16

A-B A-C B-C

5,000 5,000 1,000 5,000 5,000 7,000 7,000 7,000 5,000 9,000 1,000 7,000 8,000 5,000 7,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 1,000 1,000 1,000 5,000 9,000 3,000 5,000 8,000 5,000 7,000 0,200 0,200 0,333 0,200 0,200 0,200 0,200 0,200 0,200 0,200 0,250 5,000 0,143 0,200 0,200

Kriteria Pertanyaan

R31

A-B A-C B-C

0,333 5,000 5,000 5,000 5,000 4,000 7,000 7,000 3,000 5,000 0,143 1,000 0,333 0,200 5,000 0,333 5,000 0,333 0,250 0,250 5,000 0,143 0,143 3,000 5,000 1,000 1,000 0,333 0,200 5,000 0,200 0,333 0,333 0,333 1,000 0,333 0,143 0,143 0,200 0,200 7,000 1,000 0,333 0,200 0,200

R17

R32

R18

R33

R19

R34

R20

R35

R21

R36

Responden R22 R23 R24

Responden R37 R38 R39

Kriteria Pertanyaan

R46

A-B A-C B-C

0,200 5,000 5,000 7,000 0,333 0,200 5,000 5,000 3,000 0,200 0,200 0,333 0,200 0,200 0,200

R47

R48

Responden R49 R50

R25

R40

Rtotal

R26

R41

R27

R42

R28

R43

R29

R44

R30

R45

R/50

217,543 4,351 168,886 3,378 44,342 0,887

Cara Penyelesaian Angka yang terdapat pada semua Tabel Jawaban Responden diperoleh melalui kuisioner yang sudah dibandingkan antara satu kriteria dengan kriteria yang lainnya serta satu subkriteria dengan subkriteria yang lainnya dimana skala penilaiannya dapat dilihat pada Tabel.1 Skala penilaian perbandingan berpasangan. Pada perhitungan ini dipakai tiga desimal. Untuk mendapatkan Matrik Awal adalah sebagai berikut. Matrik dinyatakan dengan baris dan kolom, dibaca sesuai baris dan kolom. R50 pada Tabel 4.1, dimana R = responden, 50 = jumlah responden Matrik diagonal = AA = BB = CC = 1 Matrik AB = nilai R50 (A-B) yang terdapat pada Tabel 4.2 = 4,351 Matrik AC = nilai R50 (A-C) yang terdapat pada Tabel 4.2 = 3,378 Matrik BC = nilai R50 (B-C) yang terdapat pada Tabel 4.2 = 0,887 Sedangkan, Matrik BA = kebalikan dari Matrik AB = 1/(A-B) = 1/ 4,351 = 0,230 Matrik CA = kebalikan dari Matrik AC = 1/(A-C) = 1/ 3,378 = 0,296 Matrik CB = kebalikan dari Matrik BC = 1/(B-C) = 1/ 0,887 = 1,128 A = Jumlah Matrik kolom A = Matrik AA + Matrik BA + Matrik CA = 1,000 + 0,230 + 0,296 = 1,526 Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

T - 151

Transportasi

B = Jumlah Matrik kolom B = Matrik AB + Matrik BB + Matrik CB = 4,351 + 1,000 + 1,128 = 6,478 C = Jumlah Matrik kolom C = Matrik AC + Matrik BC + Matrik CC = 3,378 + 0,887+ 1,000 = 6,478 Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Matrik di bawah ini. Matrik Awal

1.

A

B

C

A

1,000

4,351

3,378

B

0,230

1,000

0,887

C

0,296

1,128

1,000

Σ

1,526

6,478

5,265

Nilai Eigen Vektor Jumlah baris A = Matrik AA x Matrik AB x Matrik AC = 1,000 x 4,351 x 3,378 = 14,696 Jumlah baris B = Matrik BA x Matrik BB x Matrik BC = 0,230 x 1,000 x 0,887 = 0,204 Jumlah baris C = Matrik CA x Matrik CB x Matrik CC = 0,296 x 1,128 x 1,000 = 0,334



Rumus Wi Perhitungan :

=

Wi baris A

Jumlah baris A = √14,696

; dimana n = ukuran matrik = 3x3

=

= 2,449 Wi baris B

Jumlah baris B = √0,204 =

= 0,589 Wi baris C

Jumlah baris C = √0,334 =

= 0,694 Rumus E-vektor = Wi / Wi Perhitungan: E-vektor baris A = Wi baris A / Wi = 2,499 / 3,372 = 0,656 E-vektor baris B = Wi baris B / Wi = 0,589 / 3,372 = 0,158 E-vektor baris C = Wi baris C / Wi = 0,694 / 3,372 = 0,186 Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2 Matrik di bawah ini.

