(PKGBM) UNTUK MENCEGAH STUNTING

Download Latar Belakang. 4. Kerangka konsep penanggulangan stunting ... kemampuan kognitif yang menyebabkan hilangnya kesempatan kerja. Semua hal ...

1 downloads 535 Views 484KB Size
GAMBARAN UMUM PROYEK KESEHATAN DAN GIZI BERBASIS MASYARAKAT (PKGBM) UNTUK MENCEGAH STUNTING

Gambaran Umum Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mencegah Stunting (PKGBM)

1

2

Buku Laporan

DAFTAR ISI Latar Belakang

4

Kerangka konsep penanggulangan stunting

5

Tujuan dan Kerangka Program Logis

6

Kegiatan dan Sub-Kegiatan;

7



8

Penguatan Sisi Suplai (Supply Side Activity)



I. Pelatihan



II. Penyediaan gizi mikro

10



III. Higiene dan Sanitasi

11



IV. Pengembangan insentif penyelenggara pelayanan



V. Pelibatan pihak swasta



Komunikasi Perubahan Perilaku dan Manajemen

8

12 13

Lokasi Proyek

19

Pelaksanaan kegiatan

20

Integrasi sosial dan gender

20

Pengorganisasian 21 Pemantauan dan Evaluasi

Gambaran Umum Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mencegah Stunting (PKGBM)

22

3

LATAR BELAKANG Indonesia telah mengalami kemajuan dalam menurunkan angka kemiskinan dari 16,6% menjadi 12,5% pada tahun 2011, namun demikian kekurangan gizi pada anak masih tetap menjadi masalah. Riskesdas 2010 memperlihatkan bahwa prevalensi gizi kurang (Berat Badan menurut Umur di bawah standar) pada anak usia di bawah lima tahun telah menurun hingga di bawah 18%, tetapi prevalensi anak pendek (yang untuk selanjutnya disebut stunting ) masih tinggi dan termasuk menjadi masalah kesehatan masyarakat. Prevalensi stunting pada tahun 2010 35,6% atau diperkirakan 7.688.000 anak Indonesia dikategorikan stunting. Stunting merupakan kekurangan gizi kronis akibat kekurangan asupan zat gizi

dalam waktu yang lama, biasanya diikuti dengan frekuensi sering sakit, yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti kurangnya pengasuhan, penggunaan air yang tidak bersih, lingkungan yang tidak sehat, terbatasnya akses terhadap pangan dan kemiskinan. Stunting terkait erat dengan gangguan perkembangan kognitif dan produktivitas. Pada saat dewasa seringkali mengalami keterbatasan fisik, mudah terserang penyakit menular dan tidak menular serta rendahnya kemampuan kognitif yang menyebabkan hilangnya kesempatan kerja. Semua hal tersebut bersama-sama meminimalkan potensi penghasilan seumur hidupnya. Masa janin sampai usia dua tahun saat ini sering disebut 1.000 Hari Pertama Kehidupan (1.000 HPK) atau sering juga disebut periode kritis atau periode sensitif. Pada masa ini terjadi pertumbuhan yang cepat dibandingkan dengan periode lainnya. Namun demikian, justru pada periode tersebut terjadi gangguan pertumbuhan yang cukup serius pada Anak Indonesia. Prevalensi stunting di Indonesia pada anak usia 6-11 bulan sebesar 11,9%, meningkat dengan tajam menjadi 27,6% pada usia 12-17 bulan dan meningkat menjadi 42,3% pada usia 18-24 bulan. Prevalensi anemia gizi pada anak usia 6-23 bulan adalah sebesar 53-57 %. Dari pola konsumsi makan, baru sekitar 42% anak usia 6-23 bulan di Indonesia yang memenuhi standar diet minimal. Pemerintah telah menetapkan kebijakan untuk mencegah stunting . Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 menyebutkan bahwa salah satu tujuan pembangunan adalah menurunkan prevalensi stunting menjadi maksimal 32% pada tahun 2014. Dalam jangka panjang, Indonesia berkomitmen untuk menurunkan prevalensi stunting sebesar 40% pada tahun 2025. Memperhatikan data Riskesdas tahun 2010 dan 2013, diperkirakan sulit mencapai target menurunkan prevalensi stunting menjadi 32 % pada tahun 2014. 4

Buku Laporan

Untuk mempercepat upaya penurunan prevalensi stunting , pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No. 42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dengan fokus pada 1.000 hari pertama kehidupan. Gerakan Nasional tersebut merupakan upaya bersama antara pemerintah dan masyarakat untuk bersama-sama menurunkan prevalensi stunting dengan memenuhi kebutuhan dasar ibu hamil dan anak usia 0-2 tahun. Pemerintah Indonesia, dengan dukungan hibah dari Amerika Serikat melalui Millenium Challenge Corporation, akan melaksanakan inisiatif baru untuk mengurangi anak pendek. Inisiatif baru ini adalah Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mengurangi Anak Pendek (PKGBM). PKGBM adalah sebuah peluang bagi Pemerintah Indonesia untuk mengembangkan program yang komprehensif dan berkelanjutan untuk mencegah anak pendek di lokasi terpilih.

Gambaran Umum Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mencegah Stunting (PKGBM)

5

KERANGKA KONSEP PENANGGULANGAN STUNTING Stunting dapat berawal dari kandungan. Kondisi gizi ibu hamil, bahkan sebelum hamil akan menentukan pertumbuhan janin. Ibu hamil yang kekurangan gizi akan berisiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah, dan ini merupakan penyebab utama stunting . Setelah lahir, bayi yang tidak disusui secara baik akan berisiko menderita berbagai infeksi penyakit karena pola makan yang tidak cukup asupan gizinya dan tidak higienis. Pemberian Makanan Bayi dan Anak sangat menentukan petumbuhan anak. Setelah usia 6 bulan anak perlu mendapat asupan gizi dapat memenuhi kebutuhan asupan gizi mikro, gizi makro serta aman. Kondisi sosial ekonomi, ketahanan pangan, ketersediaan air bersih dan akses terhadap berbagai sarana pelayanan dasar berpengaruh pada tingginya prevalensi stunting . Faktor Yang Mempengaruhi Stunting

Terdapat bukti-bukti ilmiah yang kuat tentang intervensi gizi yang efektif untuk pencegahan anak stunting . Intervensi tersebut adalah intervensi spesifik atau intervensi langsung dan intervensi sensitif atau intervensi tidak langsung. Intervensi spesifik dilakukan melalui peningkatan konsumsi makanan dalam hal kuantitas dan kualitas, dan upaya pencegahan dan pengobatan penyakit. Jumlah dan komposisi zat gizi dalam makanan harus sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhan optimal dan harus menjaga kebersihan dan keamanan terutama makanan untuk anak bayi berusia 0-6 bulan (ASI eksklusif ), 6-23 bulan (makanan pendamping) dan makanan bergizi seimbang untuk ibu hamil dan wanita 6

Buku Laporan

menyusui. Intervensi sensitif merupakan upaya peningkatan kualitas lingkungan misalnya air bersih, fasilitas sanitasi dan kebiasaan-kebiasaan bersih dan sehat seperti cuci tangan dengan sabun dan buang air besar di jamban.

