PERKEMBANGAN SOSIAL REMAJA - ebook.repo.mercubuana-yogya.ac.id

Remaja mulai mencoba peran barunya yaitu sebagai orang dewasa, di samping itu remaja juga tidak diperkenankan untuk memerankan dirinya sebagai anak-an...

9 downloads 603 Views 206KB Size
PERKEMBANGAN SOSIAL REMAJA Apabila dibandingkan dengan perkembangan yang lainnya, perkembangan sosial merupakan perkembangan yang paling mencolok dan sangat mudah diLihat serta dirasakan. Perkembangan sosial dapat dilihat sebagai suatu gerakan yaitu : menjauh dari orangtua dan mulai mendekati teman sebaya. Pada masa perkembangan sosial ini, peran kognitif, biologis (remaja yang sudah seperti orang dewasa dan tidak senang jika dianggap seperti anak kecil) dan emosi (adanya rasa ingin tahu yang mendorong remaja banyak melakukan eksperimen) sangat menonjol. Menurut Hurlock (1997) ada beberapa tugas perkembangan yang mengacu pada konteks sosial yang perlu dilakukan oleh remaja, yaitu remaja diharapkan dapat : a. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya (baik lakilaki maupun perempuan). b. Mencapai peran sosial laki-laki dan perempuan. c. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab. Pada fase perkembangan sosial ini, remaja dituntut untuk memperluas kontak sosial, mampu menjawab pertanyaan who am I, melakukan penyesuaian dengan kemasakan seksualnya dan belajar menjadi orang dewasa. Untuk melakukan semua hal itu maka remaja melakukan suatu proses yang dinamakan dengan sosialisasi. Proses sosialisasi ini dijelaskan oleh tiga orang ahli yaitu : 1. Hurlock, yang menyatakan bahwa proses sosialisasi adalah proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan standar, kebiasaan, dan adat istiadat atau aturan. Remaja diharapkan untuk bertingkah laku yang sesuai dengan yang diharapkan oleh kelompok. 2. Thorn Burg, yang menyatakan bahwa sosialisasi adalah proses dimana individu menggunakan proses mental untuk belajar dan beradaptasi terhadap cara, kepercayaan, ide, nilai dari suatu kebuadayaan. 3. Brim, yang menyatakan bahwa sosialisasi adalah proses bagi individu untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan, disposisi (karakter) yang dapat

digunakan untuk berperan serta secara efektif sebagai anggota masyarakat atau kelompok. Thorn Burg, menyatakan bahwa dalam proses sosialisasi, memiliki tahapantahapan, yaitu : a. Bayi Pada masa ini individu tertarik dengan diri sendiri. bayi sudah dapat mengenal orang-orang yang ada di sekitarnya dan yang membantu dirinya. b. Masa anak Pada masa ini anak mulai belajar perilaku sosial dengan lingkup yang terbatas (misalnya lingkup keluarga). Anak mulai belajar tentang hal-hal yang dapat dilakukan oleh makhluk sosial, misalnya identifikasi, trial and error, dan lain sebagainya. c. Pra remaja Masa ini individu mulai melakukan konfirmasi perilaku sosial. Perilaku sosial yang telah dipelajari sebelumnya seolah-oleh dikonfirmasikan lagi. d. Remaja Remaja mulai belajar berbagai macam perilaku sosial. Selain itu pada masa ini telah dicapai pula kemasakan sosial dimana peran yang dominan adalah teman sebaya. e. Dewasa awal Adanya integrasi sosial yaitu proses sosialisasi sudah mendekati lengkap. Individu tidak lagi didominasi oleh teman sebaya tetapi pada diri sendiri dalam kedudukannya di masyarakat. f. Dewasa Pada masa ini telah menemukan identitas sosial individu. Individu telah mampu untuk melakukan integrasi dengan masyarakat dan mereka sudah memiliki pemahaman tentang perannya di masa yang akan datang. Selain itu di dalam melakukan proses sosialisasi, terdapat tugas-tugas sosialisasi yang harus dilakukan oleh remaja (seperti yang telah dikemukakan di awal). Tujuan dari adanya tugas tersebut adalah sebagai pedoman bagi remaja

untuk menemukan apa yang harus mereka temukan agar perkembangan berjalan dengan baik/lancar. Adapun tugas sosialisasi tersebut adalah : 1. Memperluas kontak sosial Masa remaja adalah masa untuk berlatih macam-macam peran sosial yang baru. Pada masa ini pula remaja mulai belajar untuk meninggalkan keluarga untuk memperluas wawasan sosialnya. Remaja mulai melakukan berbagai macam kegiatan untuk melakukan berbagai macam peran. Tujuannya adalah agar dapat berfungsi secara efektif di dalam keluarga dan masyarakat. 2. Menjawab pertanyaan ―siapa saya‖ Menurut Erikson, masa ini adalah masa krisis pertama (yaitu masa penentuan diri). Sebenarnya masa ini menucul sebagai akibat dari perkembangan fisik dan kognitif. Pada masa ini remaja dianggap sudah dewasa dan bukan anak kecil lagi. Konsekuensinya adalah mulai adanya perubahan tuntutan dari masyarakat. Perubahan

