POTENSI TUMBUHAN BERGUNA DI TAMAN HUTAN RAYA R

Download corniculata) yang dapat menyembuhkan penyakit kulit, sariawan, bau mulut, sakit mata, dan sakit perut. Cara penggunaan spesies ini untuk me...

0 downloads 375 Views 2MB Size
POTENSI TUMBUHAN BERGUNA DI TAMAN HUTAN RAYA R. SOERJO KOTA BATU, JAWA TIMUR

RISA AGUSTINA DEWI ARDIANI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

POTENSI TUMBUHAN BERGUNA DI TAMAN HUTAN RAYA R. SOERJO KOTA BATU, JAWA TIMUR

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

RISA AGUSTINA DEWI ARDIANI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

RINGKASAN

RISA AGUSTINA DEWI ARDIANI. Potensi Tumbuhan Berguna di Taman Hutan Raya R. Soerjo, Kota Batu, Jawa Timur. Dibimbing oleh AGUS HIKMAT dan ERVIZAL A. M. ZUHUD. Fungsi dari taman hutan raya menurut Undang-undang No. 5 tahun 1990 adalah sebagai koleksi tumbuhan. Namun, kawasan Taman hutan raya (Tahura) R. Soerjo telah mengalami gangguan yaitu akibat dari pembukaan industri dan perluasan lahan pertanian. Apabila hal ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama maka akan berdampak terhadap hilangnya/punahnya spesies tumbuhan. Keinginan untuk mengkonservasi kawasan Tahura R. Soerjo akan semakin meningkat apabila diketahui manfaat/kegunaan dari spesies-spesies tumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data mengenai komposisi dan keanekaragaman spesies tumbuhan serta potensi tumbuhan berguna yang terdapat di dalam kawasan Tahura R. Soerjo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2011. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis vegetasi, pembuatan herbarium dan kajian pustaka. Pustaka yang digunakan dalam mengidentifikasi spesies tumbuhan berguna antara lain Heyne (1987); Lemmens dan Soetjipto (1999). Berdasarkan hasil analisis vegetasi diperoleh 50 spesies dari 39 famili. Habitus yang paling banyak ditemukan yaitu berupa pohon dengan famili yang mendominasi adalah Euphorbiaceae. Dominansi vegetasi pada tingkat pohon, tiang, pancang, semai dan tumbuhan bawah secara berurutan adalah pasang (Quercus sundaica) dampul (Ficus lepicarpa) kopian (Glochidion macrocarpum) kopian (Glochidion macrocarpum) dan remejun (Euphatorium riparium) dengan Indeks Nilai Penting (INP) untuk masing-masing spesies 78,86%; 42,65%; 34,3%; 51,4%;dan 74,91%. Kemerataan individu spesies (E) pada tingkat pohon sebesar 0,809; tiang 0,873; pancang 0,899; semai 0,829; dan tumbuhan bawah 0,683. Selanjutnya, keanekaragaman spesies (H’) yang terdapat di Tahura R. Soerjo yaitu pada tingkat pohon 2,5; tiang 2,7; pancang dan semai sebesar 2,6; dan tumbuhan bawah 2,2. Dari seluruh spesies yang teridentifikasi 37 spesies (74%) dari 28 famili yang diketahui kegunaannya yaitu dikelompokkan ke dalam 9 kegunaan yaitu tumbuhan obat (16 spesies); tumbuhan pangan (14 spesies); bahan bangunan (15 spesies); tali, anyaman, dan kerajinan (2 spesies); pewarna dan tanin (4 spesies); pestisida nabati (3 spesies); pakan ternak (6 spesies); tumbuhan hias (4 spesies); kayu bakar (2 spesies). Kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies di Tahura R. Soerjo tergolong sedang. Sedangkan, kemerataan individu spesies pada tingkat pancang lebih merata dibandingkan tingkat tumbuhan lainnya. Spesies tumbuhan berguna yang paling banyak ditemukan adalah untuk tumbuhan obat (16 spesies). Kata kunci : Taman hutan raya R. Soerjo, tumbuhan berguna, potensi tumbuhan.

SUMMARY

RISA AGUSTINA DEWI ARDIANI. Potential of Useful Plants in R. Soerjo Grand Forest Park, Batu City, East Java. Under supervision of AGUS HIKMAT and ERVIZAL A. M. ZUHUD Function of the grand forest park under the Law number 5 of 1990 about collection of plants. However, the Grand Forest Park (Tahura) R. Soerjo interferenced by open area for industry and expansion of agricultural land. If this takes place in the long term it will have an impact on the loss / extinction of plant species. The desire to conserve the region Tahura R. Soerjo will increase if knew uses of plant species. This research aims to identify the plant species composition and diversity of useful plants as well as the potential contained in the Tahura R. Soerjo. This research was conducted in September 2011. The data collections and analysis of useful plants was conducted by analyzing the vegetations and study literature. The identification of useful plants in Tahura R. Soerjo used reference from Heyne (1987); Lemmens and Soetjipto (1999). The number of analyzed vegetation species identified comprises of 50 species from 39 families. Habitus was the most commonly found form trees and dominant families was the Euphorbiaceae. Dominance of vegetation on the trees, poles, saplings, seedlings and ground plants in order were pasang (Quercus sundaica); dampul (Ficus lepicarpa); kopian (Glochidion macrocarpum); kopian (Glochidion macrocarpum); and remejun (Euphatorium riparium) with important value index (Indeks Nilai Penting) for each species of 78,86%; 42,65%; 34,3%; 51,4%; and 74,91%. Individual species evenness (E) at the tree level of 0,809; pole 0,873; saplings 0,899; 0,829 seedlings; and ground plants 0,683. Furthermore, species diversity (H’) contained in Tahura R. Soerjo classified as being at the level of the tree that is 2,5; pole 2,7; saplings and seedlings of 2,6; and ground plants 2,2. According to vegetation analyzed, it was found that 37 species (74%) of 28 families was grouped into 9 useful: medicinal plants (16 species); food plants (14 species), building materials (15 species); rope, wicker, and crafts (2 species); dyes and tannins (4 species); pesticide plant (3 species), fodder (6 species), ornamental plants (4 species), firewood (2 species). Conclusion of the research showed that species diversity in Tahura R. Soerjo was classified as medium with a relatively high value of 2,7 at the pole. Meanwhile, species evenness at saplings is more evenly distributed than the other plants. The useful of the plant were found for medicinal plants (16 species).

Key words: Grand Forest Park R. Soerjo, useful plants, potential vegetation.

PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Potensi Tumbuhan Berguna di Taman Hutan Raya R. Soerjo Kota batu, Jawa Timur” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan ataupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Bogor, Maret 2012

Risa Agustina Dewi Ardiani NIM. E34070079

Judul Skripsi

: Potensi Tumbuhan Berguna di Taman Hutan Raya R. Soerjo, Kota Batu, Jawa Timur

Nama

: Risa Agustina Dewi Ardiani

NIM

: E34070079

Menyetujui:

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. Ir. Agus Hikmat, MSc.F

Prof. Dr. Ir. Ervizal AM Zuhud,MS.

NIP. 196209181989031002

NIP. 195906181985031003

Mengetahui: Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP 19580915 198403 1 003

Tanggal Lulus:

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, Alhamdulillahirabbilla’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan lancar. Skripsi yang berjudul “Potensi Tumbuhan Berguna di Taman Hutan Raya R. Soerjo, Kota Batu, Jawa Timur” disusun sebagai suatu syarat untuk memperoleh gelar sarjana bidang kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk menginventarisasi potensi tumbuhan yang mempunyai berbagai macam kegunaan. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi UPT. Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soerjo dalam pengelolaan, pengembangan, pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam hayati khususnya tumbuhan yang berguna bagi kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan Tahura R. Soerjo. Sehingga masyarakat dapat menyadari pentingnya keberadaan kawasan Tahura R. Soerjo dan bersama dengan petugas menjaga sumberdaya alam yang ada di dalamnya supaya tetap terjaga dengan baik. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait terutama kepada UPT. Tahura R. Soerjo, Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Timur dan masyarakat. Penulis mengharapkan saran-saran dan petunjuk serta kritik yang membangun. Terima kasih atas bantuan dan dukungan dari semua pihak.

Bogor, Maret 2012

Risa Agustina Dewi Ardiani

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Malang, Jawa Timur pada tanggal 7 Agustus 1989, sebagai puteri pertama dari empat bersaudara dari orangtua yang bernama Bapak Narto dan Ibu Sumaksih. Penulis memulai pendidikan pada tahun 1993 di Taman Kanak-Kanak Dharma Wanita Sukopuro, tahun 1995 masuk Sekolah Dasar Negeri I Sukopuro dan lulus tahun 2001.Memasuki usia remaja, penulis melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pakis pada tahun 2001 dan lulus tahun 2004. Penulis melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tumpang pada tahun 2004 dan lulus tahun 2007. Pada tahun 2007, penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Ujian Seleksi Mahasiswa (USMI) pada Fakultas Kehutanan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Selama studi di Fakultas Kehutanan IPB, penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan ekosistem Hutan (P2EH) di CA Gunung Sawal dan CA Pangandaran pada tahun 2009. Penulis juga mengikuti Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) pada tahun 2010. Setelah itu, penulis juga mengikuti Praktek kerja lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Meru Betiri, Banyuwangi pada tahun 2011. Penulis mengikuti kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan (HIMAKOVA) periode 2008 – 2011 sebagai anggota dari Kelompok Pemerhati Herpetofauna (KPH). Pada periode 2009-2010 menjadi anggota biro kesekretariatan HIMAKOVA. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi yang berjudul “Potensi Tumbuhan Berguna di Taman Hutan Raya R. Soerjo, Kota Batu, Jawa Timur”, dibimbing oleh Dr. Ir. Agus Hikmat, MSc.F dan Prof. Dr. Ir. Ervizal A M Zuhud, MSc.

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirobbill’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas izin dan segala kemudahan yang diberikan-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Selain itu, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Agus Hikmat, MSc.F dan Bapak Prof. Dr. Ir. Ervizal A M Zuhud, MSc. atas segala bimbingan, arahan, waktu, kesabaran, dan saran yang telah diberikan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Ir. Edhi Sandra, M.Si, selaku ketua sidang dan Ibu Anne Carolina, S.Si, M.Si, selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan pada siding komprehensif penulis. 3. Kepala UPT Tahura R. Soerjo yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian. 4. Bapak Wanoto dan Bapak Gunadi yang telah membantu dan membimbing penulis selama di lapangan. 5. Bapak dan Ibu Dosen Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan ilmu pengetahuan, pengajaran, dan bimbingan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di IPB. 6. Ibu dan Bapak yang sangat saya sayangi, atas segala doa, kasih sayang, kesabaran, semangat serta segala dukungan, pengorbanan dan bantuannya. 7. Mas Bayu Candra Prasetio yang saya sayangi atas segala dukungan dan perhatian kepada penulis. 8. Teman-teman yang selama ini telah mendukung penulis (Mettha, Opie, Muti, Rahmi, Woro, Asih dan Neneng). 9. Teman-teman yang ada di Wisma Blobo (Ticul, Nenek, Hence, Rysda, dan Mba Tinul, Mba Nano) yang memberikan bantuan dan dukungan. 10. Teman-teman KSHE 44 “KOAK” yang selama mengalami susah dan senang selama melakukan kuliah. 11. Keluarga besar Himakova yang telah berbagi ilmu dan pengalaman hidup. 12. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................

i

DAFTAR ISI ...............................................................................................

ii

DAFTAR TABEL .......................................................................................

iv

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................

v

DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................

vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..........................................................................

1

1.2 Tujuan.......................................................................................

2

1.3 Manfaat .....................................................................................

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taman Hutan Raya ...................................................................

3

2.2 Tumbuhan Berguna ..................................................................

4

2.2.1 Tumbuhan obat ..............................................................

4

2.2.2 Tumbuhan hias ...............................................................

5

2.2.3 Tumbuhan penghasil pangan ...........................................

6

2.2.4 Tumbuhan aromatik ........................................................

6

2.2.5 Tumbuhan penghasil kayu bakar .....................................

7

2.2.6 Tumbuhan penghasil bahan bangunan .............................

7

2.2.7 Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan ..........

8

2.2.8 Tumbuhan penghasil bahan pewarna dan tanin ................

8

2.2.9 Tumbuhan untuk ritual pestisida nabati ...........................

9

2.2.10 Tumbuhan penghasil pakan ternak ................................

10

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu .....................................................................

12

3.2 Bahan dan Alat .........................................................................

12

3.3 Jenis Data .................................................................................

13

3.4 Metode pengumpulan data ........................................................

13

3.4.1 Data yang dikumpulkan ...................................................

13

3.4.2 Analisis Data ...................................................................

16

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Sejarah dan Dasar Hukum ........................................................

19

4.2 Keadaan Fisik kawasan.............................................................

19

4.2.1 Letak dan luas kawasan ...................................................

19

4.2.2 Topografi .........................................................................

20

4.2.3 Iklim ...............................................................................

20

4.2.4 Hidrologi ........................................................................

20

4.3 Aksesibilitas .............................................................................

21

4.4 Keadaan Biologi ........................................................................

21

4.5 Keadaan Sosial Budaya Masyarakat ..........................................

22

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Vegetasi di Tahura R. Soerjo ..................................

23

5.1.1 Komposisi famili..............................................................

23

5.1.2 Komposisi spesies ............................................................

24

5.1.3 Komposisi habitus ............................................................

25

5.1.4 Dominansi vegetasi ..........................................................

25

5.1.5 Keanekaragaman spesies ..................................................

28

5.1.6 Kemerataan spesies ..........................................................

31

5.2 Potensi Tumbuhan Berguna .......................................................

32

5.2.1 Tumbuhan obat ................................................................

32

5.2.2 Tumbuhan penghasil bahan pangan ..................................

37

5.2.3 Tumbuhan penghasil bahan bangunan ..............................

39

5.2.4 Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan............

41

5.2.5 Tumbuhan penghasil bahan pewarna dan tanin .................

42

5.2.6 Tumbuhan penghasil pestisida nabati ...............................

43

5.2.7 Tumbuhan penghasil pakan ternak ...................................

45

5.2.8 Tumbuhan hias.................................................................

46

5.2.7 Tumbuhan penghasil kayu bakar ......................................

46

5.3 Rekomendasi Kepada Pengelola Tahura R. Soerjo .....................

47

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN......................................................

49

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

50

DAFTAR TABEL

No.

Halaman

1. Komposisi spesies…………………………………...…………………

21

2. Nilai INP tertinggi pada masing-masing tingkat tumbuhan………………………..…………………………………........

26

3. Nilai INP tertinggi tingkat tumbuhan bawah…………………………....

28

4. Hasil rekapitulasi kelompok kegunaan……..…………………………. ..

32

5. Daftar spesies tumbuhan berguna sebagai obat..………………………..

33

6. Daftar spesies tumbuhan penghasil pangan………….……………….....

37

7. Daftar spesies tumbuhan penghasil bahan bangunan..……………….....

40

DAFTAR GAMBAR

No.

Halaman

1. Peta kawasan hutan di Provinsi Jawa Timur dan lokasi Tahura R. Soerjo…………………..…………………………………………………

14

2. Desain plot contoh dalam analisis vegetasi dengan menggunakan metode kombinasi jalur berpetak ..........................................................................

15

3. Komposisi famili......................................................................................

23

4. Komposisi habitus ...................................................................................

25

5. Keanekaragaman spesies ..........................................................................

29

6. Kemerataan spesies ..................................................................................

31

7. Spesies tumbuhan obat .............................................................................

36

8. Spesies tumbuhan penghasil bahan pangan ..............................................

39

9. Spesies tumbuhan penghasil bahan bangunan ...........................................

41

10. Spesies tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan.......................

42

11. Spesies tumbuhan penghasil pestisida nabati ..........................................

44

12. Spesies tumbuhan penghasil pakan ternak .............................................

46

13. Spesies tumbuhan hias ...........................................................................

46

14. Codo (Elaeagnus latifolia ) ...................................................................

47

DAFTAR LAMPIRAN

No

Halaman

1. Daftar spesies tumbuhan di TAHURA R. Soerjo ......................................

56

2. Daftar nilai INP tingkat pohon .................................................................

59

3. Daftar nilai INP tingkat tiang ...................................................................

60

4. Daftar nilai INP tingkat pancang ..............................................................

61

5. Daftar nilai INP tingkat semai ..................................................................

62

6. Daftar nilai INP tingkat tumbuhan bawah ..............................................

63

7. Daftar spesies tumbuhan berdasarkan famili .............................................

65

8. Kelompok kegunaan tumbuhan di TAHURA R. Soerjo ............................

67

9. Daftar spesies tumbuhan berguna sebagai obat .........................................

70

10. Daftar spesies tumbuhan penghasil pangan .............................................

71

11. Daftar spesies tumbuhan penghasil bahan bangunan ...............................

72

2

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan pelestarian alam terdiri dari taman nasional, taman wisata alam, dan taman hutan raya. Pengertian dari taman hutan raya sendiri yaitu kawasan pelestarian alam yang tujuan utamanya adalah untuk koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami ataupun buatan, jenis asli atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi (Undang-Undang No. 5 tahun 1990). Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soerjo adalah kawasan pelestarian alam yang terletak di lima wilayah yaitu Kab. Malang, Kota Batu, Kab. Jombang, Kab. Mojokerto, dan Kab. Pasuruan pada ketinggian kurang lebih 1600 m di atas permukaan laut. Pengelolaan Tahura R. Soerjo berada di bawah Balai Taman Hutan Raya milik Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur. Kawasan Tahura R. Soerjo perlu mendapatkan perhatian berkaitan dengan peningkatan kerusakan yang terjadi pada kawasan tersebut. Kerusakan lingkungan terjadi terutama di wilayah Kota Batu, hal ini merupakan dampak dari berbagai aktivitas masyarakat yang dilakukan di sekitar kawasan tahura seperti pembukaan industri dan perluasan lahan pertanian. Kondisi di sekeliling Tahura R. Soerjo juga sudah mulai berubah menjadi lahan hortikultura. Pembukaan areal hutan yang terus menerus dapat mempercepat laju air ke dalam tanah sehingga akan memperlemah daya rekat akar ke tanah. Selain itu, hal ini juga akan berdampak terhadap berkurangnya spesies-spesies tumbuhan tertentu. Apabila hal ini terjadi dalam waktu yang lama maka akan menimbulkan dampak yang sangat merugikan yaitu punahnya spesies tumbuhan terutama yang rentan terhadap gangguan yang terjadi di dalam kawasan Tahura R. Soerjo.

