PHARMACY, Vol.13 No. 01 Juli 2016
ISSN 1693-3591
STUDI ETNOFARMASI PENGGUNAAN TUMBUHAN OBAT OLEH SUKU TENGGER DI KABUPATEN LUMAJANG DAN MALANG, JAWA TIMUR
ETHNOPHARMACY STUDY OF MEDICINAL PLANTS USED BY TENGGER TRIBE IN LUMAJANG AND MALANG DISTRICT, EAST JAVA
Indah Yulia Ningsih Bagian Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Jember Jalan Kalimantan I/No. 2, Jember, Indonesia 68121 Email:
[email protected]
ABSTRAK Suku Tengger merupakan salah satu suku di Indonesia yang masih berpegang teguh pada adat istiadat dan budayanya, termasuk pengetahuan lokalnya mengenai pengobatan menggunakan tumbuhan obat. Masyarakat Tengger tinggal di Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Malang, Jawa Timur. Di antara keempat kabupaten tersebut, suku Tengger di Lumajang dan Malang memperoleh pengaruh luar yang lebih besar karena adanya integrasi Islam dan lokasinya yang jauh dari pusat ritual budaya Tengger. Saat ini, generasi muda suku Tengger cenderung untuk memilih pengobatan konvensional karena kerjanya yang cepat dan praktis. Untuk menghindari hilangnya budaya ini, maka perlu dicari informasi lebih lanjut mengenai pengobatan tradisional suku Tengger. Salah satu metode yang digunakan untuk mengeksplorasi pengetahuan lokal akan tumbuhan obat adalah etnofarmasi. Kata kunci: etnofarmasi, suku Tengger, tumbuhan obat.
ABSTRACT Tengger is one of tribes in Indonesia which still conserves its tradition and culture, including local knowledge about medicinal plants remedy. Their people live in Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, and Malang dictrict, East Java. Among the four districts, Tengger tribe in Lumajang and Malang get more influenced than the others because of Islam integration and their far location from the center of Tengger cultural rituals. Currently, young generation of Tengger tribe tend to choose conventional medicine because of their fast action and practicality. To avoid the extinction of this culture, it is need to find more information about their traditional remedy. One of methods used to explore local knowledge of medicinal plants is ethnopharmacy. Key words: ethnopharmacy, Tengger tribe, medicinal plants.
10
PHARMACY, Vol.13 No. 01 Juli 2016
ISSN 1693-3591
Pendahuluan
lagi dengan adanya modernisasi akibat
Indonesia kepulauan
merupakan
yang
kaya
negara
masuknya
akan
kebudayaan
dari
luar,
terutama yang diadopsi oleh generasi
keanekaragaman hayati, memiliki hutan
muda
tropika terbesar kedua di dunia, dan
pengetahuan lokal pada komunitas
dikenal
negara
tertentu (Bodeker, 2000; Windardi et
megabiodiversity kedua setelah Brazil
al., 2006). Salah satu pendekatan yang
(Ersam, 2004). Hutan Indonesia juga kaya
dapat
akan tumbuhan obat dan terdapat
pengetahuan lokal komunitas tertentu
20.000 jenis tumbuhan obat dimana
mengenai
1.000
telah
sebagai
obat
didokumentasi dan 300 jenis telah
Melalui
studi
dimanfaatkan sebagai obat tradisional
dilakukan
(Hariana, 2005).
bahan-bahan obat tradisional, dan cara
sebagai
jenis
salah
satu
tumbuhan
Tingginya harga obat sintetis dan
adanya
efek
merugikan
samping
kesehatan
membuat
makin
digunakan
lunturnya
untuk
penggunaan
menggali
tumbuhan
adalah
etnofarmasi.
ini,
dimungkinkan
penelusuran
mengenai
penggunaannya sebagai penciri budaya
yang
dalam
memicu
suatu
komunitas
tertentu
(Pieroni et al., 2002).
masyarakat untuk menggunakan obat
Salah satu suku di Indonesia
tradisional kembali (Kuntorini, 2005).
yang masih menjaga budaya dan
Obat tradisional juga mudah diperoleh
tradisinya dengan baik adalah suku
karena tumbuh di sekitar lingkungan di
Tengger di Jawa Timur. Suku ini
daerah suku Tengger. Penggunaan obat
bertempat di empat kabupaten, yaitu
tradisional diwariskan secara turun-
Kabupaten
Probolinggo,
temurun dan hingga saat ini banyak
Lumajang,
dan
tumbuhan
geografis, suku Tengger yang berada di
obat
yang
terbukti
efikasinya secara ilmiah (Syukur dan
kabupaten
Hernani, 2002).
terletak
Kurangnya
Malang.