ini

menimbulkan

pertanyaan

―mengapa

saya

diperlakukan

demikian?‖. ―Apabila saya tidak dapat berperan seperti orang dewasa tetapi saya juga tidak boleh berperan sebagai anak-anak, maka apa yang harus saya lakukan?‖. 3. Menyesuaikan dengan kemasakan seksual Hal ini diperlukan karena sebagau akibat dari adanya perkembangan fisik. Minat dan dorongan seksual manjadi muncul, sehingga remaja mulai mengetahui bahwa ia tertarik pada orang lain. Secara alami pula dorongan seksual tersebut akan mengalami peningkatan. Untuk itu remaja perlu melakukan penyesuaian diri dengan aturan-aturan yang berlaku di dalam masyarakat, dorongan yang ada disalurkan dengan baik dan menawan sehingga muncul kesan yang manis. 4. Belajar menjadi orang dewasa Remaja mulai mencoba peran barunya yaitu sebagai orang dewasa, di samping itu remaja juga tidak diperkenankan untuk memerankan dirinya sebagai anakanak lagi. Hal ini tentu saja memerlukan penyesuaian diri yang baik dari remaja.

Tugas-tugas tersebut di atas menunjukkan bahwa remaja akan melakukan interaksi sosialnya di beberapa konteks sosial, yaitu : keluarga, teman sebaya (peers),

sekolah, dan budaya. Berikut ini akan dijelaskan secara terperinci untuk tiap-tiap konteks sosial remaja. A. KELUARGA Orangtua Pola hubungan antara remaj dan orangtua akan menjadi dasar/model bagi remaja untuk membangun atau menjalin hubungan dengan teman sebaya, guru maupun pasangan hidupnya nanti. Tidak hanya itu, pola hubungan yang dibangun antara remaja dengan orangtua juga akan mempengaruhi hubungan antara remaja dengan orangtua itu sendiri serta akan mempengaruhi hubungan antar generasi dalam keluarga. Adapun ciri pola hubungan antara remaja dengan orangtua adalah: orangtua memiliki ―kuasa‖ akan kehidupan dan diri remaja (anaknya) orangtua memiliki pengetahuan yang lebih banyak daripada anak sehingga anak harus patuh dan harus mampu menyesuaikan diri dengan aturan yang dibuat oleh orangtua— konsep ini mirip dengan pola hubungan antara remaja dengan guru (konteks sekolah). Pola interaksi antara remaja dengan orangtua berbeda dengan pola interaksi antara remaja dengan teman sebayanya. Sifat hubungan dengan teman sebaya adalah sama dan sejajar kedudukannya, saling mempengaruhi, dapat saling memberikan opini dan saling menghargai pendapat masing-masing pihak, terdapat proses negosiasi saat menemui ketidak sesuaian antara sesama remaja ---- remaja akan lebih mudah diterima oleh teman sebaya jika memiliki banyak kesamaan dengan kelompok sebayanya. Perubahan fisik, hormonal dan kognitif yang terjadi pada remaja juga akan merubah sikap dan perilaku remaja, khususnya terhadap orangtua. Pada awalnya (masa kanak-kanak) anak akan patuh pada aturan yang diterapkan oleh orangtua, namun saat memasuki masa remaja, mereka mulai mempertanyakan tentang aturan yang dibuat oleh orangtua. Respon orangtua kerapkali cenderung negatif. Biasanya orangtua akan menganggap perilaku remaja tersebut sebagai perilaku menolak atau memberontak atas aturan yang dibuat oleh orangtua da pada akhirnya sikap dan perilaku orangtua adalah semakin menekan remaja (misalnya dengan semakin memperketat aturan yang berlaku di rumah). Akan tetapi remaja tidak tinggal diam,

karena secara fisik remaja merasa semakin kuat maka tekanan yang diberikan oleh orangtua akan cenderung dilawan oleh remaja. Akibatnya sering muncul konflik antara remaja dengan orangtua. Jika konflik tersebut diselesaikan melalui proses komunikasi dan diskusi yang baik maka akan terjadi peribahan pengaharapan, sikap dan perilaku dari masing-masing pihak. Masing-masing pihak akan lebih memahami tuntutan atau kemauan dari pihak lain. Perilaku remaja yang cenderung melawan orangtua disebabkan karena perubahan fisik di masa pubertas, berkembangnya kemampuan berpikir, menjadi idealis dan logis, semakin mandiri, serta masih dalam proses mencari identitas. Khusus berkaitan dengan kemandirian, biasanya kemandirian yang dibentuk remaja kerapkali diartikan sebagai pemberontakan oleh orangtua. Pada dasarnya, kemandirian perlu dikembangkan dalam diri remaja. Keluarga yang sehat akan mengembangkan kemandirian pada remaja dengan cara melibatkan remaja dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah atas masalah yang dihadapi keluarga. Sebaliknya keluarga yang tidak sehat mengembangkan kemandirian anak remajanya dengan cara memberikan tanggung jawab dan menekan anak untuk melakukan apa yang telah diperintahkan. Kondisi seperti ini dapat menyebabkan remaja melarikan diri dari rumah karena ia merasakan ketidak-nyamanan berada di rumah. Positif atau tidaknya perilaku orangtua terhadap anak dipengaruhi beberapa faktor antara lain adalah : 1) seberapa besar tingkat kepuasan orangtua terhadap kehidupan perkawinan yang dijalaninya. Semakin puas maka sikap dan perilaku orangtua akan cederung semakin positif terhadap anak remajanya; 2) kondisi ekonomi keluarga dapat mempengaruhi sikap dan perilaku orangtua terhadap anak remajanya. Jika orangtua memiliki kondisi ekonomi yang baik maka orangtua tidak lagi fokus mencari tambahan penghasilan namun orangtua mulai melakukan evaluasi atas prestasi yang telah dicapai, apakah sudah sesuai dengan keinginan yang dibuat saat orangtua masih muda dan sudah membuat keputusan mengenai hal-hal apa saja yang masih harus diselesaikan oleh orangtua dengan sisa waktu yang mereka miliki. Orangtua memiliki waktu lebih banyak untuk terlibat dalam kehidupan anak remajanya dan membantu anak untuk melihat masa depan