3

Salah satu fungsi dari Tahura R. Soerjo adalah sebagai koleksi tumbuhan. Jika terjadi kepunahan spesies tumbuhan yang ada di dalam kawasan taman hutan raya maka akan terjadi pergeseran fungsi dari taman hutan raya tersebut. Untuk mengantisipasi terjadinya kepunahan maka perlu dilakukan pemantauan secara berkala terhadap kondisi vegetasi di Tahura R. Soerjo. Keinginan untuk melestarikan kawasan tahura akan semakin tinggi jika diketahui manfaat atau kegunaan dari spesies-spesies tumbuhan yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, penelitian mengenai potensi tumbuhan berguna di Tahura R. Soerjo ini perlu dilakukan.

Diharapkan

spesies

tumbuhan

yang

teridentifikasi

memiliki

kegunaan/manfaat dan dapat dibudidayakan bersama-sama dengan masyarakat sehingga dapat memberikan manfaat dan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar kawasan Tahura R. Soerjo. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi secara ilmiah tentang : 1) Komposisi vegetasi dan keanekaragaman spesies tumbuhan yang ada di Tahura R. Soerjo. 2) Potensi tumbuhan berguna yang ada di Tahura R. Soerjo. 1.3 Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak pengelola dalam menyusun kebijakan pengelolaan dan program pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya alam hayati yang ada di dalam kawasan Tahura R. Soerjo khususnya tumbuhan berguna bagi kesejahteraan masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taman Hutan Raya Menurut

Undang-Undang

No.

5 tahun

1990

tentang

Konservasi

Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Taman Hutan Raya (Tahura) dikategorikan sebagai kawasan pelestarian alam. Pengertian kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan pelestarian alam dibagi menjadi tiga yaitu taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam. Tahura merupakan kawasan pelestarian alam yang tujuan utamanya adalah untuk koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami ataupun buatan, jenis asli atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi. Kawasan taman hutan raya dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Menurut Napitu (2007) kriteria penunjukkan dan penetapan suatu kawasan menjadi taman hutan raya adalah sebagai berikut : 1. Merupakan kawasan dengan ciri khas baik asli maupun buatan baik pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh ataupun kawasan yang ekosistemnya sudah berubah. 2. Memiliki keindahan alam atau gejala alam. 3. Mempunyai luasan yang cukup sehingga memungkinkan untuk pembangunan koleksi tumbuhan dan atau satwa baik jenis asli dan atau bukan asli. Beberapa kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan taman hutan raya adalah : 1) Merusak kekhasan potensi sebagai pembentuk ekosistem. 2) Merusak keindahan dan gejala alam. 3) Mengurangi luas kawasan yang telah ditentukan. 4) Melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana pengelolaan dan atau rencana pengusahaan yang telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang (Napitu 2007).

4

2.2 Tumbuhan Berguna Sumberdaya tumbuhan telah dimanfaatkan secara turun-temurun dalam suatu komunitas masyarakat. Menurut Purwanto dan Waluyo (1992) penggunaan tumbuhan dikelompokkan menjadi tumbuhan sebagai bahan sandang, pangan, bangunan, alat rumah tangga dan pertanian, tali-temali, anyaman, perlengkapan upacara adat, obat-obatan dan kosmetik, kegiatan sosial dan lain sebagainya.

2.2.1 Tumbuhan Obat Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu bahan untuk mengatasi masalah kesehatan. Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat berdasar pada pengalaman dan ketrampilan yang secara turun temurun telah diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Definisi tumbuhan obat menurut Departemen Kesehatan RI sebagaimana tercantum

dalam

Surat

Keputusan

Menteri

Kesehatan

No.

149/SK/Menkes/IV/1978 adalah sebagai berikut : 1) Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional atau jamu. 2) Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan pemula bahan baku obat (prokursor). 3) Tanaman atau bagian tanaman yang diekstraksi dan ekstrak tanaman tersebut digunakan sebagai obat. Menurut Zuhud et al. (1994) tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercaya mempunyai khasiat obat. Tumbuhan obat dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu : 1. Tumbuhan obat tradisional adalah spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercayai masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. 2. Tumbuhan obat modern adalah spesies tumbuhan obat yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis.

5

3. Tumbuhan obat potensial adalah spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat tetapi belum dibuktikan secara ilmiah medis atau penggunaannya sebagai bahan obat tradisional sulit ditelusuri. Tumbuhan obat tidak hanya dikonsumsi oleh manusia tetapi juga dikonsumsikan kepada satwa yang ada di penangkaran. Hal ini dikarenakan khasiat tumbuhan obat yang telah lama dikenal oleh manusia karena memiliki banyak khasiat sehingga tumbuhan obat diyakini dapat juga digunakan sebagai aditif pakan alami multi fungsi untuk satwa di penangkaran (Ulfah 2006). Penggunaan obat tradisional (tumbuhan obat) secara umum dinilai lebih aman daripada penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat modern (Sari 2006). Menurut Sitepu & Sutigno (2001) tanaman obat mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat, baik sebagai sumber mata pencaharian dan pendapatan petani sekitar hutan maupun sebagai peluang yang menjanjikan bagi petani mulai dari pra sampai pasca budidaya. Keuntungan majemuk yang dihasilkan oleh pengembangan tanaman obat dalam pengembangan hutan tanaman meliputi : (1) Keberhasilan pengelolaan hutan tanaman melalui penyediaan sumber pendapatan yang berkelanjutan. (2) Penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat yang bekerja pada bidang pertanian, industri rumah tangga/kecil atau menengah, perdagangan. (3) Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan. (4) Peningkatan pendapatan asli daerah. (5) Pengembangan usaha regional.

2.2.2 Tumbuhan hias Tanaman hias adalah tanaman yang memiliki karakteristik morfologi bernilai estetika dan eksotik terdiri atas tanaman anggrek, tanaman penghasil bunga, tanaman hias berdaun, dan tanaman hias perdu dan pohon. Penggolongan tanaman hias terdiri empat bagian yaitu berdasarkan umur, struktur batang, penggunaan dan penempatan. Tanaman hias berdasarkan umur dibagi menjadi

6

tanaman semusim, dua musim, dan tahunan. Berdasarkan struktur batang tanaman hias terdiri dari tanaman berbatang basah, berbatang keras, dan berbatang merambat. Penggolongan tanaman hias berdasarkan penggunaan terdiri dari tanaman hias potong, pot, dan tanaman. Penggolongan terakhir yaitu tanaman hias berdasarkan penempatan terdiri dari indoor dan outdoor (Rukmana 1997 diacu dalam Susiarti et al. 2000).

2.2.3 Tumbuhan penghasil pangan Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, selain sandang dan papan. Ada dua macam bahan pangan, yaitu bahan pangan hewani dan nabati (tumbuh-tumbuhan). Bahan pangan nabati ada yang berasal dari tumbuhan rendah dan tumbuhan tingkat tinggi. Bahan pangan yang berasal dari tumbuhan tingkat tinggi dapat diperoleh dari hasil hutan yang berupa buah-buahan,dedaunan, dan biji-bijian (Sunarti et al. 2007). Pangan merupakan kebutuhan utama untuk manusia. Sebagian besar bahan pangan berasal dari tumbuh-tumbuhan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tumbuhan pangan adalah segala sesuatu yang tumbuh, hidup, berbatang, berakar, berdaun, dan dapat dimakan atau dikonsumsi oleh manusia (jika dapat dikonsumsi oleh ternak maka disebut sebagai pakan.

2.2.4 Tumbuhan aromatik Tumbuhan aromatik disebut juga sebagai tumbuhan penghasil minyak atsiri. Minyak atsiri merupakan campuran kompleks dari senyawa alkohol yang mudah menguap (volatile), dan dihasilkan sebagai metabolit sekunder pada tumbuhan. Minyak atsiri biasanya menentukan aroma khas tanaman. Minyak atsiri yang dihasilkan dari tanaman aromatik merupakan komoditas ekspor non migas yang dibutuhkan di berbagai industri seperti dalam industri parfum, kosmetika, industri farmasi/obat-obatan,

industri

makanan dan

minuman.

Di dalam dunia

perdagangan, komoditas ini dipandang punya peran strategis dalam menghasilkan produk primer maupun sekunder, baik untuk kebutuhan domestik maupun ekspor (Sukamto 2009). Hampir seluruh tumbuhan aromatik yang tumbuh di Indonesia sudah dikenal oleh masyarakat. Beberapa diantaranya merupakan tumbuhan yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari seperti minyak

7

gondopuro, minyak daun cengkeh, minyak adas, minyak kayu lawang, vanili, dan kurkumin (Matsjeh 2004). Menurut Praptiwi et al. (2002) minyak atsiri mempunyai berbagai manfaat dalam kehidupan sehari-hari antara lain sebagai bahan aromatherapi, bahan flavouring, kosmetika, dan obat-obatan. Minyak atsiri dari satu tumbuhan memilliki aroma yang berbeda dengan minyak atsiri dari tumbuhan lain karena setiap minyak atsiri memiliki komponen kimia yang berbeda (Agusta 2000 diacu dalam Praptiwi et al. 2002).

2.2.5 Tumbuhan penghasil kayu bakar Kayu bakar merupakan sumber energy yang masih digunakan sampai saat ini terutama di kawasan pedesaan dan daerah pedalaman. Pada dasarnya semua tumbuhan berkayu atau berbentuk pohon dapat dijadikan sebagai kayu bakar. Kayu bakar merupakan sumber energi yang mudah diperoleh, murah dan mudah terjangkau oleh masyarakat kalangan ekonomi lemah serta merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharui (Setyowati 2005). Menurut Nasendi (1978) yang diacu dalam Sylviani dan Widiarti (2001) menyebutkan bahwa jenis-jenis tanaman kayu bakar harus memenuhi persyaratan antara lain: 1. Jenis yang mempunyai daur pendek. 2. Mudah untuk tumbuh. 3. Dapat ditanam disembarang lokasi. 4. Mempunyai manfaat ganda.

2.2.6 Tumbuhan penghasil bahan bangunan Di dalam masyarakat adat yang pada umumnya masih menggantungkan kehidupan sehari-harinya dari hutan memanfaatkan tumbuhan penghasil bahan bangunan sebagai bahan untuk membangun rumah. Menurut Kartikawati (2004) masyarakat suku Dayak Meratus menggunakan bahan bangunan utama yang berasal dari pohon-pohon di hutan, rotan, dan bambu. Spesies pohon yang biasanya digunakan adalah sengon (Paraserienthes falcataria), jati (Tectona grandis), ulin (Eusideroxylin zwageri) dan lain sebagainya.

8

2.2.7 Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan Anyaman telah dikenal oleh nenek moyang kita dulu. Hal tersebut dimulai oleh nenek moyang kita dengan membuat keranjang yang digunakan untuk membawa barang-barang. Selanjutnya, nenek moyang kita mulai membuat alat penutup tubuh mereka. Hal ini masih terdapat pada beberapa suku yang ada di Indonesia contohnya yaitu suku di Irian jaya yang membuat baju wanita dari sejenis teki-tekian yang dianyam. Di Indonesia cukup banyak tersedia keanekaragaman tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk industri kerajinan, antara lain anyaman. Ciri tumbuhan yang biasanya digunakan sebagai bahan anyaman adalah yang memiliki serat panjang dan kuat (Rahayu et al. 2008).

2.2.8 Tumbuhan penghasil bahan pewarna dan tanin Sebelum kita mengenal pewarna sintetis dari bahan kimia, manusia pada zaman dahulu telah mengenal berbagai jenis tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pewarna. Tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan pewarna alami antara lain kunyit (Curcuma domestica), daun suji, dan lain sebagainya. Menurut Hidayat dan Saati (2006) sejumlah tanaman mempunyai kemampuan untuk menghasilkan pigmen dalam jumlah yang tinggi. Tanaman-tanaman tersebut diantaranya adalah bunga mawar, bunga kana, bunga gladiol, kunyit, ubi jalar, dan kayu secang. Menurut Pitojo dan Zumiati (2009) pewarna nabati adalah pewarna alami yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan atau tanaman. Secara teknis pewarna nabati dapat diperoleh dengan cara yaitu ekstraksi, fermentasi, perebusan, atau melalui perlakuan kimiawi. Pewarna alami dapat diperoleh dengan cara yang sederhana yaitu melalui ekstraksi (pelarutan pewarna dengan air dingin atau melalui perebusan). Namun, cara tersebut hanya dapat dilakukan pada pewarna nabati yang mudah larut dalam air. Adapan kekurangan dalam penggunaan pewarna nabati yaitu: 1. Bahan baku pewarna berjumlah banyak Untuk mendapatkan pewarna nabati dalam jumlah yang relatif banyak, maka diperlukan bahan baku yang banyak. Cara ekstraksi yang sederhana

9

memberikan hasil yang kuranng maksimal karena pewarna alami di dalam bahan tidak dapat terekstraksi secara keseluruhan. 2. Hasil biasanya tidak eksak Penggunaan pewarna alami sebagai bahan pewarna tidak dapat memberikan hasil warna yang secara pasti. Dapat dikatakan hasil dari penggunaan pewarna alami akan sangat beragam atau tidak konsisten. 3. Peka terhadap pemanasan Perlakuan pemanasan (pengeringan atau perebusan) pada bahan makanan dapat mengubah sifat fisika dan kimia dari bahan makanan. Perubahan-perubahan tersebut dapat mempengaruhi warna bahan makanan yang sedang diolah. 4. Peka terhadap keasaman larutan Terdapat beberapa zat pewarna nabati yang dapat terpengaruh oleh kondisi keasaman larutan. Misalnya, yaitu karotenoid yang dapat memberikan warna yang berbeda pada berbagai tingkat keasaman. 5. Kurang ekonomis Pewarna nabati jika dinilai dengan satuan harga mempunyai harga yang lebih mahal dibandingkan dengan pewarna sintetis. Namun, bahan pewarna alami tersedia di lingkungan sekitar kita atau dapat diperoleh dengan mudah. Tanin nabati merupakan bahan dari tumbuhan, memiliki rasa yang pahit dan kelat, seringkali tanin berasal dari ekstrak pepagan atau bagian lain terutama daun, buah dan puru (galls). Tanin nabati dapat digunakan untuk proses penyamakan dengan cara pengunaan langsung atau dipekatkan dengan cara mengekstrak kembali bahan taninnya (Lemmens & Soetjipto 1999).

2.2.9 Tumbuhan penghasil pestisida nabati Pestisida nabati adalah pestisida yang menggunakan senyawa sekunder tanaman sebagai bahan bakunya. Beberapa senyawa sekunder tanaman yang telah berhasil diidentifikasi adalah eugenol, azadirachtin, geraniol, sitronelol, dan tanin. Senyawa ini mampu mengendalikan berbagai jenis hama dan penyakit tanaman sehingga berpotensi untuk dikembangkan (Wiratno 2010). Menurut Sudarmo (2005) pestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tanaman atau tumbuhan. Penggunaan pestisida nabati dapat

10

mengurangi pencemaran lingkungan dan memiliki harga yang realtif lebih murah dan aman jika dibandingkan dengan pestisida kimia. Pembuatan pestisida nabati dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi tinggi dan dikerjakan dalam skala industri. Namun, dapat dijuga dibuat dengan cara yang sederhana dapat berupa larutan hasil perasan, rendaman, ekstrak, dan rebusan bagian tumbuhan atau tanaman. Bahan pembuatan pestisida nabati dapat berasal dari bagian tumbuhan seperti akar, umbi, batang, daun, biji dan buah. Contoh tanaman yang yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati adalah pacar cina (Aglaia odorata), tembakau (Nicotiana tabacum), sirsak (Annona glabra), dan jarak (Ricinus communis). Pestisida nabati bekerja sangat spesisfik yaitu (1) merusak perkembangan telur, karva dan pupa, (2) menghambat pergantian kulit, (3) menganggu komunikasi serangga, (4) menyebabkan serangga menolak makanan, (5) menghambat reproduksi serangga betina, (6) mengurangi nafsu makan, (7) memblokir kemampuan makan serangga, (8) mengusir serangga, (9) menghambat patogen penyakit (Sudarmo 2005). Sejak tahun 1950 penggunaan insektisida nabati tergeser oleh insektisida sintetik. Alasan yang mendasari antara lain insektisida sintetis lebih efektif dan biaya produksinya lebih rendah dibandingkan dengan insektisida alami. Faktor yang lain yaitu insektisida sintetis mudah didapat, praktis aplikasiannya, tidak perlu membuat sediaan sendiri, tersedia dalam jumlah banyak dan tidak perlu membudidayakan sendiri tanaman penghasil insektisida (Kardinan 2002).

2.2.10 Tumbuhan penghasil pakan ternak Menurut Tillman et al. (1989) diacu di dalam Syamsu (2006) pakan atau makanan ternak dalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan digunakan oleh ternak. Simbaya (2002) diacu di dalam Syamsu (2006) membagi sumberdaya pakan ternak ke dalam empat golongan yaitu hijauan (forages), limbah pertanian, limbah industri pertanian, dan pakan non konvensional. Forages adalah semua jenis hijaun pakan, baik yang sengaja ditanam ataupun yang tidak. Di dalamnya termasuk rumput dan leguminosa, baik leguminosa menjalar, perdu maupun pohon. Sedangkan menurut Hartadi et al. (1993) diacu di dalam Syamsu (2006)

11

mengemukakan bahwa hijauan pakan adalah bagian tanaman terutama rumput dan leguminosa yang dipergunakan sebagai pakan ternak.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 s.d 20 September 2011 di Taman hutan raya R. Soerjo yang terletak di Kota Batu, Provinsi Jawa Timur (Gambar 1). Akses untuk menuju ke lokasi Tahura R. Soerjo dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan motor roda dua maupun kendaraan roda empat atau lebih dari kota/kabupaten malang kemudian ke kota batu yang selanjutnya menuju ke Desa Sumber brantas. Jarak yang ditempuh dari kota/kab. Malang menuju ke lokasi Tahura R. Soerjo ± 38 km. 3.2

Bahan dan Alat Penelitian Kegiatan penelitian ini menggunakan bahan dan alat yaitu :

1.

Kamera : digunakan untuk dokumentasi penelitian seperti foto spesies-spesies tumbuhan yang ada di lokasi penelitian.

2.

Kertas koran : alat untuk membungkus spesies tumbuhan yang akan dibuat herbariumnya.

3.

Kantong plastik : alat untuk membungkus spesies herbarium yang sebelumnya telah di bungkus menggunakan koran koran.

4.

Tally sheet : daftar data yang akan dicari pada saat dilakukan penelitian/pengambilan data.

5.

Meteran gulung : alat yang digunakan untuk mengukur tali tambang

6.

Haga : alat yang digunakan untuk mengukur tinggi pohon.

7.

Kompas : alat yang digunakan untuk menentukan arah jalur dibuatnya petak/plot penilitian.

8.

Tali tambang : alat yang digunakan untuk membuat jalur dan plot penelitian.

9.