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)

T - 152

Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

Transportasi

Tabel 2 Nilai Eigen Vektor untuk kriteria penentu efektifitas manajemen Terminal Kargo Denpasar A

B

C

Jumlah

Wi

E-vektor

A

1,000

4,351

3,378

14,696

2,449

0,656

B

0,230

1,000

0,887

0,204

0,589

0,158

C

0,296

1,128

1,000

0,334

0,694

0,186

Σ

1,526

6,478

5,265

15,234

3,732

1,000

Nilai Eigen Maksimum (Eigen Value Maksimum) Nilai Eigen Maksimum diperoleh dari Matrik Awal dikalikan dengan E-vektor masing-masing matrik, kemudian hasil dari perkalian tersebut dijumlahkan. 1,000

4,351

3,378

0,230

1,000

0,887

0,296

1,128

1,000

0,656 X

1,970

0,158

=

0,473

0,186

0,558

Nilai Eigen Maksimum =

3,002

(λ maksimum) Indeks Konsistensi CI

=

(λ maksimum - n) / (n - 1), dimana n = ukuran matrik = 3x3

=

(3,002 - 3) / (3 - 1) = 0,001

Ratio Konsistensi CR

=

(CI/RI)

, dimana n = 3 (RI = 0,58)

=

0,001 / 0,58 =

0,0017

< 0,1

Konsisten!

Nilai konsistensi (CR) lebih kecil dari 0,1 sama artinya dengan lebih kecil dari 10%, maka nilai tersebut sesuai dengan syarat nilai konsistensi yaitu harus lebih kecil dari 10%. Jika nilai konsistensi tidak memenuhi syarat maka dilakukan perbaikan konsistensi. Setelah diperoleh nilai konsistensi lebih kecil dari 10%, dalam menentukan nilai bobot kriteria diperoleh dari nilai masing-masing E-vektor (lihat pada Tabel.2 Nilai Eigen Vektor untuk Kriteria Penentu Efektifitas Manajemen Terminal Kargo Denpasar). Bobot Elemen Bobot elemen diperoleh dari nilai masing-masing E-vektor yang dinyatakan dalam presentase. Bobot kriteria penentu efektifitas manajemen Terminal Kargo Denpasar dapat dilihat pada Tabel.3 di bawah ini. Tabel.3 Bobot Kriteria Penentu Efektifitas Manajemen Terminal Kargo Denpasar KRITERIA

BOBOT

Regulator

0,656

Operator

0,158

User

0,186 Jumlah

1,000

Dilihat dari Tabel.3 di atas, didapat hasil pembobotan kriteria Penentu Efektifitas Manajemen Terminal Kargo Denpasar, yang menunjukkan bahwa Regulator memiliki pengaruh yang sangat penting sebagai penentu efektifitas manajemen Terminal Kargo Denpasar karena memiliki bobot yang paling besar, yaitu 0,656 atau 65,6 %, kemudian disusul dengan User dengan bobot 0,186 atau 18,6%. Sedangkan Operator memiliki bobot 0,158 atau 15,8%. Untuk perhitungan selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama. Dari hasil analisis dengan metode AHP keseluruhan maka diperoleh suatu resume bahwa sebagai penentu efektifitas manajemen Terminal Kargo Denpasar lebih ditentukan oleh pihak regulator dengan bobot sebesar 65,6%, kemudian disusul oleh pihak user dengan bobot 18,6% dan pihak operator memiliki bobot 15,8%.

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

T - 153

Transportasi

Kriteria yang lebih berjalan dengan baik selama beroperasinya Terminal Kargo Denpasar adalah aksesibiltas memiliki bobot sebesar 32,1%, kemudian disusul dengan utilitas yang memiliki bobot sebesar 22,7%, affordable memiliki bobot sebesar 21,2%, kenyamanan memiliki bobot sebesar 13,9%, dan ketertiban memiliki bobot sebesar 10,1%. Subkriteria dari aksesibilitas yang lebih perlu diperbaiki untuk meningkatkan efektifitas manajemen Terminal Kargo Denpasar adalah kemudahan mencapai Terminal Kargo Denpasar dengan bobot sebesar 69,9%. Kemudian kemudahan pergerakan kendaraan di Terminal Kargo Denpasar memiliki bobot sebesar 30,1%. Subkriteria dari utilitas yang lebih perlu diperbaiki untuk meningkatkan efektifitas manajemen Terminal Kargo Denpasar adalah kapasitas dan penataan parkir untuk kendaraan barang dengan bobot sebesar 67,2%. Kemudian diikuti dengan mekanisme penimbangan berat beban angkutan dengan bobot sebesar 16,7% dan komponen prasarana yang mendukung dengan bobot sebesar 16%. Subkriteria dari affordable yang lebih perlu diperbaiki untuk meningkatkan efektifitas manajemen Terminal Kargo Denpasar adalah biaya sewa gudang dengan bobot sebesar 66,3%. Kemudian biaya administrasi memiliki bobot sebesar 33,7%. Subkriteria dari kenyamanan yang lebih perlu diperbaiki untuk meningkatkan efektifitas manajemen Terminal Kargo Denpasar adalah kenyamanan dalam bongkar muat dengan bobot sebesar 50,4%. Kemudian kenyamanan dalam penggunaan fasilitas memiliki bobot sebesar 49,6%. Subkriteria dari ketertiban yang lebih perlu diperbaiki untuk meningkatkan efektifitas manajemen Terminal Kargo Denpasar adalah ketertiban pihak petugas terminal dengan bobot sebesar 67,6%. Kemudian ketertiban pihak operator memiliki bobot sebesar 32,4%. Untuk lebih jelasnya hasil analisis dapat dilihat pada Gambar 2 Rekapitulasi hasil analisis data dengan menggunakan metode AHP.