dengan optimis; 3) karir orangtua juga dapat menentukan sikap dan perilaku orangtua terhadap anak remajanya. Orangtua yang memiliki karir yang baik akan memberikan aspirasi pada anak remajanya mengenai masa depan yang geilang; terakhir adalah 4) kesehatan. Orangtua dengan kondisi kesehatan yang lebih baik akan memiliki waktu yang lebih baik dan banyak pula untuk melakukan interaksi dan komunikasi dengan anak remajanya. Menurut Santrock (1999), proses sosialisasi remaja dan keluarga meliputi : bagaimana remaja membina hubungan dengan keluarga, hubungan yang dibina oleh remaja akan mempengaruhi kematangan sosialnya, dan bagaimana life style yang ada dalam keluarga. Pertanyaan tersebut dapat dijawab melalui penjelasan berikut ini : apabila orangtua mengembangkan sikap reciprocal socialization (yaitu suatu proses dimana remaja belajar mengenal dan bersosialisasi dengan orangtua, begitu juga sebaliknya dengan orangtua pada anaknya). Sikap tersebut akan membentuk suatu pola interaksi antara remaja dengan orangtua. Pada fase ini remaja akan mulai memahami bagaimana harus bersikap dan berperilaku pada oranglain (dalam hal ini adalah orangtua). Hal lain yang juga dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan di atas adalah bagaimana pola asuh yang diterapkan di dalam keluarga tersebut. Bentuk pola asuh ini akan sangat mempengaruhi sikap dan perilaku remaja dalam menghadapi orang lain (terutama yang ada di luar lingkungan keluarga). Kondisi keluarga yang ada pada saat ini, juga dapat menjawab pertanyaan di atas. Kondisi keluarga tertentu akan memberikan pengaruh tertentu pula pada perkembangan sosial remaja. Kondisi keluarga yang dimaksudkan adalah apakah keluarga yang ada terdiri dari single parent, apakah orangtua bercerai, atau apakah orangtua menikah kembali. Pada intinya, keluarga adalah peletak dasar dari semua bentuk perilaku sosial remaja, keluarga juga merupakan sumber afeksi, keluarga merupakan sumber dari otonomi dan keluarga merupakan model bagi remaja. Kedua hal ini akan membentuk atmosfer dalam keluarga yang dapat bersifat positif maupun negatif (tergantung pada berbagai macam faktor di atas) dan atmosfer ini pula yang akan mempengaruhi perkembangan sosial remaja.

Pada masa remaja, terjadi perubahan pola sosialisasi antara orangtua dan remaja. Hal ini dipengaruhi oleh adanya perubahan pola pikir, masa pubertas, meningkatnya pola pikir idealis dan harapan serta terjadi pula perubahan pola pertemanan. Akibatnya, proses sosialisasi yang terjadi di dalam keluarga ini sering mendatangkan konflik. Hal ini disebabkan oleh adanya tuntutan yang tinggi dalam diri remaja untuk mandiri. Sebaliknya usaha untuk mandiri ini dipandang oleh orangtua sebagai bentuk pemberontakan. Agar tidak terjadi pertentangan dalam keluarga yang pada akhirnya akan menghambat perkembangan sosial remaja maka hal yang diperlukan bagi keduabelah pihak adalah adanya kerjasama dan komunikasi.

Keduanya

akan

menentukan

bagaimana

atmosfer

keluarga

(menyenangkan atau tidak menyenangkan) yang tentu saja akan mempengaruhi perkembangan sosial remaja baik secara langsung maupun tidak langsung. Remaja pada akhirnya akan menjadi orangtua juga. Untuk mempersiapkan diri menjadi orangtua maka remaja akan melalui tahapan proses perkembangan menuju sebuah keluarga (the family life cycle). Adapun tahapannya adalah : 1. Leaving home and becoming a single adult Pada tahap ini ada proses launching yaitu proses dimana remaja sudah mulai masuk masa dewasa dan mulai merencanakan membangun kehidupan dan keluarga sendiri. Biasanya ditandai dengan perginya remaja meninggalkan rumah serta mulai hidup sendiri. Pada tahap ini remaja mulai merencanakan tujuan hidupnya, membangun identitas diri yang kuat, dan semakin mandiri sebelum bergabung membangun keluarga baru. 2. The joining of families through marriage : the new couple Fase ini ditandai dengan bergabungnya dua orang dari dua keluarga yang berbeda untuk membangun sistem perkawinan dan keluarga yang baru. Namun, di banyak negara, pada dasarnya perkawinan tidak hanya menyatukan 2 individu yang berbeda namun menyatukan 2 keluarga yang berbeda. Terjadi perubahan peran khususnya pada perempuan. Selain itu, pada fase ini kedua belah pihak mulai mengurangi frekuensi untuk bertemu dengan keluarga mereka masing-masing. 3. Becoming parents and ffamilies with children