Gambaran Umum Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mencegah Stunting (PKGBM)

7

TUJUAN DAN KERANGKA PROGRAM LOGIS Tujuan proyek ini adalah untuk mengurangi dan mencegah bayi lahir dengan berat badan rendah dan anak stunting , dan kekurangan gizi pada anak-anak di lokasi proyek. Dalam jangka panjang, proyek diharapkan dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga melalui penghematan biaya kesehatan dan peningkatan produktivitas. Untuk mencapai tujuan tersebut, Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mengurangi Stunting (PKGBM) akan melakukan beberapa kegiatan yang berorientasi pada perbaikan status gizi ibu hamil dan anak melalui peningkatan peran serta masyarakat, perbaikan asupan gizi, pengurangan kasus diare, meningkatkan ketersediaan makanan bergizi yang terjangkau dan meningkatkan kesadaran Pemerintah Indonesia dan masyarakat tentang pentingnya isu anak pendek. Untuk mencapai tujuan tersebut PKGBM akan melakukan kegiatan penguatan masyarakat, meningkatkan kapasitas penyelenggara pelayanan dan melakukan komunikasi perubahan perilaku serta manajemen proyek. Kerangka logis dari Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mengurangi Anak Pendek (PKGBM) dijelaskan pada bagan berikut. Kerangka Program Logis Program Kesehatan-Gizi Berbasis Mesyarakat

8

Buku Laporan

KEGIATAN DAN SUB KEGIATAN Proyek ini terdiri dari tiga kegiatan, yaitu: 1) Kegiatan proyek masyarakat; 2) Kegiatan sisi suplai dan 3) Kegiatan komunikasi dan manajemen proyek, termasuk evaluasi. Kegiatan Proyek Masyarakat akan dilaksanakan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Generasi Sehat dan Cerdas (PNPM GSC atau PNPM Generasi), yang bertujuan untuk memberdayakan dan mempermudah masyarakat memperoleh layanan kesehatan dan pendidikan. Kegiatan ini terdiri dari perencanaan partisipatif, penyediaan dana bantuan langsung masyarakat dan bantuan teknis.

Perencanaan Partisipatif Pada perencanaan partisipatif, masyarakat didorong untuk melakukan proses perencanaan mulai dari melakukan identifikasi masalah hingga perumusan kegiatan yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Proses perencanaan partisipatif dimulai dari tingkat dusun, desa, hingga kecamatan dengan melibatkan kelompok masyarakat laki-laki maupun perempuan. Hasil dari proses perencanaan partisipatif ini adalah usulan kegiatan yang akan dipertimbangkan untuk dibiayai oleh dana bantuan langsung masyarakat. Setiap kegiatan yang dilakukan di tingkat desa diarahkan pada pencapaian tujuan proyek, yang diukur dengan menggunakan beberapa indikator keberhasilan. Ukuran keberhasilan ini dimaksudkan agar masyarakat fokus pada pencapaian tujuan proyek dan tidak hanya melakukan kegiatan pendidikan dan kesehatan secara umum. Ukuran keberhasilan yang digunakan adalah sebagai berikut. INDIKATOR BIDANG KESEHATAN 1.

Setiap ibu hamil diperiksa oleh bidan, minimal 4 kali selama masa kehamilannya.

2. Setiap ibu hamil mendapatkan minimal 90 butir pil Fe (Tablet Tambah Darah) selama masa kehamilannya. 3. Setiap proses kelahiran ditangani oleh tenaga bidan atau dokter. 4. Setiap ibu yang melahirkan (termasuk bayinya) mendapatkan perawatan nifas dari bidan atau dokter, minimal 3 kali perawatan dalam waktu 42 hari setelah proses persalinan. 5. Setiap bayi usia 12 bulan ke bawah mendapatkan imunisasi standar secara lengkap. 6. Setiap bayi usia 12 bulan ke bawah, berat badannya ditimbang dan selalu naik pada setiap Gambaran Umum Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mencegah Stunting (PKGBM)

9

bulannya mengikuti grafik pertumbuhan 7. Setiap anak usia 6 bulan sampai 59 bulan wajib mendapatkan Vitamin A, 2 kali dalam setahun. 8. Setiap anak balita (dibawah lima tahun) ditimbang sebulan sekali secara rutin. 9. Setiap ibu hamil dan/atau pasangannya mengikuti kegiatan konseling perawatan kehamilan dan gizi minimal satu bulan sekali. 10. Setiap orang tua/pengasuh yang memiliki bayi usia 0-2 tahun mengikuti kegiatan pengasuhan balita dan pemenuhan gizi minimal satu bulan sekali. INDIKATOR BIDANG PENDIDIKAN 11. Setiap anak usia SD/MI dan SMP/MTS yang belum sekolah dan putus sekolah kembali bersekolah, termasuk anak yang berkebutuhan khusus. 12. Setiap anak lulus SD/MI termasuk yang berkebutuhan khusus melanjutkan sekolah di tingkat SMP/MTS.

Bantuan Langsung Masyarakat. Setiap kecamatan lokasi proyek akan mendapatkan alokasi dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Dana BLM merupakan stimulan bagi masyarakat dalam rangka mencapai tujuan proyek. Dana BLM ini, selanjutnya dialokasikan ke desa-desa berdasarkan jumlah sasaran proyek, dan digunakan untuk membiayai usulan kegiatan hasil perencanaan partisipatif.

Bantuan Teknis. Dalam melaksanakan PNPM Mandiri Perdesaan Generasi, masyarakat dan aparat pemerintah kabupaten dan kecamatan mendapatkan pendampingan dari fasilitator. Peran pendampingan ditujukan bagi penguatan atau peningkatan kapasitas masyarakat dan aparat pemerintah dalam mengelola pembangunan secara mandiri di wilayahnya. Fasilitator dapat bersinergi dan bergerak bersama-sama dengan instansi terkait (Dinas Pendidikan dan Kesehatan) dalam memfasilitasi proses perencanaan dan pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan Generasi agar hasil kegiatan bermutu baik. Penjelasan lebih rinci dari Kegiatan Proyek Masyarakat ini akan diberikan dalam Petunjuk Teknis Operasional yang telah disusun oleh Kementerian Dalam Negeri.

10

Buku Laporan

KEGIATAN PENGUATAN SUPLAI Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kapasitas pelayanan kesehatan melalui: kegiatan pelatihan, penyediaan suplemen gizi mikro, pemicuan sanitasi, melibatkan pihak swasta dan penyembangan sistem insentif kepada petugas kesehatan.

I. Pelatihan. Untuk meningkatkan kapasitas pelayanan kesehatan melalui peningkatan kapasitas petugas kesehatan yang akan menyediakan layanan terkait gizi, proyek ini akan melakukan beberapa kegiatan pelatihan untuk petugas kesehatan, kader masyarakat dan konsultan proyek. Kegiatan pelatihan yang akan dilakukan yaitu Pelatihan Konseling Pemberian Makanan untuk Ibu, Bayi dan Anak (PMIBA) dan Pelatihan Pemantauan Pertumbuhan.

a. Pelatihan Konseling PMIBA. Pelatihan ini ditujukan untuk memberikan pengetahuan kepada petugas kesehatan dan kader Posyandu tentang pemberian makanan bagi ibu hamil dan anak, dan keterlibatan penyedia layanan laki-laki dan para ayah untuk memastikan paktek hidup sehat. Hasil dari pelatihan ini adalah fasilitator pelatihan PMIBA dari tingkat pusat hingga Puskesmas dan tersedianya penyuluh PMIBA di tingkat masyarakat. Hasil yang diharapkan dari pelatihan konseling PMBA adalah; √ di setiap provinsi, diharapkan ada tiga pelatih pelatihan konseling PMBA, √ di setiap kabupaten, diharapkan ada dua pelatih pelatihan konseling PMBA, √ di setiap Puskesmas, diharapkan ada dua pelatih konseling PMBA, √ di setiap desa, semua bidan desa dilatih konseling PMBA, √ di setiap desa, sekurangnya dua kader dilatih konseling PMBA.

