PERILAKU PROSOSIAL: MENGAPA ORANG MAU MENOLONG ORANG LAIN?

Download Perilaku prososial dapat dilatarbelakangi motif kepedulian pada diri sendiri dan mungkin pula karena altruisme. Pembahasan berikut ini lebi...

0 downloads 320 Views 723KB Size
PERILAKU PROSOSIAL: Mengapa Orang Mau Menolong Orang Lain?

A. MOTIF-MOTIF DASAR YANG MELATARBELAKANGI PERILAKU PROSOSIAL Bagaimana kita dapat menjelaskan mengapa orang memiliki perilaku heroik dan pengorbanan diri yang besar ketika orang tersebut mampu untuk tidak peduli? Hal tersebut disebabkan oleh perilaku prososial (prosocial behavior), yaitu setiap perilaku yang memiliki tujuan untuk menguntungkan orang lain (Penner, Dovidio, Piliavin & Schroeder, 2005). Prosocial behavior: setiap perilaku yang memiliki tujuan untuk menguntungkan orang lain Perilaku prososial dapat dilatarbelakangi motif kepedulian pada diri sendiri dan mungkin pula karena altruisme. Pembahasan berikut ini lebih berfokus pada perilaku prososial yang dimotivasi oleh altruisme, yaitu keinginan untuk menolong orang lain walaupun orang yang menolong tersebut harus mengeluarkan biaya atau pengorbanan. Altruisme merupakan perbuatan menolong yang dilakukan murni tanpa adanya keinginan untuk mengambil keuntungan atau meminta balasan, bahkan terkadang orang terse but harus mengeluarkan biaya atau pengorbanan bagi dirinya. Altruisme: keinginan untuk menolong orang lain walaupun orang yang menolong tersebut harus mengeluarkan biaya atau pengorbanan. Perilaku prososial dan altruisme, ditentukan oleh faktor genetik atau faktor belajar/pengasuhan? Apakah ada motif menolong yang murni? Berikut ini beberapa teori yang menjelaskan hal tsb. Psikologi Evolusioner: Insting dan Gen Menurut teori evolusi Charles Darwin (1859), seleksi alam merupakan salah satu cara untuk bertahan hidup. Setiap gen yang meneruskan kelangsungan hidup kita dan menaikkan kemungkinan menghasilkan keturunan, kemungkinan akan diturunkan dari generasi ke generasi. Sebaliknya, gen yang memperkecil kemungkinannya untuk mempertahankan hidup maupun menghasilkan keturunan, lebih kecil kemungkinannya untuk diturunkan. Bagaiman teori evolusi menjelaskan tentang altruisme? Jika orang-orang mencapai tujuan untuk memastikan bahwa dirinya dapat bertahan hidup, mengapa mereka mau menolong orang lain yang dapat mengorbankan dirinya sendiri? Jika mengacu pada teori evolusi maka tidak akan ada yang namanya altruism, karena orang bertindak untuk mementingkan dirinya sendiri. Benarkah demikian?