Meteran jahit : alat yang digunakan untuk mengukur keliling batang pohon yang berada di dalam plot penelitian.

10. Label gantung : alat yang digunakan untuk memberikan label pada spesies tumbuhan yang akan dibuat herbarium.

13

11. Gunting : alat yang digunakan untuk memotong spesies tumbuhan yang akan dijadikan herbarium. 12. Selotip dan double tip : alat yang digunakan untuk menempelkan tulisan berisi tanda batas antara plot-plot kecil yang berukuran 2m x 2m, 5 m x 5 m, 10 m x 10 m, dan 20 m x 20 m sehingga dapat mempermudah melihat batas antar plot pada saat dilakukan penelitian. 13. Alkohol 70% : digunakan untuk mengawetkan spesies tumbuhan yang akan dijadikan herbarium agar tidak cepat busuk atau rusak struktur tumbuhannya. 14. Alat tulis : digunakan untuk mencatat data-data yang berkaitan dengan penelitian. 15. Komputer beserta perlengkapannya : digunakan untuk mengolah data yang telah didapat dari penelitian dan digunakan untuk proses penyusunan skripsi.

3.3

Jenis Data yang Dikumpulkan Data yang dikumpulkan adalah potensi tumbuhan berguna yang ada di

Taman Hutan Raya R. Soerjo meliputi nama spesies lokal dan nama ilmiah, famili, habitus, dan kegunaan. Data pendukung yang dikumpulkan yaitu kondisi umum lokasi penelitian meliputi sejarah kawasan, letak dan luas, geologi dan tanah, topografi, iklim, vegetasi dan satwa.

3.4

Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data yang dikumpulkan 3.4.1.1 Komposisi dan keanekaragaman tumbuhan Kegiatan pengambilan data tumbuhan dilakukan dengan cara analisis vegetasi menggunakan metode kombinasi jalur dan garis berpetak. Ukuran jalur 20 m x 200 m sebanyak 10 buah dengan arah memotong garis kontur. Penentuan jalur dilakukan dengan cara systematic sampling yaitu penentuan jalur yang dilakukan secara sistematik dengan jarak antara jalur satu dengan yang lainnya sepanjang 100 m. Kemudian jalur dibagi menjadi petak ukur yang berukuran 20 m x 20 m (Gambar 2).

Tahura R. Soerjo

Sumber : http//www.dephut.go.id/index.php?q=id/node/1311

Gambar 1 Peta kawasan hutan di Provinsi Jawa Timur dan lokasi Taman hutan raya R. Soerjo.

14

15

20 m

c

d

b a a

d

b

10 m

c

Gambar 2 Desain plot contoh dalam analisis vegetasi dengan menggunakan metode kombinasi jalur berpetak. Data yang dikumpulkan meliputi nama spesies, jumlah individu setiap spesies untuk tingkat semai dan pancang sedangkan untuk tingkat tiang dan pohon yaitu nama spesies, jumlah individu, dan diameter batang. Tumbuhan dikatakan semai apabila tinggi < 1,5 m dan diameter < 3 cm dengan petak ukur 2 m x 2 m (a), tingkat pancang tinggi > 1,5 m dan diameter < 10 cm diukur dengan petak ukur berukuran 5 m x 5 m (b), tingkat tiang memiliki diameter 10 cm - < 20 cm diukur dengan petak ukur berukuran 10 m x 10 m (c), dan tingkat pohon memiliki diameter ≥ 20 cm diukur dengan petak ukur berukuran 20 m x 20 m (d). Ukuran petak untuk masing tingkat pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 1.

3.4.1.2 Pembuatan herbarium Herbarium adalah koleksi spesimen tumbuhan yang terdiri dari bagianbagian tumbuhan (ranting lengkap dengan daun, kuncup yang utuh, serta kalau ada bunga dan buahnya). Tujuan dibuatnya herbarium adalah untuk memudahkan identifikasi dari spesies yang belum dapat diketahui. Pembuatan herbarium dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Mengumpulkan contoh-contoh herbarium dengan panjang maksimal 40 cm. 2) Memberikan label pada spesimen herbarium tersebut. Label gantung berisi keterangan tentang nomor spesies, tanggal pengambilan, nama lokal, lokasi pengumpulan, dan nama pengumpul/kolektor.

16

3) Spesimen herbarium tersebut dimasukkan ke dalam kertas koran lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disemprot dengan menggunakan alkohol 70%. 4) Spesimen herbarium tersebut dibawa dan dikeringkan dengan menggunakan panas matahari. 5) Spesimen herbarium yang sudah kering diidentifikasi nama ilmiahnya oleh praktisi dari Herbarium Bogoriense yaitu Bapak Ismail.

3.4.1.3 Identifikasi spesies tumbuhan berguna Proses identifikasi spesies-spesies tumbuhan berguna dikerjakan dengan melakukan cek silang dengan berbagai literatur/buku, antara lain: Heyne (1987) dan Lemmens & Soetjipto (1999). Data-data yang dikumpulkan dari masingmasing spesies tumbuhan pada setiap lokasi meliputi : nama lokal, nama ilmiah, famili, kegunaan, dan bagian yang digunakan.

3.4.1.4 Kondisi umum kawasan Pengumpulan data berupa kondisi umum lokasi penelitian dilakukan dengan studi pustaka atau studi literatur. Kegiatan pengumpulan data dilakukan di kantor Balai Taman Hutan Raya R. Soerjo. Data yang dikumpulkan meliputi sejarah kawasan, letak dan luas, geologi dan tanah, topografi, iklim, vegetasi dan satwa.

3.4.2 Analisis Data 3.4.2.1 Indeks Nilai Penting (INP) Menurut Soerianegara dan Indrawan (1998) untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasi, maka pada masing-masing petak ukur dilakukan analisis kerapatan, frekuensi, dan dominansi untuk setiap jenis tumbuhan. Nilai INP (Indeks Nilai Penting) merupakan parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi/tingkat penguasaan (Mukrimin 2011). Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut : - Kerapatan (K) (Ind/ha) K=

Frekuensi (F) F=

17

-

Dominansi (D)

-

D= -

FR =

Kerapatan Relatif (KR)

-

KR = -

Frekuensi Relatif (FR )

Dominansi Relatif (DR)

DR=

Indeks Nilai Penting (INP) untuk tingkat pancang, semai, dan tumbuhan bawah adalah KR + FR Indeks Nilai Penting (INP) untuk tingkat tiang dan pohon adalah KR + FR + DR

3.4.2.2 Tingkat keanekaragaman spesies Menurut Odum (1998) diacu dalam Abdiyani (2008) untuk menghitung tingkat keanekaragaman spesies digunakan Shannon-wienner index ( H’ ) dengan persamaannya sebagai berikut : H' =

Keterangan :

dimana pi = ni / N

H’ N Ni

: Indeks keanekaragaman spesies : Total INP seluruh spesies : INP suatu spesies

3.4.3.3 Tingkat kemerataan Spesies Untuk menghitung tingkat kemerataan individu di dalam spesies digunakan indeks kemertaan spesies Evenness (E). Indeks kemerataan ini menunjukkan penyebaran individu di dalam spesies. Menurut Ludwig dan Reynolds (1988) indeks ini dapat dihitung dengan rumus : E=

Keterangan : E = Indeks kemerataan spesies H’= Indeks Shannon S = Jumlah Spesies

3.4.2.4 Persentase habitus

Habitus atau perawakan tumbuhan meliputi: pohon, liana, semak dan herba. Rumus yang digunakan dalam menghitung persentase habitus, yaitu sebagai berikut : Persentase habitus tertentu =

18

3.4.2.5 Persentase potensi tumbuhan berguna Potensi tumbuhan berguna dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Persentase potensi tumbuhan berguna =

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Sejarah dan Dasar Hukum Menurut UPT TAHURA R. Soerjo (2010) kawasan Taman Hutan Raya R. Soerjo ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 tahun 1992 dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 1128/Kpts-II/1992 dengan luas 25.000 ha. Taman Hutan Raya R. Soerjo terdiri dari Hutan Lindung Gunung Anjasmoro, Gunung Gede, Gunung Biru, dan Gunung Limas seluas 20.000 ha. Selain itu kawasan Tahura R. Soerjo juga terdiri dari kawasan Cagar Alam Arjuno Lalijiwo sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 250/Kpts/Um/5/1972 tanggal 25 Mei 1972 dengan luas 4.940 ha dan tanah kebun penelitian Universitas Brawijaya seluas 40 ha. Setelah ditetapkan sebagai kawasan taman hutan raya pada tahun 1992 maka dilakukan penataan batas ulang oleh kanwil kehutanan pada tahun 1997. Dilakukannya penataan ulang batas kawasan Tahura maka terjadi penambahan luas kawasan menjadi 27.868,30 ha. Rincian kawasan Tahura R. Soerjo setelah dilakukan penataan batas ulang adalah Kawasan Hutan Lindung 22.908,3 ha, dan kawasan Cagar Alam Arjuno Lalijiwo (PHPA) 4. 960 ha. Penataan batas tersebut juga telah ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 80/KptsII/2001 pada tanggal 15 Maret 2001. 4.2. Keadaan Fisik Kawasan 4.2.1. Letak dan luas kawasan Menurut UPT TAHURA R. Soerjo (2010) kawasan Taman Hutan Raya R. Soerjo secara geografis berada di 70 40’ 10’’- 70 49’ 31’’ LS dan 1120 22’ 13’’1120 46’ 30’’ BT. Kawasan Tahura R. Soerjo memiliki luas 27.868, 30 ha. Secara administratif kawasan Tahura R. Soerjo terletak di lima kabupaten yaitu Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Jombang dan Kota Batu. Untuk lebih jelasnya tersaji pada Gambar 1 mengenai peta provinsi jawa timur dan letak Taman Hutan Raya R. Soero. Batas-batas kawasan Tahura R. Soerjo secara administratif adalah sebagai berikut :

20



Batas sebelah barat

: Kawasan hutan Perum Perhutani KPH Malang dan KPH Jombang



Batas sebelah utara

: Kawasan Hutan Perum Perhutani KPH Pasuruan



Batas sebelah timur

: Kawasan Hutan Perum Perhutani KPH Pasuruan



Batas sebelah selatan

: Kawasan Hutan Perum Perhutani KPH Malang dan APL Kota Batu

4.2.2. Topografi Menurut UPT TAHURA R. Soerjo (2010) kawasan Taman Hutan Raya R. Soerjo merupakan sebuah dataran tinggi yang membentang dari barat ke timur dan selatan ke utara dengan konfigurasi topografi yang bervariasi yaitu antara datar, berbukit dan bergunung . Ketinggian kawasan Tahura R. Soerjo mulai dari 1000 – 3339 meter di atas permukaan laut.

4.2.3. Iklim Menurut klasifikasi iklim Schmid dan Ferguson Tahura R. Soerjo termasuk tipe iklim C dan D dengan curah hujan rata-rata 2.500 - 4.500 mm per tahun. Suhu udara di Taman Hutan Raya R. Soerjo berkisar antara 5 0C – 10 0C (UPT TAHURA R. Soerjo 2010).

4.2.4. Hidrologi Menurut UPT TAHURA R. Soerjo (2010) kawasan Taman Hutan Raya R. Soerjo termasuk dalam wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas. Terdapat beberapa sumber mata air di kawasan Taman hutan Raya R. Soerjo yaitu sumber mata air sungai brantas yang terletak di Gunung Anjasmoro (wilayah desa Sumber Brantas), sumber mata air yang terdapat di kompleks Gunung Arjuno (sumber mata air di pondok welirang dan di pondok lalijiwo), dan Sumber mata air panas cangar (Gunung Arjuno bagian barat). Terdapat tiga sumber air di sumber mata air panas cangar dan dua diantaranya telah dimanfaatkan sebagai tempat pemandian/tempat rekreasi.

21

4.3. Aksesibilitas Menurut UPT TAHURA R. Soerjo (2010) kawasan Taman Hutan Raya R. Soerjo dapat dicapai melalui beberapa alternatif, antara lain: 1.

Malang - Batu - Sumber Brantas, berjarak ± 38 km dan dapat dicapai dengan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi.

2. Mojokerto – Pacet, berjarak ± 30 km dan hanya dapat dicapai dengan kendaraan pribadi. 3. Surabaya - Pandaan - Priden – Tretes, berjarak ± 74 km dan dapat dicapai dengan kendaraan umum, lalu dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju Pondok Welirang, Padang rumput Lalijiwo terus ke Gunung Welirang selanjutnya turun ke lokasi dengan waktu perjalanan 14 jam. Kondisi jalan menuju lokasi sangat baik dengan kondisi aspal yang masih baik. Namun jalan tersebut pada saat hujan rawan longsor dan jalannya licin serta jalannya yang menanjak dan turunan.

4.4. Keadaan Biologi Menurut UPT TAHURA R. Soerjo (2010) di Tahura R. Soerjo terdapat tiga tipe vegetasi dengan kondisi yang masih baik yaitu : 1. Hutan alam cemara (Casuarina junghuhniana) pada ketinggian 1800 m dpl yang terdapat di gunung Arjuno lalijiwo 2. Padang rumput dengan luas 200 ha yang terdapat di bagian bawah pondok Welirang dengan dominasi tanaman jenis padi-padian dan kolonjono (Panicum repens) 3. Daerah hutan hujan tengah yang terdapat pada ketinggian 2000 – 2700 m dpl yang merupakan hutan campuran tiga tingkatan vegetasi yaitu pohon, semak dan tumbuhan bawah dengan dominasi jenis pasang (Quercus sp.), pohon nyampuh, Sumbung, dan gempur gunung. 4.

Jenis-jenis flora yang terdapat di taman hutan raya R. Soerjo berjumlah 136 jenis yang terdiri dari pohon dan tumbuhan bawah. Jenis pohon yang terdapat di Tahura R. Soerjo antara lain cemara gunung (Casuarina junghuhniana), kukrup (Engelhardia spicata), pasang (Quercus sundaicus), treteh (Ficus sp.), anggrung

(Trema

orientalis),

kebek

(Ficus

padana),

cemberit

22

(Tabernemontana

sphaercarpa),

putihan

(Buddleja

asiantica

Lour).

Sedangkan untuk jenis tumbuhan bawahnya antara lain anggrek (Cymbidium simulans Rofle), Bambu (Bambusa sp), ciplukan (Physalis peruviana), lempuyangan (Globba marantina L), meniran merah (Phyllanthus urinaria), paku gunung (Pteris sp.), Wedusan (Ageratum conyzoides), dan edelweis (Analpalis javanica). Fauna yang terdapat di Taman Hutan Raya R. Soerjo antara lain monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), elang jawa (Spizaetus bartelesi), kera hitam (Trachypitthesus auratus), landak (Histryx brachura), ular sawa (Python reticulatus), ayam hutan (Gallus Verius), Kutilang (Pycnonotus aurigaster), tupai (Sejuridae), alap-alap jambul (Accipiter trivigatus), dan alap-alap tikus/putih (Elanus hypoleuscus).

4.5 Keadaan Sosial Budaya Masyarakat Tahura R. Soerjo di wilayah kota Batu berdekatan dengan sebuah desa yaitu Desa Sumberbrantas yang memiliki luas 541,1364 ha. Desa Sumberbrantas merupakan sebuah desa baru yang berasal dari pemekaran wilayah Desa Tulungrejo dan dulunya adalah sebuah dusun yang merupakan bagain dari wilayah Desa Tulungrejo. Jumlah penduduk yang ada di Desa Sumberbrantas berjumlah 4542 jiwa dengan rincian penduduk laki-laki berjumlah 2352 jiwa dan perempuan berjumlah 2190 jiwa. Penduduk yang ada di Desa Sumberbrantas mayoritas memeluk agama Islam dengan jumlah 4435 jiwa, kemudian agama Kristen sebanyak 102 jiwa, dan agama Khatolik sebanyak 5 jiwa. Mayoritas penduduk di Desa Sumberbrantas memiliki pendidikan terakhir yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP). Masyarakat di Desa Sumberbrantas mayoritas berprofesi sebagai petani dengan komoditas pertanian yang ditanam yaitu kentang wortel dan gubis (kol). Namun ada juga yang berprofesi sebagai buruh, pegawai negeri sipil, pegawai swasta, dan pedagang. Selain itu masyarakat juga memiliki ternak yang dipelihara di masing-masing rumah dengan komoditas peternakan yang dipelihara yaitu sapi, kambing, ayam, dan kelinci.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Komposisi Vegetasi di Tahura R. Soerjo 5.1.1 Komposisi famili Komposisi vegetasi yang terdapat di Tahura R. Soerjo berdasarkan famili dapat dilihat pada Gambar 6 .

Gambar 3 Komposisi Tumbuhan Berdasarkan Famili di lokasi penelitian Tahura R. Soerjo.

24

Hasil dari analisis vegetasi seperti pada Gambar 3 diketahui 39 famili yang berhasil diidentifikasi di lokasi penelitian Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soerjo. Famili yang paling banyak spesiesnya jika dibandingkan dengan famili lainnya adalah dari Euphorbiaceae dengan 4 spesies yang ditemukan yaitu ketupuk (Claoxylon longifolium), kopian (Glochidion macrocarpum), tutup (Macaranga sp.), dan patikan emas (Euphorbia hirta). Menurut Partomihardjo (1999) diacu dalam Purwaningsih dan Yusuf (2008) sistem pemencaran biji atau buah dari banyak spesies dalam suku Euphorbiaceae ini memiliki efektivitas yang tinggi dan pada umumnya dapat dipencarkan oleh angin, burung dan mamalia. Selain itu, menurut Riswan (1987) diacu dalam Purwaningsih dan Yusuf (2008) famili Euphorbiaceae merupakan salah satu famili yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam beradaptasi pada berbagai kondisi lingkungan. Famili selanjutnya yaitu Moraceae teridentifikasi 3 spesies yang terdiri dari dampul (Ficus lepicarpa), kebek (Ficus padana), dan tritih (Ficus sp.). Selain itu famili Rosaceae juga teridentifikasi sebanyak 3 spesies yang terdiri dari spesies baros (Prunus cf. arborea ), ri bandel (Rubus chrysophyllus), dan sebra (Rubus fraxinifolius).

5.1.2 Komposisi spesies Komposisi spesies tumbuhan yang diperoleh dari hasil analisis vegetasi tersaji pada Tabel 1. Tabel 1 Daftar komposisi spesies berdasarkan tingkatan tumbuhan No. 1. 2. 3. 4. 5.