Pada fase ini, pasangan muda mulai menjadi orangtua (memiliki anak). Untuk itu orangtua mulai menjalankan peran baru yang bertujuan untuk membangun kelekatan yang kuat dengan anak mereka. Namun mereka juga berusaha untuk tetap menjaga hubungan dengan pasangan, teman-teman dan fokus pada perkembangan karir mereka di pekerjaan. Tidak jarang mereka menghadapi konflik antara keluarga (anak) dan karir. 4. The family with adolescents Pada tahap ini, anak sudah tumbuh semakin besar dan mulai memasuki masa remaja. Pada masa ini, remaja mulai pula membangun identitas dirinya. Pola perilaku yang sama terjadi, yaitu awalnya patuh pada orangtua, kemudian di masa remaja mulai membangkang aturan orangtua dan mulai muncul konflik dengan orangtua. 5. Midlife families Tahap ini orangtua mulai mengantarkan anak pada kehidupan orang dewasa (launching). Tugas orangtua adalah menjaga hubungan antar generasi dan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di akhir kehidupannya sebagai orangtua (anak yang mulai dewasa dan menikah serta masuk usia pensiun dari pekerjaan). 6. The family in later life Pada tahap ini orangtua mulai menjalani masa pensiun dan mulai menjadi kakek-nenek. Dalam keluarga tradisional, adaptasi yang perlu dilakukan adalah berkaitan dengan peran masing-masing pasangan. Istri yang terbiasa sendiri mengurus rumah akan menjadi tidak nyaman akan keberadaan suami di rumah sepanjang hari. Selain itu, suami yang terbiasa bekerja akan menjadi bingung harus melakukan apa di rumah sepanjang hari. Keduanya harus melakukan perubahan peran, yaitu istri mulai belajar melibatkan suami dalam menjalankan kegiatan di rumah tangga dan suami mulai membentuk kebiasaan untuk membantu istri dalam melakukan pekerjaan rumah tangga. Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa pada akhirnya seorang anak akan meninggalkan keluarganya dan mulai membangun keluarga sendiri. Terpisahnya anak dengan keluarga menyebabkan frekuensi

bertemu dan

berkomunikasi menjadi berkurang. Akan tetapi hal tersebut tidak membuat sebuah keluarga menjadi terpisah dan terpecah. Adapun hal yang membuat sebuah keluarga tetap utuh meskipun berjauhan adalah masalah kelekatan (yang aman) yang akan membawa pada kehangatan dalam hubungan antara anak dengan orangtuanya. Kehangatan tersebut akan membuat anak merasa rindu pada keluarga (orangtua) dan berusaha untuk berkomunikasi atau bertemu dengan keluarga (orangtuanya).

Saudara kandung Hubungan remaja dengan saudara kandung terkadang juga mengandung konflik. Biasanya konflik yang terjadi mengenai kepemilikan atau senioritas. Konflik hanyalah satu dimensi, dimensi lainnya dalah hubungan sosial adalah saling menolong, berbagi, mengajarkan, bermain, memberikan dukungan emosi dan berkomunikasi/bercerita. Meski

konflik

dapat

terjadi

di

masa

remaja,

namun

frekuensi

kemunculannya lebih rendah dibandingkan di masa kanak-kanak.

Keluarga yang bercerai Tidak semua remaja memiliki kehidupan keluarga yang bahagia dan utuh. Ada beberapa remaja yang harus melalui masa remajanya dengan penuh kesedihan akan perpisahan atau perceraian kedua orangtuanya. Pada awal masa perceraian, remaja akan mengalami kesedihan mendalam bahkan bisa sampai pada kondiri depresi. Jika berlanjut maka akan mempengaruhi prestasi akademiknya. Selain itu, remaja yang orangtuanya bercerai akan cenderung memiliki harga diri yang lebih rendah dan mudah muncul konflik dengan pasangan heteroseksualnya di waktu yang akan datang. Pada

dasarnya,

tidak

hanya

keluarga yang

bercerai

yang

dapat

mempengaruhi perkembangan remaja. Beberapa masalah lain yang berkaitan dengan keluarga juga memberikan kontribusi untuk mempengaruhi perkembangan remaja, di antaranya adalah keluarga tiri, orangtua yang sibuk bekerja sehingga

kurang memberikan perhatian pada anaknya (khusunya ibu yang bekerja), keluarga yang berpindah (biasanya karena pekerjaan orangtua) serta orangtua yang tidak bekerja (biasanya adalah ayah yang tidak bekerja). Perkembangan sosial remaja juga akan dipengaruhi oleh gaya pengasuhan yang dilakukan ibu dan ayah.