1

Handout Psi Sosial II: PERILAKU PROSOSIAL/ MM. Nilam Widyarini

Seleksi Keturunan (Kin Selection) Kin selection merupakan suatu pemikiran dimana orang berperilaku untuk lebih memilih untuk menolong seseorang yang memiliki hubungan genetis dalam rangka untuk bertahan hidup. Orang akan lebih memilih seseorang yang memiliki hubungan genetis daripada yang tidak dalam situasi hidup dan mati, misalnya peristiwa kebakaran. Kin Selection: suatu pemikiran dimana orang lebih memilih untuk berperilaku menolong seseorang yang memiliki hubungan genetis dalam rangka untuk bertahan hidup. Para psikolog tidak menyarankan bahwa orang harus mempertimbangkan pentingnya biologis dari perilaku mereka sebelum memutuskan untuk menolong atau tidak. Menurut teori evolusi, orang-orang yang mengikuti aturan "pentingnya biologis" lebih dapat bertahan hidup daripada yang tidak. Norma Timbal Balik (Norm of Reciprocity) Dalam menjelaskan altruisme, psikolog juga merujuk pada norma timbal balik, yaitu harapan bahwa menolong orang lain akan meningkatkan kemungkinan bahwa mereka akan menolong kita di masa yang akan datang. Pemikiran tersebut yaitu sebagai rnanusia kita berkembang, sekelompok individu yang egois, dimana masing-masing individu hidup dalam area atau gua-nya masing-masing akan merasa lebih sulit untuk bertahan hidup jika dibandingkan dengan sekolompok orang yang telah belajar bekerja sarna. Orang-orang yang bertahan hidup adalah orang-orang yang telah memahami arti timbale balik dengan para tetangganya : "Saya akan me nolong kamu sekarang, dengan perjanjian bahwa ketika saya membutuhkan pertolongan, kamu akan membantu saya sebagai balasannya". Norma Timbal Balik: harapan bahwa menolong orang lain akan meningkatkan kemungkinan mereka akan menolong kita di masa yang akan datang. Mempelajari Norma Sosial Herbert Simon (1990) berpendapat bahwa sangat mudah bagi individu untuk mempelajari norma sosial dari anggota lain dari masyarakat. Orang-orang yang rnempelajari dengan baik norma dan kebiasaan dari suatu masyarakat memiliki keuntungan dalam bertahan hidup. Karena sejak berabad-abad yang lalu, budaya rnernpelajari hal-hal seperti bagaimana orang dapat bekerja sarna dengan baik, dan orang yang mempelajari aturan ini lebih dapat bertahan hidup daripada yang tidak. Akibatnya, melalui seleksi alam, kemampuan untuk mempelajari norma sosial menjadi bagian dari perbaikan genetis. Salah satu norma yang dipelajari dan dinilai berharga oleh orang-orang adalah menolong orang lain. Singkatnya, orang-orang secara genetis diprogram untuk mempelajari norma-norma sosial, dan salah satu normanya adalah altruisme (Hoffman, 1981; Kameda, Takezawa, & Hastie, 2003).

2

Handout Psi Sosial II: PERILAKU PROSOSIAL/ MM. Nilam Widyarini

Pertukaran Sosial: Costs dan Rewards dalam Menolong Walaupun beberapa ahli psikologi sosial tidak setuju dengan pendekatan evolusioner tentang perilaku prososial, namun mereka tetap memberikan pandangan bahwa perilaku altruism dapat timbul karena adanya self-interest. Bahkan, teori pertukaran sosial berpendapat bahwa kebanyakan dari yang kita lakukan berakar dari keinginan untuk memaksimalkan penghargaan yang akan kita dapat dan menimimalkan pengorbanan yang harus kita lakukan (Homans, 1961; Lawler & Thye, 1999; Thibaut & Kelley, 1959). Perbedaan teori pertukaran sosial dan pendekatan evolusioner adalah: Teori pertukaran sosial tidak mencari akar dari keinginan itu sendiri, atau tidak diasumsikan bahwa keinginan tersebut ada berdasarkan kondisi genetis. Teori pertukaran sosial mengasumsikan bahwa orang-orang dalam hubungan mereka dengan orang lain berusaha untuk memaksimalkan rasio dari penghargaan sosial yang nantinya akan dapat dibandingkan dengan pengorbanan sosial yang harus dilakukan. Menolong dapat menjadi suatu yang berharga dalam beberapa cara, antara lain: 1. Seperti yang kita ketahui dalam norma timbal balik, menolong dapat meningkatkan kemungkinan seseorang akan menolong kita juga sebagai balasannya. 2. Menolong seseorang merupakan investasi masa depan, akan menjadi pertukaran sosial suatu hari nanti, seseorang akan menolong kita ketika kita membutuhkan pertolongan. 3. Menolong juga dapat meredakan "tekanan personal" yang ditimbulkan orang lain yang berada di sekeliling kita. Orang akan merasa terganggu ketika mereka melihat orang lain menderita dan mereka menolong orang tersebut paling tidak untuk meredakan "tekanan" mereka sendiri (Dovidio, 1984; Dovidio, Piliavin, Gaertner, Schroeder, & Clark, 1991; Eisenberg & Fabes, 1991). 4. Dengan menolong orang lain kita juga bisa mendapatkan penghargaan secara sosial dari orang lain dan meningkatkan rasa berharga bagi diri kita sendiri. Namun di sisi lain, menolong orang lain juga dapat menimbulkan adanya suatu pengorabanan yang besar. Perbuatan menolong menjadi menurun ketika pengorbanan yang harus dilakukan pada perbuatan itu besar, misalnya ketika perbuatan tersebut menempatkan kita pada suatu kondisi membahayakan bagi fisik tubuh kita, yang dapat menyebabkan rasa sakit dan malu, atau yang paling mudah, perbuatan tersebut sangat menyita waktu yang kita miliki (Dovidio et aI, 1991; Dovidio, Piliavin, Gaertner, Schroeder, & Clark, 1981; Piliavin, Piliavin, & Rodin, 1975). Pada dasarnya, teori pertukaran sosial berpendapat bahwa altruisme yang sesungguhnya itu tidak ada. Orang menolong ketika keuntungan yang didapatkan lebih besar dari pengorbanan yang harus dilakukan.

