PERTUMBUHAN AYAM BROILER (MELALUI SISTEM

Download sistem pencernaannya yang diberi pakan nabati dan komersial dengan penambahan dysapro. Penelitian ini menggunakan 200 ekor .... Penelitian ...

3 downloads 618 Views 491KB Size
PERTUMBUHAN AYAM BROILER (MELALUI SISTEM PENCERNAANYA) YANG DIBERI PAKAN NABATI DAN KOMERSIAL DENGAN PENAMBAHAN DYSAPRO

SKRIPSI AHMAD NUR RAMDANI USMAN

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

RINGKASAN Ahmad Nur Ramdani Usman. D14061988. 2010. Pertumbuhan Ayam Broiler (Melalui Sistem Pencernaannya) yang Diberi Pakan Nabati dan Komersial dengan Penambahan Dysapro. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Niken Ulupi, MS. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu Hidayati Soesanto, MS. Penggunaan pakan komersial pada ayam broiler sudah lazim digunakan. Kandungan yang terdapat di dalamnya merupakan campuran bahan pakan nabati, hewani, serta bahan tambahan lainnya seperti obat, anti jamur ataupun antibiotik. Pengurangan bahan asal hewan yang berlebihan dapat menurunkan bau anyir, biaya produksi serta lemak asal hewan. Pakan nabati digunakan karena kandungan gizi yang baik, lemak asal hewan yang rendah serta harga yang murah. Bahan pakan nabati sumber protein yang paling umum digunakan adalah bungkil kedelai dan olahannya yang dikenal dengan ekstrak protein kedelai atau dysapro (DSP) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan ayam broiler melalui sistem pencernaannya yang diberi pakan nabati dan komersial dengan penambahan dysapro. Penelitian ini menggunakan 200 ekor anak ayam umur sehari strain Cobb yang dipelihara selama 35 hari. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan pemberian pakan. Pakan tersebut adalah P1, yaitu lima minggu pemberian pakan komersial; P2, yaitu tiga minggu pemberian pakan komersial dan dua minggu pemberian pakan komersial ditambah DSP; P3, yaitu lima minggu pemberian pakan nabati; P4, yaitu tiga minggu pemberian pakan nabati dan dua minggu pemberian pakan nabati ditambah DSP. Setiap perlakuan terdiri dari lima kali ulangan dengan masing-masing ulangan terdiri dari 10 ekor ayam broiler. Peubah yang diamati adalah bobot relatif hati, proventrikulus, gizzard, serta bobot dan panjang relatif usus halus (duodenum, jejunum, ileum), panjang relatif usus besar, serta bobot akhir. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan bila berbeda maka dilakukan uji Duncan. Penggunaan pakan yang berbeda berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bobot relatif proventrikulus, gizzard, serta bobot dan panjang relatif duodenum, jejunum dan, ileum, panjang relatif usus besar, dan bobot akhir, sementara tidak berpengaruh terhadap bobot relatif hati. Hasil penelitian bobot relatif hati, proventrikulus, gizzard, duodenum, jejunum, dan ileum berturut-turut berkisar antara 2,47%-2,73%; 0,44%-0,45%; 1,17%-2,88%; 0,53%-1,23%; 0,97%-1,78%; dan 0,83%-1,26% bobot hidup. Panjang relatif duodenum, jejunum, ileum, serta usus besar berturut-turut berkisar antara 18,7-48,8; 44,8-119,9; 43,5-123,8; dan 4,4-19,4 cm/kg. Secara umum organ pencernaan tumbuh dan dapat berfungsi dengan normal. Zat makanan yang sulit dan sedikit diserap, menyebabkan fungsi usus halus menjadi lebih berat. Hal tersebut berdampak pada besarnya bobot usus dan pada akhirnya juga pada rendahnya bobot akhir pada ayam broiler yang diberi pakan nabati. Bobot akhir ayam yang diberi pakan nabati sekitar 618,7 g/ekor, sedangkan yang diberi pakan komersial sekitar 1577,9 g/ekor dan sangat nyata berbeda. Kata-kata kunci : pertumbuhan ayam broiler, pakan nabati, pakan komersial, dysapro

ABSTRACT Broiler Chicken Growth (Through the Digestive System) Fed Vegetable and Commercial Diet with Addition of Dysapro Usman, A. N. R., N. Ulupi, dan H. S. Iman Rahayu The contained commercial diet are a mixture of vegetable and animal origin, as well as other additives. Reduce the over animal origin on the commercial diet can effect decrease excessive rancidity, production costs and cholesterol. The use of vegetable diet related nutrient well and price. Feedstuffs of vegetable protein sources is processed soy protein or dysapro (DSP). The objectives of the present research was to observe the effect of vegetable diet, commercial feed and DSP on the weight and length of digestive organ. A number of two hundred broiler chickens (Cobb strain) were used in the study. A completely randomized design with four defferent diets (commercial, commercial plus DSP, vegetable, and vegetable plus DSP) was used. The chickens were reared until 35 days. The parameters observed were the relative weight of the digestive organ (liver, proventriculus, gizzard, duodenum, jejunum, and ileum), the relative length of the digestive organ (duodenum, jejunum, ileum, and large intestine) and the final weight of the chicken. The relative weight of liver, proventriculus, gizzard, duodenum, jejunum, and ileum, ranged between 2,47%-2,73%; 0,44%-0,45%; 1,17%-2,88%; 0,53%-1,23%; 0,97%-1,78%; and 0,83%-1,26% body weight. The relative lengths of duodenum, jejunum, ileum, and large intestine ranged between 18,7-48,8; 44,8-119,9; 43,5-123,8; and 4,4-19,4 cm/kg. Digestive organs grow and function normally. The final weight of chickens fed vegetable diet approximately 618,7 g, while those with commercial approximately 1577,9 g and were significantly different. Key words: broiler chicken growth, vegetable diet, commercial diet, dysapro

PERTUMBUHAN AYAM BROILER (MELALUI SISTEM PENCERNAANYA) YANG DIBERI PAKAN NABATI DAN KOMERSIAL DENGAN PENAMBAHAN DYSAPRO

AHMAD NUR RAMDANI USMAN D14061988

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanain Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Judul : Pertumbuhan Ayam Broiler (Melalui Sistem Pencernaannya) yang Diberi Pakan Nabati dan Komersial dengan Penambahan Dysapro Nama : Ahmad Nur Ramdani Usman NIM : D14061988

Menyetujui: Pembimbing Utama,

Pembimbing Anggota,

(Ir. Niken Ulupi, MS) NIP: 19570129 198303 2 001

(Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu H. S., MS) NIP: 19590421 198403 2 002

Mengetahui: Ketua Departemen, Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc) NIP: 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian : 31 Agustus 2010

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1988 dari pasangan Bapak H. Moh Yusuf Usman dan Ibu Hj. Maria Yulianingsih. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Riwayat pendidikan penulis dimulai pada saat terdaftar di TK Negeri Pembina Nasional Jakarta pada tahun 1993 sampai dengan tahun 1994. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan dasar di SD Muhammadiyah 28 Jakarta dan lulus pada tahun 2000. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan di SLTP N 161 Jakarta pada tahun 2003 dan pendidikan di SMA N 90 Jakarta pada tahun 2006. Penulis kemudian mendaftar di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima pada tahun 2006 dan kemudian diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun berikutnya. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai organisasi dan kepanitiaan dalam lingkungan Tingkat Persiapan Bersama dan lingkungan Fakultas Peternakan, seperti Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (BEM TPB) sebagai staf Politik dan Organisasi, pada tahun 2006; Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Peternakan (DPM D) sebagai Sekretaris Umum pada tahun 2007 dan sebagai Ketua Umum pada tahun 2008; Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (MPM KM IPB) sebagai staf Badan Pekerja bidang Pemilihan Raya pada tahun 2007. Tahun 2006 dan 2007 penulis berpartisipasi aktif mengikuti kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa yang diselenggarakan oleh DIKTI. Penulis berkesempatan menjadi penerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) pada tahun 2008, 2009, dan 2010.

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahiim. Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia, rizki dan nikmat-Nya sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pertumbuhan Ayam Broiler (Melalui Sistem Pencernaanya) yang Diberi Pakan Nabati dan Komersial dengan Penambahan Dysapro”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan IPB. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis beserta tim pada bulan Februari hingga April 2010 bertempat di laboratorium lapang Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan sistem pencernaan ayam broiler yang diberi pakan nabati dan komersial dengan penambahan dysapro yang tentunya akan berdampak pada bobot akhir ayam tersebut. Penggunaan pakan nabati dimaksudkan untuk mendapatkan keunggulan dari produk akhir berupa daging yang dihasilkan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian ini serta kepada semua pihak yang membantu dalam proses penulisan skripsi ini. Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan belum bisa dikatakan sempurna, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dunia peternakan.

Bogor, September 2010

Penulis

DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ...............................................................................................

i

ABSTRACT ..................................................................................................

ii

LEMBAR PERNYATAAN ..........................................................................

iii

LEMBAR PENGESAHAN ..........................................................................

iv

RIWAYAT HIDUP ......................................................................................

v

KATA PENGANTAR ..................................................................................

vi

DAFTAR ISI .................................................................................................

vii

DAFTAR TABEL .........................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

x

PENDAHULUAN ........................................................................................

1

Latar Belakang .................................................................................. Tujuan ...............................................................................................

1 2

TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................

3

Ayam Broiler .................................................................................... Organ Pencernaan Ayam Broiler ...................................................... Hati ........................................................................................ Proventrikulus ....................................................................... Gizzard .................................................................................. Usus Halus ............................................................................ Usus Besar ............................................................................ Pakan Nabati .....................................................................................

3 4 4 5 5 6 7 7

MATERI DAN METODE ............................................................................

14

Lokasi dan Waktu ............................................................................. Materi ................................................................................................ Rancangan Percobaan ....................................................................... Prosedur ............................................................................................ Persiapan Kandang dan Peralatan ......................................... Persiapan Pakan .................................................................... Pemeliharaan Ayam Broiler .................................................. Pemotongan dan Pengambilan Smapel ................................. Pengukuran Peubah................................................................

14 14 15 16 16 17 17 18 19

HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................

20

Pakan Penelitian ................................................................................ Hati, Proventrikulus, dan Gizzard ..................................................... Usus Halus dan Usus Besar .............................................................. Bobot Akhir ......................................................................................

20 22 25 30

KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................

32

Kesimpulan ....................................................................................... Saran .................................................................................................

32 32

UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................

33

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

35

LAMPIRAN ..................................................................................................

39

viii

DAFTAR TABEL Nomor

Halaman

1. Bobot Badan Ayam Broiler Strain Cobb 500 ...................................

4

2. Kebutuhan Vitamin pada Ayam Broiler per kg Pakan .....................

12

3. Kebutuhan Mineral pada Ayam Broiler per kg Pakan .......................

13

4. Komposisi dan Formula Pakan Nabati .............................................

15

5. Kandungan Nutrien Pakan Nabati dan Komersial ............................

15

6. Pakan yang Diberikan pada Masing-masing Perlakuan ...................

17

7. Hasil Perhitungan Kandungan Nutrisi Pakan Perlakuan ..................

20

8. Rataan Konsumsi Pakan selama Pemeliharaan ................................

21

9. Rataan Persentase Bobot Relatif Hati, Proventrikulus, dan Gizzard Ayam Broiler .......................................................................

22

10. Rataan Panjang Relatif dan Persentase Bobot Relatif Usus Halus serta Panjang Relatif Usus Besar Ayam Broiler.............

25

11. Rataan Bobot Akhir Ayam Broiler ....................................................

30

DAFTAR LAMPIRAN Nomor

Halaman

1. SNI Pakan Broiler Starter dan Finisher ............................................

40

2. Rataan Bobot dan Panjang Organ Pencernaan Ayam Broiler Hasil LamPenelitian ..........................................................................................

40

3. Analisis Ragam Persentase Bobot Relatif Hati ..................................

41

4. Analisis Ragam Persentase Bobot Relatif Proventrikulus ................

41

5. Analisis Ragam Persentase Bobot Relatif Gizzard ...........................

41

6. Analisis Ragam Persentase Bobot Relatif Duodenum ......................

41

7. Analisis Ragam Panjang Relatif Duodenum ......................................

42

8. Analisis Ragam Persentase Bobot Relatif Jejunum ...........................

42

9. Analisis Ragam Panjang Relatif Jejunum .........................................

42

10. Analisis Ragam Persenatse Bobot Relatif Ileum ...............................

42

11. Analisis Ragam Panjang Relatif Ileum .............................................

42

12. Analisis Ragam Panjang Relatif Usus Besar ....................................

42

13. Analisis Ragam Bobot Akhir ............................................................

43

PENDAHULUAN Latar Belakang Broiler merupakan ayam pedaging komersial. Broiler berasal dari kata “to broil” yang artinya dapat dimanfaatkan dengan cara dipanggang langsung di atas api. Manajemen pemeliharaan ayam broiler sudah ditingkatkan mulai dari budidaya, perkandangan, pengendalian penyakit maupun pengelolaan pasca panen. Salah satu aspek budidaya adalah pakan. Pakan ayam boiler sudah banyak beredar di pasaran dengan berbagai nutrisi yang disediakan sesuai kebutuhan ayam.

