Nur Lailatul Mufidah, “Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Pemanfaatan Foodcourt oleh Keluarga)” hal. 157-178.
Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan: Studi Deskriptif Pemanfaatan Foodcourt oleh Keluarga Nur Lailatul Mufidah (Alumni Antropologi FISIP Unair 2006;
[email protected]) Abstract Fastfood be one option for the busy urban community with its activity so that it didn't get to cook and barely has time to eat and hang out together with the family. With all the conveniences and facilities that exist within the mall foodcourt presence seems especially with can fill the lives of those who want something fastpaced, instant and complete. Compared to ten years ago, when the eats is likely to do at home, where the food is presented is the result of homemade (mother). The wife took up cooking and taking the time to just eat together with her family, while the wife was also working with activities outside the home, that is working. The family consumption patterns in Surabaya due to environmental factors; be it from income level, education, experience, social status and prestige so that the attitude of his stature within the community could be aligned with the others. In addition to family reasons for a visit to the foodcourt Tunjungan Plaza is due to the better facilities such as free Wi-Fi that causes people to endure to linger there though the food ordered was devoured. Keywords: consumption patterns, foodcourt, family and lifestyle Abstrak Fastfood menjadi salah satu pilihan bagi masyarakat perkotaan yang sibuk dengan aktifitasnya sehingga tidak sempat memasak dan hampir tidak memiliki waktu untuk makan dan berkumpul bersama dengan keluarganya. Dengan segala kemudahan serta fasilitas yang ada di dalam mall apalagi dengan kehadiran foodcourt sepertinya bisa mengisi kehidupan mereka yang menginginkan sesuatu yang serba cepat, instan dan lengkap. Dibandingkan sepuluh tahun yang lalu, saat makan cenderung dilakukan di rumah, di mana makanan yang disajikan merupakan hasil dari olahan sendiri (ibu). Para istri menyempatkan diri memasak dan meluangkan waktu untuk sekedar makan bersama dengan keluarganya, walaupun istri tersebut juga disibukkan dengan aktifitas di luar rumah, yakni bekerja. Pola konsumsi pada keluarga di Surabaya disebabkan faktor lingkungan; baik itu dari tingkat pendapatan, pendidikan, pengalaman, status sosial serta dari adanya sikap gengsi agar kedudukannya di dalam masyarakat bisa disejajarkan dengan yang lainnya. Di samping alasan keluarga untuk berkunjung ke foodcourt Tunjungan Plaza adalah karena fasilitasnya yang semakin baik seperti free Wi-Fi yang menyebabkan orang betah berlama-lama di sana walaupun makanan yang dipesan telah habis dimakan. Kata Kunci: pola konsumsi, foodcourt, keluarga dan gaya hidup
S
aat ini, kegiatan konsumtif yang
banyaknya penawaran dari produk ter-
dilakukan oleh masyarakat perko-
baru yang promosinya dilakukan melalui
taan tidak hanya didorong oleh
media cetak maupun elektronik bahkan
adanya kebutuhan akan fungsi barang
melalui penjualan langsung di tempat
tersebut semata. Akan tetapi, juga di-
yang membuat seseorang menjadi mudah
dasari oleh keinginan yang sifatnya untuk
terpengaruh untuk mencoba ataupun
menjaga gengsi. Hal itu karena semakin BioKultur, Vol.I/No.2/Juli- Desember 2112, hal. 157
Nur Lailatul Mufidah, “Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Pemanfaatan Foodcourt oleh Keluarga)” hal. 157-178.
membeli barang tersebut walaupun sebe-
jar tersebut menghasilkan suatu kebiasa-
narnya barang tersebut tidak diperlukan.
an makan.
Dalam kehidupan modern ini, ma-
Masa sekarang ini dengan kesibuk-
syarakat perkotaan khususnya di Sura-
an yang luar biasa pada masing-masing
baya menuntut untuk bergaya hidup kon-
anggota keluarganya terutama yang me-
sumsi yang serba cepat dan instan. Hal itu
miliki ibu pekerja, maka acara makan
dikarenakan padatnya aktivitas dan ke-
seringkali dilakukan sendiri-sendiri dan
giatan di luar rumah yang dilakukan oleh
jarang dilakukan di rumah. Bila 10 tahun-
keluarga khususnya pasangan suami dan
an yang lalu, makan di rumah merupakan
istri yang mengakibatkan berkurangnya
saat untuk berkumpul bersama dengan
waktu untuk berkumpul bersama keluar-
keluarga, maka saat ini kebiasaan ter-
ga apalagi makan bersama anak-anaknya.
sebut sudah mulai berubah di mana para
Apabila dibandingkan dengan bebe-
anggota keluarga berkumpul di suatu
rapa tahun yang lalu, yakni sekitar tahun
tempat makan tertentu hanya untuk seke-
2000-an, makan sehari-hari cenderung
dar makan bersama.
dilakukan di rumah di mana makanan
Makan di suatu tempat juga menjadi
yang disajikan merupakan hasil dari
sarana berkumpul dan bersosialisasi.
olahan sendiri. Para istri menyempatkan
Bahkan saat ini acara-acara seperti rapat,
diri untuk memasak dan meluangkan
arisan, pernikahan, ulang tahun dan seke-
waktunya untuk sekedar makan bersama
dar
dengan keluarganya walaupun istri terse-
atau teman pun sering juga diadakan di
but juga disibukkan dengan aktifitas di
restauran baik itu restauran yang ada di
luar rumah, yakni bekerja.
foodcourt maupun yang berdiri sendiri
untuk berkumpul dengan kerabat
Hal itu dilakukan agar dapat sema-
dengan harapan akan tercipta suasana
kin mempererat rasa kasih sayang di-
yang santai dan menghindari adanya
antara mereka. Sediaoetama, 1999 (da-
kesan formal.
lam Lazuardi, 2008: 3), menyatakan ke-
Makan di luar juga merupakan so-
biasaan seseorang makan merupakan
lusi untuk mengatasi kebutuhan konsum-
kebiasaan makan dalam keluarga. Hal itu
si bagi para keluarga khususnya yang
terjadi dikarenakan selama seseorang itu
memiliki ibu pekerja. Tinggal datang ke
tinggal dalam keluarganya, maka sese-
sana berbagai jenis makanan dapat
orang itu mengalami proses belajar dari
tersajikan dengan cepat tanpa menunggu
keluarga tersebut yang dari proses belaBioKultur, Vol.I/No.2/Juli- Desember 2112, hal. 158
Nur Lailatul Mufidah, “Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Pemanfaatan Foodcourt oleh Keluarga)” hal. 157-178.
waktu lama dan dapat menghemat waktu
hanya sekedar untuk memenuhi kebutuh-
makan.
an, namun bisa dijadikan sebagai gaya
Di samping itu, menurut Barthes,
hidup. Oleh sebab itu, saat ini makan di
2004 (dalam Lazuardi, 2008: 3) dengan
luar rumah menjadi salah satu pilihan
makanan dapat membina hubungan yang
bagi masyarakat perkotaan yang sibuk
merupakan kunci dari hubungan sosial. Di
dengan
mana dalam makan bersama tersebut
sempat memasak dan hampir tidak me-
terdapat komunikasi antar yang satu
miliki waktu untuk makan dan berkum-
dengan yang lainnya sehingga memun-
pul bersama dengan keluarganya.
culkan suatu ikatan sosial.
aktifitasnya
sehingga
tidak
Dengan segala kemudahan serta fa-
Saat ini bisnis restauran berkem-
silitas yang ada, kini mall hadir dengan
bang dengan pesat untuk menanggapi ke-
kemunculan tempat-tempat makan, se-
butuhan masyarakat akan nilai dari ma-
perti restauran, foodcourt yang dapat
kanan dan pentingnya untuk berkumpul
mengisi kebutuhan konsumen khususnya
bersama keluarga itu sendiri. Oleh sebab
keluarga mengenai makan, apalagi yang
itu, saat ini baik para pemilik restauran
ingin
maupun foodcourt merespon kebutuhan
foodcourt yang ada di mall sepertinya bisa
ini dengan menawarkan berbagai keun-
mengisi kehidupan mereka yang meng-
tungan serta fasilitas yang tidak hanya
inginkan sesuatu yang serba cepat, instan
sekedar menyajikan keunggulan makanan
dan lengkap.
memanjakan
anaknya.
