EMBRYO VOL. 5 NO. 2
DESEMBER 2008
ISSN 0216-0188
PERSISTENSI NEMATODA ENTOMOPATOGEN Heterorhabditis (All Strain) ISOLAT LOKAL MADURA TERHADAP PENGENDALIAN RAYAP TANAH Macrotermes sp. (Isoptera : Termitidae) DI LAPANG Sucipto Dosen Jurusan Agroekoteknologi Fak. Pertanian Unijoyo
Abstract Termite can cause economic loss as this animal invade agricultural crops, plantations, and forest as well as to log of building. The objective of this research was to evaluate the persistency of NEP and alternative controller of soil termites. The research was arranged in a blocked random design with 4 treatments; PO: control = without entomopathogen nematode; P1= Heterorhabditis at 0,5 million IJ m-2, P2 = Heterorhabditis at 1,0 million IJ m-2, , P3 = Heterorhabditis at 1,5 million IJ m-2) and 3 replications. The result revealed that the highest mortality of termite Macrotermes sp. was at NEP concentration of 0,5 million IJ m-2. The persistency of Heterorhabditis influenced by oxygen content, soil pH, moisture content, and soil temperature was between 36 and 48 days. The population of Heterorhabditis reduced with time and based on termite mortality the highest pathogenity was at 20 to 32 days after application. Key words: persistency, Heterorhabditis, local isolate, termite
PENDAHULUAN Rayap
sebagai
diaplikasikan baik melalui perlakuan tanah
hama
telah
menimbulkan kerugian ekonomis yang sangat besar.
Kerugian
tersebut
diantaranya
disebabkan oleh serangan rayap pada tanaman pertanian, perkebunan, dan kehutanan yang sampai menyebabkan kematian pada tanaman inang. Selain itu rayap juga menyerang kayu dan bangunan gedung (Nandika et al., 1996). Pada tahun 1995 kerugian ekonomis akibat serangan rayap pada bangunan perumahan di Indonesia mencapai 1,67 trilyun rupiah, belum termasuk kerugian pada bangunan gedung
(soil
impregnasi
saat ini masih bertumpu pada penggunaan pestisida
anti
rayap
(termitisida)
yang
dari
dengan
ke
cara
dalam
kelompok
target.
organoklorin
seperti chlordane dan dieldrin dikenal sangat efektif dan mampu memberikan perlindungan terhadap bangunan gedung dan tanaman pertanian, menimbulkan
tetapi
termitisida
masalah
dapat
lingkungan
dan
berpotensi meracuni manusia (Nandika et al., 1999). Untuk itulah perlu adanya alternatif pengendalian
lain
yang
lebih
satu
alternatif
ramah
lingkungan. Salah rayap
Teknologi pengendalian rayap sampai
maupun
termitisida
Termitisida
perkantoran, fasilitas industri, dan fasilitas sosial lainnya (Rakhmawati, 1996).
treatment)
selain
termitisida
pengendalian
adalah
dengan
pemanfaatan agens hayati seperti nematoda, bakteri, virus, maupun jamur entomopatogen. Diantara beberapa agens hayati tersebut, nematoda entomopatogen masih tergolong
193
Persistensi Nematoda Entomopatogen … 193–208
(Sucipto)
baru dipergunakan di lapang (untuk negara
nematoda entomopatogen untuk menyebar,
Indonesia). Meskipun demikian, nematoda
mempertahankan diri, menemukan inang dan
entomopatogen sudah banyak dipergunakan di
reproduksi dalam tanah. Sedangkan keempat
beberapa negara untuk dapat mengendalikan
hal tersebut dipengaruhi oleh tipe tanah, dan
populasi rayap tanah. Sejauh ini beberapa
kelembaban atau temperatur tanah (Wouth,
contoh spesies nematoda yang telah digunakan
1991; Kaya dan Gaugler, 1993). Berdasarkan
untuk
keterangan
mengendalikan
Heterorhabditis,
rayap
S.
adalah
carpocapsae,
dan
Steinernema riobravis (Pearce, 1997).
di
atas
maka
nematoda
entomopatogen Heterorhabditis sebagai agens pengendali hayati rayap sangat diperlukan.
Nematoda entomopatogen memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan agens hayati lainnya. Keunggulan tersebut
METODOLOGI PENELITIAN
diantaranya adalah : tidak berdampak buruk
Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dikebun
terhadap
Percoban dan Laboratorium Fakultas Pertanian
hama
bukan
sasaran,
tidak
meninggalkan residu, sinergis dengan beberapa
Universitas Trunojoyo
agens hayati lain, mudah didapatkan, murah,
sampai bulan Agustus 2007.
muali bulan Januari
mampu bertahan lama dalam tanah dan dapat berkembang biak dalam tubuh serangga serta dapat digunakan kembali untuk mengendalikan hama (Sulistyanto, 1998).
Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan
penelitian ini adalah rayap tanah Macrotermes sp. , yang ditemukan disekitar tanaman
Persistensi nematoda entomopatogen dalam tanah adalah kemampuan nematoda entomopatogen untuk bertahan (persisten) di dalam tanah serta masih mampu menyerang dan menimbulkan kematian pada serangga sasaran yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah faktor biotik dan
penaung (pohon sono, pohon sawo kecik, pohon mahoni, dan pohon jati) di Universitas entomopatogen
berpengaruh
nematoda
untuk
terhadap
persistensi
mengendalikan
serangga
hama yang hidup di lingkungan tanah, habitat tersembunyi, dan daun (Inshibashi dan Kondo, 1990;
Kaya,
1990;
Womersley,
1990).
Trunojoyo,
kampus nematoda
Heterorhabditis,
media
bedding, media BSA, media NA, Galleria mellonella, kertas filter, kayu randu, alkohol 70%, air steril, dan tissue.
faktor abiotik. Faktor biotik dan faktor abiotik sangat
dalam
Alat-alat
yang
digunakan
dalam
penelitian ini paralon plastik, autoklaf, laminar flow,
inkubator,
timbangan,
mikroskop
binokuler, gelas arloji, pinset, jarum ose, saringan ukuran 15 µm dan 30 µm, pipet
Persistensi juga dipengaruhi oleh kemampuan
194
EMBRYO VOL. 5 NO. 2
DESEMBER 2008
ISSN 0216-0188
ependrof 1000 µm, cawan hitung, erlenmeyer,
sarang untuk 4 perlakuan dan 3 ulangan.
orbital shaker, dan tangki semprot.
