PERSPEKTIF FENOMENOLOGI KOMUNIKASI GURU SEKOLAH

Download Penelitian ini berjudul Perspektif Fenomenologi Komunikasi Guru Sekolah Dasar Luar .... merupakan suatu kajian terhadap fenomena yang nampa...

0 downloads 535 Views 233KB Size
PERSPEKTIF FENOMENOLOGI KOMUNIKASI GURU SEKOLAH DASAR LUAR BIASA DALAM AKTIVITAS MENGAJAR (Studi Fenomenologi Pada Sekolah Luar Biasa Taman Pendidikan Islam Medan) Evalyn Monatia Sari Abstrak Penelitian ini berjudul Perspektif Fenomenologi Komunikasi Guru Sekolah Dasar Luar Biasa Dalam Aktivitas Mengajar (Studi Fenomenologi Pada Sekolah Luar Biasa Taman Pendidikan Islam Medan). Penelitian ini bertujuan untuk melihat aktivitas mengajar guru Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dengan perspektif fenomenologi dan untuk mengetahui keefektifan komunikasi guru SDLB dalam aktivitas mengajar anak berkebutuhan khusus. Subjek penelitian dipilih sebanyak tiga orang dengan menggunakan teknik sampling purposif sedangkan objek penelitian adalah aktivitas mengajar guru SDLB TPI Medan dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif melalui paradigma interpretif dengan perspektif fenomenologi eksistensial. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi nonpartisipan, wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan metode reduksi data, penyajian data dan kesimpulan atau verifikasi. Kata Kunci: Aktivitas, mengajar, fenomenologi, SDLB PENDAHULUAN Aktivitas guru Sekolah Luar Biasa dalam mengajar anak berkebutuhan khusus tidak dapat dikatakan sebagai aktivitas yang mudah untuk dilakukan. Tidak semua guru mampu mengajar di Sekolah Luar Biasa karena pendidikan di Sekolah Luar Biasa memerlukan pendidikan khusus, pelatihan ataupun keterampilan sensori integrasi yang merupakan keterampilan kebutuhan dasar yang diperlukan untuk anak berkebutuhan khusus dalam menyerap segala bentuk informasi baik pembelajaran motorik, kognitif maupun sosial. Kemampuan ini membuat para guru mampu memberikan pelayanan pendidikan yang baik pada siswa-siswanya yang memiliki kebutuhan khusus. Anak berkelainan yang mempunyai keterbelakangan intelegensi memiliki karakteristik yang mampu didik dan mampu latih. Mampu didik berarti masih mempunyai kemungkinan untuk memperoleh pendidikan dalam bidang membaca, menulis dan berhitung pada suatu tingkat tertentu dan dapat mempelajari keterampilan-keterampilan yang sederhana. Mampu latih berarti masih mempunyai kemungkinan untuk mendapat latihanlatihan keterampilan yang sangat sederhana di bawah pengawasan tetapi tidak dapat membaca (Bratanata, 1997: 5). Lembaga pendidikan tidak hanya di tunjukkan kepada anak yang memiliki kelengkapan fisik tetapi juga kepada anak yang memiliki keterbelakangan mental atau berkebutuhan khusus. Mereka dianggap sosok yang tidak berdaya sehingga perlu dibantu dan dikasihani untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu di sediakan berbagai bentuk layanan pendidikan atau sekolah bagi mereka. Pada dasarnya pendidikan untuk berkebutuhan khusus sama dengan pendidikan anak-anak pada umumnya (http://edukasi.kompasiana.com). Lembaga pendidikan khusus diperlukan untuk kebutuhan pendidikan anak luar biasa. Dalam mengatasi permasalahan tersebut perlu disediakan berbagai bentuk layanan pendidikan atau sekolah bagi mereka. Pendidikan luar biasa adalah salah satu bentuk pelayanan yang 1