Empati dan Altruisme : Motif yang Tulus dalam Menolong C. Daniel Batson (1991) adalah tokoh yang paling kuat menyatakan pemikiran bahwa banyak orang yang tekadnya menolong murni keluar dari kebaikan hati mereka. Batson mengatakan bahwa orang terkadang menolong orang lain untuk alasan pribadi, namun terkadang motif orang tersebut murni altruistik, dimana tujuan mereka yaitu hanya menolong orang lain, walaupun dalam menolong tersebut memerlukan pengorbanan yang besar bagi dirinya. Batson mengatakan, altruisme yang murni akan

3

Handout Psi Sosial II: PERILAKU PROSOSIAL/ MM. Nilam Widyarini

muncul ketika kita merasakan empati terhadap orang lain yang membutuhkan bantuan, yaitu menempatkan diri kita pada posisi orang lain serta merasakan emosi dan kejadian seperti yang mereka rasa. Empati : kemampuan untuk menempakan diri sendiri pada posisi orang lain, dan merasakan emosi serta kejadian (misalnya kegembiraan dan kesedihan) seperti yang mereka rasakan.

Hal ini juga disebut sebagai Hipotesis Empati-Altruisme dari Batson, yaitu ketika kita merasakan empati pada orang lain, kita akan mencoba menolong orang tersebut dengan alasan altruistik murni, tanpa memperdulikan apa yang akan kita dapat. Batson juga mengatakan, ketika kita tidak merasakan empati, maka perbuatan menolong akan menjadi suatu proses pertukaran sosial. Hipotesis Empati - Altruisme: Pemikiran bahwa ketika kita merasakan empati pada orang lain, kita akan mencoba menolong orang tersebut dengan alasan altruistik murni, tanpa memperdulikan apa yang akan kita dapat.

B. KUALITAS PERSONAL DAN PERILAKU PROSOSIAL: Mengapa Sebagian Orang Lebih banyak Menolong Dibanding Orang Lain? Perbedaan individu : Kepribadian Altruistik Para psikolog tertarik dengan asal dari kepribadian altruistik, yaitu kualitas yang ada pada diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut menolong orang lain pada berbagai situasi (Eisenberg, Spinrad, & Sadowsky, 2006; Mikulineer, & Shaver, 2005; Penner, 2002). Dalam hal apa seseorang menjadi lebih penolong dibandingkan orang lain? Kepribadian altruistik: kualitas individu yang menyebabkan ia membantu orang lain dalam berbagai situasi Kepribadian bukanlah satu-satunya yang menentukan perilaku. Para ahli psikologi sosial mengemukakan bahwa untuk memahami perilaku manusia, kita harus menyadari tekanan dari situasi sebagaimana kita memahami kepribadian. Begitu juga dalam memprediksi seberapa penolong seseorang.

