POTENSI ANTIOKSIDAN DAN SITOTOKSISITAS EKSTRAK

Download POTENSI ANTIOKSIDAN DAN SITOTOKSISITAS EKSTRAK. BUAH CEREMAI ( Phyllanthus acidus L.) WULAN WIDIANTI. G84080018. Skripsi sebagai salah sat...

0 downloads 476 Views 1MB Size
i

POTENSI ANTIOKSIDAN DAN SITOTOKSISITAS EKSTRAK BUAH CEREMAI (Phyllanthus acidus L.)

WULAN WIDIANTI

DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

ii

ABSTRAK WULAN WIDIANTI. Potensi Antioksidan dan Sitotoksisitas Ekstrak Buah Ceremai (Phyllanthus acidus L.). Dibimbing oleh MARIA BINTANG dan DIMAS ANDRIANTO. Buah ceremai merupakan tanaman yang berasal dari India yang termasuk ke dalam famili Euphorbiaceae. Tanaman ceremai tidak hanya dapat digunakan sebagai tanaman hias tetapi juga dapat digunakan sebagai suplemen herbal. Tanaman ceremai dilaporkan mempunyai khasiat sebagai hepatoprotektif, antibakteri, antijamur, namun potensi antioksidan belum diketahui. Tujuan penelitian ini untuk menguji aktivitas antioksidan dan sitotoksisitas dari buah ceremai. Buah ceremai diekstrak dengan menggunakan metode maserasi, proses ekstraksi menggunakan tiga pelarut yaitu etanol 70%, etanol 30%, dan air. Aktivitas antioksidan dengan metode 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH) dan sitotoksisnya (uji potensi hayati) dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Nilai IC50 yang dihasilkan dari ketiga ekstrak yaitu ekstrak air, etanol 30%, dan etanol 70% berturut-turut 26.06 ppm, 72.39 ppm, dan 62. 17 ppm. Nilai LC50 yang dihasilkan dari ekstrak air, etanol 30%, dan etanol 70% berturut-turut 473.26 ppm, 486.78 ppm, dan 618.55 ppm. Ektrak air merupakan ekstrak yang memiliki aktivitas antioksidan terbaik dibandingkan dengan ekstrak etanol 30% dan etanol 70%. Namun ketiga ekstrak buah ceremai segar kurang baik untuk dikonsumsi oleh manusia sebagai suplemen herbal karena bersifat toksik. Kata kunci : Antioksidan, DPPH, sitotoksisitas, ceremai.

iii

ABSTRACT WULAN WIDIANTI. Antioxidant and Cytotoxicity of Ceremai (Phyllanthus acidus L.) Extract. Under supervision of MARIA BINTANG and DIMAS ANDRIANTO. Ceremai is an indigenous plant from India, belongs to Euphorbiaceae family. Ceremai plnat not only be used as an ornamental plant but can also be used as a herbal supplement. Ceremai Plants reported to have efficacy as a hepatoprotective, antibacterial, antifungal, antioxidant potency is not known yet. The purpose of this study to prove the antioxidant activity and cytotoxicity of fruit Ceremai. Ceremai was extracted by maceration using 70% ethanol, 30% ethanol, and water as solvents. Results were determined by antioxidant activity using of 2,2-diphenyl-1-pikrilhidrazil (DPPH) and its cytotoxicity (biological potency) was determined by Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) method. IC50 values were 26.06 ppm, 72.39 ppm, and 62, 17 ppm for water, 30% ethanol and 70% ethanol exstract respectively. LC50 values were produced from three extracts water, ethanol 30%, and 70% ethanol, they were 473.26 ppm, 486.78 ppm, 618.55 ppm. Water extract is the best antioxidant activity compared with 30% ethanol extract and 70% ethanol. However, ceremai fresh fruit extracts are not good for human consumption herbal supplements because it is toxic. Keywords: Antioxidant, DPPH, cytotoxicity, ceremai.

iv

POTENSI ANTIOKSIDAN DAN SITOTOKSISITAS EKSTRAK BUAH CEREMAI (Phyllanthus acidus L.)

WULAN WIDIANTI G84080018

Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

v

Judul Skripsi : Potensi Antioksidan dan Sitotoksisitas Ekstrak Buah Ceremai (Phyllanthus acidus L.) Nama : Wulan Widianti NIM : G84080018

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. drh. Maria Bintang, M.S Ketua

Dimas Andrianto, S.Si, M.Si. Anggota

Diketahui

Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc Ketua Departemen Biokimia

Tanggal Lulus:

vi

PRAKATA Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dan junjungan kita nabi Muhammad SAW yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis pada kesempatan ini dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Potensi Antioksidan dan Sitotoksisitas Ekstrak Buah Ceremai (Phyllanthus acidus L.)”. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012 di Laboratorium Biokimia IPB, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. drh. Maria Bintang dan Dimas Andrianto, S.Si, M.Si. selaku komisi pembimbing atas segala kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan bimbingan, arahan, dan masukan bagi penulis. Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua, adik penulis, dan keluarga atas do’a, motivasi, semangat, dan dukungan moriil, maupun materi yang telah diberikan. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Nanda Yudhistira, Esti, Elsha, Sofi, dewi, Nadia, Daniel, dan Feco atas segala do’a, bantuan teknis maupun nonteknis, serta dukungan semangatnya. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, September 2012

Wulan Widianti

vii

RIWAYAT HIDUP Wulan Widianti dilahirkan di Sumedang pada tanggal 23 April 1989 dari Ayah Juhana Erly Kusdian dan Ibu Darsem. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan jenjang menengah atas di SMA Negeri 1 Sumedang pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan jenjang lebih tinggi di Institut Pertanian Boogor (IPB) melalui Undangan Selesksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Selama mengikuti kegiatan perkuliahan penulis pernah mengikuti berbagai kepanitiaan seperti Kesehatan dan Keselamatan Kerja tahun 2009, Lomba Karya Ilmiah Populer tahun 2009, Masa Pengenalan Departemen tahun 2010, Sport Competition and Art Festival On MIPA (SPIRIT) 2010, Seminar Kesehatan Biokimia tahun 2011, seminar Sain Nasional 2011. Selama mengikuti kegiatan perkuliahan pada tahun 2011 penulis melaksanakan kegiatan praktik lapangan di Laboratorium makanan Kementrian Perdagangan, dengan karya ilmiah berjudul Analisis Kadar Benzoat, Sorbat, dan Sakarin dalam Saus Cabai Secara Kromatografi Cair Kinjerja Tinggi (KCKT). Pada tahun 2012 penulis dkk, mendapatkan dana program kreativitas mahasiswa bidang penelitian (PKMP) dan lolos PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional) berjudul Inhibisi Xantin Oksidase Secara In Vitro oleh Ekstrak Suruhan (Peperomia pellucida (L. ) Kunth).

viii

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ix PENDAHULUAN ..............................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA Buah Ceremai .............................................................................................. Radikal Bebas ............................................................................................. Antioksidan ................................................................................................. Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH ................................................... Uji Sitotoksisitas Metode BSLT .................................................................

1 2 3 4 4

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan ........................................................................................... Metode Penelitian .......................................................................................

5 5

HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air .................................................................................................... Ekstraksi Sampel ......................................................................................... Uji Fitokimia ............................................................................................... Uji Aktivitas Antioksidan ........................................................................... Uji Sitotoksisitas ......................................................................................... Uji Korelasi Antioksidan dan Sitotoksisitas ...............................................

7 7 8 8 9 9

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ..................................................................................................... 10 Saran ........................................................................................................... 10 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 10 LAMPIRAN ....................................................................................................... 13

ix

DAFTAR GAMBAR Halaman 1

Buah ceremai (Phyllanthus acidus L.) .......................................................... 2

2

Radikal bebas ................................................................................................ 3

3

Prinsip penangkapan H oleh DPPH .............................................................. 4

4

Uji aktivitas antioksidan ............................................................................... 9

5

Uji sitotoksisitas ............................................................................................ 9

6

Korelasi antara IC50 dan LC50 ....................................................................... 10

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1

Diagram alir penelitian secara umum .......................................................... 14

2

Ekstraksi buah ceremai ................................................................................. 15

3

Kadar air buah ceremai ................................................................................. 16

4

Rendemen masing-masing ektrak ................................................................ 17

5

Uji fitokimia ................................................................................................. 18

6

Gambar uji fitokimia .................................................................................... 19

7

Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH .......................................... 21

8

Prosedur uji antioksidan DPPH .................................................................... 22

9

Absorban ekstrak ......................................................................................... 23

10 Grafik hubungan antara % inhibisi dan konsentrasi .................................... 24 11 Nilai IC50 masing-masing ekstrak ................................................................ 25 12 Hasil analisis statistik IC50 dengan selang kepercayaan 95% ...................... 26 13 Hasil analisis statistik IC50 dengan ANOVA ............................................... 27 14 Hasil uji duncan IC50dengan selang kepercayaan 95% ................................ 28 15 Uji sitotoksisitas potensi hayati ................................................................... 29 16 Hasil analisis probit ...................................................................................... 30