Gambaran Umum Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mencegah Stunting (PKGBM)

11

Pelatihan Konseling PMIBA yang akan dilakukan terdiri dari empat tingkatan, yaitu: 1. Pelatihan Pelatih Nasional (master trainer ), 2. Pelatihan Pelatih (training of trainers ) provinsi dan kabupaten yang diikuti oleh petugas provinsi dan kabupaten, 3. Pelatihan Pelatih bagi petugas puskesmas yang diikuti oleh 2 orang per Puskesmas , 4. Pelatihan untuk bidan di desa dan kader. Khusus untuk Pelatihan Kader Posyandu, satu tahun setelah pelatihan pertama akan dilakukan pelatihan penyegaran untuk Kader Posyandu di seluruh lokasi proyek. Rencana Pelatihan Konseling Pemberian Makanan Ibu Hamil, Bayi dan Anak

Jenis/Tingkat Pelatihan Pelatihan dan orentasi Master Trainer (MOT) Pelatihan Pelatih (ToT) Provinsi dan Kabupaten

Peserta (Jumlah Peserta) Fasiltator Nasional dan Provinsi (33) Peserta Provinsi, 3 orang per provinsi. (33) Peserta dari Kabupaten, 2 orang per kabupaten (128) Tenaga Gizi dan Bidan, 2 orang per Puskesmas (1220)

Pelatih Master Trainer (Kemkes melibatkan LSM)

Pusat di Bandung

Pelatih nasional dan provinsi, didampingi Master Trainer

Ibu kota Provinsi

Pelatih Provinsi dan Kabupaten didampingi Master Trainer Pelatih Kabupaten Semua Bidan di desa dan Puskesmas, Pelatihan Bidan di Desa proyek (5400) didampingi Pelatih Provinsi Pelatih Puskesmas Pelatihan Kader Kader per desa (10800) dan Bidan di desa Posyandu Latihan penyegaran 2 Kader per Pelatih Puskesmas Kader Posyandu desa (10800) dan Bidan di desa

Pelatihan Pelatih (ToT) tenaga Puskesmas

12

Buku Laporan

Tempat Pelatihan

Ibu kota Kab/ Prop

Ibu kota Kecamatan

Ibu kota Kecamatan Ibu kota Kecamatan

Pelatihan untuk Pelatih Nasional (master trainer ). Peserta pelatihan ini adalah calon master trainer yang berasal dari Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten dan Perguruan Tinggi, lembaga swadaya masyarakat. Calon master trainer dipilih oleh Kementerian Kesehatan dengan kriteria bahwa setiap peserta harus sudah mengikuti Pelatihan Pemantauan Pertumbuhan dan Pelatihan Konselor Menyusui. Pelatihan akan dilakukan selama 48 jam di kelas dan praktik melatih Kader Posyandu sebanyak dua kali. Sedangkan pelatihnya adalah master trainer yang sudah ada. Pelatihan untuk Pelatih di Provinsi. Peserta pelatihan ini adalah tiga orang perwakilan dari setiap Dinas Kesehatan Provinsi dan dua orang dari setiap Dinas Kesehatan Kabupaten. Calon peserta dipilih oleh Dinas Kesehatan Provinsi/ Kabupaten dan diharuskan telah mengikuti Pelatihan Pemantauan Pertumbuhan atau Pelatihan Konselur Menyusui. Pelatihan akan dilakukan selama 48 jam di kelas dan praktik melatih Kader Posyandu sebanyak dua kali. Pelatihan untuk Pelatih di Kabupaten. Peserta pelatihan ini adalah dua orang staff Puskesmas dari setiap lokasi Proyek yang dipilih oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten. Pelatihan akan dilakukan selama 48 jam di kelas dan praktik melatih Kader Posyandu sebanyak dua kali dan difasilitasi oleh Staff Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten yang sudah dilatih. Pelatihan untuk Bidan Desa. Peserta pelatihan ini akan diikuti oleh satu orang bidan desa dari setiap desa yang berada di lokasi proyek, dipilih oleh Kepala Puskesmas dan pelatihnya adalah Petugas Puskesmas yang sudah dilatih. Pelatihan ini akan dilakukan di tingkat Kecamatan/Puskesmas dalam 24 jam pelatihan. Pelatihan untuk Kader Posyandu. Peserta pelatihan ini adalah dua orang perwakilan Kader dari setiap desa yang dipilih oleh bidan desa dan Petugas Puskesmas. Pelatihan akan dilakukan selama 24 jam di Kecamatan atau Puskesmas dan difasilitasi oleh petugas Puskesmas yang sudah dilatih. Pelatihan Penyegaran untuk Kader Posyandu. Satu tahun setelah pelaksanaan pelatihan pertama, akan dilaksanakan Pelatihan Penyegaran bagi kader Posyandu. Peserta pelatihan ini adalah dua orang perwakilan Kader Posyandu dari setiap desa yang dipilih oleh bidan desa dan petugas Puskesmas. Pelatihan akan dilakukan selama 24 jam di Kecamatan atau Puskesmas dan difasilitasi oleh petugas Puskesmas yang sudah dilatih. Modul Pelatihan Konseling PMIBA telah disusun oleh Kementerian Kesehatan dan UNICEF (Dana Anak-Anak Persatuan Bangsa-Bangsa) serta telah diujicobakan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, Gorontalo, dan Sulawesi Barat pada tahun 2012. Uji coba di NTB dilakukan untuk pelatihan pelatih di provinsi dan kabupaten, pelatihan untuk bidan desa dan pelatihan untuk kader Posyandu. Sedangkan uji coba untuk pelatihan lainnya Gambaran Umum Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mencegah Stunting (PKGBM)

13

hanya Pelatihan untuk Pelatih di tingkat provinsi Pelatihan Konseling PMIBA amulai dilaksanakan pada Bulan Maret 2014, yaitu dengan pelatihan untuk master trainer . Selanjutnya dilakukan pelatihan untuk pelatih hingga pelatihan untuk Kader Posyandu di 10 provinsi, yaitu: Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara dan Maluku. Pada tahun 2015 akan dilanjutkan dengan Pelatihan Penyegaran untuk Kader Posyandu di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan pada tahun 2016 akan dilaksanakan untuk 10 provinsi yang disebutkan di atas.

b. Pelatihan Pemantauan Pertumbuhan. Pelatihan ini ditujukan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada petugas kesehatan dalam melakukan pemantauan pertumbuhan, terutama bagi anak di bawah usia dua tahun, termasuk tindak lanjut hasil pemantauan. Pelatihan ini akan terdiri dari dua tingkatan pelatihan, yaitu Pelatihan untuk Pelatih dan Pelatihan untuk Petugas Puskesmas. Pelatihan untuk Pelatih. Peserta pelatihan ini adalah staf Dinas Kesehatan provinsi dan kabupaten. Dua orang peserta yang ditentukan oleh masingmasing dinas akan mewakili Dinas Kesehatan. Total peserta pelatihan ini adalah 150 orang dan pelatihnya adalah master trainer yang selama ini sudah ada. Pelatihan untuk Petugas Puskesmas. Pelatihan ini akan diikuti oleh staf Puskesmas yang ada di lokasi proyek. Masing-masing Puskesmas akan diwakili oleh dua orang peserta yang ditentukan oleh masing-masing Dinas Kesehatan. Total peserta pelatihan ini adalah 1.220 orang dan pelatihnya adalah Dinas Kesehatan provinsi dan kabupaten yang sudah dilatih. Pelatihan ini akan mulai dilakukan pada bulan Mei hingga Desember 2014. Kemenkes telah mempunyai modul untuk pelatihan Pemantauan Pertumbuhan ini. Tetapi, untuk kepentingan pelatihan yang akan dilakukan melalui kerjasama dengan MCA-Indonesia, Kementerian Kesehatan sedang melakukan revisi terhadap modul tersebut. Revisi dilakukan untuk menyesuaikan beberapa materi dengan perkembangan dan kondisi terkini, serta menambahkan beberapa sesi terkait dengan tata laksana gizi buruk. Revisi modul selesai pada Juni 2014.

II. Penyediaan Suplemen Gizi Mikro. Untuk meningkatkan asupan gizi mikro dan menurunkan angka anemia pada anak dan ibu hamil, proyek akan menyediakan suplemen gizi mikro untuk akan usia 6 – 23 bulan dan ibu hamil yang ada di lokasi proyek. Gizi mikro yang 14

Buku Laporan

diberikan kepada anak-anak usia 6 - 23 bulan adalah “Taburia” sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No. 42 tahun 2013. Standar teknis Taburia sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No 42 tahun 2013 adalah sebagai berikut:

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

VITAMIN & MINERAL Vitamin A (Retinol) Vitamin B1 (Thiamine) Vitamin B2 (Riboflavin) Vitamin B3 (Niacinamide) Vitamin B6 (Pyridoxine) Vitamin B12 (Cynocobalamin) Asam Folat (Folic Acid) Vitamin C (Ascorbic Acid) Asam Pantotenat (Pantothenic Acid) Vitamin D3 (Cholecalciferol) Vitamin E (Tocopherol) Vitamin K1 (Phytomenadione) Ioodium (I) Zat Besi (Fe) Seng (Zn) Selenium (Se) Maltodextrin