kompleks dalam membantu individu yang berkebutuhan khusus untuk mencapai potensinya secara maksimal. Pendidikan luar biasa merupakan sebuah sarana dimana siswa penyandang cacat bisa mendapatkan pendidikan yang di rancang untuk membantu mereka mencapai potensi diri mereka. Selain itu pendidikan luar biasa juga berarti pembelajaran yang dirancang khususnya untuk memenuhi kebutuhan yang unik dari anak kelainan fisik dan psikis. Pendidikan luar biasa akan sesuai apabila kebutuhan siswa tidak dapat diakomodasikan dalam program pendidikan umum. Secara singkat dapat disimpulkan pendidikan luar biasa adalah program pembelajaran yang disiapkan untuk memenuhi kebutuhan unik dari individu siswa. Salah satu Sekolah Luar Biasa di kota Medan adalah Sekolah Luar Biasa Taman Pendidikan Islam. Sekolah Luar Biasa Taman Pendidikan Islam (TPI) Medan merupakan salah satu sekolah yang memberikan kesempatan bagi siswa yang memiliki keterbatasan atau berkebutuhan khusus untuk memperoleh pengajaran dan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Sekolah Luar Biasa ini ditujukan untuk kategori ketunaan khusus dengan materi dan peralatan yang sesuai untuk pengajaran dan pendidikan mereka. Pengelompokkan kategori anak berkebutuhan khusus di Sekolah Luar Biasa (SLB) TPI Medan diantaranya adalah Tunarungu, Tunagrahita dan Autis sedangkan jenjang pendidikannya sama seperti sekolah pada umumnya yaitu SD, SMP dan SMA. Dalam aktivitas mengajar di Sekolah Dasar Luar Biasa, guru harus mempunyai strategi atau teknik khusus dalam berinteraksi maupun pemberian materi pembelajaran. Strategi pengajaran yang juga sering disebut dengan istilah strategi instruksional, selalu berkaitan dengan pemilihan kegiatan belajar yang paling efektif dan efisien dalam memberikan pengalaman belajar yang diperlukan untuk mencapai tujuan instruksional yang ditetapkan. Kegiatan belajar mengajar terdapat kekhususan yang ingin dicapai dalam setiap kegiatan instruksional. Adanya lingkungan belajar yang berbeda dalam setiap kegiatan instruksional tersebut serta keadaan siswa Sekolah Dasar Luar Biasa yang berbeda-beda baik secara fisik, sosial, emosional dan intelektual menyebabkan ketidakmungkinnya penerapan satu strategi instruksional umum yang paling baik untuk mencapai semua kegiatan instruksional tersebut (Mangunsong, 1998: 12). Seorang guru Sekolah Dasar Luar Biasa pasti mempunyai pengalaman yang berbedabeda dalam berinteraksi dan aktivitas mengajar anak luar biasa khususnya apabila dibandingkan dengan guru sekolah umum. Selama ini kita hanya menebak-nebak apa yang sebenarnya yang mereka rasakan. Kadang ada yang berpendapat bahwa menjadi guru Sekolah Dasar Luar Biasa adalah pekerjaan yang beresiko dan melelahkan namun kita tidak tahu pasti bagaimana perspektif ataupun pendapat guru Sekolah Dasar Luar Biasa tersebut. Bagaimana guru tersebut menginterpretasikan pengalamannya dalam aktivitas mengajar anak-anak berkebutuhan khusus pada Sekolah Luar Biasa terutama pada tingkat dasar atau SDLB. Fenomena ini menjadi suatu hal yang pantas dan menarik untuk diteliti. Kesulitankesulitan yang dihadapi guru Sekolah Dasar Luar Biasa, apa yang mereka alami, rasakan dan pikirkan serta hal yang sebenarnya mendorong para guru mau mengajar siswa Sekolah Dasar Luar Biasa menjadi sebuah fakta yang unik untuk diungkapkan. Guru Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) mempunyai pandangan sendiri tentang apa yang mereka alami secara sadar sebagai sebuah pengalaman yang pernah di alami lalu menginterpretasikan pengalaman mereka sehingga suatu lingkungan dipahami melalui pengalaman sendiri. Penelitian ini meneliti secara khusus dengan menggunakan pendekatan fenomenologi. Fenomenologi itu sendiri bertujuan untuk mempelajari bagaimana fenomena dialami dalam kesadaran, pikiran dan dalam tindakan seperti bagaimana fenomena tersebut bernilai atau diterima secara estetis.