1

PENDAHULUAN Masyarakat Indonesia telah lama mengenal serta menggunakan suplemen herbal atau yang dikenal dengan obat tradisional. Suplemen herbal lebih mudah diterima oleh masyarakat karena selain telah akrab dengan masyarakat, suplemen herbal ini lebih murah dan mudah didapat. Berbagai macam suplemen herbal yang berasal dari tanaman dan telah banyak diteliti kandungan kimia dan khasiat yang berada di dalamnya. Menurut laporan WHO 1990 bahwa sebanyak 17 juta orang meninggal tiap tahunnya akibat penyakit degeneratif. Hingga saat ini penyakit degeneratif menjadi penyebab kematian terbesar di dunia. Menurut Direktorat Jendral Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan tahun 2000 di Jakarta dilaporkan bahwa jenis gangguan yang paling tinggi pada penyakit degeneratif adalah seperti kanker, jantung, diabetes, dan hati (Kementrian Kesehatan RI 2010). Penyakit degeneratif ini disebabkan karena antioksidan yang ada di dalam tubuh tidak mampu menetralisir peningkatan konsentrasi radikal bebas. Radikal bebas sifatnya sangat labil dan sangat reaktif sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada komponen sel seperti DNA, lipid, protein, dan karbohidrat. Kerusakan tersebut dapat menimbulkan berbagai kelainan biologis seperti aterosklerosis, kanker, dan diabetes (Chen et al. 1996). Hal tersebut perlu dihindari dengan pemakaian antioksidan tambahan dari luar atau antioksidan eksogen, seperti vitamin E, vitamin C, betakaroten, flavonoid, dan senyawa fenolik. Buah ceremai (Phyllanthus acidus L.) tidak hanya dapat digunakan sebagai tanaman hias tetapi juga dapat digunakan sebagai suplemen herbal. Dasar pemilihan buah ceremai sebagai antioksidan dilatar belakangi oleh potensi farmakologi daun, buah, batang, dan kayu ceremai yang mengandung polifenol, saponin, flavonoid, alkaloid, dan tanin (Syamsuhidayat & Hutapea 1991). Tanaman ceremai mempunyai khasiat sebagai hepatoprotektif (Lee et al. 2006 dalam Krismawati 2007) antibakteri, dan antijamur (Melendez & Capriles 2006; Satish et al. 2007; Jagessar et al. 2006 dalam Krismawati 2007) . Daun ceremai berkhasiat untuk radang usus dan obat mual. Akar ceremai digunakan untuk obat asma dan daun muda untuk obat sariawan. Daun ceremai terbukti memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Candida

albicans (Jagessar et al. 2007 dalam Krismawati 2007). Daun ceremai juga berkhasiat sebagai peluruh dahak (Krismawati 2007). Radikal bebas dalam jumlah normal bermanfaat bagi kesehatan misalnya, memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah serta organ-organ dalam tubuh. Radikal bebas dalam jumlah berlebih dapat mengakibatkan stress oksidatif. Keadaan tersebut dapat menyebabkan kerusakan oksidatif mulai dari tingkat sel, jaringan, hingga ke organ tubuh yang mempercepat terjadinya proses penuaan dan munculnya penyakit degeneratif seperti kanker, katarak, diabetes melitus, penyakit jantung koroner, dan gangguan imonudefisiensi. (Yuwono 2009 dalam Widyastuti 2010). Solusi dari masalah yang ditimbulkan radikal bebas adalah dengan menggunakan antioksidan. Antioksidan merupakan suatu zat yang dapat menunda atau menghambat reaksi oksidasi oleh radikal bebas. Perlakuan tiga pelarut ekstrak, diharapkan mampu membuktikan potensi bioaktivitas antioksidan dan efek farmakologi dari buah ceremai. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antioksidan dan sitotoksisitas terbaik dari ketiga ekstrak buah ceremai. Hipotesis penelitian ini adalah ekstrak buah ceremai memiliki aktivitas antioksidan dan bersifat racun terhadap Artemia salina Leach. Manfaat dari penelitian ini yaitu sebagai informasi tentang ekstrak tanaman buah ceremai yang dapat menghasilkan aktivitas antioksidan efektif yaitu yang memiliki hubungan terbaik antara potensi antioksidan dan sitotoksisitas.

TINJAUAN PUSTAKA Buah Ceremai Ceremai merupakan tanaman yang berasal dari India yang termasuk ke dalam famili Euphorbiaceae. Ceremai dapat tumbuh hingga ketinggian 1 000 meter dpl dan bertahan hidup pada tanah dengan kondisi kekurangan air. Ceremai sendiri diketahui tumbuh hampir di seluruh bagian kepulauan Indonesia terutama di Sumatera, Jawa, Sulewesi, kepulauan Nusa Tenggara, dan Maluku. Klasifikasi dari tanaman ceremai menurut Syamsuhidayat dan Hutapea (1991) tanaman ceremai dapat diklasifikasikan sebagai berikut kingdom plantae, subkingdom Tracheobiota, divisio Spermatophyta, sub divisio Angiospermae,

2

classis Dicotyledoneae, ordo Euphorbiales, familia Euphorbiaceae, genus Phyllanthus, dan species Phyllanthus acidus (L.) Skeels. Ceremai merupakan pohon yang mempunyai tinggi ± 10 m. Batang tegak, bulat, berkayu, mudah patah, kasar, percabangan monopodial, dan berwarna coklat tua. Daun berupa daun majemuk, lonjong, berseling, panjang 5-6 cm, lebar 2-3 cm, tepi rata, ujung runcing, pangkal tumpul, pertulangan menyirip, halus, tangkai silindris, panjang ± 2 cm, dan berwarna hijau tua. Buah berbentuk bulat, permukaannya berlekuk, dan berwarna kuning keputih-putihan. Biji berbentuk bulat pipih dan berwarna coklat muda. Akarnya berupa akar tunggang dan berwarna coklat muda (Syamsuhidayat & Hutapea 1991). Daun ceremai berbau khas aromatik dan tidak berasa. Kandungan kimia yang terdapat pada daun, kulit batang, dan kayu ceremai adalah saponin, flavonoida, tanin, dan fenolik. Akar mengandung saponin, zat samak, dan zat beracun, sedangkan buah ceremai mengandung vitamin C. Bagian dari pohon ceremai yang biasa digunakan sebagai obat adalah daun, kulit akar, dan biji. Setiap bagian pohon ceremai memiliki khasiat yang berbeda-beda dipercaya untuk menyembuhkan penyakit. Daun ceremai sendiri berkhasiat untuk menyembuhkan batuk berdahak, mual, kanker, sariawan, dan dapat menguruskan badan. Bagian kulit pohon ceremai dapat digunakan mengobati asma dan sakit kulit, sedangkan biji ceremai berkhasiat untuk mengobati sembelit dan mual. Daun ceremai biasa dikonsumsi sebanyak 3 – 25 gram dalam 200 ml pelarut (Syamsuhidayat & Hutapea 1991).

Gambar 1 Buah Ceremai (Phyllanthus acidus L.) Radikal Bebas Radikal bebas adalah suatu molekul atau atom yang mempunyai satu atau lebih

elektron tidak berpasangan. Radikal ini dapat berasal dari atom hidrogen, molekul oksigen, atau ion logam transisi. Senyawa radikal bebas sangat reaktif dan selalu berusaha mencari pasangan elektron agar kondisinya stabil (Halliwel & Gutteridge 1989 ). Sumber radikal bebas diantaranya hasil metabolisme, radiasi uv, polusi air dan udara, lemak makanan, bahan kimia berbahaya, dan asap rokok. Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan protein, DNA, peroksidasi lipid, dan kerusakan membran sel terutama pada asam lemak penyusunnya. Kerusakan tersebut akan menyebabkan penyakit yang bersifat kronis, yaitu penyakit yang membutuhkan periode waktu yang lama untuk terakumulasi dalam tubuh (Ozyurt et al. 2006). Radikal dapat terbentuk secara endogen dan eksogen. Radikal endogen terbentuk dalam tubuh melalui proses metabolisme normal di dalam tubuh. Contohnya oksidasi enzimatis, fagositosis, transport elektron, dan oksidasi logam transisi melalui ischemic. Sementara radikal eksogen berasal dari bahan pencemar yang masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, pencernaan, dan penyerapan kulit. Seperti polusi udara, bahan tambahan pangan, dan radiasi ultraviolet (UV) (Ozyurt et al. 2006). Antioksidan yang terdapat dalam tubuh dapat berupa enzim seperti fosfolipase, protease, serta enzim yang dapat memperbaiki susunan DNA (Ozyurt et al. 2006). Antioksidan yang tersedia dalam tubuh tidak sebanding dengan banyaknya radikal bebas yang mungkin masuk ke dalam tubuh. Oleh karena itu, untuk menangkap dan mencegah radikal bebas tersebut merusak sel-sel tubuh, diperlukan tambahan antioksidan dari luar tubuh. Menurut Gordon (1991) diacu dalam Marpaung (2008), mekanisme reaksi pembentukan radikal bebas terdiri atas tiga tahap, yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Tahap inisiasi, merupakan tahap awal pembentukan radikal bebas. Tahap kedua adalah propagasi, yaitu perubahan suatu molekul radikal bebas menjadi radikal bentuk lain. Tahap yang terakhir adalah terminasi. Terminasi adalah tahap dimana terjadi penggabungan dua molekul radikal bebas dan membentuk produk yang stabil. Radikal bebas dalam jumlah normal bermanfaat bagi kesehatan misalnya, memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah serta organ-organ dalam tubuh (Yuwono 2009 dalam Widyastuti

3

2010). Sementara dalam jumlah berlebih mengakibatkan stress oksidatif. Keadaan tersebut dapat menyebabkan kerusakan oksidatif mulai dari tingkat sel, jaringan, hingga ke organ tubuh yang mempercepat terjadinya proses penuaan dan munculnya penyakit. Antioksidan dibutuhkan untuk dapat menunda atau menghambat reaksi oksidasi oleh radikal bebas.