Perbedaan Jenis Kelamin dalam Perilaku Prososial Secara umum pada semua budaya, norma menyebabkan sikap dan perilaku yang berbeda bagi laki-Iaki dan perempuan, hal tersebut dimulai saat proses pertumbuhan sebagai anak laki-Iaki dan anak perempuan. Misalnya pada kebudayaan Barat, laki-laki memiliki peran jenis kelamin lebih heroik dan sangat sopan, sedangkan wanita lebih pengasih dan peduli pada nilai dari hubungan jangka panjang dan tertutup. Dalam

4

Handout Psi Sosial II: PERILAKU PROSOSIAL/ MM. Nilam Widyarini

melakukan perilaku prososial tidak didominasi oleh jenis kelamin tertentu, melainkan tergantung pada budaya dimana orang tersebut tumbuh dan berada.

Perbedaan Budaya dalam Perilaku Prososial Orang di berbagai budaya lebih suka menolong orang lain yang merupakan bagian dari in-group mereka, kelompok dimana identitas individu tersebut berada. Orang dimana pun kurang suka menolong seseorang yang dirasa sebagai bagian dari out-group, kelompok dimana identitas mereka tidak berada di dalamnya (Brewer dan Brown, 1998). Faktor budaya sangat berperan dalam menentukan seberapa kuat garis antara ingroup dan out-group. In-group: kelompok dimana identitas individu tersebut berada. Out-group: kelompok di mana identitas individu tidak termasuk di dalamnya Bagaimanapun, karena batas antara ‘kita’ dan ‘mereka’ tidak terlalu terlihat di budaya yang saling bergantung (interdependen), orang-orang dalam kebudayaan ini tidak terlalu suka menolong anggota dari out-group bila dibandingkan dengan orangorang yang berada dalam kebudayaan individualistik (L'Armand & Pepitone, 1975; Leung & Bond, 1984; Triadis, 1994). Agar ditolong oleh orang lain, sangatlah penting bahwa mereka melihat kita sebagai anggota dari in-group mereka – sebagai ‘salah satu dari mereka’ – dan ini khususnya terjadi pada kebudayaan yang saling bergantung (Ting & Piliavin, 2000).

Efek Mood dalam Perilaku Prososial Mood seseorang dapat mempengaruhi perilaku, dalam hal ini apakah mereka akan menawarkan bantuan atau tidak. Efek dari Mood Positif: Feel Good, Do Good Para peneliti menemukan bahwa efek "feel good, do good" berlaku pada situasi yang berbeda-beda, tidak terbatas pada kondisi adanya pemicu yang kita dapatkan seperti ketika kita menemukan sejumlah uang. Orang-orang lebih suka untuk menolong orang lain ketika mereka sedang dalam mood yang baik untuk sejumlah alasan, misalnya sukses dalam ujian, menerima hadiah, memikirkan pemikiran-pemikiran yang bahagia, dan mendengarkan musik yang menyenangkan (North, Tarrant, & Hargreaves, 2004). Ketika orang sedang dalam mood yang baik, mereka akan lebih bahagia dalam banyak hal, termasuk menyumbangkan uang, menolong seseorang menemukan barang yang hilang, membimbing teman, mendonorkan darah, dan menolong ternan dalam hal pekerjaan (Carlson, Charlin, & Miller, 1988; Isen, 1999; Salovey, Mayer, & Rosenhan, 1991). MemiIiki mood yang baik dapat meningkatkan rasa ingin menolong karena : 1. Mood yang paik membuat kita selalu melihat sisi kehidupan yang cerah. Kita selalu berusaha untuk melihat sisi positif dari orang lain. Ketika kita merasa senang, seseorang yang terlihat ceroboh dan mengganggu akan terlihat sebagai orang yang layak untuk ditolong. 2. Menolong orang lain juga merupakan cara yang baik untuk mempertahankan mood baik kita.