2

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai “Perspektif Fenomenologi Komunikasi Guru Sekolah Dasar Luar Biasa Dalam Aktivitas Mengajar (Studi Fenomenologi Pada Sekolah Luar Biasa Taman Pendidikan Islam Medan)”. Fokus Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan, fokus masalah dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimanakah Perspektif Fenomenologi Komunikasi Guru Sekolah Dasar Luar Biasa Dalam Aktivitas Mengajar (StudiFenomenologi Pada Sekolah Luar Biasa Taman Pendidikan Islam Medan)”. KAJIAN PUSTAKA Perspektif/Paradigma Kajian Fenomenologi digunakan peneliti sebagai perspektif dalam paradigma interpretif. Perspektif adalah cara memandang atau cara kita menentukan sudut pandang ketika mengamati sesuatu (Ardianto, 2007: 75). Perspektif dapat dipahami sebagai sudut pandang dari suatu teori dan konsep komunikasi yang dilakukan dengan melihat dan mengkajinya secara lebih dalam. Cara memandang yang kita gunakan dalam mengamati kenyataan akan menentukan pengetahuan yang kita peroleh. Perspektif mencerminkan realitas yang pada satu sisi menyerap sesuatu objek sekaligus makna dari pengetahuan tentang objek itu dalam kerangka epistemologis. Perspektif fenomenologi inilah yang mengarahkan peneliti dalam mengkaji penelitian mengenai aktivitas mengajar guru Sekolah Dasar Luar Biasa. Uraian Teoritis Fenomenologi Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani phainomai yang berarti “menampak”, phainomenon berarti tampak dan phainen berarti memperlihatkan. Bagaimana kemunculan suatu objek, peristiwa atau kondisi dalam persepsi seorang individu. Jadi fenomenologi merupakan suatu kajian terhadap fenomena yang nampak, atau ilmu tentang gejala-gejala yang menampakkan diri pada kesadaran. Fenomena merupakan fakta atau realita yang disadari dan masuk ke dalam pemahaman manusia. Berkaitan dengan hal ini, maka fenomenologi merefleksikan pengalaman langsung manusia sejauh pengalaman itu secara intensif berhubungan dengan suatu objek (Kuswarno, 2009: 1). Keragaman tipe fenomenologi dalam Encyclopedia of Phenomenology (Kluwer Academic Publisher, 1997) dari Dordrecht and Boston (Kuswarno, 2009: 26-27) adalah sebagai berikut: 1. Transcendental Constitutive Phenomenology, adalah fenomenologi yang mempelajari bagaimana objek dalam kesadaran transedental atau kesadaran murni. Fenomenologi tipe ini memisahkan semua hubungan dengan dunia sekitar. 2. Naturalistic Constitutive Phenomenology, adalah fenomenologi yang mempelajari bagaimana kesadaran secara alamiah. 3. Existential Phenomenology Studies, adalah fenomenologi mengenai eksistensi manusia yang termasuk didalamnya adalah pengalaman, tindakan dan pilihan bebas manusia dalam situasi yang kongkrit. 4. Generative Historicist Phenomenology, adalah fenomenologi yang mempelajari bagaimana makna (yang ditemukan dalam pengalaman) digeneralisasikan dalam proses historis atau kumpulan pengalaman. 5. Genetic Phenomenology, adalah fenomenologi yang mempelajari asal usul makna dalam pengalaman seseorang.

