PERSEPSI PERAWAT PELAKSANA TERHADAP PENTINGNYA

Download (perencanaan pulang) (Hariyati, 2008, p.54). Discharge planning ... perencanaan , pelaksanaan serta evaluasi .... pulang terhadap kepuasan p...

0 downloads 366 Views 236KB Size
PERSEPSI PERAWAT PELAKSANA TERHADAP PENTINGNYA DISCHARGE PLANNING DI RSUDZA BANDA ACEH NURSE’S PERCEPTION OF THE IMPORTANCE OF DISCHARGE PLANNING IN RSUDZA BANDA ACEH

1

2

Nelly Safrina1, Ardia Putra2

Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Bagian Keilmuan Keperawatan Dasar-Dasar Keperawatan, Fakultas KeperawatanUniversitas Syiah Kuala Banda Aceh e-mail: [email protected]; [email protected]

ABSTRAK Discharge planning adalah pelayanan keperawatan yang diberikan untuk mempersiapkan pasien melakukan perawatan secara mandiri setelah meninggalkan tempat pelayanan kesehatan. Perawat mempunyai peranan yang sangat penting pada pelaksanaan discharge planning. Kegagalan untuk memberikan dan mendokumentasikan discharge planning akan berisiko terhadap beratnya penyakit, ancaman hidup, dan disfungsi fisik. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran persepsi perawat pelaksana terhadap pentingnya discharge planning di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh. Jenis penelitian ini adalah deskriptif eksploratif dengan pendekatan cross sectional study, populasinya adalah seluruh perawat pelaksana yang bekerja di Ruang Rawat Inap Kelas III RSUDZA Banda Aceh. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah simple random sampling, sebanyak 61 responden. Alat pengumpulan data adalah kuesioner dalam bentuk skala likert yang terdiri dari 33 pernyataan dan analisa data berupa analisa univariat. Hasil penelitian didapatkan bahwa dari 61 responden, sebanyak 67,2 % responden mempersepsikan discharge planning penting untuk dilaksanakan. Sebanyak 62,3% responden mempersepsikan discharge planning terkait medication penting dilaksanakan, sebanyak63,9% responden mempersepsikan discharge planning terkait environment kurang penting dilaksanakan, sebanyak 82,0% responden mempersepsikan discharge planning terkait treatment penting dilaksanakan, sebanyak 65,6% responden mempersepsikan discharge planning terkait health teaching kurang penting dilaksanakan,sebanyak86,9% responden mepersepsikan discharge planning terkait outpatient referral penting dilaksanakan, dan sebanyak 73,8% responden mempersepsikan discharge planning terkait diet penting dilaksanakan. Kata Kunci : discharge planning, perawat pelaksana,persepsi, rawat inap. ABSTRACT Discharge Planning is the nursing care it given to prepare the patient care independently after leaving the health service. Nurses have a very important role in the implementation of discharge planning. The failure to provide and document of discharge planning will get the risk of disease severity, life threats, and physical dysfunction. The purpose of this research is to find out a description of the nurse’s perception of the importance of discharge planning in the patient unit class III Regional General Hospital dr. Zainoel Abidin () Banda Aceh. The type of research use is descriptive exploratory with cross sectional study design. The entire population are nurses in the patient unit class III Regional General Hospital dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. The sampling methode use is simple random sampling with number of sampling are 61 respondents. Data collecting tool is a questionnaire in the form of Likert scale wich consisting of 33 statements and analyze by using univariate analysis. The result showed that out of 61 respondents, 67,2% of respondents perceive discharge planning is important to be implemented. As for the variables as follows: as much as 62,3% perceive that discharge planning about medication is important to be implemented, as much as 63,9% perceive that discharge planning about environment is less important to be implemented, as much as 82,0% perceive that discharge planning about treatment is important to be implemented, as much as 65,6% perceive that discharge planning about health teaching is less important to be implemented, as much as 86,9% perceive that discharge planning about outpatient referral is important to be implemented, as much as 73,8% perceive that discharge planning about diet is important to be implemented. It is suggested the hospital must expected to improve the quality of caring and human resources, especially nurses with coaching or workshops of discharge planning. Keywords : discharge planning, nurses, patient unit, perception