Tingkat tumbuhan Pohon Tiang Pancang Semai Tumbuhan bawah

Jumlah spesies 22 22 18 23 25

Berdasarkan hasil analisis vegetasi seperti yang tersaji pada Tabel 1 tersebut diperoleh hasil 50 spesies dari 39 famili. Namun, hanya 40 spesies (80 %) yang berhasil diketahui sampai dengan spesiesnya sedangkan 10 spesies (20 %) belum berhasil teridentifikasi. Menurut keterangan tabel 1 di atas jumlah spesies yang paling banyak ditemukan adalah pada tingkat tumbuhan bawah sebanyak 25

25

spesies. Kemudian secara berurutan adalah semai 23 spesies, Tiang dan Pohon 22 spesies,dan pancang 18 spesies.

5.1.3 Komposisi tumbuhan berdasarkan habitus Komposisi tumbuhan yang terdapat di Tahura R. Soerjo berdasarkan habitusnya tersaji pada Gambar 4.

Gambar 4 Komposisi Tumbuhan Berdasarkan Habitusnya di lokasi penelitian Tahura R. Soerjo. Berdasarkan hasil analisis vegetasi tumbuhan yang paling mendominasi di dalam kawasan Tahura R. Soerjo adalah spesies yang berhabitus pohon dengan jumlahnya sekitar 25 spesies (50 %). Spesies tumbuhan selanjutnya adalah berhabitus semak dengan jumlah sekitar 12 spesies (24 %). Kemudian spesies berhabitus terna dengan jumlah sekitar 13 spesies (26 %).

5.1.4 Dominansi vegetasi Dominansi adalah proporsi antara luas bidang dasar yang ditempati oleh spesies tumbuhan dengan total luas habitat. Nilai dari dominansi spesies ditunjukkan dengan nilai INP (Indeks Nilai Penting) yang merupakan parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi tingkat penguasaan (Mukrimin 2011). Menurut Soegianto (1994) diacu dalam Maisyaroh (2010) Indeks Nilai Penting (INP) digunakan untuk menggambarkan tingkat penguasaan yang diberikan oleh suatu spesies terhadap komunitas, semakin besar nilai INP suatu spesies semakin besar tingkat penguasaan terhadap komunitas dan sebaliknya. Menurut Abdiyani (2008) Indeks Nilai Penting menunjukkan peranan

26

suatu spesies dalam kawasan. Spesies yang memiliki nilai INP paling besar, maka spesies tersebut mempunyai peranan yang penting di dalam kawasan tersebut. Selain itu, spesies ini juga mempunyai pengaruh paling dominan terhadap perubahan kondisi lingkungan maupun keberadaan spesies lainnya dalam kawasan. Semakin tinggi INP suatu spesies maka spesies tersebut adalah yang paling dominan dari spesies yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan yang berkaitan dengan persaingan antar spesies yang lain. Persaingan akan meningkatkan daya juang untuk mempertahankan hidup, spesies yang kuat akan menang dan menekan yang lain sehingga spesies yang kalah menjadi kurang adaptif dan menyebabkan tingkat reproduksi rendah dan jumlahnya juga sedikit (Syamsuri 1993 diacu dalam Maisyaroh 2010). INP tertinggi pada spesies tumbuhan tingkat pohon, tiang, pancang, dan semai tersaji pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai INP tertinggi pada masing-masing tingkat tumbuhan No. 1.

Nama jenis

INP (%) Pohon

Tiang

Pancang

Semai

78,86 -

-

-

-

42,65

-

-

-

-

34,30

51,40

-

-

-

-

5.

Kopian (Glochidion macrocarpum) Nyampuh gunung (Neonauclea excels) Endog-endogan (Fagraea blumei)

-

-

-

-

6.

Tritih (Ficus sp.)

-

-

-

-

2. 3. 4.

Pasang (Quercus sundaica) Dampul (Ficus lepicarpa)

Berdasakan data pada Tabel 2 spesies yang memiliki nilai INP tertinggi pada tingkat pohon adalah pasang (Quercus sundaica) yaitu sebesar 78,86 %. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat pohon spesies yang mendominasi adalah pasang (Quercus sundaica). Sedangkan, spesies yang memliki nilai INP terendah pada tingkat pohon adalah cemara gunung (Casuarina junghuhniana) 1,66 %; tutup (Macaranga sp.) 2,20 %; nangkan (Litsea diversifolia) 1,53 %; putihan (Buddleja asiantica) 1,81 %, dan katesan (Macropanax dispermus) 2,11 %. Pada spesies tumbuhan tingkat tiang yang mendominasi adalah dampul (Ficus lepicarpa) dengan nilai INP sebesar 42,65 %. Spesies yang memiliki INP terendah pada tingkat tiang adalah bima (Symplocos lucida) dengan nilai INP

27

sebesar 0,78 %; anggrung (Trema Orientalis) 0,79 %; baros (Prunus cf. arborea) 0,87 %; putihan (Buddleja asiantica) 0,87 %; tutup (Macaranga sp.) 1,68 %. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai INP untuk tingkat pancang yang tertinggi yaitu kopian (Glochidion macrocarpum) dengan nilai sebesar 34,3 %. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat pancang, spesies kopian (Glochidion macrocarpum) adalah spesies yang paling dominan. Spesies yang memiliki nilai INP terendah yaitu tutup (Macaranga sp.) 1 %, genitri (Elaeocarpus sphaericus) 1 %, kukrup (Engelhardia spicata) 2 %, kupu ketek (Astronia spectabilis) 4 %, dan ketupuk (Claoxylon longifolium) dengan nilai INP 4,4 %. Menurut Kade et al. (2006) tingkat pancang dapat dikatakan sebagai komponen permudaan yang sangat penting karena kunci sukses tidaknya proses permudaan tersebut berlangsung dapat dilihat pada fase ini. Banyak jenis pohon sangat sukses dalam memproduksi semai namun secara lambat-laun semai tersebut akan mati karena kondisi lingkungan yang tidak mendukung. Nilai INP tertinggi untuk tingkat semai dimiliki oleh spesies kopian (Glochidion macrocarpum) dengan nilai 51,40 %, hal ini menunjukkan bahwa spesies tersebut yang mendominasi pada tingkat semai. Selain itu, hal tersebut juga berarti bahwa frekuensi perjumpaan yang sering serta jumlah individu yang lebih banyak dibandingkan spesies yang lain. Berdasarkan data pada Tabel 2 diketahui dominansi spesies pada tingkat semai berbeda dengan tingkat pohon. Spesies yang dominan pada tingkat pohon adalah pasang (Quercus sundaica) sedangkan pada tingkat semai adalah kopian (Glochidion macrocarpum). Keadaan ini dikhawatirkan akan berdampak buruk terhadap regenerasi dari spesies pasang (Q. Sundaica) karena jumlah semainya yang sedikit. Hal tersebut akan mengakibatkan kelangkaan spesies pasang (Q. Sundaica) di Tahura R. Soerjo. Spesies tumbuhan yang mempunyai nilai INP terendah pada tingkat semai adalah kukrup (Engelhardia spicata) dengan nilai 0,9 %. Menurut Abdurrohim et al. (2004) permudaaan untuk spesies kukrup (Engelhardia spicata) di alam jarang dan tersebar jauh dari pohon induknya oleh karena itu dapat dilakukan permudaan buatan dengan cara menyemaikan biji-biji dari spesies ini. Selanjutnya, spesies yang memiliki INP terendah yaitu nangkan (Litsea diversifolia Blume), lembayungan (Turpinia montana), dan kebek (Ficus padana) dengan nilai 0,9 %.

28

Selanjutnya, putihan (Buddleja asiantica) dan baros (Prunus cf. arborea) dengan nilai 1,9 %. Hasil analisis vegetasi tingkat tumbuhan bawah berhabitus semak dan terna diketahui bahwa spesies yang mempunyai nilai INP tertinggi adalah seperti yang tercantum pada Tabel 6. Tabel 3 Nilai INP tertinggi pada tingkat tumbuhan bawah di lokasi penelitian No 1 2 3 4 5

Nama Spesies Remejun Urang-rangan merah Paku-pakuan Jengkon merah Suruhan

Nama Ilmiah Euphatorium riparium Elatostema latifolium Pteris sp. Pilea sp. Piper miniatum

INP (%) 74,91 36,78 14,23 14,04 12,26

Spesies remejun (Euphatorium riparium) yang berhabitus semak memiliki nilai INP yang paling tinggi yaitu sebesar 74,91 %. Hal ini menunjukkan bahwa spesies tersebut adalah yang paling dominan dengan jumlah individu lebih banyak dibandingkan spesies tumbuhan bawah lainnya. Setiap spesies tumbuhan mempunyai suatu kondisi minimum, maksimum dan optimum terhadap faktor lingkungan yang ada. Spesies yang mendominasi berarti memiliki batasan kisaran yang lebih luas jika dibandingkan dengan spesies yang lainnya terhadap faktor lingkungan, sehingga kisaran toleransi yang luas pada faktor lingkungan menyebabkan spesies ini akan memiliki sebaran yang luas. Adanya spesies yang mendominasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain persaingan antara tumbuhan yang ada yaitu berkaitan dengan iklim dan mineral yang diperlukan. Apabila iklim dan mineral yang dibutuhkan mendukung maka spesies tersebut akan lebih unggul dan lebih banyak ditemukan (Syafei (1990) diacu dalam Maisyaroh (2010)). Tumbuhan bawah yang memiliki nilai INP terendah adalah temu ireng (Curcuma aeruginosa), codo (Elaeagnus latifolia), anggrek (Macodes sp.) dengan nilai INP sebesar 0,32%. Selanjutnya yaitu piji (Pinanga sp.) dengan nilai INP 0,67% dan patikan emas (Euphorbia hirta) dengan nilai INP 0,96 %. 5.5 Keanekaragaman spesies (H’) Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh keanekaragaman spesies untuk semua tingkat spesies seperti yang tersaji pada Gambar 5.

29

Gambar 5 Keanekaragaman spesies pada semua tingkat tumbuhan di lokasi penelitian Tahura R. Soerjo. Berdasarkan Gambar 5, menunjukkan besarnya nilai keanekaragaman spesies tumbuhan pada tingkat pohon sebesar 2,5; tiang dengan keanekaragaman spesies sebesar 2,7; pancang dengan keanekaragaman spesies sebesar 2.6; semai yang mempunyai nilai keanekaragaman sebesar 2,6 dan tumbuhan bawah dengan keanekaragaman spesies sebesar 2,2. Apabila derajat keanekaragaman (H’) dalam suatu

komunitas

<1

maka

keanekaragamanya

rendah,≤

1H’

≤3

keanekaragamannya sedang, dan H’>3 maka keanekaragamannya tinggi (Shannon-Wiener (1963) diacu dalam Fachrul (2008)). Berdasarkan keterangan tersebut, maka keanekaragaman spesies yang terdapat pada lokasi penelitian tergolong memiliki tingkat keanekaragaman spesies yang sedang. Tingkat keanekaragaman spesies menunjukkan tingkat kestabilan suatu komunitas hutan. Semakin tinggi tingkat keanekaragaman tersebut maka semakin tinggi pula tingkat kestabilan suatu komunitas (Whitmore 1990 diacu dalam Kade et al. 2006). Kestabilan yang tinggi juga menunjukkan kompleksitas yang tinggi. Hal ini terjadi akibat adanya interaksi yang tinggi sehingga akan mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dalam menghadapi gangguan yang terjadi. Menurut Odum (1993) diacu dalam Maisyaroh (2010) keanekaragaman spesies penyusun komunitas tumbuhan pada suatu tempat merupakan hasil interaksi dari beberapa faktor. Faktor yang pertama adalah waktu, keanekaragaman spesies dalam suatu komunitas tumbuhan merupakan hasil dari evolusi sehingga keanekaragaman spesies tergantung pada panjang waktu. Faktor kedua adalah heterogenitas ruang, komunitas tumbuhan yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang

30

ada. Semakin heterogen dan kompleks suatu lingkungan maka keanekaragaman spesies penyusun komunitas semakin meningkat. Faktor yang ketiga adalah adanya persaingan diantara individu dalam suatu komunitas yang merupakan salah satu bagian dari seleksi alam. Oleh karena itu, spesies penyusun komunitas yang ada pada suatu waktu merupakan spesies yang mampu bersaing. Faktor yang keempat adalah predasi, adanya spesies tertentu yang dimakan oleh herbivora berarti akan mengurangi persaingan. Pemangsaan dan parasitisme dalam lingkungan akan cenderung untuk membatasi kelimpahan spesies tertentu dan dengan demikian akan mempersulit spesies untuk menambah kerapatan populasinya. Faktor yang kelima adalah stabilitas lingkungan, pada lingkungan yang stabil akan menghasilkan spesies yang lebih banyak. Oleh karena itu, pada daerah tropis yang mempunyai iklim lebih stabil memiliki keanekaragaman spesies yang lebih tinggi daripada daerah yang berilklim sedang dan kutub. Faktor yang keenam adalah produktivitas, faktor ini berhubungan dengan stabilitas iklim. Pada daerah yang mempunyai iklim stabil maka akan mempunyai produktivitas yang tinggi dengan keanekaragaman yang tinggi pula. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa keanekaragaman spesies di Tahura R. Soerjo khusunya di lokasi penelitian memiliki keanekaragam spesies yang sedang. Kondisi tersebut memungkinkan pada masa yang akan datang Tahura R. Soerjo masih memiliki ketersediaan plasma nutfah. Hal ini dikarenakan pohon-pohon yang ada sekarang masih mempunyai semai yang dapat berguna bagi regenerasi spesies untuk masa kedepannya. Disisi lain, tumbuhan pada tingkat semai mempunyai kerentanan yang cukup tinggi terhadap gangguan baik dari manusia maupun alam. Gangguan dari alam seperti angin, longsor, dan tumbangnya pohon sehingga menimpa semai yang dapat menyebabkan semai mati. Masyarakat yang tinggal berdekatan dengan kawasan Tahura R. Soerjo sering memanfaatkan rumput dan tumbuh-tumbuhan lain sebagai pakan ternak. Hal ini akan berdampak buruk terhadap kondisi semai di dalam kawasan karena kebanyakan masyarakat dalam mengambil rumput tidak mengerti tentang tumbuhan yang mereka ambil. Oleh karena itu, diperlukan tindakan dari petugas untuk mengambil keputusan yang lebih tegas.

31

5.6 Kemerataan individu spesies (Evenness) Nilai indeks kemerataan individu di dalam spesies (Evenness) untuk masing-masing tingkatan tumbuhan tersaji pada Gambar 6.

Gambar 6 Kemerataan spesies di lokasi penelitian Taman Hutan Raya R. Soerjo. Indeks kemerataan digunakan untuk mengetahui kemerataan penyebaran individu suatu spesies dalam komunitas. Berdasarkan hasil perhitungan seperti yang tersaji pada Gambar 6 di atas diketahui nilai indeks kemerataan spesies pada setiap tingkat tumbuhan di lokasi penelitian yaitu untuk tingkat pohon sebesar 0.809, tiang sebesar 0.873, pancang 0.899, semai sebesar 0.829, dan tingkat tumbuhan bawah sebesar 0.683. Menurut Krebs (1978) nilai indeks kemerataan yang mendekati satu menunjukkan bahwa suatu komunitas tumbuhan semakin merata, sementara apabila semakin mendekati nol, maka semakin tidak merata. Berdasarkan hal tersebut maka nilai indeks kemerataan yang paling tinggi terdapat pada tingkat pancang sedangkan untuk indeks kemerataan yang paling rendah yaitu pada tingkat tumbuhan bawah. Indeks kemerataan yang paling tinggi menunjukkan bahwa individu-individu spesiesnya lebih merata dibandingkan dengan tingkat tumbuhan yang lain. Sedangkan untuk tingkat tumbuhan yang memiliki nilai indeks kemerataan rendah menunjukkan bahwa penyebaran individu-individu spesiesnya kurang merata dan terkonsentrasi pada beberapa tempat bila dibandingkan dengan tingkat tumbuhan yang lain.

32

5.2 Potensi Tumbuhan Berguna di Taman Hutan Raya R. Soerjo Berdasarkan hasil analisis vegetasi teridentifikasi 37 (74 %) spesies dari 28 famili yang telah diketahui kegunaannya yaitu sebagai tumbuhan obat; tumbuhan penghasil pangan; tumbuhan penghasil bahan bangunan; tumbuhan penghasil pakan ternak; tumbuhan hias; tumbuhan penghasil pewarna dan tanin; tumbuhan sebagai tali, anyaman dan kerajinan; tumbuhan penghasil pestisida nabati; dan tumbuhan penghasil kayu bakar seperti yang tersaji pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil rekapitulasi kelompok kegunaan No.

Kelompok Kegunaan Tumbuhan

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Tumbuhan penghasil obat Tumbuhan sebagai pangan Tumbuhan sebagai bahan bangunan Tumbuhan tali, anyaman dan kerajinan Tumbuhan kayu bakar Tumbuhan penghasil warna dan tannin Tumbuhan hias Tumbuhan sebagai pestisida nabati Tumbuhan penghasil pakan ternak

Jumlah (Spesies) 16 14 15 3 2 4 4 3 6

Habitus

Famili

3 3 1 2 2 2 3 2 2

15 12 13 3 2 4 4 3 6

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa spesies yang ditemukan paling banyak berguna sebagai tumbuhan obat yaitu sebanyak 16 spesies dari 15 famili dan dengan 3 habitus. Sedangkan, spesies yang paling sedikit diketahui kegunaannya yaitu sebagai kayu bakar dengan 2 spesies dari 2 famili dan dari 2 habitus. Hasil dari rekapitulasi ditemukan tumbuhan yang potensial yaitu suatu spesies tumbuhan yang memiliki berbagai macam kegunaan (manfaat) yaitu anggrung (Trema orientalis) dari famili Ulmaceae yang memiliki kegunaan untuk bahan obat, bahan bangunan, pewarna dan tanin, bahan pangan, kayu bakar, untuk anyaman, tali dan kerajinan. anggrung (T. orientalis) juga potensial untuk dikembangkan karena tumbuhan ini merupakan salah satu spesies yang dapat tumbuh dengan cepat.

5.2.1. Tumbuhan obat Hasil dari analisis vegetasi diperoleh 16 spesies dari 15 famili yang berpotensi mempunyai khasiat sebagai tumbuhan obat. Spesies-spesies tersebut terdiri dari 3 habitus yaitu pohon, semak, dan terna. Pada spesies yang berhabitus pohon tumbuhan yang memiliki khasiat sebagai obat berjumlah 4 spesies yaitu

33

kukrup (Engelhardia spicata), genitri (Elaeocarpus sphaericus), pasang abang (Lithocarpus elegans), dan anggrung (Trema orientalis). Spesies yang berhabitus semak berjumlah 3 spesies yaitu remejun (Euphatorium riparium),

suruhan

(Piper miniatum), dan sebra (Rubus fraxinifolius). Habitus Terna berjumlah 9 spesies yaitu terdiri dari spesies kacang-kacangan (Clitoria ternatea), corok bathok (Bidens pilosa), pakis (Diplazium esculentum), temu ireng (Curcuma aeruginosa), pelapis (Selaginella plana), kecutan (Oxalis corniculata), tebu sawur (Polygonum chinense), patikan emas (Euphorbia hirta) dan lempuyangan (Globba marantina). Contoh mengenai khasiat tumbuhan-tumbuhan tersebut sebagai bahan obat hasil identifikasi berdasarkan Heyne (1987) dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Daftar beberapa spesies tumbuhan berguna sebagai obat No.