3

6. Hermeneutical Phenomenology, adalah fenomenologi yang mempelajari struktur interpretatif pengalaman seperti bagaimana memahami dan menyatukan hal-hal di sekeliling kita, termasuk diri kita sendiri dan orang lain. 7. Realistic Phenomenology, adalah fenomenologi yang mempelajari struktur kesadaran dan kesengajaan. Fenomenologi ini mengasumsikan bahwa struktur ini terjadi dalam dunia nyata, di luar kesadaran dan dibawa ke “keberadaan” Pada intinya pemahaman fenomenologi berusaha memahami pemahaman subjek terhadap fenomena yang muncul dalam kesadarannya. Fenomena yang dialami adalah entitas sesuatu yang ada dalam dunia. Maurice Marleau-Ponty yaitu salah satu yang mendukung tradisi fenomenologi, menulis: all my knowledge of the world, even my scientific knowledge, is gained from my own particular point of view, or from some experience of the world (seluruh pengetahuan saya mengenai dunia, bahkan pengetahuan ilmiah saya, diperoleh dari pandangan saya sendiri atau dari pengalaman di dunia) (Morissan, 2009: 31). Pengalaman diteguhkan sebagai pokok untuk menganalisis dan memahami suatu realitas. Bahwa sesungguhnya apa yang diketahui adalah hal yang telah dialaminya. Komunikasi Antar Pribadi Menurut Beebe dalam bukunya Interpersonal Communication Relating To Others (1996) memberikan definisi komunikasi antar pribadi dapat dimaknai sebagai suatu ilmu yang khas dan merupakan bentuk transaksional dari komunikasi manusia yang melibatkan pengaruh timbal balik, biasanya untuk tujuan mengelola hubungan (Beebe, 1996: 4). Tiga elemen penting dari definisi ini membedakan sifat unik dari komunikasi antar pribadi dengan bentuk komunikasi manusia lainnya dapat dilihat dari pernyataannya sebagai berikut: “Interpersonal communication is a distinctive, transactional form of human communication involving mutual influence, usually for the purpose of managing relationships. The three essential elements of this definition distinguish the unique nature of interpersonal communication from other forms of human communication”. Ciri-ciri komunikasi antarpribadi yang efektif (Liliweri, 1991: 13), yaitu: a. Keterbukaan (openess), komunikator dan komunikan saling mengungkapkan segala ide atau gagasan bahkan permasalahan secara bebas (tidak ditutupi) dan terbuka tanpa rasa takut atau malu. Kedua-duanya saling memahami dan mengerti pribadi masingmasing. b. Empati (empathy), kemampuan seseorang untuk memproyeksi dirinya kepada peranan orang lain. c. Dukungan (supportiveness), setiap pendapat, ide atau gagasan yang disampaikan mendapatkan dukungan dari pihak-pihak yang berkomunikasi. Dukungan membantu seseorang untuk lebih bersemangat dalam melaksanakan aktivitas serta meraih tujuan yang didambakan. d. Rasa positif (positiveness), setiap pembicaraan yang disampaikan mendapat tanggapan pertama yang positif, rasa positif menghindarkan pihak-pihak yang berkomunikasi untuk tidak curiga atau prasangka yang mengganggu jalinan interaksi. e. Kesetaraan (equality), suatu komunikasi lebih akrab dan jalinan antar pribadi lebih kuat apabila memiliki kesamaan tertentu seperti kesamaan pandangan, sikap, usia, ideology dan sebagainya. Komunikasi Verbal Komunikasi verbal merupakan komunikasi atau interaksi yang terjadi antara komunikator yang menyampaikan pesan atau informasi kepada komunikan menggunakan bahasa. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata lisan dengan 4