1

PENDAHULUAN Rumah sakit merupakan salah satu sistem pemberian pelayanan kesehatan, dimana dalam memberikan pelayanan menggunakan konsep multidisiplin. Kolaborasi multidisiplin yang baik antara medis, perawat, gizi, fisioterapi, farmasi, dan penunjang diharapkan mampu memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang mempunyai kontribusi besar dalam meningkatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit karena perawat mempunyai waktu yang terlama dalam berinteraksi dengan pasien maupun keluarga (Hariyati, 2008, p.53). Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan biologi, psikologis, sosiologis, dan spiritual yang komprehensif yang ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik dalam keadaan sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Kusnanto, 2003, p.29). Dalam memberikan pelayanan keperawatan, perawat dituntut untuk memberikan pelayanan yang profesional, dengan mengerahkan kemampuan dan keterampilan terbaiknya untuk kepentingan penerima layanan kesehatan. Saat ini masih banyak keluhan yang dilaporkan oleh masyarakat mengenai pelayanan kesehatan di rumah sakit yang kurang optimal. Salah satu kegiatan pelayanan yang belum optimal adalah pelaksanaan discharge planning (perencanaan pulang) (Hariyati, 2008, p.54). Discharge planning merupakan bagian penting dari pelayanan kepada pasien dan keluarga yang dimulai saat pasien mulai masuk rumah sakit serta memasuki tahap rehabilitasi. Hal ini merupakan suatu proses gambaran kerjasama antar tim kesehatan, keluarga, pasien maupun orang penting bagi

pasien yang dimulai dari tahap pengkajian, perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi (Potter & Perry, 2009 p.33). Program discharge planning diberikan sejak pasien masuk ke rumah sakit dapat meningkatkan perkembangan kondisi kesehatan dan membantu pasien mencapai kualitas hidup optimum sebelum dipulangkan. Ketidaktahuan atau ketidakmampuan pasien dan keluarga mengenai cara perawatan di rumah berdampak pada masalah kesehatan atau ketidaksiapan pasien menghadapi pemulangan setelah pasien dirawat di rumah sakit. Hal tersebut menyebabkan risiko peningkatan komplikasi dan berakibat kepada hospitalisasi ulang (Potter & Perry, 2005 p. 99). Kegagalan untuk memberikan dan mendokumentasikan discharge planning akan beresiko terhadap beratnya penyakit, ancaman hidup, dan disfungsi fisik. Discharge planning dapat mengurangi hari atau lama perawatan pasien, mencegah kekambuhan, meningkatkan kondisi kesehatan pasien, menurunkan beban keluarga pasien dan menurunkan angka mortalitas dan morbiditas. Pelaksanaan discharge planning yang baik akan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas kesehatan pasien (Nursalam, 2009, p.64). Persepsi adalah suatu proses ketika individu mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan sensori mereka untuk memberi arti pada lingkungan mereka. Proses persepsi melibatkan perseptor, pengaturan, dan dirasakan. Riset tentang persepsi secara konsisten menunjukkan bahwa individu yang berbeda dapat melihat hal yang sama tetapi menanggapinya berbeda-beda. Karena dalam persepsi tanggapan untuk proses persepsi mepibatkan pikiran, perasaan, dan tindakan. Dalam hal ini, persepsi perawat tentang manfaat discharge planning yang baik akan memberikan pengaruh pada pelaksanaan discharge planning yang baik pula.

