PRODUKSI DAN KARAKTERISTIK TELUR AYAM MERAWANG

Download 20 Jul 2016 ... Permasalahan dalam pemeliharaan ayam kampung atau yang lebih dikenal dengan ayam buras adalah produktivitas yang rendah. Ay...

0 downloads 420 Views 46KB Size
Produksi dan Karakteristik Telur Ayam Merawang dengan Sistem Pemeliharaan Secara Intensif di Kebun Percobaan Petaling Kepulauan Bangka Belitung 1)

Nuraini1), Zikril Hidayat1), Adrial2) BPTP Kepulauan Bangka Belitung, Jl. Mentok Km. 4 Pangkalpinang 33134 Email: [email protected] 2) BPTP Kalimantan Tengah, Jl. G. Obos Km. 5 Palangka Raya 73112 E-mail: [email protected] Abstrak

Permasalahan dalam pemeliharaan ayam kampung atau yang lebih dikenal dengan ayam buras adalah produktivitas yang rendah. Ayam Merawang merupakan salah satu jenis ayam lokal yang berasal dari Desa Merawang Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung dan merupakan sumber genetik serta aset masyarakat Propinsi Kepulauan Bangka Belitung yang sangat potensial dikembangkan sebagai ayam dwiguna penghasil telur dan daging. Keberadaan Ayam Merawang sebagai rumpun ternak asli Kepulauan Bangka Belitung perlu dilestarikan karena populasi dan produktivitasnya semakin menurun akibat pola perkawinan yang tidak terkontrol dan terkurasnya populasi pada saat upacara keagamaan Tionghoa yang merupakan etnis mayoritas di Bangka Belitung sehingga diperlukan upaya pengembangan, perbaikan mutu genetik dan pelestarian sifat-sifat penting yang dimiliki ayam Merawang terutama produktivitas dan karakteristik telurnya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2015 dan bertujuan untuk menganalisis produktivitas telur dan mengidentifikasi karakteristik telur ayam Merawang yang dipelihara secara intensif di kebun percobaan Petaling BPTP Kepulauan Bangka Belitung. Materi yang digunakan sebanyak 31 ekor ayam Merawang betina berumur sekitar ± 1,5-2 tahun. Parameter yang diamati antara lain jumlah produksi telur, bobot telur, indeks bentuk telur serta warna kerabang telur. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah produksi telur ayam hen house yang dicapai selama 3 bulan pengamatan (90 hari) sebesar 11,72%. Rata-rata bobot telur Merawang sebesar 40,42 ± 5,85 g berkisar 32,00-48,71 g dengan rataan nilai indeks bentuk telur sebesar 77,96% ± 4,97 berkisar antara 53,38–90,38%. Warna kerabang telur ayam Merawang didominasi warna putih yakni sebesar 65,28% dan sisanya berwarna coklat sebesar 34,72%. Kata kunci: Ayam Merawang, Karakteristik telur, Produksi telur, Pendahuluan Ayam lokal atau juga dikenal sebagai ayam buras (bukan ras) memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan ayam ras. Keunggulan ayam lokal tesebut diantaranya adalah daya tahan dan adaptasinya tinggi terhadap lingkungan, memiliki rasa dan tekstur daging yang khas dan digemari masyarakat yaitu lemak yang rendah dibanding unggas lain dan nilai gizi telur yang cukup baik, pemasarannya mudah serta harga jual per satuan bobot badan lebih tinggi dibandingkan dengan ayam ras pedaging. Namun demikian dalam pengembangan ayam lokal masih menyimpan permasalahan. Akibat sistem pemeliharaan yang masih tradisional, perkawinan silang dengan ayam kampung biasa tidak dapat dihindari. Hal ini mengakibatkan kemurnian ayam Merawang semakin rendah dan populasinya juga cenderung menurun dari tahun ke tahun. Ayam lokal memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi bibit unggul dalam upaya menunjang ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani. Di Indonesia dilaporkan terdapat 32 jenis ayam lokal (ecotype) dan masing-masing jenis memiliki keunggulan tersendiri. Ayam Merawang merupakan salah satu ayam lokal (ecotype) Indonesia yang berasal spesies Gallus-gallus, family Phasianidae (Nataamijaya 2010). Pertama kali ayam Merawang dibawa oleh penambang timah dari daratan Cina ke Indonesia pada masa penjajahan Belanda