Nama Spesies

1

Anggrung (Trema orientalis)

2

Kacang-kacangan (Clitoria ternatea)

3

Corok bathok (Bidens pilosa)

4

Pelapis (Selaginella plana)

5 6

Sebra (Rubus Fraxinifolius) Tebu sawur (Polygonum chinense)

7

Lempuyangan (Globba marantina)

8

Temu ireng (Curcuma aeruginosa)

9 10

Pakis (Diplazium esculentum) Kecutan (Oxalis corniculata)

Bagian yang digunakan Akar Akar Daun Bunga Akar Batang muda Daun Seluruh bagian

Daun Batang (cairan) Daun muda Tunas (bulbil) Rimpang Akar Akar Seluruh bagian

Jenis penyakit Penyakit saluran kencing Sakit perut Membersihkan darah Bisul Obat batuk berat Sakit gigi Sakit mata Bisul Pembekuan darah Pembersih darah Menguatkan lambung Disentri Obat mata Menambah nafsu makan Perawatan setelah Melahirkan, Penyakit kulit Menghilangkan bau keringat Penyakit kulit, Sariawan, Bau mulut, Obat mata, Sakit perut

Berdasarkan data pada Tabel 5 di atas diketahui spesies yang memiliki khasiat menyembuhkan banyak penyakit yaitu spesies kecutan (Oxalis corniculata) yang dapat menyembuhkan penyakit kulit, sariawan, bau mulut, sakit mata, dan sakit perut. Cara penggunaan spesies ini untuk menyembuhkan penyakit kulit adalah dengan menumbuk seluruh bagian tumbuhan kecutan (Oxalis corniculata) selanjutnya dicampur dengan tepung beras kemudian digunakan sebagai bedak pada biang keringat. Penyembuhan terhadap penyakit sariawan, bau

34

mulut dan sakit mata dapat dilakukan dengan cara spesies kecutan (Oxalis corniculata) digerus dengan air dan diperas airnya, kemudian digunakan untuk obat kumur. Menurut Kathiriya et al. (2010) ekstrak etanol dari tumbuhan Oxalis corniculata efektif digunakan untuk menghambat pertumbuhan sel tumor. Selain itu menurut Kathiriya et al. (2010) tanaman Oxalis corniculata mengandung vitamin C dan dapat digunakan dalam pengobatan penyakit kudis. Remejun (Euphatorium riparium) merupakan salah satu tumbuhan obat yang berkhasiat sebagai peluruh air seni. Menurut Heyne (1987) tumbuhan ini merupakan spesies eksotik yang berasal dari Meksiko. Pada lokasi penelitian spesies Euphatorium riparium merupakan spesies yang ditemukan dalam jumlah yang paling banyak. Menurut Shen et al. (2005) spesies Euphatorium riparium dapat digunakan sebagai obat antimalaria, antifungi, antiinflarmasi, antikanker, antihistamin, hepatoprotektor, dan immunostimulan. Selanjutnya, menurut Abdiyani (2008) spesies Euphatorium riparium mempunyai kemampuan beradaptasi yang baik terhadap kondisi lingkungannya karena tidak memerlukan syarat kesuburan tanah yang tinggi. Selain itu, persebaran dari spesies ini dilakukan dengan bantuan angin karena bijinya ringan dan banyak. Namun, seringkali spesies ini mendesak spesies yang lain karena pertumbuhannya yang sangat cepat. Spesies tebu sawur (Polygonum chinense) dapat digunakan dalam pengobatan terhadap gangguan pencernaan seperti diare dan disentri, selain itu juga dapat digunakan untuk mengobati penyakit pernafasan. Rebusan herba segar digunakan sebagai obat kumur untuk mengobati penyakit sariawan dan rebusan akarnya dapat bermanfaat untuk ibu yang sedang menyusui (Patil 2009). Spesies anggrung (Trema orientalis) telah banyak digunakan sebagai obat oleh rakyat di Afrika untuk penyakit asma, batuk, dysenteria, dan hipertensi (IWU 1993 diacu dalam Tchamo et al. 2001). Selain itu, spesies ini juga telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar Taman Nasional Meru Betiri untuk mengobati penyakit demam dan sakit perut dengan menggunakan bagian kulit batang dan akarnya (Heriyanto & Subiandono 2007). Spesies lain yang berguna sebagai tumbuhan obat yaitu temu ireng (Curcuma aeruginosa). Menurut Nasrullah et al. (2010) rimpang temu ireng

35

(Curcuma aeruginosa) secara empiris digunakan sebagai obat tradisional yaitu untuk mengobati penyakit rematik, asma, dan batuk. Sedangkan, menurut Balittro (2006) temu ireng (Curcuma aeruginosa) dapat digunakan mengobati sel-sel hati yang rusak pada penderita demam berdarah. Selain itu juga dapat dimanfaatkan untuk mengobati luka lambung dan usus, asma, batuk, menambah nafsu makan, mempercepat pengeluaran lokhia setelah melahirkan, mencegah obesitas, rematik, antihelmintik, dan sebagai sumber tepung. Selanjutnya, di dalam temu ireng (Curcuma aeruginosa) mengandung minyak atsiri (turmeron dan zingiberene), kurkuminoid, alkaloid, saponin, pati, damar, dan lemak. Menurut Heyne (1987) rimpang dari spesies Curcuma aeruginosa dapat digunakan untuk melancarakan pembersihan pada wanita yang sedang nifas. Selain itu juga dapat digunakan sebagai obat luar atau dalam terhadap penyakit kulit. Dalimartha (2003) juga menambahkan bahwa rimpang temu ireng (Curcuma aeruginosa) juga dapat digunakan sebagai obat peluruh kentut (karminatif). Menurut Daisy dan Rajathi (2009) tanaman Clitoria ternatea dapat digunakan untuk mengobati demam berdarah, bronkhitis, asma. Selain itu, spesies ini juga digunakan sebagai penawar untuk gigitan ular dan kalajengking menyengat. Selain itu, menurut Kelemu et al. (2004) diacu dalam Salhan et al. (2011) tanaman Clitoria ternatea memiliki kegunaan sebagai antimikroba dan insektisida, anti-depresan,anti-stres, anti-diabetes, dan penenang. Menurut Heyne (1987) akar dari Clitoria ternatea dapat digunakan untuk membersihkan darah yaitu dengan cara merebus akaranya kemudian diminum. Daun dan bunga yang berwarna biru dari Clitoria ternatea dapat digunakan untuk mengobati bengkak dan bisul supaya pecah setelah ditumbuk dan dicampur dengan gula jawa. Spesies lain yang memiliki manfaat sebagai tumbuhan obat yaitu corok bathok (Bidens pilosa) yang memiliki manfaat sebagai antiradang, antibiotik, diuretik, dan antidiabetes (Brandão et al. 1998 diacu dalam Chiang et al. 2004). Menurut Heyne (1987) spesies ini dapat digunakan untuk mengobati sakit mata, sakit gigi, dan dapat memecahkan bisul. Selain itu, menurut Fauzi (2008) Bidens pilosa dapat digunakan untuk melancarkan peredaran darah dan mempunyai sifat khas mendinginkan. Spesies selanjutnya yaitu lempuyangan (Globba marantina) yang menurut Verma et al. (2009) air dari ekstrak daun Globba marantina dapat

36

digunakan untuk obat tetes mata terhadap konjungtivitis berat. Manfaat lain dari spesies Globba marantina menurut Heyne (1987) adalah digunakan untuk menambah nafsu makan. Contoh spesies tumbuhan yang memiliki potensi sebagai tumbuhan obat tersaji pada Gambar 7.

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 7. Beberapa spesies tumbuhan obat (a) Tebu sawur (Polygonum chinense), (b) Kecutan (Oxalis corniculata), (c) Remejun (Euphatorium riparium), (d) Suruhan (Piper miniatum). Dewasa ini, semakin banyak masyarakat yang menggunakan tumbuhan obat sebagai bahan untuk mengobati penyakit. Hal ini merupakan prospek yang sangat baik untuk mengembangkan industri pembuatan obat dari tumbuhan obat. Namun, sampai saat ini kendalanya adalah bahan bakunya yang masih mengambil dari alam. Jika hal ini berlangsung secara terus menerus maka besar kemungkinan akan terjadi kesulitan mencari bahan baku karena persediaan di alam semakin sedikit. Oleh karena itu, untuk pengembangan produksi pembuatan obat herbal perlu dilakukan upaya budidaya tumbuhan obat. Menurut Hasanah dan Rusmin (2006) perbanyakan tanaman obat dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu:

37

1. Menggunakan benih yang berasal dari biji (true seed) seperti pada tanaman sambiloto (Andrographis paniculata), mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), dan lain-lain. 2. Menggunakan rimpang seperti pada jahe (Zingiber officinale), kunyit (Curcuma domestica), kencur (Kaempheria galanga), dan lain-lain. 3. Menggunakan setek seperti pada sirih (Piper betle), katuk (Sauropus androgynus), dan lain-lain. 4. Menggunakan anakan dan stolon seperti pada serai wangi (Andropogon nardus) dan pegagan (Centella asiatica). Spesies tumbuhan obat yang terdapat di Tahura R. Soerjo dapat diperbanyak (dibudidayakan) dan kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan, hal ini dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sehingga masyarakat tidak hanya mendapatkan pendapatan dari bercocok tanam di lahan yang lebih layak dijadikan sebagai areal hutan. Namun, masyarakat juga bisa memproduksi obat dari bahan tanaman obat yang sudah dibudidaya tersebut. 5.2.2 Tumbuhan penghasil pangan Menurut Saparinto dan Hidayati (2006) pengertian pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Berdasarkan hasil analisis vegetasi di lokasi penelitian ditemukan 14 spesies terdiri dari 12 famili yang berpotensi sebagai bahan pangan. Spesiesspesies yang telah teridentifikasi sebagai tumbuhan penghasil pangan terdiri dari habitus yaitu pohon sebesar 35,71 %, terna 35,71 %, dan semak 28,58 %. Contoh spesies yang memiliki potensi sebagai tumbuhan penghasil pangan hasil dari identifikasi berdasarkan Heyne (1987) tercantum pada Tabel 6. Tabel 6 Daftar spesies tumbuhan penghasil pangan

1

Ketupuk

Claoxylon longifolium

2 3

Anggrung Corok Bathok

Trema orientalis Bidens pilosa.

Bagian yang digunakan Daun tangkai muda Daun Daun

4

Gebut

Aneilema nodiflorum

Seluruh bagian

No.

Nama Lokal

Nama Spesies

Keterangan Diolah Diolah Dikonsumsi langsung Dikonsumsi langsung

38

Tabel 6 Lanjutan 5 6 7 8 9

Codo Sebra Tebu sawur Patikan emas Pakis

Elaeagnus latifolia Rubus Fraxinifolius Polygonum chinense. Euphorbia hirta Diplazium esculentum

Bagian yang digunakan Buah Buah Batang Daun muda Daun muda

10

Ri bandel

Rubus chrysopyllus

Buah

No.

Nama Lokal

Nama Spesies

Keterangan Dikonsumsi langsung Dikonsumsi langsung Dikonsumsi langsung Dikonsumsi langsung Diolah Dikonsumsi langsung

Di dalam pemanfaatan spesies tumbuhan penghasil bahan pangan di atas dapat di konsumsi secara langsung (tanpa pengolahan) atau dengan cara diolah terlebih dahulu. Spesies yang dalam pemanfaatannya dapat langsung dikosumsi adalah tebu sawur (Polygonum chinense) yang menurut French (2006) mengandung vitamin c di dalam daunnya, gebut (Aneilema nodiflorum), corok bathok (Bidens pilosa), patikan emas (Euphorbia hirta), codo (Elaeagnus latifolia), sebra (Rubus Fraxinifolius), dan ri bandel (Rubus chrysopyllus). Sedangkan spesies yang jika dikonsumsi diolah terlebih dahulu menjadi sayur adalah ketupuk (Claoxylon longifolium), pakis (Diplazium esculentum), dan anggrung (Trema orientalis). Menurut Heyne (1927) diacu dalam Setyawan (2009) di wilayah Jawa Barat tunas muda dari spesies Selaginella plana dapat dimakan sebagai sayuran dan untuk tujuan pengobatan. Menurut Irawan et al. (2006) pakis (Diplazium esculentum) merupakan sumber protein yang baik. Sedangkan menurut Handique (1993) diacu dalam Irawan et al. (2006) daun muda Diplazium esculentum memilliki kandungan vitamin C yang tinggi. Selain itu, daun muda dari spesies ini juga memiliki kandungan lemak yang sangat rendah. Namun, kekurangan dari spesies ini adalah kondisinya yang cepat rusak selama proses transportasi oleh karena itu dibutuhkan pengemasan yang baik sehingga tidak terjadi kerusakan pada saat proses transportasi . Spesies ri bandel (Rubus chrysophyllus) memiliki rasa yang paling enak jika dibandingan spesies dari famili Rosaceae lainnya. Hal ini membuat ri bandel (Rubus chrysophyllus) mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai buah yang dapat dikomersialkan. Selain Rubus chrysophyllus, ada juga spesies sebra (Rubus fraxinifolius) dari famili Rosaceae yang menghasilkan buah walaupun

39

memiliki rasa yang tidak begitu manis. Namun, buah tersebut telah dimanfaatkan oleh masyarakat

Indonesia sehingga spesies ini juga potensial untuk

dikembangkan, spesies ini juga dapat sebagai bahan obat (Surya 2009). Tumbuhan penghasil bahan pangan selanjutnya adalah anggrung (Trema orientalis). Menurut Heyne (1987) daunnya dapat digunakan sebagai bahan pangan. Selain itu, menurut Orwa et al. (2009) daun dan buah dari Trema orientalis digunakan untuk makanan di Republik Demokratik Kongo. Selanjutnya, di dalam daun Trema orientalis terdapat kandungan protein. Spesies yang potensial dijadikan penghasil bahan pangan lainnya adalah codo (Elaeagnus latifolia) dengan bagian yang digunakan adalah buah. Menurut Patel et al. (2008) masyarakat di Meghalaya memanfaatkan buah dari Elaeagnus latifolia sebagai buah segar. Selanjutnya, spesies Elaeagnus latifolia memiliki kandungan vitamin, mineral, dan senyawa bioaktif lainnya. Selain itu, spesies ini juga mengandung asam lemak esensial yang tidak biasa terdapat dalam buah. Tanaman ini dapat ditanam pada lahan yang mengandung unsur hara yang kurang baik dan masam. Berikut ini merupakan contoh beberapa tumbuhan yang memiliki potensi sebagai bahan pangan tersaji pada Gambar 8.

(a)

(b)

Gambar 8. Contoh spesies tumbuhan penghasil bahan pangan : (a) Ri bandel (Rubus chrysophyllus), (b) Pelapis (Selaginella plana), 5.2.3 Tumbuhan untuk bahan bangunan Berdasarkan hasil analisis vegetasi ditemukan 15 spesies dari 13 famili yang berpotansi sebagai bahan bangunan. Spesies tersebut terdiri dari satu habitus yaitu pohon. Contoh tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan bahan bangunan hasil identifikasi kegunaan berdasarkan Heyne (1987) tersaji dalam Tabel 7.

40

Tabel 7 Daftar spesies tumbuhan penghasil bahan bangunan No.

Bagian yang digunakan Batang Batang Batang

Nama Lokal

Nama Spesies

1 2 3

Pasang Ketupuk Cemara Gunung

Quercus sundaica Claoxylon longifolium. Casuarina junghuhniana

4

Anggrung

Trema orientalis

Batang

5

Nyampuh gunung

Neonauclea excelsa

Batang

6

Katesan

Macropanax dispermus

Batang

Keterangan Bangunan rumah Bangunan rumah Bangunan rumah Digunakan untuk tiang penyangga atap Digunakan untuk pintu dan jendela Konstruksi rumah

Spesies tumbuhan yang berpotensi sebagai bahan bangunan adalah pasang (Quercus sundaica). Tumbuhan ini berhabitus pohon, di dalam hutan spesies ini terkadang tumbuh berkelompok dan kadang-kadang tersebar. Spesies ini memiliki kayu yang agak berat, agak keras dan terkadang digunakan sebagai bahan pembangunan rumah. Di dalam pengerjaannya spesies pasang (Q. sundaica) memiliki kayu yang agak keras, sukar digergaji dan diserut, namun mudah dibelah. Kayu dari spesies ini cocok untuk balok pada bangunan perumahan dan jembatan, selain itu juga cocok digunakan untuk papan dan tiang. Selanjutnya spesies pasang juga dapat digunakan untuk batang cikar dan tangkai peralatan. Spesies lain yang masih satu famili dengan spesies Quercus sundaica yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan yaitu pasang abang (Lithocarpus elegans) yang menurut Martawijaya et al. (2005) memiliki kelas awet II-IV. Spesies Lithocarpus elegans dapat digunakan sebagai balok pada bangunan perumahan dan jembatan dan juga dapat digunakan untuk batang cikar dan tangkai peralatan (Martawijaya et al. 2005). Menurut Mandang dan Pandit (2002) kayu dari spesies Quercus sundaica dan Lithocarpus elegans memiliki berat jenis yang sedang sampai berat dengan berat jenis rata-rata 0,83 (0,72-0,96) dan termasuk kayu yang memiliki kelas awet II serta kelas kuat I-II. Kedua spesies ini dapat digunakan sebagai bahan bangunan perumahan (tiang dan balok), jembatan, tangkai peralatan, lantai, dan perabot rumah tangga. Spesies lainnya adalah cemara gunung (Casuarina junghuhniana) yang sifat kayunya masih baik jika digunakan dalam pertukangan. Kayu dari spesies ini berwarna coklat mudaatau berwarna daging sampai agak merah tua kecoklatcoklatan. Kayu dari Casuarina junghuhniana memiliki kelas kuat I-II dan kelas

41

awet I-I. Selain itu kayu dari spesies ini sulit dikerjakan, mudah sobek dan mengkerut. Selanjutnya, kayu dari spesies ini tidak tahan terhadap serangan rayap (Heyne 1987). Selanjutnya, spesies yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan yaitu nyampuh gunung (Nauclea excelsa) yang merupakan spesies yang memiliki kayu agak berat dan tingkat kekerasan sedang. Selain itu, kayunya memiliki struktur yang rapat dan halus serta warnanya kuning cokelat muda hingga warna daging. Kayu dari spesies ini sangat disukai untuk bahan bangunan rumah dan perabot rumah terutama di wilayah Jawa Barat. Spesies lain yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan yaitu kukrup (Engelhardia spicata). Pohon dengan ciri batang utama berwarna abu-abu kecoklatan dan sedikit beralur ini termasuk dalam kayu yang memiliki kelas kuat III dan keterawetan II. Kayu ini dapat dibuat venir dengan hasil yang baik tanpa perlu perlakuan pendahuluan untuk tebal venir 1,5 mm. Kayu dari spesies ini dapat digunakan untuk bangunan ringan bawah atap, roda gerobak, alat pertanian, moulding, barang bubutan, popor senapan, peti pengepak, krat dan kano. Selain itu, kayu dari spesies ini juga dapat digunakan untuk kayu lapis yaitu dengan cara merekatkan venir kayu Engelhardia spicata dengan urea formaldehida yang akan menghasilkan kayu lapis tahan air dan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) (Abdurrohim et al. 2004). Contoh tumbuhan sebagai bahan bangunan tersaji pada Gambar 9.