Lumajang jauh
Pasuruan,
dari
dan pusat
Secara
Malang ritual
dokumentasi
kebudayaan masyarakat Tengger, yang
mengenai penggunaan tumbuhan obat
umumnya berada di sekitar kawah
oleh komunitas tertentu menyebabkan
gunung
sulitnya pelestarian obat tradisional
Tengger di lokasi tersebut cenderung
tersebut (Rosita et al., 2007). Ditambah
lebih cepat mengalami modernisasi
11
Bromo.
Karenanya,
suku
PHARMACY, Vol.13 No. 01 Juli 2016
ISSN 1693-3591
oleh masuknya budaya luar. Selain itu,
teknik manual dan latihan, diterapkan
juga telah terjadi islamisasi di daerah
tunggal atau dalam kombinasi untuk
tersebut,
mengobati,
sehingga
memungkinkan
mendiagnosa,
terjadinya kelunturan budaya asli suku
mencegah
Tengger
pengetahuan
kesejahteraan (Bussmann et al., 2010).
tentang penggunaan tumbuhan dalam
Menurut UU No. 23 Tahun 1992 tentang
pengobatan (Sutarto, 2009).
kesehatan, yang dimaksud dengan obat
termasuk
penyakit
atau
dan menjaga
tradisional adalah bahan atau ramuan Pengobatan Tradisional beserta Kelebihan dan Kekurangannya
bahan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
Sejak dahulu manusia selalu mengandalkan memenuhi
lingkungannya seluruh
(galenik) atau campuran dari bahan
untuk
tersebut yang secara turun-temurun
kebutuhannya,
telah
seperti untuk makan, minum, berteduh,
tumbuhan dalam pengobatan menjadi
(Sari, 2006). Salah satu komponen
salah satu warisan budaya bangsa
lingkungan yang digunakan oleh manusia
Indonesia
dalam memperoleh hidup yang sehat
dalam bentuk jamu atau obat tradisional (Katno, 2008).
generasi
diwariskan
kepada
generasi
berikutnya
antaranya naskah lama pada daun lontar
dalam
Husodo (Jawa), Usada (Bali), Lontarak pabbura (Sulawesi Selatan), dokumen
praktek-praktek
Serat Primbon Jampi, Serat Racikan
kesehatan, pendekatan, pengetahuan, keyakinan
turun-temurun
kuno di berbagai lokasi di nusantara, di
masyarakat sebelum era kedokteran
dan
secara
dengan ditemukannya beberapa naskah
pengetahuan medis yang berkembang
termasuk
pengalaman,
(Wijayakusuma, 2000). Hal ini dibuktikan mendefinisikan
pengobatan tradisional sebagai sistem
modern,
berdasarkan
pengetahuan, dan keterampilan yang
adalah dengan menggunakan tumbuhan,
berbagai
pengobatan
Pengetahuan mengenai pemanfaatan
pewangi, dan bahkan untuk kecantikan
pada
untuk
berdasarkan pengalaman (Zein, 2005).
menggunakan pakaian, obat, pupuk,
WHO
digunakan
Boreh Wulang Dalem, dan relief Candi
menggabungkan
Borobudur yang menggambarkan orang
tanaman, hewan, dan mineral yang
yang sedang meracik dan minum jamu
berbasis obat-obatan, terapi spiritual,
(Sari, 2006).
