PRODUKSI KOPI LUWAK SINTESIS SECARA ENZIMATIS MENGGUNAKAN BAKTERI XILANOLITIK DAN KOMBINASI DENGAN BAKTERI PROTEOLITIK DAN SELULOLITIK
SKRIPSI
ANTON SUSILO F34080076
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PRODUKSI KOPI LUWAK SINTESIS SECARA ENZIMATIS MENGGUNAKAN BAKTERI XILANOLITIK DAN KOMBINASI DENGAN BAKTERI PROTEOLITIK DAN SELULOLITIK Synthesis Civet Coffee Production In Enzymatic Using Xylanolytic Bacteria and Combination With Proteolytic and Cellulolytic Bacteria
Anton Susilo*, Erliza Noor*, Anja Meryandini. *Departemen
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institute Pertanian Bogor, Bogor, Jawa Barat, 16680 email:
[email protected]
ABSTRACT
Civet coffee is a coffee having a high selling price and produced by civet. The purpose of this research was to produce civet like coffee by solid state fermentation using bacteria that isolated from civet’s feces. The research initially was characterized proteolytic bacteria .The fermentation of coffee was held at 30o and 37o C for 4 days. The inoculum (10%, wet base) using xylanolytic bacteria, combination xylanolytic and proteoliyic bacteria, and combination xylanolytic, proteolytic, and cellulolytik bacteria.The best fermentation condition performed by enzyme activity, total sugar, reduction sugar, weight decrease, and degree of polymerization.The fermentation using xylanolytic and combination of two bacteria shown best performance at 37o C and 72 hours incubation time. However, for the fermentation using combination of three bacteria performed best result at 37o C and 72 hours incubation time. In general, the fermentation of coffee result a lower caffeine and oxalic acid content than original civet coffee. However, the ascorbic acid, butyric acid, and lactic acid shown a higher value. Keywords: civet coffee, fermentation, enzymatic, cellulolytic, xylanolytic, proteolytic
Anton Susilo. F34080076. Produksi Kopi Luwak Sintesis Secara Enzimatis Menggunakan Bakteri Xilanolitik Dan Kombinasi Dengan Bakteri Proteolitik Dan Selulolitik Di bawah Bimbingan Prof.Dr.Ir. Hj. Erliza Noor dan Prof. Dr. Anja Meryandi, M,S.
RINGKASAN Kopi luwak sintesis merupakan kopi yang diperoleh dengan cara memfermentasi kopi menggunakan bakteri yang diisolasi dari kotoran luwak serta mengkondisikan proses fermentasi seperti proses fermentasi kopi luwak alami seperti yang terjadi dalam perut luwak. Output yang diharapkan yaitu mendapatkan kopi hasil fermentasi yang memiliki kualitas yang mendekati standar kopi luwak asli. Bakteri dari kopi kotoran luwak yang digunakan dalam fermentasi kopi digolongkan menjadi 3 jenis bakteri, yaitu bakteri pendegradasi xilan, pendegradasi selulosa, dan pendegradasi protein. Belum ada satupun kopi di dunia ini yang memiliki fermentasi sempurna melebihi fermentasi dari perut luwak. Enzim dalam perut luwak tersebut mampu mengurangi kadar kafein dalam biji kopi, sehingga tingkat kepahitan dalam kopi luwak tidak sepahit kopi biasa. Kandungan protein merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kopi terasa pahit. Kopi luwak memiliki rahasia kenikmatan yang menjadikan kopi tersebut paling enak di dunia. Sumber kenikmatan kenikmatan kopi luwak terletak pada proses fermentasi di dalam perut luwak. Proses terbentuknya feses luwak berupa “gumpalan” biji kopi dimulai saat buah kopi yang sudah matang berwarna merah dimakan oleh luwak (musang). Di dalam perutnya, buah kopi diuraikan oleh enzim proteolitik. Secara umum komponen yang pada kopi yang diuraikan dalam perut luwak antara lain potein, selulosa, xilan, dan beberapa mineral. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan kondisi optimum yang meliputi kondisi operasi (suhu dan waktu) untuk pertumbuhan bakteri penghasil enzim dan mendapatkan komposisi jumlah enzim yang digunakan agar diperoleh kopi sintesis dengan kualitas yang setara dengan kopi luwak dan mendapatkan kopi sintesis yang memiliki tingkat produktivitas lebih tinggi dari tingkat produktivitas kopi luwak yang didapatkan dari proses alami menggunakan luwak. Pemilihan jenis isolat dan kondisi optimum sebelumnya sudah dilakukan pada jenis bakteri selulolitik dan bakteri xilanolitik oleh peneliti sebelumnya sehingga pada penelitian saat ini di fokuskan untuk karakterisasi jenis bakteri proteolitik beserta kondisi optimumnya dalam memfermentasi kopi. Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sri Laksmi Dewi dari Departemen Biologi FMIPA IPB diperoleh 2 jenis isolat yang akan digunakan sebagai inokulum dalam proses fermentasi padatahapan fermentasi kopi. Bakteri yang terpilih adalah Stenotropomonas sp MH34 (FLX 3) untuk bakteri xilanolitik dan Proteus penneri (FLS 1) untuk pendegradasi selulosa dengan waktu eksponensial pada jam ke-18.Kedua isolatini memiliki waktu starter yang berbeda dimana isolat FLX 3 memiliki waktu starter pada jam ke-22 dari waktu awal isolat tersebut diisolasikan sedang waktu starter FLS 1 untuk difermentasikan adalah pada jam ke-18. Penelitian yang dilakukan pada dua tahap, tahap pertama adalah karakterisasi isolat dan fermentasi kopi menggunakan isolat terpilih. Karakterisasi isolat proteolitik dilakukan pada 2 isolat yaitu Bacillus aerophilus (FLP 1) dan Stenotropomonas sp MH3 (FLP 2). Hasil dari penelitian menunjukkan waktu terbaik untuk proses fermentasi menggunakan bakteri proteolitik FLP 1 adalah jam ke-18 berdasarkan kurva tumbuh dan aktivitas enzim. Terpilihnya FLP 1 sebagai isolat untuk
fermentasi setelah dikarakterisasi didasari oleh aktivitas enzim optimum FLP 1 (1.40 unit/ml) yang lebih tinggi dibandingkan dengan FLP 2 (0.50 unit/ml). Fermentasi kopi dilakukan dengan metode fermentasi padat dan dilakukan dengan tiga perlakuan utama yaitu fermentasi menggunakan bakteri FLX 3 sebagai isolat yang diinokulasikan pada substrat kopi, fermentasi menggunakan kombinasi bakteri FLX 3 dan FLP1 dan fermentasi menggunakan kombinasi bakteri FLX 3, FLS 1, dan FLP1 sebagai isolat yang diinokulasikan pada substrat kopi. Fermentasi di lakukan selama 4 hari dengan perlakuan suhu suhu inkubasi yang dibedakan menjadi 2 yaitu suhu 30o C dan suhu 37o C. Berdasarkan aktivitas enzim, susut bobot, gula pereduksi, gula total, dan derajat polimerisasi, maka diperoleh suhu optimum fermentasi pada suhu 37 o C untuk fermentasi menggunakan bakteri xilanolitik dan fermentasi dengan kombinasi isolat xilanolitik dengan isolat proteolitik adalah 37 o C. Pada perlakuan kombinasi isolat xilanolitik, selulolitik, dan proteolitik diperoleh suhu optimum yang berbeda yaitu pada suhu 30o C. Hasil optimum dari masing-masing perlakuan berdasarkan susut bobot, gula pereduksi, gula total, dan derajat polimerisasi diperoleh pada fermentasi pada suhu 37o C selama 72 jam untuk fermentasi menggunakan bakteri xilanolitik dan fermentasi dengan kombinasi isolat xilanolitik dengan isolat proteolitik. Pada perlakuan fermentasi dengan kombinasi isolat xilanolitik, selulolitik, dan proteolitik hasil optimum diperoleh pada saat fermentasi pada 30o C selama 72 jam. Setiap perlakuan memberikan dampak perubahan nilai-nilai asam organik pada biji kopi yamg signifikan. Perlakuan fermentasi menggunakan isolat xilanolitik memberikan peningkatan asam askorbat serta penurunan kadar kafein tertinggi. Peningkatan asam butirat dan asam laktat serta penurunan asam oksalat tertinggi diperoleh pada perlakuan fermentasi menggunakan ketiga isolat. Kata Kunci : kopi luwak, fermentasi, isolat, xilanolitik, selulolitik, proteolitik
PRODUKSI KOPI LUWAK SINTESIS SECARA ENZIMATIS MENGGUNAKAN BAKTERI XILANOLITIK DAN KOMBINASI DENGAN BAKTERI PROTEOLITIK DAN SELULOLITIK
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : ANTON SUSILO F34080076
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Produksi Kopi Luwak Sintesis Secara Enzimatis Menggunakan Bakteri Xilanolitik Dan Kombinasi Dengan Bakteri Proteolitik Dan Selulolitik Nama : Anton Susilo NIM : F34080076
Menyetujui,
Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Prof. Dr. Ir. Erliza Noor) NIP. 19600201 19870 3 002
(Prof. Dr. Anja Meryandini, M.S.) NIP. 19620327 198703 2 001
Mengetahui : Ketua Departemen
(Prof. Dr. Ir. Nastiti Indrasti) NIP. 19621009 198903 2 001
Tanggal lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul “Produksi Kopi Luwak Sintesis Secara Enzimatis Menggunakan Bakteri Xilanolitik Dan Kombinasi Dengan Bakteri Proteolitik Dan Selulolitik” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2013 Yang membuat pernyataan
Anton Susilo F34080045
© Hak cipta milik Anton Susilo, tahun 2013 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya.