Industri
dari tempat tersebut saja, tetapi juga
Perubahan pola dari gaya hidup
menambahkan suasana yang nyaman dan
masyarakat perkotaan yang dapat digam-
santai yang dapat membuat pelanggan
barkan, yakni seberapa besar status atau
betah berlama-lama di sana, seperti
kedudukan orang tersebut di dalam ke-
menambahkan fasilitas
hidupan bermasyarakat di sekitarnya.
internet gratis,
live musik serta berbagai acara hiburan
Tidak hanya itu saja gaya hidup
juga
menarik lainnya.
sangat berkaitan erat dengan perkem-
Selain itu, kebiasaan dan gaya hidup
bangan zaman dan teknologi, karena
masyarakat Surabaya sekarang telah ber-
semakin bertambahnya zaman dan sema-
ubah menuju ke pola hidup mewah dan
kin canggihnya teknologi, maka semakin
berlebihan yang berujung pada pola hi-
berkembang pula penerapan gaya hidup
dup konsumtif. Sekarang ini, mengkon-
di dalam kehidupan masyarakat perkota-
sumsi makanan di luar rumah bukan lagi
an sehari-hari. Dengan adanya hal terseBioKultur, Vol.I/No.2/Juli- Desember 2112, hal. 159
Nur Lailatul Mufidah, “Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Pemanfaatan Foodcourt oleh Keluarga)” hal. 157-178.
but, maka pengertian gaya hidup dapat
foodcourt dan faktor-faktor apa sajakah
diartikan sebagai cara untuk menumbuh-
yang mempengaruhi para keluarga se-
kan kebersamaan yang dapat mencipta-
hingga mereka memilih untuk memanfa-
kan simbol kebudayaan dengan menggu-
atkan area food-court tersebut dibanding
nakan identitas pribadi.
foodcourt di tempat yang lain.
Dalam penelitian ini, difokuskan pa-
Era Globalisasi saat ini cenderung
da masyarakat perkotaan khususnya pa-
merubah gaya hidup seseorang termasuk
da
pemanfaatan
dalam hal pola makan. Sebenarnya tujuan
foodcourt. Hal itu karena dalam diri ke-
manusia untuk makan adalah agar dapat
luarga tersebut terdapat keinginan untuk
memenuhi kebutuhan tubuhnya supaya
mendapatkan kepuasan agar memperoleh
bisa bertahan hidup. Kalau makan yang
status dan gengsi dalam kedudukan me-
disebabkan karena tuntutan biologis,
reka di dalam masyarakat serta dapat
biasanya berasal dari lapar dan dengan
dijadikan sebagai sarana berkumpul.
memakan suatu makanan maka rasa
keluarga
mengenai
Satu hal lagi yang menjadi pilihan
lapar itu bisa terobati.
bagi para keluarga tersebut adalah ke-
Namun, dalam kenyataannya sering
nyamanan tempat serta efisiensi waktu,
dijumpai orang makan tidak hanya seke-
yakni sambil berbelanja maupun bekerja
dar karena tuntutan biologis semata.
mereka bisa berkumpul serta bisa meng-
Menurut Anderson (2005: 97) sekarang
awasi anak-anaknya. Selain itu, peneliti
ini, tujuan seseorang untuk makan tidak
juga
tentang
mempertimbangkan rasa lapar saja tetapi
pemanfaatan foodcourt dan faktor-faktor
lebih mempertimbangkan kepuasan atau
apa sajakah yang mempengaruhi para
kesenangan seseorang tersebut semata
keluarga sehingga mereka memilih untuk
demi menjaga gengsi.
ingin
mendeskripsikan
memanfaatkan area foodcourt tersebut
Foster (1986: 317) mengungkapkan
dibanding foodcourt di tempat yang lain.
bahwa makan itu memiliki makna sim-
hal lagi yang menjadi pilihan bagi para
bolik (konsep makan bersifat sosial),
keluarga tersebut adalah kenyamanan
maksudnya di dalam makanan tersebut
tempat serta efisiensi waktu, yakni sambil
terdapat simbol-simbol, sebab pada da-
berbelanja maupun bekerja mereka bisa
sarnya orang makan itu tidak hanya
berkumpul serta bisa mengawasi anak-
sekedar untuk mengenyangkan perut saja
anaknya. Selain itu, peneliti juga ingin
tetapi juga untuk menjaga gengsi orang
mendeskripsikan tentang pemanfaatan
tersebut di mata lingkungannya sekitar BioKultur, Vol.I/No.2/Juli- Desember 2112, hal. 160
Nur Lailatul Mufidah, “Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Pemanfaatan Foodcourt oleh Keluarga)” hal. 157-178.
karena makanan yang dimakan dapat
isasi dan globalisasi tersebut dapat men-
merupakan gambaran dari identitas diri
jadi sebuah kenyataan yang dapat dirasa-
yang memakannya. Selain itu, orang akan
kan oleh sebagian besar masyarakat
merasa sangat bahagia dan tentram
perkotaan khususnya keluarga di Sura-
apabila dapat makan bersama dengan
baya mengenai pola konsumsi dalam pe-
orang-orang
manfaatan foodcourt di Tunjungan Plaza.
terdekatnya
dan
orang-
orang yang disayanginya sekalipun seper-
Makanan siap saji memperoleh ke-
ti keluarganya, pacarnya bahkan masya-
dudukan atau tempat pada segmentasi
rakat sekitarnya sekalipun.
tertentu pada masyarakat kota yaitu
Perilaku konsumtif yang dilakukan
masyarakat kelas menengah ke atas te-
oleh masyarakat perkotaan saat ini tidak
tapi kenyataannya saat ini, tidak hanya
lagi mempertimbangkan fungsi atau ke-
masyarakat kelas menengah ke atas saja
gunaan dari suatu barang yang dibeli lagi
yang bisa menikmati fastfood dan makan
tetapi mereka lebih mempertimbangkan
di luar rumah bahkan masyarakat dari
gengsi yang melekat pada barang terse-
golongan menengah dan menengah ke
but. Yayasan Lembaga Konsumen Indone-
bawah pun bisa menikmatinya.
sia (dalam Lina dan Rosyid, 1997: 2)
Hal ini disebabkan karena pengaruh
memberikan batasan mengenai perilaku
globalisasi yang saat ini melanda di selu-
konsumtif, yakni kecenderungan sese-
ruh dunia, termasuk Indonesia. Palmolina
orang untuk mengkonsumsi barang tanpa
(1999: 18) menyatakan bahwa menye-
batas dan lebih mementingkan keinginan
nangkan bila seseorang itu diketahui
semata daripada kebutuhan.
sebagai
seseorang
yang
mempunyai
Sarwono (1994: 128) dengan maju
status tinggi. Selain itu, dia juga berkata
pesatnya teknologi, maka hampir tidak
bahwa restauran di dalam foodcourt
ada batas geografis, etnis, politik, dan
merupakan bentuk dari budaya konsumsi
sosial antara masyarakat yang satu deng-
dari masyarakat perkotaan dan menjadi
an yang lain dalam hal pola konsumtif.
salah satu penemuan baru di lapisan
Hal itu disebabkan karena pengaruh
masyarakat luas (khususnya di Indo-
modernisasi dan globalisasi yang telah
nesia) yang mana penciptaan barang,
membuat seseorang dengan mudah men-
gaya, dan perilaku baru tersebut meru-
dapatkan status sosial yang lebih tinggi.
pakan
Jika dulunya merupakan sebuah mimpi,
penciptaan tanda baru untuk memelihara
maka sekarang karena pengaruh modern-
jarak yang ada.
strategi
yang
memungkinkan
BioKultur, Vol.I/No.2/Juli- Desember 2112, hal. 161
Nur Lailatul Mufidah, “Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Pemanfaatan Foodcourt oleh Keluarga)” hal. 157-178.