JENIS YANG DIGUNAKAN Retnyl Acetate Thiamine Mononitrate

UNIT

MINIMUM DOSIS

meg*

417

Mg

0.5

-

Mg

0.5

-

Mg

5

Pyridoxine HCL

Mg

0.5

-

Meg

1

-

Meg

150

-

Mg

30

D-Calcium Pantothenate

Mg

3

aMeg

5

DL-Alpha-Tocopheryl Acetate USp, FCC

Mg

6

-

Meg

20

Potassium Iodate Ferrous Fummarate Zinc Gluconate, USP Sodium Selenite -

Meg Mg Mg Meg

50 10 5 20

-

up to 1000 mg

Gambaran Umum Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mencegah Stunting (PKGBM)

15

Setiap anak usia 6-23 bulan akan diberikan sekurangnya 60 bungkus (sachet) Taburia, untuk dikonsumsi selama empat bulan, dengan frekuensi pemberian dua hari sekali, satu bungkus (sachet). Untuk ibu-ibu hamil, proyek ini akan menyediakan Tablet Tambah Darah (TTD), yang terdiri dari sekurangnya asam folat 400mg dan Fumarat 60mg. Setiap Ibu hamil diharapkan mengkonsumsi minimal 90 butir pil TTD selama masa kehamilan. Sasaran yang diharapkan adalah setidaknya 80% anak usia 6-23 bulan di daerah proyek menerima Taburia dan 80% ibu hamil di daerah proyek menerima Tablet Tambah Darah. Suplemen gizi mikro akan disediakan oleh proyek dan didistribusikan melalui jalur yang sudah digunakan oleh Kementerian Kesehatan. Distribusi awal akan di lakukan selama dua tahun, dengan kemungkinan perpanjangan satu tahun berikutnya. Untuk menjamin kualitas Taburia, mulai dari penyediaan premiks sampai ke anak, akan dilakukan pengecekan mutu berdasarkan aspek-aspek kritis Taburia. Berdasarkan hasil riset pasar, pengawasan Taburia mulai dari penyediaan premiks sampai dikonsumsi oleh anak sebagaimana disampaikan dalam gambar sebagai berikut; Pengawasan mutu, motitoring dan evaluasi distribusi Taburia

Untuk memastikan kualitas gizi mikro, MCA-Indonesia dan Kementerian Kesehatan akan melakukan pemeriksaan mutu di pusat dan lapangan. . Kegiatan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: 16

Buku Laporan

√ Pengecekan oleh BPOM pada saat mengajukan nomor registrasi, √ Pengecekan laboratorium sebelum distribusi, √ Pengecekan laboratoium secara acak sebelum dibagikan kepada masyarakat. Untuk memudahkan dalam proses pencatatan dan menelusuri jika terjadi sesuatu hal negatif yang diakibatkan oleh suplemen gizi mikro, MCA-Indonesia bersama Kementerian Kesehatan akan mengembangkan sistem yang memudahkan penelusuran setiap suplemen gizi mikro yang dibagikan. Kegiatan studi riset pasar yang sedang dilakukan diharapkan dapat memberikan masukan tentang mekanisme penelusuran yang dapat diterapkan bagi suplemen gizi mikro. Diskusi intensif dengan tim monitoring dan evaluasi serta tim sosial dan lingkungan akan dilakukan dalam proses pengembangan mekanisme ini. Mekasnime ini diharapkan tersedia pada Bulan Juli 2014. Untuk mendorong masyarakat agar tahu dan mau mengkonsumsi suplemen gizi mikro, MCA-Indonesia bersama Kementerian Kesehatan akan mengembangkan media komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang akan didistribusikan kepada masyarakat. Melalui kegiatan kampanye yang akan dilakukan, proyek juga akan berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi mikro. Selain itu, pada pelatihan PMIBA, peserta pelatihan diajarkan tentang pentingnya gizi mikro dan bagaimana cara mengkonsumsinya. Diharapkan, para kader Posyandu, bidan desa dan petugas Puskesmas dapat memberikan informasi tersebut kepada masyarakat pada kegiatan rutin Posyandu.

III. Higiene dan Sanitasi. Sub kegiatan Higiene dan Sanitasi bertujuan untuk mendorong masyarakat dan petugas kesehatan untuk melakukan upaya perbaikan perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat terkait sanitasi melalui pendekatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Pada kegiatan ini, Proyek tidak memberikan bantuan dana untuk membangun sarana fisik, tetapi berorientasi pada upaya untuk melakukan perubahan perilaku masyarakat. Pembangunan sarana fisik harus disediakan oleh masyarakat. Oleh karena itu, pembangunan fisik dianggap sebagai salah satu indikator dari terjadinya perubahan perilaku masyarakat tersebut. Sasaran kegiatan higiene dan sanitasi adalah melaksanakan pemicuan STBM di sekurangnya 50% desa lokasi proyek dan 50% desa yang dilakukan pemicuan menjadi desa yang melaksanakan Stop Buang air besar Sembarangan (SBS).

Gambaran Umum Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mencegah Stunting (PKGBM)

17

a. Pemilihan lokasi desa. Untuk menjamin kelancaran implementasi dan menghindari tumpang tindih dengan kegiatan pemicuan dari program lain, beberapa kriteria pemilihan lokasi adalah sebagai berikut; 1. Pemilihan desa berdasarkan adanya peminatan dari desa setelah dilakukan sosialisasi, 2. Desa yang belum SBS dan tidak sedang mengikuti pemicuan dari program lain, 3. Diprioritaskan di Puskesmas yang memiliki sanitarian. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan meliputi kegiatan sosialisasi di tingkat nasional sampai kecamatan, pelatihan petugas mulai dari pelatihan pelatih sampai pelatihan kader, pemicuan di tingkat desa, pembinaan paska pemicuan, dan monitoring. Berikut ilustrasi kegiatan-kegiatan tersebut: Diagram Kegiatan Higiene Dan Sanitasi

18

Buku Laporan

b. Sosialisasi di Tingkat Provinsi, dan Kabupaten. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk menyampaikan informasi kegiatan yang akan dilakukan dan untuk memperoleh dukungan dari Pemerintah Daerah, yang ditunjukkan dengan disusunnya rencana kerja pelaksanaan STBM di lokasi proyek oleh Dinas Kesehatan sebagai bagian dari rencana kerja STBM Kabupaten yang didukung oleh Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL).

c. Sosialisasi tingkat kecamatan Dihadiri oleh lintas sektor terkait tingkat kecamatan dan perwakilan desa (kepala desa dan tokoh masyarakat). Tujuan sosialisasi tingkat kecamatan adalah mendapatkan dukungan dan komitmen pemerintah desa untuk pelaksanaan pemicuan sanitasi. Sosialisasi tingkat kecamatan diharapkan menghasilkan pernyataan peminatan dari desa untuk melakukan pemicuan. Desa-desa yang menyatakan berminat akan mendapatkan tindak lanjut dengan pelatihan kader dan kegiatan pemicuan selanjutnya. Peminatan desa dinyatakan dalam pernyataan/perjanjian yang dibuat oleh kepala desa dan disetujui oleh camat dan pimpinan Puskesmas.

d. Pelatihan. Kegiatan pelatihan yang akan dilakukan terdiri dari: √ Pelatihan pemicuan STBM bagi tenaga sanitarian atau tenaga promosi kesehatan di Puskesmas dan kader desa yang ada di lokasi proyek. √ Pelatihan pemantauan pemicuan STBM bagi tenaga sanitarian atau tenaga promosi kesehatan. √ Pelatihan kewirausahaan sanitasi bagi anggota masyarakat yang berminat melakukan usaha penyediaan produk dan jasa STBM.