1108

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016

sekitar 300 tahun lalu. Dalam perkembangannya ayam ini sudah beradaptasi di daerah setempat sehingga ayam Merawang menjadi ayam lokal yang berasal dari Desa Merawang Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung dan merupakan sumber genetik serta aset masyarakat Propinsi Kepulauan Bangka Belitung yang sangat potensial untuk dikembangbiakkan baik dalam skala kecil ataupun komersial sehingga dapat membantu pemenuhan protein hewani secara mandiri serta meningkatkan pendapatan petani. Ayam Merawang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai ayam dwiguna penghasil telur dan daging (Hasnelly et al., 2006). Disisi lain jenis ayam ini memiliki nilai estetika yang tinggi, khususnya untuk masyarakat Tionghoa yang masih mayoritas di Kepulauan Bangka Belitung yang memiliki tradisi upacara keagamaan yang terjadi empat kali dalam setahun. Menyadari pentingnya peranan ayam Merawang tersebut, maka perlu ada upaya pengembangan, perbaikan mutu genetik dan pelestarian sifat-sifat penting yang dimiliki ayam Merawang terutama produktivitas dan karakteristik telurnya oleh karena itu, telah dilakukan penelitian yang bertujuan menganalisis produktivitas telur dan mengidentivikasi karakteristik telur ayam Merawang yang dipelihara secara intensif. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai dasar acuan dalam rangka upaya pengembangan, perbaikan mutu genetik dan pelestarian sifat-sifat ekonomis penting ayam Merawang di masa yang akan datang. Metodologi Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Petaling BPTP Kepulauan Bangka Belitung yang berlangsung pada bulan Januari-Maret 2015. Materi Penelitian Materi yang digunakan dalam penelitian terdiri atas: ayam Merawang betina sebanyak 31 ekor berumur sekitar ± 1,5-2 tahun, semua telur yang dihasilkan ayam selama penelitian, pakan ayam yang terdiri atas: konsentrat, jagung dan dedak dengan perbandingan 1:2;1, kandang individu(battery) yang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum. Alat-alat yang digunakan untuk penelitian adalah : timbangan kapasitas 5 kg, jangka sorong, kertas dan alat tulis. Peubah yang Diamati Peubah yang diamati dan cara pengukurannya sebagai berikut: 1. Jumlah produksi telur, dihitung berdasarkan produksi telur hen house (%) yaitu jumlah 2.

produksi telur selama periode waktu tertentu (hari) dibagi dengan jumlah hari dikali 100%, Bobot telur, diukur dengan menggunakan timbangan kapasitas 5 kg.

3.

Indeks bentuk telur, dihitung berdasarkan ukuran lebar telur (cm) dibagi panjang telur (cm) dikali 100%. Pengukuran panjang dan lebar telur (cm) menggunakan jangka sorong.

4.

Warna kerabang telur, diamati secara kualitatif.

Analisis Data Data-data untuk produksi telur hen house (%) dihitung nilai rata-ratanya berdasarkan jumlah produksi telur selama periode produksi, data bobot dan indeks telur dihitung menjadi nilai rata-rata, standar deviasi dan koefisien keragaman dengan rumus (Steel dan Torrie 1995). Warna kerabang telur dihitung nilai persentasenya (%) dan dianalisis secara deskriptif kualitatif.

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016

1109

Hasil dan Pembahasan Produksi Telur Produksi telur adalah kemampuan ayam untuk menghasilkan telur yang lebih sering dikenal dengan produktivitas. Produksi telur dapat dihitung berdasarkan jumlah produksi per hari. Produksi telur ayam Merawang selama tiga bulan pengamatan (90 hari) disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi telur Ayam Merawang selama tiga bulan pengamatan (90 hari) Bulan