Evers, 1988 (dalam Palmolina 1999:
laksanakan oleh seseorang yang berhu-
2) menjelaskan tentang unsur-unsur bu-
bungan dengan pengambilan keputusan.
daya konsumen yang berlaku di masya-
Orang yang sudah mengambil suatu
rakat perkotaan saat ini sebagai berikut:
keputusan langkah selanjutnya adalah
(1) sering diberi ciri materialistik dan
tindakan dan orang yang sudah meng-
digunakan dalam kehidupan sehari-hari
ambil keputusan untuk mencari kese-
untuk mengungkapkan kemiskinan roha-
nangan dari uang yang dimiliki seperti
ni dan tindakan hedonisme; (2) budaya
melakukan aktivitas nyata untuk berbe-
konsumen lebih dari suatu budaya se-
lanja di mall atau supermarket, tentu saja
bagai tempat berbagai kesan memainkan
dapat
peranan utama. Oleh sebab itu, dalam
sekedar berbelanja di toko biasa. Adapun
budaya konsumen gaya hidup mendapat
penggunaan waktu dengan gaya hidup
kedudukan yang istimewa, karena selalu
merupakan kreativitas individu itu sen-
berusaha mencari mode, gaya serta kesan
diri dalam memanfaatkan waktu untuk
yang baru.
kegiatan yang bermanfaat atau kegiatan
Selain itu, Kottler (dalam Sakinah,
memberi nilai tambah daripada
untuk bersenang-senang.
2002: 19-20) mengatakan gaya hidup me-
Sesungguhnya gaya hidup merupa-
rupakan gambaran dari keseluruhan diri
kan pola hidup seseorang yang diekspre-
seseorang dalam berinteraksi dengan
sikan dalam aktivitas dan minat yang
lingkungan sekitarnya. Menurut Plummer
mencakup tiga kategori, yaitu prinsip,
(1983: 97) gaya hidup merupakan cara
status, dan aksi. Faktor-faktor yang mem-
individu yang diidentifikasikan oleh ba-
pengaruhi gaya hidup menurut Amstrong
gaimana orang menghabiskan waktu
(dalam Nugraheni, 2003: 2) adalah gaya
mereka (dalam beraktivitas), apa yang
hidup seseorang yang dapat dilihat dari
mereka anggap penting dalam hidupnya
perilaku yang dilakukan oleh individu
(ketertarikan) dan apa yang mereka
tersebut seperti kegiatan-kegiatan untuk
pikirkan tentang dunia sekitarnya, se-
mendapatkan atau mempergunakan ba-
dangkan Sarwono (1994: 194) menya-
rang-barang dan jasa, termasuk di dalam-
takan bahwa salah satu faktor yang mem-
nya proses pengambilan keputusan pada
pengaruhi gaya hidup ialah konsep diri.
penentuan kegiatan-kegiatan tersebut.
Hawkins (dalam Nugroho, 2002: 22)
Lebih lanjut, Amstrong (dalam Nugraheni,
mengatakan bahwa pola hidup yang
2003: 3) menyatakan bahwa faktor-faktor
berhubungan dengan uang dan waktu di-
yang mempengaruhi gaya hidup seseBioKultur, Vol.I/No.2/Juli- Desember 2112, hal. 162
Nur Lailatul Mufidah, “Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Pemanfaatan Foodcourt oleh Keluarga)” hal. 157-178.
orang ada dua faktor, yaitu faktor yang
dan pusat bisnis yang menjadikan kegiat-
berasal dari dalam diri individu itu
an di tempat ini cukup padat saat jam-jam
sendiri (internal), yakni sikap, penga-
istirahat maka dipastikan bahwa mall
laman dan pengamatan, kepribadian,
tersebut selalu ramai dikunjungi oleh
konsep diri, motif, dan persepsi. Faktor
pengunjung; (3) tempat tinggal penulis
yang berasal dari luar individu tersebut
hanya sekitar 500 meter dari Tunjungan
(eksternal), yakni kelompok relasi, ke-
Plaza sehingga penulis dapat sering da-
luarga, dan kelas sosial. Ada dua unsur
tang dan mengetahui aktifitas apa saja
pokok dalam sistem sosial pembagian
yang ada di Tunjungan Plaza saat jam-jam
kelas dalam masyarakat, yaitu kedudukan
sibuk maupun saat jam biasa.
(status) dan peranan. Kedudukan artinya
Penelitian ini bersifat deskriptif,
tempat seseorang tersebut dalam ling-
yakni dalam melakukan penelitian akan
kungan pergaulannya yang dapat dicapai
dihasilkan suatu data berupa pandangan
oleh seseorang dengan usaha yang senga-
dari para informan dan perilakunya yang
ja maupun diperoleh karena kelahiran
bisa diamati secara keseluruhan. Metode
dan keturunan. Peranan sendiri merupa-
yang dipakai dalam penelitian ini adalah
kan aspek yang dinamis dari kedudukan.
kualitatif yang bertujuan untuk mendes-
Apabila individu sudah melaksanakan hak
kripsikan secara rinci suatu fenomena
dan kewajibannya sesuai dengan kedu-
sosial mengenai pola konsumsi pada ma-
dukannya, maka ia telah menjalankan
syarakat perkotaan khususnya mengenai
peranannya dalam lingkungan tersebut.
pemanfaatan foodcourt oleh keluarga di
Lokasi penelitian ini dipilih secara
Surabaya.
sengaja. Penelitian yang dilakukan kali ini
Teknik pengumpulan data adalah
bertempat di Surabaya, tepatnya food-
dengan menggunakan teknik observasi
court di Tunjungan Plaza III Jalan Basuki
dan wawancara. Dalam hal ini, peneliti
Rahmat. Alasan pemilihan lokasi tersebut
melakukan pengamatan terhadap aktivi-
berdasarkan pertimbangan: (1) merupa-
tas yang ada di foodcourt Tunjungan
kan salah satu mall tertua dan terbesar di
Plaza. Data yang diperoleh saat melaku-
Surabaya serta memiliki dua foodcourt
kan penelitian, dapat dikelompokkan
yang tidak dimiliki oleh mall yang lain;
menjadi
(2) keberadaan Tunjungan Plaza sendiri
pertama, data observasi. Observasi me-
yang sangat strategis berada di tengah-
rupakan teknik yang dilakukan peneliti
tengah perkantoran, pusat pendidikan,
pada awal penelitian untuk mengamati
dua
kategori
antara
lain:
BioKultur, Vol.I/No.2/Juli- Desember 2112, hal. 163
Nur Lailatul Mufidah, “Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Pemanfaatan Foodcourt oleh Keluarga)” hal. 157-178.
kegiatan
apa
saja
yang
dilakukan
pengunjung mall di dalam foodcourt. Pada
forman di dalam mall tersebut terutama di dalam foodcourt.
pengamatan ini tidak terjadi interaksi
Kedua, data wawancara. Wawancara
antara peneliti dengan informan. Dalam
merupakan teknik pengumpulan data
melakukan penelitian dengan metode
yang dilakukan dengan cara tanya jawab
pengamatan, peneliti menggunakan alat
dengan obyek pelaku secara langsung
bantu seperti kamera dan buku catatan.
yang di dalamnya terdapat suatu komuni-
Observasi dilakukan peneliti selama 5
kasi dengan tujuan untuk mendapat in-
bulan yang dilakukan pada 5 Juni 2010
formasi yang penting, yaitu menggali se-
sampai 6 November 2010
suatu yang perlu untuk diteliti dan segala
Dalam observasi, waktu observasi
sesuatu yang tersembunyi dari subyek
pun juga peneliti perhatikan. Mulai saat
penelitian itu sendiri. Model wawancara
pagi hari setelah pertama foodcourt buka
ini terbagi menjadi dua, yakni wawancara
pada hari kerja dan weekend/hari libur,
langsung dan tak langsung.
pada saat jam makan siang
pada hari
Wawancara langsung diperlukan ca-
kerja dan weekend/hari libur serta pada
tatan daftar pokok pertanyaan yang dise-
saat sore dan malam hari sampai men-
but sebagai pedoman wawancara. Dengan
jelang tutup pada hari kerja dan week-
pedoman wawancara yang digunakan
end/hari libur.