BIODATA PENULIS
Penulis lahir di Jember, Jawa Timur, 3 Mei 1989 dari pasangan Sukrisno dan Sudarni sebagai anak pertama dari empat bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan jenjang sekolah dasar di SDN 1 Garahan, Kabupaten Jember, Jawa Timur (2002), jenjang menengah pertama di SMPN 1 Silo, Kabupaten Jember, Jawa Timur (2005), jenjang menengah atas di SMAN 2 Jember, Kabupaten Jember, Jawa Timur (2008). Selanjutnya penulis meneruskan pendidikannya ke jenjang sarjana Teknologi Industri Pertanian dibawah Departemen Teknologi Industri Pertanian (TIN), Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA), Institut Pertanian Bogor (IPB). Selama masa perkuliahan di IPB, penulis aktif diberbagai kegiatan non-akademik seperti himpunan profesi mahasiswa teknologi industri (HIMALOGIN) sebagai anggota. Penulis juga aktif mengikuti pelatihan dan seminar seperti pelatihan Good Laboratory Practices (GLP) dan pelatihan penulisan dan penyajian karya tulis ilmiah. Penulis pernah menerima beasiswa Perhimpunan Orangtua Mahasiswa (POM). Penulis melaksanakan praktik lapangan di PG. Semboro PTPN XI (PERSERO) Jawa Timur dan menyelesaikan tugas akhir penelitian dengan judul “Produksi Kopi Luwak Sintesis Secara Enzimatis Menggunakan Bakteri Xilanolitik Dan Kombinasi Dengan Bakteri Proteolitik Dan Selulolitik” dibawah bimbingan Erliza Noor dan Anja Meryandini.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT yang senantiasa selalu memberikan rahmat, nikmat, serta karuniaNya hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul; “Produksi Kopi Luwak Sintesis Secara Enzimatis Menggunakan Bakteri Xilanolitik Dan Kombinasi Dengan Bakteri Proteolitik Dan Selulolitik”. Dalam penyusunan skripsi dan pelaksanaan penelitian ini tentu tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang dengan ikhlas dan senang hati membantu baik dalam bentuk dukungan moril maupun materil. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada : 1.
Prof. Dr. Ir. Erliza Noor dari Departemen Teknologi Industri Pertanian selaku dosen pembimbing pertama yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani perkuliahan hingga penyusunan skripsi.
2.
Prof. Dr. Anja Meryandini M.S. dari Departemen Biologi selaku dosen pembimbing kedua yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis selama penyusunan skripsi.
3.
Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian beserta seluruh dosen dan karyawan atas bantuan dan dukungannya selama menjalani pendidikan.
4.
Kedua orang tua penulis Ayahanda Sukrisno dan Ibunda Sudarni beserta seluruh keluarga; Adik Mita, Adik Lia, dan Adik Sheza yang selalu memberikan semangat dan doanya.
5.
Donatur serta Pengurus beasiswa POM dan BBM, Ibu Indah Yuliasih, dan Ramdhan Salihudin selaku ketua BEM Fateta yang telah memberikan beasiswa dan bantuan finansial kepada penulis baik untuk biaya pendidikan maupun biaya untuk penelitian akhir dan penulisan skripsi.
6.
Dinia Wihansah S.Stat yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menemani penulis dalam mengerjakan penelitian dan memberi masukan tentang ilmu statistika dalam penyelesaian skripsi.
7.
Seluruh teman seperjuangan B.4 di Mahameru yang telah menemani dan berbagi bersama dalam suka maupun duka selama menjalani pendidikan bersama di IPB selama ini.
8.
Seluruh keluarga besar TIN 45 yang telah menemani perjalanan bersama selama mengikuti pendidikan di Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB.
9.
Seluruh pihak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang senantiasa mendukung penulis hingga saat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini belum sempurna. Segala bentuk kritikan dan saran yang sifatnya membangun penulis harapkan agar untuk kedepannya skripsi ini dapat menjadi lebih baik lagi. Demikian, semoga penyusunan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan rekan-rekan pembaca pada umumnya. Bogor, Januari 2013
Penulis
vii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR........................................................................................................... vii DAFTAR ISI ......................................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ................................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ x DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................... xi I.
PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang.......................................................................................................... 1 1.2. Tujuan ...................................................................................................................... 2 1.3. Ruang Lingkup ......................................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................. 3 2.1. Kopi ......................................................................................................................... 3 2.2. Kopi Luwak .............................................................................................................. 5 2.3. Bakteri Xilanolotik, Selulolitik, dan Proteolitik ......................................................... 6 2.4. Enzim Xilanase, Selulolase, dan Protease .................................................................. 7 2.5. Fermentasi Padat....................................................................................................... 9 III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................................... 11 3.1. Alat dan Bahan ......................................................................................................... 11 3.2. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................................... 11 3.3. Metode Penelitian ..................................................................................................... 11 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................................... 15 4.1. Karakterisasi Isolat Proteolitik................................................................................... 15 4.2. Fermentasi Padat Kopi .............................................................................................. 19 4.3. Analisa Hasil Fermentasi........................................................................................... 20 4.3.1. Aktivitas Enzim .............................................................................................. 21 4.3.2. Kadar Protein ................................................................................................. 25 4.3.3. Aktivitas Spesifik Enzim ................................................................................ 26 4.3.4. Gula Total dan Gula Pereduksi........................................................................ 27 4.3.5. Derajat Polimerisasi ........................................................................................ 29 4.3.6. Susut Bobot .................................................................................................... 30 4.3.7. Asam-asam Organik Biji Kopi Hasil Fermentasi ............................................. 31 V. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................ 37 5.1. Simpulan .................................................................................................................. 37 5.2. Saran ........................................................................................................................ 37 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 38 LAMPIRAN.......................................................................................................................... 41
viii
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1.
Tabel 1. Komposisi kimia (%) pulp kopi ............................................................................... 4
2.
Tabel 2. Komponen Organik lain dalam pulp kopi ................................................................. 5
3.
Tabel 3. Total Plate Count (TPC) FLP 1 dan FLP 2 ............................................................... 18
4.
Tabel 4. Aktivitas enzim xilanase dan kombinasi xilanase dengan selulolase hasil fermentasi. 22
5.
Tabel 5. Aktivitas enzim protease hasil fermentasi ................................................................. 24
6.
Tabel 6. Kadar protein hasil fermentasi ................................................................................. 25
7.
Tabel 7. Aktivitas spesifik enzim xilanase dan kombinasi xilanase dan selulase ..................... 27
8.
Tabel 8. Aktivitas spesifik enzim protease hasil fermentasi .................................................... 27
9.
Tabel 9. Gula Total Hasil Fermentasi .................................................................................... 28
10. Tabel 10. Gula pereduksi hasil fermentasi ............................................................................. 29 11. Tabel 11. Derajat polimerisasi hasil fermentasi ...................................................................... 30 12. Tabel 12. Susut bobot kulit kopi hasil fermentasi ................................................................... 31 13. Tabel 13. Hasil analisa asam-asam organik............................................................................ 35 14. Tabel 14. Prosedur pengukuran aktivitas enzim protease........................................................ 43 15. Tabel 15. Analisa data statistik pengaruh perlakuan terhadap susut bobot hasil fermentasi . 49 16. Tabel 16. Analisa data statistik pengaruh perlakuan terhadap gula total hasil fermentasi ...... 51 17. Tabel 17. Analisa data statistik pengaruh perlakuan terhadap gula pereduksi ........................ 52 18. Tabel 18. Analisa data statistik pengaruh perlakuan terhadap derajat polimerisasi ................ 54 19. Tabel 18. Hasil uji proksimat pada kulit kopi ......................................................................... 56
ix
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
1.
Gambar 1. Penampang melintang buah kopi ........................................................................ 4
2.
Gambar 2. Diagram alir proses fermentasi kopi ................................................................... 13
3.
Gambar 3. Kurva tumbuh bakteri FLP 1 dan FLP 2 ............................................................. 16
4.
Gambar 4. Aktivitas proteolitik FLP 1 dan FLP 2 ................................................................ 17
5.
Gambar 5. Aktivitas spesifik FLP 1 dan FLP 2 .................................................................... 18
6.
Gambar 6. Kadar protein FLP 1 dan FLP 2 .......................................................................... 18
7.
Gambar 7. Grafik aktivitas enzim xilanase dan kombinasi xilase dengan selulolase .............. 23
8.
Gambar 8. Grafik aktivitas enzim protease pada hasil fermentasi ......................................... 24
9.
Gambar 9. Grafik kadar protein pada hasil fermentasi .......................................................... 26
10. Gambar 10. Skema biosintesis asam L-askorbat .................................................................. 32 11. Gambar 11. Proses metabolisme pembentukan asam sitrat ................................................... 34 12. Gambar 12. Persentase penurunan kadar kafein biji kopi ..................................................... 36 13. Gambar 13. Kurva standar protein ....................................................................................... 45 14. Gambar 14. Kurva standar gula total ................................................................................... 47 15. Gambar 15. Kurva standar xilosa ........................................................................................ 47 16. Gambar 16. Kurva standar gula pereduksi gabungan ............................................................ 48 17. Gambar 17. Penampakan FLP 1 pada media skim milk ........................................................ 57 18. Gambar 18. Penampakan FLP 2 pada media skim milk ........................................................ 57
x
DAFTAR LAMPIRAN
No.
halaman
1.
Lampiran 1. Komposisi media dan pereaksi yang digunakan..................................................... 42
2.
Lampiran 2. Prosedur pengukuran aktivitas enzim protease dan kadar protein ........................... 44
3.
Lampiran 3. Prosedur pengukuran aktivitas enzim xilanase dan selulase, gula total, dan gula pereduksi ................................................................................................................................. 46
4.
Lampiran 4. Perhitungan residu kulit kopi hasil fermentasi ....................................................... 59
5.
Lampiran 5. Analisa data statistika ........................................................................................... 50
6.
Lampiran 6. Hasil analisa buah kopi dan gambar isolat proteolitik ............................................ 57
xi
I.