Pengamatan terhadap persistensi rayap tanah
Perbanyakan nematoda
dilakukan
Perbanyakan
Nematoda
Entomopatogen
Perbanyakan secara in vivo dilakukan cara
pengamatan
dua
terakhir
bulan
sarang
dan
pada
rayap
tanah
dibongkar untuk mengetahui populasi rayap
Secara In Vivo dan In Vitro
dengan
selama
menginokulasikan
nematoda
tanah di dalam sarang. Perincian perlakuan pengamatan adalah sebagai berikut.
entomopatogen pada T. molitor/G. melonella.
P0 = Kontrol (tanpa nematoda entomopatogen)
Setelah 24 – 48 jam T. molitor/G. melonella
P1 = Perlakuan Heterorhabditis konsentrasi
yang
0,5 juta IJ/m2
mati
akibat
infeksi
nematoda
entomopatogen dipanen dengan metode White
P2 = Perlakuan Heterorhabditis konsentrasi
trap. Hasil biakan nematoda dapat dipanen
1,0 juta IJ/m2
setelah satu minggu.
P3 = Perlakuan Heterorhabditis konsentrasi
Perbanyakan secara in vitro dilakukan dengan
cara
entomopatogen
membiakkan dengan
metode
1,5 juta IJ/m2
nematoda
Aplikasi Nematoda Entomopatogen Pada
Bedding.
Rayap Tanah di Lapang Perlakuan penyemprotan (spraying)
Media Bedding dibuat dengan mencampurkan dan
dilakukan langsung dengan menyemprotkan
diautoklaf. Setelah diautoklaf spon yang
nematoda entomopatogen pada permukaan
dipotong kecil-kecil dicampurkan sampai rata
sarang rayap tanah yang terlebih dahulu
dan disimpan dalam erlenmeyer kemudian
disemprot dengan air untuk melembabkan
diautoklaf lagi. Selanjutnya menginokulasikan
sarang. Konsentrasi nematoda entomopatogen
bakteri
yaitu
yang digunakan adalah 0 IJ/m2, 0,5 juta IJ/m2,
dan
1,0 juta IJ/m2, dan 1,5 juta IJ/m2. Pengamatan
jam
terhadap persistensi nematoda entomopatogen
semua
bahan-bahan
simbion
Photorhabdus
ke
diinkubasikan
48
(kecuali
spon)
Heterorhabditis media jam.
bedding
Setelah
48
nematoda steril diinokulasikan dalam media
dilakukan setiap empat hari. Pengumpanan
bedding yang berisi bakteri simbion dan
(baiting)
dilakukan
kemudian diinkubasikan selama 2 minggu.
dengan menggunakan pipa paralon setinggi 25
Pemanenan dilakukan dengan memeras spon-
cm yang dilubangi sisi-sisinya untuk jalan
spon tersebut ke air berulang-ulang (kurang
masuknya rayap tanah dengan umpan (kayu
lebih tiga kali).
randu) didalamnya yang ditanamkan di dalam
Lahan Penelitian
tanah. Kayu randu digunakan sebagai umpan
Lahan penelitian berupa sarang-sarang rayap
rayap tanah untuk mengamati rayap tanah yang
tanah (gundukan tanah) sejumlah 12 buah
195
Persistensi Nematoda Entomopatogen … 193–208 terkena
nematoda
entomopatogen
setelah
perlakuan semprot (spraying). Pengujian
(Sucipto)
ekor serangga uji ditempatkan dalam tabung plastik berukuran tinggi 2,5 cm dan diameter
Persistensi
Nematoda
dasar tabung 2 cm yang telah diisi pasir halus
Entomopatogen di dalam Tanah
steril setinggi 0,7 cm yang kemudian ditutup
Ekstraksi Tanah Metode Baermann Asli
dengan kertas filter yang dibasahi dengan air
Caranya adalah dengan mengambil
steril sehingga cukup lembab.
sampel tanah 100 g dan membungkusnya
Pengujian
dengan kain, diikat bagian atasnya dan
Terhadap T. molitor/G. melonella
ditempatkan diatas corong yang terbuat dari
Cara melakukan pengujiannya adalah dengan
gelas/plastik yang dihubungkan dengan pipa
mengambil 100 g sampel tanah dari lapang
plastik dan dijepit. Corong diletakkan pada
(dari
penyangga berupa statip dari besi/kayu dan
dimasukkan
diatas corong diberi saringan dengan ukuran 1
diinokulasi dengan satu larva G. melonella
mm yang ditindihi bungkusan tanah tersebut.
yang dibungkus dengan kain kasa. Setelah 3 –
Melalui tepi bungkusan tanah tersebut dituangi
5 hari (ulat mati) dilakukan white trap.
air secara perlahan-lahan sampai mencapai
Analisi Data
pada permukaan bawah dari bungkusan tanah.
dengan
Metode
masing-masing ke
Perangkap
perlakuan)
dalam
gelas
yang
aqua
dan
Parameter pengamatan pada setiap
Setelah rangkaian tersebut selasai kemudian
perlakuan
dalam
menyimpannya
presentase
mortalitas
selama
penelitian rayap
ini
adalah
tanah
dan
24 – 72 jam dan kemudian membuka penjepit
persistensi nematoda entomopatogen di dalam
pipa plastik perlahan-lahan dan dengan hati-
tanah baik melalui ekstraksi tanah metode
hati cairan yang berisi nematoda tersebut
Baermann Asli, uji Bioassay 2:1, maupun uji
dikumpulkan ke dalam gelas piala kecil/gelas
perangkap.
arloji. Selanjutnya menghitung nematoda aktif
Presentase mortalitas rayap tanah dihitung
dalam cairan tersebut.
dengan rumus : Persentase mortalitas rayap
Uji Bioassay Nematoda Entomopatogen
tanah =
terhadap Serangga Uji Pengujian perbandingan
2
ini :
dilakukan 1
(satu
dengan larva
A x 100% B
A = Jumlah rayap tanah yang mati B = Jumlah keseluruhan rayap tanah
G.melonella/serangga uji dibandingkan dengan
Sedangkan
persistensi
dua infektif juvenil nematoda entomopatogen).