12
PHARMACY, Vol.13 No. 01 Juli 2016
Penggunaan
obat
ISSN 1693-3591
tradisional
Karakteristik Suku Tengger
dinilai relatif lebih aman dibandingkan penggunaan sehingga
obat
saat
ini
Masyarakat
konvensional, makin
Tengger
merupakan penduduk asli Jawa yang
banyak
menempati wilayah lereng deretan
peminatnya. Kelebihan lainnya adalah
Pegunungan Bromo Tengger Semeru,
obat tradisional memiliki efek samping
sejak runtuhnya kerajaan Majapahit,
yang relatif rendah, dalam suatu ramuan
dan hidup mengisolir diri, serta lebih
dengan kandungan yang beranekaragam
senang
hidup
memiliki efek yang sinergis, banyak
sendiri
(Batoro
tumbuhan yang dapat memiliki lebih dari
Masyarakat
satu efek farmakologis, dan lebih sesuai
karakteristik hidup tertib, damai, jujur,
untuk berbagai penyakit metabolik dan
tulus,
generatif. Kelemahannya adalah efek
kejahatan di desa-desa Tengger pada
farmakologisnya
umumnya
kebanyakan
lemah,
pada
lingkungannya
et
al.,
Tengger
dan
rajin
2010). memiliki
bekerja.
hampir
Angka
selalu
bahan bakunya belum terstandar, dan
Karakteristik
belum dilakukan serangkaian pengujian
tersebut dipercaya memiliki kaitan erat
untuk
dan
dengan karakteristik masyarakat pada
keamanannya (Katno, 2008). Sedangkan
kerajaan di Jawa yang pernah berjaya
menurut Zein (2005), kelebihan obat
pada sekitar abad ke-14, yaitu kerajaan
tradisional adalah mudah diperoleh,
Majapahit (Sutarto, 2007). Masyarakat
bahan
Tengger mempunyai pranata serta adat
memastikan
bakunya
efektivitas
dapat
ditanam
di
masyarakat
nol.
lingkungan sekitar, murah dan dapat
sosial
diramu oleh setiap orang. WHO pun
kepercayaan, kesenian, bahasa serta
menyatakan
80%
organisasi sosial atau kelembagaan
penduduk dunia masih menggantungkan
sendiri. Pada umumnya masyarakat
dirinya pada pengobatan tradisional
Tengger hidup pada sektor pertanian,
termasuk penggunaan obat yang berasal
terutama tanaman kentang, bawang
dari
prei,
bahwa
tumbuhan
sekitar
karena
kelebihan-
budaya
kubis,
kelebihan yang dimilikinya tersebut
sebagian
(Radji, 2005).
perdagangan
khas,
Tengger
jagung,
kecil
wortel,
mengelola maupun
(Batoro et al., 2010).
13
agama,
dan
wisata,
peternakan
PHARMACY, Vol.13 No. 01 Juli 2016
ISSN 1693-3591
Suku Tengger berada di wilayah Taman
Nasional
Bromo
Malang sudah mengalami islamisasi
Tengger
(Sutarto, 2009).
Semeru (TN-BTS) dan merupakan suku
Pengetahuan
tradisional
asli yang beragama Hindu (Dephut,
masyarakat
2009). Pada mulanya, wilayah yang
tumbuhan obat cukup baik dan telah
dimasukkan
Tengger
diturunkan dari generasi ke generasi,
adalah desa-desa pada empat wilayah
namun saat ini mulai terancam punah
kabupaten
mayoritas
akibat perubahan sosio-budaya yang
penduduknya masih beragama Hindu
secara umum mempengaruhi nilai-nilai
dan memegang teguh adat-istiadat
sosial,
Tengger, yaitu Desa Ngadas, Jetak,
mencari alternatif pengobatan yang
Wonotoro, Ngadirejo, dan Ngadisari
lebih
(Kecamatan
Kabupaten
tradisional mereka hanya terbatas oleh
Probolinggo), Ledokombo, Pandansari,
generasi tua. Generasi muda cenderung
dan Wonokerso (Kecamatan Sumber,
lebih memilih berobat kepada mantri,
Kabupaten
Probolinggo),
Tosari,
Puskesmas, Polindes, dan bidan. Peran
Wonokitri,
Sedaeng,
Ngadiwono,
dukun bayi pun hanya terbatas pada
dalam
Desa
yang
Sukapura,
Podokoyo
(Kecamatan
Tosari,
dimana
suwuk setelah
Keduwung
perawatan
(Kecamatan
Puspo,
Kabupaten
Pengobatan
Ngadas
Poncokusumo,
(Kecamatan
Kabupaten
mudanya
Pengetahuan
pembacaan
Pasuruan),
terhadap
generasi
praktis.