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG Kopi merupakan salah satu komoditi yang memberikan devisa cukup besar bagi negara. Tanaman kopi salah satu tanaman penting yang mempunyai nilai ekonomi dan dikembangkan secara komersil. Kopi merupakan minuman internasional yang digemari oleh bangsa-bangsa di berbagai penjuru dunia. Seduhan kopi terkenal sebagai sejenis minuman yang berasal dari proses pengolahan dan ekstraksi biji tanaman kopi yang berfungsi sebagai stimulant atau minuman perangsang kerja saraf sehingga banyak disebut sebagai minuman penyegar. Jenis kopi yang umum dibudidayakan di Indonesia adalah jenis kopi robusta dan kopi arabika. Masing-masing jenis kopi tersebut memiliki keunikan tersendiri. Kopi arabika merupakan jenis kopi tertua yang dikenal dengan cita rasa terbaik dan banyak dibudidayakan di dunia. Sebagian besar kopi yang dikonsumsi merupakan hasil olahan kopi jenis ini. Kopi ini tidak tahan terhadap hama dan penyakit. Kopi robusta merupakan kopi kelas 2 dengan rasa yang lebih pahit, sedikit lebih asam, dan mengandung kafein yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan jenis kopi arabika. Kopi robusta lebih tahan hama dan penyakit. Jenis kopi lain yang juga dapat ditemui di Indonesia adalah kopi luwak yang merupakan turunan dari kopi arabika maupun kopi robusta. Kopi luwak merupakan kopi yang diproduksi dari biji kopi yang telah dimakan dan melewati saluran pencernaan luwak. Kopi luwak memiliki cita rasa yang unik karena kopi segar yang telah dimakan oleh luwak mengalami proses fermentasi dalam perut luwak dan hal inilah yang menyebabkan harga jual kopi luwak ini sangat mahal. Selain rasa khusus yang dimiliki oleh kopi luwak, faktor lain yang mempengaruhi tingginya harga jual kopi luwak adalah keterbatasan jumlah kopi luwak yang diproduksi oleh luwak. Agar diperoleh sejumlah kopi luwak maka diperlukan jenis kopi tertentu sesuai dengan kemauan luwak untuk memakannya. Biasanya kopi yang disukai oleh luwak merupakan kopi yang memiliki penampakan warna merah mencolok dan tingkat kematangan buah tertentu. Selain itu luwak yang hidup pada saat ini jumlahnya sangat terbatas, jadi apabila diharapkan jumlah kopi luwak dalam kapasitas yang besar sangat tidak memungkinkan. Agar dapat memproduksi dalam skala industri, maka kondisikondisi yang telah disebutkan diatas merupakan kendala yang dapat menghambat proses produksi dalam skala besar karena pada dasarnya harapan pembangunan industri suatu jenis produk adalah untuk memperoleh produk dalam jumlah yang maksimum, waktu yang minimum dan kualitas produk yang baik atau optimum. Selain kelangkaan kopi luwak ini yang menyebabkan harga jualnya menjadi tinggi terdapat suatu masalah yang menyebabkan kopi luwak ini menjadi kontroversi yaitu mengenai kehigienisan kopi luwak ini. Beberapa kalangan di masyarakat mempermasalahkan kehigienisan kopi luwak yang pada dasarnya merupakan biji kopi sekaligus kotoran dari luwak. Dari penjelasan diatas maka perlu dicari alternatif solusi agar diperoleh kopi yang memiliki kualitas setara atau mendekati kualitas kopi luwak asli dengan produktivitas yang lebih besar, harga jual yang terjangkau oleh masyarakat sekaligus terjamin kehigienisan dari kopi yang dihasilkan. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan cara memodifikasi proses yang menghasilkan kopi luwak atau dengan kata lain membuat kopi luwak secara sintesis dengan
1
memanfaatkan bakteri pada kotoran luwak sebagai isolat dalam proses fermentasi kopi. Bakteri yang diperoleh dari kopi luwak diharapkan dapat memberikan suatu proses enzimatis yang mampu mendegradasi kulit kopi dan menghasilkan senyawa-senyawa yang dapat memberikan cita rasa ataupun aroma pada biji kopi sehingga kopi hasil hasil fermentasi memiliki kualitas yang setara atau mendekati kualitas kopi luwak asli. Kulit kopi tersusun atas beberapa polisakarida dan protein. Polisakarida yang banyak menyusun kulit kopi adalah xilan dan selulosa. Oleh karena itu bakteri yang digunakan dalam proses pembuatan kopi luwak secara sintetis adalah bakteri pendegradasi xilan, selulosa, dan protein.
1.2. TUJUAN Tujuan dari penelitian mengenai produksi kopi luwak secara enzimatis menggunakan bakteri xilanolitik dan proteolitik ini adalah sebagai berikut : 1.
Mendapatkan isolat proteolitik terbaik dari dua isolat proteolitik yang telah diseleksi dari kotoran luwak.
2.
Mendapatkan suhu dan lama waktu fermentasi yang memberikan hasil yang optimum.
3.
Mendapatkan hasil fermentasi terbaik dari fermentasi kopi yang dilakukan dengan menggunakan FLX 3, kombinasi FLX 3 dengan isolat proteolitik terpilih dan kombinasi FLX 3, isolat proteolitik terpilih dan FLS 1.
1.3. RUANG LINGKUP PENELITIAN Ruang lingkup penelitian ini meliputi : 1.
Karakterisasi isolat proteolitik untuk memilih isolat terbaik dari dua isolat proteolitik yang telah berhasil diisolasi pada penelitian terdahulu.
2.
Produksi kopi luwak sintesis dengan memfermentasi kopi menggunakan isolat xilanolitik dan isolat xilanolitik yang dikombinasikan dengan isolat proteolitik serta kombinasi antara isolat xilanolitik, proteolitik dan isolat selulolitik.
3.
Analisa hasil fermentasi kopi yang meliputi susut bobot, total gula, gula pereduksi, aktivitas enzim, kadar protein dan analisa asam-asam organik.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. KOPI Menurut Ridwansah (2003), kopi (Coffee sp) adalah suatu jenis tanaman tropis yang dapat tumbuh baik pada hampir seluruh daerah tropis terkecuali pada tempat-tempat yang memiliki ketinggian terlalu tinggi dengan temperatur yang sangat dingin dan di daerah tandus yang memang tidak cocok untuk pertumbuhannya. Sekitar 50 negara di benua Afrika, Amerika, dan Asia menghasilkan kopi dari sekian banyak kebun yang terpencar di dataran rendah, dataran sedang dan pegunungan. Sekitar lebih dari 11.5 juta ha lahan tanaman telah dibudidayakan oleh sekurang-kurangnya 50 juta keluarga petani perkebunan kopi dihasilkan 3.5 juta ton kopi setiap tahun untuk memenuhi kebutuhan kopi seluruh penduduk dunia.Pada mulanya orang memanfaatkan sari dari daun muda dan buah segar sebagai bahan minuman yang diseduh dengan air panas. Kegemaran minum kopi cepat meluas ke seluruh dunia setelah ditemukan cara-cara penggunaan dan pengolahan yang lebih sempurna, yaitu dengan cara terlebih dahulu dikeringkan dan kemudian bijinya disangrai lalu dijadikan bubuk sebagai bahan minuman. Hal utama yang paling menentukan cita rasa adalah cara pengolahan di pabrik. Penyangraian biji kopi akan mengubah secara kimiawi kandungan-kandungan dalam biji kopi, disertai susut bobotnya, bertambah besarnya ukuran biji kopi dan perubahan warna bijinya. Biji kopi setelah disangrai akan mengalami perubahan kimia sehingga menentukan rasa seduhan kopi .Menurut catatan sejarah, tanaman kopi mulai dikenal pertama kali di Afrika tepatnya Ethiopia dan untuk kali pertamanya kopi dikenal di Indonesia pada periode tahun antara tahun 1696-1699 yang diperkenalkan oleh VOC. Tanaman kopi termasuk dalam famili Rubiaceae dan terbagi menjadi 2 golongan yang terkenal yaitu kopi arabika dan kopi robusta.. Negara asal tanaman kopi adalah Abessinia yang tumbuh di dataran tinggi. Tanaman kopi robusta tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 1.000 m diatas permukaan laut, dan di daerah-daerah dengan suhu sekitar 20oC. Tanaman kopi arabika menghendaki daerah-daerah yang lebih tinggi sampai ketinggian sekitar 1700 m diatas permukaan laut dengan suhu sekitar 10-16°C. Agar kopi dapat tumbuh dengan subur diperlukan curah hujan sekitar 2.000-3.000 mm tiap tahun serta memerlukan waktu musim kering sekurang-kurangnya 1-2 bulan pada waktu berbunga dan pada waktu pemetikan buah. Tanaman kopi mulai dapat menghasilkan buah setelah umur 4-5 tahun tergantung pada pemeliharaan dan iklim setempat. Tanaman kopi dapat memberi hasil tinggi mulai umur 8 tahun dan dapat berbuah baik selama 15 -18 tahun. Jika pemeliharaan tanaman kopi baik makan akan menghasilkan sampai umur sekitar 30 tahun. Kopi memiliki 4 bagian utama, yaitu biji kopi (endosperm), kulit kopi (endokarp), lapisan lendir (mesokarp), dan dan pulp (eksokarp). Kulit kopi merupakan limbah yang mengandung hemiselulosa dan protein. Kulit luar terdiri dari satu lapisan yang tipis. Buah yang masih muda memiliki penampakan kulit berwarna hijau tua yang kemudian berangsur-angsur berubah menjadi hijau kuning, kuning dan akhirnya menjadi merah sampai merah hitam kalau buah itu telah masak sekali. Dalam keadaan masak, daging buah dan rasanya agak manis. Keadaan kulit bagian dalam, yaitu endokarpnya cukup keras dan kulit ini biasanya disebut kulit tanduk. Biji buah kopi terdiri atas dua bagian, yaitu kulit biji atau yang lebih dikenal dengan
3
nama kulit tanduk dan putih lembaga (endosperm). Pada permukaan biji di bagian yang datar, terdapat saluran yang arahnya memanjang dan dalam, merupakan celah lubang yang panjang, sepanjang ukuran biji. Sejajar dengan saluran itu , terdapat pula satu lubang yang berukuran sempit, dan merupakan satu kantong yang tertutup. Di sebelah bawah dari kantong itu terdapat lembaga (embrio) dengan sepasang daun yang tipis dan dasar akar. Kedua bagian ini berwarna putih. Buah kopi pada umumnya mengandung 2 butir biji, tetapi kadang-kadang mengandung hanya 1 butir saja. Pada kemungkinan yang pertama biji-bijinya mempunyai bidang datar (perut biji) dan bidang cembung (punggung biji). Padakemungkinan yang kedua biji kopi berbentuk bulat panjang (kopi jantan).Berikut gambar penampang melintang buah kopi :
Gambar 1. Penampang melintang buah kopi (Elias, 1979) Menurut Elias (1979) pulp kopi memiliki kandungan senyawa-senyawa sumber karbon, nitrogen, dan mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Adapun komposisi kimia kulit kopi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia (%) pulp kopi Komponen Air Bahan Kering Serat Protein Abu Ekstrak bebas N
Pulp kopi segar
Pulp kopi kering
Fermentasi alamiah dan kering
76.7 23.3 0,48 3.4 2.1 15.8
12.6 87.4 2.5 21.0 11.2 8.3
7.9 92.1 2.6 20.8 10.7 8.8