sebagai penuntun, kondisi ini memung-
Peneliti juga fokus dalam pengamat-
kinkan proses wawancara berlangsung
an dan ikut serta melakukan suatu kegiat-
dengan tegang dan adanya paksaan. Se-
an di lapangan, sehingga mendapatkan
hingga ketika proses wawancara tidak
hasil yang diinginkan dan mempermudah
dapat menciptakan kondisi yang intens
menjalin rapport dengan informan. Me-
dan santai, maka informasi yang dihasil-
tode yang digunakan dalam penelitian ini
kan akan terasa paksaan dan kurang
menggunakan observasi partisipan, pene-
detail seakan-akan pembicaraan yang
liti tidak memperlihatkan identitasnya
dilakukan seperti yang tidak biasa dilaku-
sebagai peneliti melainkan sama-sama
kan sehari-hari. Oleh sebab itu, peneliti
sebagai pengunjung dan ikut melakukan
berusaha membina rapport yang baik
aktivitas di sana seperti ikut makan ber-
dengan informan sehingga pada waktu
sama keluarga informan serta mengikuti
wawancara diharapkan tidak ada kesan
semua kegiatan yang dilakukan oleh in-
formal yang melekat pada diri informan
BioKultur, Vol.I/No.2/Juli- Desember 2112, hal. 164
Nur Lailatul Mufidah, “Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Pemanfaatan Foodcourt oleh Keluarga)” hal. 157-178.
tersebut sehingga informan dapat ber-
Moleong (2008: 186) wawancara
cerita dengan baik tanpa harus menutup-
merupakan pembicaraan antara kedua
nutupi sesuatu hal.
belah pihak. Dalam hal ini yang disebut
Penelitian ini dilakukan dengan cara
dengan pewawancara adalah individu
memasuki, mengamati, dan sekaligus
yang memberi pertanyaan dengan ter-
berpartisipasi pada lokasi penelitian dan
wawancara adalah individu yang mem-
kegiatan objek penelitian sampai pada
berikan jawaban dari pertanyaan yang di-
peneliti terlibat interaksi dengan para
ajukan oleh pewawancara.
pengunjung yang ada di sana yang
Wawancara yang dilakukan oleh pe-
disebut dengan wawan-cara tak langsung.
neliti dengan informan menggunakan b-
Wawancara dilakukan untuk meng-
ahasa yang sederhana sehingga baik pe-
gali informasi yang lebih mendalam ten-
neliti maupun informan tidak mengalami
tang berbagai informasi yang berkaitan
kesulitan dalam pemahaman kosa kata
dengan masalah penelitian. Adapun tek-
bahasa ketika proses wawancara sedang
nik wawancara yang dipakai adalah wa-
berlangsung. Peneliti dalam melaksana-
wancara mendalam. Dengan wawancara
kan
mendalam diharapkan akan memperoleh
mengembangkan pertanyaan yang akan
data yang lengkap tentang pemanfaatan
diajukan kepada informan guna memper-
foodcourt Tunjungan Plaza oleh para
oleh jawaban yang lebih terperinci dari
pengunjung khususnya keluarga.
informan yang diwawancarai. Saat wa-
proses
wawancara
juga
dapat
Penggunaan wawancara mendalam
wancara berlangsung penggunaan alat
(indepth interview) dalam pe-nelitian ini
bantu rekam berupa voice recorder dan
yang bertujuan agar peneliti mendapat-
kamera digital dipergunakan oleh pene-
kan
mendalam dari
liti. Hal ini bertujuan agar peneliti dapat
informan mengenai masalah yang akan
dengan mudah mengingat hal-hal apa saja
diteliti. Wawancara mendalam tersebut
yang telah diutarakan oleh informan serta
dilakukan dengan situasi yang santai
ada dokumentasi berupa foto.
informasi
yang
serta dengan membina dan menciptakan
Pemilihan waktu juga diperhatikan
hubungan yang baik antara peneliti deng-
ketika peneliti akan melaksanakan proses
an informan sehingga dalam memberikan
wawancara terhadap informan. Waktu
informasi yang dibutuhkan peneliti, in-
yang dipilih peneliti pada saat weekend,
forman tidak merasa terpaksa.
yakni hari sabtu dan minggu tetapi tidak
BioKultur, Vol.I/No.2/Juli- Desember 2112, hal. 165
Nur Lailatul Mufidah, “Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Pemanfaatan Foodcourt oleh Keluarga)” hal. 157-178.
menutup kemungkinan wawancara dila-
berhubungan dengan masalah penelitian
kukan pada saat jam kerja tergantung
digunakan sebagai data pelengkap yang
perjanjian dengan informan. Wawancara
berhubungan dengan masalah penelitian
dilakukan selama 8 bulan mulai bulan
dan dapat dijadikan sebagai data pen-
Januari 2011 sampai Juni 2011 dan bulan
dukung penyusunan laporan penelitian.
November 2011 sampai Desember 2011.
Penentuan informan pada penelitian
Hal ini didasarkan pada pertimbangan
ini menggunakan teknik purposive, yakni
bahwa pada hari sabtu dan minggu, wa-
memerlukan
kriteria
wancara dapat dilakukan karena pada 2
pengambilan
sampelnya.
hari tersebut informan tidak sedang ber-
(1995: 169) mengatakan bahwa purposive
aktifitas dan merupakan hari libur bagi
merupakan salah satu cara pemilihan
informan. Selain itu, wawancara juga
atau penarikan sample berdasarkan per-
dilakukan di rumah informan tersebut
timbangan dan kriteria tertentu yang di-
sesuai dengan perjanjian yang telah di-
tetapkan berdasarkan tujuan penelitian.
sepakati sebelumnya.
Kriteria-kriteria tersebut adalah (1) in-
tertentu
dalam
Singarimbun
Intensitas waktu ketika wawancara
forman yang masih terkait secara penuh
berlangsung oleh peneliti juga sangat di-
dan aktif pada kegiatan yang menjadi
perhatikan agar informan tidak menga-
sasaran penelitian yakni pengunjung
lami kejenuhan akibat serangkaian per-
foodcourt; (2) informan yang intensif
tanyaan yang diajukan kepada informan.
dengan suatu kegiatan dengan adanya ke-
Peneliti dalam hal ini mengemas waktu
beradaan foodcourt, yakni Bass Boy/Bass
seefisien dan seakrab mungkin kepada
Girl di Foodcourt Tunjungan Plaza; (3)
informan tanpa mengurangi sasaran ja-
informan mempunyai cukup informasi
waban yang ingin diperoleh oleh peneliti,
dan kesempatan untuk dimintai kete-
dengan demikian baik informan maupun
rangan dan data yang dibutuhkan dalam
peneliti
penelitian, yaitu Senior Supervisor dan
tidak
terbelit
dalam
waktu
wawancara yang lama. Selain dengan melaksanakan ob-
Manager Restauran yang ada di dalam foodcourt Tunjungan Plaza.
servasi dan wawancara, peneliti juga
Data yang terkumpul melalui proses
memperoleh data dari surat kabar baik
observasi, wawancara, dokumentasi serta
itu media cetak maupun internet dan
dari studi pustaka disusun dalam kategori
laporan penelitian terdahulu. Penggunaan
tertentu sehingga mendapatkan gambar-
data yang bersumber dari media lain yang
an hasil penelitian secara menyeluruh. BioKultur, Vol.I/No.2/Juli- Desember 2112, hal. 166
Nur Lailatul Mufidah, “Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Pemanfaatan Foodcourt oleh Keluarga)” hal. 157-178.
Dengan melakukan analisa data, maka
berkumpulnya seseorang atau keluarga
dapat digunakan untuk memecahkan ma-
untuk melakukan hang out atau yang
salah penelitian dan pencapaian tujuan
biasa disebut nongkrong, sebab foodcourt
akhir penelitian.
merupakan tempat pergaulan hidup yang modern.