2

Pelaksanaan discharge planning tidak terlepas dari tanggugjawab para perawat. Perawat bertanggung jawab dalam segala bentuk pelayanan keperawatan pada pasien. Berdasarkan hal ini, perawat mempunyai peran penting dalam pelaksanaan discharge planning pada pasien, pelaksanaannya memerlukan komunikasi yang baik dan terarah sehingga apa yang disampaikan dapat dimengerti dan berguna untuk proses perawatan di rumah. Kesuksesan tindakan discharge planning menjamin pasien dan keluarga mampu melakukan tindakan perawatan lanjutan yang aman dan realistis setelah meninggalkan rumah sakit (Nursalam, 2009, p.64). Di Indonesia, pelayanan keperawatan telah merancang berbagai bentuk format discharge planning pasien, alurnya telah disusun dengan sangat rapi sehingga mempermudah perawat untuk menjalankannya sebaik mungkin, namun hanya dipakai dalam bentuk pendokumentasian resume pasien pulang, berupa informasi yang harus disampaikan pada pasien yang akan pulang seperti intervensi medis dan nonmedis yang sudah diberikan, jadwal kontrol, serta gizi yang harus dipenuhi setelah di rumah (Azimatunnisa, 2011, p.4). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari (2012) mengenai evaluasi pelaksanaan discharge planning di RSUD Tugurejo Semarangmenunjukkan bahwa sebanyak 46,6% dari 103 responden berada dalam kategori cukup dalam melaksanakan perencanaan pulang. Hal ini menunjukkan bahwa perencanaan pulang di RSUD Tugurejo Semarang belum optimal dilaksanakan. Discharge planning merupakan bentuk pelayanan kesehatan yang sangat penting untuk diberikan kepada pasien untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien setelah pulang dari rumah sakit, namun penerapan pelayanan discharge planning di berbagai pelayanan kesehatan masih belum optimal. Mengingat hal tersebut, maka

peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai persepsi perawat pelaksana terhadap pentingnya discharge planning di rumah sakit umum daerah dr. Zainoel Abidin. METODE Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif eksploratif, dengan desain penelitian cross sectional study melalui angket. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III RSUDZA Banda Aceh, yang berjumlah 122 orang. Sampel dalam penelitian ini merupakan bagian dari populasi target yang akan diteliti secara langsung yang berjumlah 61 orang. HASIL Tabel 1. Distribusi Frekuensi Data Demografi Perawat Data Frekuensi Persentase demografi Usia: (Depkes R1, 16,4 2009) 72,2 17-25 tahun 10 9,8 26-35 tahun 44 1,6 36-45 tahun 6 46-55 tahun 1 Jenis kelamin: 3,3 Laki-laki 2 96,7 Perempuan 59 Pendidikan Terakhir 26,2 Ners 16 6,6 S-1 4 1,6 D-IV 1 65,6 D-III 40 Masa Kerja 1-5 tahun 34 55,7 5-10 tahun 19 31,1 >10 tahun 8 13,2

3

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Persepsi Perawat Terhadap Pentingnya Discharge Planning Discharge Frekuensi Persentase Planning Penting 41 67,2 Kurang 20 32.8 penting Jumlah 61 100,0

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Persepsi Perawat Terhadap Pentingnya Discharge Planning Ditinjau dari Health Teaching Health Frekuensi Persentase Teaching Penting 21 34,4 Kurang 40 65,6 Penting Jumlah 61 100,0

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Persepsi Perawat Terhadap Pentingnya Discharge Planning Ditinjau dari Medication

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Persepsi Perawat Terhadap Pentingnya Discharge Planning Ditinjau dari Outpatient Referral Outpatient Frekuensi Persentase Referral Penting 53 86,9 Kurang 8 13,1 Penting Jumlah 61 100

Medication

Frekuensi

Persentase

Penting Kurang Penting

38 23

62,3 37,7

Jumlah

61

100,0

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Persepsi Perawat Terhadap Pentingnya Discharge Planning ditinjau dari Environment Environment Frekuensi Persentase Penting 21 34,4 Kurang 39 63,9 Penting 1,6 Tidak Penting 1 Jumlah 61 100,0 Tabel 5. Distribusi Frekuensi Persepsi Perawat Terhadap Pentingnya Discharge Planningditinjau dari Treatment Treatment Frekuensi Persentase Penting 50 82,0 Kurang 9 14,8 Penting 3,3 Tidak 2 Penting Jumlah 61 100,0