Kabupaten
Pasuruan),
Tengger
(doa)
obat
dan
melahirkan.
secara
tradisional
dilakukan menggunakan satu atau
Malang),
beberapa
jenis
tumbuhan
serta
Argosari, dan Ranu Pani (Kecamatan
berbagai bagian organ tumbuhan yang
Senduro, Kabupaten Lumajang). Saat ini
diperkirakan bermanfaat dengan cara
yang disebut sebagai Desa Tengger
bagian
hanyalah lima desa saja, yaitu Desa
ditumbuk, diminum, dibobokkan atau
Ngadirejo, Ngadas, Jetak, Wonotoro,
dibalurkan, dan dioleskan pada bagian
dan Ngadisari di Kecamatan Sukapura,
yang
Kabupaten
tumbuhan,
pengobatan
masyarakat
Tengger
desa-desa
Probolinggo. lainnya,
Sedangkan
termasuk
yang
berada di Kabupaten Lumajang dan
tanaman
sakit.
tersebut
Selain
direbus,
menggunakan tradisional
yang
utama
dilakukan dengan media suwuk berupa
14
PHARMACY, Vol.13 No. 01 Juli 2016
ISSN 1693-3591
pembacaan mantera serta pilis dengan
kultur
dalam
tanah (Batoro et al., 2010).
masyarakat
ditinjau
farmasetisnya. Studi Etnofarmasi dalam Penemuan Obat Baru
tertentu
pemanfaatan
terbukti
secara
Indonesia
beratus-ratus
suku
kebudayaan
yang
yang
obat
(Pieroni
memiliki
disiplin
al.,
ilmu
farmakognosi,
2002).
Sedangkan
yang
mencakup
farmasetik
(terutama
yang berkaitan dengan sediaan galenik),
bagi setiap suku sesuai dengan kondisi
pemberian
masing-
obat,
toksikologi,
bioavailibilitas dan metabolisme, serta
masing suku (Muktiningsih et al., 2001).
farmasi praktis atau farmasi klinis.
Salah satu pendekatan yang
Dalam pendekatannya dengan
dapat digunakan untuk mengeksplorasi
masyarakat, etnofarmasi sama dengan
pengetahuan lokal komunitas tertentu
etnografi
dalam hal pemanfaatan tumbuhan obat
yang
menjadikan
peneliti
terlibat dalam kebudayaan komunitas
adalah etnofarmasi. Istilah ini berasal
tertentu yang sedang diteliti (Haviland,
dari kata etno dan farmasi. Etno adalah
1999). Penelitian mengenai etnofarmasi
suku atau kelompok, dan farmasi adalah
pada
ilmu yang mempelajari tentang obatEtnofarmasi
et
merupakan gabungan dari berbagai
Pengetahuan pengobatan ini spesifik
obatan.
tubuh
menurut Heinrich (2007), etnofarmasi
berbeda-beda,
tinggal
dengan
medis dalam masyarakat (etnomedisin)
dari
dalam memanfaatkan tumbuhan obat.
tempat
alam
(etnofarmakologi), dan aspek sosial-
termasuk pengetahuan lokal tradisional
lingkungan
penentu
farmasi (etnofarmasetika) dan interaksi
ilmiah
terdiri
faktor-faktor
(etnobiologi), persiapan bentuk sediaan
(Windardi et al., 2006). Secara etnografi, masyarakat
tersebut
yang digunakan sebagai obat tradisional
untuk
terpelihara sejak dahulu kala dan banyak telah
sisi
klasifikasi, pengkategorian bahan alam
memenuhi kebutuhan sehari-hari telah
yang
dari
budaya, pengelompokan, identifikasi,
mengenai
tumbuhan
kelompok
Pendekatan
melibatkan
Kebudayaan dan pengetahuan komunitas
suatu
komunitas
tertentu
bertujuan
untuk menemukan kembali berbagai
merupakan
macam
gabungan disiplin ilmu yang mempelajari
ramuan
pengobatan
yang
diwariskan pada komunitas tersebut
tentang hubungan antara kebiasaan
secara
15
turun-temurun
dan
PHARMACY, Vol.13 No. 01 Juli 2016
ISSN 1693-3591
mengevaluasinya baik secara biologis
digunakan adalah purposive sampling
maupun secara kultural. Hasil penelitian
dan snowball sampling. Informan dalam
etnofarmasi tersebut dapat dijadikan
penelitian ini adalah dukun adat dan
acuan
kepala
dalam
penemuan
dan
desa.