B. TEMAN SEBAYA Dasar hubungan remaja dengan keluarga akan dapat membantu remaja untuk mulai melibatkan diri dengan kelompok sebayanya. Menurut Santrock (1999), bagaimana teman sebaya menadang remaja adalah sesuatu yang sangat penting. Remaja biasanya akan melakukan apapun untuk dapat diterima oleh kelompok sebayanya. Remaja akan berharap bahwa tingkah lakunya sesuai dengan harapan kelompok. Kelompok sebaya memiliki fungsi yang penting dalam perkembangan sosial remaja karena arah perkembangan sosial remaj adalah mulai menjauh dari keluarga dan mendekat serta masuk ke dalam lingkungan teman sebaya. Meskipun pada masa

transisi

ini

remaja

memiliki

kecenderungan

untuk

meninggalkan

orangtua/keluarga tetapi tidak berarti bahwa remaja lepas seutuhnya dari orangtua. Bagaimanapun remaja masih memiliki ketergantungan dengan orangtua, terutama dalam hal bimbingan dan arahan dari orangtua (terutama dalam masalah ekonomi). Teman sebaya adalah sekelompok remaja yang memiliki usia relatif sama atau dengan tingkat kematangan yang sama. Hubungan yang positif dengan teman sebaya akan membuat remaja mampu melakukan penyesuaian sosial yang baik pula. Remaja menyukai untuk berada dekat dengan teman sebaya dan mereka dapat menjadi lebih mandiri dalam banyak hal. Saat remaja berada dalam kelompok sebayanya, tidak menutup kemungkinan remaja akan mengalami tekanan dari kelompok sebayanya tersebut. Saat remaja menerima dan mengadopsi nilai dan perilaku kelompok sebaya karena remaja merasa bahwa dirinya mendapatkan tekanan (baik imajinasi atau secara faktual) maka hal tersebut dinamakan dengan

konformitas kelompok. Tekanan yang dialami remaja dari kelompok sebayanya dapat bersifat positif maupun negatif. Didalam proses sosialisasi ini, terdapat 4 hal yang dapat digunakan untuk menilai apakah remaja telah seperti yang diharapkan oleh kelompok sebayanya, yaitu: 1. kesesuaian antara perilaku remaja dengan standar kelompok 2. peraturan besosialisasi biasanya sudah diatur oleh kelompok 3. sikap sosial remaja merupakan perilaku atau sikap yang telah disetujui oleh pimpinan kelompok 4. adanya kemampuan untuk berperilaku sosial sehingga memperoleh ketenangan atau kenyamanan dalam kelompok Proses sosialisasi remaja dengan teman sebaya adalah untuk mencari informasi tentang dunia luar dan sebaga ajang untuk nerinteraksi dengan orang lain. Hal ini didukung oleh pendapat Furlock (1993) yang menyatakan bahwa sebagian besar waktu remaja dihabiskan di luar rumah bersama dengan teman sebaya sebagai kelompok. Akibatnya pengaruh teman sebaya terhadap sikap, minat, penampilan, maupun perilaku lebih besar daripada pengaruh orangtua. Dalam hubungannya dengan teman sebaya, remaja sering menemukan dunianya karena kehidupan tersebut dapat dijadikan sebagai media untuk menguji kemampuan diri. Di dalam kelompok sebaya ini remaja dianggap memiliki kedudukan yang sejajar dengan anggota kelompok lainnya, tidak ada sanksi dari orang dewasa, memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri dan bahkan dapat memperoleh dukungan terlebih jiak remaja terpilih sebagai pemimpin. Lebih lanjut Santrock (1999) menjelaskan bahwa bagaimana remaja dipandang oleh teman sebayanya merupakan hal yang sangat penting. Remaja akan melakukan apapun agar diterima oleh keolompok sebayanya. Apabila remaja dikucilkan maka dapat mengakibatkan munculnya stres, frustrasi dan kesedihan. Proses sosialisasi dengan teman sebaya (terutama jika adanya penerimaan dari kelompok sebaya) akan membantu remaja untuk mencapai kematangan sosial, meningkatkan kepercayaan diri dan akan dapat membentuk positive mental health dalam diri remaja. Akan tetapi adapula pengaruh negatif yang didapat dari teman

sebaya bagi kehidupan remaja, yaitu teman sebaya dapat menjadi media bagi remaja untuk mengenal alkohol, drugs, perilaku maladaptif dan kenakalan remaja lainnya. Teman sebaya juga akan memberikan pengaruh pada popularitas remaja. Remaja yang tidak populer biasanya akan memiliki prestasi sekolah yang kurang baik dan memiliki masalah lainnya di dalam lingkungan masyarakat. Sebaliknya remaja yang menjadi populer akan memiliki konsep diri dan kondisi mental yang positif. Beberapa istilah yang ada di kalangan remaja adalah : Remaja yang populer (popular children) adalah anak yang selalu dicari dan dinominasikan sebagai teman. Anak/remaja jenis ini jarang ditolak oleh kalangan teman sebayanya. Anak yang populer biasanya menjadi anak yang terbuka, periang, antusias, mampu mendengarkan teman dengan baik, memiliki perhatian pada anak lain serta memiliki rasa percaya diri yang baik. Anak yang populer biasanya juga memiliki bentuk fisik yang baik atau menarik. Kelompok anak/remaja yang kedua adalah rejected children adalah anak yang merupakan teman baik bagi anat tertentu dan tidak disukai oleh banyak teman sebaya. Ketiga yaitu neglected children yaitu tidak ingin dijadikan temana baik dan tidak disukai oleh teman sebaya. Terakhir adalah controversial children yaitu anak yang disukai oleh sebagian anak-anak lain dan tidak disukai oleh sebagian lainnya. Anak-anak yang tidak disukai dan bahkan ditolak biasanya akan mengalami kesulitan dalam masalah penyesuaian. Anak rejected lebih bermasalah daripada anak neglected.