Sumber. Elias (1979) Elias juga menjelaskan bahwa dalam pulp kopi juga terdapat komponen organik lain yang mempengaruhi cita rasa dan kualitas biji kopi setelah dipisahkan dengan kulitnya. Komponen organik tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
4
Tabel 2. Komponen Organik lain dalam pulp kopi Komponen
Persentase
Tanin
1.80-8.56
Pektin
6.5
Gula pereduksi
12.4
Gula non pereduksi
2.0
Kafein
1.3
Asam khlorogenat
2.6
Asam kafeat
1.6
Sumber : Elias (1979)
2.2. KOPI LUWAK Menurut Buldani (2011), kopi luwak merupakan kopi yang diproduksi dari biji kopi yang telah dimakan dan melewati saluran pencernaan luwak. Secara sederhana, kopi luwak adalah kopi yang dihasilkan oleh binatang luwak. Kopi luwak berasal dari biji kopi arabika atau kopi robusta yang sudah melewati proses fermentasi secara alami dalam perut atau pencernaan hewan luwak. Kopi luwak adalah buah kopi yang matang di pohonnya yang kemudian dimakan oleh binatang luwak sehingga mengalami proses fermentasi secara alami dalam pencernaan luwak selama 8-12 jam. Kopi tersebut dikeluarkan kembali (feses) dalam keadaan utuh. Jadi, di dalam pencernaan luwak biji kopi tersebut tetap utuh dan tidak tercerna akibat kulit tanduk kopi yang keras. Luwak hanya melumat zat pemanis (lendir) yang melapisi biji kopi, sedangkan kulit luarnya tidak dimakan namun di keluarkan lewat bagian samping mulutnya, sehingga kopi yang ditelanoleh luwak adalah hanya biji kopinya saja. Feses yang keluar masih berupa kopi utuh dengan bentuk biji kopi. Indonesia merupakan negara pertama penghasil luwak yang sudah dikenal di dunia. Luwak (Paradoxurus hermaphroditus) merupakan hewan menyusui (mamalia) yang hidup nocturnal atau aktif dimalam hari dengan habitat di pepohonan. Luwak termasuk genus Paradoxurus dan famili Viverridae yang memakan hewan peliharaan, sepert ayam, bebek, kelinci, dan marmut. Selain itu, luwak juga memakan buah-buahan yang memiliki rasa manis. Salah satu buah yang sering dicari oleh luwak adalah buah kopi yang benar-benar sudah matang. Biji buah kopi dilindungi oleh kulit keras sehingga tidak dapat dicerna dengan baik dalam saluran pencernaan luwak dan dikeluarkan dalam keadaan utuh bersama kotorannya. Selama proses pencernaan, biji kopi mengalami fermentasi singkat oleh bakteri alami. Proses pencernaan oleh mikroba yang intensif berlangsung pada bagian usus halus (Intestinum Tenue) dan bagian usus besar (Colon). Enzim-enzim yang terdapat di saluran pencernaan dipercaya dapat menghasilkan kopi yang terfermentasi menjadi lebih unik dengan cita rasa dan aroma yang khas (Panggabean 2011). Proses fermentasi kopi luwak berasal dari enzim dan bakteri baik dalam perut luwak yang membuat biji kopi di fermentasi dengan sempurna. Belum ada satupun kopi di dunia ini yang memiliki fermentasi sempurna melebihi fermentasi dari perut luwak. Enzim dalam perut luwak tersebut mampu mengurangi kadar protein dalam biji kopi, sehingga kadar pahit dalam kopi luwak pun tidak sepahit kopi biasa. Karena kandungan protein kopi lah yang membuat kopi
5
tersebut pahit. Kopi luwak memiliki rahasia kenikmatan yang menjadikan kopi tersebut paling nikmat di dunia. Ternyata sumber kenikmatan ini terletak pada proses fermentasi di dalam perut luwak. Proses terbentuknya feses luwak berupa “gumpalan” biji kopi dimulai saat buah kopi yang sudah matang berwarna merah dimakan oleh luwak (musang). Di dalam perutnya, buah kopi diuraikan oleh enzim proteolitik. Secara umum komponen pada kopi yang diuraikan dalam perut luwak antara lain protein, selulosa, xilan, dan beberapa mineral. Kenikmatan kopi luwak juga dipengaruhi oleh faktor berbagai rangkaian proses fermentasi dan pengolahannya. Adapun faktor tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Buah yang dikonsumsi oleh luwak merupakan buah kopi yang sudah matang optimal yang kemudian akan disortir kembali oleh luwak berdasarkan indera penciumannya.
2.
Proses pengupasan kulit buah oleh sistem pencernaan luwak hasilnya lebih baik dibandingkan dengan pengupasan kulit buah menggunakan proses pengolahan kering atau pengolahan basah oleh manusia.
3.
Proses fermentasi pelepasan senyawa lendir yang terdapat pada kulit tanduk biji kopi berjalan sempurna oleh sistem pencernaan luwak.
4.
Tempering atau pendinginan secara bertahap atau perlahan-lahan dapat membantu proses fermentasi sempurna. Dengan mengeringkan feses dengan cara mengangin-anginkan akan menghasilkan kopi yang lebih baik.
Karena berbagai proses dan faktor di atas, menjadi kopi luwak sangat sulit diproduksi secara besar-besaran. Dengan demikian harga kopi luwak juga menjadi sangat mahal, bahkan menjadi kopi termahal di seluruh dunia. Kepopulerannya telah merambah ke seluruh penjuru dunia karena rasanya yang sangat “spesial” tersebut (Pangabean 2011).
2.3. BAKTERI XILANOLITIK, SELULOLITIK, DAN PROTEOLITIK Mikroorganisme memiliki peran yang cukup besar dalam siklus berbagai unsur seperti siklus karbon, nitrogen, fosfor, belerang dan unsur yang lain. Peran mikroorganisme menjadi penting karena dapat menjaga keseimbangan unsur-unsur yang ada di alam (Akhdiya 2003). Dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Sri Laksmi Dewi pada tahun 2011, dijelaskan bahwa pada kotoran luwak ada tiga kelompok besar bakteri yang berhasil diseleksi pada jenis-jenis media berbeda yaitu bakteri selulolitik (FLS 1), xilanolitik (FLX 3), dan proteolitik (FLP 1 dan FLP 2).Bakteri selulolitik merupakan bakteri yang mampu menghasilkan enzim selulase sehingga mampu mendegradasi selulosa.Bakteri xilanolitik merupakan bakteri yang mampu menghasilkan enzim xilanase sehingga mampu mendegradasi xilan.Bakteri proteolitik merupakan bakteri yang mampu menghasilkan enzim protease sehingga mampu mendegradasi protein.Setiap bakteri yang telah lolos seleksi memiliki karakteristk yang berbedabeda seperti aktivitas enzin, aktivitas enzim spesifik, dan kurva tumbuh.Dari ketiga kelompok bakteri tersebut bakteri yang berhasil di karakterisasi hanya bakteri xilanolitik dan selulolitik. Hasil karakterisasi, berdasarkan kurva tumbuh maka dapat dilihat fase eksponesial untuk bakteri selulolitik adalah pada jam ke 18-22 sedangkan waktu awal untuk mengisolasikan bakteri xilanolitik dalam fermentasi kopi adalah pada jam ke 20-24. Dari hasil identifikasi ketiga bakteri diketahui bahwa FLX 3 adalah Stenotropomonas sp MH34, FLS 1 adalah Proteus penneri, FLP 1 adalah Bacillus aerophilus, dan FLP 2 adalah Stenotropomonas sp MH3.
6
2.4. ENZIM XILANASE, SELULASE DAN PROTEASE Enzim adalah molekul biopolimer yang tersusun atas serangkaian asam amino dalam komposisi dan susunan rantai yang teratur dan tetap. Enzim dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan industri. Jenis atau macam-macam enzim yang ada saat ini sudah cukup banyak dan penggunaanya juga sudah cukup luas. Beberapa enzim yang banyak digunakan antara lain enzim selulase, xilanase, pektinase, protease, enzim pendegradasi lemak dan lain-lain (Richana et al 2004). Enzim xilanase merupakan enzim kompleks yang terdiri atas 1,4-β-endoxilanase, βxilosidase, α-L-arabinofuranosidase, α-glukuronidase, asetil xilan esterase dan asam fenolat (asam ferulat dan asam fumarat) esterase. Salah satu persyaratan utama menggunakan susbtrat untuk produksi xilanase adalah kandungan xilan yang tinggi, yang biasanya ditunjukkan oleh kandungan hemiselulosanya. Xilan merupakan hemiselulosa yang merupakan polimer dari pentosa atau xilosa dengan ikatan ß-1,4 yang jumlah monomernya berkisar 150-200 unit. Hemiselulosa sendiri merupakan polimer dari monomer gula (gula-gula anhidro) yang dapat dikelompokkan menurut penyusunnya yaitu heksosa (glukosa, manosa dan galaktosa), pentosa (xilosa, arabinopiranosa, arabinofuranosa), asam heksuronat (glukoronat, metilglukoronat dan galakturonat) dan deoksi heksosa (rhamnosa dan fruktosa). Rantai utama hemiselulosa dapat hanya terdiri atas satu macam monomer saja (homopolimer), misalnya xilan, atau dapat terdiri dua atau lebih monomer (heteropolimer), misalnya glukomanan (Kulkarni et al., 1999).. Menurut Richana (2007) , kebanyakan xilanase murni hanya memiliki satu aktivitas, namun beberapa lignoselulolitik enzim dilaporkan memiliki spesifisitas substrat yang luas. Semula diduga hal itu disebabkan oleh tidak murninya enzim dan substratnya. Namun penelitian lebih mendalam menunjukkan bahwa beberapa enzim yang dimasukkan dalam famili 16; 52 dan 62 merupakan enzim bifungsional yang memiliki 2 katalitik domain dimana salah satunya merupakan katalitik domain dari xilanase famili 10 atau 11. Xilanase juga diketahui memiliki aktivitas lain selain aktivitas xilosidase. Xilanase Clostridium stercorarium mampu menghidrolisis substrat p-NP- β-D-xilopiranosida dan p-NP-αL-arabinopiranosida (Xilanase Clostridium cellulovorans diketahui memiliki aktivitas glikosil hidrolase famili 11 dan asetilxilan esterase. Kecambah Hordeum vulgare L menghasilkan β-Dxilosidase dan α-L-arabinofuranosidase dengan BM yang sama (67 kDa) tetapi memiliki pI berbeda. Masing-masing enzim tersebut dapat menghidrolisa substrat p-NP-β-D-xilosida dan pNP-α-L-arabinofuranosida tetapi efesiensi katalitiknya berbeda. Aktivitas β-D-xilosidase terhadap p-NP-β-D-xilosida 30 kali lipat aktivitasnya terhadap p-NP-α-L-arabinofuranosida, sedangkan aktivitas α-L-arabinofuranosidase terhadap p-NP-α-L-arabinofuranosida hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan aktivitasnya terhadap p-NP-β-D-xilosida. Xilanase (Xyl2 dan Xyl3) Streptomyces sp. strain S38 juga mampu menghidrolisa substrat p-NP-xilosida dan p-NPselobiosida sedangkan Xyl1 tidak (Sanghi et al 2009). Struktur dasar molekul selulosa adalah suatu polimer yang tersusun dari 8 sampai 12 ribu unit glukosa yang masing-masing diikat oleh β-1,4-glikosidik (Enari 1983 didalam Fikrinda et al. 2000). Ikatan glikosidik tersebut pada serat selulosa dapat dipecah menjadi monomer glukosa. Proses pengubahannya dilakukan dengan cara hidrolisis asam atau secara biologis melalui aktivitas enzim selulase (Hardjo et al., 1989). Enzim selulase dikelompokkan berdasarkan spesifisitas aktivitasnya terhadap substrat yaitu endoglukanase, selobiohidrolase, dan eksoglukohidrolase. Ketiga enzim tersebut bekerja sama dalam mengurai selulosa.