Sedangkan
pengembangan obat baru yang berasal
pengumpulan
dari bahan alam (Pieroni et al., 2002).
adalah wawancara semi-structured. Dari
Di Indonesia juga telah dilakukan beberapa
penelitian
penggunaan
tumbuhan
yang
digunakan
penelitian ini telah diinventarisasi 26
mengenai obat
data
teknik
jenis
oleh
penyakit
dalam
8
yang
kategori
penyakit,
penyakit
(2006) melakukan penelitian terhadap
pencernaan, penyakit mulut dan rongga
suku Muna di Kecamatan Warakumba,
mulut, penyakit pada kulit, penyakit
Kabupaten Muna, Sulawesi Utara dan
karena infeksi, penyakit karena nyeri,
diperoleh 61 tumbuhan yang digunakan
dan penyakit lain-lain. Selain itu juga
sebagai obat. Rosita et al. (2007)
telah
meneliti
tumbuhan yang tersebar dalam 30
pemanfaatan
mata,
yaitu
komunitas tertentu. Windardi et al.
tentang
pada
dikelompokkan
diinventarisasi
54
penyakit
spesies
tumbuhan sebagai obat oleh masyarakat
famili. Apiaceae
merupakan famili
yang tinggal di sekitar kawasan Gunung
dengan jumlah spesies yang paling
Gede Pangrango dan didapatkan 80
banyak digunakan. 82 resep tradisional
tumbuhan. Selain itu, penelitian serupa
juga telah didokumentasi, baik yang
juga pernah dilakukan oleh Rahayu et al.
menggunakan tumbuhan secara tunggal
(2006) dan diperoleh 73 tumbuhan yang
ataupun campuran. Pada umumnya
dimanfaatkan dalam pengobatan.
tumbuhan obat tersebut digunakan secara per oral, dan sebagian dengan
Pemanfaatan Tumbuhan Obat oleh Suku Tengger di Kabupaten Lumajang dan Malang
cara topikal. Cara penyiapannya adalah dengan diseduh menggunakan air panas, direbus, ditumbuk sampai halus, dan
Hidayat et al. (2011) melakukan
ditempelkan pada permukaan kulit.
studi etnofarmasi suku Tengger di Kecamatan
Senduro,
Parameter yang dihitung pada penelitian
Kabupaten
ini adalah Use Value (UVs) dan Informant
Lumajang, khususnya di Desa Argosari
Consensus Factor (ICF). UVs digunakan
dan Ranupani. Teknik sampling yang
untuk mengetahui spesies yang dianggap
16
PHARMACY, Vol.13 No. 01 Juli 2016
ISSN 1693-3591
paling penting oleh suatu populasi
melalui observasi partisipatif moderat.
tertentu (Albuquerque et al., 2006).
Sedangkan
Penentuan
untuk
dilakukan dengan menentukan harga ICF
mengidentifikasi kategori yang paling
dan UVs. Teknik pengambilan sampel
penting pada suatu penelitian (Almeida
dilakukan
et al., 2006). Jenis penyakit seperti
purposive
cacingan, cacar air, darah kotor, dan
sampling dengan sampel awal adalah
sakit gigi merupakan jenis penyakit yang
dukun adat dan kepala desa setempat.
dianggap paling penting oleh masyarakat
Pada penelitian tersebut ditemukan
Tengger (ICF = 1). Sedangkan beberapa
adanya
tumbuhan
dikategorikan
ICF
bertujuan
yang
berpotensi
untuk
penelitian
kuantitatif
menggunakan sampling
28
metode
dan
jenis
snowball
penyakit
menjadi:
yang
penyakit
dilakukan uji bioaktivitas lebih lanjut
kardiovaskuler, penyakit mata, penyakit
berdasarkan harga UVs yang tinggi
pencernaan,
adalah
penyakit saluran urin, penyakit gangguan
adas
(Foeniculum
vulgare),
penyakit
sempretan (Bidens pilosa), bawang putih
syaraf,
(Allium
wer
penyakit infeksi, dan penyakit lainnya.