Persahabatan Persahabatan yang diinginkan oleh remaja tidak hanya sahabat karena berada di lingkungan yang sama. Remaja mulai memilih sahabat dan berusaha untuk menyesuaikan diri dengan pola tingkah laku, ciri-ciri kepribadian, maupun nilai-nilai yang disenangi oleh teman sebayanya. Seiring dengan bertambahnya usia, maka pola hubungan dengan teman sebaya sedikit demi sedikit akan berkurang dan remaja mulai membentuk hubungan dengan individu di luar kelompok sebaya. Menurut Hurlock (1993), ada dua hal yang menyebabkan munculnya kondisi tersebut, yaitu :

1. remaja ingin menjadi individu yang mandiri dan tidak lagi mencari identitas dari kelompok sebaya 2. hubungan yang terjadi lebih mengarah pada pemilihan teman dekat, karena persahabatan yang sifatnya lebih pribadi dianggap lebih berarti Menurut Sullivan (dalan Santrock, 1999) persahabatan penting bagi remaja karena pada dasarnya manusia memiliki kebutuhan sosial dasar, yaitu kebutuhan untuk kedekatan, kebutuhan untuk rasa aman, penerimaan, dan hubungan antar lawan jenis. Persahabatan terdiri atas kelompok remaja yang memiliki jenis kelamin ang sama, minat yang sama dan kemampuan yang relatif sama. Akan tetapi dalam kelompok persahabatan ini sering pula terjadi pertengkaran (Hurlock, 1993). Agar remaja dapat menjalani tugasnya dengan baik, remaja juga perlu melakukan beberapa penyesuaian yang diperlukan, terutama penyesuaian yang berkaitan dengan kehidupan sosialnya. Menurut Hurlock (dalam Soesilowindradini, 1994) penyesuaian yang perlu dilakukan oleh remaja salah satunya adalah : 1. Perubahan tingkah laku yang berhubungan dengan kehidupan bersama Hal ini tampak pada perubahan minat sosial dan keaktifan yang muncul pada masa remaja, antara lain: 

Minat yang beraneka ragam dan tidak tetap ke minat yang sedikit ragamnya dan mendalam



Tingkah laku yang ribut dan ramai, banyak bicara ke tingkah laku yang lebih tenang dan teratur



Penyesuaian diri pada orang banyak ke pada sekelompok kecil



Memandang status keluarga sebagai suatu halyang kurang penting dalam menentukan teman, menjadi status keluarga sebagai hal yang penting dalam memilih teman dari kedua jenis kelamin



Pola keaktifan berubah dari kanak-kanak ke orang dewasa, misalnya remaja mulai merokok minum minuman keras, menekuni minat, dsb.



Perubahan dalam hubungan heteroseksual, yaitu adanya perasaan senang bertemu dengan lawan jenis

2. Pengelompokkan sosial Pengelompokkan yang biasa terjadi pada masa remaja adalah :



Sahabat karib (Chums) Merupakan orang yang paling dekat dengan ermaja, dan biasanya dari jenis kelamin yang sama. Banyak waktu remaja yang dilalui bersama dengan orng tersebut, biasanya mereka memiliki kemampuan dan kemauan yang hampir sama. Hubungan antara mereka sangat dekat dan saling mempengaruhi.



Cliques Terdiri dari 4/5 sahabat karib yang memiliki minat dan kemampuan yang sama. Biasanya terdiri dari beberapa pasangan chums dan terdiri dari jenis kelamin yang sama. Aktivitas yang biasa dilakukan dapat berupa menonton bola bersama, rekreasi atau penelitian bersama.



Crowds Biasanya

dari

cliques

lalu

berkembang

(baik

ditambah

oleh

perorangan/chums/cliques) sehingga membentuk crowds, yang merupakan pengelompokkan remaja terbesar. Karena anggotanya sangat banyak maka hubungan antar anggota juga kurang intim. Anggota crowds ini dapat bersifat heterogen jenis kelaminnya. Keaktifan crowds dapat berupa mendengarkan musik bersama, playing brige, dance. 

Youth groups Kelompok ini terbuka untuk semua pemuda-pemudi. Misalnya kelompok yang diadakan di sekolah, masjid, gereja, dll. Kelompok ini terorganisir dan dipimpin oleh orang dewasa.



Gangs Merupakan kumpulan pemuda atau pemudi yang tidak dapat menyesuaikan dengan tuntutan dari kelompok, sekolah atau tidak memiliki teman dekat. Anggotanya dapat berjenis kelamin sama atau berbeda. Gangs lebih berkonotasi negatif atau merupakan kelompok remaja yang memiliki perilaku yang negatif, anti sosial, atau mamu membalas dendam pada orang-orang yang tidak mau menerima mereka.

