HUBUNGAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA Pendahuluan
R
I
1.
N
AP
BN
–
SE
TJ
EN
D
PR
Pertumbuhan ekonomi dan pengangguran memiliki hubungan yang erat karena penduduk yang bekerja berkontribusi dalam menghasilkan barang dan jasa sedangkan pengangguran tidak memberikan kontribusi. Dengan pertumbuhan ekonomi (yang berkualitas) diharapkan mampu menyelesaikan masalah pengangguran dan kemiskinan. Mengingat hal tersebut, maka daya serap pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran dipertegas dalam batang tubuh Undang‐ Undang APBN 2011, Undang‐Undang APBN 2012, dan Undang‐Undang APBN 2013. Ketentuan penyerapan tenaga kerja dari 1% pertumbuhan ekonomi dimaksudkan agar pemerintah mengupayakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dengan salah satu sasarannya adalah penurunan jumlah pengangguran.
SA
N
AA
Pasal 39 Undang‐undang No 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011, mengamanatkan :
D
AN
PE L
AK
Pemerintah dalam melaksanakan APBN Tahun Anggaran 2011 harus mengupayakan pemenuhan sasaran pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, yang tercermin dalam: a. Penurunan kemiskinan menjadi sebesar 11,5% (sebelas koma lima persen) sampai dengan 12,5% (dua belas koma lima persen); dan b. Pertumbuhan ekonomi setiap 1% (satu persen) dapat menyerap sekitar 400.000 (empat ratus ribu) tenaga kerja.
AN G
G
AR
AN
Pasal 45 Undang‐undang No 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012, mengamanatkan :
BI
R
O
AN
AL
IS
A
Pemerintah dalam melaksanakan APBN Tahun Anggaran 2012 harus mengupayakan pemenuhan sasaran pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, yang tercermin dalam: a. penurunan kemiskinan menjadi sebesar 10,5% (sepuluh koma lima persen) sampai dengan 11,5% (sebelas koma lima persen); b. pertumbuhan ekonomi setiap 1% (satu persen) dapat menyerap sekitar 450.000 (empat ratus lima puluh ribu) tenaga kerja; dan c. Tingkat pengangguran terbuka menjadi sebesar 6,4% (enam koma empat persen) sampai dengan 6,6% (enam koma enam persen).
Pasal 36 Undang‐undang No 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013, mengamanatkan : Pemerintah dalam melaksanakan APBN Tahun Anggaran 2012 harus mengupayakan pemenuhan sasaran pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, yang tercermin dalam: Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 43
I
R
a. penurunan kemiskinan menjadi sebesar 9,5% (sembilan koma lima persen) sampai dengan 10,5% (sebelas koma lima persen); b. pertumbuhan ekonomi setiap 1% (satu persen) dapat menyerap sekitar 450.000 (empat ratus lima puluh ribu) tenaga kerja; dan c. Tingkat pengangguran terbuka menjadi sebesar 5,8% (lima koma delapan persen) sampai dengan 6,1% (enam koma satu persen).
PR
AP
BN
–
SE
TJ
EN
D
Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi adalah jumlah penduduk sebagai sumber daya manusia. Secara makro dikatakan bahwa pertumbuhan penduduk merupakan faktor yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Besarnya jumlah penduduk, yang berarti jumlah tenaga kerja yang lebih besar akan menambah tingkat produksi disamping tentunya juga berarti ukuran pasar domestik yang lebih besar. Pengaruh positif atau negatif dari besarnya jumlah penduduk tergantung pada kemampuan sistem perekonomian menyerap dan secara produktif memanfaatkan pertambahan tenaga kerja.
O
AN
AL
IS
A
AN G
G
AR
AN
D
AN
PE L
AK
SA
N
AA
N
2. Permasalahan Apakah pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2011, 2012 dan 2013 mampu menyerap tenaga kerja sesuai yang diamanatkan dalam UU APBN Tahun 2011, UU APBN Tahun 2012 dan UU APBN Tahun 2013? 3. Diskusi Penyerapan Tenaga kerja dan UU APBN Berdasarkan data yang dikeluarkan BPS, jumlah pengangguran dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada tahun 2011 s.d Februari 2013 terus menurun, sementara pertumbuhan ekonomi juga cenderung menunjukkan peningkatan. Kecenderungan yang terjadi antara pertumbuhan ekonomi dan pengangguran tersebut sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Arthur Okun. Ekonom tersebut mengindikasikan hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan pengangguran, yaitu semakin tinggi tingkat pengangguran maka semakin rendah tingkat pertumbuhan ekonomi1, dan sebaliknya.