7
Bagian amorf selulosa dapat dihidrolisis dengan cepat, dan kecepatan hidrolisis ini akan menurun karena semakin banyaknya daerah kristal pengikat selulosa. Enzim endoglukanase (CMC-ase) bekerja pada bagian amorf selulosa yang sangat mudah mengalami hidrolisis. Kecepatan hidrolisis senyawa komplek seperti selulosa oleh selulase, ditekankan kepada aktivitas glukanase atau endoglukanase yang merupakan salah satu komponen utama dari enzim selulase dan mampu menghidrolisis ikatan β-1,4-glikosidik secara acak (Enari 1983 didalam Fikrinda et al. 2000). Enzim glukanase tidak memutus ikatan selobiosa, tetapi menghidrolisis selodekstrin. Glukanase juga menghidrolisis selulosa yang sebelumnya telah dihidrolisis ikatannya oleh asam fosfat menjadi ikatan selulosa yang mudah tersubstitusi, contohnya adalah carboxymethylcellulose (CMC) dan hydroxyethyl-cellulose (HEC). Akses enzim selulase terhadap selulosa pada lignoselulosa menjadi yang penting dalam degradasi selulosa. Selulosa memiliki akses baik eksternal (dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran particle) dan internal (struktur kapiler pada fibers). Pada lignoselulosa yang tidak dilakukan pretreatment hanya sedikit pori yang dapat digunakan sebagai akses enzim selulase terhadap sustrat. Pada pretreatment yang dilakuan untuk menghilangkan hemiselulosa menunjukan terjadi peningkatan pori dan terdapat permukaan spesifik. Hasil hidrolisis berkaitan dengan volume pori yang digunakan dalam akses enzim selulase. Pada beberapa penelitian diketahui bahwa pengeringan lignoselulosa menurunkan kapileritas sel dan menurunkan pori sehingga menurunkan efektifitas enzim selulase. Kandungan lignin dalam lignoselulosa dan persebarannya mempengaruhi degradasi selulosa. Kemampuan degradasi selulosa oleh bakteri berbeda dengan kemampuan degradasi fungi dalam mendegradasi selulosa. Bakteri memiliki kecenderungan untuk mendegradasi selulosa crystalline dibandingkan dengan sisi amorphous, dan kemampuan ini dimiliki oleh hampir semua bakteri pendegradasi selulosa baik secara aerob atau anaerob. Namun karena selulosa crystalline tidak dapat didegradasi oleh enzim selulase tunggal karena sifat selulosa crystalline yang rigrid, maka diduga degradasi selulosa crystalline dilakukan lebih dari satu enzim. Sedangkan fungi memiliki kecenderungan untuk mendegrdasi selulosa pada sisi amorphous dibandingkan dengan sisi crystalline (Palonen 2004). Protease merupakan enzim kompleks yang bekerja dalam proses hidrolisis molekul protein. Protease adalah kelompok enzim penting dalam industri, terhitung sebanyak 60% dari penjualan enzim protease di seluruh dunia karena protease memiliki potensi yang sangat berguna dalam industri. Enzim protease diklasifikasikan sebagai asam, enzim netral dan basa berdasarkan pH. Pada saat ini protease telah diproduksi dengan dua metode, yaitu fermentasi gabungan fermentasi substarat padat dan cair yang biasa disebut dengan SmF (Submerged Fermentation) dan fermentasi substrat padat atau biasa disebut SSF (Solid State Fermentation) (Radhaet al 2012). Enzim protease dapat dihasilkan oleh tanaman, hewan maupun mikroorganisme. Enzim yang berasal dari tanaman maupun hewan memiliki kelemahan apabila digunakan atau diproduksi, hal tersebut dikarenakan jaringan pada tanaman mengandung bahan yang berbahaya, seperti senyawa fenolik, faktor fisiologi pada organisme yang membutuhkan waktu sangat lama dan adanya inhibitor enzim. Enzim protease yang digunakan dalam bidang industri umumnya diproduksi dari mikroorganisme. Penggunaan mikroorganisme untuk produksi enzim protease mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya mudah diproduksi dalam skala besar, waktu produksi relatif pendek serta dapat diproduksi secara berkesinambungan dengan biaya yang relatif rendah (Thomas 1989).
8
Menurut Akhdiya (2003), adanya mikroorganisme yang unggul merupakan salah satu faktor penting dalam usaha produksienzim. Oleh karena itu, eksplorasi mikroorganisme yang berpotensi sebagai penghasil protease perludilakukan di Indonesia. Keragaman hayati Indonesia yang tinggi memberikan peluang yang besar untuk mendapatkan mikroorganisme yang potensial untuk dikembangkan sebagai penghasil enzim protease. Medium yang mengandung kasein merupakan substrat yang baik untuk mengisolasi bakteri penghasil enzim protease dan menginduksi sintesis enzim protease alkalin . Media yang digunakan untuk skrining bakteri penghasil protease adalah media padat dengan komposisi sama media isolasi, tetapi ditambah skim milk 2%. Sterlisasi media dilakukan pada suhu 1210 C selama 15 menit jika media di tambah bahan tambahan yang sejenis dengan skim milk, maka sterilisasi dilakukan selama 10 menit pada suhu 110o C. Media yang sudah streril dicampur dan dituang ke dalam petri steril, dan didiamkan sempai memadat (Kalaiarasi dan Sunitha 2009). Kemampuan bakteri terhadap aktivitas proteolitik secara kualitatif diuji dengan menumbuhkan satu loopfull isolat bakteri pada permukaan media selektif, setelah ditumbuhkan pada media selektif lalu diinkubasikan pada suhu ruang selama 24 sampai 48 jam, aktivitas mikroba dalam mendegradasi protein ditunjukkan dengan adanya zona halo (lingkaran jernih) di sekitar koloni. Isolat dengan nilai indeks proteolitik tertinggi dilanjutkan dengan uji aktivitas enzim proteaseProduksi enzim dari bakteri terpilih dapat dilihat menggunakan starter hasil inokulasi bakteri terpilih dalam media Nutrient Broth (NB) dan telah diinkubasi pada shaker incubator dengan kecepatan 100 rpm selama 24 jam. Starter yang telah berumur 24 jamtersebut di ukur nilai Optical density (OD) pada λ = 660 nm, sampai didapatkan Optical density (OD) sebesar 0,5.Sebanyak 1% starter diinokulasikanke dalam 20 ml media produksi (media susu skim dan media Bussnell Hass). Kultur diinkubasi pada shaker incubator dengan kecepatan 130 rpm pada suhu kamar selama 3 hari, dan dilakukan pengambilan sampel kultur setiap 4 jam sekali. Pada setiap pengambilan kultur setelah 4 jam sekali, kultur tersebut disentrifugasi pada kecepatan 9.000 rpm selama 15 menit yang digunakan untuk memisahkan filtrat atau supernatant dari biomassa sel. Supernatan yang diperoleh diukur aktivitas proteolitiknya (Putri et al 2012). Menurut Muthulakshmiet al (2011), mikrorganisme produsen protease seperti bakteri asam laktat akan tumbuh baik pada suhu antara 30o C sampai 40o C. Pada suhu dibawah 30o C pertumbuhan bakteri pembusuk lebih tinggi dibandingkan bakteri asam laktat.
2.5. FERMENTASI PADAT Saat ini produksi enzim banyak dilakukan dengan metode fermentasi fasa padat atau solid state fermentation (SSF). Prinsip dasar SSF adalah pertumbuhan mikroba pada substrat padat basah dengan kadar air rendah atau berada di dalam pori tanpa adanya pergerakan air namun substrat harus memiliki kadar air yang cukup untuk mendukung pertumbuhan dan metabolisme mikroba. Proses produksi dengan SSF memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan metode lain seperti sub merged fermentation. Keuntungan dari sisi ekonomi diantaranya adalah medium fermentasi yang lebih murah, peralatan dan pengaturan operasi sederhana diperoleh jumlah produk yang lebih tinggi, kebutuhan energi yang rendah, proses scaling up yang lebih mudah, stabilitas produk yang lebih tinggi dan pengendalian kontaminasi lebih mudah karena rendahnya kadar air saat fermentasi berlangsung. (Prabakhar 2005).
9
Menurut Shah dan Madamwar (2005), salah satu faktor utama keberhasilan proses SSF adalah pemilihan substrat padat. Substrat padat tersebut digunakan sebagai tempat hidup dan sumber nutrisi mikroba untuk melakukan aktivitas hidupnya. Oleh karena itu substrat padat sebaiknya mengandung makronutrisi (karbon, nitrogen), mikronutrisi dan elemen-elemen lainnya yang dapat mendukung aktivitas mikroba. Kadar air (moisture content) merupakan faktor terpenting penentu keberhasilan proses SSF. Kadar air dalam proses SSF diperoleh dengan cara membasahi substrat padat dengan moistening solutions dengan rasio tertentu. Kadar air ini berpengaruh terhadap sifat fisik substrat padat yang digunakan sebagai medium fermentasi yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba dan biosintesis produk. Jika kadar air proses SSF terlalu tinggi, porositas substrat akan menurun akibatnya ukuran partikel dan tekstur substrat berubah, dan transfer oksigen menjadi rendah. Sebaliknya, jika kadar air proses SSF terlalu rendah akan menurunkan kelarutan nutrisi dari substrat padat akibatnya pertumbuhan mikroba terganggu sehingga produksi enzim akan terhambat.
10
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. ALAT DAN BAHAN Peralatan yang digunakan dalam proses karakterisasi isolat proteolitik dan proses produksi kopi luwak sintesis adalah spektrofotometer, sentrifuse, laminar Air Flow, Shaker inkubator, vortex, neraca analitik, Erlenmeyer, pipet mikro, botol Durham, cawan petri, pH meter, jarum inokulasi, tabung reaksi, autoklaf, penangas air, alat-alat gelas, pisau, blender, ayakan 40 mesh, dan berbagai peralatan laboratorium mikrobiologi lainnya. Isolat yang digunakan meliputi isolat yang diperoleh dari peneliti terdahulu dimana isolat tersebut berasal dari biji kopi yang ada pada feses luwak segar yang diperoleh dari perkebunan kopi, Dusun Cukul Rt 03/07, Desa Pangalengan Bandung. Identifikasi yang dilakukan oleh tim peneliti sebelumnya (2011) terhadap isolat yang digunakan pada penelitian ini menyebutkan bahwa isolat tersebut adalah Stenotropomonas sp MH34 (FLX 3), Proteus penneri (FLS 1), Bacillus aerophilus (FLP 1) dan Stenotropomonas sp MH3 (FLP 2). Bahan baku yang digunakan adalah kulit kopi arabika yang berasal dari tempat yang sama dari isolat yang digunakan. Media penumbuhan isolat adalah media xilan (birchwood) untuk bakteri xilanolitik, media Carboxy Methyl Cellulose (CMC) untuk bakteri selulotik, dan media skim (Skim Milk) untuk bakteri proteolitik. Bahan kimia yang digunakan antara lain NaCl fisiologis, Asam Dinitro Salisilat, bufer tris, bufer fosfat, fenol 5%, asam sulfat (H2SO4), Larutan BSA (Bovin Serum Albumin), pewarna folin, larutan tirosin, larutan kasein, akuades, alkhohol 70%, Larutan Na2CO3 dan larutan Bradford.