Pelatihan pemicuan STBM. Pelatihan ini ditujukan untuk memberikan pemahaman dan keterampilan kepada petugas kesehatan, tenaga sanitarian di Puskesmas dan kader desa tentang pemicuan STBM. Pelatihan terdiri dari tiga tingkatan, yaitu: 1) Pelatihan untuk pelatih, 2) Pelatihan untuk sanitarian atau tenaga promosi kesehatan dan 3) Pelatihan untuk kader desa. Pelatihan pemicuan STBM akan dilakukan selama lima hari kerja. Pelatihan untuk Pelatih. Pelatihan ini akan diikuti oleh dua orang perwakilan dari masing-masing Dinas Kesehatan propinsi dan kabupaten. Pelatihan akan dilakukan dalam lima hari kerja dan difasilitasi oleh master Gambaran Umum Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mencegah Stunting (PKGBM)

19

trainer tingkat nasional. Jumlah peserta yang akan mengikuti pelatihan ini diperkirakan sebanyak 150 orang. Pelatihan untuk Sanitarian. Pelatihan ini akan diikuti oleh sanitarian Puskesmas yang ada di lokasi proyek atau petugas promosi kesehatan. Master trainer bersama dengan staff Dinas Kesehatan propinsi dan kabupaten yang sudah dilatih akan memfasilitasi proses pelatihan ini. Di setiap Puskesmas akan dilatih satu orang, dengan demikian jumlah sanitarian yang akan dilatih diperkirakan sebanyak 619 orang. Pelatihan untuk Kader Desa. Pelatihan akan dilakukan di lecamatan oleh sanitarian dari Puskesmas dan Dinas Kesehatan kabupaten. Setiap desa yang berminat akan diwakili oleh dua orang kader yang dipilih oleh Kepala Desa. Jumlah kader desa yang akan ikut dalam pelatihan ini diperkirakan 5.400 orang. Pelatihan Pemantauan STBM. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas sanitasi dalam melakukan pencatatan dan pelaporan hasil pemantauan kegiatan pemicuan STBM. Pelatihan ini dibagi dua tingkatan, yaitu pelatihan pelatih dan pelatihan petugas Puskesmas. Pelatihan untuk pelatih. Pelatihan pelatih akan diikuti oleh satu orang perwakilan Dinas Kesehatan provinsi dan satu orang perwakilan dari Dinas Kesehatan kabupaten, dengan lama pelatihan enam hari. Total jumlah peserta diperkirakan 75 orang. Pelatihan petugas Puskesmas. Pelatihan petugas Puskesmas akan diikuti oleh masing-masing satu petugas sanitasi dari setiap Puskesmas. Pelatihan akan dilakukan selama enam hari dengan total peserta diperkirakan 619 orang. Pelatihan Kewirausahaan Sanitasi. Pelatihan ini akan dilakukan selama enam hari untuk anggota masyarakat yang berminat melakukan usaha penyediaan produk dan jasa STBM. Persyaratan bagi peserta adalah sebagai berikut:

20



Calon wirausaha yang tertarik menjadi wirausaha sanitasi baik individu maupun kelompok.



Memiliki pengalaman usaha sebelumnya.



Lulus seleksi berdasarkan formulir aplikasi pelatihan wirausaha STBM.

Buku Laporan

Modul yang akan digunakan dalam pelatihan STBM adalah modul yang sudah dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan. Khusus untuk pelatihan pemantauan dan evaluasi, Kementerian Kesehatan mengembangkan modul pelatihan dengan fasilitasi MCA-Indonesia

e. Pemicuan di Tingkat Desa Kegiatan pemicuan di tingkat desa dimulai dari satu dusun atau komunitas yang dianggap mudah. Selanjutnya dilakukan pada dusun atau komunitas lain, sampai semua dusun atau komunitas di desa tersebut terpicu. Kegiatan pemicuan dilakukan oleh kader dengan dukungan dan pengawasan oleh petugas sanitasi Puskesmas. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya sanitasi yang baik dan perilaku hidup sehat. Tahapan dari kegiatan ini adalah sebagai berikut: • Melakukan pemetaan sosial untuk menunjukkan pentingnya sanitasi sehingga memunculkan keinginan dan komitmen individu untuk SBS. • Para individu yang pertama kali menunjukkan keinginan dan komitmen untuk SBS akan dijadikan sebagai pemimpin informal untuk mempengaruhi masyarakat sekitarnya. • Pemimpin informal bersama masyarakat membuat rencana kerja dengan fasilitasi dari kader desa dengan dukungan sanitarian Puskesmas dan petugas sanitasi untuk memperbaiki sanitasi lingkungannya. Proyek akan membiayai kegiatan pemicuan awal di satu dusun sebagai bagian dari on the job training pelatihan kader. Sedangkan kegiatan pemicuan selanjutnya diharapkan dibiayai dari sumber dana lainnya, seperti dana BOK.

Pemantauan dan Pembinaan Pasca Pemicuan. Kegiatan ini dilakukan untuk memastikan rencana kerja yang telah disusun oleh masyarakat dilaksanakan dengan baik melalui pandampingan kepada pemimpin informal. Kegiatan pemantauan akan dilakukan secara rutin oleh kader desa sebanyak dua kali dalam satu bulan sampai terjadi komunitas/ dusun/desa SBS. Sedangkan kegiatan pembinaan dilakukan oleh petugas sanitasi setiap bulan. Gambaran Umum Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mencegah Stunting (PKGBM)

21

f. Verifikasi SBS. Setelah semua orang yang ada di dusun tersebut tidak buang air besar sembarangan, Kader Desa dan pemimpin informal akan membuat laporan kepada sanitarian bahwa daerahnya telah SBS. Berdasarkan laporan tersebut, petugas sanitasi akan melakukan proses verifikasi. Tim verifikasi akan berbeda, tergantung pada tingkatan SBS. • Untuk SBS dusun atau Komunitas, Verifikasi dilakukan oleh Tim Verifikasi Desa yang dapat terdiri dari (1) masyarakat dari komunitas tetangga terdekat; (2) Kader Desa lain; (3) Petugas Kesehatan setempat. • Untuk SBS Desa, verifikasi dilakukan oleh Tim Verifikasi kecamatan yang terdiri dari (1) masyarakat dari komunitas desa tetangga terdekat; (2) kader Desa lain; (3) Bidan Desa Sanitarian dari Puskesmas lain. Pembiayaan kegiatan higiene dan sanitasi. Proyek akan membiayai kegiatan sosialisasi di provinsi, kabupaten dan kecamatan; pelatihan petugas yang meliputi pelatihan pelatih dan pelatihan kader. Proyek juga akan membiayai biaya pemicuan, petugas sanitasi untuk melakukan pembinaan dan pemantauan, serta biaya transportasi kader untuk melakukan pemantauan dan pendampingan.

g. Pemberian Insentif Berbasis Kinerja Bagi Penyedia Layanan Kesehatan. Untuk meningkatkan produktivitas penyedia layanan kesehatan dan motivasi masyarakat dalam memperbaiki kondisi sanitasi, proyek akan mengembangkan model insentif bagi tenaga kesehatan dan masyarakat, jika mereka berhasil mencapai Stop Buang Air Sembarangan (SBS). Model tersebut akan diujicobakan di beberapa Kabupaten lokasi proyek. Desain kegiatan ini saat ini masih dalam proses pengembangan oleh MCAIndonesia bersama Kementerian Kesehatan. Secara umum, tahapan pelaksanaan kegiatan insentif adalah sebagai berikut: 1) pengembangan indikator dan mekanisme insentif, 2) sosialisasi indikator dan mekanisme insentif kepada daerah, 3) pelaksanaan kegiatan sanitasi di daerah, 4) evaluasi pelaksanaan, (5) pemberian insentif. • Berdasarkan diskusi yang sudah dilakukan antara MCA Indonesia dan Kementerian Kesehatan, disepakati bahwa satu-satunya indikator yang akan digunakan dalam memberikan insentif adalah Desa SBS. 22

Buku Laporan



Sosialiasi akan dilakukan oleh MCA-Indonesia dan Kementerian Kesehatan, bersamaan dengan sosialisasi kegiatan sanitasi. Pada kesempatan ini akan disampaikan rencana pelaksanaan kegiatan insentif beserta mekanisme dan prosedur pelaksanaannya.