Pakan yang

beredar di pasaran biasa disebut pakan komersial. Bahan baku yang digunakan untuk membuat pakan komersial merupakan campuran antara bahan asal nabati dan asal hewan serta bahan tambahan lainnya seperti obat, anti jamur maupun antibiotik. Penggunaan bahan asal hewan dimaksudkan untuk mencukupi nutrisi esensial yang dibutuhkan ayam broiler. Penggunaan bahan asal hewan dalam formulasi pakan komersial yang paling umum adalah tepung ikan, tepung daging atau bahkan tepung tulang. Pengurangan bahan asal hewan dapat menurunkan bau anyir dan dapat menurunkan biaya produksi serta dapat menurunkan lemak asal hewan. Biaya pakan diperkirakan mencapai 70% dari total biaya produksi (Suprijatna et al., 2008). Bahan pakan asal nabati merupakan bahan baku yang murah, sehingga dapat menekan biaya produksi, tidak menimbulkan bau anyir pada produk dan merupakan bahan sumber energi dan protein yang baik. Keunggulan bahan asal nabati diantaranya agar lemak dan kolesterol yang ada pada tubuh ayam dapat dikeluarkan melalui ekskreta dengan cara mengikat sebagian besar garam empedu, sehingga kolesterol dalam tubuh secara keseluruhan dapat berkurang (Suharti et al., 2008). Penggunaan bahan nabati pada pakan ayam broiler menjadikan produk akhir yang sehat dengan kadar lemak kolesterol yang rendah, sehingga aman dikonsumsi. Pemakaian bahan pakan asal nabati sering digunakan pada peternakan rakyat sebagai tambahan dalam pakan yang diberikan.

Penambahan bahan pakan asal

nabati tersebut dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan ayam dan meningkatkan kandungan nutrisi dalam pakan itu sendiri. Salah satu penggunaan bahan asal nabati adalah bungkil kedelai yang kaya akan protein. Olahannya dikenal sebagai protein kedelai yang dapat meningkatkan nilai protein

dan menurunkan anti tripsin. Salah satu contoh produk protein kedelai ini adalah dysapro (DSP) yang diproduksi oleh salah satu perusahaan pakan. Pemberian bahan pakan asal nabati pada ayam broiler tentunya akan memberikan dampak berbeda terhadap organ pencernaannya. Hal tersebut terkait dengan serat kasar, anti nutrisi serta protein dan mineral yang tersedia dalam ikatan yang sulit dicerna dan diserap oleh ayam. Pertumbuhan ayam broiler yang terlihat secara fisik sebenarnya merupakan dampak yang ditimbulkan dari organ pencernaan yang langsung berhubungan dengan pakan yang dimakan. Penggunaan bahan pakan asal nabati sebagai pakan ayam broiler perlu diteliti pengaruhnya terhadap pertumbuhan ayam broiler melalui organ pencernaannya. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan ayam broiler melalui bobot dan panjang relatif organ pencernaanya yang diberi pakan nabati dan pakan komersial dengan penambahan dysapro (DSP).

2

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Ayam broiler merupakan strain ayam hibrida modern yang berjenis kelamin jantan dan betina dan dikembangbiakkan oleh perusahaan pembibitan khusus (Gordon dan Charles, 2002). Ciri-ciri ayam broiler mempunyai tekstur kulit dan daging yang lembut serta tulang dada merupakan tulang rawan yang fleksibel. Untuk mewujudkan kondisi ayam broiler yang baik maka diperlukan pengetahuan mengenai pembibitan, pakan dan manajemen (Ensminger, 1992). Banyak strain ayam broiler yang beredar di pasaran yang pada umumnya perbedaannya terletak pada pertumbuhan ayam, konsumsi pakan, dan konversi pakan (Bell dan Weaver, 2002). Menurut Soesanto (1991), pemilihan Day Old Chick (DOC) dapat dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu keturunan, seleksi berdasarkan observasi penglihatan, dan rabaan atau sentuhan. Pemilihan bibit DOC dapat dilakukan melalui pendekatan Standar Nasional Indonesia (SNI). Persyaratan mutu bibit ayam broiler atau DOC menurut SNI (2005) adalah bobot DOC per ekor minimal 37 g dengan kondisi fisik sehat, kaki normal, dapat berdiri tegak, tampak segar dan aktif, mata cerah dan bersinar, tidak dehidrasi, tidak ditemukan kelainan bentuk dan cacat fisik, sekitar pusar dan kloaka kering. Warna kloaka seragam sesuai dengan warna galur, kondisi bulu kering dan berkembang serta jaminan kematian DOC maksimal 2%. Kebutuhan nutrisi ayam broiler strain Cobb 500 menurut Cobb Vantres (2008) untuk kebutuhan protein umur 0-10 hari, 11-22 hari, 23-42 hari, dan lebih dari 42 hari berturut turut adalah 21%, 19%, 18%, dan 17% kg pakan, sedangkan untuk energi metabolis berturut-turut sebesar 2988, 3083, 3176, dan 3176 kkal/kg pakan. Kebutuhan nutrisi tiap ayam bergantung pada strain masing-masing (Ensminger, 1992). Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa peningkatan bobot badan ayam broiler mengalami peningkatan yang cepat pada awal-awal minggu pemeliharaan, hingga mencapai puncak pada umur enam hingga tujuh minggu, setelah itu mengalami penurunan. Awad et al. (2009) menyatakan bahwa bobot badan ayam broiler strain Ross umur 35 hari pada suhu 25-35ºC sebesar 1753,64 g memiliki Pertambahan Bobot Badan (PBB) harian sebesar 48,9 g. Bobot badan ayam broiler strain Cobb 500 menurut Vantress (2008) disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Bobot Badan Ayam Broiler Strain Cobb 500 Bobot Badan (g)

Umur (Minggu)

Jantan

Betina

Jantan dan Betina

1

170

158

164

2

449

411

430

3

885

801

843

4

1478

1316

1397

5

2155

1879

2017

6

2839

2412

2626

Sumber: Vantress (2008)

Organ Pencernaan Ayam Broiler Pencernaan ayam broiler dimulai dari paruh, kerongkongan, tembolok, proventrikulus, gizzard, usus halus yang terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum, seka, usus besar, dan yang terakhir kloaka. Pencernaan tambahan pada ayam salah satunya adalah hati (Suprijatna et al., 2008). Hati Hati unggas merupakan ukuran yang besar dalam proporsi tubuh dan menempati area yang besar di abdomen. Hati terdiri dari dua lobus, lobus kanan relatif lebih besar daripada yang kiri (apabila dibagi secara parsial) dan terdapat gall bladder yang memproduksi empedu. Warna hati pada unggas muda berwarna kekuningan sehubungan dengan penyerapan kuning telur, tetapi akan meningkat menjadi coklat gelap seiring bertambah dewasa (Grist, 2006). Menurut Grist (2006) hati memiliki banyak fungsi dalam tubuh, diantaranya: 1) produksi dan sekresi empedu, sedikit larutan asam berisi dua garam empedu bilirubin dan biliverdin serta enzim amilase, 2) filtrasi, 3) sintesis kimia, dan 4) termoregulasi. Fungsi hati yang lainnya menurut Ensminger (1992), yaitu: 5) detoksifikasi komponen berbahaya, 6) metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak, 7) pembentukan protein plasma, serta 8) inaktivasi hormon polipeptida. Bobot hati ayam broiler umur 35 hari pada suhu 25-35ºC menurut Awad et al. (2009) adalah sekitar 40 g atau sebesar 2,04% dari bobot hidup. Persentase bobot

4

relatif hati ayam broiler strain Ross terhadap bobot akhirnya pada umur 35 hari berkisar antara 2,29-2,69% bobot hidup (Elfiandra, 2007). Proventrikulus Proventrikulus merupakan perluasan esofagus yang utama pada sambungan dengan gizzard, dan biasa disebut glandular stomach atau perut sebenarnya. Proventrikulus berfungsi untuk mensekresikan gastric juice (cairan lambung) yaitu pepsin, suatu enzim untuk membantu pencernaan protein, dan hydrochloric acid disekresi oleh glandular cell (Bell dan Weaver, 2002). Menurut Grist (2006) proses pemecahan protein kompleks makanan menjadi komponen sederhana mulai terjadi di proventrikulus. Bobot proventrikulus ayam broiler umur 35 hari pada suhu 25-35ºC menurut Awad et al. (2009) sekitar 8 g atau sebesar 0,39% dari bobot hidup, sedangkan menurut Djunaidi et al. (2009) bobotnya mencapai 0,45% bobot hidup. Elfiandra (2007) melaporkan bahwa bobot proventrikulus ayam broiler strain Ross yang diberi pakan komersial berkisar antara 0,45-0,56% dari bobot hidup. Gizzard Gizzard sering disebut sebagai muscular stomach yang terletak antara proventrikulus dan bagian atas usus halus (Bell dan Weaver, 2002). Menurut Ensminger (1992) fungsi gizzard adalah sebagai reaksi mekanik mencampur dan menggerus pakan. Gizzard tidak aktif ketika kosong, tetapi ketika makanan masuk, otot berkontraksi. Besarnya partikel makanan mempercepat kontraksi (Grist, 2006). Grit yang dibutuhkan sedikit jika pakan dalam bentuk mash (Ensminger, 1992). Kismono (1986) menambahkan bahwa bobot gizzard dipengaruhi oleh kekerasan bahan pakan. Grit yang dicerna oleh unggas membantu dalam proses ini (Grist, 2006). Menurut Sumiati et al. (2002) peningkatan bobot gizzard disebabkan karena peningkatan serat dalam pakan. Hal ini mengakibatkan beban gizzard lebih besar untuk memperkecil ukuran partikel ransum secara fisik, akibatnya urat daging gizzard tersebut akan lebih tebal sehingga memperbesar ukuran gizzard. Bobot gizzard ayam broiler strain Ross umur 35 hari pada suhu 25-35ºC menurut Awad et al. (2009) sekitar 44 g atau sebesar 2,30% dari bobot hidup, sedangkan menurut

5

Djunaidi et al. (2009) bobotnya mencapai 3,11% bobot hidup. Persentase bobot gizzard ayam broiler strain Ross yang diberi pakan komersial menurut Elfiandra (2007) berkisar antara 1,39-1,57% bobot hidup. Usus Halus Usus halus dibagi berdasarkan anatominya menjadi tiga bagian, yaitu duodenum, jejunum dan ileum (Ensminger, 1992). Fungsi utama usus halus adalah penyerapan zat makanan (Bell dan Weaver, 2002). Duodenum berbentuk loop melingkari pankreas berakhir di saluran dari hati dan pankreas masuk ke usus halus. Empedu yang diproduksi di hati, bercampur dengan enzim pankreas untuk mengemulsi lemak, memecah karbohidrat dan protein serta netralisasi asam lambung. Pembuatan empedu juga menstimulasi gerakan peristaltik dari usus. Jejunum memanjang dari duodenum sampai ileum. Persimpangan antara jejunum dan ileum nampak kurang jelas, namun dapat dilihat dengan adanya divertikulum yang nampak di permukaan. Ileum memanjang dari divertikulum sampai persimpangan ileo-caecal, dimana dua seka bersatu dengan usus (Grist, 2006). Panjang usus halus bervariasi tergantung pada kebiasaan makan unggas. Unggas pemakan bahan asal hewan memiliki usus yang lebih pendek daripada yang memakan bahan asal tanaman. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa produk hewani lebih siap diserap daripada produk tanaman (Ensminger, 1992). Syamsuhaidi (1997) menyatakan bahwa peningkatan kadar serat kasar dalam ransum cenderung akan memperpanjang usus. Semakin tinggi serat kasar dalam ransum, maka laju pencernaan dan penyerapan zat makanan akan semakin lambat. Penyerapan zat makanan akan dimaksimalkan dengan memperluas dan memperpanjang daerah penyerapan. Sumiati dan Sumirat (2002) menambahkan bahwa usus memiliki kemampuan meregang untuk menampung dan mencerna ransum yang mengandung serat kasar tinggi dengan volume yang lebih besar. Sumiati et al. (2002) menambahkan juga bahwa peningkatan frekuensi dan intensitas peristaltik usus akan meningkatkan panjang usus tersebut. Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa panjang usus halus pada ayam dewasa sekitar 140 cm, sedangkan menurut Suprijatna et al. (2008) sekitar 150 cm. Menurut Awad et al. (2009) bobot usus halus ayam broiler umur 35 hari pada suhu 25-35ºC adalah 56 g atau sebesar 2,89% dari bobot hidup, sedangkan bobot