3.2. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Oktober 2012 di Laboratorium Bioteknologi Hewan dan Biomedis, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor (PPSHB IPB), Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta - Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Sea Fast Fateta - Institut Pertanian Bogor.
3.3. METODE PENELITIAN Penelitian terdiri atas 2 tahap yaitu tahap pertama adalah karakterisasi isolat proteolitik FLP 1 dan FLP 2, dan tahap kedua adalah fermentasi kopi menggunakan isolat terpilih yaitu isolat xilanolitik (FLX 3), kombinasi isolat FLX 3dengan isolat proteolitik terpilih dan kombinasi FLX 3, isolat selulolitik (FLS 1) dan isolat proteolitik terpilih. Adapun prosedur untuk masing-masing tahap memiliki kesamaan akan tetapi ada beberapa prosedur pengujian yang dilakukan pada saat fermentasi kopi tidak dilakukan pada saat karakterisasi isolat proteolitik. Berikut prosedur pengujian yang dilakukan pada masing-masing tahap.
11
3.3.1. Karakterisasi Isolat Proteolitik Karakterisasi isolat proteolitik dilakukan dengan pengukuran kurva tumbuh, aktivitas enzim, kadar protein dan perhitungan jumlah sel isolat yang ditumbuhkan pada media padat campuran 2,6 gram Nutrient Broth, 1 gram susu skim, dan 4 gram agar di cawan petri (Lampiran 1). Pembuatan kurva tumbuh untuk kedua isolat proteolitik dilakukan dengan peremajaan isolat pada media agar-agar skim milk dicawan petri dan ditumbuhkan pada suhu ruangan selama ± 48 jam. Isolat yang terbentuk ditumbuhkan pada media cair skim milk untuk menentukan kurva pertumbuhan melalui pengukuran kekeruhan (Optical Density) setiap 6 jam menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang (λ) 620 nm. Pengukuran aktivitas enzim protease dan kadar protein dilakukan dengan pembuatan inokulum yang dilakukan dengan mengambil 1-2 koloni dan ditumbuhkan dalam 10 ml media cair skim milk pada tabung reaksi, diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Sebanyak 1 ml inokulum dikultivasikan ke dalam masing-masing labu Erlenmeyer berisi 100 ml media cair skim milk. Inkubasi dilakukan pada shaker inkubator dengan kecepatan 100 rpm pada suhu ruang. Pengukuran aktivitas enzim dilakukan setiap 6 jam. Enzim ekstrak kasar diperoleh melalui sentrifugasi kultur pada 3000 rpm selama 15 menit pada suhu 4oC. Enzim ekstrak kasar digunakan untuk pengujian aktivitas enzim dan kadar protein. Enzim diukur dengan menghitung jumlah enzim yang diperlukan untuk menghasilkan 1 µg tirosin (ekuivalen)/menit/ml larutan enzim dari substrat kasein pada kondisi pengujian tersebut. Prosedur pengujian aktivitas enzim disajikan pada Lampiran 1. Kandungan protein di uji dengan metode Bradford (1976) dan menggunakan larutan BSA (0-1 mg/ml) sebagai standar (Lampiran 2). Selanjutnya perhitungan jumlah sel isolat proteolitik dihitung menggunakan metode Total Plate Count (TPC).
3.3.2.Fermentasi Kopi Fermentasi kopi dilakukan dengan menginokulasikan 10 % isolat yang telah mencapai fase eksponensialnya setelah ditumbuhkan pada media cair ke dalam campuran 5 gram kulit kopi dan 10 gram biji kopi. Kulit kopi dengan kadar air 40% yang telah dihaluskan hingga 40 mesh dan biji kopi dicampur dalam satu wadah kecil tertutup dan diinokulasikan isolat terpilih diinkubasi pada suhu 30o C dan 37o C. Jumlah isolat untuk perlakuan pertama adalah 10 % FLX 3, perlakuan kedua 5 % FLX 3 dan 5% FLP1, dan perlakuan ketiga 3.4 % FLX 3, 3.3 % FLP 1, dan 3.3 % FLS 1. Analisa dilakukan setiap 24 jam sekali dan fermentasi dilakukan selama 84 jam. Khusus untuk analisa ke-4 dilakukan 12 jam setelah analisa ke-3. Adapun analisa yang dilakukan antara lain pengujian aktivitas enzim, pengujian cairan hasil fermentasi yang meliputi analisa gula total, gula pereduksi, kadar protein, dan pengamatan residu hasil fermentasi. Pengujian aktivitas enzim xilanase. Sebanyak 0.05 g kulit kopi ditambah 5 ml bufer phospat dan 5 ml enzim ekstrak kasar kemudian direaksikan di dalam labu erlenmeyer 100 ml pada suhu ruangan selama 60 menit. Selanjutnya campuran tersebut
12
disentrifugasi pada kecepatan 2860 rpm selama 25 menit pada suhu 4o C. Sebanyak 1 ml supernatan diambil dan ditambahkan 1 ml DNS, lalu diinkubasi pada suhu 100 oC selama 15 menit. Sampel diukur aktivitas enzimnya dengan menghitung pembentukan gula sederhana dengan metode DNS (Lampiran 3). Pengujian aktivitas protease dilakukan dengan metode Kunitz (Lampiran 2). Dengan sampel yang dipakai adalah air saringan hasil fermentasi. Kopi yang sudah di fermentasi diencerkan dengan air sebanyak 75ml dan dipisahkan antara kulitdan biji. Pengujian cairan hasil fermentasi. Pengujian dilakukan untuk melihat terjadinya perubahan komposisi karbohidrat yaitu gula total, gula pereduksi, dan derajat polimerisasi (DP) pada cairan fermentasi (Lampiran 3). Pengamatan residu hasil fermentasi.Analisis yang dilakukan meliputi pengamatan susut bobot kulit kopi dengan metode gravimetri dan mengamati perubahan struktur serat kulit kopi (Lampiran 4). Kulit kopi yang telah terpisah dari cairan fermentasi dikeringkan dalam oven selama 24 jam. Kulit kopi yang telah kering ditimbang dan diamati perubahan strukturnya menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi pada perbesaran 200 kali. Pengamatan dilakukan untuk melihat kemampuan bakteri dalam memecah struktur serat kulit kopi. Analisa asam-asam organik. Analisa dilakukan pada komponen asam-asam organik biji kopi terbaik berdasarkan hasil analisa aktivitas enzim, susut bobot, gula total, gula perduksi, dan derajat polimerisasi.yang meliputi asam askorbat, asam butirat, asam laktat, asam oksalat, dan kafein. Analisa dilakukan menggunakan metode gas kromatografi dimana pengerjaannya dilakukan oleh analis dari Balai Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Bogor. Analisa tidak dapat dilakukan sendiri karena alat yang dibutuhkan tidak tersedia di laboratorium tempat penelitian dilakukan.
Gambar 2. Diagram alir proses fermentasi kopi
13
Rancangan percobaan yang digunakan untuk menentukan pengaruh faktor perlakuan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap faktorial multi taraf (multy level factorial design) dengan tiga variabel proses, yaitu isolat yang diinokulasikan (P), suhu (Q), dan waktu inkubasi (R), setiap variabel memiliki taraf yang berbeda-beda, tiga taraf untuk variabel isolat, dua taraf untuk variabel suhu, dan empat taraf untuk variabel waktu inkubasi. Persamaan untuk rancangan tersebut adalah sebagai berikut :
Yijk = μ + Pi + Qj + Rk + (PQ)ij + (PR)ik + (QR)jk + (PQE)ijk+ εijkl Keterangan : Yijk = nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan ulangan ke-k μ = rataan umum respon Pi = pengaruh utama faktor P taraf ke-i Qj = pengaruh utama faktor Q taraf ke-j Rk = pengaruh utama faktor R taraf ke-k (PQ)ij = interaksi dari faktor P pada taraf ke-i dan faktor Q pada taraf ke-j (PR)ik = interaksi dari faktor P pada taraf ke-i dan faktor R pada taraf ke-k (QR)jk = interaksi dari faktor Q pada taraf ke-j dan faktor R pada taraf ke-k (PQR)ijk = interaksi dari faktor P pada taraf ke-i, Q pada taraf ke-j dan faktor R pada taraf ke-k εijkl = pengaruh acak yang menyebar normal (0,σ 2)
14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. KARAKTERISASI ISOLAT PROTEOLITIK Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dewi (2011), telah diseleksi dua jenis bakteri proteolitik yang berasal dari kotoran luwak. Bakteri tersebut adalah FLP 1 dan FLP 2. kedua jenis bakteri mampu tumbuh pada media skim milk akan tetapi kedua jenis bakteri belum dikarakterisasi sehingga untuk memilih bakteri proteolitik sebagai isolat untuk fermentasi padat kopi kedua jenis bakteri ini perlu dikarakterisasi. Menurut Akhdiya (2003), adanya mikroorganisme yang unggul merupakan salah satu faktor penting dalam usaha produksi enzim.Karakterisasi kedua bakteri ini dilakukan dengan pengamatan terhadap kurva pertumbuhan, aktivitas enzim, kadar protein, aktivitas spesifik, dan jumlah sel sehingga diperoleh bakteri terbaik yang dapat dimanfaatkan untuk proses fermentasi kopi. Mikroorganisme produsen protease seperti bakteri asam laktat akan tumbuh baik pada suhu antara 30o C sampai 40o C. Pada suhu dibawah 30o C pertumbuhan bakteri pembusuk lebih tinggi dibandingkan bakteri asam laktat. Dalam proses fermentasi menggunakan bakteri proteolitik, penggunaan suhu yang baik adalah pada selang 30 o C sampai 40o C sehingga enzim protease akan di produksi secara optimum (Muthulakshmi et al 2011). Karakterisasi isolat FLP 1 dan FLP 2 dilakukan pada suhu 30o C untuk mendapatkan hasil pertumbuhan