Suasana Foodcourt
Kini mall telah menjelma menjadi
Saat ini perkembangan dunia usaha tum-
tempat berkumpulnya orang, karena mall
buh dengan pesat, begitu pun dengan
mampu menghipnotis masyarakat urban
bisnis makanan. Surabaya sebagai pintu
yang tinggal di perkotaan untuk datang ke
masuk perdagangan di wilayah Indonesia
mall. Sebagai pusat kegiatan masyarakat,
bagian
mall menjadi tempat yang strategis bagi
timur,
memunculan
tempat-
tempat makan, baik restaurant, kafe, de-
masyarakat
untuk
melakukan
suatu
pot, maupun foodcourt. Salah satu pionir
kegiatan. Dengan datang di mall, masya-
kemunculan bisnis makanan adalah ha-
rakat akan dengan mudah mengakses
dirnya foodcourt Tunjungan Plaza, yang
berbagai kebutuhan hidupnya, mulai
ditunjang oleh lokasinya yang berada di
makan, belanja, belajar, sampai bermain
tengah-tengah pusat kota Surabaya dan
pun bisa dilakukan di sana.
diapit oleh perkantoran. Foodcourt di
Sebagai pusat kegiatan dan rekreasi
mall pada saat ini sudah menjadi gaya
masyarakat perkotaan, mall merupakan
hidup karena tidak hanya memberikan
tempat favorit untuk nongkrong dan
manfaat bagi para pengunjung yang
berkumpulnya orang-orang, baik laki-laki,
datang dipusat perbelanjaan saja tetapi
perempuan, anak-anak, remaja, maupun
juga bermanfaat bagi karyawan perkan-
para orang tua. Tempat yang jadi tujuam
toran di sekitar mall.
bagi mereka adalah
foodcourt yang
Secara umum foodcourt merupakan
aslinya dibangun sebagai tempat melepas
tempat untuk menikmati makanan dan
lelah untuk makan. Sekarang kenyata-
minuman, sambil berbincang-bincang de-
annya tempat tersebut telah menjadi area
ngan teman, pasangan, dan keluarga.
berkumpul dan nongkrong saja. Begitu
Foodcourt juga bisa dijadikan tempat
pula halnya dengan foodcourt Tunjungan
untuk membahas kegiatan bisnis, serta
Plaza yang selalu ramai oleh pengunjung
untuk bersosialisasi dan berkomunikasi
dari kalangan manapun bahkan sampai
di antara anggota masyarakat lainnya.
keluarga menyempatkan pergi ke sana
Kehadiran foodcourt juga menjadi sarana
dengan anaknya. BioKultur, Vol.I/No.2/Juli- Desember 2112, hal. 167
Nur Lailatul Mufidah, “Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Pemanfaatan Foodcourt oleh Keluarga)” hal. 157-178.
Keadaan yang ramai dan penuh
neneknya, ketagihan jalan-jalan ke mall.
sesak seperti itu bisa dilihat saat hari
Yang penting, kalau sudah capek jalan-
libur, baik liburan sekolah, hari besar,
jalan di mall akan langsung makan di
maupun weekend. Bisa dilihat betapa
berbagai restauran makanan yang ada di
penuh dan ramainya suasana di area
mall tersebut. Tempat makan, baik res-
foodcourt Tunjungan Plaza pada saat itu.
tauran yang berdiri sendiri maupun
Waktu yang paling ramai ketika weekend
restauran di kawasan jajan alias foodcourt
maupun liburan sekolah dan hari besar
juga menjadi tempat nongkrong mereka
adalah ketika jam makan siang, yakni
yang datang ke mall untuk menonton film
mulai pukul 13.00-16.00 WIB, dan setelah
atau janjian dengan pacar.
pukul 18.00 WIB. Saat hari kerja biasa,
Foodcourt merupakan tujuan kuli-
yakni hari senin-jumat suasana yang
ner yang paling dicari oleh setiap pengun-
terlihat tidaklah seramai dan sepenuh
jung mall. Selain tempat untuk ‘memanja-
saat weekend. Bahkan bangku dan kursi
kan’ lidah dan perut, setiap pengunjung
yang disediakan tidak sampai penuh dan
pun bebas memilih beragam menu sesuka
konsumen yang memesan makanan dan
hati. Foodcourt itu tempat berkumpul
minuman di restauran yang ada di sana
keluarga sambil menikmati sajian kuliner,
tidak sampai mengantre lama, terutama
bisa saling bersenda gurau bersama
saat jam-jam yang biasanya orang makan
dengan keluarga tertawa lepas sama saja
di situ.
seperti kita sedang duduk di meja makan
Konsep baru yang ditawarkan ada-
di
rumah
tetapi
bedanya
foodcourt
lah menambah fasilitas free Wi-Fi, me-
merupakan area publik. Foodcourt juga
nambah restauran yang bergabung di
merupakan tempat reuni, janjian bersama
foodcourt, menambah jumlah meja mau-
teman-teman yang sudah lama tidak
pun kursi yang ada serta menambah
bertemu bahkan juga sebagai tempat
jumlah bass boys/bass girl (Cleaning Ser-
arisan kecil-kecilan dan juga bergosip
vice) agar kebersihan dan keindahan
sampai curhat.
foodcourt selalu terjaga dan membuat orang betah berlama-lama di sana.
Foodcourt juga bisa menjadi tempat untuk mengerjakan tugas kuliah dan
Mall atau pusat perbelanjaan kini
untuk berdiskusi menyelesaikan tugas
lebih terkenal sebagai tempat rekreasi
kuliah. Foodcourt bisa menjadi salah satu
daripada tempat belanja. Hampir seluruh
tempat
anggota keluarga, mulai si kecil sampai
bertemu dengan rekan bisnis, pada saat
yang
bisa
digunakan
untuk
BioKultur, Vol.I/No.2/Juli- Desember 2112, hal. 168
Nur Lailatul Mufidah, “Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Pemanfaatan Foodcourt oleh Keluarga)” hal. 157-178.
makan siang yang mengharuskan untuk
dan status sosial). Benda yang dimaksud
bertemu di waktu yang singkat
merupakan objek sekaligus simbolis.
Menikmati makanan fastfood kini
Seperti halnya makanan yang ditawarkan
bukan lagi sekadar untuk memenuhi
di foodcourt Tunjungan Plaza, terselip
kebutuhan primer saja tapi juga sebagai
simbol-simbol makanan modern yang pe-
bagian dari gaya hidup, di mana foodcourt
nuh dengan prestige bagi yang memakan-
menjadi tempat berkumpul yang diminati
nya. Misalnya, burger, fried chicken dan
saat ini. Gaya hidup seperti ini sesuai
makanan siap saji sejenisnya yang menu-
dengan karakteristik orang Indonesia
rut beberapa informan merupakan ma-
yang suka berkumpul. Foodcourt
kanan yang menunjukkan prestige bagi
telah
menjadi identitas tersendiri bagi kalangan tertentu, baik itu remaja maupun orang tua. Sebenarnya, awal mula berdirinya
siapa saja yang memakannya. Perilaku
pemanfaatan
foodcourt
yang saat ini dilakukan oleh masyarakat Surabaya,
khususnya
para
keluarga
foodcourt ini adalah sebagai tempat isti-
adalah dikarenakan adanya pergeseran
rahat dan makan setelah lelah berkeliling,
pola hidup yang ada di masyarakat
baik untuk sekedar jalan-jalan maupun
modern saat ini. Kalau 10 tahunan yang
belanja. Namun, seiring berjalannya wak-
lalu kehadiran foodcourt hanya sebagai
tu lambat laun foodcourt tidak hanya
tempat makan saja tetapi sekarang sudah
sebagai tempat istirahat dan makan saja
mulai bergeser kepada gaya hidup, yakni
tetapi juga sebagai tempat hang out atau
sebagai tempat hang out atau sekedar
nongkrong serta berkumpulnya sese-
nongkrong semata. Sekarang ini, gaya hi-
orang atau keluarga dengan temannya,
dup merupakan ciri dari sebuah moder-
pasangannya maupun relasi bisnisnya un-
nitas (dunia modern). Maksudnya adalah
tuk sekedar ngobrol, berbincang-bincang
bagi siapa saja yang hidup dalam masya-
membicarakan masalah bisnis dan arisan.
rakat modern pasti akan menggunakan
Menurut Douglas dan Isherwood
ide/gagasan mengenai gaya hidup untuk
(dalam Martyn, 1993: 49) menyatakan
menggambarkan
tindakannya
sendiri
bahwa sesuatu benda secara simbolis itu
maupun orang lain. Apalagi mall yang
berfungsi sebagai kode bahasa dan seba-
merupakan faktor nyata bagi kehidupan
gai sarana supaya perilaku sosial tersebut
modern yang menawarkan berbagai ma-
dapat dipahami. Benda simbolis berfungsi
cam fasilitas serta keunggulan yang mem-
sebagai tanda sosial (prestige, kedudukan
bedakan antar satu mall ke mall lain yang BioKultur, Vol.I/No.2/Juli- Desember 2112, hal. 169
Nur Lailatul Mufidah, “Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Pemanfaatan Foodcourt oleh Keluarga)” hal. 157-178.
serba modern serta sebagai umpan agar
memenuhi kebutuhan semata tapi untuk
masyarakat/pengunjung bisa datang ke
memenuhi keinginan yang sifatnya untuk
sana dengan segala suasana bersama
menjaga gengsi dan mengikuti mode.