entomopatogen
diketahui
Setiap satu serangga uji diinokulasikan dua
nematoda entomopatogen (Heterorhabditis) di
infektif
entomopatogen
lapang dan mortalitas serangga uji (Galleria
dengan menggunakan mikropipet 100µ. Setiap
melonella / Tenebrio molitor) berdasarkan uji
juvenil
nematoda
196
nematoda dari
populasi
EMBRYO VOL. 5 NO. 2
DESEMBER 2008
ISSN 0216-0188
bioassay 2 : 1 dan uji pengumpanan, yang
rayap/kayu (Pearce, 1997). Dalam penelitian
dihitung dengan rumus :
ini kayu yang digunakan adalah kayu randu,
Persentase
mortalitas
serangga
uji
=
karena rayap tanah menyukai bahan-bahan yang mengandung selulosa tinggi sebagai
A x 100% B
sumber makanannya (Nairot, 1970).
A = Jumlah serangga uji yang mati
Penggunaan
B = Jumlah total serangga uji Seluruh
data
presentase
Hiterorhabditis
menimbulkan pengaruh yang nyata pada kematian
mortalitas rayap tanah pada masing-masing
rayap tanah dan hasil pengujian dianalisa
konsentrasi.
dengan
Acak
(Macrotermes sp.) yang ditimbulkan oleh
Kelompok (RAK) dilanjutkan dengan uji jarak
Hiterorhabditis sebesar 1,77 persen sampai
berganda Duncan taraf 5 %.
40,25 persen (Tabel 1).
menggunakan
Rancangan
Mortalitas
Tabel HASIL DAN PEMBAHASAN Mortalitas
Rayap
Tanah
perbedaan Akibat
1
yang
rayap
menunjukkan nyata
antar
tanah
adanya perlakuan
(konsentrasi 0,0 IJ/m2, 0,5 juta IJ/m2, 1,0 juta IJ/m2 dan 1,5 juta IJ/m2) pada hari ke 4-16,
Hiterorhabditis (All Strain) Mortalitas rayap tanah diamati melalui
hari ke 20-32, dan hari ke 52-60. Sedangkan
umpan yang dipasang disamping sarang rayap
pada hari ke 36-48 tidak terjadi perbedaan
tanah (Macrotermes sp.) (Nandika et al.,
pada konsentrasi 0,5 juta IJ/m2 dan 1,5 juta
1999). Umpan berupa paralon yang dilubangi
IJ/m2. Perbedaan ini lebih jelas terlihat pada
sisi-sisinya dan didalamnya dimasuki makanan
Gambar 5.
197
Persistensi Nematoda Entomopatogen … 193–208
(Sucipto)
Tabel 1. Hasil Analisa Sidik Ragam Mortalitas Rayap Tanah Akibat Hiterorhabditis Rata-rata Persentase Mortalitas Rayap Tanah Hari ke
Perlakuan
4-16
Kontrol
20-32
36-48
52-60
1,77
d
1,97
d
1,92
c
4,89
d
2
11,76
c
40,25
a
37,82
a
29,21
b
2
1,0 juta IJ/m
26,30
a
23,63
c
22,70
b
23,91
c
1,5 juta IJ/m2
17,93
b
31,85
b
38,27
a
35,19
a
0,5 juta IJ/m
Rata-rata Persentase Mortalitas Rayap Tanah
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang berbeda tidak nyata pada uji DMRT taraf 5%
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 4-16
20-32
36-48
52-60
H ari K e P0
P1
P3
P4
Gambar 5. Rata-rata Persentase Mortalitas Rayap Tanah Akibat Hiterorhabditis Pada Konsentrasi 0,0IJ/m2 (P0), 0,5 juta IJ/m2 (P1), 1,0 juta IJ/m2 (P2), dan 1,5 juta IJ/m2 (P3).
Gambar 5 menunjukkan bahwa mortalitas
ke serangga inang tidak optimal (Kaya dan
rayap tanah tertinggi terjadi pada konsentrasi
Koppenhofer, 1999). Duncan et al. (1999)
0,5 juta IJ/m2 hari ke 20-32 sebesar 40,254%,
menyatakan bahwa ukuran aplikasi nematoda
sedangkan pada konsentrasi yang lebih tinggi
entomopatogen yang direkomendasikan untuk
2
2
(1 juta IJ/m dan 1,5 juta IJ/m ) mortalitas
mengendalikan serangga di dalam tanah adalah
rayap tanah cenderung lebih rendah. Hal ini
1,00 milyar IJ/0,4646 ha, yaitu sekitar 0,215
terjadi karena pada konsentrasi yang terlalu
juta IJ/m2. Sedangkan untuk areal sempit
tinggi nematoda entomopatogen mengalami
ukuran yang direkomendasikan adalah 0,25
kompetisi dalam hal ruang dan makanan antar
juta
nematoda itu sendiri, sehingga proses infeksi
0,5 juta IJ/m2.
198
IJ/m2.
Konsentrasi
ini
mendekati
EMBRYO VOL. 5 NO. 2
DESEMBER 2008
Pada hari 4-16 mortalitas rayap tanah masih rendah karena nematoda entomopatogen baru
diaplikasikan
entomopatogen
sehingga
dalam
nematoda entomopatogen dan perilaku rayap tanah.
nematoda
masa
ISSN 0216-0188
Perilaku
Hiterorhabditis
yang
adaptasi
mempengaruhi tingkat mortalitas rayap tanah
lingkungan dan masa pencarian inang. Pada
adalah sifatnya yang ambusher (menunggu
hari ke 20-32 mortalitas rayap tanah mulai
inang
meningkat karena nematoda sudah banyak
menyerangnya),
yang masuk ke dalam sarang rayap tanah
mortalitas rayap tanah yang rendah (Gaugler,
(menemukan inang) dan sudah menyerang
1999; dan Berry, 2000). Namun kondisi ini
rayap tanah. Pada hari ke 36-48 mortalitas
bisa diatasi karena mobilitas rayap tanah yang
rayap tanah masih tinggi karena di dalam
tinggi, sehingga Hiterorhabditis lebih efektif
sarang, rayap tanah yang sudah terinfeksi
menyerang rayap tanah (Gaugler, 1993).