dan produksi protease optimum dari kedua isolat tersebut. Selain itu penggunaan suhu 30o C dalam karakterisasi protease tidak memerlukan inkubator untuk menaikkan dan menurunkan suhu sehingga dapat mengurangi biaya operasi karena karena suhu ruangan tanpa adanya Air Conditioning (AC) + 30o C. Menurut Waluyo (2004), kurva tumbuh merupakan grafik yang menunjukkan tingkat pertumbuhan mikroorganisme persatuan waktu. Tingkat pertumbuhan terukur berdasarkan tingkat kekeruhan yang mampu menyerap cahaya (absorbansi). Kurva pertumbuhan FLP 1 dan FLP 2 (Gambar 2), menunjukkan pada waktu inkubasi 0 jam hingga 24 jam bakteri FLP 1 mengalami fase log sedangkan fase log bakteri FLP 2 terjadi pada waktu inkubasi 0 hingga 18 jam. Fase tersebut ditunjukkan oleh pertumbuhan sel yang cepat karena masih tersedianya nutrisi yang banyak. Puncak fase log bakteri FLP 1 adalah pada saat nilai optical density (OD) sebesar 0.633 dengan tingkat pengenceran 5 kali, sedangkanpuncak fase log bakteri FLP 2 adalah pada saat nilai optical density (OD) sebesar 0.542 dengan tingkat pengenceran 5 kali.Setelah waktu inkubasi 24 jam, bakteri FLP 1 mengalami fase stasioner, sedangkanbakteri FLP 2 setelah jam ke-18 bakteri FLP 2 juga mengalami fase stasioner. Pada fase ini nutrisi yang tersedia sudah mulai berkurang dan sel masih terus membelah. Puncak pertumbuhan bakteri FLP 1 adalah pada saat OD 0.698 pada jam ke-42, untuk bakteri FLP 2 OD tertinggi adalah 0.649 pada jam ke-42. Pada waktu inkubasi setelah 42 jam, kedua bakteri mengalami fase kematian dimana pada fase ini sel kehabisan nutrien untuk tumbuh dan membelah sehingga pertumbuhan sel cenderung menurun. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba adalah tersedianya nutrien, air, suhu, pH, oksigen, potensial oksidasi reduksi, adanya zat-zat penghambat, dan adanya jasad renik lain. Mikroba membutuhkan nutrient untuk kehidupan dan pertumbuhannya sebagai sumber karbon, sumber nitrogen, sumber energi dan faktor pertumbuhan lain seperti vitamin dan
15
mineral. Nutrien tersebut dibutuhkan untuk membentuk energi dan menyusun komponenkomponen sel (Waluyo, 2004). 0.8 0.7
Optical Density
0.6 0.5 0.4 FLP 1
0.3
FLP 2
0.2
0.1 0 0
6
12
18
24
30
36
42
48
54
60
Waktu Inkubasi (jam) Gambar 3. Kurva tumbuh bakteri FLP 1 dan FLP 2 Hasil pengujian aktivitas proteolitik menunjukkan bakteri FLP 1 dan FLP 2 aktif menghasilkan protease selama pertumbuhannya. Pada grafik (Gambar 4) dapat dilihat bakteri FLP 1 memiliki aktivitas proteolitik secara kuantitatif yang tertinggi sebesar 1,4 U/ml dengan waktu inkubasi 24 jam, sedangkan bakteri FLP2 memiliki aktivitas proteolitik secara kuantitatif yang tertinggi sebesar 0.6 U/ml dengan waktu inkubasi 18 jam. Jika dihubungkan antara kurva pertumbuhan bakteri dengan uji aktivitas proteolitik dapat dilihat bahwa pada fase pertumbuhan cepat bakteri FLP 1 menghasilkan aktivitas proteolitik tinggi yang dicapai pada selang waktu inkubasi18 – 24 jam, sedangkan bakteri FLP 2 menghasilkan aktivitas proteolitik tinggi yang dicapai pada selang waktu inkubasi12 – 18jam Hal ini disebabkan masih tersedianya nutrisi dalam jumlah besar yang diperlukan sel bakteri untuk melakukan metabolisme sel, sehingga jumlah log sel bakteri juga mengalami peningkatan. Dari grafik aktivitas enzim (Gambar 4), dapat dilihat bahwa aktivitas proteolitik bakteri FLP 1 pada waktu inkubasi 0 hingga 24 jam semakin meningkat serta diiringi dengan meningkatnya kurva pertumbuhan bakteri dan untuk bakteri FLP 2 pada waktu inkubasi 0 hingga 18 jam semakin meningkat serta diiringi dengan meningkatnya kurva pertumbuhan bakteri. Telah dijelaskan sebelumnya, pada waktu inkubasi hingga 24 jam bakteri FLP 1 dan hingga 18 jam bakteri FLP 2 mengalami fase log. Dimana pada fase ini bakteri membutuhkan nutrisi yang banyak untuk pertumbuhan dan pembelahan sel. Pada karakterisasi bakteri proteolitik ini nutrisi atau substrat yang digunakan adalah skim milk, dimana dapat dihubungkan dengan salah satu ciri enzim yaitu kekhususan yang tinggi terhadap substrat. Mekanisme reaksi enzimnya adalah enzim dan substrat akan bergabung menjadi kompleks enzim substrat, yang kemudian terurai menjadi produk. Enzim tersebut tidak terkonsumsi di dalam reaksinya tetapi dilepaskan kembali untuk reaksi selanjutnya. Proses ini diulang-ulang sampai semua molekul substansi yang tersedia habis terpakai. Banyak bakteri dapat menghancurkan protein di luar tubuhnya dan menggunakan produk hasil proses tersebut sebagai sumber tenaga karbon dan nitrogen. Karena molekul protein
16
terlampau besar untuk dapat melewati membran, bakteri mensekresikan protease yang menghidrolisis protein tersebut menjadi peptide-peptide. Bakteri menghasilkan peptidase yang menguraikan peptide menjadi asam-asam amino yang diperlukan untuk metabolisme (Pelczar dan Chan, 2005). Pada grafik aktivitas proteolitik (Gambar 4) juga dapat dilihat bahwa pada waktu inkubasi setelah 24 jam untuk bakteri FLP 1 dan setelah 18 jam untuk FLP 2, aktivitas proteolitik cenderung menurun tetapi kurva pertumbuhan bakteri masih meningkat. Hal ini dikarenakan adanya pengendalian aktivitas enzim yang diatur oleh ligan (molekul yang dapat terikat oleh enzim) yang tidak turut berperan dalam proses katalitik itu sendiri. Pengendalian aktivitas enzim yang dimaksud adalah hambatan arus-balik (feed back inhibition). Pada hambatan arus balik, ligan pengaturnya adalah produk akhir suatu lintasan metabolik yang dapat menghentikan sintesisnya sendiri dengan cara menghambat aktivitas enzim. Produk akhir dari reaksi enzim disini adalah asam amino, dimana asam amino akan menghambat aktivitas protease. Jika asam amino yang dihasilkan menumpuk, maka mengakibatkan aktivitas enzim protease yang dihasilkan menurun (Pelczar dan Chan, 2005). Penurunan aktivitas proteolitik ini juga dapat terjadi karena berkurangnya jumlah substrat yang akan menghambat pembentukan kompleks enzim substrat dan perubahan struktur enzim yang akan menyebabkan penurunan laju katalitik. Akibat perubahan struktur enzim, sisi aktif enzim mengalami perubahan bentuk sehingga tidak dapat digunakan secara baik dalam mengikat substrat (Thomas 1989). 1.6
Aktivitas Enzim (Unit/ml)
1.4 1.2 1.0 0.8
FLP 1
0.6
FLP 2
0.4 0.2 0.0 0
`
6
12
18 24 30 36 42 Waktu Inkubasi (jam)
48
54
60
Gambar 4. Aktivitas proteolitik FLP 1 dan FLP 2
Aktivitas spesifik proteolitik merupakan indikator untuk menunjukkan apakah kandungan protein pada media skim milk merupakan protein. Dari grafik aktivitas enzim spesifik protease (Gambar 5), dapat dilihat peningkatan nilai aktivitas spesifik sesuai dengan peningkatan aktivitas enzim. Nilai aktivitas spesifik tertinggi untuk bakteri FLP 1 adalah 10.817 unit/mg yang diperoleh pada waktu inkubasi 24 jam dan 5.436 unit/mg untuk bakteri FLP 2 pada jam ke 18. Kadar protein untuk kedua bateri berada pada rentang yang berbeda. Rentang kadar protein selama inkubasi untuk bakteri FLP 1 (0.121 - 0.139 mg/ml) lebih besar dibanding dengan
17
12.0
0.20
10.0 8.0 6.0
FLP 1
4.0
FLP 2
2.0 0.0
Kadar Protein (mg/ml)
Aktivitas Enzim Spesifik (unit/mg)
rentang kadar protein selama inkubasi bakteri FLP 2 (0.083 – 0.098 mg/ml). Grafik kadar protein dapat dilihat pada Gambar 6.
0.15 0.10 FLP 1 0.05
FLP 2
0.00 0
12
24
36
48
60
Waktu Inkubasi (jam) Gambar 5. Aktivitas spesifik FLP 1 dan FLP 2
0
12
24
36
48
60
Waktu Inkubasi (jam) Gambar 6. Kadar Protein FLP 1 dan FLP 2
Pertumbuhan bakteri FLP 1 dan bakteri FLP 2 juga dapat dilihat dari jumlah sel yang dapat dihitung dengan metode TPC. Hasil perhitungan jumlah sel setiap selang 6 jam waktu inkubasi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Total Plate Count (TPC) FLP 1 dan FLP 2
Jam ke
Jumlah Sel FLP 1 CFU/ml
Jumlah Sel FLP 2 CFU/ml
Subkultur
134 x 107
288 x 107
6
53 x 106
178 x 106
12
78 x 106
187 x 106
18
194 x 107
51 x 107
24
256 x 107
44 x 108
30
56 x 108
170 x 108
36
200 x 108
144 x 109
42
67 x 109
245 x 107
48
61 x 108
33 x 106
54
284 x 107
-
Berdasarkan kurva tumbuh dan aktivitas enzim dapat dilihat bahwa pertumbuhan beserta aktivitas protelitik optimum yang dimiliki bakteri FLP 1 lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan beserta aktivitas proteolitik optimum FLP 2. Bakteri FLP 1 lebih baik untuk digunakan sebagai isolat dalam fermentasi kopi. Waktu untuk menginokulaskan bakteri proteolitik pada kopi adalah setelah bakteri proteolitik berumur 18 jam karena pada waktu 18 jam bakteri FLP 1 memasuki fase pertumbuhan yang sangat cepat berdasarkan kurva tumbuh (Gambar 2) dan produksi enzim protease juga berada pada kondisi yang optimum.