Gambar 2 Radikal bebas (Prakash et al. 2001) Antioksidan Antioksidan memiliki peranan yang sangat penting dalam memerangi radikal bebas. Antioksidan adalah zat yang diperlukan tubuh untuk menangkap radikal bebas terhadap sel normal, protein, dan lemak (Prakash et al. 2001). Antioksidan dalam tubuh bermanfaat untuk mencegah reaksi oksidasi yang ditimbulkan oleh radikal bebas baik berasal dari metabolisme tubuh maupun faktor eksternal lainnya. Terdapat tiga macam antioksidan yaitu Antioksidan yang dibuat oleh tubuh kita sendiri yang berupa enzim antara lain superoksida dismutase, glutathione peroxidase dan katalase. Antioksidan alami yang dapat diperoleh dari tanaman atau hewan, yaitu ferol, vitamin C, betakaroten, dan flavonoid. Antioksidan sintetik, yang dibuat dari bahanbahan kimia yaitu butylated hydroxyanisole (BHA), butylated hydroxytoluen (BHT), tertier butylhydroquinone (TBHQ), propylgallate (PG) dan nordihydro guaiaretic acid (NDGA) yang ditambahkan dalam makanan untuk mencegah kerusakan lemak (Kumalaningsih 2006). Tubuh manusia menghasilkan senyawa antioksidan, tetapi jumlahnya sering kali tidak cukup untuk menetralkan radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh (Sofia 2006). Sebagai contoh, tubuh manusia dapat menghasilkan glutation, salah satu antioksidan yang sangat kuat, tubuh hanya memerlukan asupan vitamin C sebesar 100-200 mg untuk memicu tubuh menghasilkan glutation. Kekurangan antioksidan dalam tubuh membutuhkan

asupan dari luar. Bila mulai menerapkan pola hidup sebagai vegetarian akan sangat membantu dalam mengurangi resiko keracunan akibat radikal bebas. Keseimbangan antara antioksidan dan radikal bebas menjadi kunci utama pencegahan stress oksidatif dan penyakit-penyakit kronis yang dihasilkan (Sofia 2006). Antioksidan terbagi menjadi antioksidan enzim dan vitamin. Antioksidan enzim meliputi superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase (GSH.Prx). Antioksidan vitamin lebih populer sebagai antioksidan dibandingkan enzim. Antioksidan vitamin mencakup alfa tokoferol (vitamin E), beta karoten dan asam askorbat (vitamin C) yang banyak didapatkan dari tanaman dan hewan (Sofia 2006). Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke dalam makanan sebagai bahan tambahan pangan (Kumalaningsih 2007). Jaringan tumbuhan mengandung sangat banyak jenis senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan. Senyawa fenolik (flavonoid dan asam fenolat), senyawa nitrogen (alkaloid, turunan-turunan klorofil, asam-asam amino dan amina), karotenoid, lignan dan terpen semuanya memiliki aktivitas antioksidan dalam menekan pembentukan rantai reaksi radikal bebas. Flavonoid dan senyawa fenolik adalah antioksidan utama dalam buah-buahan dan sayur-sayuran. Flavonoid terdiri atas struktur dasar inti flavan di mana dua cincin benzen dihubungkan oleh cincin piran yang mengandung oksigen. Flavonoid dibagi atas flavonol, flavon, flavan dan isoflavon. Beberapa contoh yang terdapat dalam pangan adalah mirisetin, quersetin, luteolin, apigenin, genistein dan krisin (Silalahi 2002). Antioksidan memiliki fungsi utama untuk memutus reaksi berantai radikal bebas. Radikal bebas bersifat sangat reaktif dan mampu menyebabkan kerusakan oksidatif pada asam nukleat, protein, dan lipid yang mampu menginisiasi terjadinya penyakit degeneratif. Senyawa antioksidan seperti fenol, polifenol, dan flavonoid dapat menghambat mekanisme oksidasi yang disebabkan oleh radikal bebas seperti superoksida, hidroksiperoksida, atau lipid peroksida (Shahidi 1997 diacu dalam Kurniawan 2011).

4

Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH Uji aktivitas antioksidan dilakukan pada sampel yang diduga mempunyai aktivitasnya sebagai antioksidan. Terdapat beberapa metode untuk menentukan aktivitas antioksidan yaitu DPPH (2,2-difenil-1reducing pikrilhidrazil), cupric ion antioxidant (CuPRAC) dan ferric reducing ability of plasma (FRAP). Metode DPPH dipilih karena memiliki beberapa keunggulan, diantaranya sederhana, cepat, sensitif, dan hanya membutuhkan sedikit sampel (Koleva et al. 2002). Pereaksi DPPH ditemukan pertama kali oleh Goldschmidt dan Renn pada tahun 1922. DPPH merupakan seyawa radikal bebas berwarna ungu. Pereaksi DPPH berfungsi untuk investigasi reaksi inhibisi polimerisasi, uji antioksidan serta inhibisi reaksi homolitik (Ionita 2003). Karakter dari DPPH merupakan senyawa hidrofobik (tidak larut air). Namun, dapat berubah menjadi hidrofilik dengan melekatkan gugus CO maupun SO2 pada DPPH. Menurut Ionita (2003), DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang stabil dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama, pada kondisi penyimpanan yang baik (kering). Prinsip metode penangkapan radikal adalah pengukuran penangkapan radikal bebas sintetik dalam pelarut organik polar seperti etanol atau metanol pada suhu kamar oleh suatu senyawa yang mempunyai aktivitas antioksidasi (Pokorni 2001). Proses penangkapan radikal ini melalui mekanisme pengambilan atom hidrogen dari senyawa antioksidan oleh radikal bebas (Pine 1988) sehingga radikal bebas menangkap satu elektron dari antioksidan. Selanjutnya DPPH akan diubah menjadi DPPH-H (bentuk tereduksi DPPH) oleh senyawa antioksidan. Radikal bebas DPPH dapat menangkap atom hidrogen dari komponen aktif ekstrak yang dicampurkan, kemudian bereaksi menjadi bentuk yang lebih stabil (Gambar 3). Metode DPPH (2,2-difenil-1pikrilhidrazil) mengukur kemampuan suatu senyawa antioksidan dalam menangkap radikal bebas. Kemampuan penangkapan radikal berhubungan dengan kemampuan komponen senyawa dalam menyumbangkan elektron. Setiap molekul yang dapat menyumbangkan elektron akan bereaksi dan akan memudarkan DPPH. Intensitas warna DPPH akan berubah dari ungu menjadi kuning oleh elektron yang berasal dari senyawa antioksidan. Konsentrasi DPPH pada

akhir reaksi tergantung pada konsentrasi awal dan struktur komponen senyawa penangkap radikal (Koleva et al. 2002). Metode DPPH secara umum digunakan untuk memindai berbagai sampel dalam penentuan aktivitas antioksidan. Pengukuran serapan DPPH pada panjang gelombang maksimum (λ maks) yaitu 515-520 nm. Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel padatan maupun larutan (Molyneux 2004). Perhitungan yang digunakan dalam penentuan aktivitas penangkap radikal adalah nilai IC50 (Inhibition Concentration 50%), nilai tersebut menggambarkan besarnya konsentrasi senyawa uji yang dapat menangkap radikal sebesar 50%. Penentuan IC50, diperlukan persamaan kurva standar dari %inhibisi sebagai sumbu y dan konsentrasi fraksi antioksidan sebagai sumbu x. IC50 dihitung dengan cara memasukkan nilai 50% ke dalam persamaan kurva standar sebagai sumbu y kemudian dihitung nilai x sebagai konsentrasi IC50. Semakin kecil nilai IC50 menunjukkan semakin tinggi aktivitas antioksidasinya (Molyneux 2004). Semakin kecil nilai IC50 maka senyawa uji tersebut mempunyai keefektifan sebagai penangkap radikal yang lebih baik.