nematoda menularkan nematoda ke rayap
sampai
mendekat
dan
sehingga
Perilaku
kemudian
menyebabkan
rayap
tanah
yang
tanah yang lainnya. Ini sangat menguntungkan
menyebabkan mortalitas tinggi adalah adanya
pengendalian karena penyebaran nematoda
feromon
akan semakin luas dan jumlah rayap terinfeksi
pheromone) yang dikeluarkan oleh rayap kasta
akan semakin banyak. Hiterorhabditis mampu
pekerja dan akan diikuti oleh rayap yang ada di
bertahan dalam tanah sampai hari ke 36-48
belakangnya, sehingga kemungkinan kontak
karena infektif juvenil mengandung cadangan
antara Hiterorhabditis dengan rayap tanah
energi karbohidrat, sehingga meskipun berada
semakin besar (Nandika et al., 1999). Feromon
di luar inang (tidak makan) infektif juvenil bisa
penanda jejak ini dikeluarkan dari kelenjar
hidup dalam beberapa periode yang lama
sternum
asalkan kondisi lingkungan baik (kelembaban
belakang abdomen) (Tarumingkeng, 2001).
dan temperatur baik, oksigen cukup tersedia)
Perilaku lain yang menyebabkan peningkatan
(Woodring dan Kaya, 1988).
mortalitas
Setelah hari ke 36-48 mortalitas rayap
penanda
(sternal
rayap
bersinggungan
jejak
glanddi
tanah
pada
(trail
bagian
adalah
rayap
laying
bawah,
kebiasaan
tanah
saat
tanah semakin menurun karena persistensi
berpapasan / trofalaksis (perilaku berkerumun
nematoda
diantara anggota-anggota koloni dan saling
akibat
entomopatogen
kondisi
mulai
tidak
menjilat anus dan mulut). Trofalaksis ini
mendukung, sehingga tidak menimbulkan
bertujuan untuk menularkan protozoa dan
mortalitas rayap tanah yang berarti. Tinggi
menyebarkan feromon dasar pada koloni rayap
rendahnya
selain
tanah (Tarumingkeng, 2001; Tambunan dan
nematoda
Nandika, 1989). Dengan perilaku ini secara
entomopatogen juga dipengaruhi oleh perilaku
tidak langsung akan memudahkan penyebaran
dipengaruhi
lingkungan
menurun
yang
mortalitas
rayap
tanah
oleh
persistensi
199
Persistensi Nematoda Entomopatogen … 193–208
(Sucipto)
Hiterorhabditis yang melakukan penetrasi
jaringan menjadi lunak berair. Gejala serangan
mmelalui lubang-lubang alami seperti mulut,
muncul hanya pada fase primer bakteri, yaitu
anus, dan spirakel atau penetrasi langsung
awal nematoda masuk sekaligus mengeluarkan
melalui integumen (Sulistyanto dan Ehlers,
bakteri simbion dalam tubuh serangga sampai
1996). Perilaku lain yang mempengaruhi
dua hari setelah penetrasi (Simoes dan Rosa,
mortalitas rayap tanah adalah sifat kanibalisme
1996). Gejala serangan Hiterorhabditis pada
pada kasta pekerja, yaitu membunuh serta
rayap tanah (Macrotermes sp.) ditandai dengan
memakan rayap-rayap yang tidak reproduktif
perubahan warna permukaan tubuh rayap tanah
(karena sudah tua, sakit, atau malas) baik pada
menjadi coklat karamel sampai coklat tua
kasta reproduktif, kasta prajurit, maupun pada
(gelap).
kasta pekerja sendiri (Tambunan dan Nandika,
transparan setelah lebih dari 48 jam terinfeksi
1989).
Hiterorhabditis, karena aktivitas enzimatis
Kanibalisme
ini
berfungsi
untuk
Kutikula
rayap
tanah
menjadi
mempertahankanprinsip
efisiensi
dan
konservasi
berperan
dalam
hancurnya jaringan tubuh serangga inang
(keseimbangan
menjadi lunak berair dan lama-lama akan
kehidupan) koloni rayap tanah (Tarumingkeng,
hancur (Simoes dan Rosa, 1996). Gejala
2001).
mortalitas rayap tanah (Macrotermes sp.)
pengaturan
energi
serta
homeostatika
Selain perilaku rayap dan perilaku nematoda,
terdapat
satu
hal
yang
bakteri
Photorhabdus
yang
menyebabkan
terlihat pada Gambar 6.
juga
Dalam
penelitian
ini
sasaran
mempengaruhi mortalitas rayap tanah, yaitu
nematoda entomopatogen adalah rayap tanah
suhu optimum. Suhu dalam tanah merupakan
semua
faktor pembatas nematoda entomopatogen
pekerja).
(Klein,
terhadap sarang rayap tanah, ketiga kasta
1990).
Secara
umum
nematoda
kasta Saat
(raproduktif, dilakukan
prajurit,
dan
pembongkaran
entomopatogen meningkat aktifitasnya hingga
tersebut
80% pada suhu 21-30°C dan menurun hingga
mortalitas terbanyak terjadi pada kasta pekerja,
40% pada suhu 12-16°C (Pioner, 1984).
karena kasta pekerja jumlahnya paling banyak
Beberapa jenis Hiterorhabditis membutuhkan
dan mobilitasnya paling tinggi diantara kasta
suhu optimum untuk melakukan reproduksi.
yang lain. Kasta pekerja merupakan anggota
Suhu optimum untuk Hiterorhabditis adalah
koloni yang sangat penting dalam koloni
20-32°C (Grewal et al., 1994).
rayap. Tidak kurang dari 80 % populasi dalam
Pada umumnya gejala serangga yang
ditemukan
(Gambar
7).