5

Handout Psi Sosial II: PERILAKU PROSOSIAL/ MM. Nilam Widyarini

3. Mood yang baik meningkatkan perhatian pada diri sendiri. Pada gilirannya, mood yang baik memungkinkan kita berperilaku lebih sesuai dengan nilai-nilai dan idealideal kita. Negative-State Relief: Feel Bad, Do Good Salah satu jenis mood yang buruk yang jelas dapat meningkatkan rasa ingin menolong adalah rasa bersalah (Baumeister, Stillwell, & Heartherton, 1994: EstradaHollenbeck & Heatherton, 1998). Ketika seseorang melakukan sesuatu yang membuat ia merasa bersalah, menolong orang lain dapat meringankan perasaan bersalahnya. Kesedihan juga dapat meningkatkan rasa ingin menolong, paling tidak pada beberapa kondisi tertentu (Carlson & Miller, 1987; Salovery et aI, 1991). Ketika orang sedang sedih, mereka akan termotivasi untuk melakukan aktivitas yang membuat mereka merasa lebih baik (Wegener & Petty, 1994). Pemikiran bahwa orang menolong orang lain untuk mengurangi kesedihan dan tekanan mereka sendiri disebut dengan hipotesis negative-state relief (Cialdini, Darby, & Vincent, 1973; Cialdini & Fultz, 1990; Cialdini et at 1987). Seseorang menolong orang lain dengan tujuan untuk me no long dirinya sendiri, untuk meringankan kesedihan dan tekanan yang mereka alami. Hipotesis Negative-State Relief: Pemikiran bahwa orang menolong orang lain untuk mengurangi kesedihan dan stres mereka sendiri.

C. SITUASI DETERMINAN PERILAKU SOSIAL: Kapan Seseorang akan Menolong? Kepribadian, jenis kelamin, budaya, dan suasana hati merupakan hal-hal yang menyebabkan mengapa seseorang menolong orang lain. Namun itu tidaklah berarti seseorang akan menolong secara utuh, tergantung situasi sosial dari orang tersebut.

Lingkungan : Masyarakat Desa vs Masyarakat Kota Ketika anda yang tengah berjalan tiba-tiba melihat seseorang yang berteriak kesakitan dan mengalami pendarahan yang hebat. Apakah yang akan lakukan? Ketika kejadian ini berlangsung di pedesaan, hampir setengah orang-orang yang tengah berjalan akan berhenti dan menawarkan bantuan. Di kota besar, hanya 15% orang yang lewat yang berhenti dan menolong (Armanto, 1983). Penelitian lain menemukan bahwa orang- orang di pedesaan lebih senang menolong ketika diminta untuk mencari anak kecil yang hilang, memberikan arahan, dan mengembalikan surat yang salah alamat. Ditemukan bahwa menolong merupakan sesuatu yang umum di kota-kota kecil beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, Kanada, Israel, Australia, Turki, Inggris dan Sudan (Hedge & Yousif, 1992; Stebly, 1987) Orang-orang yang tumbuh di pedesaan lebih menginternalisasi nilai altruistik. Dalam hal ini, mereka yang tumbuh di pedesaan lebih menyukai untuk menolong, termasuk ketika mereka sedang menggunjungi kota besar. Dengan kata lain, lingkungan menjadi kunci apakah seseorang mengenternalisasi nilai altruistik atau tidak.

6

Handout Psi Sosial II: PERILAKU PROSOSIAL/ MM. Nilam Widyarini

Urban-Overload Hypothesis: Teori bahwa orang-orang di kota terbebani oleh berbagai stimulasi secara terus menerus, dan bahwa mereka melindungi diri sendiri agar tidak kewalahan dengan hal itu. Hasil riset mendukung bahwa urban overload hypotesis lebih dari sekedar ide bahwa tinggal di kota membuat seseorang secara alami menjadi kurang altruistik. Belasan hasil penelitian menunjukkan bahwa bila muncul kesempatan untuk menolong, baik keadaan darurat terjadi di pedesaan maupun di kota besar, saksi-saksi bermunculan (Steblay, 1987). Dalam studi lapangan yang dilakukan pada 36 kota di Amerika, hasilnya menunjukkan bahwa kepadatan penduduk berhubungan lebih erat dengan perilaku menolong daripada dengan besarnya jumlah penduduk (Levine, dkk, 1994). Semakin besar kepadatan penduduk, semakin sedikit kemungkinan orang untuk menolong.