(a)

(b)

Gambar 9. Contoh spesies tumbuhan sebagai penghasil bahan bangunan : (a) Katesan (Macropanax dispermus), (b) Anggrung (Trema orientalis). 5.2.4 Tumbuhan untuk tali, anyaman, dan kerajinan Berdasarkan hasil analisis vegetasi diperoleh spesies yang berguna sebagai tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan yaitu anggrung (Trema

42

orientalis) dari famili Ulmaceae. Kulit anggrung (Trema orientalis) yang liat dan berair merupakan bahan yang dapat digunakan untuk membuat tambang. Selain itu, kayu dari spesies ini juga dapat digunakan sebagai bahan pembuat kotak teh dan kayu ini baik sekali untuk bahan membuat korek api. Spesies lain adalah pandan (Pandanus sp.) dari famili Pandanaceae yang memiliki potensi untuk dijadikan sebagai bahan pembuatan anyaman. Spesies lain yang berpotensi sebagai bahan kerajinan yaitu tutup (Macaranga sp.) yang termasuk famili Euphorbiaceae. Menurut Rahmanto (2000) diacu dalam Suita dan Nurhasybi (2009) kayu dari Macaranga sp. tidak awet namun mudah dikerjakan sehingga tanaman ini dapat digunakan untuk membuat sarung pisau, gagang pacul, dan kelom-kelom kayu. Selain itu juga kayunya sering digunakan untuk konstruksi sementara dan secara khusus pada bagian rumah yang tidak kontak dengan tanah. Kayunya juga baik digunakan untuk papan, kotak, alat-alat pelampung, peti kemas, korek api, dan kayu bakar. Tutup (Macaranga sp.) merupakan spesies pioner yang mudah tumbuh pada lahan sekunder dan lahan terbuka. Contoh tumbuhan penghasil tali,anyaman dan kerajinan tersaji pada Gambar 10.

(a)

(b)

Gambar 10. Beberapa spesies tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan : (a) Pandan (Pandanus sp.), (b) Tutup (Macaranga sp). 5.2.5 Tumbuhan penghasil bahan pewarna dan tanin Pewarna nabati adalah bahan pewarna yang berasal dari tumbuhan. Bahanbahan ini biasanya diekstak dengan jalan fermentasi, direbus, atau secara kimiawi, dari sejumlah kecil zat kimia tertentu yang terkandung di dalam jaringan tumbuhan. Sedangkan, Tanin nabati merupakan bahan dari tumbuhan, memiliki rasa yang pahit dan kelat, seringkali tanin berasal dari ekstrak pepagan atau bagian

43

lain terutama daun, buah dan puru (galls). Tanin nabati dapat digunakan untuk proses penyamakan dengan cara pengunaan langsung atau dipekatkan dengan cara mengekstrak kembali bahan taninnya (Lemmens & Soetjipto 1999). Berdasarkan hasil analisis vegetasi diperoleh spesies tumbuhan yang mempunyai potensi untuk menghasilkan bahan pewarna adalah kacang-kacangan (Clitoria ternatea), bima (Symplocos lucida), anggrung (Trema orientalis), dan pasang (Quercus sundaica). Spesies kacang-kacangan (Clitoria ternatea) dapat digunakan sebagai pewarna makanan atau barang anyaman dengan menggunakan bunganya yang berwarna biru nila dan daunnya sebagai pewarna hijau (Pitojo & Zumiati 2009). Selain itu, jika bunganya diremas-remas dengan menggunakan air dan cuka dapat digunakan untuk mewarnai pakaian. Namun, kekurangan dari pewarna ini jika digunakan untuk pewarna pada pakaian yaitu warnanya tidak dapat bertahan lama (Heyne 1987). Tumbuhan penghasil warna lainnya yaitu anggrung (Trema orientalis) yang menghasilkan warna cokelat dari bagian kulitnya. Pewarna dari spesies ini biasanya digunakan untuk menyamak jala. Selain itu, pewarna ini juga dapat digunakan untuk mengawetkan tambang-tambang ikan terhadap air laut. Spesies lain yang dapat digunakan sebagai bahan pewarna adalah bima (Symplocos lucida). Menurut Lemmens dan Soetjipto (1999) bagian daun dari spesies Symplocos lucida (bima) dapat digunakan sebagai bahan

pewarna dengan

menghasilkan warna kuning. Spesies tumbuhan lain yang dapat digunakan sebagai bahan penyamak adalah pasang (Quercus sundaica). Kadar bahan penyamak dari spesies ini tidak terlalu tinggi sehingga proses penyamakan tidak dapat berjalan dalam jangka waktu yang pendek. Namun, hasil dari penyamakan dengan menggunakan bahan penyamak dari kulit pasang (Q. sundaica) lebih baik jika dibandingkan dengan hasil penyamakan menggunakan kulit akasia.

5.2.6 Tumbuhan penghasil pestisida nabati Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tanaman atau tumbuhan (Sudarmo 2005). Hasil dari analisis vegetasi diketahui spesies tumbuhan yang berpotensi menjadi bahan pestisida nabati yaitu lempuyangan

44

(Globba marantina), kacang-kacangan (Clitoria ternatea), remejun (Euphatorium riparium). Spesies lempuyanan dan kacang-kacangan seperti yang terdapat pada gambar di atas dapat digunakan sebagai racun ikan. Bagian tumbuhan dari spesies kacang-kacangan (Clitoria ternatea) yang dapat dijadikan sebagai racun ikan adalah tunas bunga. Sedangkan untuk spesies lempuyangan (Globba marantina) bagian yang digunakan adalah bijinya. Ekstrak biji yang diencerkan dengan perbandingan 1:2000 dapat beracun untuk ikan Spesies remejun (Euphatorium riparium) dapat digunakan sebagai bahan pestisida nabati untuk membunuh larva nyamuk Aedes aegypti. Menurut Yunita et al. (2009) senyawa bioaktif yang terkandung di dalam ekstrak daun Euphatorium riparium merupakan penyebab kematian larva Aedes aegypti karena senyawa bioaktif tersebut dapat berfungsi sebagai toksikan. Senyawa bioaktif yang terkandung di dalam ekstrak daun Euphatorium riparium adalah saponin, tanin, steroid, dan kuinon. Menurut Hopkins dan Huner (2004) diacu di dalam Yunita et al. (2009) saponin merupakan bahan yang mirip dengan deterjen mempunyai kemampuan untuk merusak membran. Tanin berperan sebagai pertahanan tanaman terhadap serangga dengan cara menghalangi serangga dalam mencerna makanan karena tanin akan mengikat protein dalam sistem pencernaan yang diperlukan serangga untuk pertumbuhan sehingga proses penyerapan protein dalam sistem pencernaan menjadi terganggu. Senyawa tanin, kuinon, dan saponin memiliki rasa yang pahit sehingga dapat menyebabkan mekanisme penghambatan makanan pada larva. Rasa pahit yang menyebabkan larva tidak mau makan sehingga larva akan kelaparan dan akhirnya mati (Yunita et al. 2009). Contoh tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida nabati tersaji pada Gambar 11.

(a)

(b)

Gambar 11. Contoh tumbuhan penghasil pestisida nabati : (a) lempuyangan (Globba marantina) , (b) kacang-kacangan (Clitorea ternatea).

45

Saat ini, pestisida nabati banyak digunakan oleh petani karena mahalnya harga pestisida kimia. Selain itu, penggunaan pestisida kimia dapat menimbulkan pencemaran jika digunakan dalam dosis yang besar dan secara berulang-ulang. Oleh karena itu, alternatif dari penggunaan pestisida kimia adalah dengan menggunakan pestisida nabati. Penggunaan pestisida nabati dapat mengurangi pencemaran lingkungan, selain itu harga dari pestisida nabati yang relatif lebih murah jika dibandingkan dengan pestisida kimia. Menurut Sudarmo (2005) keunggulan dari pestisida nabati adalah (1) harganya yang lebih murah dan mudah dibuat oleh petani, (2) relatif aman terhadap lingkungan, (3) tidak menyebabkan keracunan pada tanaman, (4) sulit menimbulkan kekebalan terhadap hama, (5) kompatibel digabung dengan menggunakan cara pengendalian yang lain, (6) menghasilkan produk pertanian yang sehat karena bebas residu pestisida kimia. Namun, pestisida nabati juga memiliki beberapa kekurangan bagi petani yaitu (1) daya kerja dari pestisida nabati yang cenderung lambat, (2) tidak membunuh sasaran (hama) secara langsung, (3) tidak tahan terhadap sinar matahari, (4) kurang praktis, (5) tidak tahan disimpan dalam jangka waktu yang lama, (6) terkadang dalam penggunaannya pestisida nabati harus disemprotkan berulang-ulang sehingga kurang efisien dan praktis.

5.2.7 Tumbuhan penghasil pakan ternak Bahan pakan (bahan makanan ternak) merupakan segala sesuatu yang dapat diberikan kepada ternak (baik berupa bahan organik maupun anorganik) yang sebagian atau seluruhnya dapat dicerna tanpa mengganggu kesehatan ternak. Berdasarkan hasil analisis vegetasi, ditemukan 6 spesies penghasil pakan ternak yaitu kopian (Glochidion macrocarpum), gebut (Aneilema nodiflorum), corok bathok (Bidens pilosa), codo (Elaeagnus latifolia), tebu sawur (Polygonum chinense), dan kacang-kacangan (Clitoria ternatea). Contoh tumbuhan yang berpotensi sebagai pakan ternak tersaji pada Gambar 12.

46

(b)

(a)

Gambar 12 Contoh spesies tumbuhan penghasil pakan ternak : (a) gebut (Aneilema nodiflorum), (b) kopian (Glochidion macrocarpum). 5.2.8 Tumbuhan hias Hasil dari analisis vegetasi ditemukan spesies tumbuhan yang berpotensi untuk tumbuhan hias yaitu kacang-kacangan (Clitoria ternatea). Tumbuhan ini merupakan terna menahun yang membelit ke kiri, pada pangkalnya sering berkayu. Spesies ini memiliki bunga yang berwarna biru nila sehingga sangat bagus jika dijadikan sebagai tumbuhan hias. Spesies lain yang juga berpotensi sebagai tumbuhan hias adalah anggrek (Macodes sp), sebra (Rubus fraxinifolius) dan corok bathok (Bidens pilosa). Contoh tumbuhan yang berpotensi sebagai tumbuhan hias tersaji pada Gambar 13.

(a)

(b)

Gambar 13 Contoh spesies tumbuhan hias : (a) Anggrek (Macodes sp.), (b) Sebra (Rubus fraxinifolius).

5.2.9 Tumbuhan penghasil kayu bakar Hasil analisis vegetasi ditemukan spesies yang berguna sebagai penghasil kayu bakar yaitu Trema orientalis (anggrung). Tumbuhan ini merupakan pohon yang dapat tumbuh dengan cepat. Kayu yang dihasilkan dari spesies ini memiliki sifat yang tidak terlalu awet dan ringan. Oleh karena itu, kayu tersebut sering dicampur dengan kayu dari spesies pohon yang lain untuk digunakan sebagai kayu bakar. Selain anggrung (Trema orientalis), tumbuhan penghasil kayu bakar

47

lainnya adalah codo (Elaeagnus latifolia). Tumbuhan ini merupakan semak kecil memanjat dengan daun berbentuk lanset. Spesies ini mempunyai kayu yang berwarna kuning dan kayunya cukup keras sehingga dapat digunakan sebagai bahan bakar (kayu bakar). Salah satu contoh tumbuhan penghasil kayu bakar sebagaimana tersaji pada Gambar 14.

Gambar 14 Codo (Elaeagnus latifolia).

5.3 Rekomendasi Kepada Pengelola Tahura R. Soerjo Salah satu fungsi dari Tahura R. Soerjo adalah sebagai koleksi tumbuhan, selain itu kawasan Tahura juga berfungsi untuk menunjang budidaya spesies tumbuhan yang ada di dalamnya. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh pihak pengelola Tahura R. Soejo untuk membuat kebun benih dari spesies yang telah diketahui manfaat atau kegunaannya yang kemudian dapat dikomersialkan. Dalam pembuatan kebun benih ini pihak pengelola Tahura R. Soerjo dapat bekerja sama dengan pihak perhutani atau instansi lain dalam hal penggunaan lahan untuk kebun benih. Selain untuk tujuan komersial, pembuatan kebun benih ini juga dapat dilakukan sebagai tindakan konservasi terhadap spesies tumbuhan agar tidak langka dan cepat punah. Dalam pembuatan kebun benih, pihak pengelola dapat melibatkan masyarakat sekitar kawasan Tahura R. Soerjo sehingga dapat meningkatkan ekonomi masyarakat dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan melestarikan kawasan Tahura R. Soerjo. Spesies tumbuhan yang potensial untuk dikembangkan menurut penulis adalah spesies remejun (Euphatorium riparium) karena spesies tumbuhan ini dapat digunakan untuk membunuh larva nyamuk Aedes aegypti yang dapat menyebabkan penyakit demam berdarah. Apabila spesies ini dikembangkan maka akan dapat menurunkan penggunaan pestisida kimia dalam upaya pemberantasan nyamuk Aedes aegypti. Hal ini juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan

48

karena bahan pestisida nabati mudah dan cepat terdegradasi di alam dan mempunyai dampak yang kecil terhadap lingkungan sehingga tidak berbahaya. Spesies lain yang dapat dikembangkan yaitu anggrung (Trema orientalis) karena memiliki berbagai manfaat atau kegunaan. Selain itu spesies ini juga telah dimanfaatkan oleh banyak masyarakat sebagai tumbuhan obat dan juga kayunya sangat baik digunakan untuk pembuatan korek api karena menurut Heyne (1987) kayu dari spesies ini sudah digunakan oleh pabrik pembuatan korek api pertama yang ada di Semarang.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan 1. Teridentifikasi sebanyak 50 spesies dari 39 famili tumbuhan yang ada di Taman hutan raya R. Soerjo dengan komposisi pohon 22 spesies, tiang 22 spesies, pancang 18 spesies, semai 23 spesies, dan tumbuhan bawah 25 spesies. Komposisi habitusnya yaitu pohon 25 spesies, semak 12 spesies, dan herba 13 spesies. Keanekaragaman spesies yang terdapat di Tahura R. Soerjo tergolong sedang yaitu pada tingkat pohon 2.5, tiang 2.7, pancang 2.6, semai 2.6, dan tumbuhan bawah 2.2. 2. Dari 50 spesies yang telah teridentifikasi sebanyak 37 spesies (74 %) dari 28 famili tumbuhan yang diketahui kegunaannya yaitu sebagai tumbuhan obat (16 spesies); penghasil bahan pangan (14 spesies); penghasil bahan bangunan (15 spesies); tumbuhan tali, anyaman dan kerajinan (3 spesies); penghasil kayu bakar (2 spesies); penghasil warna dan tanin (4 spesies); tumbuhan hias (4 spesies); penghasil pestisida nabati (3 spesies); dan tumbuhan penghasil pakan ternak (6 spesies). 6.2 Saran 1. Perlu adanya pendampingan terhadap kegiatan masyarakat yang ada di sekitar kawasan Tahura R. Soerjo dalam pemanfaatan spesies tumbuhan yang ada di dalam kawasan. 2. Perlu adanya pusat pembibitan spesies-spesies yang memiliki potensi sebagai tumbuhan berguna di Tahura R. Soerjo untuk dikembangkan dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat bagi peningkatan kesejahteraannya. Adapun spesies yang potensial untuk dikembangkan pada tingkat pohon salah satunya adalah spesies anggrung (Trema orientalis) karena spesies ini memiliki berbagai manfaat atau kegunaan. Sedangkan untuk tingkat tumbuhan bawah yaitu spesies remejun (Euphatorium riparium) karena spesies ini dapt digunakan untuk pestisida nabati yang dapat membunuh larva nyamuk aedes aegypti yang dapat menyebabkan penyakit demam berdarah.

DAFTAR PUSTAKA

Abdiyani S. 2008. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah Berkhasiat Obat di Dataran Tinggi Dieng. Jurnal Penelitian dan Konservasi Alam 5(1). Abdurrohim S, Mandang YI, Amas K. 2004. Atlas kayu Indonesia Jilid III. Bogor : Departemen kehutanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Arafah D. 2005. Studi Potensi Tumbuhan Berguna di Kawasan Taman Nasional Bali Barat. [Skripsi]. Bogor : Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. (Tidak diterbitkan). BALITTRO. 2006. Mengatasi Demam Berdarah dengan Tanaman Obat. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 28 (6). Dalimartha S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid III. Jakarta: Puspa Swara. Fachrul MF. 2008. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: PT Bumi Aksara. French BR. 2006. Food Composition Tables For Food Plants in Papua New Guines.http://www.learngrow.org/uploads/file/4Food%20Composition%2 0PNG%20plants.pdf [17 Februari 2012] Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia I-IV. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Terjemahan dari: de Nuttige planten van Indenesie. Hasanah M, Rusmin D. 2006. Teknologi Pengelolaan Benih Beberapa Tanaman Obat di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 25 (2). Hidayat N, Saati EA. 2006. Membuat Pewarna Alami. Surabaya: Trubus Agrisarana. Heriyanto NM, Subiandono E. 2007. Pemanfaatan Jenis Tumbuhan Obat Oleh Masyarakat Di Sekitar Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur. Info Hutan IV(5) : 511-521. Irawan D, Wijaya CH, Limin SH, Hashidoko Y, Osaki M, Kulu IP. 2006. Ethnobotanical Study and Nutrient Potency of Local Traditional vegetables in Central Kalimantan. Tropics 15 (4). Sidiyasa K, Zakaria, Iwan R. 2006. Hutan Desa Setulang dan Sengayan Malinau, Kalimantan Timur. Bogor : Center For International Forestry Research (CIFOR).