secara sadar dilakukan manusia untuk berhubungan dengan manusia lain. Dasar komunikasi verbal adalah interaksi manusia dan menjadi salah satu cara bagi manusia berkomunikasi lisan atau bertatapan dengan manusia lain sebagai sarana utama menyatukan pikiran, perasaan dan maksud kita (Fajar, 2009: 110). Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan dan maksud kita (Mulyana, 2005: 261). Bahasa verbal meliputi bahasa lisan dan tulisan. Bahasa didefinisikan sebagai seperangkat simbol dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Komunikasi Nonverbal Komunikasi nonverbal digunakan untuk memastikan bahwa makna yang sebenarnya ada dari pesan-pesan verbal dapat dimengerti atau dapat dipahami. Komunikasi nonverbal memicu sejumlah alat indera diantaranya seperti penglihatan, penciuman, perasaan, pendengaran untuk menyebutkan beberapa. Dengan sejumlah alat indera yang terangsang tampaknya orang akan merespons isyarat-isyarat nonverbal secara emosional sedangkan reaksi mereka pada kata-kata lebih bersifat rasional (Budyatna, 2011: 110). Dapat disimpulkan bahwa komunikasi nonverbal adalah setiap informasi atau emosi dikomunikasikan tanpa menggunakan kata-kata atau nonlinguistik yang juga merupakan penyampaian-penyampaian isyarat-isyarat nonverbal yang dapat merangsang makna dalam pikiran individu melalui apa yang dilihat (misalnya dari gerakan tubuh, ekspresi wajah) ataupun yang didengar atau dirasakan (misalnya dialek, penekanan suara, intonasi bicara dan lainnya). Paralinguistik Paralinguistik atau yang disebut juga dengan isyarat-isyarat vokal dalam berkomunikasi merupakan batas antara interaksi verbal dengan nonverbal. Paralinguistik merupakan bagian dari komunikasi nonverbal. Suara yang kita buat dalam proses pengucapan berkaitan dengan bahasa ucapan tetapi tidak berkaitan langsung dengan bahasa (Liliweri, 1991: 85). Paralinguistik memberi penekanan tertentu dalam penggunaan tanda-tanda verbal suatu bahasa karena tanpa tekanan dalam tanda verbal tersebut tidak adanya peneguhan. Paralinguistik juga berperan sebagai alat untuk mengucapkan lambang-lambang verbal. Jika komunikasi verbal menunjukkan apa yang disampaikan, paralinguistik ini menunjukkan bagaimana penyampaiannya. Pada waktu melakukan percakapan, seseorang juga akan menilai orang lain berdasarkan suara-suara paralinguistiknya. METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian deskriptif kualitatif ini dipilih agar dapat menggambarkan sedalamdalamnya tentang fenomena yang akan diteliti. Penelitian deskriptif (descriptive research) dimaksudkan untuk mendeskripsikan suatu situasi atau area populasi tertentu yang bersifat faktual secara sistematis dan akurat. Penelitian deskriptif dapat dipahami sebagai penelitian yang dimaksudkan untuk memotret fenomena individual, situasi atau kelompok tertentu yang terjadi (Danim, 2002: 41). Bagaimana suatu realitas dapat digambarkan ke permukaan bedasarkan kondisi alamiahnya secara tersusun dan sesuai fakta. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah aktivitas mengajar guru Sekolah Dasar Luar Biasa Taman Pendidikan Islam Medan dengan pendekatan fenomenologi. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah Guru Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) yang menjadi pengajar aktif sebagai informan di Sekolah Dasar Luar Biasa Taman Pendidikan Islam. 5

Spesifikasi guru SDLB yang dipilih menjadi informan atau subjek penelitian ialah Guru SDLB jurusan tunarungu, tunagrahita dan autis yang berpengalaman dibidangnya. Teknik Pengumpulan Data a. Metode Observasi Nonpartisipan (Nonparticipant Observer) Observasi nonpartisipan merupakan metode observasi dimana peneliti hanya bertindak mengamati tanpa ikut terjun melakukan aktivitas seperti yang dilakukan individu atau kelompok yang diteliti, baik kehadirannya diketahui atau tidak (Kriyantono, 2010: 112). b. Wawancara Mendalam (In-Depth Interview) Wawancara mendalam adalah proses keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan agar mendapatkan data lengkap dan mendalam. Wawancara ini dilakukan secara intensif dan peneliti tidak mempunyai kontrol atas informan, artinya informan bebas memberikan jawaban. c. Studi Kepustakaan (Library Research) Studi kepustakaan merupakan pengumpulan data melalui literatur dan sumber bacaan yang relevan dan mendukung penelitian. Studi kepustakaan dalam penelitian ini dilakukan dengan mempelajari buku-buku, jurnal dan internet yang berkaitan dengan topik penelitian. Teknik Analisis Data a. Reduksi Data (Data Reduction) Reduksi data merupakan bentuk analisis yang merangkum, menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data. b. Penyajian Data (Data Display) Penyajian data dapat dipahami sebagai kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun sehingga memberi kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. c. Kesimpulan atau verifikasi (Conclusion Drawing/Verification) Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali kelapangan mengumpulkan data maka kesimpulan yang dikemukakan adalah yang kredibel. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Karakteristik Informan Informan dipilih secara tepat dan memang mengalami fenomena yang diteliti sehingga dari pengalamannya tersebut dapat menjelaskan pengalaman dan pandangannya sebagai orang yang mengalami sesuatu yang diteliti. Peneliti memlilih 3 orang informan sebagai subjek penelitian dengan menggunakan teknik sampling purposif (purposive sampling). Teknik ini melakukan penarikan informan sesuai dengan tujuan penelitian, kita bebas memilih informan berdasarkan karakteristik-karakteristik tertentu yang sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun karakteristik tersebut diantaranya mewakili jurusan masing-masing, dalam hal ini adalah guru jurusan tunarungu, guru jurusan tunagrahita dan guru jurusan autis.