6

duodenum, jejunum dan ileum berturut-turut menurut Djunaidi et al. (2009) sebesar 0,81; 1,80; 1,91% bobot hidup. Persentase bobot usus halus duodenum, jejunum, dan ileum ayam broiler umur 35 hari menurut Darmawan (2008) secara berturut-turut berkisar antara 0,61-0,77; 1,50-1,52; dan 1,15-1,29% dari bobot hidup. Panjang relatif usus halus jejunum, duodenum dan ileumnya secara berturut-turut berkisar antara 26,33-26,66; 66,73-66,90; dan 66,09-74,26 cm/kg bobot hidup. Usus Besar Usus besar juga dikenal dengan kolon, memanjang dari persimpangan ileocaecal sampai kloaka (Grist, 2006). Air juga diserap kembali di kolon (Grist, 2006) dan membantu keseimbangan air dalam tubuh (Bell dan Weaver, 2002). Usus besar relatif lebih pendek dari pada usus halus pada ayam, panjangnya sekitar 10 cm pada ayam dewasa (Bell dan Weaver, 2002). Bobot usus besar ayam broiler umur 35 hari pada suhu 25-35ºC menurut Awad et al. (2009) adalah 3,4 g atau sebesar 0,18% dari bobot hidup. Hasil penelitian Tambunan (2007) melaporkan bahwa persentase bobot dan panjang relatif usus besar ayam broiler masing-masing sebesar 0,14 dan 0,50% bobot hidup. Pakan Nabati Bahan pakan nabati banyak dipakai oleh peternak sebagai pakan utama ataupun tambahan dalam pemeliharaan ayam broiler. Bahan pakan nabati sebagian besar merupakan sumber energi yang baik, namun serat kasarnya tinggi. Penggunaan bahan asal nabati dalam ransum unggas berkaitan dengan harga dan kandungan nutrisinya. Biaya pakan pada pemeliharaan ayam diperkirakan mencapai 70% dari total biaya produksi (Suprijatna et al., 2008). Protein Kedelai Proses pengekstrakan minyak dari kedelai akan menghasilkan bungkil kedelai dengan kadar protein hingga 40% dan dapat diolah lebih lanjut menjadi konsentrat protein kedelai (Sugiyono, 2006). Daya cerna protein kedelai dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal berupa kadar faktor anti nutrisi dan struktur protein, dan faktor eksternal berupa perlakuan pemanasan dan proses pemurnian protein. Secara umum proses pemanasan dapat meningkatkan kecernaan protein

7

kedelai karena inaktifasi tripsin inhibitor (Fadli, 2009). Proporsi protein pada kedelai yang paling banyak adalah globulin, suatu cadangan protein. Globulin tersusun dari glycinin dan β-conglysin yang jika ditotal mencapai 80% dari total protein. Peptida turunan dari protein ini memiliki banyak efek dalam tubuh manusia, antara lain menurunkan kadar trigliserida darah, efek hipotensi, anti-kanker, memodulasi sistem imun, dan sebagai antioksidan (Sugano, 2006). Dedak dan Bekatul Dedak merupakan bahan yang mengandung karbohidrat tinggi (Suprijatna et al., 2008). Dedak yang digunakan dalam ransum unggas harus diperhitungkan terjadinya ketengikan autooksidatif. Pemakaian dedak dalam jumlah banyak juga dapat menyebabkan kekurangan isoleusin dan treonin (Wahju, 2004). Hasil ikutan penggilingan padi berupa dedak halus, dedak lunteh, dan bekatul (Suprijatna et al., 2008). Dedak halus lebih banyak mengandung serat kasar daripada dedak lunteh, karena dedak halus didapat dari padi yang ditumbuk, sedangkan dedak lunteh dari pengolahan pabrik (Wahju, 2004) Bekatul merupakan salah satu hasil samping proses penggilingan padi yang jumlahnya cukup banyak. Pada proses penggilingan beras pecah kulit diperoleh hasil samping dedak 8-9% dan bekatul sekitar 2-3% (Damayanthi dan Listyorini, 2006). Bekatul bukan sebagai bahan utama, hanya tambahan setelah jagung. Bekatul memiliki kandungan serat kasar dan lemak yang tinggi, fitat dalam ikatan fosfor fitat sehingga daya cerna rendah (Suprijatna et al., 2008). Bekatul merupakan hasil ikutan dari penggilingan untuk mendapatkan beras asah (Kamal, 1986). Bekatul memiliki kandungan vitamin B yang sedikit. Bekatul cenderung menjadi tengik dalam penyimpanannya, oleh karena itu pemberiannya pada unggas harus sesegar mungkin (Anggorodi, 1985). Menurut Kamal (1986) katul yang diekstrusi dapat disimpan dalam waktu relatif lebih lama tanpa adanya ketengikan. Menurut Champagne et al. (2004) komposisi kimia bekatul sangat beragam. Hal ini tergantung pada varietas, proses penggilingan, keadaan lingkungan tempat padi tumbuh, penyebaran kandungan kimia pada bulir padi, ketebalan lapisan luar, ukuran dan bentuk butir, ketahanan butir terhadap kerusakan serta teknik analisis yang digunakan. Kandungan protein dan vitamin E pada bekatul cukup tinggi, yaitu

8

sebesar 12,2% dan 90 mg/kg. Komposisi lain bekatul pada kadar bahan kering 90% adalah energi metabolis 3090 kkal/kg dalam National Research Council (NRC) (1994); lemak 11,0%; serat kasar 4,1%; total fosfor 1,31% dan fosfor yang tidak terikat fitat 0,14%. Bekatul mengandung komponen bioaktif yang bermanfaat bagi kesehatan, diantaranya tokoferol (vitamin E). Tokoferol berfungsi sebagai antioksidan dengan mencegah kerusakan dinding sel sehingga mampu mencegah hemolisis sel darah merah. Bekatul mempunyai sifat fungsional penurun kolesterol dan menurunkan tekanan darah (Kahlon et al., 1994). Bekatul juga mempunyai zat anti nutrisi dan enzim yang sangat merugikan. Zat anti nutrisi dapat menghambat metabolisme tubuh sedangkan keberadaan enzim menyebabkan ketengikan bekatul (Champagne et al., 2004). Menurut Luh (1991), zat anti nutrisi di dalam bekatul meliputi asam fitat, anti tripsin, dan hemaglutinin. Zat anti nutrisi memiliki aktivitas yang rendah dan dapat diinaktivasi melalui pemanasan. Bekatul juga memiliki saponin yang dapat menyebabkan rasa pahit. Jagung Jagung merupakan bijian sangat penting yang digunakan pada unggas, sekitar sepertiga total ransum yang dikonsumsi (Ensminger, 1992). Menurut Bell and Weaver (2002) penggunaan tersebut dikarenakan ketersediaan, harga, dan tingginya kecernaan. Jagung merupakan sumber energi dalam ransum unggas dan memiliki kelebihan tertentu, diantaranya sebagai sumber xanthofil yang menimbulkan warna kuning pada kaki dan kulit ayam broiler, serta kuning telur dan paruh. Sebagian dari pigmen-pigmen tersebut dapat dirubah ke dalam vitamin A oleh mukosa usus. Jagung mengandung sekitar 4% lemak. Lima puluh persen dari jumlah lemak tersebut adalah asam linoleat, yang merupakan sumber asam lemak esensial dalam ransum unggas. Penggunaan jagung yang tinggi digunakan dalam ransum ayam broiler yang berenergi tinggi (Anggorodi, 1985). Jagung juga mengandung karoten tetapi untuk kadar metionin dan lisin pada jagung rendah (Wahju, 2004). Komposisi kimia jagung menurut NRC (1994) pada bahan kering 89% memiliki energi metabolis 3350 kkal/kg; 8,5% protein; 3,8% lemak, 2,2% serat kasar; 0,28% total fosfor dan 0,08% fosfor non fitat.

9

Vitamin Vitamin merupakan persenyawaan organik yang terdapat dalam bahan makanan dalam jumlah yang sedikit, merupakan komponen dari bahan makanan tapi bukan karbohidrat, lemak, protein, dan air, esensial untuk perkembangan jaringan normal dan untuk kesehatan, pertumbuhan dan hidup pokok, serta tidak dapat disintesis oleh hewan dan maka dari itu harus tersedia dalam ransum (Wahju, 2004). Vitamin yang ditambahkan dalam bahan makanan biasanya dalam bentuk vitamin premix. Istilah premix digunakan dalam bahan-bahan biologi aktif yang sudah bercampur secara homogen. Jumlah vitamin premix yang biasanya digunakan dalam campuran komposisi pakan sekitar 1,0-2,0% (Combs, 1998). Vitamin premix mempunyai khasiat untuk mempertinggi mutu pakan, mempercepat pertumbuhan anak ayam dan mencegah penyakit yang disebabkan kekurangan vitamin, mineral, asam amino essensial serta fertilitas dan produksi (Priyono, 2009). Kebutuhan vitamin pada ayam broiler menurut NRC (1994) berdasarkan umur pemeliharaan dalam tingkat energi metabolis 3200 kkal/kg dan bahan kering 90% disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kebutuhan Vitamin pada Ayam Broiler per kg Pakan 3-6 minggu

6-9 minggu

1500

1500

1500

D3 (ICU)

200

200

200

E (IU)

10

10

10

K (mg)

0,50

0,50

0,50

B12 (mg)

0,01

0,01

0,007

Biotin (mg)

0,15

0,15

0,12

Koline (mg)

1300

1000

750

Vitamin

Folasin (mg)

0,55

0,55

0,50

Larut

Niasin (mg)

35

35

25

Asam pantotenat (mg)

10

10

10

Pyridoxine (mg)

3,5

3,5

3,0

Riboflavin(mg)

3,6

3,6

3

Tiamin (mg)

1,80

1,80

1,80

Vitamin Larut Lemak

air

Vitamin

0-3 minggu

A (IU)

Sumber: NRC (1994)

10

Mineral Zat mineral merupakan lebih kurang 3-5% dari tubuh hewan. Hewan tidak dapat membuat mineral sendiri dalam tubuh maka harus disediakan dalam makanannya. Defisiensi suatu zat mineral jarang menimbulkan kematian tetapi menurunkan kesehatan (Anggorodi, 1985). Menurut NRC (1994) makro mineral yaitu kalsium, magnesium, fosfor, natrium, potasium dan khlor diberikan relatif dalam jumlah besar dibandingkan dengan mineral yang diberikan dalam jumlah sedikit yaitu tembaga, iodin, besi, mangan, selenium, dan zinkum. Mineral yang dibutuhkan oleh ayam biasanya dalam bentuk premix. Mineral premix mengandung berbagai mineral dan pemberian sejumlah mineral bersifat esensial untuk kesehatan, pertumbuhan, dan produksi ternak yang optimal (Priyono, 2009). Kebutuhan mineral pada ayam broiler menurut NRC (1994) berdasarkan umur pemeliharaan dalam tingkat energi metabolis 3200 kkal/kg dan bahan kering 90% disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Kebutuhan Mineral pada Ayam Broiler per kg Pakan Mineral

Mineral makro

0-3 minggu

3-6 minggu

6-9 minggu

Kalsium* (%)

1,00

0,90

0,80

Klorin (%)

0,20

0,15

0,12

Magnesium (mg)

600

600

600

Fosfor nonfitat (%)

0,45

0,35

0,30

Potassium (%)

0,30

0,30

0,30

Natrium (%)

0,20

0,15

0,12

8

8

8

Iodin (mg)

0,35

0,35

0,35

Besi (mg)

80

80

80

Mangan (mg)

60

60

60

Selenium (mg)

0,15

0,15

0,15

40

40

40

Tembaga (mg)

Mineral mikro

Zinkum (mg)

Sumber : NRC (1994) Keterangan: * kebutuhan dapat lebih banyak jika terdapat fitat yang mengikat fosfor

11

Crude Palm Oil Minyak kelapa sawit kasar atau Crude Palm Oil (CPO) diperoleh dari daging buah kelapa sawit pada bagian sabutnya (Gumbira, 1994) dan merupakan sumber energi dan karoten Muchtadi (1994). Muchtadi (1994) menambahkan bahwa kandungan lainnya adalah tokoferol untuk mencegah oksidasi dan dapat digunakan sebagai antioksidan dan sumber vitamin E. Karoten penting bagi ternak karena dapat memperbaiki pertumbuhan, produksi, dan reproduksi ternak. Karoten juga berpotensi sebagai obat anti kanker. Kandungan energi tergolong tinggi, berkisar antara 8400-8600 kkal/kg bergantung dari bahan dan kualitas minyak tersebut. Minyak dianjurkan diberikan untuk unggas dalam jumlah yang relatif sedikit. Campuran minyak pada pakan maksimal di bawah 5%. Apabila minyak diberikan dalam jumlah yang berlebih, maka pakan akan mudah tengik (Widodo, 2010) Pemacu pertumbuhan (Growth Promotor) Growth promotor merupakan substansi kimia dan biologi yang ditambahkan pada makanan ternak yang mengarahkan pertumbuhan ayam pada penggemukan dan meningkatkan pemanfaatan makanan. Cara ini dapat diterapkan untuk menghasilkan produksi dan keuntungan yang lebih baik (Peric et al,. 2009). Growth promotor pada umumnya

menggunakan

antibiotik.