51

Kardinan A. 2002. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Jakarta: Penebar Swadaya. Kathiriya AK, Das K, Joshipura M, Mandai N. 2010. Oxalis corniculata Linn. The Plant of Indian Subtropics. http://www.herbaltechindustry.com. [30 Januari 2012]. Kathiriya AK, Das K, Kumar EP, Mathai KB. 2010. Evaluation of Antitumor and Antioxidant Activity of Oxalis corniculata Linn. Againts Ehrlich Ascites Carnicoma on Mice. Iranian Journal of Cancer Prevention 3 (4) : 157165. Krebs CJ. 1972. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. New York: Harper & Row Publishing. Lemmens RHMJ, Soetjipto NW. 1999. Sumberdaya Nabati Asia Tenggara 3. Jakarta: PT. Balai Pustaka. Maisyaroh W. 2010. Struktur Komunitas Tumbuhan Penutup Tanah di Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar, Malang. Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari 1(1). Mandang YI, Pandit KN. 2002. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Bogor: PROSEA Indonesia, Yayasan PROSEA. Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 2005. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Bogor: Departemen Kehutanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Matsjeh S. 2004. Sintesis Flavonoid: Potensi Metabolit Sekunder Aromatik Dari Sumber Daya Alami Nabati Indonesia. http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/962_pp0911126.pdf. [7 Januari 2012]. Mukrimin. 2011. Analisis Potensi Tegakan Hutan Produksi di Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa. Jurnal Hutan dan Masyarakat 6 (1). Napitu

JP. 2007. Pengelolaan Kawasan Konservasi. http://forestindonesia.files.wordpress.com/2008/01/pengelolaan-kawasankonservasi.pdf [22 Mei 2011]

Nasrullah I, Murhandini S, Rahayu WP. 2010. Phytochemical Study from Curcuma aeruginosa Roxb. Rhizome for Standardizing Traditional Medicine Extract. J. Int. Environmental Application & Science 5 (5): 748750. Abstract. http://www.jieas.com/volumes/vol101-5-1/abs10-v5-i5-110.pdf. [31 januari 2012].

52

Orwa et al. 2009. Trema orientalis (L.) Blume. Agroforestry data base 4.0. http://www.worldagroforestry.org/treedb2/AFTPDFS/Trema_orientalis.pd f. Patel RK, Singh A, Deka BC. 2008. Soh-Shang (Elaeagnus latifolia): An UnderUtilized Fruit Of North East Region Needs Domestication. Envis Bulletin: Himalayan Ecology :16(2). Patil SB, Naikwade NS, Magdum CS. 2009. Review on Phytochemistry and Pharmacological Aspect of Euphorbia hirta Linn. http://www.jprhc.in/files/JPRHC113-133.pdf. [31 Januari 2012]. Pitojo S, Zumiati. 2009. Pewarna Nabati Makanan. Yogyakarta : Kanisius. Praptiwi, Jamal Y, Murningsih T. 2002. Komponen Kimia dan Uji Bakteri Minyak Atsiri Daun Ki Cengkeh (Urophyllum arboreum). Berita Biologi (6) 3. Purwaningsih, Yusuf R. 2008. Análisis Vegetasi Hutan Pegunungan di Taman Nasional Gunung Ciremai, Majalengka, Jawa Barat. Jurnal Biologi Indonesia 4 (5): 385-399. Purwanto Y, Waluyo EB. 1992. Etnobotani Suku Dani di Lembah Baliem-Irian Jaya : Suatu Telaah Tentang Pegetahuan dan Pemanfaatan Sumberdaya Alam Tumbuhan. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Pertanian dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia: Bogor. Rahayu M, Sunarti S, Keim AP. 2008. Kajian Etnobotani Pandan Samak (Pandanus odoratissimus L.F): Pemanfaatan dan Peranannya dalam Usaha Menunjang Penghasilan Keluarga di Ujung Kulon, Banten. Biodiversitas 9 (4): 310-314. Salhan M. 2010. Comparative Antihelmintic Activity of Aqueous and Ethanolic Leaf Extracts of Clitoria ternatea. International Journal of Drug Development & Research 3: 62-69. Saparinto C, Hidayati D. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarata: Kanisius. Sari LORK. 2006. Pemanfaatan Obat Tradisional dengan Pertimbangan Manfaat dan Keamanannya. Majalah Kefarmasian (3) 1: 1-7. Setyawan AD. 2009. Traditionally Utilization of Selaginella; Field Research and Literature Review. Nusantara Bioscience 1(3): 146-158. Setyowati FM, Wardah, Sujadi A. 2005. Pengetahuan Tradisional masyarakat banten Kidul Dalam Memanfaatkan Tumbuhan. Laporan Teknik Bidang

53

Botani, Pusat Penelitian Biologi LIPI. http://www. elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/.../7270.pdf [9 Januari 2012]. Sitepu D, Sutigno P. 2001. Peranan Tanaman Obat dalam Pengembangan Hutan Tanaman. Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2(2): 61-77. Soerianegara I, A Indrawan. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor : Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Sudarmo S. 2005. Pestisida Nabati Pembuatan dan Pemanfaatannya. Yogyakarta: Kanisius. Suita E, Nurhasybi. 2009. Pengumpulan Benih dan Perbanyakan tanaman Jenis Pionir Macaranga sp. Untuk Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Info Benih 13 (1): 170-175. Sukamto. 2009. Prospek Tanaman Nilam Penghasil Minyak Atsiri; Pengembangannya melalui Sistem Pola Tanam. Perkembangan Teknologi Tro 21(2): 48-55. Sunarti S, Rugayah, Djarwaningsih. 2007. Tumbuhan Berpotensi Bahan Pangan Di Daerah Cagar Alam Tangale. Biodiversitas 8(2): 89-91. Surya MI. 2009. Keanekaragaman dan Potensi Rubus spp. Koleksi Kebun Raya Cibodas. Cianjur: UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas. Susiarti S, Hoesen DSH, Hidayat A. 2000. Keanekaragaman Tumbuhan yang Berpotensi Sebagai tanaman Hias di Kutai, Kalimantan Timur. Di dalam: Prosiding Seminar Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional; Kebun Raya Bogor , 5 November 2000. Bogor: Balitbang Botani, Puslitbang BiologiLIPI. Syamsu JA, Natsir A, Ahmad S, Abustam E, Kadir N, Ali HM, Mukarram M, Arasy AM, Setiawan AH. 2006. Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan Ruminansia. Makassar: Yayasan Citra Emulsi dan Dinas Peternakan Propinsi Sulawesi Selatan. Sylviani, Widiarti A. 2001. Penentuan Jenis Pohon Unggulan Sebagai Penghasil Kayu Bakar. Jurnal Sosial Ekonomi 2 (2): 139-150. Tchamo DN, Cartier G, Franca MGD, Tsamo E, Mariotte AM. 2001. Xanthose and Other Constituents of Trema orientalis. Pharmaceutical Biology 39 (3): 202-205. Ulfah M. 2006. Potensi Tumbuhan Obat sebagai Fitobiotik Multi Fungsi untuk Meningkatkan Penampilan dan Kesehatan Satwa di Penangkaran. Media Konservasi (11) 3 : 109 – 114.

UPT TAHURA R. Soerjo. 2010. Profil Taman Hutan Raya R. Soerjo. Malang: UPT TAHURA R. Soerjo. [UUD]Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Verma C, Bhatia S, Srivastava S. 2009. Traditional medicine of the Nicobarese. Indian Journal of traditional Knowledge 9(4) : 779-785. Wiratno. 2010. Beberapa Formula Pestisida Nabati dari Cengkeh. http://pustaka.litbang.deptan.go.id/inovasi/kl10101.pdf [ 27 Mei 2011] Yunita EA, Suprapti NH, Hidayat JW. 2009. Pengaruh Ekstrak Daun Teklan (Euphatorium riparium) terhadap Mortalitas dan Perkembangan Larva Aedes aegypti. Bioma 11(1): 11-17. Zuhud EAM, Siswoyo, Sandra E, Soekmadi R, Adhiyanto E. 2004. Penyusunan Rancangan dan Pengembangan Sumberdaya Alam Hayati Berupa Tumbuhan di Kabupaten Sintang. Kerjasama Fakultas Kehutanan IPB dengan Bappeda Kabupaten Sintang. Bogor.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar spesies tumbuhan yang terdapat di Taman Hutan Raya (TAHURA) R. Soerjo No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

Nama Jenis Aneilema nodiflorum F. Muell Astronia spectabilis Blume Bidens pilosa L. Buddleja asiantica Lour Casuarina junghuhniana Miq. Claoxylon longifolium Baill. Clitoria ternatea Linn. Curcuma aeruginosa Roxb Diplazium esculentum Swartz. Disporum Centoniensis (Lour) Mern. Dysoxylum leschenaultianum Koord.& Valet. Elaeagnus latifolia Linn. Elaeocarpus sphaericus Schum. Elatostema latifolium Blume ex H. Schroet. Engelhardia spicata Leschenault ex Blume. Euphatorium riparium Regel. Euphorbia hirta L. Fagraea blumei G.Don Ficus lepicarpa Blume Ficus padana Brums. Ficus sp. Globba marantina L. Glochidion macrocarpum Blume

Nama Lokal Gebut Kupu ketek Corok Bathok Putihan Cemara Gunung Ketupuk Kacang-kacangan Temu ireng Pakis Ranti Gempur Codo Genitri Urang-urangan merah Kukrup Remejun Patikan emas Endog-endogan Dampul Kebek Tritih Lempuyangan Kopian

Famili Commelinaceae Melastomataceae Compositae Aceraceae Casuarinaceae Euphorbiaceae Fabaceae Zingiberaceae Athyriaceae Liliaceae Meliaceae Elaeagnaceae Elaeocarpaceae Certicaceae Juglandaceae Asteraceae Euphorbiaceae Loganiaceae Moraceae Moraceae Moraceae Zingiberaceae Euphorbiaceae

Habitus Terna Pohon Terna Pohon Pohon Pohon Terna Terna Semak Terna Pohon Semak Pohon Semak Pohon Semak Terna Pohon Pohon Pohon Pohon Terna Pohon

Lampiran 1 Lanjutan No. 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46

Nama Jenis Helicia attenuata (Jack) Blume. Lithocarpus elegans (Blume) Hatus.ex Soepadmo Litsea diversifolia Blume Macaranga sp. Macodes sp. Macropanax dispermus (Blume) O.K. Nauclea excelsa Blume Oxalis corniculata L. Pandanus sp. Pilea sp. Pinanga sp Piper miniatum Blume Polygonum chinense Houtt. Prunus cf. arborea (Blume) Kalkman Psychotria sp. Pteris sp. Quercus sundaica Blume. Rhamnus nepalensis (Wall.) Laws. Rubus chrysophyllus Reinw ex Miq Rubus Fraxinifolius Poir Scleria sp. Selaginella plana Hieron Strobilanthes sp.

Nama Lokal Apelan Pasang abang Nangkan Tutup Anggrek Katesan Nyampuh gunung Kecutan Pandan Jengkon merah Piji Suruhan Tebu sawur Baros Rayutan Paku-pakuan Pasang Kelis Ri bandel Sebra Ladingan Pelapis Jengkon

Famili Proteaceae Fagaceae Lauraceae Euphorbiaceae Orchidaceae Araliaceae Rubiaceae Oxalidaceae Pandanaceae Urticaceae Arecaceae Piperaceae Polygonaceae Rosaceae Rubiaceae Pteridaceae Fagaceae Rhamnaceae Rosaceae Rosaceae Cyperaceae Selaginellaceae Achantaceae

Habitus Pohon Pohon Pohon Pohon Terna Pohon Pohon Terna Semak Semak Semak Semak Terna Pohon Semak Semak Pohon Pohon Semak Terna Terna Terna Semak

Lampiran 1 Lanjutan No. 47 48 49 50

Nama Jenis Symplocos lucida Wall. Syzygium racemosum (Blume) DC. Trema orientalis (L.) Blume Turpinia montana (Blume) Kurz

Nama Lokal Bima Tinggan Anggrung Lembayungan

Famili Symplocaceae Myrtaceae Ulmaceae Staphylleaceae

Habitus Pohon Pohon Pohon Pohon

Lampiran 2 Daftar Nilai INP Tingkat Pohon No

Nama Lokal

Nama Spesies

Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

Pasang Kukrup Gempur Lembayungan Kelis Pasang abang Kopian Nyampuh gunung Genitri Ketupuk Kupu ketek Anggrung Dampul Baros Endog-endogan Tinggan Bima Tutup Katesan Putihan Cemara Gunung Nangkan

Quercus sundaica Blume. Engelhardia spicata Leschenault ex Blume. Dysoxylum leschenaultianum Koord.& Valet. Turpinia montana (Blume) Kurz Rhamnus nepalensis (Wall.) Laws. Lithocarpus elegans (Blume) Hatus.ex Soepadmo Glochidion macrocarpum Blume Nauclea excelsa Blume Elaeocarpus sphaericus Schum. Claoxylon longifolium Baill. Astronia spectabilis Blume Trema orientalis (L.) Blume Ficus lepicarpa Blume Prunus cf. arborea (Blume.) Kalkman Fagraea blumei G.Don Syzygium racemosum (Blume) DC. Symplocos lucida Wall. Macaranga sp.. Macropanax dispermus (Blume) O.K. Buddleja asiantica Lour Casuarina junghuhniana Miq. Litsea diversifolia Blume

130 71 43 40 30 21 27 21 18 17 12 6 10 9 8 5 4 4 4 4 3 3

K (ind/ha) 32.5 17.75 10.75 10 7.5 5.25 6.75 5.25 4.5 4.25 3 1.5 2.5 2.25 2 1.25 1 1 1 1 0.75 0.75

F

D

0.84 0.44 0.33 0.31 0.26 0.21 0.21 0.18 0.18 0.16 0.11 0.05 0.1 0.08 0.08 0.05 0.04 0.04 0.04 0.03 0.02 0.03

92220.021 72603.836 21510.187 9196.899 15738.407 22384.447 8733.415 12415.269 12692.439 4751.646 10402.472 10975.192 1438.555 2649.742 1191.539 589.926 1876.962 1007.419 721.258 620.738 1582.671 392.92

KR (%) 26.5 14.5 8.8 8.2 6.1 4.3 5.5 4.3 3.7 3.5 2.4 1.2 2 1.8 1.6 1 0.8 0.8 0.8 0.8 0.6 0.6

FR (%) 22.164 11.609 8.707 8.179 6.86 5.541 5.541 4.75 4.749 4.222 2.902 1.32 2.638 2.11 2.111 1.32 1.05 1.055 1.05 0.79 0.528 0.79

DR (%) 30.17 23.75 7.04 3.01 5.15 7.32 2.86 4.06 4.15 1.55 3.4 3.59 0.47 0.87 0.39 0.19 0.61 0.33 0.24 0.2 0.52 0.13

INP 78.861 49.849 24.519 19.351 18.131 17.149 13.908 13.096 12.575 9.245 8.754 6.134 5.149 4.814 4.133 2.533 2.486 2.201 2.108 1.811 1.658 1.532

Lampiran 3 Nilai INP Tingkat Tiang

49 46 43 44 21 19 17 15 16 15 2 12 11 9 6 4 2

K (ind/ha) 12.25 11.5 10.75 11 5.25 4.75 4.25 3.75 4 3.75 0.5 3 2.75 2.25 1.5 1 0.5

0.39 0.42 0.41 0.4 0.2 0.15 0.16 0.15 0.16 0.15 0.16 0.11 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02

7882.745 5931.87 6073.399 5624.93 2681.214 2602.71 2440.97 2384.15 2021.553 1815.943 2600.419 1564.28 1746.285 1459.859 762.106 642.313 379.086

2 1 1 1 1

0.5 0.25 0.25 0.25 0.25

0.02 0.01 0.01 0.01 0.01

230.506 130.429 127.411 91.902 86.711

No

Nama Lokal

Nama Spesies

Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Dampul Tinggan Pasang Kopian Nyampuh gunung Lembayungan Ketupuk Kupu ketek Apelan Endog-endogan Katesan Gempur Kelis Kukrup Nangkan Kebek Pasang abang

18 19 20 21 22

Tutup Putihan Baros Anggrung Bima

Ficus lepicarpa Blume Syzygium racemosum (Blume) DC. Quercus sundaica Blume. Glochidion macrocarpum Blume Neonauclea excelsa Blume Turpinia montana (Blume) Kurz Claoxylon longifolium Baill. Astronia spectabilis Blume Helicia attenuata (Jack) Blume. Fagraea blumei G.Don Macropanax dispermus (Blume) O.K. Dysoxylum leschenaultianum Koord.& Valet. Rhamnus nepalensis (Wall) Laws. Engelhardia spicata Leschenault ex Blume. Litsea diversifolia Blume Ficus padana Brums. Lithocarpus elegans (Blume) Hatus.ex Soepadmo Macaranga sp. Buddleja asiantica Lour Prunus cf. arborea (Bl.) Kalkman Trema orientalis (L.) Blume Symplocos lucida Wall.

F

D

FR (%)

DR (%)

14.54 13.65 12.76 13.056 6.231 5.638 5.045 4.451 4.748 4.451 0.593 3.561 3.264 2.671 1.78 1.187 0.593

12.112 13.043 12.733 12.422 6.211 4.658 4.969 4.658 4.969 4.658 4.969 3.416 3.106 2.484 1.863 1.242 0.621

15.996 12.037 12.324 11.414 5.441 5.281 4.953 4.838 4.102 3.685 5.277 3.174 3.544 2.962 1.546 1.303 0.769

INP (%) 42.647 38.73 37.817 36.893 17.883 15.578 14.967 13.947 13.819 12.794 10.839 10.151 9.913 8.117 5.19 3.733 1.984

0.593 0.297 0.297 0.297 0.297

0.621 0.311 0.311 0.311 0.311

0.468 0.265 0.259 0.186 0.176

1.682 0.872 0.866 0.794 0.783

KR (%)

Lampiran 4 Daftar Nilai INP Tingkat Pancang 1 2

No

Nama Lokal Kopian Tinggan

Nama Spesies Glochidion macrocarpum Blume Syzygium racemosum (Blume) DC.

Jumlah 43 31

K 10.75 7.75

F 0.28 0.23

KR (%) 18.1 13.1

FR (%) 16.2 13.3

INP (%) 34.3 26.4

3

Pasang

Quercus sundaica Blume.

27

6.75

0.2

11.4

11.6

23

4 5 6 7

Endog-endogan Dampul Apelan Nyampuh gunung

Fagraea blumei G.Don Ficus lepicarpa Blume Helicia attenuata (Jack) Blume. Neonauclea excelsa Blume

24 20 18 14

6 5 4.5 3.5

0.17 0.16 0.14 0.11

10.1 8.4 7.6 5.9

9.8 9.2 8.1 6.4

20 17.7 15.7 12.3

8

Tritih

Ficus sp.