6

Berpengalaman dibidangnya masing-masing dan menjadi pengajar aktif di Sekolah Dasar Luar Biasa Taman Pendidikan Islam Medan. Berikut ini adalah karakteristik informan dari Guru SDLB TPI Medan: a. Informan 1 Nama : Sempana BR. Tarigan, S.Pd Jurusan : Guru Kelas 6 Tunarungu SDLB TPI Lama Mengajar : 21 Tahun b. Informan 2 Nama : Itawari, S.Pd Jurusan : Guru Kelas 3 Tunagrahita SDLB TPI Lama Mengajar : 11 Tahun c. Informan 3 Nama : Lindayani, S.Psi Jurusan : Guru Kelas 3 Autis SDLB TPI Lama Mengajar : 11 Tahun Pembahasan 1. Aktivitas Mengajar Guru Sekolah Dasar Luar Biasa Informan memiliki kesamaan pemahaman dalam pandangan tentang pendidikan luar biasa. Pendidikan luar biasa sekarang telah ditempatkan dengan baik karena adanya perhatian pemerintah tentang pendidikan anak berkebutuhan khusus ini dalam tercapainya pendidikan yang merata bagi seluruh masyarakat dan memang pendidikan ini sangat diperlukan sebagai sarana pendidikan yang layak bagi anak berkelainan. Mereka juga sepakat dalam memandang pekerjaan menjadi guru SDLB itu adalah pekerjaan yang menyenangkan dan membanggakan karena dapat mengajar anak-anak yang tidak seperti anak normal lainnya dan lebih istimewa dibanding guru sekolah normal. Seluruh informan merasakan adanya panggilan hati yang mendasari untuk mengabdi menjadi seorang guru SLB walaupun pada awalnya informan 2 belum merasa adanya panggilan hati saat pertama akan mengajar di SDLB. Lebih khusus lagi informan 3 mengatakan bahwa selain basic pendidikannya tentang perkembangan anak ternyata anak dari informan 3 memiliki kecenderungan autis, hal ini juga yang mendukung keputusannya untuk mengajar anak autis di SDLB. Informan 1 dan 2 yang lebih berpengalaman dalam mengajar anak berkebutuhan khusus ini memiliki banyak pengalaman suka nya dalam aktivitas mengajar, merasa sangat bahagia karena menjadi tenaga pendidik bagi mereka, anak-anak luar biasa. Tidak berbeda jauh dengan informan 1 dan 2, informan 3 yang sudah mengajar sejak tahun 2002 atau berpengalaman selama sebelas tahun ini juga memiliki pengalaman menyenangkan dalam aktivitas mengajarnya. Berdasarkan pengalaman selama lebih dari sepuluh tahun mengajar anak berkebutuhan khusus, ketiga informan mengaku tidak mengalami pengalaman duka yang dilandasi karena mereka yang memang senang dalam mengajar anak didiknya. Masing-masing informan mempunyai pandangan sendiri terhadap aktivitas mengajar anak berkebutuhan khusus. Ditekankan bahwa dalam aktivitas mengajar di Sekolah Luar Biasa ini ketiga informan secara aktif dapat memahami kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam mengajar anak berkebutuhan khusus melalui pengalaman-pengalaman selama masa eksistensinya dalam mengajar dan dapat menginterpretasikan pengalamannya tersebut menjadi suatu pemahaman yang utuh. Persepsi atas pemaknaan yang diberikan didapat dari kapasitas penangkapan panca indera dan interpretasi yang menekankan pada pemberian makna tersebut dari pengalaman mengajar yang dialami oleh ketiga informan.