3. Penerimaan atau penolakan dalam masyarakat atau teman Hal-hal yang menyebabkan remaja disenangi oleh temannya adalah : remaja yang aktif, ingin maju dalam masyarakat, suka bekerja sama dan membantu,

serta bersikap sopan dan memperhatikan orang lain. Sebaliknya remaja yang tidak disenangi adalah remaja yang sombong, suka menguasai, suka menentang dan egois serta tidak punya sopan santun. 4. Pemimpin dan kepemimpinan Untuk menjadi seorang pemimpin, seorang remaja harus memiliki kecakapankecakapan yang melebihi remaj lainnya. Umumnya seorang pemimpin lebih aktif dari anggotanya. Adapun sifat yang harus dimiliki oleh pemimpin adalah : berpenampilan baik, inteligensi di atas anggotanya, lebih matang, percaya diri dan cepat mengambil keputusan. Semakin meluasnya kesempatan untuk melibatkan diri dalam berbagai kegiatan sosial maka wawasan remaja semakin meluas dan pergaulannya pun semakin meluas. Remaja mulai membina hubungan degan kelompok sosial yang formal sifatnya, misalnya pramuka, kelompok olah raga, dan lain sebagainya. Menurut Santrock (1999) kelompok tersebut penting diikuti karena menjadi anggota adalah menyenangkan dan memuaskan kebutuhan berafiliasi, memiliki kesempatan untuk menerima penghargaan baik materi maupun psikologis. Bagi remaja yang suka berorganisasi maka pada masa dewasanya akan memiliki kemampuan membina hubungan interpersonal yang lebih baik dan memiliki self esteem yang tinggi. Remaja akan semakin memiliki kepercayaan diri untuk melibatkan diri dalam organisasi formal maupun informal. Interaksi di dalam organisasi tersebut akan dapat memenuhi kebutuhan sosialisasi remaja, meningkatkan rasapercaya diri dan memberikan identitas diri. Seperti yang telah dikemukakan di awal bahwa pada masa remaja mulai tampak adanya pergerakan yang dilakukan oleh remaja yang berupa remaja mulai menjauh dari keluarga dan mulai mendekat dengan teman sebaya. Mendekatnya remaja dengan teman sebaya sering disebut dengan peer affiliation. Hal ini dapat mendorong terbentuknya kemasakan sosial pada remaja. Adapun instrumen yang membantu untuk tercapai kemasakan sosial adalah : a. Proses emansipasi : yang mendorong remaja untuk memilki kemandirian agar mendapatkan peran yang pasti dan tidak tergantung pada orangtua.

b. Kompetisi : yaitu adanya persaingan antara remaja sebagai suatu proses kemasakan sosial. c. Konformitas : yaitu tuntutan untuk berpartisipasi secara total agar dapat mempertahankan status dalam kelompok. Hal ini terdapat sangat kuat di dalam diri remaja. Apabila remaja tidak conform maka ia akan disisihkan oleh kelompoknya, sebaliknya jika remaja terlalu conform makan akan berakibat tidak baik bagi kehidupan pribadi remaja itu sendiri. d. Heteroseksual – attachment : yang disebabkan karena adanya kemasakan seksual sehingga muncul dorongan seksual, kesadaran akan jenis kelamin dan ketertarikan dengan lawan jenis. Pada masa ini pula remaja mulai membentuk heterosexual relationship. e. Prestasi : apabila kinerja remaja memuaskan maka akan diakui oleh lingkungan sehingga akan menimbulkan feeling of competence dalam diri remaja yang akan berakibat pada munculnya rasa percaya diri dan terutama memunculkan rasa mandiri

(terutama

pada

laki-laki).

Sedangkan

pada

perempuan

akan

menimbulkan kemampuan untuk membina hubungan interpersonal.

Kencan Bentuk perkembangan sosial lain dari remaja adalah mulai muncul kencan karena adanya ketertarikan dengan lawan jenis. Minat remaja untuk berteman mulai mengarah pada lawan jenis. Dalam waktu yang singkat remaja akan melakukan perubahan yang radikal, yaitu menjadi tidak menyukai sesama jenis dan beralih pada lawan jenis untuk membina suatu hubungan interpersonal. Oleh Santrock (1999) pola hubungan ini disebut dengan kencan atau hubungan romantis. Bentuk hubungan ini membantu remaja untuk membangun peran identitas dan intimacy. Bentuk kencan yang dilakukan remaja dalah bersifat rekreasi, sifatnya adalah sebagai status (dapat dijadikan perbandingan sosial dengan kelompok sebaya lainnya), merupakan sarana bagi remaja untuk belajar bersosialisasi dengan oranglain, belajar untuk membangun hubungan yang dekat dan memiliki arti, dapat menjadi sarana melakukan pengenalan dan eksplorasi seksual, kencan juga dapat

membangun identitas remaja serta dapat membantu remaja untuk melakukan seleksi terhadap pasangannya. Bagi kelompok remaja awal, kencan berfungsi sebagai rekreasi (ditujukan pada kesenangan diri sendiri) dan membangun status sosial sedangkan pada remaja akhir, kencan berfungsi untuk membangun intimasi (kedekatan emosi), kebebasan menentukan pilihan dan memiliki dasar pemikiran/orientasi ke masa depan. Kesenangan kencan pada remaja akhir diarahkan pada kesenangan kedua belah pihak. Fenomena yang marak terjadi di kalangan remaja yang berkencan adalah kekerasan dalam berpacaran. Biasanya kekerasan dilakukan oleh pihak laki-laki dan yang menjadi korban adalah pihak perempuan. Banyak perempuan yang bersedia untuk menerima kekerasan karena dirinya merasa tidak berharga lagi (jika perilaku pacarannya sudah mengarah pada perilaku seks pranikah); kurang mendapatkan kasih sayang dalam keluarga sehingga merasa dicintai oleh pacaranya meski pacarnya melakukan kekerasan; ataupun merasa bangga jika dapat berkorban demi pacarnya. Bentuk pacaran seperti ini tentu saja tidak sehat dan dapat membahayakan. Sebaliknya pacaran yang sehat adalah kedua belah pihak tidak terlibat aktivitas seksual pranikah dan menghabiskan energi mereka untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang positif dan kompetitif.