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Persepsi Perawat Terhadap Pentingnya Discharge PlanningDitinjau dari Diet Diet Frekuensi Persentase Penting 45 73,8 Kurang 14 23,0 Penting 3,2 Tidak 2 Penting Jumlah 61 100 PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa persepsi perawat pelaksana terhadap pentingnya Discharge Planning di Ruang Rawat Inap Kelas III RSUDZA Banda Aceh adalah penting untuk dilaksanankan. Gambaran persepsi perawat pelaksana terhadap pentingnya discharge planning ditinjau dari medicationdapat disimpulkan bahwa sebanyak 38 orang (62,3%) mempersepsikan bahwa pelaksanaan discharge planning tentang medication penting untuk dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Yosafianti (2010) tentang pengaruh 4

pendidikan kesehatan pada pasien yang akan pulang terhadap kepuasan pasien tentang pelayanan keperawatan di Rumah Sakit Romani Semarang menunjukkan hasil bahwa kepuasan pasien terhadap pendidikan persiapan pulang tentang obat-obatan sebesar 93,43%. Hasil penelitian terkait lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Rahayuningsih (2013) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan pemulangan pasien di Ruang Rawat Bedah dan Penyakit Dalam Rawat Inap Terpadu Gedung A Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta mengungkapkan bahwa sejak pasien diputuskan pulang secara medik sampai keluar dari ruang rawat memerlukan waktu tunggu pulang lebih dari 3 jam. Salah satu faktor yang mempengaruhi keterlambatan pasien pulang adalah persiapan administrasi obat pasien untuk dirumah dengan persentase mencapai 32,45%. Faktor lainnya adalah pasien belum memiliki kelengkapan jaminan sebanyak 31,14%, keluarga belum menjemput 31,57% dan belum tersedianya alat transportasi 14,91%. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sebanyak 38 orang (62,3%) mempersepsikan bahwa pemberian discharge planning mengenai obat-obatan penting untuk dilakukan. Namun, jumlah responden yang mempersepsikan demikian masih tergolong sedikit. Harapannya, jumlah responden yang mempersepsikan penting bisa lebih banyak. Setiap perawat pelaksana seharusnya memberikan informasi mengenai obat-obatan yang dikonsumsi pasien untuk peningkatan kesehatan pasien. Pasien seharusnya mengetahui obat-obatan apa saja yang harus dilanjutkan setelah pasien pulang dari rumah sakit. Dalam hal ini perawat berperan penting untuk menjelaskan obatobatan yang harus dilanjutkan di rumah setelah pasien meninggalkan rumah sakit. Penjelasan tentang obat biasanya mencakup nama obat, cara minum obat, manfaat penggunaan obat, serta efek yang

ditimbulkan oleh obat-obatan tersebut. Pada saat pemulangan pasien, perawat memberikan resep atau obat-obatan sesuai dengan instruksi dokter. Gambaran persepsi perawat pelaksana terhadap pentingnya discharge planning ditinjau dari segi environmentdapat diketahui bahwa sebagian besar perawat yaitu 39 orang (63,9%) mempersepsikan bahwa pelaksanaan discharge planning tentang environment kurang penting untuk dilakukan. Perawat menganggap bahwa bagaimanapun keadaan lingkungan pasien setelah pulang dari rumah sakit bukanlah tanggung jawab perawat, perawat tidak harus menjelaskan bagaimana sebaiknya kondisi lingkungan sekitar pasien nantinya. Upaya keselamatan di rumah yang dapat dilakukan perawat berupa mengkaji bersama pasien dan keluarga terhadap faktor lingkungan di dalam rumah yang mungkin menghalangi dalam perawatan diiri seperti ukuran ruangan, kebersihan jalan menuju pintu, lebar jalan, fasilitas kamar mandi dan ketersediaan alat bantu yang berguna (Potter & Perry, 2006) Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perawat mempersepsikan kurang penting untuk melakukan discharge planning terkait lingkungan. Hal ini terlihat jelas dengan presentase perawat yang mempersepsikan kurang penting sebanyak 39 orang (63,9%). Perawat seringkali mengabaikan perihal lingkungan tempat pasien akan tinggal setelah pulang dari rumah sakit. Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden yang menyatakan tidak penting untuk menanyakan fasilitas kamar mandi pasien di rumah sebanyak 19 responden (31,1%). Seharusnya ketika pasien akan meninggalkan rumah sakit perawat perlu memberikan informasi bahwa lingkungan sekitar pasien harus dalam kondisi aman. Misalnya, keadaan lantai tempat pasien tidak licin, kamar mandi mudah dijangkau oleh pasien, serta hal-hal yang memungkinkan jatuh harus dihindari. Perawat juga harus menjelaskan kepada keluarga untuk 5