7

2. Efektifitas Komunikasi Guru Sekolah Dasar Luar Biasa Dalam Aktivitas Mengajar a. Keterbukaan (Openess) Keterbukaannya dalam memahami anak didik dilakukan informan dengan terjun langsung mengenal, memahami siswa disertai pendekatan-pendekatan yang dilakukan. Komunikasi antar pribadi antara guru dengan siswa harus dilakukan secara tatap muka sambil menggunakan bahasa isyarat agar komunikasi bisa berjalan efektif. Keterbukaan yang di lakukan oleh ketiga informan berusaha untuk lebih memahami siswa dan keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki masingmasing anak agar baik dari guru sebagai tenaga pengajar dan siswa sebagai anak didikan dapat saling mengerti dan memahami. Beliau juga menggali kemampuan yang dimiliki pada setiap anak, mengangkat potensi-potensi tersebut yang menonjol serta memberikan rasa nyaman kepada anak didiknya sehingga mereka mau bercerita dan terbuka terhadap masalah atau kemauan mereka sendiri. b. Empati (Empathy) Informan 1 dan 3 sejak awal sudah memiliki rasa empati untuk mengajar anak berkebutuhan khusus yang menjadi salah satu alasan untuk menjadi guru Sekolah Luar Biasa sedangkan informan 2 mulai berempati dengan anak tunagrahita seiring berjalan waktu mengajar. Rasa empati dalam mengajar anak berkebutuhan khusus dapat didukung dengan pemahaman serta rasa yang mendalam tentang kesulitan yang dialami oleh anak didik. Empati akan membuat guru lebih bisa memahami karakter serta tingkah laku anak. Empati juga bisa terjadi apabila sudah adanya keterbukaan dalam penerimaan kekurangan orang lain, seperti guru dengan siswa berkebutuhan khusus. c. Dukungan (supportiveness) Berinteraksi dengan anak berkebutuhan khusus memerlukan rasa yang dapat memotivasi anak untuk mau belajar seperti yang dialami oleh ketiga informan. Ketiga informan masing-masing memberikan motivasi sebagai bentuk dukungan kepada anak didiknya. Anak-anak berkebutuhan khusus memang sangat membutuhkan motivasi dari orang-orang yang peduli terhadap perkembangannya. Ketiga informan lebih lanjut mengemukakan dalam mengajar anak berkebutuhan khusus diperlukan adanya faktor dukungan atau motivasi. Komunikasi antar pribadi akan berjalan efektif apabila adanya saling mendukung dengan istilah suportif, dukungan yang diberikan akan memotivasi untuk melakukan komunikasi yang lebih baik lagi. d. Rasa Positif (positiveness) Informan 1 dan 3 merupakan guru yang aktif dalam memberikan rasa positif kepada siswanya dengan tujuan untuk menghindari prasangka-prasangka negatif yang dapat menghambat kelancaran komunikasi, khususnya informan 3 yang lebih menonjolkan penerapan rasa positif dalam mengajar dibanding informan lainnya. Informan 1 menciptakan rasa positif agar tercapainya tujuan interaksional pembelajaran dan menciptakan interaksi yang baik dengan siswa sehingga tercapailah keefektifan komunikasinya. Informan 2 selalu berusaha melakukan rasa positif walaupun kurang mendapatkan umpan balik atau feedback dari siswanya. Hal ini dikarenakan keterbatasan penangkapan atau kekurangan tingkat intelegensi anak sehingga sulit untuk memberikan umpan balik yang positif. e. Kesetaraan (equality) Dalam aktivitas mengajar harus adanya kesamaan persepsi terhadap apa yang telah diberikan oleh beliau dan apa yang diterima oleh siswa tunarungu yang biasa disebut kesetaraan (equality). Hal ini juga dapat menunjang keefektifan komunikasi yang terjadi. Persamaan makna yang muncul harus didasari dengan 8