BI
R
Namun dengan pencapaian penurunan jumlah pengangguran dan TPT – sebagaimana dilansir BPS‐ belum sepenuhnya memenuhi amanat UU APBN 2011, UU APBN 2012, dan UU APBN 2013. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang dicapai belum mampu
1
Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran, Bank Indonesia Palembang, diambil dari http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/1DBECA27‐4631‐4596‐B25C‐98D419D8353A/10085/Boks1.pdf, tanggal akses 20 Mei 2013 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 44
menciptakan kesempatan kerja yang luas sehingga tidak berdampak besar terhadap penyerapan tenaga kerja. Ditunjukkan dalam tabel berikut :
129.35
2011
6.5
109670
*
1462
6.56
224.92
2012
6.5
110800
*
1130
6.14
173.85
Feb
114020
3220
5.92
473.53
Agt
112190
* * *
AP
6.8
1390
204.41
R
7.14
PR
802
1% pert ekonomi= 400.000 tenaga kerja 1% pert ekonomi= 450.000 tenaga kerja
TJ
*
SE
108208
–
6.2
BN
2010
UU APBN
D
Penyerapan per 1 % pertumbuhan (ribu)
EN
TPT (%)
Tahun
2013
Employment (ribu)
Δ Employment (ribu)
Economic growth (%)
I
Tabel 1. Simulasi Penyerapan Tenaga Kerja Per 1% Pertumbuhan Ekonomi
1% pert ekonomi= 450.000 tenaga kerja
AA
N
Sumber : data pokok APBN dan BPS, diolah Cat : *merupakan data Agt, ** merupakan perkiraan dengan trend penurunan rerata tahun sebelumnya
SA
N
BI
R
O
AN
AL
IS
A
AN G
G
AR
AN
D
AN
PE L
AK
Dari simulasi yang dilakukan, dengan menggunakan data jumlah orang bekerja sampai dengan bulan Agustus, jumlah tenaga kerja yang terserap per 1% pertumbuhan ekonomi belum mencapai seperti yang diamanatkan dalam UU APBN Tahun 2011, UU APBN Tahun 2012 dan UU APBN Tahun 2013. Hal ini dimungkinkan karena kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia yang belum memadai sehingga membatasi penciptaan lapangan kerja. Penjelasan berikut diharapkan dapat memberikan sedikit gambaran mengenai kondisi pertumbuhan ekonomi dan pengangguran di Indonesia. A. Pertumbuhan ekonomi dan pengangguran dalam tiga periode waktu Pertumbuhan ekonomi dan jumlah pengangguran dibagi dalam tiga periode waktu, yaitu periode sebelum krisis ekonomi (1990‐1996), periode saat krisis ekonomi (1997‐1999), dan periode setelah krisis ekonomi (2000‐2011).
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 45
BN
–
SE
TJ
EN
D
PR
R
I
Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran, 1990‐2010
N
AP
Sumber : IFS, BI, dan Statistik Energi Nuklir 2005
PE L
AK
SA
N
AA
Periode sebelum krisis ekonomi (1990‐1996) Rata‐rata pertumbuhan ekonomi Indonesia sebelum krisis tercatat sebesar 7,27%. Pada periode ini jumlah pengangguran selalu berada di bawah tingkat pertumbuhan ekonomi. Artinya pertumbuhan ekonomi yang dicapai mampu menciptakan banyak lapangan kerja sehingga dapat menyerap banyak tenaga kerja.
A
AN G
G
AR
AN
D
AN
Periode saat krisis (1997‐1999) Memasuki tahun 1997, dimana krisis ekonomi mulai menjelang, pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai menunjukkan penurunan. Pertumbuhan ekonomi terendah terjadi di tahun 1998 yaitu mencapai minus 13,24%. Rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi ini diikuti oleh meningkatnya jumlah pengangguran. Turunnya output yang dihasilkan (Produk Domestik Bruto) dibarengi dengan melemahnya daya beli, sehingga permintaan faktor tenaga kerja juga mengalami penurunan. Kondisi ini diperparah dengan banyaknya pekerja yang terkena PHK.
BI
R
O
AN
AL
IS
Periode setelah krisis (2000‐2011) Setelah masa krisis ekonomi terlewati, pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin membaik. Pertumbuhan ekonomi cenderung menunjukkan peningkatan, namun jumlah pengangguran masih terus meningkat dan baru pada tahun 2006 jumlah pengangguran mulai mengalami penurunan.