ampet
Sejumlah 44 tumbuhan obat telah
(Cratoxylon formosum), dringu (Acorus
diinventarisasi dan termasuk dalam 26
calamus), tepung otot (Borreria laevis),
famili. Di antara seluruh tumbuhan
permenan, pulosari (Alyxia reinwardtii),
tersebut, terdapat beberapa tumbuhan
purwoceng
pruatjan),
langka yang dilindungi, yaitu jahe wono
pronojiwo (Euchresta horsfieldii), dan sri
(P. pruatjan), pulosari (A. reinwardtii),
pandak (Plantago major).
dan pronojiwo (E. horsfieldii). Selain itu,
sativum),
(Elaeocarpus
jambu
longifolius),
(Pimpinella
penyakit
pernapasan,
tulang dan sendi,
Penelitian lain yang dilakukan
juga dilakukan inventarisasi sejumlah 77
oleh Pamungkas (2011) mengeksplorasi
resep tradisional, baik dengan bahan
penggunaan tumbuhan obat oleh suku
baku
Tengger yang tinggal di Desa Ngadas,
campuran dalam ramuan yang dibuat
Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten
dengan cara direbus, ditumbuk, dan
Malang. Penelitian kualitatif dilakukan
diseduh air panas untuk diminum,
dengan cara survei eksploratif, yaitu
dimakan
wawancara
dioleskan
ataupun
tempat
yang
pengamatan
semi-structured langsung
di
dan
lapangan
17
tumbuhan
tunggal
langsung,
maupun
ditempelkan,
dibalurkan sakit.
pada
Mayoritas
PHARMACY, Vol.13 No. 01 Juli 2016
ISSN 1693-3591
pengobatan ditujukan untuk penyakit
UVs dan ICF yang tinggi, terdapat
ringan, namun ada pula pengobatan
beberapa tumbuhan yang digunakan
yang dilakukan oleh dukun bayi untuk
oleh masyarakat Tengger di kedua
ibu setelah melahirkan, bayi, dan anak-
kabupaten tersebut yang berpotensi
anak. Pada penelitian ini, jenis penyakit
untuk dilakukan penelitian lebih lanjut,
yang
tinggi
yaitu adas (F. vulgare), sempretan (B.
dihubungkan dengan jenis tumbuhan
pilosa), pulosari (A. reinwardtii), tepung
yang memiliki harga UVs tinggi untuk
otot
mengetahui tumbuhan yang berpotensi
longifolius), dan dringu (A. calamus).
memiliki
harga
ICF
(B.
laevis),
jambu
wer
(E.
dilakukan penelitian lebih lanjut, di antaranya adas (F. vulgare) untuk batuk,
Daftar Pustaka
sempretan (B. pilosa) untuk luka gores,
Albuquerque, U.P., Lucena, R.F.P., Monteiro, J.M., Florentino, A.T.N., Almeida, C.F. 2006. Evaluating two quantitative ethnobotanical techniques. Ethnobotany Research and Application, 4:051-060.
nyeri otot, dan lemah syahwat, ciplukan (P. angulata) untuk luka gores, sri pandak (P. major) untuk luka gores, pulosari (A. reinwardtii) untuk luka gores, tepung otot (B. laevis) untuk nyeri
Almeida, C.F., Amorim, E.L.C., Albuquerque, U.P., Maia, M.B.S. 2006. Medicinal plants popularly used in the xingo region-a semiarid location in Northeastern Brazil. Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine, 2:15.
otot, jambu wer (E. longifolius) untuk diare, pisang raja (M. sapientum) untuk diare, jahe wono (P. pruatjan) untuk lemah syahwat, dan dringu (A. calamus) untuk demam.
Batoro, J., Setiadi, D., Chikmawati, T., Purwanto, Y. 2010. Etnofarmakologi dan Pengetahuan Tumbuhan Obat Masyarakat Tengger di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur. Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati, 22:4350.
Kesimpulan Masyarakat
Tengger
yang
berada di Kabupaten Lumajang dan Malang
dipandang
paling
banyak
terpengaruh oleh budaya luar, sehingga pengetahuan tumbuhan
lokalnya yang
Bodeker, G. 2000. Indigenous medical knowledge: the law and politics of protection. Oxford: Oxford Intelectual Property Research Centre Seminar in St. Peter’s College.
mengenai
digunakan
dalam
pengobatan perlu digali lebih jauh agar dapat dilestarikan. Berdasarkan harga
18
PHARMACY, Vol.13 No. 01 Juli 2016
ISSN 1693-3591
Bussmann, R.W., Glenn, A., Meyer, K., Kuhlman, A., Townesmith, A. 2010. Herbal mixtures in traditional medicine in Northern Peru. Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine, 6(10):1-11.
tradisional. Karanganyar: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT), Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 2009. Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. http://www.dephut.go.id/inform asi/tamnas/bromo_1.html. Data diakses pada 22 Januari 2016.