siapa saja
Alasan yang mendasari mengapa
Perilaku terhadap makanan meru-
orang datang berkunjung ke foodcourt
pakan respon seseorang terhadap makan-
Tunjungan Plaza walaupun hanya seke-
an sebagai kebutuhan utama bagi kehi-
dar untuk nongkrong adalah fasilitas yang
dupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan,
lengkap seperti free Wi-Fi dan tempat
persepsi, dan sikap terhadap makanan.
yang luas serta nyaman dibandingkan
Aktivitas yang banyak dilakukan di luar
foodcourt di tempat lain serta banyaknya
rumah membuat seseorang sering di-
variasi menu yang ditawarkan. Selain itu,
pengaruhi oleh lingkungannya. Pemilihan
bagi para orang tua datang di sana bisa
makanan tidak lagi didasarkan pada
dijadikan sebagai tempat berkumpulnya
kandungan gizi tetapi sekedar untuk ber-
teman kerja maupun relasi kerja baik
sosialisasi dan untuk kesenangan semata.
untuk membicarakan masalah pekerjaan
Selain itu, fenomena selera barat
atau hanya sekedar arisan. Sambil makan
akan mewarnai gaya hidup masyarakat
dan ngobrol mereka bisa mengawasi
perkotaan. Hal ini dapat dilihat dari men-
anaknya yang sedang bermain di arena
jamurnya restauran-restauran makanan
wahana stinger’s yang lokasinya berde-
siap saji dan munculnya tempat-tempat
katan dengan foodcourt.
hiburan, seperti kafe, diskotik, klub
Melihat suasana foodcourt Tunjung-
malam, serta maraknya pembangunan to-
an Plaza khususnya di tiap-tiap resto yang
ko swalayan dan department store. Salah
memiliki ciri khas yang dapat diketahui
satu yang mempengaruhi perilaku mem-
melalui letak foodcourt Tunjungan Plaza
beli masyarakat adalah banyaknya ber-
yang sangat strategis karena berada di
bagai macam penawaran produk yang
pusat kota serta dikelilingi oleh pusat
beredar, baik yang secara langsung mau-
bisnis dan perkantoran serta berdam-
pun melalui media massa. Hal tersebut
pingan dengan arena permainan ketang-
mendorong masyarakat untuk melakukan
kasan anak-anak yang menawarkan ber-
pembelian yang hanya memenuhi ke-
ragam varian menu dan tempatnya yang
puasan semata secara berlebihan atau
luas dan nyaman. Pada dasarnya kenya-
biasa disebut perilaku konsumtif. Peri-
manan tempat dan menyenangkan anak
laku
adalah motivasi utama para pengunjung
konsumtif
bukan
lagi
untuk
BioKultur, Vol.I/No.2/Juli- Desember 2112, hal. 170
Nur Lailatul Mufidah, “Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Pemanfaatan Foodcourt oleh Keluarga)” hal. 157-178.
datang dan berada di dalam area food-
Biasanya bagi kebanyakan orang proses
court Tunjungan Plaza.
sosialisasi inilah yang membuat makan
Era Globalisasi saat ini cenderung
menjadi menarik untuk dilakukan sebab
merubah gaya hidup seseorang termasuk
di sini dapat bertemu dengan relasi sesuai
dalam hal pola makan. Menurut Anderson
waktu yang di inginkan.
(2005: 97) yang menjelaskan bahwa saat
Kegiatan makan di foodcourt mem-
ini tujuan seseorang untuk makan tidak
berikan pengalaman tersendiri bagi pe-
mempertimbangkan rasa lapar saja tetapi
lakunya khususnya pengalaman yang
lebih mempertimbangkan kepuasan atau
berhubungan dengan kesenangan. Kese-
kesenangan seseorang tersebut semata
nangan dicapai oleh pengunjung umum-
demi menjaga gengsi
nya ketika mereka mendapatkan kepuas-
Makan
merupakan
salah
satu
an dalam proses konsumsi. Jenis masakan
pilihan dari sekian banyak aktivitas wak-
yang berhubungan dengan rasa dan
tu luang yang tersedia. Di dalam kegiatan
selera, pelayanan, dan tempat yang
makan terdapat proses yang bisa meng-
disediakan oleh managemen merupakan
hasilkan sensasi kesenangan bagi orang
hal yang sangat penting dalam pemilihan
yang melakukannya. Jenis kesenangan
tempat makan.
yang pertama dari kegiatan makan jelas
Faktor lain yang ikut mendukung
berhubungan dengan tubuh. Seseorang
terciptanya sensasi kesenangan pada
akan senang jika ia tidak lagi kelaparan.
pengunjung yang senang melakukan ke-
Jenis kesenangan kedua dari kegiatan
giatan makan adalah sosialisasi. Sebagian
makan
kondisi
orang, kegiatan makan memang sengaja
mental orang yang melakukannya. Kese-
dilakukan untuk menciptakan proses so-
nangan yang berhubungan dengan kon-
sialisasi di luar kegiatan sehari-hari,
disi mental ini biasanya disebabkan oleh
entah di lingkungan tempat tinggal atau
faktor-faktor dari luar hal yang lebih
di lingkungan tempat mereka bekerja.
berhubungan
dengan
bersifat materi. Salah satunya adalah fak-
Dalam kehidupan sehari-hari, masa-
tor sosial dalam kegiatan makan. Makan
lah konsumsi seringkali dihubungkan pa-
khususnya makan bersama baik itu deng-
da makanan. Konsumsi merupakan suatu
an keluarga, teman maupun relasi bisnis
kegiatan yang secara langsung dapat
merupakan kegiatan pertemuan yang
menggunakan barang dan jasa tersebut
melibatkan lebih dari satu orang dan di
untuk memenuhi kebutuhan manusia
dalamnya
dengan tujuan memperoleh kepuasan
terjadi
proses
sosialisasi.
BioKultur, Vol.I/No.2/Juli- Desember 2112, hal. 171
Nur Lailatul Mufidah, “Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Pemanfaatan Foodcourt oleh Keluarga)” hal. 157-178.
yang dapat berakibat menghabiskan nilai
nya pendidikan masyarakat akan mem-
guna suatu barang/jasa. Contoh dari ke-
pengaruhi terhadap pola perilaku, sikap
giatan konsumsi, seperti makan dan mi-
dan kebutuhan konsumsi mereka. Di
num di restauran. Adapun faktor-faktor
samping itu ada pula faktor dari banyak-
yang mempengaruhi pola konsumtif di
nya jumlah keluarga, sebab besar kecilnya
masyarakat, diantaranya adalah tingkat
dari suatu jumlah keluarga itu akan dapat
pendapatan masyarakat yang diperoleh
mempengaruhi pola konsumsinya.
dari besar kecilnya pendapatan yang
Selain itu, ada lagi faktor konsep diri
diterima oleh seseorang tersebut akan
yakni, pandangan, penilaian dan perasaan
mempengaruhi pola konsumtif dari ke-
individu terhadap dirinya sendiri baik
luarga dan orang tersebut. Semakin besar
secara fisik, psikis, sosial maupun moral.
tingkat pendapatan seseorang, biasanya
Individu mempunyai konsep diri negatif
akan diikuti dengan tingkat konsumsi
dan positif. Negatif adalah ketika individu
yang tinggi, sebaliknya tingkat penda-
yang melihat dirinya selalu gagal, tidak
patan yang rendah akan diikuti dengan
mampu, dan mempunyai pandangan bu-
tingkat konsumsi yang rendah pula. Tidak
ruk terhadap dirinya sebaliknya individu
menutup
dengan
yang mempunyai konsep diri positif
penghasilan yang rendah/pas-pasan sese-
adalah individu yang mempunyai pan-
orang tersebut bisa konsumtif dan meng-
dangan yang menyenangkan terhadap
ikuti pola dari masyarakat modern saat
dirinya. Konsep diri merupakan salah
ini serta menjadi pengikut kegiatan kon-
satu faktor perilaku konsumtif yang ber-
sumtif yang tinggi.
arti konsep diri mempunyai andil dalam
kemungkinan
pula,
Selera konsumen juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi gaya hidup
masyarakat/seseorang.