Residential Mobility (Perpindahan Tempat Tinggal) Seseorang yang telah tinggal lama di suatu tempat akan lebih mempertahankan perilaku prososial yang membantu komunitas. Tinggal untuk waktu yang lama di suatu tempat mengarah pada kelekatan yang lebih besar terhadap komunitas, lebih saling bergantung antara tetangga satu dan yang lain, dan lebih peduli terhadap reputasi dalam komunitasnya (Baumeister, 1986, Oishi et aI., 2006). Orang yang tinggal lama di suatu tempat merasa menjadi bagian di komunitasnya. Hal ini didukung oleh eksperimen yang dilakukan oleh Oishi dkk (2006). Seperti yang telah diprediksi peneliti, seseorang yang berada dalam kondisi komunitas yang kuat akan lebih membantu teman kelompok yang sedang berjuang daripada seseorang dalam group yang "sementara". Alasan lain mengapa seseorang kurang suka menolong di kota besar adalah karena perpindahan tempat tinggal di kota besar lebih sering dibanding di daerah pedesaan. Seseorang lebih menyukai pindah ke kota, namun kemudian kurang merasakan menjadi bagian yang kuat dalam komunitas.

Jumlah Penonton : Efek Penonton Bibb Latane dan John Darley (1970), adalah dua orang psikolog sosial yang mengajar di universitas di New York. Mengenai kasus seseorang yang tidak ditolong meski sudah menjerit ketika diserang pembunuh di sebuah apartemen, mereka tidak yakin bahwa alasan tetangganya tidak berhasil menolong adalah stress dan stimulus dari kehidupan perkotaan. Mereka fokus terhadap fakta bahwa banyak yang orang mendengar suara teriakan. Secara berlawanan, mereka berpendapat bahwa mungkin yang menjadi utama adalah jumlah orang disekitar yang mengamati keadaan bahaya, mereka enggan untuk menolong. Dari bahasan chapter 2, Latane dan Darley menyatakan, jawaban dari kejadian tersebut tergantung berdasarkan berapa jumlah partisipan yang menyaksikan keadaan darurat. Bystander effect: bahwa semakin banyak jumlah orang di sekitar yang menyaksikan keadaan darurat, semakin sedikit orang yang akan menolong.

7

Handout Psi Sosial II: PERILAKU PROSOSIAL/ MM. Nilam Widyarini

Gambar 1. Keberadaan Orang lain: Kehadiran Orang Lain Mengurangi Kemungkinan Menolong

Latane dan Darley (1970) mengemukakan deskripsi mengenai bagaimana langkah-langkah seseorang memutuskan untuk ikut membantu dalam keadaan darurat sbb: 1. MemperhatikanKejadian John Darey dan Daniel Batson (1973) mendemonstrasikan bahwa sesuatu yang tampak sepele seperti banyaknya orang yang terburu-buru dapat menyebabkan banyak perbedaan mengenai orang seperti apakah mereka. Para peneliti ini menunjukan studi seperti cerita tentang orang-orang Samaria yang baik, dimana banyak orang yang lewat tidak berhenti dan menolong seseorang yang pingsan di sudut jalan tetapi dia adalah satu-satunya yang menolong. Peserta penelitian adalah pelajar yang mungkin sangat altruistik, yaitu pelajar seminari yang disiapkan untuk mengabdikan kehidupannya untuk agamanya. Para pelajar diminta untuk berjalan dari gedung ke gedung lain, dimana peneliti akan merekam mereka membuat pidato singkat. Beberapa dikatakan bahwa mereka terlambat dan harus segera menepati janji mereka. Lainnya deberitahu bahwa mereka harus segera karena asisten di gedung lain telah datang sebelum jadwal. Ketika mereka berjalan ke gedung lain, setiap pelajar melewati seseorang yang terjatuh di ambang pintu. Orang tersebut (bagian dari eksperimenter) tebatuk-batuk dan mengerang ketika setiap pelajar lewat: akankan pelajar seminari tsb akan berhenti dan menawarkan untuk menolongnya? Ketika mereka sedang tidak terburu-buru, sebagian besar dari mereka (63%) menolongnya. Ketika mereka sedang terburu-buru hanya 10%