Verifikasi dan Evaluasi Pelaksanaan, untuk memastikan status desa SBS. MCA-Indonesia bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan akan melakukan evaluasi dan verifikasi ke lapangan. Instrumen evaluasi dan verifikasi akan dikembangkan bersama oleh MCAIndonesia dan Kementerian Kesehatan. Hasil evaluasi dan verifikasi akan menentukan apakah insentif layak diberikan atau tidak kepada petugas layanan kesehatan yang ada di wilayah tersebut. Evaluasi dan verifikasi akan dilakukan secara berkala, sesuai dengan kesepakatan yang akan dibangun dengan Kemenkes

Untuk melakukan verifikasi dan evaluasi atas pernyataan telah SBS, MCAIndonesia bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan akan melakukan evaluasi dan verifikasi ke lapangan. Instrumen evaluasi dan verifikasi akan dikembangkan bersama oleh MCA-Indonesia dan Kementerian Kesehatan. Hasil evaluasi dan verifikasi akan menentukan apakah insentif layak diberikan atau tidak kepada petugas layanan kesehatan yang ada di wilayah tersebut. Evaluasi dan verifikasi akan dilakukan secara berkala, sesuai dengan kesepakatan yang akan dibangun dengan Kementerian Kesehatan. Pemberian Insentif. Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi yang dilakukan bersama dengan kemenkes, bagi Desa yang dinyatakan lolos verifikasi, MCA-Indonesia akan menyediakan sejumlah insentif bagi tenaga layanan kesehatan yang ada di wilayah tersebut. Mekansime pembayaran insentif, saat ini masih dalam proses diskusi antara MCA-Indonesia dan Kementerian Kesehatan.

IV. Keterlibatan Sector Swasta. Kegiatan ini bertujuan menggali dan meningkatkan kepemimpinan dan inovasi sektor swasta dengan menggali konsep dan strategi dari perusahaan untuk memanfaatkan pengetahuan mereka tentang pasar, pengalaman dan keahlian untuk berkontribusi pemenuhan kebutuhan gizi ibu dan anak-anak melalui: •

Meningkatkan ekspansi berkesinambungan dari produksi dan penjualan produk nutrisi yang penting bagi ibu dan anak,

• Membangun pangsa pasar yang berkelanjutan (untuk produk baru yang dikembangkan). Gambaran Umum Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mencegah Stunting (PKGBM)

23

Kegiatan ini diharapkan dapat menjamin keberlanjutan dan memenuhi kebutuhan akan suplemen gizi mikro di masyarakat setelah pelaksanaan proyek berakhir. Proyek akan menyediakan sejumlah dana bagi pihak swasta untuk melakukan penelitian, pengembangan produk dan pemasaran makanan bergizi yang murah. Sub kegiatan ini akan dilakukan mulai tahun 2015 dan proses persiapan dimulai pada pertengahan tahun 2014. Beberapa produk yang telah diidentifikasi dan diharapkan dapat dikembangkan oleh swasta antara lain suplemen gizi mikro untuk anak usia 6 bulan sampai 5 tahun, suplemen gizi mikro untuk ibu hamil, MPASI yang difortifikasi yang bergizi dengan harga terjangkau. Produk lain dapat dikembangkan sesuai dengan inovasi perusahaan. Untuk melakukan persiapan pengembangan desain pelibatan pihak swasta dalam penyediaan suplemen gizi mikro, MCA-Indonesia akan merekrut Spesialis Kemitraan Swasta dan Publik. Konsultan ini akan membantu MCA-Indonesia dan Kementerian Kesehatan dalam melakukan kajian tentang mekanisme pelibatan swasta pada bidang kesehatan yang selama ini ada dan mengembangkan desain yang paling mungkin dilakukan oleh MCA-Indonesia dalam melibatkan pihak swasta untuk menyediakan gizi mikro di masyarakat. Kegiatan ini diharapkan akan selesai pada pertengahan tahun 2015.

KOMUNIKASI, MANAJEMEN PROYEK DAN EVALUASI. Kegiatan ini terdiri dari tiga sub kegiatan, yaitu kampanye gizi nasional untuk mengatasi anak stunting ; manajemen proyek; pemantauan dan evaluasi pelaksanaan proyek.

Kampanye Komunikasi. Proyek akan melaksanakan Kampanye Nasional tentang Anak Stunting. Tujuan dari kegiatan ini adalah sebagai berikut:

24



Meningkatkan kesadaran dan pemahaman pejabat pemerintah, masyarakat umum, petugas kesehatan, orang tua, tentang penyebab, tanda-tanda, dampak jangka panjang, dan pencegahan anak stunting ,



Memperoleh komitmen dari para pemangku kepentingan yang luas Buku Laporan

pada sektor publik dan swasta untuk mengatasi anak stunting , dan •

Untuk mendorong perubahan perilaku individu dan masyarakat terkait dengan kesehatan dan gizi pada orang tua, pengasuh, dan para penyelenggara kesehatan dan gizi di masyarakat.

Kegiatan kampanye nasional akan dilakukan selama 39 bulan melalui empat tahapan yaitu: •

Penelitian formatif,



Pengembangan desain dan kerangka pemantauan dan evaluasi,



Pelaksanaan kampanye,



Penyusunan dan distribusi pembelajaran.

Kegiatan kampanye akan dilakukan oleh perusahaan yang dikontrak MCAIndonesia.

a. Penelitian Formatif. Penelitian formatif ditujukan untuk mengidentifikasi isu-isu kunci yang terkait dan mempengaruhi kelompok sasaran melalui kajian tentang pengetahuan, sikap dan perilaku. Penelitian akan menjelaskan hambatan yang ada dan atau faktor-faktor pendorong komunikasi yang efektif dalam rangka mengembangkan desain kampanye yang efektif, mengembangkan pesanpesan, dan menentukan alat terbaik untuk mencapai kelompok sasaran yang spesifik. Penelitian formatif akan menggunakan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif, yang meliputi pengamatan yang terstruktur, diskusi kelompok terarah, uji perilaku, wawancara mendalam atau metode-metode penelitian ilmiah lainnya. Penelitian ini akan dilakukan di lima wilayah, yaitu Sumatera, Kalimantan, Jawa, Nusa Tenggara dan Sulawesi. Kegiatan penelitian ini direncanakan akan dilakukan selama delapan bulan dari Juni hingga Desember 2014, dan hasilnya akan digunakan dalam mengembangkan desain Komunikasi dan Kampanye Nasional untuk Mengatasi Anak Stunting .

b. Penyusunan Desain Kampanye. Menggunakan hasil penelitian formatif, MCA-Indonesia akan menyusun desain kampanye mengunakan beberapa media yang sesuai dengan budaya dan kelompok sasaran. Kampanye akan menggunakan beberapa media untuk mencapai kelompok sasaran yang beragam dari sisi kemampuan membaca, Gambaran Umum Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mencegah Stunting (PKGBM)

25

akses terhadap teknologi, dan bahasa yang digunakan setiap hari, yang meliputi tetapi tidak terbatas pada media social, media digital, broadcast dan media cetak; mobilisasi masyarakat, kegiatan hiburan yang mendidik (drama seri, musik, video, konser, lagu dan atau pertunjukan permaianan); kegiatan advokasi, strategi dan kegiatan komunikasi yang inovatif, seperti penggunaan telepon genggam dan peningkatan kapasitas untuk mendorong perubahan perilaku. Kampanye akan fokus pada penciptaan perubahan perilaku pada masyarakat terkait dengan anak stunting , gizi pada masa kehamilan dan anak-anak, praktek pemberian makan untuk anak, ibu hamil dan menyusui, sanitasi dan kebersihan, pengasuhan oleh orang tua (ayah dan Ibu) dan pengasuh lainnya (anggota keluarga), dan penyediaan layanan serta para pengambil kebijakan. Seluruh materi yang sudah disusun akan diuji coba di lima wilayah tempat pelaksanaan penelitian formatif.

c. Penyusunan Kerangka Pemantauan dan Evaluasi (M&E) Kampanye. Berdasarkan hasil penelitian formatif, MCA-Indonesia bersama dengan konsultan akan menyusun kerangka M&E dengan indikator yang cukup sensitive untuk mengukur perubahan pengetahuan, sikap dan praktek terkait gizi dan sanitasi pada akhir kampanye. Evaluasi pelaksanaan kampanye, yang juga akan termasuk dalam matrik kerangka M&E yang diusulkan, akan dikoordinasikan oleh bagian M&E di MCA-Indonesia. Fase 2 dan 3 akan dilakukan secara bersamaan. Penyusunan dan distrisbusi pembelajaran. Dalam rangka menginformasikan kegiatan kepada kegiatan lanjutan yang sejenis, MCA-Indonesia akan mengembangkan dokumen pembelajaran dari pelaksaan proyek. Dokumen ini kemudian akan didistribusikan kepada sakeholders yang lebih luas (pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten, masayarakat, lembaga donor dan proyek lain yang sejenis) menggunakan pendokumentasian multi meda, termasuk didalamnya dalam bentuk film, televisi, koran, buku, atau media lain yang didiskusikan dan distujui oleh MCA-Indonesia dan Kementerian Kesehatan.