Namun
koloni rayap merupakan individu-individu
entomopatogen
kasta pekerja (Tarumingkeng, 1992). Mobilitas
adalah adanya perubahan warna tubuh, tubuh
yang tinggi berkaitan dengan tugas yang
menjadi lembek, dan bila dibedah konstitusi
diemban oleh kasta pekerja yaitu sebagai
terserang
oleh
nematoda
200
EMBRYO VOL. 5 NO. 2
DESEMBER 2008
pencari sumber makanan dan bekerja
terus
menerus tanpa henti (24 jam), memberi makan dan memelihara ratu, menumbuhkan jamur dan memeliharanya, merawat telur dan rayap muda serta memindahkannya pada saat terancam ke tempat yang lebih aman, membuat dan memelihara sarang, serta membunuh dan memakan rayap-rayap yang tidak produktif, sehingga hanya rayap yang kuat saja yang dipertahankan (Tambunan dan Nandika, 1989; Nandika etal., 1999; Rismayadi, 2001).
ISSN 0216-0188
Baermann Asli Keberadaan nematoda entomopatogen dalam tanah
diketahui
melalui
Strain) dengan Ekstraksi Tanah Metode
tanah.
Metode ekstraksi tanah ada beberapa macam, salah satunya adalah metode Baermann Asli. Metode tersebut digunakan dalam penelitian ini karena mudah dalam pengerjaannya dan akan didapatkan nematoda entomopatogen baik yang aktif (dauer juvenil) maupun yang pasif,
sehingga
entomopatogen
Pengujian Persistensi Hiterorhabditis (All
ekstraksi
populasi dalam
terdeteksi.Populasi
nematoda
tanah
dapat
Hiterorhabditis
dalam
tanah terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Analisa Sidik Ragam Persistensi Hiterorhabditis Rata-rata Populasi Nematoda Hari ke
Perlakuan
4-16
Kontrol
20-32
36-48
52-60
0,00
d 0,00
d 0,00
b 0,00
b
2
367,94
c 89,19
b 60,61
a 48,22
a
2
1,0 juta IJ/m
456,86
b 71,52
c 50,19
a 41,12
a
1,5 juta IJ/m2
638,86
a 110,36
a 62,52
a 44,66
a
0,5 juta IJ/m
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang berbeda tidak nyata pada uji DMRT taraf 5% Berdasarkan Tabel 2 masing-masing 2
2
sama). Ini menunjukkan bahwa populasi
konsentrasi (0,0 juta IJ/m , 0,5 juta IJ/m , 1
nematoda
juta IJ/m2, dan 1,5 juta IJ/m2) terjadi perbedaan
ditingkatkan. Sedangkan pada konsentrasi 0,0
yang nyata (ditunjukkan dengan notasi yang
juta IJ/m2 populasi nematoda berbeda dengan
berbeda tiap perlakuan). Ini menunjukkan
konsentrasi yang lainnya karena perlakuan ini
bahwa populasi nematoda semakin tinggi
merupakan
seiring
dengan
peningkatan
nematoda). Berdasarkan keterangan diatas
Namun
setelah
beberapa
konsentrasi.
hari
populasi
sama
kontrol
meskipun
(tidak
konsentrasi
diaplikasi
diketahui bahwa konsentrasi yang baik adalah
pada
0,5 juta IJ/m2 karena populasi nematoda
konsentrasi 0,5 juta IJ/m2, 1 juta IJ/m2, dan 1,5
entomopatogen pada konsentrasi ini sama
nematoda
tidak
ada
perbedaan
juta IJ/m2 (ditunjukkan dengan notasi yang
201
Persistensi Nematoda Entomopatogen … 193–208
(Sucipto)
dengan konsentrasi 1,0 juta IJ/m2, dan 1,5 juta
antibiotik
IJ/m2.
mikroorganisme
yang
dapat sekunder
menghambat ,
dan
(3)
Bila dilihat dari waktu aplikasi, dari
menyediakan sumber nutrisi yang siap pakai
hari ke hari populasi nematoda semakin turun.
untuk nematoda entomopatogen. Sedangkan
Ini ditunjukkan dengan jumlah nematoda pada
fungsi nematoda entomopatogen bagi bakteri
hari ke 4-16 lebih tinggi dari hari ke 20-32
adalah melindungi bakteri dari lingkungan
2
2
(pada konsentrasi 0,5 juta IJ/m , 1 juta IJ/m , 2
eksternal yang merugikan dan kemungkinan
dan 1,5 juta IJ/m ) demikian seterusnya sampai
adanya toksin yang dikeluarkan oleh serangga
hari ke 52-60. Populasi nematoda berbeda
inang (protein anti bakteri) (Kaya dan Gaugler,
nyata pada hari ke 4-16 dan 20-32, sedangkan
1993 dalam Sulistyanto, 1998; Ehlers dan
pada hari ke 36-48 dan 52-60 tidak berbeda
Peters, 1995).
nyata. Hal ini disebabkan oleh penurunan
Stadia nematoda entomopatogen yang
persistensi Hiterorhabditis setelah hari ke 36-
mempengaruhi persistensinya adalah stadia
48.
entomopatogen
juvenil. Timper dan Kaya (1989) dalam Glazer
dipengaruhi oleh pH dalam tubuh serangga
et al. (1996) menerangkan bahwa hanya fase
inang dan stadia nematoda entomopatogen.
infektif juvenil yang dapat bertahan hidup di
Persistensi
nematoda
Apabila pH dalam tubuh serangga
luar inang. Fase ini tidak
makan dan
inang tidak mendukung perkembangan bakteri
bergantung sepenuhnya pada cadangan internal
simbion
untuk
nematoda
entomopatogen,
maka
sumber
energinya.
pertumbuhan bakteri simbion dalam tubuh
entomopatogen
serangga akan terhambat (Schirocki dan
(persisten) dalam lingkungan tanah yang
Haque, 1997). Terhambatnya bakteri simbion
ekstrem karena kutikulanya yang tebal dan
akan memperlambat kematian serangga inang
lubang alaminya (mulut dan anus) tertutup
(Strauch dan Ehlers, 1998) dan menghambat
(Campbell dan Gaugler, 1991). Kadang-
perkembangan
entomopatogen,
kadang stadia juvenil III masih terbungkus
karena tanpa adanya bakteri simbion nematoda
dalam kulit juvenil II yang merupakan stadia
entomopatogen tidak akan berkembang dengan
resisten terhadap lingkungan dan serangga.