Gambar 3 Prinsip penangkapan H oleh DPPH (Prakash et al. 2001). Uji Sitotoksisitas Metode BSLT Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu metode untuk menguji bahan-bahan yang bersifat toksik dan digunakan sebagai suatu bioassay yang pertama untuk penelitian bahan alam. Metode ini menggunakan larva Artemia salina Leach sebagai hewan coba. Uji sitotoksisitas dengan metode BSLT ini merupakan uji sitotoksisitas akut dimana efek toksik dari suatu senyawa ditentukan dalam waktu singkat, yaitu rentang waktu selama 24 jam setelah pemberian dosis uji. Prosedurnya dengan menentukan nilai

5

LC50. Nilai LC50 adalah konsentrasi yang dibutuhkan untuk mematikan 50% dari populasi larva udang total (Frank 1995). Metode ini digunakan untuk mendeteksi senyawa bioaktif yang memiliki efek farmakologi. Data yang diperoleh dari hasil pengujian dengan menggunakan larva udang dapat dianalisis dengan menggunakan program SPSS untuk menentukan nilai LC50 (Finney 1971). Aktivitas komponen aktif tanaman terhadap larva A. salina. Suatu ekstrak dikatakan toksik berdasarkan metode BSLT jika harga LC < 1 000 μg/ ml ( Meyer et al. 1982). Meyer et al. (1982) telah mengembangkan metode BSLT untuk menemukan senyawa bioaktif baru pada tumbuhan tingkat tinggi. Metode ini telah banyak digunakan untuk uji potensi hayati dalam analisis residu pestisida, anestetik, dan zat pencemaran air. Penelitian Carballo et al. (2002), menunjukkan adanya hubungan yang konsisten antara sitotoksisitas dan letalitas larva udang pada ekstrak tanaman, sehingga metode BSLT dapat dipercaya untuk menguji aktivitas farmakologis dari bahan-bahan alami. Apabila suatu ekstrak tanaman bersifat toksik menurut harga LC50 dengan metode BSLT, maka tanaman tersebut dapat berpotensi sebagai obat. Namun, bila tidak bersifat toksik maka tanaman tersebut dapat diteliti kembali untuk mengetahui khasiat lainnya dengan menggunakan hewan coba lain yang lebih besar dari larva A. salina seperti mencit dan tikus secara in vivo. Artemia salina merupakan kelompok udang (Crustaceae) dari filum Arthropoda dan hidup dalam air garam (berair asin). Udang ini toleran terhadap selang salinitas yang sangat luas. Secara alamiah, salinitas danau tersebut mengakibatkan larva hidup sangat bervariasi, tergantung pada intensitas air hujan dan evaporasi yang terjadi. Apabila kadar garam kurang dari 6% maka telur A. salina akan tenggelam dan tidak menetas. Hal ini biasanya terjadi apabila air tawar masuk ke dalam danau di musim penghujan dalam jumlah berlebih. Jika kadar garam melebihi 25%, telur akan tetap berada dalam kondisi tersuspensi, sehingga dapat menetas dengan normal (Purwakusumah 2007 dalam Setiarto 2009). Pertimbangan pemilihan larva udang sebagai hewan uji didasarkan karena telur A. salina memiliki daya tahan yang lama (dapat tetap hidup dalam kondisi kering, selama beberapa tahun). Telur A. salina lebih cepat dan mudah menetas dalam waktu 48 jam,

sehingga dapat dihasilkan naupli dalam jumlah besar yang siap untuk diuji (Carballo et al. 2002). Selain itu telur A. salina juga memiliki kemampuan untuk mengatasi perubahan tekanan osmotik dan regulasi ionik yang tinggi (Croghan 1957 dalam Kurniawan 2011). Metode uji potensi hayati BSLT memiliki beberapa keunggulan diantaranya waktu pelaksanaan cepat, biaya relatif murah, sederhana, tidak memerlukan teknik aseptis, tidak memerlukan peralatan khusus, dan hanya membutuhkan sedikit sampel uji (Meyer et al. 1982).

BAHAN DAN METODE Bahan dan alat Bahan yang digunakan adalah buah ceremai segar tanpa biji yang berwarna kuning keputihan yang diambil sore hari berasal dari daerah Sumedang. Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah etanol, serbuk magnesium, asam klorida 2%, FeCl3, kloroform, perekasi Meyer, Dragendorf, Wagner, DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil), vitamin C, akuades, Artemia salina Leach, dan air laut buatan. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah vial, labu takar, pH meter, gelas ukur, cawan porselin, sonikator, tabung reaksi, spatula, pipet tetes, pipet volumetrik, neraca digital, vorteks, oven, blander, freezer, eksikator, pipet mikro, lampu pijar, aerator, dan micro plate reader EPOCH. Metode Penelitian Persiapan Sampel Sampel basah diambil dari kabupaten Sumedang, terdiri atas 5 kg buah ceremai segar. Jumlah bobot yang dipanen didasarkan pada jumlah pohon yang tersedia di satu daerah. Tujuannya adalah untuk menghindari perbedaan kandungan senyawa dari buah ceremai. Penentuan Kadar Air (AOAC 2006) Cawan porselen dikeringkan pada suhu 105◦C selama 30 menit lalu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Sebanyak 3 gram sampel buah ceremai segar tanpa biji yang telah dihancurkan kemudian dimasukkan ke dalam cawan dan dipanaskan pada suhu 105◦C selama 3 jam sampai diperoleh bobot konstan. Setelah itu, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Kemudian dihitung kadar air dengan menggunakan rumusn berikut :

6

Kadar air = Bobot sampel – Bobotkering x100% Bobotsampel Ekstraksi Buah Ceremai (BPOM 2005) Proses ekstraksi buah ceremai menggunakan metode maserasi. Ekstraksi menggunakan pelarut etanol 70%, etanol 30%, dan air. Buah ceremai segar tanpa biji dihaluskan terlebih dahulu menggunakan blender. Setelah buah ceremai dihaluskan kemudian ditambahkan pelarut. Sebanyak 400 gram sampel ditambahkan 400 mL pelarut (b/v). Selanjutnya dimasukan ke dalam maserator selama 6 jam sambil sesekali diaduk, kemudian didiamkan sampai 24 jam. Maserat dipisahkan, dan proses diulang 2 kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan dan dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50°C sampai diperoleh sampel yang menyerupai pasta. Identifikasi fitokimia (Harbone 1987) Identifikasi Flavonoid. Ekstrak sebanyak 0.1 gram ditambah 2 mL etanol 30% sampai terendam lalu dipanaskan. Filtratnya ditambah H2SO4 sebanyak 3 tetes. Uji positif ditunjukkan oleh terbentuknya warna merah akibat penambahan H2SO4. Identifikasi Tanin. Ekstrak sebanyak 1 gram ditambahkan 10 mL akuades kemudian dididihkan. Setelah dingin filtrat ditambahkan 5 mL FeCl3 1 % (b/v). Apabila terjadi perubahan warna menjadi biru tua, berarti sampel mengandung tanin. Identifikasi Alkaloid. Ekstrak sebanyak 0.1 gram ditambahkan 10 mL kloroform dan ditambahkan beberapa tetes amonia. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan beberapa tetes H2SO4 pekat. Fraksi asam diambil dan dibagi menjadi 3 tabung, kemudian ditambahkan pereaksi Dragendorf, Meyer, dan Wagner. Terdapatnya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada pereaksi Meyer, endapan merah pada pereaksi Dragendorf, dan endapan coklat pada pereaksi Wagner. Identifikasi Fenolik. Ekstrak sebanyak 0.1 gram ditambah 2 mL etanol 30% sampai terendam lalu dipanaskan. Filtratnya ditambah NaOH sebanyak 3 tetes. Uji positif ditunjukkan oleh terbentuknya warna merah akibat penambahan NaOH. Identifikasi Terpenoid dan Steroid. Ekstrak sebanyak 0.1 gram ditambah 2 mL etanol 30% kemudian dipanaskan dan disaring. Selanjutnya filtrat diuapkan dan ditambahkan eter sebanyak 1 mL. Lapisan

eter ditambah dengan pereaksi Lieberman Burchard (3 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes H2S04 pekat). Warna merah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau menunjukkan adanya steroid. Identifikasi Saponin. Ekstrak sebanyak 0.1 gram ditambah akuades 5 mL dan dipanaskan selama 5 menit. Uji positif ditunjukkan oleh terbentuknya busa permanen ± 15 menit. Identifikasi Glikosida. Sebanyak 3 gram buah segar yang telah dihaluskan, disaring dengan cara refluks menggunakan 30 ml campuran etanol 95% selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Pada 20 mL filtrat ditambahkan 24 mL air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0.4 M, dikocok, didiamkan selama 5 menit lalu disaring, filtrat disari dengan 20 mL campuran isopropanol dan kloroform (2:3), dilakukan berulang sampai 3 kali. kumpulan sari air ditambahkan natrium sulfat anhidrat, saring dan uapkan pada suhu 50°C. sisanya dilarutkan dalam 2 mL metanol. Larutan sari air dalam metanol dimasukkan ke dalam tabung reaksi selanjutnya diuapkan di atas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 mL air dan 5 tetes pereaksi Molisch. Kemudian tambahkan 2 mL asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin ungu pada batas kedua cincin menunjukan adanya glikosida (Departemen Kesehatan RI 1978) Uji Aktivitas Antioksidan DPPH (Batubara 2009) Aktivitas antioksidan dari masing-masing kombinasi ditentukan dengan menggunakan metode DPPH, menurut Batubara 2009. Ekstrak ceremai dilarutkan dalam etanol dan dibuat dalam berbagai konsentrasi (0, 3.125, 6.25, 12.5, 25, 50, 100 dan 200 ppm). Masingmasing dimasukkan ke dalam mikro plate. Selanjutnya ditambahkan 100 μl larutan DPPH 1 mM dalam etanol. kemudian diinkubasi pada suhu 30°C selama 30 menit, absorban diukur pada panjang gelombang 517 nm. Sebagai kontrol positif, dan untuk pembanding digunakan vitamin C. Nilai % inhibisi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: % Inhibisi = A DPPH – A sampel x 100% ADPPH Keterangan: A DPPH : serapan DPPH A sampel : serapan sampel dan DPPH