26

Buku Laporan

LOKASI PROYEK Proyek ini akan dilaksanakan di 11 provinsi, yaitu: Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Lokasi ini meliputi 64 kabupaten dan 499 kecamatan. Jumlah Dan Sebaran Lokasi PKGBM

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Provinsi Sumatera Selatan Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Jawa Barat Jawa Timur Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Sulawesi Barat Maluku Gorontalo Sulawersi Utara

Jumlah Kabupaten 5 9 8 7 5 8 9 3 3 4 3

Jumlah Kecamatan 30 54 46 84 50 64 78 23 23 22 25

Jumlah Puskesmas 44 70 62 78 65 62 98 32 50 32 26

Jumlah Desa 363 299 380 781 630 423 762 171 295 255 260

Dari 11 provinsi tersebut, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah adalah provinsi baru yang dipilih untuk menjadi lokasi pada tahun 2014. Ketiga provinsi tersebut dipilih dengan pertimbangan termasuk dalam 10 provinsi dengan jumlah angka anak pendek tertinggi. Kabupaten-kabupaten di tiga provinsi dipilih berdasarkan dua kriteria, yaitu: 1) mempunyai fasilitas kesehatan dan pendidikan terendah berdasarkan data Podes (indeks ini termasuk data tentang jumlah fasilitas kesehatan dan pendidikan, jumlah penyedia jasa pendidikan dan kesehatan, kualitas infrastruktur pendidikan dan kesehatan dan indeks karakter masyarakat) dan 2) angka anak pendek. Sementara itu, kecamatan-kecamatan yang ada di tiga provinsi dipilih secara acak untuk menjadi lokasi proyek.

Gambaran Umum Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mencegah Stunting (PKGBM)

27

PELAKSANAAN KEGIATAN Secara umum, proyek ini dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu: persiapan, pelaksanaan dan evaluasi

a. Tahap Persiapan. Proyek ini telah mulai dipersiapkan sejak tahun 2010 hingga tahun 2013. Tahap persiapan meliputi penyusunan desain proyek, pemilihan lokasi, sampai pada persiapan pengadaan barang dan jasa. Proses persiapan dikoordinasikan oleh Kelompok Kerja Teknis Kesehatan yang terdiri dari Bappenas, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan bersama dengan MCA-Indonesia. Selain itu, pihak lain yang terlibat pada proses ini adalah Bank Dunia dan PNPM Support Facility (PSF).

b. Tahap Pelaksanaan. Proyek akan mulai dilaksanakan pada awal tahun 2014 hingga akhir tahun 2018. Kegiatan Proyek Masyarakat akan dilaksanakan melalui kerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri dan PSF, sementara itu Kegiatan Sisi Suplai dan Kegiatan Komunikasi, Manajemen dan Evaluasi akan dilakukan melalui kerjasama dengan Kementerian Kesehatan. Untuk mendapatkan dukungan komitmen dari lintas sektor dan dari pemerintah daerah proyek akan melakukan sosialisasi dan rapat koordinasi teknis secara berjenjang dan berkala. Kemendagri akan melakukan pertemuan advokasi dan rapat-rapat koordinasi yang fokus pada penyiapan kegiatan. Pertemuan tersebut akan mengundang pejabat dari Kementerian Kesehatan tingkat kabupaten. Sosialisasi dan rapat koordinasi teknis akan fokusn pada penguatan kegiatan sisi suplai, yang akan mengundang pejabat/pelaksanan kegiatan

c. Tahap Evaluasi. Evaluasi proyek akan dilakukan pada tahun terakhir pelaksanaan proyek. Hasil evaluasi kemudian menjadi masukan bagi MCA-Indonesia dalam menyusun laporan akhir proyek. Laporan akhir proyek akan disampaikan kepada Pemerintah Indonesia dan MCC.

28

Buku Laporan

INTEGRASI SOSIAL DAN GENDER Dalam integrasi sosial dan gender, proyek ini mempunyai dua tujuan utama, yaitu: 1) melakukan pemberdayaan perempuan dan 2) meningkatkan keterlibatan kaum laki-laki dalam upaya peningkatan kesehatan dan gizi masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, proyek ini akan fokus pada beberapa kegiatan, yaitu: 1. Meningkatkan akses laki-laki dan perempuan terhadap informasi terkait dengan kesehatan dan gizi masyarakat, khususnya terkait dengan upaya untuk mengatasi anak stunting , 2. Meningkatkan kesadaran dan keterlibatan laki-laki dalam perbaikan kesehatan dan gizi masyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak serta keluarga, 3. Meningkatkan kemampuan perempuan dalam pengambilan keputusan baik pada rumah tangga maupun masyarakat, 4. Meningkatkan kapasitas perempuan dalam hal perbaikan kesehatan dan gizi, khususnya kesehatan ibu dan anak, 5. Meningkatkan kapasitas pelayan kesehatan tentang dimensi gender dalam upaya perbaikan kesehatan ibu dan anak. Dalam pelaksanaan, modul terkait gender diintegrasikan kedalam modul yang ada, seperti modul fasilitator PNPM Generasi, modul pelatihan PMIBA. Melalui kegiatan ini juga akan diadakan orientasi khusus gender kepada para master trainer PMIBA, Pemantauan Pertumbuhan dan Sanitasi. Secara lebih rinci, kegiatan yang akan dilakukan untuk memastikan aspek gender dalam proyek ini, dijelaskan dalam dokumen Social and Gender Implementation Plan (SGIP) yang sudah disusun oleh MCA-Indonesia dan disetujui oleh MCC.

PENGORGANISASIAN Tingkat pusat Untuk mengelola Proyek, MCA-Indonesia telah membentuk Tim Proyek Kesehatan dan Gizi. Tim ini dipimpin oleh Direktur Proyek Kesehatan dan Gizi dan akan Gambaran Umum Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mencegah Stunting (PKGBM)

29

bertanggungjawab untuk mengelola proyek sehari-hari mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantaun dan evaluasi. Tim ini terdiri dari Direktur Proyek Kesehatan dan Gizi, Spesialis Manajemen Proyek, Spesialis Gizi, Spesialis Pelatihan Bidang Kesehatan, Spesialis Sanitasi, Spesialis Perubahan Perilaku, Staf Operasional Proyek dan 3 orang asisten, yaitu Asisten Administrasi, Asisten Spesialis Manajemen Proyek dan Asisten Spesialis Gizi. MCA-Indonesia mempunyai perjanjian kerjasama dengan PSF untuk melaksanakan Kegiatan Proyek Masyarakat. PSF akan menggunakan struktur PNPM Generasi yang selama ini ada dalam melaksanakan Kegiatan ini. MCA-Indonesia juga mempunyai perjanjian kerjasama dengan Kementerian Kesehatan untuk pelaksanaan kegiatan 2 dan 3. Berdasarkan perjanjian tersebut, Kementerian Kesehatan akan membentuk struktur pengelolaan proyek yang terdiri dari Tim Pengarah (TP) Tim Teknis (TT) dan Tim Sekretariat Nasional (TSN). Tim Pengarah (TP) akan bertanggungjawab untuk memberikan arahan dan pengawasan strategis terhadap Proyek. Tim ini terdiri dari pejabat Eselon I dari Kementerian Kesehatan dan akan berkoordinasi dengan Direktur Eksekutif MCAIndonesia melalui pertemuan rutin, jika diperlukan. TP terdiri dari satu orang ketua, sekretaris dan beberapa orang anggota yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Tim Teknis (TT) akan bertanggungjawab mengelola dan mengkoordinasikan pelaksanaan proyek dan akan terdiri dari pejabat Eselon II dari Kementerian Kesehatan. TT akan diisi oleh beberapa kepala bidang yang terkait dengan substansi kegiatan proyek dan akan dikoordinasikan oleh Direktur Bina Gizi. Direktur Bina Gizi akan berkoordinasi dengan Direktur Proyek Kesehatan MCAIndonesia melalui pertemuan rutin atau sewaktu-waktu jika diperlukan. Tim Sekretariat Nasional (TSN) terdiri dari konsultan dan kontraktor yang direkrut oleh MCA-Indonesia. Mereka akan bekerja untuk para kepala bidang dalam TT dan akan bertanggungjawab dalam mengelola pelaksanaan kegiatan sesuai dengan bidangnya, mempersiapkan rencana keuangan, rencana pengadaan, dan rencana pencairan dana dan kebutuhan laporan atau pengawasan terhadap proyek. TSN akan dipimpin oleh seorang Koordinator yang akan berkoordinasi dengan Direktur Bina Gizi dan melaporkannya kepada Direktur Kesehatan dan Gizi MCA-Indonesia. TSN termasuk didalamnya Spesialis Perencanaan, Pemantauan dan Evaluasi, Spesialis Pelatihan, Ahli Gizi, Spesialis Sanitasi dan Perilaku Hidup Bersih, staf administrasi, keuangan dan staf pendukung lainnya untuk membantu pelaksanaan tugas dan tanggungjawab Lembaga Mitra dalam pelaksanaan proyek 30