memperhatikan lingkungan berbahaya yang dapat mencelakakan pasien. Gambaran persepsi perawat pelaksana terhadap pentingnya discharge planning ditinjau dari segi treatmentdapat diketahui bahwa sebagian besar perawat yaitu 50 orang (82,0%) mempersepsikan bahwa pelaksanaan discharge planning tentang treatment penting untuk dilakukan. Penelitian terkait yang dilakukan oleh Lestari (2014) tentang hubungan pelaksanaan discharge palnning dengan kesiapan keluarga dalam menjalankan tugas perawatan kesehatan pada pasien tuberculosis paru di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Paru Jember menunjukkan hasil bahwa ada hubungan signifikan antara pelaksanaan discharge planning dengan kesiapan keluarga dalam menjalankan tugas perawatan kesehatan pada pasien tuberculosis paru di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Paru Jember. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perawat mempersepsikan discharge planning mengenai perawatan lanjutan di rumah penting untuk diberikan. Ketika pasien akan meninggalkan suatu unit pelayanan kesehatan, perawat harus memastikan bahwa perawatan pasien harus tetap berlanjut. Dalam hal ini peran perawat adalah menjelaskan berbagai treatment lanjutan apa saja yang dibutuhkan pasien setelah pulang. Dari jawaban responden pada kuesioner, dapat dilihat bahwa sebanyak 42 responden (68,8%) menyatakan penting untuk memastikan ada anggota keluarga yang memberikan perawatan lanjutan pada pasien ketika di rumah. Selain itu, Perawat juga dapat mendemonstrasikan pada keluarga perawatan yang dibutuhkan pasien setelah pulang. Gambaran persepsi perawat pelaksana terhadap pentingnya discharge planning ditinjau dari segi health teachingdapat diketahui bahwa sebagian besar perawat yaitu 40 orang (65,6%) mempersepsikan bahwa pelaksanaan discharge planning tentang health teaching kurang penting untuk dilakukan. Dari hasil penelitian di dapatkan

bahwa perawat kurang memberikan penjelasan atau edukasi terkait kondisi kesehatan pasien. Tujuan perawat memberikan pendidikan perencanaan pulang kepada pasien untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan dalam memenuhi kebutuhan perawatan berkelanjutan (Potter & Perry, 2005). Perencanaan pulang yang berhasil adalah suatu proses yang berpusat terkoordinasi, dan terdiri dari berbagai disiplin ilmu yang memberi kepastian bahwa pasien mempunyai suatu rencana untuk memperoleh perawatan yang berkelanjutan setelah meninggalkan rumah sakit (Potter & Perry, 2005). Seorang individu dalam melakukan suatu tindakan dari pilihan mereka sebagian besar dipengaruhi oleh persepsi. Pengambilan keputusan akan suatu tindakan terjadi sebagai suatu reaksi terhadap suatu masalah. Persepsi dari seseorang yang melakukan tindakan akan mempunyai hubungan besar pada hasil akhirnya (Ismainar, 2015, p.130). Dalam hal ini seorang perawat dalam melakukan tindakan keperawatan sangat dipengaruhi oleh bagaimana persepsinya terhadap tindakan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perawat menganggap pemberian edukasi kepada pasien yang akan meninggalkan rumah sakit kurang penting untuk dilakukan. Hal ini dapat menunjukkan bahwa perawat belum melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dalam memberikan edukasi kesehatan kepada pasien khususnya terkait kondisi kesehatan pasien. Dari jawaban responden pada kuesioner, sebanyak 18 responden (29,5%) menyatakan bahwa sangat penting untuk merahasiakan informasi terkait komplikasi yang kemungkinan dialami pasien setelah pulang dari rumah sakit. Pada dasarnya, pemberian edukasi kesehatan kepada pasien yang sesuai dengan kebutuhannya baik itu selama masa rawatan di rumah sakit maupun di rumah, dapat memperkecil terjadinya resiko komplikasi terhadap penyakit pasien 6

sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan, dapat mempersingkat masa rawatan pasien di rumah sakit juga membantu meningkatkan pemahaman pasien tentang kesehatan khususnya tentang kondisi penyakit yang dialami oleh pasien. Gambaran persepsi perawat pelaksana terhadap pentingnya discharge planning ditinjau dari segi outpatient referraldapat disimpulkan bahwa sebanyak 53 perawat (86,9%) mempersepsikan bahwa pelaksanaan discharge planning tentang outpatient referral penting untuk dilakukan. Perencanaan pulang yang efektif sering membutuhkan rujukan ke berbagai disiplin pelayanan kesehatan. Pada banyak tempat, dibutuhkan perintah penyelenggara pelayanan kesehatan untuk melakukan rujukan, terutama saat merencanakan terapi khusus, sebaiknya pasien dan keluarga dilibatkan dalam pengambilan keputusan (Potter & Perry, 2009). Penelitian terkait yang dilakukan oleh Mutia(2011) tentang gambaran pelaksanaan discharge planning pada pasien post operasi di ruang rawat inap Rumah Sakit Tugurejo Semarang menunjukkan bahwa 96,1% responden mengatakan perawat tidak memberikan nomor telepon yang dapat pasien hubungi jika kondisi darurat. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perawat mempersepsikan discharge planning terkait outpatient referral penting untuk diberikan, terbukti dengan sebanyak 53 perawat (86,9%) perawat mempersepsikan penting. Ketika pasien dibolehkan untuk meninggalkan suatu unit pelayanan kesehatan, ada beberapa hal yang harus diketahui pasien/ keluarga untuk keberlangsungan perawatan pasien, yaitu pasien/ keluarga mengetahui kapan dan dimana mendapatkan janji dengan pelayanan kesehatan dan mengetahui dimana dan siapa yang dapat dihubungi untuk membantu pengobatannya. Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden bahwa sebanyak 29 responden (47,5%) menyatakan sangat penting terhadap pemberian informasi terkait

jadwal pengobatan pasien setelah pulang dari rumah sakit. Selain itu perawat juga harus menjelaskan tempat dan jadwal kunjungan kembali setelah pasien meninggalkan rumah sakit, serta memberikan informasi mengenai siapa yang dapat dihubungi pasien untuk keberlangsungan perawatan. Gambaran persepsi perawat pelaksana terhadap pentingnya discharge planning ditinjau dari segi dietdapat disimpulkan bahwa sebanyak 45 orang (73,8%) mempersepsikan bahwa pelaksanaan discharge planning tentang diet penting untuk dilakukan. Di rumah sakit atau di fasilitas pelayanan kesehatan lain, menu diet kemungkinan besar telah direncanakan oleh ahli gizi. Akan tetapi untuk pemenuhan diet pada pasien yang sudah dibolehkan untuk meninggalkan suatu unit pelayanan kesehatan sangat diperlukan pemahaman dan pengetahuan pasien/ keluarga terkait pemenuhan kebutuhan diet yang sesuai dengan masalah kesehatan yanng dialami pasien. Hal tersebut mengindikasikan bahwa perawat bertanggung jawab untuk memberikan edukasi terkait pemenuhan diet yang adekuat untuk pasien yang akan meninggalkan rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lain (Bunker, 2014). Penelitian terkait yang dilakukan oleh Yosafiyanti (2010) tentang pengaruh pendidikan kesehatan persiapan pasien pulang terhadap kepuasan pasien tentang pelayanan keperawatan di RS Romani Semarang menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pasien setelah diberikan pendidikan kesehatan mengenai nutrisi sebesar 94,77%, sedangkan yang tidak diberikan pendidikan kesehatan persiapan pulang sebesar 69,04 % dengan p value= 0,0001. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh pemberian pendidikan kesehatan persiapan pasien pulang tentang nutrisi terhadap kepuasan pasien. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sebanyak 45 perawat (73,8%) mempersepsikan bahwa discharge 7

planning terkait diet penting untuk dilakukan. Hal ini membuktikan bahwa perawat peduli terhadap asupan makanan yang harus dikonsumsi pasien setelah meninggalkan suatu unit pelayanan kesehatan. Perawat menjelaskan pada pasien terkait asupan nutrisi yang harus dipenuhi dan makanan yang harus dihindari, sehingga walaupun pasien sudah meninggalkan suatu unit pelayanan kesehatan tetap bisa memenuhi asupan yang sesuai untuk membantu peningkatan kesehatan pasien. Dari jawaban responden pada kuesioner dapat dilihat bahwa sebanyak 32 responden (52,4%) menyatakan bahwa sangat penting untuk menginformasikan pada pasien makananmakanan yang harus dihindari untuk peningkatan kesehatan pasien.