10

2.5

0.08

4.2

4.6

8.8

9

Bima

Symplocos lucida Wall.

10

2.5

0.07

4.2

4

8.3

10

Nangkan

Litsea diversifolia Blume

10

2.5

0.05

4.2

2.9

7.1

11

Putihan

Buddleja asiantica Lour

7

1.75

0.04

3

2.3

5.3

12

Katesan

Macropanax dispermus (Blume) O.K.

5

1.25

0.05

2.1

2.9

5

13

Ketupuk

Claoxylon longifolium Baill.

5

1.25

0.04

2.1

2.3

4.4

14 15

Kupu ketek Kelis

Astronia spectabilis Blume Rhamnus nepalensis (Wall.) Laws.

4 5

1 1.25

0.04 0.03

1.7 2.1

2.3 1.7

4 3.8

16 17 18

Kukrup Tutup Genitri

Engelhardia spicata Leschenault ex Blume. Macaranga sp.. Elaeocarpus sphaericus Schum.

2 1 1

0.5 0.25 0.25

0.02 0.01 0.01

0.8 0.4 0.4

1.2 0.6 0.578

2 1 1

Lampiran 5 Daftar Nilai INP Tingkat Semai No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

Nama lokal Kopian Tritih Endog-endogan Ketupuk Tinggan Nyampuh gunung Anggrung Dampul Gempur Pasang Bima Tutup Kupu ketek Kelis Katesan Genitri Apelan Putihan Baros Kukrup Nangkan Lembayungan Kebek

Nama Spesies Glochidion macrocarpum Blume. Ficus sp. Fagraea blumei G.Don Claoxylon longifolium Baill. Syzygium racemosum (Blume) DC. Nauclea excelsa Blume Trema orientalis (L.) Blume Ficus lepicarpa Blume. Dysoxylum leschenaultianum Koord.& Valet. Quercus sundaica Bl. Symplocos lucida Wall. Macaranga sp. Astronia spectabilis Blume Rhamnus nepalensis (Wall.) Laws. Macropanax dispermus (Blume) O.K. Elaeocarpus sphaericus Schum. Helicia attenuata (Jack) Bl. Buddleja asiantica Lour. Prunus cf. arborea (Bl.) Kalkman Engelhardia spicata Leschenault ex Blume. Litsea diversifolia Blume Turpinia montana (Blume) Kurz Ficus padana Brums.

Jumlah 103 64 29 22 17 14 11 10 12 11 14 11 8 5 4 4 3 2 2 1 1 1 1

K 25.75 16.00 7.25 5.50 4.25 3.50 2.75 2.50 3.00 2.75 3.50 2.75 2.00 1.25 1.00 1.00 0.75 0.50 0.50 0.25 0.25 0.25 0.25

F 0.34 0.19 0.14 0.13 0.09 0.08 0.07 0.07 0.06 0.06 0.04 0.04 0.03 0.04 0.04 0.03 0.02 0.02 0.02 0.01 0.01 0.01 0.01

KR (%) 29.40 18.30 8.30 6.30 4.90 40.00 3.10 2.90 3.40 3.10 40.00 3.10 2.30 1.40 1.10 1.10 0.90 0.60 0.60 0.30 0.30 0.30 0.30

FR (%) 21.9 12.3 9.00 8.40 5.80 5.20 4.50 4.50 3.90 3.90 2.60 2.60 1.90 2.60 2.60 1.90 1.30 1.30 1.30 0.60 0.60 0.60 0.60

INP 51.40 30.50 17.30 14.70 10.70 9.20 7.70 7.40 7.30 7.00 6.60 5.70 4.20 4.00 3.70 3.10 2.10 1.90 1.90 0.90 0.90 0.90 0.90

Lampiran 6 Nilai INP Tingkat Tumbuhan Bawah. No 1

Nama lokal Remejun

Nama Spesies Euphatorium riparium Regel.

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

Urang-urangan merah Paku-pakuan Jengkon merah Suruhan Gebut Pelapis Jengkon Kacang-kacangan Corok Bathok Pandan Ladingan Rayutan Pakis Ri bandel Sebra Ranti Lempuyangan Tebu sawur Patikan emas Kecutan Piji

Elatostema latiolium Blume ex H Pteris sp. Pilea sp. Piper miniatum Blume Anelima nodiflorum F. Muell Selaginella plana Hieron Strobilanthes sp. Clitoria ternatea Linn. Bidens pilosa L. Pandanus sp. Scleria sp. Psychotria sp. Diplazium esculentum Swartz. Rubus chrysophyllus Reinw ex Miq Rubus Fraxinifolius Poir Disporum Centoniensis (Lour) Mern. Globba marantina L. Polygonum chinense Houtt. Euphorbia hirta L Oxalis corniculata L. Pinanga sp

Jumlah spesies 2401

K 600.25

F 0.55

KR (%) 58.59

FR (%) 16.32

INP (%) 74.91

669 121 247 101 126 115 66 26 44 20 14 21 18 30 36 7 4 8 15 4 3

167.25 30.25 61.75 25.25 31.5 28.75 16.5 6.5 11 5 3.5 5.25 4.5 7.5 9 1.75 1 2 3.75 1 0.75

0.69 0.38 0.27 0.33 0.20 0.12 0.08 0.10 0.08 0.08 0.08 0.07 0.07 0.04 0.03 0.04 0.04 0.03 0.02 0.02 0.02

16.32 2.95 6.03 2.46 3.07 2.81 1.61 0.63 1.07 0.49 0.34 0.51 0.44 0.73 0.88 0.17 0.10 0.20 0.37 0.10 0.07

20.48 11.28 8.01 9.79 5.93 3.56 2.37 2.97 2.37 2.37 2.37 2.08 2.08 1.19 0.89 1.19 1.19 0.89 0.59 0.59 0.59

36.80 14.23 14.04 12.25 9.00 6.37 4.00 3.60 3.37 2.86 2.71 2.59 2.48 1.91 1.77 1.36 1.29 1.09 0.96 0.69 0.66

Lampiran 6 Lanjutan No 23 24 25

Nama lokal Anggrek Codo Temu ireng

Nama Spesies Macodes sp. Elaeagnus latifolia Linn. Curcuma aeruginosa Roxb

Jumlah spesies 1 1 1

K 0.25 0.25 0.25

F 0.01 0.01 0.01

KR (%) 0.02 0.02 0.02

FR (%) 0.30 0.30 0.30

INP 0.32 0.32 0.32

Lampiran 7 Daftar Spesies yang terdapat di TAHURA R. Soerjo Berdasarkan Famili No. 1

Famili Euphorbiaceae

2

Fagaceae

3

Moraceae

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Junglandaceae Casuarinaceae Elaeocarpaceae Loganiaceae Meliaceae Melastomataceae Staphylleaceae Rhamnaceae Ulmaceae Lauraceae Rosaceae

15 16

Symplocaceae Rubiaceae

17 18 19 20 21 22 23 24 25

Myrtaceae Aceraceae Araliaceae Proteaceae Achantaceae Asteraceae Urticaceae Fabaceae Certicaceae

26 27 28 29 30

Compositae Commelinaceae Athyriaceae Cyperaceae Pandanaceae

Nama Lokal Ketupuk Kopian Tutup Patikan emas Pasang Pasang abang Dampul Kebek Tritih Kukrup Cemara Gunung Genitri Endog-endogan Gempur Kupu ketek Lembayungan Kelis Anggrung Nangkan Baros Ri bandel Sebra Bima Nyampuh gunung Rayutan Tinggan Putihan Katesan Apelan Jengkon Remejun Rengkon merah Racang-kacangan Urang-urangan merah Corok Bathok Gebut Pakis Ladingan Pandan

Nama Spesies Claoxylon longifolium Baill. Glochidion macrocarpum Blume Macaranga sp. Euphorbia hirta L. Quercus sundaica Bl. Lithocarpus elegans(Blume) Hatus.ex Soepadmo Ficus lepicarpa Blume Ficus padana Brums. Ficus sp. Engelhardia spicata Leschenault ex Blume. Casuarina junghuhniana Miq. Elaeocarpus sphaericus Schum. Fagraea blumei G.Don Dysoxylum leschenaultianum Koord.& Valet. Astronia spectabilis Blume Turpinia montana (Blume) Kurz Rhamnus nepalensis (Wall.) Laws. Trema orientalis (L.) Blume Litsea diversifolia Blume Prunus cf. arborea (Bl.) Kalkman Rubus chrysophyllus Reinw ex Miq Rubus Fraxinifolius Poir Symplocos lucida Wall. Nauclea excelsa Blume Psychotria sp. Syzygium racemosum (Blume) DC. Buddleja asiantica Lour Macropanax dispermus (Blume) O.K. Helicia attenuata (Jack) Bl. Strobilanthes sp. Euphatorium riparium Regel. Pilea sp. Clitoria ternatea Linn. Elatostema latifolium Blume ex H. Schroet. Bidens pilosa L. Anelima nodiflorum F. Muell Diplazium esculentum Swartz. Scleria sp. Pandanus sp.

Lampiran 7 Lanjutan No 31

Famili Zingiberaceae

32 33 34 35 36 37 38 39

Selaginellaceae Elaeagnaceae Oxalidaceae Piperaceae Orchidaceae Liliaceae Polygonaceae Arecaceae

Nama Lokal Temu ireng Lempuyangan Pelapis Codo Kecutan Suruhan Anggrek Ranti Tebu sawur Piji

Nama Spesies Curcuma aeruginosa Roxb Globba marantina L. Selaginella plana Hieron Elaeagnus latifolia Linn. Oxalis corniculata L. Piper miniatum Blume Macodes sp. Disporum Centoniensis (Lour) Mern. Polygonum chinense Houtt. Pinanga sp

Lampiran 8 Kelompok kegunaan tumbuhan di Lokasi Penelitian Taman Hutan Raya R. Soerjo No. 1

2

Kelompok kegunaan Tumbuhan obat

Tumbuhan penghasil pangan

Nama Lokal Kukrup Genitri Pasang abang Anggrung Remejun Kacang-kacangan Corok Bathok Pakis Temu ireng Pelapis Lempuyangan Kecutan Sebra Suruhan Tebu sawur Patikan emas Ketupuk Anggrung Kebek Corok Bathok Gebut Pakis Codo

Nama Jenis Engelhardia spicata Leschenault ex Blume. Elaeocarpus sphaericus Schum. Lithocarpus elegans (Blume) Hatus.ex Soepadmo Trema orientalis (L.) Blume Euphatorium riparium Regel. Clitoria ternatea Linn. Bidens pilosa L. Diplazium esculentum Swartz. Curcuma aeruginosa Roxb Selaginella plana Hieron Globba marantina L. oxalis corniculata L. Rubus Fraxinifolius Poir Piper miniatumBlume Polygonum chinense Houtt. Euphorbia hirta L. Claoxylon longifolium Baill. Trema orientalis (L.) Blume Ficus padana Burms. Bidens pilosa L. Aneilema nodiflorum F. Muell Diplazium esculentum Swartz. Elaeagnus latifolia Linn.

Habitus Pohon Pohon Pohon Pohon Semak Terna Terna Semak Semak Terna Terna Terna Semak Semak Terna Terna Pohon Pohon Pohon Terna Terna Semak Semak

Lampiran 8 Lanjutan No

3

4

Kelompok kegunaan

Tumbuhan penghasil bahan bangunan

Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan

Nama lokal

Nama Spesies

Habitus

Sebra Tebu sawur Patikan emas Nangkan Ri bandel Genitri Pelapis Pasang Ketupuk Cemara Gunung Dampul Kukrup Genitri Kupu ketek Anggrung Nangkan Nyampuh gunung Katesan Kebek Tritih Bima Tinggan Anggrung

Rubus Fraxinifolius Poir Polygonum chinense Houtt. Euphorbia hirta L. Litsea diversifolia Blume Rubus chrysopyllus Reinw ex Miq Elaeocarpus sphaericus Schum. Selaginella plana Hieron Quercus sundaica Blume. Claoxylon longifolium Baill. Casuarina junghuhniana Miq. Ficus lepicarpa Blume

Perdu Terna Terna Pohon Semak Pohon Terna Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon

Engelhardia spicata Leschenault ex Blume. Elaeocarpus sphaericus Schum. Astronia spectabilis Blume Trema orientalis (L.) Blume Litsea diversifolia Blume Nauclea excelsa Blume Macropanax dispermus (Blume) O.K. Ficus padana Burms. Ficus sp. Symplocos lucida Wall. Syzigium racemosum (Blume) DC. Trema orientalis (L.) Blume

Lampiran 8 Lanjutan No.

Kelompok kegunaan

Nama lokal Pandan Tutup

Nama spesies Pandanus sp. Macaranga sp

Habitus Semak Pohon

5

Tumbuhan penghasil bahan pewarna dan tanin

Kacang-kacangan

Clitoria ternatea Linn.

Terna

Lempuyangan Bima

Globba marantina L. Symplocos lucida Wall.

Terna Pohon

Pasang Pelapis

Quercus sundaica Blume. Selaginella plana Hieron

Pohon Terna

Lempuyangan Remejun

Globba marantina L. Euphatorium riparium Regel.

Terna Semak

Kopian Gebut Corok bathok Codo Tebu sawur Kacang-kacangan Anggrek Sebra Corok bathok Kacang-kacangan Codo

Glochidion macrocarpum Blume Aneilema nodiflorum F. Muell Bidens pilosa L Elaeagnus latifolia Linn. Polygonum chinense Houtt. Clitoria ternatea Linn. Macodes sp. Rubus Fraxinifolius Poir Bidens pilosa L Clitoria ternatea Linn. Elaeagnus latifolia Linn.

Pohon Terna Terna Terna Terna Terna Terna Perdu Terna Terna Terna

Anggrung

Trema orientalis (L.) Blume

Pohon

6

Tumbuhan penghasil pestisida nabati

7

Tumbuhan penghasil pakan ternak

8

Tumbuhan hias

9

Tumbuhan penghaasil kayu bakar

Lampiran 9 Daftar spesies tumbuhan berguna sebagai obat No. 1

Nama Lokal Kukrup

2 3

Genitri Pasang abang

4

Nama Spesies Engelhardia spicata Leschenault ex

Bagian yang digunakan Kulit batang

Jenis penyakit Gatal di kulit

Daun,kulit,batang Kulit, batang, biji

Sakit perut, epilepsy Mencegah tumor, penyakit malaria

Anggrung

Elaeocarpus sphaericus Schum. Lithocarpus elegans (Blume) Hatus.ex Soepadmo Trema orientalis (L.) Blume

Akar

Penyakit saluran kencing, Sakit perut

5 6

Remejun Kacang-kacangan

Euphatorium riparium Regel. Clitoria ternatea Linn.

Daun Akar, daun, bunga

Peluruh air seni Membersihkan darah, Bisul, Obat batuk berat

7 8 9

Corok Bathok Pakis Temu ireng

Bidens pilosa L. Diplazium esculentum Swartz. Curcuma aeruginosa Roxb

Akar, batang muda, daun Akar Rimpang, Akar

Sakit gigi, Sakit mata, Bisul Menghilangkan bau keringat Perawatan setelah melahirkan Penyakit kulit

10

Pelapis

Selaginella plana Hieron

Seluruh bagian

Pembekuan darah, Pembersih darah Menguatkan lambung

11

Kecutan

Oxalis corniculata L.

Seluruh bagian

12

Sebra

Rubus Fraxinifolius Poir

Daun

Penyakit kulit, Sariawan, Bau mulut, Obat mata, Sakit perut Disentri

13 14

Suruhan Tebu sawur

Piper miniatum Blume. Polygonum chinense Houtt.

Daun Batang (cairan), daun muda

Meningkatkan stamina Obat mata

15 16

Patikan emas Lempuyangan

Euphorbia hirta L. Globba marantina L.

Semua bagian Tunas (bulbil)

Sakit perut, Luka-luka, Sakit pernafasan Menambah nafsu makan

Blume.

Lampiran 10 Daftar spesies tumbuhan penghasil pangan No.

Nama Lokal

Nama Jenis

Famili

1

Ketupuk

Claoxylon longifolium Baill.

Euphorbiaceae

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Anggrung Kebek Corok Bathok Gebut Pakis Codo Sebra Tebu sawur Patikan emas Nangkan

Trema orientalis (L.) Blume Ficus padana Brums. Bidens pilosa L. Aneilema nodiflorum F. Muell Diplazium esculentum Swartz. Elaeagnus latifolia Linn. Rubus Fraxinifolius Poir Polygonum chinense Houtt. Euphorbia hirta L. Litsea diversifolia Blume

Ulmaceae Moraceae Compositae Commelinaceae Athyriaceae Elaeagnaceae Rosaceae Polygonaceae Euphorbiaceae Lauraceae

Bagian yang digunakan Daun Tangkai muda Daun Buah Daun Seluruh bagian Daun muda Buah Buah Batang Daun muda Batang

12

Ri bandel

Rubus chrysopyllus Reinw ex Miq

Rosaceae

Buah

13

Genitri

Elaeocarpus sphaericus Schum.

Elaeocarpaceae

Buah

14

Pelapis

Selaginella plana Hieron

Selaginellaceae

Tunas muda

Lampiran 11 Daftar spesies tumbuhan penghasil bahan bangunan No.

Nama Lokal

Nama Jenis

Famili

1 2 3

Pasang Ketupuk Pasang abang

Fagaceae Euphorbiaceae Fagaceae

4 5 6

Cemara Gunung Dampul Kukrup

Quercus sundaica Bl. Claoxylon longifolium Baill. Lithocarpus elegans (Blume) Hatus.ex Soepadmo Casuarina junghuhniana Miq. Ficus lepicarpa Blume

Bagian yang digunakan Batang Batang Batang

Casuarinaceae Moraceae Juglandaceae

Batang Batang Batang

7 8 9 10 11 12

Genitri Kupu ketek Anggrung Nangkan Nyampuh gunung Katesan

Elaeocarpaceae Melastomataceae Ulmaceae Lauraceae Rubiaceae Araliaceae

Batang Batang Batang Batang Batang Batang

13 14

Kebek Tritih

Elaeocarpus sphaericus Schum. Astronia spectabilis Blume Trema orientalis (L.) Blume Litsea diversifolia Blume Nauclea excelsa Blume Macropanax dispermus (Blume) O.K. Ficus padana Brums. Ficus sp.

Moraceae Moraceae

Batang Batang

15

Bima

Symplocos lucida Wall.

Symplocaceae

Batang

16

Tinggan

Syzigium racemosum (Blume) DC.

Myrtaceae

Batang

Engelhardia spicata Leschenault

ex Blume.