Buku Laporan

Tingkat Propinsi Kegiatan PKGBM di tingkat propinsi mencakup; a. Melakukan advokasi dan sosialisasi kepada pemangku kepentingan di tingkat propinsi, b. Menyusun rencana kegiatan terpadu dengan mengintegrasikan kegiatan program dengan kegiatan di Dinas Kesehatan Propinsi, c. Menyelenggarakan dan mengkoordinasikan kegiatan pelatihan PMBA, Pemantauan Pertumbuhan, Pemicuan Sanitasi, sesuai dengan standar modul pelatihan yang ada, d. Melakukan pertemuan koordinasi lintas program secara berkala setiap bulan, e. Melakukan pemantauan distribusi Taburia, Tablet Tambah Darah, Modul Pelatihan dan kit antropometri, f. Melakukan pencatatan dan pelaporan. MCA-Indonesia akan mengontrak perusahaan untuk mengelola konsultan yang ditempatkan di setiap propinsi masing-masing 2 orang dan di setiap kabupaten masing-masing satu orang. Konsultan tersebut ditugaskan untuk membantu Dinas Kesehatan untuk melakukan tugas pokoknya di dalam PKGBM. Di setiap propinsi diharapkan dapat dibentuk Tim Koordinasi Teknis di Dinas Kesehatan setempat, yang terdiri dari para pemegang program Gizi, Kesehatan Ibu Anak, Sanitasi, Promosi Kesehatan. Mulai tahun 2015, melalui alokasi dari Kementerian Kesehatan akan dialokasikan dana khusus untuk dukungan koordinasi PKGBM di tingkat propinsi. Dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk transport local dan konsumsi rapat koordinasi setiap bulan, supervisi dan bimbingan teknis ke kabupaten, dan dukungan pencatatan dan pelaporan.

Tingkat Kabupaten Kegiatan PKGBM di tingkat kabupaten mencakup; a. Melakukan advokasi dan sosialisasi kepada pemangku kepentingan di tingkat kabupaten, b. Menyusun rencana kegiatan terpadu dengan mengintegrasikan kegiatan program dengan kegiatan di Dinas Kesehatan kabupaten, Gambaran Umum Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mencegah Stunting (PKGBM)

31

c. Menyelenggarakan dan mengkoordinasikan kegiatan pelatihan PMBA, Pemantauan Pertumbuhan, Pemicuan Sanitasi, sesuai dengan standar modul pelatihan yang ada, d. Melakukan pertemuan koordinasi lintas program secara berkala setiap bulan, e. Melakukan pemantauan distribusi Taburia, Tablet Tambah Darah, Modul Pelatihan dan kit antropometri, f. Melakukan pencatatan dan pelaporan. MCA-Indonesia akan mengontrak perusahaan untuk mengelola konsultan yang ditempatkan di setiap kabupaten masing-masing satu orang. Konsultan tersebut ditugaskan untuk membantu Dinas Kesehatan untuk melakukan tugas pokoknya di dalam PKGBM.

PEMANTAUAN DAN EVALUASI Berdasarkan Kerangka Program Logis dan desain kegiatan yang telah disusun, telah dikembangkan indikator kinerja program, yang terdiri dari indikator dampak (outcome ) yaitu yang terkait dengan status gizi. Pemantauan dan evaluasi sangatlah penting untuk pengelolaan proyek. Ini adalah komponen kunci dari desain proyek dan akan dimasukan dalam seluruh siklus proyek sampai proyek selesai. Pemantauan dan evaluasi akan dilakukan sesuai dengan Rencana Pemantauan dan Evaluasi MCA Indonesia yang sudah disetujui MCC.

Pemantauan Untuk memastikan bahwa Proyek dilaksanakan sesuai harapan untuk mencapai tujuan, proyek akan melakukan kegiatan pemantauan. Kegiatan pemantauan akan dilakukan secara berkala oleh MCA-Indonesia dan lembaga mitra menggunakan indicator yang ada dalam ITT sebagaimana dimuat dalam Rencana M&E MCAIndonesia.

Evaluasi Meskipun pemantauan proyek yang baik merupakan hal penting bagi manajemen proyek, tetapi tidaklah cukup untuk menilai pencapaian tujuan. Oleh karena itu, proyek akan melakukan kegiatan evaluasi. Sebagaimana didefinisikan dalam Kebijakan M&E, evaluasi adalah kajian yang sistematis terhadap tujuan, desain, 32

Buku Laporan

pelaksanaan dan hasil dari proyek. Pengembangan desain dan pelaksanaan evaluasi akan dilakukan oleh perusahaan atau lembaga yang direkrut dan dikoordinasikan oleh bagian Monitoring dan Evaluasi MCA-Indonesia.

Gambaran Umum Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mencegah Stunting (PKGBM)

33

34

Buku Laporan

LAMPIRAN

Gambaran Umum Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mencegah Stunting (PKGBM)

35

Lampiran 1 Daftar kabupaten lokasi PKGBM

PROVINSI

1

2

3

36

KABUPATEN

Sumatera Selatan

1. 2. 3. 4. 5.

Banyu Asin Empat Lawang Musi Banyu Asin Ogan komering Ulu Selatan Ogan komering Ilir

Kalimantan Barat

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Bengkayang Kapuas hulu Ketapang Kubu Raya Landak Melawi Sekadau Sintang Kayong Utara

Kalimantan Tengah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Barito Utara Gunung Mas Kapuas Katingan Lamandau Murung Raya Pulang Pisau Seruyan

Buku Laporan

PROVINSI

4

5

6

KABUPATEN

West Java / Jawa Barat

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Sukabumi Cianjur Garut Kuningan Sumedang Subang Bandung Barat

Jawa Timur

1. 2. 3. 4. 5.

Trenggalek Malang Nganjuk Magetan Pamekasan

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Lombok Barat Lomok Tengah Lombok Timur Sumbawa Sumbawa Barat Lombok Utara Dompu Bima

Nusa Tenggara Barat

Gambaran Umum Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mencegah Stunting (PKGBM)

37

PROVINSI

7

8

9

10

11

38

KABUPATEN

Nusa Tenggara Timur

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Timor Tengah Utara Belu Flores Timur Manggarai Sumba Timur Lembata Rote Ndao Manggari Timur Kupang

Gorontalo

1. 2. 3. 4.

Gorontalo Boalemo Pohuwato Gorontalo Utara

Sulawesi Barat

1. Mamuju 2. Polewali Mandar 3. Majene

Maluku

1. Maluku Tengah 2. Maluku Tenggara 3. Maluku Tenggara Barat

Sulawesi Utara

1. Kepulauan Sangihe 2. Kepulauan Talaud 3. Minahasa utara

Buku Laporan

Gambaran Umum Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mencegah Stunting (PKGBM)

39

40

Buku Laporan