cara membuat pandua/prosedur tetap pelaksanaan discharge planning kepada pasien, pihak manajemen rumah sakit dapat memberikan pelatihan tentang pelaksanaan discharge planning dalam pemeberian asuhan keperawatan. Bagi perawat diharapkan menjadi motivasi untuk memberikan asuhan keperawatan lebih maksimal, khususnya dalam melakukan discharge planning kepada pasien.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka secara umum dapat disimpulkan bahwa persepsi perawat pelaksana terhadap pentingnya discharge planning di Ruang Rawat Inap RSUDZA Banda Aceh sebagian besar berada pada kategori penting (67,2%). Secara khusus hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwapersepsi perawat pelaksana terhadap pentingnya discharge planningdi tinjau dari segimedication di Ruang Rawat Inap Kelas III RSUDZA Banda Aceh sebagian besar berada pada kategori penting (62,3%), dari segi environment sebagian besar berada pada kategori kurang penting (63,9%), dari segi treatment sebagian besar berada pada kategori penting (82,0%), dari segi health teaching sebagian besar berada pada kategori kurang penting (65,6%), dan ditinjau dari segi outpatient referral sebagian besar berada pada kategori penting(86,9%), dari segi diet sebagian besar berada pada kategori penting(73,8%). Bagi Rumah Sakit diharapkan dapat menjadi masukan informasi serta bahan pertimbangan bagi pihak rumah sakit untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, khususnya discharge planning dengan

Azimatunnisa. (2011). Hubungan discharge planning dengan tingkat kesiapan klien dalam menghadapi pemulangan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta: STIKES ‘Aisyiyah.

REFERENSI Argarini (2011). Pengaruh perencanaan pemulangan (discharge planning) terhadap kesiapan pasien menghadapi pemulangan pada pasien stroke di RSUD dr. Soebandi Jember. Jember: Universitas Jember.

Bastable, S. B. (2002). Perawat sebagai Pendidik: Prinsip-prinsip pengajaran dan pembelajaran. Jakarta: EGC. Danim, S. (2003). Riset Keperawatan: sejarah dan metodologi. Jakarta: EGC. Doengoes, M. E. (2000). Rencana asuhan keperawatan. Jakarta: EGC. ____________ (2000). Penerapan proses keperawatan dan diagnosa keperawatan. Jakarta: EGC. Ismainar, H. (2015). Manajemen untuk perekam medis dan kesehatan ilmu kesehatan keperawatan dan Yogyakarta: Deepublish.

Unit Kerja: informatika masyarakat kebidanan.

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. (2003). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Nursalam. (2009). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam praktik keperawatan profesional. Jakarta: Salemba Medika. 8

Okatiranti (2015) Gambaran pengetahuan dan sikap perawat dalam pelaksanaan discharge planning pada pasien diabetes mellitus type II. Bandung: Universitas BSI bandung. Putra,

S.R. (2012). Panduan riset keperawatan dan penulisan ilmiah. Jogjakarta: D-Medika.

Setiadi. (2013). Konsep dan praktik penulisan riset keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Shofiana, M. A (2014). Hubungan persepsi perawat tentang manfaat discharge planning dengan pelaksanaan discharge planning di ruang rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta: Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES ‘Aisyiyah. Siahan, M. (2009). Pengaruh discharge planning yang dilakukan oleh perawat terhadap kesiapan pasien pasca bedah akut abdomen menghadapi pemulangan. Medan: Fakultas Kedokteran USU. Yuliana (2013). Gambaran pengetahuan perawat tentang discharge planning pasien di Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung. Padalarang: STIKES Santo Borromeus.

9