8

Handout Psi Sosial II: PERILAKU PROSOSIAL/ MM. Nilam Widyarini

berhenti untuk menolong. Kabanyakan dari pelajar yang sedang terburu-buru bahkan tidak menyadari keberadaan orang tersebut. 2. Menginterpretasikan Kejadian Sebagai Situasi Berbahaya/Darurat Ketika terjadi seuatu kejadian, seseorang akan menginterpretasikan terlebih dahulu apakah kejadian tersebut berbahaya atau tidak. Jika seseorang tersebut berasumsi bahwa tidak terjadi apa-apa, maka mereka tidak akan menolong. Seseorang akan terlebih dahulu melihat sekitar apakah ada teriakan, apakah teriakan itu berasal dari suatu pesta atau karena ada keadaan bahaya, apakah ada tanda bahwa gedung akan terbakar? Jika tidak, maka mereka tidak akan berbuat apa-apa. Karena keadaan darurat seringkali terjadi secara tiba-tiba dan merupakan kejadian yang membingungkan, peonton cenderung untuk terdiam, mengamati dengan ekspresi kosong, dan mencoba untuk mencari tahu apakah yang sebenarnya terjadi. Ketika mereka saling menatap satu sarna lain, dan mereka melihat bahwa orang lain tidak terlalu memperhatikan, hal ini disebut pengabaian pluralistic (pluralistic ignorance) Pengabaian pluralistic (pluralistic ignorance): penonton berasumsi bahwa tidak ada suatu masalah dalam keadaan darurat, karena tidak satupun orang yang memperhatikan. 3. Mengasumsikan Tanggung Jawab Pada eksperimen mengenai adanya penyerangan, di mana partisipan percaya bahwa mereka satu-satunya orang yang mendengar teriakan seseorang yang mengalami penyerangan, maka tanggung jawab secara mutlak berada padanya. Jika ia tidak menolong, maka tidak ada satupun juga yang akan menolong, maka orang tersebut mungkin akan tewas. Hasilnya, dalam kondisi ini hampir semua menolong dengan segera. Namun jika ini terjadi dengan banyak orang yang mendengar teriakan maka akan terjadi diffusion of responsibility. Hal ini terjadi kerena terdapat banyak orang, penonton tidak merasa bahwa ia adalah satu-satunya orang yang harus bertanggung jawab dan harus bereaksi. Diffusion of responsibility: fenomena dimana masing-masing penonton merasakan penurunan rasa tanggung jawab karena bertambahnya jumlah saksi mata 4. Mengetahui Bagaimana Cara Untuk Menolong Dalam membantu, setelah urutan-urutan terdahulu terpenuh, kondisi lain juga harus dipenuhi : Mereka harus memutuskan pertolongan tepat apa yang harus dilakukan. 5. Memutuskan Implementasi untuk Menolong Meskipun kita mengetahui bantuan apa yang tepat untuk diberikan, masih terdapat alasan mengapa kita memutuskan untuk menolong. Satu hal, mungkin kita tidak cukup kompeten untuk memberikan bantuan yang tepat. Bahkan ketika kita

9

Handout Psi Sosial II: PERILAKU PROSOSIAL/ MM. Nilam Widyarini

mengetahui pertolongan apa yang dibutuhkan, kita harus mempertimbangkan resiko bila kita memberikan pertolongan. Ketika suatu permintaan diberikan secara umum, sekumpulan orang dengan jumlah orang yang banyak akan merasa bahawa mereka tidak memiliki tanggung jawab untuk menolong. Namun ketika dialamatkan kepada yang lebih spesifik dengan mencantumkan nama, orang-orang akan lebih merasa memiliki tanggung jawab untuk menolong.