7

Uji Sitotoksisitas LC50 Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) Sebanyak 100 μL air laut yang mengandung A. salina L sebanyak 10 ekor dipipet, kemudian dimasukkan ke dalam wadah uji. Di tambahkan larutan sampel yang akan diuji masing-masing sebanyak 100 μL, dengan konsentrasi 10, 100, 200, 500, dan 1000 ppm. Untuk setiap konsentrasi dilakukan 3 kali pengulangan. Kontrol negatif disiapkan dengan perlakuan yang sama tetapi tanpa mengandung ekstrak. Setelah itu diinkubasi selama 24 jam dan dihitung jumlah larva yang mati. Nilai LC50 ditentukan melalui metode analisis probit dengan software SPSS 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Sampel buah ceremai yang digunakan pada penelitian ini berbentuk buah segar. Penentuan kadar air dilakukan untuk mengetahui penyimpanan terbaik bagi sampel untuk menghindari pengaruh aktivitas mikroba (jamur). Kadar air yang diperoleh dari buah ceremai segar adalah 85.55%±3.00 (Lampiran 3). Suatu sampel memiliki ketahanan dalam penyimpanan apabila kadar air dibawah 100% (AOAC 2006). Selain itu kadar air pada buah ceremai segar mempengaruhi jumlah pengikatan antara molekul etanol (pelarut) dengan molekulmolekul dari senyawa yang terdapat pada buah ceremai segar. Semakin rendah kadar air dalam jaringan buah ceremai segar, maka semakin sedikit senyawa-senyawa dalam jaringan yang terekstrak oleh etanol karena etanol merupakan pelarut alcohol dengan berat molekul rendah yang dapat menggantikan molekul-molekul air dalam jaringan tumbuhan (Hart 1987). Ekstraksi Sampel Tahap ekstraksi dilakukan dengan menggunakan tiga pelarut, yaitu akuades, etanol 30 %, dan etanol 70%. Ekstraksi dilakukan pada buah ceremai segar. Bagian tanaman tersebut merupakan bagian tanaman yang umum untuk dikonsumsi oleh masyarakat secara tradisional. Tabel 1 Persentase rendemen ekstrak ceremai Sampel Rendemen (%) Etanol 70% 3.72±0.01 Etanol 30% 3.28±0.04 Air 1.13±0.07

Hasil maserasi ekstrak air, etanol 30%, dan etanol 70% dari 200 gram buah ceremai segar masing-masing dihasilkan maserat sebesar 4.9, 13.4, dan 16.0 gram. Berdasarkan hasil tersebut, diperoleh rendemen masingmasing ekstrak sebesar 1.21 %, 3.33%, dan 3.94 % (Tabel 1) Berdasarkan hasil tersebut, ekstrak etanol 70% memiliki persentase rendemen tertinggi dibandingkan kedua jenis ekstrak lainnya, yaitu sebesar 3.94%, sedangkan persentase rendemen terendah dimiliki oleh ekstrak air, dengan nilai sebesar 1.21%. Senyawa bioaktif yang terlarut dalam ketiga pelarut tersebut diharapkan memiliki aktivitas antioksidasi dan sitotoksisitas potensi hayati yang akan diuji pada tahap selanjutnya. Perbedaan jumlah rendemen pada setiap ekstrak tersebut dikarenakan pada ekstrak dengan rendemen tertinggi mengandung lebih banyak senyawa yang mudah larut dalam etanol 70%, sedangkan ekstrak dengan rendemen yang lebih rendah yaitu ekstrak air mengandung sejumlah senyawa yang kurang larut dalam air. Proses ekstraksi harus dilakukan dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Pelarut polar digunakan untuk mengekstrak komponen polar pula, dan sebaliknya. Selain itu, rasio pelarut dan sampel yang hendak diekstrak, suhu yang digunakan selama proses ekstraksi, serta lamanya proses ekstraksi juga turut menentukan hasil yang didapatkan selama proses ekstraksi. Proses ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya jenis pelarut yang digunakan dan luas permukaan sampel. Jenis pelarut yang digunakan tergantung pada polaritas senyawa yang akan diekstrak. Pemilihan etanol 70% dan etanol 30% sebagai pelarut organik didasarkan pada kemampuannya untuk mengisolasi sejumlah bahan bioaktif yang lebih optimal dibandingkan beberapa jenis pelarut lainnya. Pemilihan etanol 70% dan etanol 30% sebagai pelarut memiliki beberapa keuntungan, diantaranya dapat menyebabkan komponen senyawa yang terkandung di dalam sampel dapat terekstrak lebih banyak dibandingkan dengan pelarut air, karena dapat mengekstrak komponen kimia yang tahan panas dan tidak tahan panas (Harborne 1987). Etanol dapat melarutkan secara keseluruhan semua zat aktif yang terkandung di dalam simplisia, baik yang bersifat polar, semi polar, maupun kurang polar. Menurut Harborne (1996), etanol dapat menarik senyawa alkaloid, steroid, saponin, flavonoid,

8

antakuinon, dan glikosida. Sedangkan akuades digunakan sebagai pelarut karena umum digunakan dalam proses ekstraksi pada kehidupan sehari-hari dengan biaya yang relative sangat murah. Uji Fitokimia Senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak buah ceremai dapat diketahui melalui uji kualitatif yaitu uji fitokimia. Uji pendahuluan ini dilakukan untuk menentukan ada atau tidaknya senyawasenyawa metabolit sekunder yang kemungkinan berperan dalam pengujian aktivitas antioksidan dan sitotoksisitas potensi hayati. Hasil dari pengujian fitokimia dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil pengujian fitokimia ekstrak buah ceremai pada berbagai pelarut menunjukkan adanya senyawa flavonoid, alkaloid, fenolik, triterpenoid, saponin, dan glikosida. Berdasarkan hasil uji fitokimia senyawa yang paling banyak terkandung dalam ketiga ekstrak adalah flavonoid. Senyawa tersebut berfungsi sebagai antioksidan untuk menangkap radikal bebas dalam tubuh (Haraguchi 2001 dalam Ismail 2007). Senyawa fenol biasanya terdapat dalam berbagai jenis sayuran, buah-buahan dan tanaman. Turunan senyawa fenol merupakan metabolit sekunder terbesar yang diproduksi oleh tanaman. Senyawaan ini diproduksi dalam tanaman melalui jalur sikimat dan metabolisme fenil propano. Senyawaan fenol dapat memiliki aktivitas antioksidan, antitumor, antiviral, dan antibiotik (Koleva et al. 2002). Tabel 2 Hasil uji fitokimia Uji Ekstrak fitokimia Air Etanol Etanol 30% 70% Flavonoid +++ +++ +++ Tanin Alkaloid ++ ++ ++ Fenolik + ++ + Terpenoid + + + Steroid Saponin ++ ++ ++ Glikosida + + + Keterangan : tidak mengandung metabolit sekunder + mengandung sedikit metabolit sekunder ++ mengandung banyak metabolit sekunder +++ mengandung banyak sekali metabolit sekunder