Jumlah Telur

Rata-rata produksi telur

Rata-rata produksi hen house

Januari

150

4,84

16,13

Februari

100

3,23

10,75

Maret

77

2,48

8,28

Total

327

10,55

11,72

Tabel 1 menunjukkan bahwa produksi telur ayam Merawang selama tiga bulan pengamatan (90 hari) yakni sebanyak 327 butir atau rata-rata 10,55 butir/ekor, dengan produksi telur hen house hanya mencapai 11,72%. Produktivitas telur ayam Merawang pada penelitian ini sangat rendah jika dibandingkan dengan laporan Gunawan dan Zainuddin (2003) bahwa rata-rata produksi telur hen house pada ayam Buras hasil seleksi (generasi ke-4) selama dua bulan (60 hari) yang dipemelihara secara intensif hanya sebesar 47,30%. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan (Nafiu et al., 2012) didapatkan hasil bahwa produksi telur ayam Tolaki selama tiga periode produksi (42 hari) yakni sebanyak 382 butir atau rata-rata 25,47 butir/ekor, dengan produksi telur hen house mencapai 60,63%. Produktivitas telur ayam Merawang pada penelitian ini sangat rendah, dikarenakan sebagian besar umur ayam Merawang yang digunakan sudah cukup tua yaitu sekitar 1,5-2 tahun sehingga ayam sudah melewati umur optimal untuk bertelur. Menurut Natalia et al. (2005) dan Sarwono (2005) bahwa produksi telur ayam mencapai optimal pada umur 8 bulan dan mengalami penurunan pada umur sekitar 1,5 - 2 tahun. Faktor lainnya dikarenakan ayam Merawang mempunyai sifat kanibalisme yang tinggi sehingga berpengaruh terhadap produksi telur. Sifat kanibalisme ini kemungkinan disebabkan selain karena sifat genetis dari ayam Merawang juga disebabkan karena paruh ayam yang relatif panjang serta ayam kekurangan kalsium. Tindakan pencegahan dilakukan dengan memisahkan ternak dan memberikan pakan additive (mineral) dalam pemberian pakan. Bobot Telur Bobot telur merupakan parameter penting dalam produksi telur tetas dan usaha penetasan telur ayam. Karakteristik telur tersebut berhubungan dengan daya tetas dan bobot tetas dalam semua spesies unggas (Nafiu et al., 2012). Bobot telur ayam Merawang selama penelitian ditampilkan pada Tabel 2. Pada tabel dapat dilihat bahwa rataan bobot telur ayam Merawang adalah sebesar 40,42 ± 5,85 g berkisar 32,00-48,71 g. Hasil ini relatif sama dengan hasil penelitian Hasnelly et al., (2006), Iman (2003) dan BPTU Sembawa (2002) yang menyebutkan bahwa bobot telur ayam Merawang berkisar antara 38-45 g/butir. Bobot telur ayam Merawang dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan bobot telur ayam kampung dan ayam Arab sebagaimana dilaporkan Nataamijaya (2009) dan Sulandari et al., (2007) bahwa rata-rata bobot telur ayam kampung yang dipelihara secara intensif sebesar 35,55 ±

1110

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016

5,42 g, berkisar 30,13 – 40,97 g dan ayam Arab sebesar 34,24 ± 1,38 g. Namun demikian bobot telur ayam Merawang dalam penelitian ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan beberapa jenis ayam lokal yang lain seperti ayam Tolaki, Sentul dan ayam Pelung masing-masing sebesar 41,56 ± 3,84 g; 43,87 ± 1,25 g dan 48,87 ± 6,60 g (Nataamijaya et al., 1994; Hidayat et al., 2010 dan Darwati, 2000). Tabel 2. Karakteristik bobot dan indeks telur Ayam Merawang Peubah

Rataan

std*

kv**

Bobot telur

40,42

5,85

14,47

Lebar telur

3,96

0,21

5,38

Panjang telur

5,10

0,29

5,68

Indeks bentuk telur

77,96

4,97

6,38

* std = standar deviasi ** kv = koefisien variasi Faktor terpenting yang mempengaruhi ukuran telur adalah bangsa, umur ayam, clutch, jumlah telur yang dihasilkan dalam setahun, umur dewasa kelamin, masa mengeram, suhu, tipe kandang, pakan, air minum, penyakit dan fumigasi (Ensminger,1992). Ditambahkan Bell dan Weaver (2002); Campbell et al. (2003) bahwa bobot telur dipengaruhi oleh strain, umur pertama bertelur, temperatur lingkungan, ukuran pullet pada suatu kelompok. Menurut Sarwono (2005) bahwa besar kecilnya telur ditentukan oleh faktor genetis (keturunan), pola pemeliharaan, usia induk, dan pejantan yang digunakan.