Kuntorini, E.M. 2005. Botani ekonomi Suku ZIngiberaceae sebagai obat tradisional oleh masyarakat di Kotamadya Banjarbaru. Bioscientiae, 2(1):25-36. Muktiningsih, S.R., Syahrul, M., Harsana, I.W., Budhi, M., Panjaitan, P. 2001. Review tanaman obat yang digunakan oleh pengobat tradisional di Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Bali, dan Sulawesi Selatan. Media Litbang Kesehatan, 11(4):25.
Ersam, T. 2004. Keunggulan biodiversitas hutan tropika Indonesia dalam merekayasa model molekul alami. Prosiding Seminar Nasional Kimia VI. ITS Surabaya. Hariana, A. 2005. Tumbuhan obat dan khasiatnya. Seri I. Jakarta: Penebar Swadaya.
Pieroni, A., Quave, C., Nebel, S., Henrich, M. 2002. Ethnopharmacy of the Ethnic Albanians (Arbereshe) of Northern Basilicata, Italy. Fitoterapia, 72:217-241.
Haviland, W.A. 1999. Anthropology. Edisi keempat. Jilid I. Diterjemahkan Soekadijo. Jakarta: Airlangga. Heinrich, M. 2008. Ethnopharmacy and natural product researchmultidisciplinary opportunities for research in the metabolomic age. Phytochemistry Letters, 1:15.
Radji, M. 2005. Peran bioteknologi dan mikroba endofit dalam pengembangan obat herbal. Majalah Ilmu Kefarmasian, 2(3): 113-126. Rahayu, M., Sunarti, S., Sulistiarini, D., Prawiroatmodjo, S. 2006. Pemanfaatan tumbuhan obat secara tradisional oleh masyarakat lokal di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara. Biodiversitas, 7(3):245-250.
Hidayat, M.A., Bhagawan, W.S., Umiyah. 2011. Etnofarmasi Suku Tengger Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang. Prosiding Simposium Nasional Kimia Bahan Alam XIX. Universitas Mulawarman Samarinda. Hal. 118-125. Katno,
Rosita, Rostiana, Pribadi, Hernani, 2007. Penggalian IPTEK etnomedisin di Gunung Gede Pangrango. Bul. Littro, 18(1):13-28.
2008. Tingkat manfaat, keamanan dan efektifitas tanaman obat dan obat
19
PHARMACY, Vol.13 No. 01 Juli 2016
ISSN 1693-3591
Sari, L.O.R.K. 2006. Pemanfaatan obat tradisional dengan pertimbangan manfaat dan keamanan. Majalah Ilmu Kefarmasian, 3(1):1-7.
Wijayakusuma, H. 2000. Potensi tumbuhan obat asli Indonesia sebagai produk kesehatan. Risalah Pertemuan Ilmiah dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi.
Sutarto, A. 2007. Saya orang Tengger saya punya agama, kisah orang Tengger menemukan agamanya. Jember: Kelompok Peduli Budaya dan Wisata Daerah Jawa Timur.
Windardi, Rahayu, dan Rustiami, 2006. Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan obat oleh masyarakat lokal Suku Muna di Kecamatan Wakarumba, Kabupaten Muna, Sulawesi Utara. Biodiversitas, 7(4):333-339.
Sutarto, A. 2009. Sekilas tentang masyarakat Tengger. http://kebudayaan.kemdikbud.g o.id/wpcontent/uploads/sites/37/2014/ 06/Masyarakat_Tengger.pdf. Data diakses pada 22 Januari 2016.
Zein, U. 2005. Pemanfaatan tumbuhan obat dalam upaya pemeliharaan kesehatan. http://library.usu.ac.id/download /fk/penydalam-umar7.pdf. Data diakses pada 22 Januari 2016.
Syukur, C., Hernani, 2002. Budidaya tanaman obat komersial. Cetakan 2. Jakarta: Penebar Swadaya.
20