baik, demikian pula sebaliknya (Ehlers dan
Stadia
Peters, 1995). Fungsi bakteri simbion bagi
patogenesitas tertinggi (Timper dan Kaya,
nematoda entomopatogen adalah : (1) dapat
1989; Campbell dan Gaugler, 1991; Tanaka
membunuh inang dengan cepat (24-48 jam),
dan Kaya, 1993; dan Ehlers dan Peters, 1995).
nematoda
bagi
entomopatogen
perkembangan dengan
III
ini
bertahan
memiliki
hidup
tingkat
Persistensi nematoda entomopatogen
(2) membuat suasana lingkungan yang sangat cocok
juvenil
dapat
Nematoda
nematoda
tidak hanya dipengaruhi oleh kedua hal diatas,
memproduksi
tetapi juga dipengaruhi oleh faktor biotik dan
202
EMBRYO VOL. 5 NO. 2
DESEMBER 2008
ISSN 0216-0188
abiotik. Menurut Inshibashi dan Kondo (1990),
sarang
Kaya (1990), dan Womersley (1990) faktor
merupakan basa dan mendekati pH optimum
biotik yang mempengaruhi yaitu ketersediaan
bagi nematoda entomopatogen yaitu pH=8,
makanan dan kemampuan untuk menemukan
sehingga
inang di dalam tanah. Sedangkan menurut
bertahan dilapang (Simoes dan Rosa, 1996).
Kung et al. (1990) mempengaruhi
faktor abiotik yang
persistensi
nematoda
rayap
adalah
nematoda
Faktor
7,17.
entomopatogen
abiotik
mempengaruhi
Kondisi
lain
ini
dapat
yang
persistensi
nematoda
entomopatogen di dalam tanah adalah oksigen,
entomopatogen adalah oksigen tanah. Tekstur
pH, kelembaban, dan temperatur tanah.
tanah pada sarang rayap tanah di lapang adalah
Berdasarkan
lempung dan pada permukaan gundukan
bahwa
hasil
rata-rata
pengamatan temperatur
diketahui di
lapang
sarang ditumbuhi rumput-rumput .
(kedalaman tanah 5-10 cm) adalah 27,21°C
Beberapa
pada pagi hari dan 28,93°C pada sore hari serta
persistensi nematoda entomopatogen dalam
24,79°C pada pagi hari dan 25,71°C pada sore
tanah berumput berkisar antara satu bulan
hari (kedalaman tanah 25 cm). Temperatur di
(Jackson dan Trought, 1982; Forschler dan
lapang tersebut mendekati temperatur optimum
Gardner, 1991) sampai satu tahun (Klein dan
bagi perkembangan nematoda entomopatogen
Georgis, 1992). Nematoda entomopatogen
yaitu 23°C (Simoes dan Rosa, 1996). Hal ini
hidup dalam filum-filum air dan rongga-
menunjukkan bahwa nematoda entomopatogen
rongga
bisa
entomopatogen
berkembang
di
lapang.
Temperatur
penelitian
antar
melaporkan
partikel
tanah.
membutuhkan
bahwa
Nematoda air
untuk
diamati pada kedalaman 5- 10 cm dan 25 cm
bergerak menuju inang dan membutuhkan
karena
dari
oksigen untuk bertahan (Miles et al., 2000).
permukaan sarang rayap tanah dan distribusi
Tanah lempung mengikat air dengan baik,
vertikal dari Hiterorhabditis. antara 5 – 20 cm
tetapi menyebabkan oksigen sedikit dan pori-
sedangkan
pori
aplikasi
Hiterorhabditis
distribusi
vertikal
dari
tanah
kecil
sehingga
membatasi
Hiterorhabditis antara 0-5 cm dalam tanah
pergerakan nematoda entomopatogen dalam
(Ferguson et al., 1995). Distribusi vertikal
tanah.
Hiterorhabditis
Hiterorhabditis
rendah. Kelembaban tanah
Kondisi
tanah adalah
yang
baik
lempung
untuk berpasir
yang diperoleh dari pengamatan sebesar 6,37
(Fergusson et al., 1995) karena pori-pori tanah
%. Kelembaban ini kecil sekali karena kondisi
lebih besar dan tidak mengikat air, sehingga
sarang rayap tanah sangat kering sehingga
oksigen dalam tanah lebih banyak, akibatnya
menghambat distribusi Hiterorhabditis dalam
nematoda entomopatogen tahan lebih lama.
tanah. Derajad keasaman tanah (pH) dari
203
Rata-rata Populasi Nematoda / 100 gram sampel tanah
Persistensi Nematoda Entomopatogen … 193–208
(Sucipto)
700 600 500 400 300 200 100 0 4-16
20-32
36-48
52-60
Hari ke P0
P1
P2
P3
Gambar 9. Rata-rata Populasi Nematoda Hasil Ekstraksi Tanah Metode Baermann Asli Pada Konsentrasi 0,0 IJ/m2 (P0), 0,5 juta IJ/m2(P1), 1,0 juta IJ/m2(P2), dan 1,5 juta IJ/m2(P3). Gambar
9
menunjukkan
populasi
tersebut dapat dikatakan bahwa persistensi
Hiterorhabditis semakin menurun dari hari ke
Hiterorhabditis terjadi sampai hari ke 36-48
hari. Dari 100 gram sampel tanah yang
yang dibuktikan dengan penurunan yang
diekstraksi, populasi tertinggi terdapat pada
konstan pada populasi Hiterorhabditis setelah
2
hari ke 4-16 pada konsentrasi 1,5 juta IJ/m sebesar
638,86ekor.
Selanjutnya
hari ke 36-48.
populasi
terendah terjadi pada hari ke 52-60 konsentrasi
Pengujian
2
Persistensi
1 juta IJ/m sebesar 41,12ekor. Penurunan ini
carpocapsae
disebabkan oleh mobilitas 41,12yang masuk ke
Bioassay 2 : 1
(All
Steinernema Strain)
Melalui
dalam tanah untuk mencari inang (rayap) atau bahkan sudah menemukan inang (rayap) dan masuk
ke
dalam
tubuh
inang
(rayap).