C. SEKOLAH Sekolah merupakan lembaga formal yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan pada remaja, tetapi sekolah juga sebagai suatu lembaga yang bersifat individual and community oriented. Individual oriented adalah adanya pengayaan individu baik secara sosial dan emosional, adanya pengembangan kemampuan diri, adanya pengembangan kemandirian dan keahlian. Kesemuanya akan mengarah pada terbentuknya rasa berharga. Community oriented adalah sekolah merupakan tempat untuk melakukan transmisi kebudayaan (tradisi, keyakinan dan nilai), belajar peran, model dan pusat bagi kelompok sebaya.

Remaja banyak menghabiskan waktunya di sekolah sehingga kehidupn dan lingkungan sekolah turut memberikan pengaruh pada perkembangan remaja, khususnya perkembangan sosial. Fungsi sekolah bagi remaja adalah sebagai sarana/tempat bagi remaja untuk belajar bersosialisasi, mengenal dan mematuhi aturan sehingga harus bersedia membatasi perilaku (sesuai dengan aturan yang berlaku), mengelola perasaan/emosi dan sikap berkaitan dengan aturan yang harus dijalani remaja di sekolah. Dengan adanya pengalaman berinteraksi di sekolah membuat remaja belajar mengembangkan identitas, keyakinan akan kemampuan yang dimiliki, merancang kehidupan pribadi di masa depan dan kemungkinan pengembangan karir, mengembangkan hubungan sosial, menetapkan standar tentang benar dan salah, dan mulai belajar memahami konsep sistem sosial yang ada di luar keluarga. Pada masa remaja, terjadi 3 kali masa transisi dalam perkembangan sosial mereka. Pertama adalah transisi dari sekolah dasar ke sekolah menengah pertama. Kemudian kedua dari sekolah menengah pertama ke tingkat sekolah menengah atas, terakhir transisi dari sekolah menengah atas ke tingkat kuliah. Masa transisi dari sekolah dasar ke sekolah menengah pertama atau dari sekolah menengah pertama ke menengah atas adalah penuh dengan tekanan karena pada masa itu remaja tidak hanya melakukan penyesuaian sosial namun juga harus menyesuaikan diri dengan masa

pubertas,

masalah

body

image,

penyesuaian

kemampuan

berpikir,

menyesuaikan diri dengan makin meningkatnya tanggung jawab dan kebebasan, mulai berkurangnya ketergantungan pada orangtua, menghadapi perubahan struktur kelas dari kelas kecil ke kelas yang lebih besar, penyesuaian dengan guruguru, teman sebaya yang jumlahnya semakin banyak, semakin bervariasinya kelompok sebaya yang ada di sekolah, serta peningkatan kompetisi dan prestasi di kalangan siswa. Pada fase ini mereka mengalami top-dog phenomenon yaitu awalnya berada di posisi paling tinggi (saat di sekolah dasar) berubah menjadi posisi yang paling rendah di sekolah menengah pertama. Dari yang awalnya memiliki kekuasaan terbesar menjadi memiliki kekuasaan terkecil (bahkan tidak ada kekuasaan). Akibatnya banyak siswa yang merasa tidak puas dengan sekolahnya di awal-awal

sekolah. Berada di posisi powerless biasanya dapat membuat remaja menjadi korban bullying dan kakak kelasnya. Masa yang penuh tekanan juga akan dihadapi remaja saat ia menjalani masa transisi dari sekolah menengah atas ke universitas. Fenomena top-dog juga terjadi pada fase ini. Perubahan yang terjadi serupa hanya saya lingkungan yang dimasuki semakin luas dan teman sebaya serta guru/dosen yang harus dihadapi pun makin beragam. Sisi positif perubahan ke tingkat universitas adalah remaja menjadi semakin dewasa, memiliki kesempatan untuk memilih sesuatu dari berbagai pilhan yang tersedia (dalam banyak hal), memiliki waktu lebih banyak dengan teman sebaya, memiliki kesempatan yang lebih luas untuk melakukan eksplorasi tentang berbagai macam gaya hidup dan nilai-nilai, menikmati kebebasa yang lebih besar (semakin berkurangnya pengawasan orangtua) dan memasuki tahapan dimana fungsi kognitif menghadapi tantangan yang lebih besar dalam bidang akademik selama menempuh pendidikan di universitas. Hal lain yang muncul di masa ini adalah mulai berkurangnya kontak dengan orangtua, mulai menurunnya tingkat kenakalan remaja serta mulai mencoba untuk masuk ke dalam dunia kerja.