Aksesibilita s (32,1%)

Regulator (65,6%)

Utilitas (22,7%)

Kemudahan mencapai Terminal Kargo Denpasar (69,9%) Kemudahan pergerakan kendaraan di Terminal Kargo Denpasar (30,1%) Kapasitas dan penataan parkir untuk kendaraan barang Mekanisme penimbangan berat beban angkutan Komponen prasarana yang mendukung (16%) Biaya sewa gudang (66,3%)

Evaluasi

Efektifitas

Manajemen Terminal Kargo

Operator (15,8%)

Affordable (21,2%)

Biaya administrasi (33,7%) Kenyamanan dalam penggunaan fasilitas (49,6%)

User

Kenyamana n (13,9%)

Kenyamanan dalam bongkar muat (50,4%) Ketertiban pihak petugas terminal (67,6%)

Ketertiban (10,1%) TUJUAN

LEVEL I

LEVEL II

Ketertiban pihak operator (32,4%) LEVEL

Gambar 2 Rekapitulasi hasil analisis data dengan menggunakan metode AHP

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)

T - 154

Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

Transportasi

5.

KESIMPULAN

Dari sudut pandang metodologis, hasil studi ini yang mengadopsi pendekatan AHP mengungkapkan bahwa steakholder mempunyai pengaruh terhadap tujuan. Temuan menunjukkan bahwa pendekatan AHP adalah sebuah alat yang berguna untuk membantu mengevaluasi perencanaan sistem transportasi logistic perkotaan. Dari sudut aplikasi hasil studi kasus dapat disimpulkan regulator sebagai pengelola Terminal barang Denpasar sangat mempengaruhi dalam penentuan efektifitas manajemen Terminal barang Denpasar yang memiliki bobot sebesar 65,6%. Kemudian dipengaruhi juga oleh pihak user sebagai penyewa gudang di Terminal barang Denpasar dengan bobot sebesar 18,6%. Sedangkan para supir truk ekspedisi selaku operator mempengaruhi dengan nilai bobot sebesar 15,8%. Pada subkriteria yang sangat perlu diperbaiki untuk meningkatkan efektifitas manajemen Terminal barang Denpasar adalah dari segi aksesibilitas. Perbaikan yang perlu dilakukan dari segi aksesibilitas adalah kemudahan mencapai Terminal Kargo Denpasar memiliki bobot 69,9% dan kemudahan pergerakan kendaraan di Terminal Kargo Denpasar memiliki bobot 30,1%.

6.

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam menyelesaikan penelitian ini sangat banyak yang terlibat dan membantu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak khususnya Ni Made Widya Pratiwi mahasiswi sarjana Teknik Sipil UNUD yang telah banyak membantu khususnya dalam pengumpulan dan pengolahan data.

DAFTAR PUSTAKA Eiichi Taniguchi and Dai Tamagawa (2005). “Evaluating City Logistics Measures Considering the Behavior of Several Stakeholders”. Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol. 6, pp. 3062 – 3076. Clare Finnegan (2004). “Urban Freight in Dublin City Centre: Survey Analysis and Strategy Evaluation”. Clare Finnegan Centre for Transport Research Department of Civil, Structural & Environmental Engineering Trinity College Dublin Nyoman Budiartha R.M (2011). “Ekonomi Transportasi”. Udayana University Press, Kampus Universitas Udayana Denpasar Teodor Gabriel Crainic, Nicoletta Ricciardi and Giovanni Storchi (2007) “Models for Evaluating and Planning City Logistics Transportation Systems”. Interuniversity Research Centre on Enterprise Networks, Logistics and Transportation. Montreal, Canada. .

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

T - 155