Antibiotik

berfungsi

untuk

memacu

pertumbuhan dengan cara menghambat pertumbuhan organisme patogen di saluran pencernaan. Efeknya dapat meningkatkan proses pencernaan dan penyerapan zat-zat makanan (Sinurat et al., 2003). Antibiotik adalah suatu obat, bukan zat makanan. Antibiotik dibuat oleh suatu organisme hidup yang merusak organisme lain. Penggunaan antibiotik dapat menghemat penggunaan vitamin, protein dan asam amino (Anggorodi, 1985). Wahju (2004) menambahkan bahwa antibiotik mengefektifkan penggunaan zat makanan pada tingkat yang terbatas, mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang menghasilkan amonia berlebihan, memperbaiki absorpsi zat makanan tertentu, mempertinggi penyerapan zat makanan, mempertinggi konsumsi makanan atau air atau kedua-duanya, serta mencegah dan mengobati penyakit patologis yang timbul di saluran usus atau bagian lainnya.

12

Antibiotik meninggalkan efek yang buruk, yaitu residu pada produk yang dihasilkan yang dapat menggangu kesehatan bagi yang mengkonsumsinya (Sinurat et al., 2003). Alternatif produk antibiotik menurut Peric et al. (2009) yang tidak mengganggu kesehatan adalah probiotik, prebiotik, enzim, antioksidan, acidifiers, dan phytogenic additive. Awad et al. (2009) melaporkan bahwa pemberian sinbiotik sebagai pengganti antibiotik dapat meningkatkan bobot badan, persentase karkas serta menurunkan mortalitas dan konsumsi pakan lebih baik daripada probiotik. Hernandez et al. (2004) mencoba menggunakan ekstrak tanaman sebagai pengganti antibiotik diantaranya ekstrak minyak esensial (rempah-rempah oregano, merica dan kayu manis) serta ekstrak labiatae (thyme, sage, dan mawar), hasilnya adalah ekstrak labiatae dapat meningkatkan penyerapan dan sedikit performa tetapi tidak secara nyata. Semua ekstrak tanaman tidak berpengaruh terhadap organ pencernaan. Enramysin adalah suatu pemacu pertumbuhan yang lebih dikenal sebagai antibiotik. Keunggulan enramysin adalah: (1) memberi efek antibakteri yang baik pada kondisi aerobik dan anaerobik. Hal ini efektif terutama terhadap bakteri gram positif seperti Clostridium perfingens, yang menyebabkan pertumbuhan pada unggas menurun; (2) sebagai pemacu pertumbuhan yang baik dan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan; (3) tidak diserap dari saluran usus, sehingga dapat mengurangi kekhawatiran terhadap residu dalam daging; (4) menghambat pertumbuhan organisme yang memproduksi amonia, sehingga mengurangi kadar amonia dalam usus dan udara (Schering-Plough, 2009).

13

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium lapang blok B Bagian Produksi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung mulai dari bulan Februari sampai dengan April 2010. Materi Ternak Ternak yang digunakan adalah ayam broiler umur satu hari (DOC) strain Cobb yang diproduksi PT Charoen Phokphand Jaya Farm sebanyak 200 ekor. Ayam broiler telah diberi vaksin ND I, IBD dan ND II saat setelah penetasan. Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan adalah kandang sistem litter dengan alas sekam padi sebanyak 20 unit berukuran 1,2 x 1,2 x 1,3 m. Setiap kandang diisi 10 ekor ayam dan dilengkapi dengan lampu pijar 60 watt sebagai brooder (pemanas), satu unit tempat pakan, serta satu unit tempat minum. Peralatan lain yang digunakan adalah tirai penutup kandang, kertas koran, gelas ukur, ember, alat desinfektan, kertas label, termometer, bambu penyekat kandang, alat tulis, pisau, mesin pencabut bulu, timbangan pakan berkapasitas 20 kg dengan ketelitian 20 g, timbangan digital berkapasitas 5 kg dengan ketelitian 1 g, nampan plastik, kertas label, serta meteran berskala 1 cm. Pakan Pakan yang digunakan adalah pakan komersial BR 511 untuk starter dan BR 512 untuk finisher yang diproduksi oleh PT. Charoen Phokphand Jaya Farm, pakan nabati yang diformulasi oleh PT. Benny Putra dan diproduksi di Laboratorium Industri Pakan Fakultas Peternakan IPB, Darmaga serta dysapro (DSP) berupa bahan baku pakan yang didapat dari PT. Benny Putra. Komposisi dan formula pakan nabati disajikan pada Tabel 4. disajikan pada Tabel 5.

Kandungan nutrisi pakan komersial, nabati dan DSP

Tabel 4. Komposisi dan Formula Pakan Nabati

34,3

Protein Kasar (%) 16,12

Energi Metabolis (kkal/kg) 1098

Bekatul

13

1,43

286

20,80

Jagung

48

4,32

1584

76,80

Minyak Kelapa Sawit kasar

2,9

0,00

100

3,20

Dikalsium fosfat

0,9

0,00

0

1,44

Vitamin Premix

0,02

0,00

0

0,03

Mineral Premix

0,05

0,00

0

0,08

Garam

0,25

0,00

0

0,40

Growth Promotor

0,014

0,00

0

0,02

1,5

0,00

0

2,40

100,0

21,87

3068

160,05

% Bahan

Bahan Baku Dysapro/soya protein

Limestone (Tepung Batu) Total

Komposisi 160 kg 54,88

Sumber : PT Benny Putra (2010)

Tabel 5. Kandungan Nutrien Pakan Nabati dan Komersial Kandungan

Komersial BR 511

Komersial BR 512

Nabati

Dysapro*

Bahan Kering (%)

86,05

86,47

86,04

86,72

Abu (%)

7,21

4,57

5,69

4,33

Protein Kasar (%)

19,55

18,52

20,93

47,66

Serat Kasar (%)

4,51

4,63

4,70

2,73

Lemak Kasar (%)

4,66

3,87

4,48

2,22

Beta-N (%)

50,12

54,88

50,24

29,77

Energi Bruto (kkal/kg)

4085

4002

3976

2850,22

Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fapet IPB (2010) *Hasil Analisis Unit Layanan Pemeriksaan Laboratoris, konsultasi, dan Pelatihan, FKH UNAIR (2009)

Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Sebagai perlakuan adalah pemberian pakan pada ayam broiler yang terdiri dari 4 macam. Keempat pakan tersebut adalah P1, yaitu lima minggu pemeliharaan diberi pakan komersial; P2, yaitu tiga minggu pemeliharaan diberi pakan komersial dan dua minggu terakhir diberi pakan komersial + DSP; P3, yaitu

15

lima minggu pemeliharaan diberi pakan nabati; P4, yaitu tiga minggu pemeliharaan diberi pakan nabati dan dua minggu terakhir diberi pakan nabati + DSP. Setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali. Setiap ulangan terdiri dari 10 ekor ayam broiler. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah bobot akhir serta persentase bobot relatif hati, proventrikulus, gizzard, bobot dan panjang relatif usus halus (duodenum, jejenum, ileum), serta panjang relatif usus besar. Model matematis yang digunakan adalah sebagai berikut. Yij = µ + Pi + εij Keterangan: Yij µ Pi εij i j

: : : : : :

Nilai pengamatan perlakuan pakan ke-i dan ulangan ke-j Rataan umum Pengaruh perlakuan pemberian pakan ke-i Pengaruh galat percobaan pemberian pakan ke-i pada ulangan ke-j 1, 2, 3, 4 1, 2, 3, 4, 5 Data dianalisis dengan Analysis of Variance (Anova) untuk mengetahui

pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati. Hasil analisis yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji Duncan (Gaspersz, 1994). Prosedur Persiapan Kandang dan Peralatan Satu minggu sebelum digunakan kandang dibersihkan, disapu, disikat, dicuci, serta disterilisasai menggunakan desinfektan dan selanjutnya dibiarkan hingga kering. Setelah kering dilakukan pegapuran pada dinding, lantai, serta sekat kandang. Tempat pakan dan tempat minum disiapkan dan dibersihkan sebelum digunakan dengan menggunakan detergen lalu dikeringkan. Kandang diberi sekat bambu dan dibuat empat blok kandang kecil lalu diberi sekam padi sebagai alas dan selanjutnya diberi kode perlakuan. Alas sekam untuk pemeliharaan hingga berumur satu minggu ditutupi koran. Lampu bohlam dengan daya 60 watt dipasang di tengah kandang yang berfungsi sebagai pemanas dan penerangan pada malam hari. Sekeliling kandang ditutup menggunakan tirai plastik sebagai pelindung untuk mengurangi pengaruh lingkungan.

16

Persiapan Pakan Pakan dipersiapkan seluruhnya, karena mulai hari pertama sudah diberi pakan perlakuan. Pakan komersial kode BR 511 diberikan pada periode strater hingga berumur 3 minggu, sedangkan kode BR 512 diberikan pada periode grower hingga akhir pemeliharaan. Pakan nabati diberikan selama masa pemeliharaan. Dysapro dipersiapkan setelah 3 minggu pemeliharaan pemeliharaan. Pakan pada minggu ke-4 pemeliharaan untuk perlakuan 2 dan perlakuan 4 diformulasi secara manual dengan komposisi 18% DSP ditambahkan 82% pakan perlakuan (komersial/nabati), kemudian diaduk dengan air 12% hingga homogen. Pakan pada minggu ke-5 pemeliharaan untuk perlakuan 2 dan perlakuan 4 komposisinya yaitu 17% DSP ditambahkan 83% pakan perlakuan (komersial/nabati), kemudian diaduk dengan air 10% hingga campuran homogen. Pengadukan dilakukan dengan menggunakan tangan. Pencampuran dengan air dimaksudkan agar pakan mudah diserap dalam tubuh. Pakan yang diberikan pada masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Pakan yang Diberikan pada Masing-masing Perlakuan Perlakuan

Pakan minggu 1-3

Pakan minggu 4-5

P1

BR 511

BR 512

P2

BR 511

BR 512 + DSP

P3

Nabati

Nabati

P4

Nabati

Nabati + DSP

Pemberian dysapro dilakukan pada pagi hari dengan cara ayam dipuasakan terlebih dahulu selama satu jam dan diberikan sampai habis kemudian diberikan pakan perlakuan (komersial/nabati). Tujuannya agar ayam dapat menghabiskan semua formulasi pakan dysapro tersebut. Pemeliharaan Ayam Broiler Day Old Chick (DOC) yang baru datang ditimbang, ditempatkan ke dalam 20 petak kandang yang telah diberi kode secara acak. Ayam diberi larutan gula 2,5% yang bertujuan untuk mengembalikan energi DOC setelah perjalanan dari tempat penetasan hingga kandang. Setiap kandang dilengkapi lampu 60 watt yang dinyalakan selama 24 jam sampai ayam berumur 14 hari. Tirai kandang ditutup 17

hingga ayam berumur satu minggu. Setelah ayam berumur lebih dari satu minggu, tirai kandang dibuka saat siang hari dan ditutup saat malam hari. Tirai berfungsi untuk menahan air dan angin saat terjadi hujan besar sekaligus menahan pancaran sinar matahari yang berlebihan. Pembersihan di dalam ataupun sekeliling kandang dan penggantian litter yang basah ataupun dinilai telah kotor dilakukan untuk menjaga kesehatan ayam. Pakan perlakuan sudah mulai diberikan saat hari pertama. Frekuensi pemberian pakan dilakukan sebanyak tiga kali sehari, yaitu pada pukul 07.00; 13.00; dan 16.30 WIB. Pakan dan air minum diberikan ad libitum. Tempat air minum diberi batu kecil hingga ayam tumbuh besar sebagai pencegah DOC masuk ke dalam air yang menyebabkan bulunya basah. Vitamin berupa Vitachick diberikan hingga ayam berumur seminggu, sedangkan Vitastres diberikan setiap selesai penimbangan bobot badan mingguan. Penimbangan bobot badan dan sisa pakan dilakukan setiap minggu hingga akhir masa pemeliharaan. Pemotongan dan Pengambilan Sampel Pemotongan dilakukan saat akhir masa pemeliharaan atau hari ke-35. Sebanyak 40 ekor ayam (20% ayam dari masing-masing kandang setiap perlakuan) diambil dan dipuasakan terlebih dahulu selama kurang lebih delapan jam. Pemuasaan tersebut bertujuan untuk mengosongkan saluran pencernaan yang memudahkan tahap selanjutnya. Ayam ditimbang untuk memperoleh bobot akhir. Pemotongan dilakukan dengan metode kosher style pada bagian antara tulang kepala dengan tulang atlas. Bagian yang dipotong terdiri dari 4 saluran, yaitu pembuluh darah vena jugularis, arteri karotidae, esofagus, dan trakea. Sebelumnya ayam digantung dengan posisi kepala di bawah dan setelah dipotong dibiarkan lebih kurang selama dua menit dalam posisi tersebut, agar pengeluaran darah lebih sempurna.