Berdasarkan data dari Tabel 2, senyawa Flavonoid merupakan senyawa yang paling banyak dihasilkan dari ketiga ekstrak, kemudian diikuti dengan senyawa alkaloid, terpenoid, saponin dan glikosida. Sedangkan senyawa fenolik lebih banyak dihasilkan oleh ekstrak etanol 30% kemudian diikutin dengan ekstrak air dan etanol 70% artinya pelarut etanol 30% lebih banyak menjerap senyawa fenolik dibandingkan dengan pelarut yang lain. Menurut Kumalaningsih (2006) flavonoid merupakan senyawa yang paling berperan dalam pengujian aktivitas antioksidan dan sitotoksisitas. Uji Aktivitas Antioksidan Uji aktivitas antioksidan dilakukan untuk menguji seberapa besar aktivitas antioksidasi ekstrak buah ceremai. Sebagai pembanding digunakan vitamin C yang telah diketahui sebagai standar antioksidan. Hasil pengukuran aktivitas antioksidan dari masing-masing sampel ditunjukan pada Gambar 4. Semakin rendah nilai IC50 suatu sampel, maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya. Hal tersebut didasarkan karena hanya membutuhkan sejumlah kecil konsentrasi sampel untuk merendam 50% radikal bebas DPPH. Hasil uji antioksidan secara kuantitatif ditunjukkan (Gambar 4) ekstrak air memiliki aktivitas antioksidasi yang paling tinggi yaitu sebesar 86.97% dibandingkan dengan ekstrak etanol 30% dan ekstrak etanol 70% yang masing-masing hanyaa memiliki aktivitas antioksidan sebesar 63.195% dan 68.92%, hal ini dapat dikatakan bahwa ekstrak air buah ceremai dapat menghambat radikal bebas pada konsentrasi 26.06 ppm dengan daya hambat sebesar 86.97%. Akan tetapi apabila dibandingkan dengan standar antioksidan (vitamin C) memiliki aktivitas antioksidan yang jauh lebih tinggi dibandingkan ekstrak air yaitu sebesar 2.68 ppm memiliki daya hambat 98.66%, dalam hal ini diharapkan radikal bebas dapat ditangkap oleh senyawa antioksidan dengan konsentrasi kecil (Molyneux 2004). Suatu bahan memiliki aktivitas antioksidan yang baik apabila memiliki nilai IC50 kurang dari 200 ppm (Hanani et al. 2005). Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, menunjukan bahwa dari ketiga ekstrak yaitu ektrsk air, etanol 30% dan etanol 70% memiliki aktivitas yang tinggi. Sehingga ketiga ekstrak berpotensi sebagai antioksidan. Hasil analisis statistik ANOVA menunjukkan nilai p-value sebesar 0.00 atau bernilai lebih kecil dibandingkan nilai α 5%

9

(Lampiran 12), sehingga dapat diintrepertasikan bahwa setiap perlakuan ekstrak berpengaruh terhadap nilai IC50 yang dihasilkan. Pengambilan intrepretasi tersebut didasarkan pada hipotesis awal yang menyebutkan bahwa perlakuan ektrak sampel berpengaruh pada nilai IC50 yang dihasilkan. Senyawa bioaktif pada masing-masing tanaman yang diduga berperan sebagai antioksidan yaitu flavonoid, alkaloid, fenolik, tanin, steroid, triterpenoid, saponin, dan glikosida. Senyawa-senyawa tersebut akan berperan sebagai donor proton pada reagen DPPH, dan menghasilkan produk berupa DPPH-H. Atom hidrogen yang disumbangkan oleh masing-masing senyawa bioaktif akan berikatan dengan atom nitrogen yang terdapat pada cincin hidrazin (Ionita 2003).

Gambar 4 Uji aktivitas antioksidan Uji Sitotoksisitas (BSLT) Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) adalah suatu metode pengujian dengan menggunakan hewan uji yaitu Artemia salina Leach, yang dapat digunakan sebagai bioassay yang sederhana untuk meneliti sitotoksisitas akut suatu senyawa, dengan cara menentukan nilai LC50 yang dinyatakan dari komponen aktif suatu simplisia maupun bentuk sediaan ekstrak dari suatu tanaman (Frank 1995). Mekanisme kematian larva berhubungan dengan fungsi senyawa alkaloid, triterpenoid, saponin dan flavonoid dalam buah pare yang dapat menghambat daya makan larva (antifedant). Cara kerja senyawa-senyawa tersebut adalah dengan bertindak sebagai racun perut. Oleh karena itu, bila senyawasenyawa ini masuk ke dalam tubuh larva, kemudian alat pencernaannya akan terganggu. Selain itu, senyawa ini menghambat reseptor perasa pada daerah mulut larva. Hal ini mengakibatkan larva gagal mendapatkan stimulus rasa sehingga tidak mampu mengenali makanannya sehingga larva mati kelaparan.

Penentuan nilai LC50 dilakukan dengan menggunakan analisis probit pada software SPSS 17. Melalui perangkat tersebut dapat ditentukan hubungan linearitas antara konsentrasi sampel terhadap probit kematian dari larva udang. Jumlah letalitas larva udang dihitung secara manual. Kematian larva udang, disebabkan oleh perlakuan pemberian sampel pada konsentrasi 10, 100, 500, dan 1000 ppm. Hasil uji sitotoksisitas (potensi hayati) terbaik dimiliki oleh ekstrak air dengan nilai LC50 sebesar 473.26 ppm, kemudian diikuti dengan ekstrak etanol 30% dengan nilai LC50 sebesar 486.78 ppm, dan ekstrak etanol 70% dengan nilai LC50 yaitu sebesar 618.55 ppm. Rendahnya nilai LC50 pada ekstrak air diduga disebabkan oleh banyaknya senyawa bioaktivitas yang terkandung didalam sampel. Juniarti (2009) menyatakan bahwa suatu zat dikatakan memiliki potensi hayati apabila memiliki nilai LC50 ≤ 1000 ppm untuk ekstrak, sedangkan untuk senyawa murni memiliki nilai LC50 ≤ 30 ppm. Hasil uji sitotoksisitas dari keseluruh ekstrak memiliki potensi hayati, akan tetapi ekstrak air lebih berpotensi dibandingkan dengan ekstrak etanol 70% dan ekstrak etanol 30%. Sedangkan apabila nilai LC50 ≥ 1000 ppm maka suatu zat dikatakan bersifat tidak toksik dan baik untuk dikonsumsi sebagai antioksidan.

Gambar 5 Uji sitotoksisitas potensi hayati Uji Korelasi Antioksidan dan Sitotoksisitas Setelah diketahui aktivitas senyawa antioksidan dan sitotoksisitas potensi hayati dari masing-masing sampel ekstrak buah ceremai segar, kemudian dilakukan uji korelasi bivarian melalui software SPSS 17. Tujuan dari uji korelasi adalah untuk mengaitkan dan mengetahui seberapa besar hubungan antara aktivitas senyawa antioksidasi terhadap sitotoksisitas (potensi hayati) dari masing-masing ekstrak sampel.

10

Apabila dalam suatu sampel memiliki korelasi antara LC50 dan IC50 maka sampel tersebut berpotensi sebagai obat. Koefisien korelasi adalah angka yang menggambarkan tingkat keeratan hubungan antara dua peubah atau lebih, sehingga melalui nilai tersebut dapat dinyatakan bahwa nilai IC50 ekstrak buah ceremai berkorelasi renda terhadap nilai LC50. Berdasarkan hasil uji korelasi secara bivarian, diketahui bahwa nilai IC50 dan LC50 memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0.386, serta tidak signifikan secara statistik dengan nilai p-value sebesar 0.748 atau diatas 0.05. Hasil uji korelasi antara aktivitas antioksidan dan sitotoksisitas tidak terlalu terlihat korelasinya dikarenakan hanya menggunakan tiga ekstrak. Aktivitas antioksidan yang baik untuk dikonsumsi oleh manusia sebagai suplemen harus memiliki nilai keamanan yaitu semakin kecil nilai IC50 (IC50 < 200 ppm) dan semakin besar nilai LC50 (LC50.>1000 ppm) atau berkorelasi negatif. Sedangkan hasil yang diperoleh tidak memenuhi syarat korelasi yang baik, sehingga ekstrak buah ceremai kurang baik dikonsumsi sebagai suplemen antioksidan.

Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, untuk mengetahui secara spesifik senyawa bioaktif yang paling berperan dalam aktivitas antioksidan ekstrak buah ceremai segar. Perlu juga dilakukan analisis terhadap aktivitas antioksidasi dan efek farmakologis secara in vivo.

DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2006. Official Methods of Analysis. Washington DC: Association of Official Analytical Chemist. [BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2005. Gerakan Nasional Minum Temulawak. Jakarta : BPOM RI. Batubara. 2009. Antiance potency of Indonesia medicinal plats. [thesis]. Gifu: United Graduated School, Gifu Univercity. Cahyadi Robby. 2009. Uji toksisitas akut ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia L.) terhadap larva Artemia salina Leach dengan metode Brine Shrimp Lethality test (BSLT) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro. Chen HM, Koji M, Fumio Y, Kiyoshi N. 1996. Antioxidant activity of designed dalam teh. Majalah Kedokteran Indonesia 52: 361-4.

Gambar 6 Uji korelasi antioksidan dan sitotoksisitas

Croghan PC. 1957. The osmotic and ionic regulation of Artemia salina L. Zoology Journal 10: 219-232.

SIMPULAN DAN SARAN

Darwis D. 2000. Teknik dasar laboratorium dalam penelitian senyawa bahan alam hayati. Padang : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNAND.

Simpulan Ekstrak air merupakan ekstrak yang memiliki aktivitas antioksidan terbaik dibandingkan dengan ekstrak etanol 30% dan ekstrak etanol 70% dengan nilai IC50 sebesar 26.06 ppm. Hasil uji sitotoksisitas ekstrak air, ekstrak etanol 30%, dan ekstrak etanol 70% bersifat toksis dengan nilai 473.26 ppm, 486.78 ppm, dan 618.55 ppm. Ekstrak buah ceremai segar kurang baik untuk dikonsumsi oleh manusia sebagai suplemen herbal walaupun memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi.