Pada periode ini elastisitas tenaga kerja bernilai <1, yang berarti hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja bersifat inelastis. Pertumbuhan ekonomi dinilai belum sepenuhnya mampu menyerap tenaga kerja. Penurunan jumlah pengangguran lebih banyak disebabkan oleh faktor lain, misalnya pengiriman tenaga kerja Indonesia untuk bekerja Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 46
di luar negeri. Sementara penyerapan tenaga kerja pun juga lebih banyak diserap oleh sektor informal. Berdasarkan data BPS, diketahui bahwa lebih dari 60% orang yang bekerja merupakan pekerja di sektor informal.
Sumber : IFS, diolah
I
R
PR
Formal Informal 72,723,402 32,147,261 72,424,386 35,783,381 68,180,640 41,489,759 66,643,530 44,164,624
D
TJ
EN
Agt 2009 Agt 2010 Agt 2011 Agt 2012
Sumber : BPS, diolah
SE
elastisitas 0.23 0.72 0.09 0.01 0.02
–
tahun elastisitas tahun 2001 0.11 2007 2002 0.32 2008 2003 0.04 2009 2004 0.22 2010 2005 0.09 2011 2006 0.16
Tabel 3. Perbandingan Jumlah Pekerja sektor Formal dan informal
BN
Tabel 2. Elastisitas Pertumbuhan Ekonomi dan Tenaga Kerja
AP
N
AA
B. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengangguran
PE L
AK
SA
N
Penghitungan ekonometrik juga dilakukan untuk melihat pengaruh pertumbuhan ekonomi dan pengangguran di Indonesia rentang waktu 1990‐2012. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan regresi. Persamaan regresi hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan tingkat pengangguran sebagai berikut : Y = 4110,56 ‐ 0,001247 X1
AN
D
R
O
AN
AL
IS
A
AN G
G
AR
AN
Nilai 4110,56 merupakan nilai dari tingkat pengangguran bila tidak ada pertumbuhan ekonomi. Nilai 0,001247 merupakan besarnya perubahan pertumbuhan ekonomi terhadap perubahan tingkat pengangguran. Artinya, setiap perubahan pertumbuhan ekonomi sebesar 1% akan merubah besarnya tingkat pengangguran sebesar minus 0,001247 persen. Nilai minus menandakan hubungan antara tingkat pengangguran dengan pertumbuhan ekonomi dalam persamaan ini adalah hubungan negatif. Ini menandakan bahwa setiap peningkatan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan tingkat pengangguran, dan sebaliknya, penurunan pertumbuhan ekonomi dapat menambah pengangguran. Hasil perhitungan ini juga menunjukkan bahwa pencapaian 1% pertumbuhan ekonomi tidak terlalu berdampak besar terhadap penyerapan tenaga kerja.
BI
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 47
Kesimpulan
PR
R
I
pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2011, dan 2012 belum mampu menyerap tenaga kerja sesuai yang diamanatkan dalam Undang‐Undang APBN, yaitu sebesar sekitar 400.000 tenaga kerja per 1% pertumbuhan ekonomi pada tahun 2011, dan sebesar 450.000 tenaga kerja per 1% pertumbuhan ekonomi tahun 2012.
TJ
EN
D
Sementara pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan dicapai pada tahun 2013 juga belum mampu menyerap tenaga kerja seperti yang diamanatkan dalam Undang‐undang APBN Tahun 2013, yaitu sebesar 450.000 tenaga kerja per 1% pertumbuhan ekonomi.
AA
N
AP
BN
–
SE
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi bersifat negatif, artinya peningkatan pertumbuhan ekonomi membawa dampak terhadap penurunan jumlah pengangguran. Secara umum, pertumbuhan ekonomi yang dicapai belum mampu menciptakan lapangan kerja yang luas sehingga belum berdampak pada penurunan jumlah pengangguran yang signifikan. Hal ini terbukti dari : Elastisitas pertumbuhan ekonomi dan tenaga kerja pada periode tahun 2000 – 2011 bersifat inelastis.
•
Hasil perhitungan ekonometrik yang menghasilkan tingkat perubahan 1% pertumbuhan ekonomi terhadap perubahan tingkat pengangguran yang sangat kecil, yaitu 0,001247 persen.
AN
PE L
AK
SA
N
•
AN
D
BI
R
O
AN
AL
IS
A
AN G
G
AR
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 48