Gambar 2. Lima langkah pengambilan keputusan untuk menolong dalam keadaan darurat

Sifat Hubungan: Komunal VS Hubungan Pertukaran Sosial Hubungan komunal adalah suatu hubungan di mana mereka yang di dalamnya memiliki perhatian utama terhadap kesejahteraan orang lain (contohnya : anak), sedangkan hubungan pertukaran di dominasi oleh rasa ekuitas - yaitu apa yang kita berikan kepada suatu hubungan sama dengan apa yang kita dapatkan dari hubungan tersebut. Hubungan komunal pada dasarnya berbeda dengan hubungan pertukaran sosial: bukan hanya berdasarkan pada pengaruh rewards dari hubungan; orang-orang pada hubungan komunal tidak terlalu terfokus pada keuntungan yang akan mereka peroleh dari menolong, mereka hanya ingin untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Orang-orang pada hubungan komunal tidak terlalu memperhatikan apa yang akan mereka dapatkan dibandingkan dengan orang-orang pada hubungan pertukaran sosial.

10

Handout Psi Sosial II: PERILAKU PROSOSIAL/ MM. Nilam Widyarini

D. BAGAIMANA MENINGKATKAN PERILAKU MENOLONG? Orang-orang tidaklah selalu ingin dibantu. Seseorang tidak ingin terlihat tidak kompeten, oleh sebab itu mereka mereka memutuskan untuk mengalami kesulitan dengan diam, meskipun keadaan tersebut menurunkan kesempatannya untuk menyelesaikan tugasnya dengan baik. Walaupun demikian, dunia akan menjadi tempat yang lebih baik jika banyak orang yang membantu mereka yang membutuhkan bantuan. Tetapi walaupun berhati baik, orang yang altruistik dapat gagal untuk menolong ketika suatu kendala terjadi dalam situasi tertentu, seperti ketika berada dilingkungan perkotaan dan ketika berada di antara banyak penonton. Bagiamana meningkatkan kemungkinan perilaku menolong?

Meningkatkan Kemungkinan Saksi Mata Ambil Bagian Untuk Menolong Hasil penelitian menunjukkan bahwa mengajarkan perihal hambatan saksi mata (dalam situasi darurat) untuk menolong, dapat meningkatkan kemungkinan mereka yang diajar untuk menolong dalam situasi darurat. Penelitian Beaman dkk (1978) dengan partisipan mahasiswa psikologi, secara acak (random) membagi subjeknya menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang mendengarkan kuliah Latane dan Daryl (1970) mengenai pengambilan keputusan menolong (beserta hambatan-hambatan untuk menolong) seperti yang dijelaskan di atas dan kelompok lain mendengarkan kuliah lain yang tidak berhubungan. Dua minggu kemudian saat mengikuti kuliah sosiologi, para mahasiswa menemukan mahasiswa lain tergeletak di lantai. Bagaimana Kita hanya dapat berharap bahwa dengan mengetahui rintangan untuk berperilaku prososial akan membuat kita lebih mudah menanggulangi rintangan tersebut sebaik mungkin.

Psikologi Positif dan Perilaku Prososial Dalam psikologi telah lahir bidang baru yang disebut Psikologi Positif, berfokus pada kekuatan-kekuatan dan kebajikan atau keluhuran hati (virtues) yang dimiliki manusia. Lahirnya Psikologi positif dibidani oleh Martin Seligman, orang yang berpengaruh dalam psikologi klinis. Sebagai seorang psikolog klinis ia mengatakan bahwa seharusnya psikologi tidak hanya mempelajari tentang penyakit, kelemahan, dan kerusakan. Pergerakan psikologi positif sangat bermanfaat, mengoreksi penekanan pada penyakit di psikologi klinis serta telah menuntun banyaknya penelitian yang menarik, termasuk perilaku menolong.

_______________________________________________________________________ Sumber: Aronson, E., Wilson. T.D., & Akert, R.M. (2007). Social Psychology (6 th edition). Singapore: Pearson Prentice Hall.

11

Handout Psi Sosial II: PERILAKU PROSOSIAL/ MM. Nilam Widyarini