Indeks Bentuk Telur Indeks bentuk telur merupakan salah satu parameter kualitas telur terutama untuk telur tetas. Menurut Sudaryati (1996) nilai indeks bentuk telur adalah perbandingan antara lebar telur dengan panjang telur dikalikan 100%. Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 2) menunjukkan bahwa rata-rata nilai indeks bentuk telur ayam Merawang yang dipelihara secara intensif di KP Petaling BPTP Kepulauan Bangka Belitung yakni sebesar 77,96% ± 4,97 berkisar antara 53,38–90,38%. Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Suherlan (2003) yang menyebutkan bahwa indeks bentuk telur pada ayam Merawang sebesar 78,09%, namun demikian indeks bentuk telur ayam Merawang dalam penelitian ini masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan beberapa jenis ayam seperti ayam Tolaki yang dipelihara secara intensif yaitu sebesar 76,65 ± 3,52% dengan kisaran 73,13-80,17% (Nafiu et al., 2012). Indeks bentuk telur ayam Merawang ini juga berbeda dengan ayam ayam Bangkok, ayam Kampung dan ayam Pelung yang masing-masing sebesar 74,55%, 76,01an 76,72% (Suherlan, 2003; Prilajuarti, 1990). Menurut Yuwanta (2004), penyebab terjadinya variasi indeks bentuk telur belum dapat diterangkan secara jelas, namun diduga sebagai akibat dari perputaran telur di dalam alat reproduksi betina karena ritme tekanan alat reproduksi atau ditentukan oleh diameter lumen alat reproduksi. Sementara Ensminger (1992) menjelaskan bahwa penyebab bervariasinya bentuk telur antar spesies atau dalam galur unggas pada umumnya ditentukan oleh tekanan/desakan oleh otot oviduk, volume dari albumen dan ukuran isthmus, bangsa dan variasi flok, hereditas, umur pertama bertelur, siklus bertelur dan masa berhenti bertelur.

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016

1111

Indeks bentuk telur ayam Merawang pada penelitian ini sudah ideal untuk dijadikan sebagai telur tetas yang berkualitas. Menurut Yuwanta (2004) bahwa telur ideal memiliki nilai indeks bentuk telur antara 70% - 75%. Lebih lanjut dijelaskan bahwa nilai indeks bentuk telur pada ayam bervariasi antara 65% – 82%. Semakin besar nilai indeks bentuk telur maka bentuk telur akan semakin bulat, demikian pula sebaliknya semakin kecil nilai indeks bentuk telur maka bentuk telur akan semakin lonjong. Warna Kerabang Telur Warna kerabang telur ayam Merawang disajikan pada Tabel 3.

Berdasarkan hasil

penelitian (Tabel 3) didapatkan hasil bahwa warna kerabang yang paling dominan adalah putih yakni sebesar 65,28% dan sisanya berwarna coklat sebesar 34,72%. Hasil penelitian ini agak berbeda dengan laporan Nafiu et al., (2009) bahwa warna kerabang telur ayam Tolaki pada pemeliharaan ekstensif didominasi warna coklat muda (43,00%) kemudian coklat (39%), putih terang (12,00%) dan putih buram (6,00%), sedangkan ayam Tolaki pada pemeliharaan secara intensif warna kerabang yang paling dominan adalah coklat yakni sebesar 42,16%, kemudian putih terang 26,49%, coklat muda 17,16% dan putih buram 14,18% (Nafiu et al., 2012), selanjutnya dijelaskan bahwa perbedaan warna kerabang ini diduga disebabkan oleh perbedaan kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan. Tabel 3. Karakteristik wana kerabang telur Ayam Merawang Wana

Jumlah

Kerabang Telur

(n=265)

%

Putih

92

34,72

Coklat

173

65,28

Total

265

100

Pada pemeliharaan intensif kebutuhan nutrisi cenderung tercukupi, sehingga proses pembentukan telur termasuk pembentukan warna kerabang dapat terekspresi sesuai potensi genetiknya. Hal ini sesuai pendapat Sugiharto (2005) bahwa perbedaan warna kulit telur ayam ayam yang satu dengan yang lain dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah umur, pakan dan genetik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa warna kerabang telur ayam ada dua macam, yaitu coklat dan putih. Perbedaan warna kerabang telur disebabkan adanya pigmen. Kerabang yang berwarna coklat disebabkan oleh pigmen phorpyrin yang terdapat pada permukaan kerabang. Pada telur yang berwarna putih, pigmen tersebut rusak setelah terkena cahaya matahari saat telur keluar dari kloaka. Kerabang yang berwarna coklat umumnya lebih tebal dibanding dengan yang berwarna putih. Sejalan dengan hal tersebut, Sudaryati (1996) menyatakan bahwa dalam pembentukan warna kerabang telur, asupan nutrisi menjadi salah satu faktor penting. Rendahnya sekresi phorpyrin saat pengecatan kerabang telur akan mengakibatkan warna kulit telur menjadi lebih putih. Kesimpulan 1.

Produksi telur ayam Merawang sangat rendah. Produksi telur hen house yang dicapai selama 3 bulan pengamatan (90 hari) hanya sebesar 11,72%.

1112

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016

2.

Rata-rata bobot telur Merawang sebesar 40,42 ± 5,85 g berkisar 32,00-48,71 g dengan rataan nilai indeks bentuk telur sebesar 77,96% ± 4,97 berkisar antara 53,38–90,38%.

3.