Tahap selanjutnya adalah ayam yang sudah dipotong dicelupkan ke

dalam air panas untuk memudahkan dalam proses pencabutan bulu, kemudian dimasukkan ke dalam mesin pencabut bulu. Setelah ayam dibersihkan bulunya, dilakukan pengeluaran organ bagian dalam termasuk organ pencernaan. Organ pencernaan berupa usus halus (duodenum, jejunum, dan ileum) dan usus besar diurai dan diukur untuk diketahui panjangnya, selanjutnya dibersihkan dari isi saluran pencernaan dan lemak yang menempel untuk 18

ditimbang bobotnya. Hati, proventrikulus, dan gizzard dipisahkan dan dibersihkan dari isi saluran pencernaan ataupun empedu serta lemak yang menempel untuk ditimbang bobotnya. Pengukuran Peubah Peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah bobot akhir, persentase bobot relatif hati, proventrikulus, gizzard, serta bobot dan panjang relatif usus halus (duodenum, jejunum, dan ileum) dan panjang relatif usus besar. 1. Bobot akhir, diperoleh dengan menimbang ayam sesaat sebelum dipotong (g/ekor) 2. Persentase bobot relatif hati diperoleh dengan menimbang organ tanpa lemak (g) dibandingkan dengan bobot hidup (g) dikalikan 100% (%) 3. Persentase bobot relatif proventrikulus gizzard, diperoleh dengan menimbang masing-masing organ tanpa isi (kosong) dan lemak (g) dibandingkan dengan bobot hidup (g) dikalikan 100% (%) 4. Bobot usus halus (duodenum, jejunum, dan ileum), diperoleh dengan menimbang masing-masing organ tanpa isi (kosong) dan lemak (g) dibandingkan dengan bobot hidup (g) dikalikan 100% (%) 5. Panjang usus halus (duodenum, jejunum, dan ileum), diperoleh dengan mengukur masing-masing organ (cm) dibandingkan dengan bobot hidup (kg) (cm/kg) 6. Panjang usus besar, diperoleh dengan mengukur panjang usus besar (cm) dibandingkan dengan bobot hidup (kg) (cm/kg)

19

HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan Pakan yang diberikan pada ayam harus memiliki kandungan nutrisi yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan. Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dan menyesuaikan dengan standar kebutuhan ayam. Standar kebutuhan ayam broiler dapat mengacu pada SNI (2006a) dan SNI (2006b) mengenai pakan starter dan finisher. Kandungan nutrisi bahan penyusun pakan penelitian dapat diketahui dari hasil analisis proksimat. Kandungan nutrisi pakan penelitian dihitung berdasarkan hasil analisis proksimat bahan-bahan penyusun tersebut. Hasil perhitungan tersebut disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Perhitungan Kandungan Nutrisi Pakan Perlakuan Kandungan Nutrisi

P1

P2

P3

P4

Protein Kasar (%)

19,40

21,18

20,93

22,8

Lemak Kasar (%)

4,34

4,23

4,48

4,32

Serat Kasar (%)

4,56

4,42

4,70

4,56

4051,80

3971,18

3976,00

3935,47

Energi Bruto (kkal/kg)

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa kandungan protein kasar pakan perlakuan berkisar antara 19,4%-22,8%. Nilai protein kasar tersebut telah sesuai dengan SNI (2006) yaitu minimal 19% untuk starter dan 18% untuk finisher. Protein kasar perlakuan pakan yang ditambah DSP (P2 dan P4) lebih besar daripada perlakuan pakan tanpa DSP (P1 dan P3). Tingginya protein tersebut disebabkan karena DSP yang ditambahkan mengandung protein yang tinggi, yaitu sebesar 47,66%. Sumber protein pakan komersial berasal dari tepung ikan, tepung daging, bungkil kedelai, bungkil kelapa, dan bungkil kacang tanah. Sumber protein pada pakan nabati berasal dari DSP yang merupakan ekstrak protein kedelai. Lemak kasar pakan perlakuan hampir sama yaitu berkisar antara 4,23%4,48%. Hasil tersebut tidak melebihi SNI (2006) pada starter maksimal 7,4% dan finisher maksimal 8,0%. Lemak pada pakan nabati berasal dari CPO, sedangkan

pada pakan komersial bersumber dari tepung daging. Serat kasar pada pakan perlakuan yang didapat sudah sesuai dengan SNI (2006) pada starter dan finisher yaitu maksimal 6%. Serat kasar pakan perlakuan hampir sama, yaitu berkisar antara 4,42%-4,7%. Energi bruto pakan perlakuan berkisar antara 3935,47-4051,8 kkal/kg pakan. Penambahan DSP terlihat dapat menurunkan energi bruto pakan, karena DSP memiliki kandungan energi bruto yang rendah sebesar 2850,22 kkal/kg pakan. Sumber energi pakan komersial berasal dari jagung, dedak dan pecahan gandum, sedangkan pada pakan nabati bersumber dari bekatul, jagung, DSP dan CPO. Konsumsi Pakan Rataan konsumsi pakan ayam broiler yang dipelihara selama lima minggu disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Rataan Konsumsi Pakan selama Pemeliharaan Perlakuan

Konsumsi (g/ekor)

P1

2985,38

P2

2836,46

P3

2082,35

P4

1940,87

Konsumsi pakan ayam broiler selama lima minggu penelitian pada ayam yang diberi perlakuan pakan komersial dan komersial ditambah DSP (P1 dan P2) relatif sama, yaitu sebesar 2985,38 dan 2836,46 g/ekor, sementara pada pakan nabati dan nabati ditambah DSP (P3 dan P4) sebesar 2082,35 dan 1940,87 g/ekor, dan keduanya juga tidak jauh berbeda. Wahju (2004) menyatakan bahwa besar dan bangsa ayam, temperatur lingkungan, tahap produksi, dan energi dalam pakan dapat mempengaruhi konsumsi. Pond et al. (2005) menambahkan bahwa konsumsi juga dipengaruhi oleh palatabilitas. Energi bruto pada penelitian ini relatif sama, yaitu sekitar 3935,47-4051,80 kkal/kg pakan. Temperatur tiap perlakuan juga relatif sama. Rendahnya konsumsi ayam pada perlakuan pakan nabati kemungkinan disebabkan oleh rendahnya palatabilitas pakan. Pond et al. (2005) menyatakan bahwa palatabilitas pakan merupakan daya tarik pakan atau bahan pakan yang dapat

21

menimbulkan selera makan pada ayam. Palatabilitas pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu rasa, bau, dan warna pakan. Pakan komersial dan nabati pada penelitian ini memiliki warna yang hampir sama, tetapi pakan nabati memiliki bau yang kurang sedap daripada pakan komersial. Hati, Proventrikulus, Gizzard Hasil

pengamatan

mengenai

rataan

persentase

bobot

relatif

hati,

proventrikulus, dan gizzard pada ayam broiler umur lima minggu yang diberi perlakuan pakan yang berbeda disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Rataan Persentase Bobot Relatif Hati, Proventrikulus, dan Gizzard Ayam Tabel 9. Broiler Peubah

P1

P2

P3

P4

Hati (%)

2,73±0,51

2,47±,0,53

2,64±0,20

2,62±0,86

Proventrikulus (%)

0,44±0,05A

0,45±0,10A

0,78±0,09B

0,71±0,19B

Gizzard (%)

1,17±0,51A

1,17±0,09A

2,88±0,43B

2,38±0,52B

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata Keterangan : (P<0,01)

Hati Hati unggas memiliki proporsi yang besar terhadap bobot hidupnya (Grist, 2006). Rataan persentase bobot relatif hati ayam broiler hasil penelitian pada keempat perlakuan berkisar antara 2,47%-2,73% dari bobot hidup. Hasil tersebut tidak berbeda dengan apa yang dinyatakan dalam Suprijatna et al. (2008) bahwa bobot hati mencapai 3% bobot hidup. Hal senada juga dilaporkan oleh Walad (2007) bahwa persentase bobot relatif hati ayam broiler yang berumur lima minggu sekitar 2,69% dari bobot hidupnya. Rataan persentase bobot relatif hati ayam broiler yang diberi keempat perlakuan pada penelitian ini tidak berbeda secara statistik. Ensminger (1992) menyatakan bahwa salah satu fungsi hati adalah sebagai detoksifikasi komponen berbahaya. Pakan pada perlakuan penelitian ini tidak mengandung komponen yang berbahaya, sehingga kerja hati menjadi lebih ringan yang menyebabkan bobot hati ayam broiler pada tiap perlakuan tidak berbeda. Darmawan (2008) menambahkan bahwa saponin yang terkandung dalam pakan membantu kerja hati dalam detoksifikasi racun dengan menghambat dan membunuh bakteri di saluran

22

pencernaan sehingga darah yang membawa zat makanan dari saluran pencernaan menuju hati sudah tidak mengandung racun. Saponin merupakan salah satu zat anti nutrisi yang biasa ditemukan pada tanaman dan biji-bijian. Sumber saponin dalam pakan penelitian baik dari pakan komersial ataupun pakan nabati ini bisa berasal dari bekatul, dedak padi, dan DSP. Selain hal tersebut, besarnya relatif hati tergantung pada termoregulasi tubuh (Grist, 2006). Suhu tubuh ayam broiler tergantung dengan suhu lingkungan mikro dan suhu lingkungan tiap perlakuan relatif sama, sehingga bobot hati ayam broiler tidak berbeda tiap perlakuan. Proventrikulus Proventrikulus merupakan salah satu organ pencernaan utama dan merupakan perluasan esofagus (Bell dan Weaver, 2002). Rataan persentase bobot relatif proventrikulus ayam broiler hasil penelitian dengan perlakuan pakan komersial dan komersial ditambah DSP (P1 dan P2) tidak berbeda secara statistik. Rataan persentase bobot relatif keduanya berturut-turut sebesar 0,44% dan 0,45% dari bobot hidup. Hasil tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Elfiandra (2007) bahwa bobot relatif proventrikulus ayam broiler umur lima minggu yang diberi pakan komersial sekitar 0,45% dari bobot hidup. Rataan persentase bobot relatif proventrikulus ayam broiler yang diberi perlakuan pakan nabati dan nabati ditambah DSP (P3 dan P4) berturut-turut sebesar 0,78% dan 0,71% dari bobot hidup, dan keduanya saling tidak berbeda secara statistik. Hasil analisis statistik persentase bobot relatif proventrikulus ayam broiler yang diberi perlakuan pakan nabati dan nabati ditambah DSP (P3 dan P4) sangat nyata lebih besar dari perlakuan pakan komersial dan komersial ditambah DSP (P1 dan P2). Persentase bobot yang lebih besar tersebut disebabkan karena sumber protein pada pakan nabati (P3 dan P4) berasal dari DSP yang masih mengandung anti tripsin. Kerja proventrikulus dalam mensekresikan enzim pepsin untuk memecah protein pada perlakuan pakan nabati lebih berat karena mengandung anti tripsin, sehingga bobot proventrikulus membesar. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dilaporkan Elfiandra (2007) bahwa kerja proventrikulus mensekresikan enzim pepsin akan berdampak pada bobotnya. Proventrikulus mensekresikan enzim pepsin dan merupakan awal dari pencernaan protein agar dapat dipecah menjadi komponen sederhana, disamping itu juga dihasilkan asam hidroklorida (Grist, 2006). Pepsin