mempengaruhi perilaku konsumtif. Sebenarnya tujuan manusia untuk
Setiap
makan adalah untuk memenuhi kebutuh-
orang memiliki keinginan yang berbeda
an tubuhnya agar dapat mempertahankan
dan hal ini pula yang akan mempenga-
hidup. Namun, pada kenyataannya seka-
ruhi pola konsumtif mereka. Mereka akan
rang ini manusia/seseorang tersebut ma-
memilih satu jenis barang untuk dikon-
kan tidak hanya sekedar untuk memenuhi
sumsi dibandingkan jenis barang lainnya.
kebutuhan tubuh saja tetapi juga karena
Selain itu, faktor lain yang berpengaruh
cuma sekedar mengenyangkan perut.
terhadap gaya hidup masyarakat adalah
Apalagi sekarang banyak bermunculan
tingkat pendidikan, karena tinggi rendah-
restauran-restauran fastfood baik yang BioKultur, Vol.I/No.2/Juli- Desember 2112, hal. 172
Nur Lailatul Mufidah, “Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Pemanfaatan Foodcourt oleh Keluarga)” hal. 157-178.
berdiri sendiri maupun yang berada di
seseorang akan memperoleh pengalaman.
area foodcourt. Seperti yang terlihat di
Seperti pengalaman masa kecil yang
foodcourt Tunjungan Plaza yang selalu
dialami oleh ibu Aisyah yang kurang ter-
ramai pengunjung, baik dari kalangan
lalu mendapat perhatian mengenai asup-
remaja maupun dewasa yang datang
an makanan. Oleh sebab itu, ibu Aisyah
bersama teman, saudara, pacar maupun
tidak ingin pengalaman masa kecilnya
keluarganya. Aktifitas yang dilakukan pun
terulang pada anaknya; (3) kepribadian,
beragam dari yang hanya sekedar makan,
dari dalam diri seseorang inilah yang me-
ngobrol sampai arisan sering dilakukan di
rupakan perpaduan karakteristik sese-
sana.
orang dan cara berperilaku seseorang terGaya hidup dengan sering meman-
faatkan
adanya
kehadiran
sebut yang menyebabkan adanya per-
foodcourt
bedaan dari individu yang lain; (4) motif,
merupakan salah satu dari pola hidup
perilaku seseorang bisa muncul dikarena-
konsumsi, di mana pola hidup seperti ini
kan adanya motif untuk merasa gengsi
tidak mempertimbangkan seberapa besar
agar orang lain dapat melihat mereka
kebutuhan akan makan tersebut melain-
sebagai orang modern. Dalam beberapa
kan lebih karena kebutuhan gengsi.
informasi yang diberikan oleh informan,
Faktor-faktor yang menyebabkan sese-
kebanyakan dari mereka memiliki motif
orang itu menjadi gengsi dan mengikuti
pribadi, sebab mereka ingin dipandang
perilaku sekitarnya dikarenakan adanya
tinggi status dan kedudukan mereka di
faktor dari dalam dan luar diri dari sese-
dalam lingkungannya. Selain itu, mereka
orang tersebut seperti apa yang disam-
juga memandang bahwa dengan memiliki
paikan oleh Amstrong (dalam Nugraheni,
status tinggi maka mereka tidak akan
2003: 2), yakni: (1) sikap, merupakan
diremehkan
suatu keadaan jiwa dan pikir seseorang
malah dihormati.
oleh
lingkungannya
dan
yang dipengaruhi oleh tradisi, kebiasaan,
Selain itu, terdapat pula faktor dari
dan lingkungan sekitarnya; (2) pengalam-
luar yang menyebabkan seseorang itu
an dan pengamatan, hal ini dapat mem-
menjadi gengsi, seperti: pertama, kelom-
pengaruhi pengamatan seseorang dalam
pok, inilah yang memberikan pengaruh
bertingkah laku, karena pengalaman ini di
langsung dan tidak langsung terhadap
peroleh dari semua tindakan yang dilaku-
sikap dan perilaku seseorang dalam ber-
kan di masa lalu yang dapat dipelajari dan
tindak. Pengaruh tersebut bisa mengha-
melalui belajar dari pengalaman itulah
dapkan seseorang terhadap perilaku dan BioKultur, Vol.I/No.2/Juli- Desember 2112, hal. 173
Nur Lailatul Mufidah, “Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Pemanfaatan Foodcourt oleh Keluarga)” hal. 157-178.
gaya hidup kelompok tersebut. Dari
Ketiga, budaya, dari budaya inilah
kelompok inilah lalu muncul kelas sosial
cukup untuk menentukan jenis makanan
yang berakibat pada adanya pembagian
yang sering dikonsumsi. Demikian pula
kelas yang dapat di capai oleh seseorang
letak geografis yang dapat mempengaruhi
tersebut jika seseorang tersebut mampu
makanan yang diinginkannya. Keempat,
mengikuti pergaulan yang ada dalam
agama/Kepercayaan juga mempengaruhi
kelompok tersebut agar dapat pengaku-
jenis makanan yang dikonsumsi. Seperti
an dari kelompok tersebut. Jika tidak
halnya dalam pemeluk Islam yang tidak
mengikuti apa yang dilakukan oleh ke-
boleh memakan makanan yang mengan-
lompok tersebut, maka seseorang ter-
dung unsur babi dan yang diharamkan
sebut dianggap tidak menjadi bagian dari
dalam agamanya.
kelompok tersebut.
Kelima, status sosial ekonomi, telah
Kedua, keluarga, dari sinilah pe-
dijelaskan sebelumnya bahwa adanya
megang peranan penting terlama dan
foodcourt mempengaruhi status sosial
terbesar dalam pembentukan sikap serta
seseorang. Kelas sosial menyebabkan
perilaku dari seseorang. Hal ini terlihat
orang saling berlomba-lomba untuk men-
dari pola asuh orang tua yang akan
dapatkan pengakuan dan kedudukan
membentuk kebiasaan anak yang secara
yang tinggi dari lingkungan sekitar tem-
tidak langsung dapat mengubah pola
pat tinggalnya. Selain itu, yakni faktor
hidup sang anak. Pemanfaatan foodcourt
kelompok karena faktor inilah yang mem-
kini tidak hanya sebagai suatu prestige
berikan banyak pengaruh terhadap pola
saja. Namun, seiring dengan perkembang-
pikir, sikap maupun perilaku dari sese-
an zaman pemanfaatannya telah menjadi
orang agar mereka dapat saling berin-
suatu gaya hidup keluarga. Bagi seorang
teraksi yang akan menyebabkan sese-
ibu yang telah bekerja, keberadaan food-
orang tersebut untuk mengikuti gaya
court ini membantu untuk memenuhi
hidup dari kelompok tersebut pilihan
kebutuhan makannya bersama keluarga-
seseorang terhadap jenis dan kualitas
nya. Untuk itu, foodcourt menjadi suatu
makanan turut dipengaruhi oleh status
gaya hidup bagi semua kalangan ter-
sosial dan ekonomi. Sebagai contoh,
utama keluarga. Adanya kehadiran food-
orang kelas menengah ke bawah atau
court adalah juga sebagai sarana tempat
orang miskin di desa tidak sanggup mem-
berkumpul keluarga.
beli makanan jadi seperti, daging, buah dan sayuran yang mahal. Sisi pendapatan BioKultur, Vol.I/No.2/Juli- Desember 2112, hal. 174
Nur Lailatul Mufidah, “Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Pemanfaatan Foodcourt oleh Keluarga)” hal. 157-178.
akan membatasi seseorang untuk meng-
Ketujuh, faktor lingkungan, salah
konsumsi makanan yang mahal harganya.
satu dari faktor yang ikut mendukung
Kelompok sosial juga berpengaruh ter-
terciptanya sensasi kesenangan pada pola
hadap kebiasaan makan, misalnya sing-
makan masyarakat perkotaan khususnya
kong disukai oleh beberapa kelompok
di Surabaya adalah faktor lingkungan.
masyarakat, sedangkan kelompok masya-
Dari faktor lingkungan inilah yang memi-
rakat yang lain lebih menyukai ham-
liki peranan penting dalam penyebab
burger dan makanan sejenis yang me-
utama dari pemanfaatan foodcourt Tun-
rupakan produk dari western lainnya.
jungan Plaza oleh keluarga di perkotaan
Keenam, personal preference, hal-hal
khususnya di Surabaya. Adanya ling-
yang disukai dan tidak disukai sangat
kungan yang mendukung dan menarik,
berpengaruh terhadap kebiasaan makan
akan membuat orang terdorong rasa ke-
seseorang. Orang seringkali memulai ke-
inginan untuk datang dan berada di tem-
biasaan makannya sejak dari masa kanak-
pat tersebut. Didukung dengan adanya
kanak hingga dewasa. Misalnya, ayah ti-
aktivitas seseorang yang banyak dilaku-
dak suka makan sayur, begitu pula deng-
kan di luar rumah membuat seseorang
an anak laki-lakinya. Ibu tidak suka ma-
sering dipengaruhi oleh lingkungannya.
kanan kerang, begitu pula anak perempu-
Salah satu dari faktor yang ikut mendu-
annya. Perasaan suka dan tidak suka
kung terciptanya sensasi kesenangan
seseorang terhadap makanan tergantung
pada pola makan masyarakat perkotaan
asosiasinya terhadap makanan tersebut.
khususnya di Surabaya adalah faktor
Anak-anak yang suka mengunjungi kakek
lingkungan.
dan neneknya akan ikut menyukai acar karena mereka sering dihidangkan acar.