Pengujian mengetahui
ini
dimaksudkan
patogenesitas
/
untuk
kemampuan
Kemungkinan lain yang bisa terjadi adalah
Hiterorhabditis dalam menyerang serangga uji
Hiterorhabditis mati karena radiasi sinar ultra
(T. molitor / G. melonella) setelah beberapa
violet atau kondisi sarang yang terlalu kering.
hari berada di lapang. Persentase mortalitas
Hiterorhabditis. sensitif terhadap radiasi sinar
serangga uji terlihat pada tabel 3.
ultra violet, karena menyebabkan kerusakan pada kutikula tubuhnya sehingga nematoda entomopatogen menjadi lisis. Berdasarkan hal
204
EMBRYO VOL. 5 NO. 2
DESEMBER 2008
ISSN 0216-0188
Tabel 3. Hasil Analisa Sidik Ragam Pengujian Patogenesitas Melalui Bioassay 2:1 Rata-rata Persentase Mortalitas Serangga Uji Dalam Uji Bioassay Hari ke
Perlakuan
4-16 Kontrol
20-32
36-48
52-60
0,000
d 0,000
d 0,000
d
0,000
d
2
13,99
c 26,88
c 10,98
c
4,77
c
2
1,0 juta IJ/m
16,88
b 32,59
b 15,86
b
14,96
b
1,5 juta IJ/m2
28,87
a 40,98
a 23,75
a
25,68
a
0,5 juta IJ/m
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang berbeda tidak nyata pada uji DMRT taraf 5% Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa (Caroli et al., 1996). Matinya serangga uji ini masing-masing konsentrasi menunjukkan nilai
sebagai bukti bahwa patogenesitas nematoda
mortalitas serangga uji
entomopatogen masih tinggi (Simoes dan
yang berbeda nyata
(ditunjukkan dengan notasi antar perlakuan
Rosa, 1996). Mortalitas serangga uji dari hari ke
pada konsentrasi 1,5 juta IJ/m2 sebesar
hari mengalami fluktuasi. Pada hari ke 4-16
40,98%. Ini berarti bahwa Hiterorhabditis
mortalitas
mampu menimbulkan kematian pada serangga
konsentrasi). Pada hari ke 20-32 mortalitas
uji dalam waktu 24-48 jam setelah kontak
serangga
dengan inang. Terdapat hubungan antara
Selanjutnya pada hari ke 36-48 dan 52-60
mortalitas inang dengan nematoda yang masuk
mortalitas serangga uji cenderung menurun.
dalam tubuh inang yang digunakan sebagai
Fluktuasi mortalitas serangga uji lebih jelas
ukuran infektivitas nematoda entomopatogen
terlihat pada Gambar 10.
Rata-rata Persentase Mortalitas Galleria melonella
yang tidak sama). Mortalitas tertinggi terjadi
masih
uji
rendah
mengalami
(pada
semua
peningkatan.
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 4-16
20-32
36-48
52-60
Hari ke P0
P1
Gambar 10. Rata-rata Persentase Mortalitas Bioassay 2:1 Pada Konsentrasi 0,0 1,0 juta IJ/m2(P2), dan 1,5 juta IJ/m2(P3).
205
P2
P3
Galleria IJ/m2 (P0),
melonella 0,5 juta
Dalam IJ/m2(P1),
Persistensi Nematoda Entomopatogen … 193–208 Gambar
10
menunjukkan
bahwa
mortalitas tertinggi serangga uji terjadi pada
(Sucipto)
akibat kondisi lapang yang tidak mendukung (kelembaban rendah / kering).
hari ke 20-32 (pada konsentrasi 0,5 juta IJ/m2, 2
2
Mortalitas
tertinggi
terjadi
juta
2
pada
1,0 juta IJ/m , dan 1,5 juta IJ/m ). Ini terjadi
konsentrasi
karena nematoda sudah mengalami siklus
dipengaruhi oleh viabilitas (kemampuan untuk
hidup di dalam tubuh inang (rayap). Chaerani
bertahan hidup) nematoda entomopatogen itu
(1996) menyatakan bahwa dalam satu tubuh
sendiri.
inang (serangga) nematoda dapat berkembang
mempengaruhi
biak dua sampai tiga generasi (satu generasi
entomopatogen untuk persisten di dalam tanah.
berlangsung 10-14 hari). Selanjutnya Kaya dan
Penggunaan spesies nematoda entomopatogen
Stock (1997) juga menyatakan bahwa dua
yang mempunyai viabilitas tinggi terhadap
sampai tiga minggu setelah berkembang dalam
kondisi
tubuh
meningkatkan efektivitasnya bila diaplikasikan
inang,
infektif
juvenil
akan
meninggalkan kadaver inang dan mencari
1,5
Mekanisme
yang
diri
nematoda
ekstrem
akan
di lapang (Glazer, 1996). Kondisi
inang baru. Pada hari ke 4-16 nematoda masih
pertahanan
kemampuan
lingkungan
karena
IJ/m
mempengaruhi
lingkungan patogenesitas
yang nematoda
melakukan pencarian dan penetrasi terhadap
entomopatogen selain kelembaban adalah suhu
inang (rayap), dua sampai tiga minggu
lingkungan dan pH dalam tubuh serangga
kemudian (pada hari ke 20-32) nematoda telah
inang. Suhu lingkungan yang tidak mendukung
menyelesaikan siklus hidupnya dan keluar dari
akan menggagalkan proses penetrasi nematoda
kadaver inang (rayap) berupa dauer juvenil.
entomopatogen ke dalam tubuh serangga inang
Dauer juvenil merupakan kondisi nematoda
dan
yang paling infektif, karena nematoda sedang
nematoda entomopatogen (Griffin et. al.,
memerlukan makanan (mencari inang) untuk
1996). Sedangkan pH dalam tubuh serangga
siklus
saat
yang tidak mendukung perkembangan bakteri
pengambilan sampel tanah ekstraksi di lapang
simbion nematoda entomopatogen juga akan
nematoda
menghambat
hidup
selanjutnya.
entomopatogen
Sehingga
dalam
keadaan
akan
menimbulkan
kematian
perkembangbiakan
pada
bakteri
dauer juvenil. Inilah yang menyebabkan
simbion dalam tubuh serangga (Schirocki and
peningkatan
Hague,
mortalitas
serangga
uji.