23

dalam pencernaan protein berfungsi menghidrolisis ikatan-ikatan peptida protein menjadi peptide yang lebih kecil, sedangkan asam hidroklorida juga menyebabkan protein globular mengalami denaturasi sehingga ikatan peptide lebih terbuka terhadap hidrolisis enzimatik (Lehninger, 1982). Gizzard Gizzard atau biasa dikenal dengan rempela merupakan organ pencernaan pada unggas yang biasa disebut perut otot (Bell dan Weaver, 2002), karena di dalamnya tersusun otot-otot yang kuat (Grist, 2006). Rataan persentase bobot relatif gizzard ayam broiler hasil penelitian yang diberi perlakuan pakan komersial dan komersial ditambah DSP (P1 dan P2) sebesar 1,17% dari bobot hidup. Hasil tersebut tidak berbeda dengan apa yang dilaporkan oleh Elfiandra (2007) bahwa persentase bobot relatif gizzard ayam broiler umur lima minggu sekitar 1,39% bobot hidup. Rataan persentase bobot relatif gizzard ayam broiler yang diberi perlakuan pakan nabati dan nabati ditambah DSP (P3 dan P4) sangat nyata lebih besar dari perlakuan pakan komersial, yaitu masing-masing sebesar 2,88% dan 2,38% dari bobot hidup, dan saling tidak berbeda secara statistik. Persentase bobot relatif gizzard ayam broiler yang lebih besar pada perlakuan pakan nabati tersebut disebabkan karena bobot hidup ayam broiler pada perlakuan pakan nabati lebih kecil. Bobot gizzard ayam broiler hasil penelitian pada keempat perlakuan berkisar antara 16,9-19,67 g/ekor. Rataan bobot gizzard ayam broiler yang diberi perlakuan pakan komersial (P1), komersial ditambah DSP (P2), nabati (P3), dan nabati ditambah DSP (P4) masing-masing sebesar 18,3; 19,67; 17,9; dan 16,9 g/ekor, dan secara statistik tidak berbeda. Bobot yang tidak berbeda tersebut disebabkan karena kandungan serat kasar pakan perlakuan relatif sama, sehingga kerja gizzard dalam menggerus pakan relatif sama tiap perlakuannya. Ensminger (1992) menyatakan bahwa gizzard berfungsi untuk menggerus pakan. Sumiati et al. (2002) melaporkan bahwa bobot gizzard dipengaruhi oleh kadar serat kasar dalam pakan. Kerja gizzard untuk memperkecil ukuran partikel makanan lebih berat pada pakan yang berserat tinggi. Makin tinggi kadar serat, makin keras gizzard bekerja, sehingga bobot gizzard meningkat.

24

Usus Halus dan Usus Besar Usus halus merupakan organ utama tempat berlangsungnya pencernaan (Bell dan Weaver, 2002). Lehninger (1982) menambahkan bahwa proses pencernaan pakan disempurnakan di usus halus. Usus halus dibagi menjadi 3 bagian yaitu, duodenum yang melingkari pankreas serta jejunum dan ileum yang bersatu dan dibatasi oleh divertikulum. Usus besar memanjang dari persimpangan seka hingga kloaka dan merupakan bagian akhir dari pencernaan. Usus besar lebih pendek dan lebih tebal daripada usus halus (Grist, 2006). Hasil pengamatan mengenai panjang relatif dan persentase bobot relatif usus halus (duodenum, jejunum, dan ileum) serta panjang relatif usus besar ayam broiler umur lima minggu yang diberi perlakuan pakan berbeda disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Rataan Panjang Relatif dan Persentase Bobot Relatif Usus Halus serta Tabel 10. Panjang Relatif Usus Besar Ayam Broiler P1

P2

P3

P4

Panjang Duodenum (cm/kg)

18,7±0,7A

19,2±0,9A

48,8±6,1B

38,9±6,5C

Bobot Duodenum (%)

0,67±0,17A

0,53±0,12A

1,23±0,21B

1,08±0,24B

Panjang Jejunum (cm/kg)

46,6±3,1A

44,8±4,0A

119,9±13,1B

97,1±4,3C

Bobot jejunum (%)

1,18±0,13A

0,97±0,12A

1,78±0,09B

1,77±0,45B

Panjang Ileum (cm/kg)

43,5±5,5A

44,7±6,6A

123,8±16,9B

92,7±14,8C

Bobot Ileum(%)

0,88±0,12A

0,83±0,21A

1,26±0,06B

1,26±0,27B

Panjang Usus Besar (cm/kg)

7,1±1,3AD

4,4±1,3B

19,4±0,23C

15,8±1,6D

Peubah

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata Keterangan : (P<0,01)

Duodenum Duodenum merupakan organ pencernaan setelah gizzard. Rataan panjang relatif duodenum ayam broiler hasil penelitian dengan perlakuan pakan komersial dan komersial ditambah DSP (P1 dan P2) tidak berbeda secara statistik, yaitu sebesar sebesar 18,7 dan 19,2 cm/kg bobot hidup. Hasil tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Widianingsih (2008) bahwa panjang duodenum ayam broiler yang diberi pakan komersial sekitar 19,4 cm/kg bobot hidup. Rataan panjang relatif duodenum ayam broiler yang diberi perlakuan pakan nabati dan nabati ditambah DSP (P3 dan P4) berturut-turut sebesar 48,8 dan 38,9 cm/kg bobot hidup.

Panjang relatif duodenum ayam broiler yang diberi perlakuan pakan nabati dan nabati ditambah DSP (P3 dan P4) secara statistik sangat nyata lebih besar daripada perlakuan pakan komersial dan komersial ditambah DSP (P1 dan P2). Hal tersebut disebabkan karena bobot hidup ayam broiler yang diberi perlakuan pakan nabati lebih kecil. Panjang duodenum ayam broiler hasil penelitian pada keempat perlakuan berkisar antara 27,6-32,2 cm/ekor. Rataan panjang duodenum ayam broiler yang diberi perlakuan pakan komersial, komersial ditambah DSP, nabati dan nabati ditambah DSP masing-masing sebesar 29,4; 32,2; 30,2; dan 27,6 cm/ekor, dan tidak berbeda secara statistik. Hal tersebut menunjukkan bahwa duodenum ayam broiler pada penelitian ini tumbuh dengan normal, dengan demikian organ ini dapat berfungsi dengan baik. Duodenum ayam broiler pada keempat perlakuan sama-sama bekerja untuk mencerna pakan yang masuk. Hal tersebut sesuai dengan Bell dan Weaver (2002) yang menyatakan bahwa di dalam duodenum terjadi proses pencernaan. Pankreas mengalirkan pancreatic juice ke dalam duodenum yang mengandung enzim amilase, lipase, dan tripsin. Ensminger (1992) menambahkan bahwa amilase berfungsi memecah pati, lipase berfungsi memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol, dan tripsin berfungsi memecah protein. Cairan empedu yang dihasilkan hati juga dialirkan ke duodenum untuk mengemulsi lemak. Selama proses pencernaan di duodenum karbohidrat, protein dan lemak mengalami penguraian secara enzimatik menjadi senyawa pembangunnya (Lehninger, 1982). Rataan persentase bobot relatif duodenum ayam broiler yang diberi perlakuan pakan komersial dan komersial ditambah DSP (P1 dan P2) masing-masing 0,67% dan 0,53% dari bobot hidup, dan keduanya saling tidak berbeda. Hasil tersebut relatif tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Darmawan (2008) yang melaporkan bahwa bobot duodenum ayam broiler umur lima minggu sekitar 0,61% dari bobot hidup. Rataan persentase bobot relatif duodenum ayam broiler yang diberi perlakuan pakan nabati dan nabati ditambah DSP (P3 dan P4) tidak berbeda, yaitu masingmasing sebesar 1,23% dan 1,08% bobot hidup. Bobot relatif duodenum ayam broiler yang diberi perlakuan pakan nabati dan nabati ditambah DSP (P3 dan P4) secara statistik sangat nyata lebih besar daripada perlakuan pemberian pakan komersial dan komersial ditambah DSP (P1 dan P2). Hal

26

tersebut disebabkan karena duodenum ayam broiler yang diberi perlakuan pakan nabati bekerja lebih keras mencerna pakan yang masuk. Hal tersebut sesuai dengan fungsi duodenum untuk mencerna makanan (Bell dan Weaver, 2002). Sumber protein pakan nabati berasal dari DSP yang merupakan olahan kacang kedelai yang masih mengandung anti tripsin sehingga menghambat pencernaan protein di dalam duodenum, akibatnya duodenum bekerja lebih keras untuk mencerna protein agar dapat dipecah menjadi komponen sederhana. Hal tersebut sesuai dengan Ensminger (1992) bahwa tripsin yang dialirkan dari pankreas ke dalam duodenum membantu memecah protein menjadi asam amino yang selanjutnya siap untuk diserap. Jejunum dan Ileum Jejunum memanjang dari duodenum hingga ileum, sedangkan ileum memanjang hingga persimpangan seka. Jejunum dan ileum dibatasi divertikulum (Grist, 2006). Rataan panjang relatif jejunum ayam broiler yang diberi perlakuan pakan komersial dan komersial ditambah DSP (P1 dan P2) tidak berbeda secara statistik, yaitu sebesar 46,6 dan 44,8 cm/kg bobot hidup. Rataan panjang relatif ileumnya sebesar 43,5 dan 44,7 cm/kg bobot hidup, dan juga tidak berbeda secara statistik. Panjang relatif jejunum dan ileum tersebut hampir sama dengan hasil penelitian Widianingsih (2008) yang melaporkan bahwa jejunum dan ileum ayam broiler yang diberi pakan komersial masing-masing sebesar 40,2 dan 42,1 cm/kg bobot hidup. Rataan panjang relatif jejunum ayam broiler yang diberi perlakuan pakan nabati dan nabati ditambah DSP (P3 dan P4) masing-masing sebesar 119,9 dan 9,71 cm/kg bobot hidup. Rataan panjang relatif ileumnya masing-masing sebesar 123,8 dan 92,7 cm/kg bobot hidup. Panjang relatif jejunum dan ileum ayam broiler yang diberi perlakuan pakan nabati dan nabati ditambah DSP (P3 dan P4) secara statistik sangat nyata lebih besar daripada perlakuan pakan komersial. Hal tersebut disebabkan karena bobot hidup ayam broiler yang diberi perlakuan pakan nabati lebih kecil. Rataan panjang jejunum dan ileum ayam broiler hasil penelitian pada keempat perlakuan berkisar antara 7075 dan 67,3-76 cm/ekor. Panjang jejunum ayam broiler yang diberi perlakuan P1, P2, P3, dan P4 masing-masing sebesar 73,5; 75; 74,2; dan 70 cm/ekor, sedangkan untuk rataan panjang ileumnya masing-masing sebesar 68,4; 74,6; 76; dan 67,3 cm/ekor. Panjang jejunum dan ileum tersebut secara statistik tidak berbeda. Hal tersebut

27

membuktikan bahwa jejunum dan ileum ayam broiler dalam penelitian ini tumbuh dengan normal, dengan demikian diharapkan mampu berfungsi secara baik. Panjang yang sama pada jejunum dan ileum ayam broiler penelitian disebabkan karena kandungan serat kasar tiap perlakuan relatif sama, sehingga panjang jejunum dan ileum tiap perlakuan sama. Sumiati dan Sumirat (2002) menyatakan bahwa regangan usus ayam yang diberi serat kasar tinggi cenderung lebih kuat, dan menyebabkan jejunum dan ileum pada penelitian ini lebih panjang. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dilaporkan Syamsuhaidi (1997) bahwa peningkatan kadar serat dalam pakan akan cenderung memperpanjang usus. Rataan persentase bobot relatif jejunum ayam broiler yang diberi perlakuan pakan komersial dan komersial ditambah DSP (P1 dan P2) masing-masing sebesar 1,18% dan 0,97% dari bobot hidup, dan keduanya tidak berbeda. Rataan persentase bobot relatif ileumnya sebesar 0,88% dan 0,83% dari bobot hidup, dan juga tidak berbeda. Persentase bobot relatif jejunum dan ileum tersebut relatif tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Tresnandika (2009) yang melaporkan bahwa bobot relatif jejunum dan ileum ayam broiler masing-masing sekitar 1,10% dan 0,94% dari bobot hidup. Persamaan tersebut karena pakan yang diberikan adalah pakan komersial yang kandungan nutrisinya relatif sama. Rataan persentase bobot relatif jejunum ayam broiler yang diberi perlakuan pakan nabati dan nabati ditambah DSP (P3 dan P4) tidak berbeda, yaitu masingmasing sebesar 1,78% dan 1,77% bobot hidup. Rataan persentase bobot relatif ileumnya juga tidak berbeda, yaitu sebesar 1,26% bobot hidup. Bobot jejunum dan ileum tersebut secara statistik sangat nyata lebih besar daripada perlakuan pemberian pakan komersial dan komersial ditambah DSP (P1 dan P2). Fungsi jejunum dan ileum pada ayam adalah menyerap zat makanan (Bell dan Weaver, 2002). Besarnya rataan persentase bobot relatif jejunum dan ileum ayam broiler yang diberi perlakuan pakan nabati diduga disebabkan karena vili di dalam jejunum dan ileum jumlahnya lebih banyak agar dapat memaksimalkan penyerapan zat makanan. Pakan nabati pada penelitian ini menggunakan DSP sebagai sumber protein. Dysapro merupakan hasil olahan kacang kedelai yang masih mengandung anti tripsin, sehingga protein menjadi sulit diserap. Dampaknya adalah vili pada jejunum dan ileum lebih banyak untuk menyerap zat makanan tersebut. Selain hal tersebut, darah yang mengalir pada