Departemen Kesehatan RI. 1978. Materia Medika Indonesia. Jilid II. Jakarta : Depkes RI. Hal 150-156, 165-167. Finney DJ. 1971. Probit Analysis 3rd Ed. England: Cambridge University Press. Frank CL. 1995. Toksikologi Dasar. Edi, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Basic of Toxicology

11

Halliwell B, Gutteridge JMC. 1989. Free Radical In Biology and Medicine. New York: Oxford University Press. Hanani E, Abdul M, Ryany S. 2005. Identifikasi senyawa antioksidan dalam spons Callyspongia sp dari Kepulauan Seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian 2: 127 – 133. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Iwang S, penerjemah. Bandung: ITB Press. Terjemahan dari : Phytochemical Method. Harborne JB. 1996. Metode Fitokimia. Ed ke2. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah. Bandung: ITB Press. Terjemahan dari: Phytochemical Method. Ismail SE, Marliana, I. Fikriah, Noorhidayah. 2007. Eksplorasi biotamedika kandungan kimia, sitotoksisitas, dan aktivitas antioksidan tumbuhan asli Kalimantan Timur [skripsi]. Samarinda : Universitas Mulawarman. Ionita P. 2003. Is DPPH stable free radical a good scavenger for oxygen active species. Chem Pap 59: 11-16. Josephy PD. 1997. Molecular Toxicology. New York : Oxford University Press.

Koleva I, Van Beek T, Linnssen JPH, De Groot A, Evstarieva LN. 2002. Screening of plant extracts for antioxidant activity. Phytochem Anal 13: 494-500. Kumalaningsih S. 2006. Antioksidan Sumber dan Manfaatnya. Antioxidant centre 12: 112-123 Kurniawan A. 2011. Aktivitas antioksidan dan potensi hayati dari kombinasi ekstrak empat jenis tanaman obat Indonesia [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Lupea AX, Chambire D, Iditoiou C, Szabro MR. 2006. Short communication improved DPPH determination for antioxidant activity spectrophotometric Assay. Chem Pap 3: 214-216. Marpaung IM. 2008. Potensi aktivitas antioksidan pada kulit kayu dan daun tanaman akway (Drymis sp) [skripsi]. Bogor: Fakultas matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Meyer BN, Ferrigni NR, Putman JE, Jacobson LB, Nichol DE, Mc Laughin JL. 1982. Brine Shrimps: A convenient general bioassay for active plant constituent. Planta Medica 45: 31-34.

Juniarti, Osmeli D, Yuhernita. 2009. Kandungan senyawa kimia, uji sitotoksisitas (Brine Shrimp Lethality Test) dan antioksidan DPPH dari ekstrak daun Abrus precatorius. Makara Sains 13: 5054.

Molyneux P. 2004. The use of the stable free radical 1,1-diphenyl-2-picryl-hydrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity. J. Sci. Technol 26: 211-219.

Kadarisman I. 2000. Isolasi dan identifikasi senyawa kimia bioaktif dari uji sitotoksisitas dan skrining fitokimia [skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwel VW. 2003. Biokimia Harper. Andry Hartono, penerjemah. Anna P Bani & Tiara MN, editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Harper’s Biochemistry.

Kementrian Kesehatan RI. 2010. Pedomen Penanggulangan Masalah Kesehatan Intelegensia Akibat Gangguan Degeneratif. Hal 3-7.

Ozyurt D, Demirata B, Apak R. 2006. Determination of total antioxidant capacity by a new spectrophotometric method based on Ce(IV) reducing capacity measurement. Talanta 24: 273- 282.

Krismawati A . 2007. Pengaruh ekstrak tanaman ceremai, delima putih, jati Belanda, kecombrang, dan kemuning secara in vitro terhadap proliferasi sel limfosit manusia [skripsi]. Bogor: Fakultas teknologi pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pine SH. 1988. Kimia Organik 2. Roehyati Joedodibroto, penerjemah. Terjemahan dari: Organic Chemistry.

12

Pokorni. 2001. Antioxidant in Food; Practical Applications. New York : CRC Press. Prakash A, Rigelhof F, Miller E. 2001. Antioxidant Activity. Medalliaon Laboratories Analitycal Progress 10: 2. Pramono S, Sumarno, Wahyono S. 1993. Flavonoid daun Sonchus arvensis L. senyawa aktif pembentuk komplek dengan batu ginjal berkalsium. Tumbuhan Obat Indonesia 2: 5-7. Setiarto HB. 2009. Deteksi dan uji sitotoksisitas LC50 senyawa aflatoksin B1, B2, G1, G2 pada kacang tanah (Arachis hypogeal L) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan IPA, Institut Pertanian Bogor. Silalahi J. 2002. Senyawa polifenol sebagai komponen aktif yang berkhasiat dalam teh. Majalah Kedokteran Indonesia 52: 361-4. Sofia D. 2006. Antioksidan dan Radikal bebas. Chemistry 3: 76-108 Syamsuhidayat SS, Hutapea JR. 1991. Invertaris Tanaman Obat Indonesia Jilid I. Jakarta : Balai Pustaka. Tahir I, Wijaya K, Widianingsih, D. 2003. Terapan analisis hansch untuk aktivitas antioksidan senyawa turunan flavon/flavonol. Bandung: ITB Press. Widyastuti N . 2010. Pengukuran aktivitas antioksidan dengan metode cuprac, dpph, dan frap serta korelasinya dengan fenol dan flavonoid pada enam tanaman [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Windono T. 2001. Uji peredam radikal bebas terhadap 1,1-diphenyl-2-picrylhidrazil (DPPH) dari ekstrak kulit buah dan biji anggur (vitis vinifera) probolinggo biru dan bali [skripsi]. Surabaya: Fakultas Farmasi, UNAIR.

13

LAMPIRAN

14

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Sampel buah ceremai segar

Buah ceremai segar diblender sampai halus

Ekstraksi dengan90 air, etanol 30%, dan etanol 70%

Uji fitokimia

90

Uji aktifitas antioksidan DPPH

Uji toksisitas BSLT

Analisis nilai IC50

Analisis nilai LC50

Korelasi nilai IC50 dengan LC50

15

Lampiran 2 Prosedur ekstrak (BPOM 2005) Sampel buah ceremai segar

400 gram sampel dilarutkan dalam etanol 70%, 30% dan air (1:1)

Direndam dan diaduk ke dalam maserator selama 6 jam

Didiamkan selama 24 jam

Maserat dipisahkan dan ekstrak diuapkan hingga kental dengan evaporator pada suhu 50°C

Ekstrak ditimbang

Disimpan di dalam freezer

16

Lampiran 3 Kadar air buah segar

Ulangan

1 2 3

Bobot sampel

Bobot cawan kosong (gram)

3.00 3.00 3.02

5.36 5.32 5.25

Bobot sampel + cawan setelah dikeringkan (gram) 5.74 5.75 5.76

Contoh perhitungan Kadar air = Bobotsampel – Bobotkering x100% Bobotsampel = 3.00 – 0.38 x100% 3.00 = 87.30%

Bobot kering (gram)

Kadar air (%)

0.38 0.43 0.51

87.30 85.67 83.67

Rata-rata kadar air (%)

85.55±3.00

17

Lampiran 4 Rendemen ekstrak Sampel

Ulangan

Etanol 70%

1 2 3 1 2 3 1 2 3

Etanol 30%

Air

Bobot buah segar (gram) 406.35 405.50 406.59 402.97 401.37 400.21 404.79 400.59 400.51

Contoh perhitungan: Rendemen = Bobot ekstrak

x 100%

Bobot buah segar =

16 406.351

= 3.94%

x 100%

Bobot ekstrak (gram) 16.00 15.92 16.00 13.40 13.05 13.01 4.90 4.53 4.20

Rendemen (%) 3.94 3.93 3.94 3.33 3.25 3.25 1.21 1.13 1.05

Rataan

3.72 ± 0.01

3.28 ± 0.04

1.13 ± 0.07

18

Lampira 5 Uji fitokimia Uji fitokimia Flavonoid Tanin Alkaloid Dragendorf Meyer Wagner Fenolik Terpenoid Steroid Saponin Glikosida Keterangan :

Ekstrak Etanol 30% +++ ++ + + ++ ++ ++ +

Air +++ ++ + + + ++ ++ + +++ ++ + -

-

Etanol 70% +++ ++ + + + ++ ++ +

Mengandung banyak senyawa metabolit sekunder Mengandung sedikit metabolit sekunder Mengandung sangat sedikit metabolit sekunder Tidak mengandung senyawa metabolit sekunder

Standar : -

Flavonoid Tanin Alkaloid Fenolik Terpenoid Steroid Saponin Glikosida

= = = = = = = =

Daun Pare Teh Daun Pepaya Teh Jamu Kuat Suren Teh Pati

Standar +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++

19

Lampiran 6 Gambar uji fitokimia Uji Fitokimia

Alkaloid

Triterpenoid dan steroid

Flavonoid

Ekstrak Air

Etanol 30%

Etanol 70%

Standar

20

Lampiran 6 Gambar uji fitokimia Uji Fitokimia

Saponin

Tanin

Fenolik

Glikosida

Ekstrak Air

Etanol 30%

Etanol 70%

Standar

21

Lampiran 7 Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH Sebanyak 500 μg DPPH ditimbang dan dilarutkan ke dalam 10 ml etanol