Warna kerabang telur ayam Merawang didominasi warna putih yakni sebesar 65,28% dan sisanya berwarna coklat sebesar 34,72%. Daftar Pustaka

Balai Pembibitan Ternak Unggul Sembawa. 2002. Panduan Teknis Pemuliaan Ayam Lokal. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. Balai Pembibitan Ternak Unggul Sembawa Sumatera Selatan. Pertemuan Pembibitan Regional, 2 Juli 2002. Bell, D. dan Weaver. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg. Kluwer Academic Publishers, United States of America. Campbell N, Mitchell L dan Reece J. 2003. Biology Concepts and Connections. The Benjamin Cummings Publishing Company. San Fransisico. Darwati, S., B. Pangestu dan H.S. Imam Rahayu. 2002. Karakteristik Genetik Eksternal Ayam Merawang. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veterinir. Ciawi-Bogor. Ensminger ME. 1992. Poultry Science. Danville, Illinois: Interstate Publishers Inc. Hasnelly, Z, Rinaldi dan Suwardih. 2006. Penangkaran dan Perbibitan Ayam Merawang di Bangka Belitung. Lokakarya Nasional. Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usaha Ternak Unggas Berdaya Saing. Hidayat, C dan S. Sopiyana. 2010. Potensi Ayam Sentul Sebagai Plasma Nutfah Asli Ciamis Jawa Barat. 2010. Wartazoa. Vol. 20 No. 4. 190-205. Iman, R.H.S. 2003. Karakteristik Fisik. Komposisi Kimia dan Uji Organoleptik Telur Ayam Merawang Dan Pemberian Pakan Suplemen O Mega-3. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Vol XIV No. 3 Tahun 2003. Nafiu, L.O. Saili, T., M. Rusdin, A.S. AKU, dan Y. Taufik. 2009. Pelestarian dan Pengembangan Ayam Tolaki sebagai Plasma Nutfah Asli Sulawesi Tenggara. Lembaga Penelitian Universitas Haluoleo, Kendari. Nafiu, L.O, M. Rusdin dan A.S, AKU. 2012. Produksi dan Karakteristik Telur Ayam Tolaki Pada Pemeliharaan Intensif. Agriplus Vol 22 No. 02 Tahun 2012. 207-214. Nataamijaya, A.G., K. Diwyanto, Haryono, E. Sumantri dan M. Kusni. 1994. Karakteristik morfologis delapan varietas ayam bukan ras (Buras) langka. Pros. Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan. Ciawi – Bogor, 25 – 26 Januari 1994. Balai Penelitian Ternak, Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 605 – 614. Nataamidjaja, A.G. 2009. Kinerja ayam Nagrak dan ayam Kampung yang dipelihara secara intensif di Cibadak Sukabumi Jawa Barat. Laporan Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Natalia, H., Nista, D Sunarto, dan Yuni, D.S. 2005. Pengembangan Ayam Arab. Balai Pembibitan Ternak Unggul Sembawa. Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Sapi Dwiguna dan Ayam Sembawa, Palembang. Prilajuarti, A. 1990. Produksi dan kualitas telur ayam Kampung, ayam Pelung dan ayam Bangkok. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sarwono, B. 2005. Ayam Arab Petelur Unggul. Edisi ke-3. Penebar Swadaya, Jakarta Sarwono, B. 2005. Ayam Aduan. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 16-18. Steel RGD, dan Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Ed ke-2. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Sudaryati, T. 1996. Kualitas Telur. Penebar Swadaya, Jakarta.

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016

1113

Sugiharto, R.E. 2005. Beternak Ayam. Agromedia Pustaka, Jakarta. Suherlan, I. 2003. Karakteristik telur tetas ayam Merawang yang diperoleh dari interval inseminasi buatan yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Insitut Pertanian Bogor, Bogor. Sulandari, S., M. S. A. Zein., S. Paryanti, T. Sartika, M. Astuti, T. Widjastuti, E. Sudjana, S. Darana, I. Setiawan dan D. Garnida. 2007. Sumberdaya genetik ayam lokal Indonesia. Keanekaragaman Sumberdaya Hayati Ayam Lokal Indonesia: Manfaat dan Potensi. Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta. Hal : 45-67. Yuwanta T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Penerbit Kanisus, Yogyakarta Zainuddin D, dan Gunawan B. 2003. Hasil-hasil penelitian ayam Buras. Makalah semiloka perunggasan yang diselenggarakan Direktorat Perbibitan Dirjen Bina Produksi Peternakan Tanggal 11 -12 Desember 2003 di Cisarua, Bogor

1114

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016