strategi agar siswa dapat memahami apa yang disampaikan guru. Tercapainya persamaan persepsi dan makna antara apa yang disampaikan oleh informan kepada anak didiknya dirasakan oleh informan 1 dan 3 sedangkan informan 2 mengalami kesulitan dalam mencapai persamaan dikarenakan anak didiknya yang sulit menangkap apa yang diberikan informan 2 dalam aktivitas mengajar. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Aktivitas mengajar ketiga infoman di SDLB TPI Medan secara aktif para infoman memandang dan memahami kegiatan mengajar melalui pengalaman-pengalaman personal secara sadar dan langsung selama masa eksistensinya dalam mengajar dan dapat menginterpretasikan pengalaman tersebut menjadi suatu pemahaman yang utuh. Informan 1, 2 dan 3 menggambarkan pengalaman personal tentang apa yang mereka alami, rasakan dan pikirkan selama mengabdi di SDLB TPI medan. Ketiga informan menggambarkan keefektifan komunikasi yang terjalin kepada siswa walaupun mengalami berbagai hambatan karena sebagai guru yang berpengalaman dibidangnya ketiga informan dapat mengatasi hambatan tersebut. Keefektifan komunikasi ini didukung oleh komunikasi antar pribadi yang baik (keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif dan kesetaraan), penerapan komunikasi verbal, komunikasi nonverbal serta paralinguistik dalam aktivitas mengajar anak berkebutuhan khusus. Saran Diharapkan agar setiap guru Sekolah Dasar Luar Biasa tetap menjaga hubungan antar personal yang baik dengan siswanya. Tetap menjalin hubungan yang baik juga dengan rekan sesama guru dan orang tua siswa agar dapat terciptanya komunikasi yang efektif untuk perkembangan anak didik. Selain itu diharapkan guru Sekolah Dasar Luar Biasa dapat lebih mengembangkan dan mengeksplor kemampuannya dalam mengajar anak berkebutuhan khusus dengan lebih kreatif dan meningkatkan kualitas pengajaran untuk mencapai keefektifan komunikasi dalam menangani, membimbing serta mendidik anak berkebutuhan khusus. Implikasi Teoritis Penelitian fenomenologi ini secara teoritis mengungkapkan realitas murni berparadigma kualitatif dengan menyingkapkan hal yang belum tampak dalam pembentukan sebuah fenomena. Penelitian ini ditujukan untuk mencari makna lebih dalam yang muncul terhadap suatu fenomena menggunakan sudut pandang orang pertama yang mengalaminya. Tradisi penelitian fenomenologi adalah untuk mengungkapan realitas, mengembangkannya dalam sebuah metode dan pedoman penelitian khususnya Ilmu Komunikasi. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan menambah khazanah Ilmu Komunikasi melalui paradigm interpretif dengan perspektif fenomenologi sebagai bahan referensi atau litelatur yang dapat menjadi pertimbangan untuk penelitian selanjutnya. Praktis Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa pandangan, pemaknaan dan pemahaman terhadap aktivitas mengajar guru Sekolah Dasar Luar Biasa dapat dijadikan sebagai sebuahpemahaman yang utuh. Setiap guru SDLB hendaknya meningkatkan kemampuan berkomunikasi antar pribadi baik itu melalui komunikasi verbal, komunikasi nonverbal maupun paralinguistik dengan siswa SDLB agar proses mengajar dapat berlangsung lebih efektif dan agar setiap siswa dapat menerima pelajaran yang tentunya akan meningkatkan perkembangan sesuai dengan potensi anak berkebutuhan khusus tersebut. 9

DAFTAR REFERENSI Ardianto, Elvinaro. 2007. Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Beebe, Steven A, Susan J. Beebe, Mark V. Redmond. 1996. Interpersonal Communication Relating To Others. USA: Pearson. Bratanata, Ny.S.A & Katamso. 1997. Pendidikan Anak-Anak Terbelakang. Jakarta: I.B.M. Budyatna, Muhammad dan Leila Mona Ganiem. 2011. Teori Komunikasi Antar Pribadi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Danim, Sudarman. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: CV. Pustaka Setia. Fajar, Marhaeni. 2009. Ilmu Komunikasi: Teori & Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Kriyantono, Rachmat. 2010. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana. Kuswarno, Engkus. 2009. Metode Penelitian Komunikasi: Fenomenologi. Bandung: Widya Padjajaran Liliweri, Alo. 1991. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Mangunsong, Frieda. 1998. Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana. Morissan, M.A. 2009. Teori Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia. Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosda karya.

Sumber Lain: http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/20/perkembangan- pendidikan- anakberkebutuhan-khusus-di-indonesia-463559.html pada 17 Februari 2013 pukul 01.18 WIB.

10