28

vili diduga lebih banyak karena vili bekerja lebih keras menyerap protein, yang mengakibatkan bobotnya menjadi lebih besar. Colville dan Bassert (2008) menyatakan bahwa di dalam usus terdapat vili yang mengandung banyak mikrovili untuk menyerap zat makanan. Struktur dalam vili terdiri dari pembuluh darah, arteri dan saluran getah bening. Usus Besar Usus besar juga dikenal dengan kolon. Panjang usus besar lebih pendek daripada panjang usus halus (Grist, 2006). Rataan panjang relatif usus besar ayam broiler yang diberi perlakuan pakan komersial dan komersial ditambah DSP (P1 dan P2) masing-masing sebesar 7,1 dan 4,4 cm/kg bobot hidup. Hasil tersebut relatif tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Tambunan (2007) yang melaporkan bahwa panjang relatif usus besar ayam broiler berkisar antara 5,0-8,7 cm/kg bobot hidup. Rataan persentase panjang relatif usus besar ayam broiler yang diberi perlakuan pakan nabati dan nabati ditambah DSP (P3 dan P4) masing-masing sebesar 19,4 dan 15,8 cm/kg bobot hidup. Panjang relatif usus besar ayam broiler yang diberi perlakuan pakan nabati dan nabati ditambah DSP (P3 dan P4) sangat nyata lebih besar daripada perlakuan pakan komersial dan komersial ditambah DSP (P1 dan P2). Hal tersebut disebabkan karena bobot hidup pada perlakuan pakan nabati lebih kecil. Rataan panjang usus besar keempat perlakuan pada penelitian ini tidak berbeda secara statistik, yaitu berkisar antara 5,55-7,9 cm/ekor. Panjang usus besar ayam broiler yang diberi perlakuan P1, P2, P3, dan P4 masing-masing 7,9; 5,55; 7,45; dan 6,75 cm/ekor. Usus besar tidak mencerna pakan, sehingga kandungan anti tripsin tidak mempengaruhi panjang usus besar. Hal ini sesuai dengan Bell dan Weaver (2002) yang menyatakan bahwa usus besar tidak mensekresikan enzim, melainkan hanya terjadi proses penyerapan air untuk meningkatkan kadar air di dalam sel tubuh serta menjaga keseimbangan air pada unggas. Usus besar juga menyalurkan sisa makanan dari usus halus ke kloaka.

29

Bobot Akhir Bobot akhir merupakan bobot ayam pada saat dipanen. Hasil pengamatan mengenai rataan bobot akhir ayam broiler umur lima minggu yang diberi perlakuan pakan berbeda disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Rataan Bobot Akhir Ayam Broiler Perlakuan

Rataan Bobot Akhir

P1

1577,9±111,40A

P2

1769,7±303,08A

P3

618,7±59,86B

P4

719,5±93,17B

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata Keterangan : (P<0,01)

Rataan bobot akhir ayam broiler yang diberi perlakuan pakan komersial dan komersial ditambah DSP (P1 dan P2) masing-masing 1577,9 dan 1767,7 g/ekor dan tidak berbeda secara statistik. Bobot tersebut tidak jauh berbeda dengan bobot akhir hasil penelitian Walad (2007) yang melaporkan bahwa bobot akhir ayam broiler yang diberi pakan komersial sekitar 1573,8 g/ekor. Rataan bobot akhir ayam broiler pada perlakuan pakan nabati dan pakan nabati ditambah DSP (P3 dan P4) secara statistik sangat nyata lebih rendah daripada perlakuan pakan komersial dan komersial ditambah DSP (P1 dan P2), yaitu masing-masing sebesar 618,7 dan 719,5 g/ekor. Jun et al. (2000) melaporkan bahwa pertumbuhan ayam broiler dipengaruhi oleh lingkungan. Nova (2008) menambahkan bahwa lingkungan memberikan pengaruh yang besar dalam penampilan ternak yaitu 70 %, sedangkan faktor genetik sebesar 30%. Faktor lingkungan terdiri dari pakan yang diberikan, suhu dan tatalaksana pemeliharaan. Suhu dan tatalaksana pemeliharaan tiap perlakuan pada penelitian ini relatif sama, sehingga dapat dikatakan bahwa rendahnya bobot akhir karena perbedaan pakan yang diberikan. Hal tersebut sesuai dengan Bell dan Weaver (2002) yang menyatakan bahwa pakan yang diberikan dapat mempengaruhi bobot akhir. Pakan nabati mengandung anti tripsin yang menghambat pencernaan dan penyerapan protein. Protein yang diserap menjadi sedikit, sehingga tidak cukup untuk proses anabolisme untuk pembentukan otot pada ayam. Hal tersebut sesuai dengan Sumiati et al. (2002) bahwa penurunan bobot hidup diduga disebabkan 30

adanya anti nutrisi yang mengikat protein yang tidak dapat dicerna, sehingga menghambat pertumbuhan. Selain hal tersebut, asam amino yang terkandung tidak dalam proporsi yang seimbang. Hal tersebut sesuai dengan Sumiati dan Sumirat (2002) yang menyatakan bahwa asam amino yang terkandung dalam pakan mempengaruhi pembentukan otot. Penambahan DSP pada perlakuan pakan komersial maupun nabati (P2 dan P4) secara statistik terlihat tidak dapat memperbaiki bobot akhir. Hal tersebut disebabkan karena DSP yang merupakan olahan kacang kedelai yang masih mengandung anti tripsin, sehingga menggangu proses pencernaan dan penyerapan protein. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dilaporkan Fadli (2009) bahwa cara pengolahan kacang kedelai menentukan kualitasnya. Kedelai yang diproses dengan larutan alkali, proteinnya diendapkan dan dinetralisasi kemudian dikeringkan dapat meningkatkan nilai protein dari kedelai tersebut. Suhu yang dibutuhkan untuk menginaktifkan anti tripsin sekitar 125°C.

31

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemberian pakan nabati pada ayam broiler sampai umur lima minggu berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap persentase bobot relatif proventrikulus, gizzard, duodenum, jejunum dan ileum, dan bobot akhir serta persentase panjang relatif duodenum, jejunum, dan ileum, tetapi tidak berpengaruh terhadap bobot hati. Secara umum organ pencernaan ayam broiler tumbuh dan dapat berfungsi dengan normal. Penambahan DSP pada perlakuan pakan komersial dan nabati tidak dapat memperbaiki bobot akhir. Saran Perlakuan penambahan DSP sebaiknya dilakukan pemuasaan lebih dari satu jam agar pakan yang diberikan langsung habis. Penambahan asam amino sintesis pada pakan nabati perlu dilakukan agar asam amino menjadi lengkap dan proporsional yang dapat meningkatkan pertumbuhan. Perlu dilakukan penelitian mengenai analisis kimia, fisik, dan organoleptik pada produk akhir berupa daging yang dihasilkan untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan nabati terhadap nilai gizi, karakteristik dan tingkat kesukaan konsumen. Perlu juga dilakukan analisis ekonomi, sehingga dapat dilihat dari sisi ekonomisnya.

UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar dan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat, serta pengikutnya hingga akhir zaman. Terimakasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua H. Moh. Yusuf Usman dan Hj. Maria Yulianingsih, kakakku H. M. Dedendeni Usman beserta istri yang telah mencurahkan perhatian, pengorbanan, nasehat, motivasi dan kasih sayang yang sangat besar kepada penulis. Terima kasih telah mendidik, mengarahkan serta mengajarkan arti hidup, kejujuran, dan tanggung jawab. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu H. S, M.S yang telah memberikan kesempatan untuk ikut terlibat dalam penelitian bersama tim sehingga dapat menulis skripsi ini. Terima kasih kepada kedua pembimbing skripsi Ir. Niken Ulupi, M.S dan Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu H. S, M.S yang dengan penuh kesabaran dan keyakinan memberikan bimbingan, tuntunan, pengajaran, pengarahan serta mengorbankan waktu dan pikiran dari mulai penelitian sampai skripsi ini selesai. Terima kasih juga kepada Dr. Rudi Afnan, S.Pt.M.Sc.Agr, Dr. Ir. Sumiati, M.Sc dan Ir. Lucia Cyrilla ENSD, MSi selaku penguji sidang serta kepada Dr. Rudi Afnan, S.Pt, M.Sc.Agr sebagai pembahas seminar yang telah banyak memberikan masukan, saran, dan pemahaman dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada (Alm) Ir. Sudjana Natasasmita dan Dr. Rudi Afnan, S.Pt.M.Sc.Agr sebagai pembimbing akademik yang selalu memberikan pelajaran, saran, motivasi, dan pengarahan selama masa studi. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman satu penelitian (Asep, Helen dan Budiman) untuk semangat dan pengorbananya serta teman-teman satu bimbingan (Krisna, Wahid, Ridho, Gagah, Dimas, Alif, Listy, Maisa). Teman-teman TPB B7 dan IPTP 43, terimakasih untuk kebersamaan dan kekeluargaan yang telah diberikan. Kepada pihak perusahaan PT. Beni Putra (Pak Aryo dan Pak Supangat), seluruh staf Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Unggas (Pak Hamzah, Pak Eka, dan Bu Leli) terima kasih untuk bantuan yang telah diberikan selama ini. Teman-teman seperjuangan BEM TPB 43, DPM D 2007 dan 2008, MPM KM 2007, Pacool, OB, AA dan MH Crew terima kasih atas pelajaran,

perjuangan, dukungan, semangat, dan persaudaraannya selama ini. Serta tak lupa penulis sampaikan kepada semua pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Bunda yang selama ini telah banyak berkorban memberikan masukan, nasehat, dan motivasi selama ini. Terimakasih karena telah mengajarkan bagaimana arti kehidupan, kejujuran, dan tanggung jawab. Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada civitas akademik Fakultas Peternakan IPB yang selama ini telah banyak membantu penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan yang membacanya.

34

DAFTAR PUSTAKA Anggorodi, R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Awad, W. A., K. Ghareeb, S. Abdel-Raheem, & J. Böhm. 2009. Effects of dietary inclusion of probiotic and synbiotic on growth performance, organ weights, and intestinal histomorphology of broiler chickens. Poultry Science. 88: 4955 Bell, D. D., & W. D. Weaver, Jr. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg Production. 5th Edition. Springer Science and Business Media Inc. New York. Champagne, E. T., F. Wood , O. Juliano , & B. Bechtel. 2004. The rice bran and its gross composition: rice chemistry and technology 3rd Edition. American Association of Cereal Chemists Inc., Minesota. Colville, T. & J. M. Bassert. 2008. Clinical, Anatomy and Physiology. 2nd Edition. Mosby Elsevier Inc., Canada Combs, G. F. 1998. The Vitamin. Fundamental Aspect in Nutrition and Health. 2nd Edition. Academic Press, San Diego. Damayanthi, E. & D. I. Listyorini. 2006. Pemanfaatan tepung bekatul rendah lemak pada pembuatan keripik simulasi. Jurnal Pangan dan Gizi. 1 (2): 34-44 Darmawan, A. 2008. Pengaruh pemberian biji jarak pagar terhadap organ dalam ayam broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor Djunaidi, I. H., T. Yuwanta, Supadmo, & M. Nurcahyanto. 2009. Performa dan bobot organ pencernaan ayam broiler yang diberi pakan limbah udang hasil fermentasi Bacillus sp. Media Peternakan. 32 (3): 212-218 Elfiandra. 2007. Pemberian warna lampu penerangan yang berbeda terhadap pertumbuhan badan ayam broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor Ensminger, M. E. 1992. Poultry Science. 3rd Edition. Interstate Publisher, Inc., Danville, Illionis. Fadli, M. A. 2009. Optimasi formula dan evaluasi mutu minuman berpotensi tinggi berbasiskan isolate protein kedelai dan sweet whey. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Gasperz, V. 1994. Metode Perancangan Percobaan. Armico, Bandung. Gumbira, E. 1994. Penanganan dan Pemanfaatran Limbah Industri Kelapa Sawit. Badan Kerjasama Pusat Studi Lingkungan. Gordon, S. H. & D. R. Charles. 2002. Niche and Organic Chicken Product: Their Technology and Scientific Principles. Nottingham University Press, UK.