Penutup
Lain lagi dengan anak yang suka dimarahi
Menikmati makanan siap saji kini bukan
bibinya, akan tumbuh perasaan tidak
lagi sekadar untuk memenuhi kebutuhan
suka pada daging ayam yang dimasak
primer saja tapi juga sebagai bagian dari
bibinya. Selain itu, jika pada keluarga
gaya hidup, di mana kini foodcourt
tersebut sang ibu tidak suka memasak
menjadi tempat berkumpul yang diminati
dan lebih suka membeli makanan, maka
saat ini. Gaya hidup ini sesuai dengan
kebiasaan membeli makanan akan ditiru
karakteristik orang Indonesia yang suka
oleh sang anak.
berkumpul. Pada saat ini, foodcourt telah
BioKultur, Vol.I/No.2/Juli- Desember 2112, hal. 175
Nur Lailatul Mufidah, “Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Pemanfaatan Foodcourt oleh Keluarga)” hal. 157-178.
menjadi identitas tersendiri bagi kalang-
Pemanfaatan foodcourt yang saat ini
an tertentu, baik itu remaja maupun
di lakukan adalah dikarenakan adanya
orang tua.
pergeseran pola hidup yang ada di
Makan itu memiliki makna simbolik
masyarakat modern saat ini. Kalau 10
(konsep makan bersifat sosial), maksud-
tahunan yang lalu kehadiran foodcourt
nya di dalam makanan tersebut terdapat
hanya sebagai tempat makan saja tetapi
simbol-simbol,
dasarnya
sekarang sudah mulai bergeser kepada
orang makan itu tidak hanya sekedar
gaya hidup, yakni sebagai tempat hang
untuk mengenyangkan perut saja tetapi
out atau sekedar nongkrong semata.
juga untuk menjaga gengsi orang tersebut
Sekarang ini, gaya hidup merupakan ciri
di mata lingkungannya sekitar karena
dari sebuah modernitas (dunia modern).
makanan yang dimakan dapat merupakan
Maksudnya adalah bagi siapa saja yang
gambaran dari identitas diri yang mema-
hidup dalam masyarakat modern pasti
kannya. Selain itu, orang akan merasa
akan menggunakan ide/gagasan menge-
sangat bahagia dan tentram apabila dapat
nai gaya hidup untuk menggambarkan
makan bersama dengan orang-orang ter-
tindakannya sendiri maupun orang lain.
dekatnya dan orang-orang yang disa-
Apalagi mall yang merupakan faktor nya-
yanginya sekalipun, seperti keluarganya,
ta bagi kehidupan modern yang mena-
pacarnya bahkan masyarakat sekitarnya
warkan berbagai macam fasilitas serta
sekalipun.
keunggulan yang membedakan antar satu
sebab
pada
Sebenarnya, awal mula berdirinya
mall ke mall lain yang serba modern serta
foodcourt ini adalah sebagai tempat isti-
sebagai umpan agar masyarakat/pengun-
rahat dan makan setelah lelah berkeliling
jung bisa datang ke sana dengan segala
baik untuk sekedar jalan-jalan maupun
suasana bersama siapa saja.
belanja. Namun, seiring berjalannya wak-
Selain itu, fenomena selera barat
tu lambat laun foodcourt tidak hanya
akan mewarnai gaya hidup masyarakat
sebagai tempat istirahat dan makan saja
perkotaan. Hal ini dapat dilihat dari men-
tetapi juga sebagai tempat hang out atau
jamurnya restauran-restauran makanan
nongkrong serta berkumpulnya sese-
siap saji dan munculnya tempat-tempat
orang atau keluarga dengan temannya,
hiburan seperti kafe, diskotik, klub ma-
pasangannya maupun relasi bisnisnya un-
lam, serta maraknya pembangunan toko
tuk sekedar ngobrol, berbincang-bincang
swalayan dan department store. Salah
membicarakan bisnis dan arisan.
satu
yang
mempengaruhi
perilaku
BioKultur, Vol.I/No.2/Juli- Desember 2112, hal. 176
Nur Lailatul Mufidah, “Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Pemanfaatan Foodcourt oleh Keluarga)” hal. 157-178.
membeli masyarakat adalah banyaknya
foodcourt Tunjungan Plaza selain dari
berbagai macam penawaran produk yang
untuk menjaga gengsi.
beredar, baik yang secara langsung maupun melalui media massa. Hal ter-
Daftar Pustaka
sebut mendorong masyarakat untuk me-
Anderson, E. N (2005) Semua Orang Makan Pemahaman Makanan dan Kultur, New York: New York University Press.
lakukan pembelian yang hanya memenuhi kepuasan semata secara berlebihan atau biasa disebut perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan semata tapi untuk memenuhi keinginan yang sifatnya untuk menjaga gengsi dan mengikuti mode yang disebabkan juga dari adanya pengaruh di lingkungan sekitar mereka. Baik itu sekitar tempat tinggal, lingkungan pekerjaan dan pergaulan. Jika tidak mengikuti apa yang lingkungan mereka lakukan, maka pasti akan dikucilkan dari lingkungan tersebut. Melihat suasana foodcourt Tunjungan Plaza khususnya di tiap-tiap resto yang memiliki ciri khas yang dapat diketahui melalui letak foodcourt Tunjungan Plaza sangatlah strategis karena berada di pusat kota serta dikelilingi oleh pusat bisnis dan perkantoran serta berdampingan dengan arena permainan ketangkasan anak-anak yang menawarkan berragam varian menu dan tempatnya yang luas dan nyaman. Pada dasarnya kenyamanan tempat dan menyenangkan anak adalah motivasi utama para pengunjung datang
dan
berada
di
dalam
Foster, George M. (1986) Antropologi Kesehatan, Jakarta: UI Press. Lee, Martyn J. (2006) Budaya Konsumen Terlahir Kembali. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Lazuardi Saga, Lintan (2008) “Lifestyle Pola Makan Dalam Individu & Keluarga,” Makalah, Surabaya: FISIP Unair (Tidak Diterbitkan). Moleong, Lexy J. (2004) Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nugraheni, P. N. A (2003) “Perbedaan Kecenderungan Gaya Hidup Hedonis pada Remaja ditinjau dari Lokasi Tempat Tinggal,” Skripsi, Surabaya: FISIP Unair (Tidak Diterbitkan). Palmolina, Maria (1999) “Makna Simbolis Fastfood (Studi Kasus Remaja Pelanggan Fastfood di Restoran Wendy’s Gub. Suryo-Surabaya),” Skripsi, Surabaya: FISIP Unair (Tidak Diterbitkan). Plummer, R (1983)) Life Span Development Psychology: Personality and Socialization, New York: Academic Press. Rosyid & Lina (1997) “Perilaku Konsumtif Berdasarkan Locus of Control Pada Remaja Putri,” Jurnal Psikologika Ed. 4, Th. II, Yogyakarta: UGM. Sakinah (2002) Media Muslim Muda. Solo: Elfata.
area BioKultur, Vol.I/No.2/Juli- Desember 2112, hal. 177
Nur Lailatul Mufidah, “Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Pemanfaatan Foodcourt oleh Keluarga)” hal. 157-178.
Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi (ed) (1995) Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3ES.
Sarwono (1989) Psikologi Remaja, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
BioKultur, Vol.I/No.2/Juli- Desember 2112, hal. 178