Setiap sampel dimasukkan ke dalam mikro plate dengan konsentrasi 0, 3.125, 6.24, 12.5, 25, 50, 100, dan 200ppm

100 μL reagen DPPH ditambahkan pada tiap sampel

Sampel diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37°C

Serapan sampel dibaca pada panjang gelombang 517 nm

22

Lampiran 8 Prosedur uji antioksidan DPPH (Batubara 2009) 1. Stok sampel Pembuatan stok sampel dengan konsentrasi 1000 ppm 2. Stok DPPH Sebanyak 500 μg DPPH dilarutkan dalam 10 mL etanol 3. Komposisi konsentrasi sampel dan reagen DPPH Konsentrasi sampel (ppm) 0 3.125 6.25 12.5 25 50 100 200

Sampel (μl)

Etanol (μl)

DPPH (μl)

0 10 20 30 40 50 60 70

100 90 80 70 60 50 40 30

100 100 100 100 100 100 100 100

4. Uji aktivitas Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5 Sampel 6 Sampel 7 Sampel 8

A B C D E F G H

Ulangan 1 2 3 200 100 50 25 12.5 6.25 3.125 0

1

Ulangan 2 3

1

Ulangan 2 3

5. Sampel diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37°C 6. Serapan sampel dibaca pada panjang gelombang 517 nm

23

Lampiran 9 Data absorbansi ekstrak buah ceremai Sampel

Ulangan

Konsentrasi

Absorbansi

% Inhibisi

Air

1

200 100 50 25 12.5 6.25 3.125 0 200 100 50 25 12.5 6.25 3.125 0 200 100 50 25 12.5 6.25 3.125 0 200 100 50 25 12.5 6.25 3.125 0 200 100 50 25 12.5 6.25 3.125 0 200 100 50 25 12.5 6.25 3.125 0

0.066 0.094 0.160 0.299 0.248 0.301 0.302 0.345 0.069 0.114 0.195 0.249 0.278 0.316 0.358 0.384 0.070 0.116 0.201 0.251 0.80 0.318 0.360 0.384 0.112 0.201 0.255 0.286 0.300 0.320 0.340 0.357 0.11 0.205 0.261 0.294 0.308 0.351 0.340 0.363 0.114 0.208 0.265 0.294 0.310 0.353 0.358 0.363

97.55245 87.76224 64.68531 40.55944 33.91608 15.38462 15.03497 96.9230769 83.0769231 58.1538462 41.5384160 32.6153846 20.9230769 8.0000000 96.61538462 82.46153846 56.30769231 40.92307692 32.0000000 20.30769231 7.38461538 82.21476510 52.34899329 34.22818792 23.82550336 19.12751678 12.41610738 5.70469798 83.22368421 51.97368421 33.55263158 22.69736842 18.09210526 3.94736842 7.56578947 81.90789474 50.98684211 32.23684211 22.69736842 17.43421053 3.28947368 1.64473684 -

2

3

Etanol 30%

1

2

3

IC50

Rataan IC50

24.23

26.06 26.52

27.44

69.77

71.90

75.50

72.39

24

Lampiran 9 Data absorbansi ekstrak buah ceremai Sampel

Ulangan

Konsentrasi

Absorbansi

% Inhibisi

Etanol 70%

1

200 100 50 25 12.5 6.25 3.125 0 200 100 50 25 12.5 6.25 3.125 0 200 100 50 25 12.5 6.25 3.125 0

0.099 0.187 0.258 0.275 0.318 0.344 0.340 0.357 0.104 0.187 0.263 0.297 0.315 0.342 0.351 0.368 0.100 0.188 0.260 0.299 0.317 0.344 0.353 0.368

86.57718121 57.04697987 33.22147651 27.51677852 13.08724832 7.71812080 5.70469798 85.43689320 58.57605178 33.98058252 22.97734628 17.15210356 8.41423948 5.50161812 86.73139159 58.25242718 34.95145631 22.33009709 16.50485437 7.76699029 4.85436893 -

2

3

Contoh perhitungan : % Inhibisi = A blanko-A sampel A blanko-A standar = (0.345- 0.066) ( 0.345- 0.059) = 97.55%

x 100%

IC50

Rataan IC50

62.34

62.51

61.64

62.17

25

Lampiran 10 Contoh grafik hubungan antara % inhibisi dan konsentrasi

Kurva ekstrak air ulangan 1

Kurva ekstrak air ulangan 3

Kurva ekstrak air ulangan 2

Kurva ekstrak etanol 30% ulangan 1

Kurva ekstrak etanol 30% ulangan 2

Kurva ekstrak etanol 30% ulangan 3

Kurva ekstrak etanol 70% ulangan 1

Kurva ekstrak etanol 70% ulangan 2

26

Lampiran 10 Contoh grafik hubungan antara % inhibisi dengan konsentrasi

Kurva ekstrak etanol 70% ulangan 3

Lampiran 11 Nilai IC50 masing-masing ekstrak Sampel

Ulangan

Persamaan garis

Ekstrak air

1 2 3 1 2 3 1 2 3

y = 21.79 ln(x) – 19.46 y = 21.46 ln(x) - 20,34 y = 21.45 ln(x) - 21,04 y = 16.72 ln(x) – 20.98 y = 17.44 ln(x) – 24.56 y = 18.08 ln(x) – 28.18 y = 18.62ln (x) – 26.95 y = 18.39ln (x) – 26.05 y = 18.80ln (x) – 27.48

Ekstrak etanol 30% Ekstrak etanol 70%

Nilai IC50 (ppm) 24.23 26.52 27.44 69.77 71.90 75.50 62.34 62.51 61.64

Rataan IC50 (ppm) 26.06±1.35 72.39±2.36

62.17±0.38

27

Lampiran 12 Hasil analisis statistic IC50 dengan selang kepercayaan 95% Faktor Dependent Variable: Konsentrasi Faktor Air Et anol 30% Et anol 70%

Mean 26.062 72.389 62.165

95% Conf idence Interv al Lower Bound Upper Bound 23.317 28.806 69.644 75.133 59.421 64.910

St d. Error 1.122 1.122 1.122

One-Sample Kol mogo ro v-Smir no v Test

N Normal Paramet ers a,b Most Extreme Dif f erences

Mean St d. Dev iation Absolute Positiv e Negativ e

Kolmogorov -Smirnov Z Asy mp. Sig. (2-tailed)

Residual f or Konsentrasi 9 .0000 1.68233 .171 .171 -.155 .514 .954

a. Test distribution is Normal. b. Calculated f rom data.

Lampiran 13 Hasil analisis statistic IC50 dengan ANOVA ANOVA Konsentrasi

Between Groups Within Groups Total

Sum of Squares 3554.186 22.642 3576.828

df 2 6 8

Mean Square 1777.093 3.774

F 470.919

Sig. .000

H0 : perlakuan tidak berpengaruh terhadap IC50 H1 : perlakuan berpengaruh terhadap nilai IC50 Karena sig kurang dari alpha 5% maka tolak H0 artinya perlakuan berpengaruh terhadap nilai IC50

28

Lampiran 14 Hasil Uji Duncan IC50dengan selang kepercayaan 95% Konsen trasi Duncan

a

Perlakuan Air Etanol 70% Etanol 30% Sig.

N 3 3 3

Subset f or alpha = .05 1 2 3 26.061627 62.165200 72.388700 1.000 1.000 1.000

Means f or groups in homogeneous subsets are display ed. a. Uses Harm onic Mean Sample Size = 3.000.

29

Lampiran 15 Uji sitotoksisitas potensi hayati Telur udang diteteskan dalam media air laut selama 24 jam

10 ekor larva udang diambil dan dimasukkan dalam plate uji

0.02 gram sampel dari masing-masing ekstrak di encerkan dengan 10 mL air laut

sampel dengan konsentrasi 1000 ppm, 500 ppm, 100 ppm, dan 10 ppm

Di tambahkan larutan sampel yang akan diuji masing-masing sebanyak 100 μL.

Diinkubasi selama 24 jam dan dihitung jumlah udang yang mati

Hitung % kematian larva pada masing-masing sumur

30

Lampiran 16 Hasil perhitungan analisis probit Sampel Ekstrak air

Ekstrak etanol 30%

Ekstrak 70%

Ulangan 1 2 3 % kematian 1

1000 8 7 7 73.3 8

Konsentrasi 500 5 4 5 46.66 4

100 2 1 1 13.3 3

10 1 0 0 3.33 0

LC50

2 3 % kematian 1 2 3 % kematian

6 7 70 7 8 4 63.3

4 4 40 3 4 2 30

2 3 26.67 2 2 1 16.67

1 0 3.33 0 1 0 3.33

473.26

486.78

618.55