Grist, A. 2006. Poultry Inspection. Anatomy, Physiology and Disease Conditions. 2nd Edition. Nottingham University Press, United Kingdom. Hernandez, F., J. Madrid, V. Garcia, J. Orengo, & M. D. Megias. 2004. Influence of two plant extract on broiler performance, digestibility, and digestive organ size. Poultry Science. 83:169-174. Jun, L. Z., Y. W. Ho, N. Abdullah, & S. Jalaludin, 2000. Digestive and bacterial enzymes activities in broilers fed diets supplemented with Lactobacillus cultures. Poultry Science. 78: 886-891. Kahlon, T. S., F. I. Chow, & R. N. Sayre. 1994. Cholesterol lowering properties of rice bran. J Cereal Food Word. Vol 39 (2): 99-102 Kamal, M. 1986. Pengaruh penggunaan katul yang telah mengalami ekstrusi kering di dalam ransum ayam broiler 1-8 minggu terhadap kenaikan performans. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Kismono, M. M. S. S. 1986. Toleransi ayam broiler terhadap kandungan serat kasar, serat detergen asam, lignin dan silica dalam ransum yang mengandung tepung daun alang-alang. Disertasi. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor Lehninger, A. L. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Jilid 3. Terjemahan: M. Thenawijaya. Erlangga, Jakarta. Luh, B. 1991. Rice Utilization. Vol II. Van Nostrand Reinhold, New York. Muchtadi, T. 1994. Peranan teknologi pangan dalam meningkatkan nilai tambah produksi minyak sawit. Orasi Ilmiah. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. National Reasearch Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9th Revised Edition. National Academy Press, Washington DC. Nova, K. 2008. Pengaruh perbedaan persentase pemberian ransum antara siang dan malam hari terhadap performans broiler strain CP 707. Animal Production. 10(2): 117-121. Peric, L., D. Zikic, & M. Lukic. 2009. Aplication of alternative growth promotors in broiler production. Biotechnology in Animal Husbandry. 25 (5-6):387-397 Pond, W. G., D.C. Church & K. R. Pond. 2005. Basic Animal Nutrition and Feeding. 5th Edition. John Wiley and Sons, New York. Priyono. 2009. Premix. http://priyonoscience.blogspot.com/2009/03/premix.html [30 Maret 2010] Schering-Plough. 2009. Enramycin F-40. Professiionally Economics. Intervet, Schering-Plough Animal Health.

Promoting

Farm

36

Sinurat, A. P., T. Purwadaria, M. H. Togatorop, & T. Pasaribu. 2003. Pemanfaatan bioaktif tanaman sebagai "Feed Additive" pada ternak unggas: Pengaruh pemberian gel lidah buaya atau ekstraknya dalam ransum terhadap penampilan ayam pedaging. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 8(3):139-145 Soesanto, I. R. H. 1991. Pemilihan Bibit DOC. Fakultas Politeknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Standar Nasional Indonesia. 2005. [SNI 01-4868.1-2005] Bibit niaga (final stock) ayam ras tipe pedaging umur sehari (kuri/doc). Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. Standar Nasional Indonesia. 2006a. [SNI 01-3930-2006] Pakan anak ayam ras pedaging (broiler starter). Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. Standar Nasional Indonesia. 2006b. [SNI 01-3931-2006] Pakan ayam ras pedaging masa akhir (broiler finisher). Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. Sugano, M. 2006. Soy in Health and Disease Prevention. Taylor and Francis Group, Boca Raton. Sugiyono. 2006. Pengolahan Kacang-kacangan. Pusat Antar Universitas Press, Bogor. Suharti, S., A. Banowati, W. Hermana, & K. G. Wiryaman. 2008. Komposisi dan kandungan kolesterol karkas ayam broiler diare yang diberi tepung daun salam (Syzygium polyanthum) dalam ransum. Media Peternakan. 31(2):138145 Sumiati & A. Sumirat. 2002. Persentase bobot saluran pencernaan dan organ dalam itik lokal (Anas platyrhyncos) jantan yang diberi berbagai taraf kayambang (Salvinia molesta) dalam ransumnya. Media Peternakan. 26 (1): 11-16 Sumiati, W. Hermana, & A. Aliyani. 2002. Persentase berat karkas dan organ dalam ayam broiler yang diberi tepung daun talas (Colocasia esculenta (L.) Schoot) dalam ransumnya. Media Peternakan. 26 (1): 4-10 Suprijatna, E., U. Atmomarsono, & R. Kartasudjana. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta. Syamsuhaidi. 1997. Penggunaan duckweed (family lemnaceae) sebagai pakan serat sumber protein dalam ransum ayam pedaging. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tambunan, I. R. 2007. Pengaruh pemberian tepung kertas koran pada periode grower terhadap persentase karkas, lemak abdominal, organ dalam dan saluran pencernaan ayam broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Tresnandika, G. 2009. Efek pengaruh DL-Metionin dalam ransum terhadap organ dalam serta hispatologi usus dan hati ayam broiler umur enam minggu. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. 37

Vantress. 2008. Broiler performance and nutrition supplement. Cobb 500. Cobb Vantress Inc., Arkansas. Walad, G. S. 2007. Pengaruh warna lampu penerangan terhadap bobot hidup, persentase karkas, giblet, dan lemak abdominal ayam broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan kelima. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Widianingsih, M. N. 2008. Persentase organ dalam broiler yang diberi ransum crumble berperekat onggok, bentonit dan tapioka. Skripsi. Fakultas peternakan, institut Pertanian Bogor, Bogor. Widodo, W. 2010. Nutrisi dan Pakan Unggas Kontekstual. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

38

LAMPIRAN

Lampiran 1. SNI Pakan Broiler Starter dan Finisher No.

Parameter

Satuan

Startera

Finisherb

1

Kadar air

%

Maks. 14,0

Maks. 14,0

2

Protein Kasar

%

Min. 19,0

Min. 18,0

3

Lemak Kasar

%

Maks. 7,4

Maks. 8,0

4

Serat kasar

%

Maks. 6,0

Maks. 6,0

5

Abu

%

Maks. 8,0

Maks. 8,0

6

Kalsium

%

0,90-1,20

0,90-1,20

7

Fosfor total

%

0,60-1,00

0,60-1,00

8

Fosfor tersedia

%

Min. 0,40

Min. 0,40

9

Total aflatoxin

mg/kg

Maks. 50,0

Maks. 50,0

10

Energi Metabolis

kkal/kg

Min. 2900

Min. 2900

11

Asam amino: Lisin

%

Min. 1,10

Min. 0,90

Metionin

%

Min. 0,40

Min. 0,30

Metionin+sisitin

%

Min. 0,60

Min. 0,50

Sumber : a SNI 01-3930-2006 b SNI 01-3931-2006

Lampiran 2. Rataan Bobot dan Panjang Organ Pencernaan Ayam Broiler Hasil Lampiran 2. Penelitian P1

P2

P3

P4

Hati (g/ekor)

43,20±9,72

41,50±9,11

16,30±1,72

18,70±6,55

Proventrikulus (g/ekor)

7,00±1,00

7,53±1,72

4,80±0,76

5,06±1,46

Gizzard (g/ekor)

18,30±2,02

19,67±1,28

17,90±3,99

16,90±3,21

Panjang Duodenum (cm/ekor)

29,4±1,29

32,2±1,15

30,2±4,63

27,6±2,51

Bobot Duodenum (g/ekor)

10,55±3,12

8,9±2,07

7,5±0,79

7,7±1,40

Panjang Jejunum (cm/ekor)

73,5±6,22

75±3,55

74,2±10,3

70±11,08

Bobot jejunum (g/ekor)

18,5±1,54

16,3±2,93

11,1±0,82

12,8±4,01

Panjang Ileum (cm/ekor)

68,4±7,13

74,6±8,38

76±6,78

67,3±17,43

Bobot Ileum(g/ekor)

13,9±1,64

13,9±3,66

7,8±1,04

8,9±1,29

Panjang Usus Besar (cm/ekor)

7,9±1,78

5,55±1,66

7,45±0,67

6,75±3,07

Peubah

40

Lampiran 3. Analisis Ragam Persentase Bobot Relatif Hati Sumber Keragaman

Db

JK

KT

Fhit

Ftabel

Pakan

3

0,01866 0,00622 0,19208 3,24 (5%)

Eror

16

0,51815 0,03238

Total

19

0,53681

Lampiran 4. Analisis Ragam Persentase Bobot Relatif Proventrikulus Sumber Keragaman

Db

JK

KT

Fhit

Ftabel

Pakan

3

0,81971 0,27324 7,49261** 3,24 (5%)

Eror

16

0,58348 0,03647

Total

19

1,40318

5,29 (1%)

Keterangan: ** sangat berbeda nyata (P<0,01)

Lampiran 5. Analisis Ragam Persentase Bobot Relatif Gizzard Sumber Keragaman

Db

JK

KT

Fhit

Ftabel

Pakan

3

1,48603 0,49534 33,8014** 3,24 (5%)

Eror

16

0,23447 0,01465

Total

19

1,72051

5,29 (1%)

Keterangan: ** sangat berbeda nyata (P<0,01)

Lampiran 6. Analisis Ragam Persentase Bobot Relatif Duodenum Sumber Keragaman

Db

JK

KT

Fhit

Ftabel

Pakan

3

0,48871 0,16290 16,0902** 3,24 (5%)

Eror

16

0,16199 0,01012

Total

19

0,65070

5,29 (1%)

Keterangan: ** sangat berbeda nyata (P<0,01)

Lampiran 7. Analisis Ragam Panjang Relatif Duodenum Sumber Keragaman

Db

JK

KT

Fhit

Ftabel

Pakan

3

2,67100 0,89033 71,9901** 3,24 (5%)

Eror

16

0,19788 0,01237

Total

19

2,86888

5,29 (1%)

Keterangan: ** sangat berbeda nyata (P<0,01)

41

Lampiran 8. Analisis Ragam Persentase Bobot Relatif Jejunum Sumber Keragaman

Db

JK

KT

Fhit

Ftabel

Pakan

3

0,47239 0,15746 17,7798** 3,24 (5%)

Eror

16

0,14170 0,00886

Total

19

0,61409

5,29 (1%)

Keterangan: ** sangat berbeda nyata (P<0,01)

Lampiran 9. Analisis Ragam Panjang Relatif Jejunum Sumber Keragaman

db

JK

KT

Fhit

Ftabel

Pakan

3

6,91639 2,30546 171825** 3,24 (5%)

Eror

16

0,21648 0,01342

Total

19

7,13107

5,29 (1%)

Keterangan: ** sangat berbeda nyata (P<0,01)

Lampiran 10. Analisis Ragam Persentase Bobot relatif Ileum Sumber Keragaman

db

JK

KT

Fhit

Ftabel

Pakan

3

0,19961 0,06654 7,98449** 3,24 (5%)

Eror

16

0,13333 0,00833

Total

19

0,33294

5,29 (1%)

Keterangan: ** sangat berbeda nyata (P<0,01)

Lampiran 11. Analisis Ragam Panjang Relatif Ileum Sumber Keragaman

db

JK

KT

Fhit

Ftabel

Pakan

3

7,51471 2,50490 62,4918** 3,24 (5%)

Eror

16

0,64134 0,04008

Total

19

8,15605

5,29 (1%)

Keterangan: ** sangat berbeda nyata (P<0,01)

Lampiran 12. Analisis Ragam Panjang Relatif Usus Besar Sumber Keragaman

db

JK

KT

Fhit

Ftabel

Pakan

3

0,84581 0,28194 65,8916** 3,24 (5%)

Eror

16

0,06846 0,00428

Total

19

0,91427

5,29 (1%)

Keterangan: ** sangat berbeda nyata (P<0,01)

42

Lampiran 13. Analisis Ragam Bobot Akhir Sumber Keragaman

db

JK

KT

Pakan

3

5164480 1721493 59,0904** 3,24 (5%)

Eror

16

466131

Total

19

5630611

29133,2

Fhit

Ftabel

5,29 (1%)

Keterangan: ** sangat berbeda nyata (P<0,01)

43