Selanjutnya pada konsentrasi 0,5 juta IJ/m2, 2
2
1997).
Perkembangbiakan
bakteri
simbion yang lambat akan memperlambat
1,0 juta IJ/m , dan 1,5 juta IJ/m mortalitas
kematian serangga inang (Strauch and Ehlers,
serangga uji cenderung menurun setelah hari
1998).
ke 20-32. Ini terjadi karena patogenesitas
Pengujian Persistensi Hiterorhabditis (All
nematoda berkurang (nematoda sudah lemah)
206
Strain) Metode
Perangkap
EMBRYO VOL. 5 NO. 2
Metode
lain
DESEMBER 2008
mengetahui
Pengamatan pada uji pengumpanan
persistensi nematoda entomopatogen di dalam
dilakukan setiap empat hari sekali karena
tanah adalah dengan metode perangkap, yaitu
serangan dari nematoda entomopatogen dalam
membuktikan ada atau tidaknya nematoda
uji pengumpanan akan terlihat setelah empat
entomopatogen yang masuk ke dalam tubuh
hari (Ferguson et al., 1995). Gejala serangan
serangga
uji
nematoda entomopatogen terlihat pada warna
(T. molitor/G. melonella). Masuknya nematoda
kadaver serangga uji (Poinar, 1984). Jika
entomopatogen ke dalam tubuh serangga uji
gejala infeksi nematoda entomopatogen tidak
ditandai
terlihat secara visual, maka kadaver serangga
dengan
untuk
ISSN 0216-0188
matinya
serangga
uji
uji
antara mortalitas inang dengan nematoda yang
mengetahui nematoda entomopatogen yang
masuk dalam tubuh inang yang digunakan
masuk dalam tubuh serangga uji atau bisa juga
sebagai
nematoda
dengan white trap agar infektif juvenil dapat
entomopatogen, sehingga semakin banyak
keluar dari tubuh kadaver inang setelah 4 – 7
nematoda entomopatogen yang masuk ke
hari (Fergusson et al., 1995). Persentase
dalam tubuh inang maka semakin besar
mortalitas serangga uji terlihat pada Gambar
mortalitas inang (Caroli et al., 1996).
11
ukuran
infektivitas
dibedah
dibawah
mikroskop
untuk
8 0 7 0 Galleria melonella
Rata-rata Persentase Mortalitas
(Fergusson et al., 1995). Terdapat hubungan
6 0 5 0 4 0 3 0 2 0 1 0 0 4
1 6
2 8
4 0
5 2
6 0
H a ri ke P 0
P 1
P 2
P 3
Gambar 11. Rata-rata Mortalitas Galleria melonella Metode Pengumpanan Pada Konsentrasi 0,0 IJ/m2 (P0), 0,5 juta IJ/m2(P1), 1,0 juta IJ/m2(P2), dan 1,5 juta IJ/m2(P3). Berdasarkan Gambar 11 diketahui bahwa mortalitas tertinggi adalah 66,667%
serangga uji karena patogenesitas nematoda sudah menurun.
2
pada konsentrasi 1,5 juta IJ/m dan terjadi pada
Mortalitas terjadi karena di dalam
hari ke 16, 28, dan 40. Setelah hari ke 52
tanah pengujian yang diambil dari lapang
mortalitas
mengandung
tidak
terjadi
pada
semua
konsentrasi. Mortalitas tidak terjadi pada
nematoda,
sehingga
mampu
menyerang serangga uji. Namun meskipun
207
Persistensi Nematoda Entomopatogen … 193–208 dalam tanah mengandung nematoda tetapi
(Sucipto) Berdasarkan hasil dan pembahasan
serangga uji tidak mati, maka nematoda
diperoleh
tersebut
berikut.
sudah
lemah
atau
mati
akibat
beberapa
kesimpulan
sebagai
pengaruh lingkungan (kondisi tanah pada
1. Mortalitas
sarang terlalu kering atau nematoda terlalu
akibat
lama tidak menemukan makanan sehingga
konsentrasi 0,5 juta IJ/m2 sebesar 40,25
patogenesitasnya berkurang).
persen.
Kemampuan
nematoda
membunuh
simbion
dalam
membunuh
inang
Macrotermes
Hiterorhabditis
terjadi
sp. pada
2. Persistensi Hiterorhabditis terjadi sampai pada hari ke 36-48.
inang dipengaruhi oleh kemampuan bakteri simbionnya. Sedangkan kemampuan bakteri
tertinggi
3. Faktor
abiotik
persistensi
terkait
yang
mempengaruhi
Hiterorhabditis
di
lapang
dengan substrat yang dikeluarkan oleh bakteri
adalah oksigen, derajat keasaman (pH),
(seperti protease, lipase, lecithinase, DNA-ase,
kelembaban, dan temperatur tanah.
dan phosphatase) serta adanya entomotoksin (eksitiksin
dan
endotoksin)
4. Populasi Hiterorhabditis menurun seiring dengan pertambahan waktu.
yang
mempengaruhi proses kematian pada serangga
5. Patogenesitas
tertinggi
Hiterorhabditis
kematian
terjadi pada hari ke 20-32 berdasarkan
tersebut mengasilkan perilaku yang progresif
mortalitas rayap tanah, uji bioassay 2 : 1,
dan berlanjut dengan kelumpuhan dan kejang-
dan uji pengumpanan.
(Boemare
et
al.,1996).
Proses
kejang otot selama tujuh menit sebelum Saran
serangga mati (Simoes, 1996). Beberapa
bakteri
simbion
1. Untuk mengendalikan rayap tanah di lapang
(Photorhabdus spp.dan Xenorhabdus spp.
sebaikknya
menggunakan 2
konsentrasi 0,5 juta IJ/m .
(kecuali X. poinarii)) sedikitnya bersifat tetapi
2. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal
sebagian besar patogenik terhadap serangga
hendaknya diperhatikan metode aplikasi
pertanian (Sholikhah, 2002). Sehingga dalam
dan waktu aplikasi yang tepat (sore hari
uji pengumpanan ini patogenesitas pada G.
dan kondisi lembab).
patogenik
terhadap
G.
melonella,
melonella rendah. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
208