18
4.2. FERMENTASI PADAT KOPI Pada dasarnya metode fermentasi yang ada saat ini sudah cukup banyak dan setiap metode fermentasi memiliki kelebihan dan kekurangan. Metode fermentasi padat merupakan salah satu dari metode fermentasi yang telah dikenal. Dasar penggunaan fermentasi padat dalam proses pembuatan kopi luwak sintesis adalah keuntungan dari segi teknis maupun dari segi biaya. Menurut Prabakhar (2005), fermentasi padat atau solid state fermentation (SSF) memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan metode lain seperti sub merged fermentation (SMF). Keuntungan dari sisi ekonomi diantaranya adalah medium fermentasi yang lebih murah, peralatan dan pengaturan operasi sederhana, diperoleh jumlah produk yang lebih tinggi, kebutuhan energi yang rendah, proses scaling up yang lebih mudah, stabilitas produk yang lebih tinggi dan pengendalian kontaminasi lebih mudah karena rendahnya kadar air saat fermentasi berlangsung. Fermentasi padat kopi dilakukan untuk meningkatkan kualitas biji kopi hasil fermentasi. Proses fermentasi dilakukan dengan memanfaatkan bakteri xilanolitik, selulolitik, dan proteolitik yang diisolasi dari feses luwak. Aktivitas enzim dari setiap bakteri merupakan sarana yang baik untuk meningkatkan kualitas biji kopi hasil fermentasi. Pada saat kultivasi bakteri, kulit kopi merupakan substrat untuk bakteri xilanolitik, selulolitik, dan proteolitik. Berdasarkan proses diperolehnya kopi luwak maka secara tidak langsung ditunjukkan bahwa pada kulit kopi mengandung komponen-komponen yang menunjang pertumbuhan dan aktivitas enzim bakteri. Menurut Shah dan Madamwar (2005), salah satu faktor utama keberhasilan proses SSF adalah pemilihan substrat padat. Substrat padat tersebut digunakan sebagai tempat hidup dan sumber nutrisi mikroba untuk melakukan aktivitas hidupnya. Oleh karena itu substrat padat sebaiknya mengandung makronutrisi (karbon, nitrogen), mikronutrisi dan elemen-elemen lainnya yang dapat mendukung aktivitas mikroba. Keberhasilan SSF selain ditunjang oleh faktor substrat untuk mikroorganisme yang digunakan, SSF juga memerlukan suatu kondisi yang sesuai dengan kondisi optimum pertumbuhan mikroorganisme yang digunakan. Kondisi tersebut dapat meliputi kadar air substrat, kesterilan substrat, dan ukuran substrat. Proses produksi kopi luwak sintesis dilakukan pada kondisi substrat yang sebelumnya telah di sterilisasi. Sterilisasi dilakukan untuk mencegah adanya bakteri lain yang tumbuh selain bakteri yang diinokulasikan. Ukuran substrat yang diperkecil hingga 40 mesh agar proses degradasi subtrat lebih optimum. Menurut Prabakhar (2005), SSF adalah pertumbuhan mikroba pada substrat padat basah dengan kadar air rendah namun substrat harus memiliki kadar air yang cukup untuk mendukung pertumbuhan dan metabolism mikroba. Berdasarkan prinsip tersebut maka proses fermentasi kopi dilakukan pada kadar air 40 % dimana pada kondisi jumlah air pada kopi yang difermentasi tidak terlalu tinggi akan tetapi pada substrat kopi tetap tersedia air untuk menunjang pertumbuhan bakteri yang diisolasikan. Menurut Shah dan Madamwar (2005), kadar air dalam proses SSF diperoleh dengan cara membasahi substrat padat dengan moistening solutions dengan rasio tertentu. Kadar air ini berpengaruh terhadap sifat fisik substrat padat yang digunakan sebagai medium fermentasi yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba dan biosintesis produk. Jika kadar air proses SSF terlalu tinggi, porositas substrat akan menurun akibatnya ukuran partikel dan tekstur substrat berubah, dan transfer oksigen menjadi rendah. Sebaliknya, jika kadar air proses SSF terlalu rendah akan menurunkan kelarutan nutrisi dari substrat padat akibatnya pertumbuhan mikroba terganggu dan produksi enzim terhambat.
19
Hal yang perlu diperhatikan dalam proses fermentasi padat adalah jumlah inokulum yang ditambahkan pada substrat. Pada saat fermentasi kopi jumlah bakteri yang di inokulasikan adalah sebesar 10 % dari substrat. Jumlah total 10% inokulum ini diberlakukan pada setiap perlakuan fermentasi yang meliputi fermentasi padat menggunakan isolat FLX 3, kombinasi FLX 3 dengan FLP 1, dan kombinasi FLX 3, FLS 1, dan FLP 1. Setiap bakteri diinokulasikan pada saat bakteri tersebut berada pada puncak fase log menuju fase stasioner. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Dewi (2011), waktu optimum untuk menginokulasikan isolat FLX 3 adalah pada jam ke-22 dan untuk isolat FLS 1 adalah pada jam ke-18. Dari hasil karakterisasi bakteri terpilih (FLP 1) waktu optimum untuk menginokulasikan FLP 1 adalah pada jam ke-18. Menurut Krisna et al (2011), agar kualitas proses fermentasi dapat terjaga maka prosedur inokulasi yang digunakan dalam fermentasi harus konsisten. Dua hal yang harus dipertimbangkan dalam prosedur inokulasi adalah jumlah dan umur inokulum yang digunakan . Jumlah inokulum untuk mendapatkan aktivitas yang optimum adalah 10% dari substrat yang digunakan. Pada saat inokulum yang di inokulasikan lebih kecil dari 10%, maka bakteri sulit untuk beradaptasi akibatnya fase log menjadi lebih panjang dan bakteri tidak terlalu aktif. Akibatnya biomassa yang terbentuk tidak maksimum dan produksi enzim menjadi terhambat. Jika jumlah inokulum lebih besar dari 10% maka akan terjadi kompetisi bakteri untuk mendapatkan nutrisi di dalam proses fermentasi akibatnya biomassa yang terbentuk juga tidak maksimum sehingga produksi enzim menjadi berkurang. Suhu untuk inkubasi saat proses fermentasi adalah pada suhu 30 o C dan 37o C. Penentuan suhu inkubasi ini didasarkan pada suhu untuk pertumbuhan bakteri. Pada umumnya bakteri dapat tumbuh dengan baik pada rentang suhu antara 30 o C sampai dengan 40o C. Menurut Fujiwara and Yamamoto (1987), bakteri mudah tumbuh pada suhu ruang dan akan mengalami penurunan pertumbuhan ketika suhu meningkat diatas 40o C karena sel-sel bakteri pada suhu tinggi tidak mampu bertahan terkecuali bakteri jenis termofilik. Fermentasi kopi dilakukan selama 84 jam untuk mengetahui aktivitas enzim pada substrat kulit kopi. Dari hasil penelitian yang dilakukan Dewi pada tahun 2011 dan hasil karakterisasi bakteri FLP 1 dan FLP 2, waktu yang digunakan untuk analisa kurva tumbuh dan aktivitas enzim adalah selama + 60 jam. Pada akhir pengamatan kurva tumbuh maupun aktivitas enzim kondisi grafik masih menunjukkan adanya pertumbuhan dan proses produksi enzim walaupun pada grafik juga terlihat penurunan dari pertumbuhan maupun aktivitasnya. Ketika enzim masih diproduksi maka hal itu mengindikasikan bahwa proses degradasi substrat masih berlangsung. Fermentasi kopi dilakukan untuk mendapatkan hasil terbaik dari kerja enzim terhadap substrat kopi, maka dari itu waktu untuk fermentasi kopi adalah selama 84 jam.
4.3. ANALISA HASIL FERMENTASI Analisa yang dilakukan meliputi pengukuran aktivitas enzim, susut bobot, kadar protein, gula total, gula pereduksi, dan derajat polimerisasi. Hasil terbaik dari fermentasi kopi harus di uji lanjut yaitu dengan pengujian asamasam organik pada biji kopi terbaik hasil fermentasi dan di bandingkan dengan asam-asam organik kopi luwak asli. Dari perbandingan tersebut maka dapat ditentukan kualitas biji kopi hasil fermentasi. Analisa asam-asam organik meliputi kadar kafein, asam laktat, asam butirat, asam oksalat, dan asam askorbat atau vitamin C.
20
4.3.1.
Aktivitas Enzim
Untuk mendegradasi substrat, bakteri memproduksi enzim sesuai dengan substratnya. setiap isolat yang diinokulasikan pada substrat memiliki nilai aktivitas enzim yang berbeda. Nilai aktivitas dipengaruhi oleh ketersediaan jumlah substrat, jumlah inokulum, suhu dan waktu. Perlakuan isolat yang diinkubasikan pada fermentasi kopi ini dibedakan menjadi 3, yaitu fermentasi dengan inokulum FLX 3 yang merupakan bakteri xilanolitik, fermentasi dengan kombinasi FLX 3 dan FLP1 sebagai bakteri proteolitik, dan fermentasi dengan kombinasi inokulum FLX 3, FLS 1 dan FLP 1 sebagai bakteri selulolitik. Dari hasil pengukuran aktivitas enzim xilanase hasil fermentasi kopi yang dilakukan (Tabel 4 dan Gambar 7), Aktivitas enzim xilanase tertinggi dari semua perlakuan diperoleh pada perlakuan fermentasi kopi dengan isolat yang di inokulasikan adalah FLX 3 dan FLP 1 yaitu sebesar 4,775 nKat/ml pada suhu inkubasi 37o C jam ke-24. Aktivitas enzim xilanase pada perlakuan ini lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Pada nilai aktivitas enzim tertinggi ini jumlah isolat FLX 3 lebih kecil daripada jumlah isolat FLX 3 pada perlakuan yang hanya menggunakan FLX 3. Penurunan jumlah isolat FLX 3 dari 10 % menjadi 5 % menunjukkan adanya peningkatan nilai aktivitas enzim. Hal ini juga terjadi pada perlakuan lain yang menggunakan suhu 30 o C. Mikroba memproduksi enzim sesuai dengan kebutuhannya dan kerja enzim akan lebih optimum karena kompetisi dalam memperoleh nutrisi sebagai sumber energi menjadi lebih kecil. Pada perlakuan ketiga dimana isolat selulolitik di tambahkan dan isolat xilanolitik jumlahnya dikurangi aktivitas enzim menjadi menurun dibandingkan dengan perlakuan yang menggunakan isolat xilanolitik sebanyak 5 % dari bobot kopi yang difermentasikan. Penurunan ini sudah pasti terjadi karena isolat yang memproduksi enzim jumlahnya juga menurun sehingga enzim xilanase yang diproduksi juga menurun. Akan tetapi pada perlakuan ini terdapat efek lain akibat adanya penambahan isolat selulolitik. Efek tersebut adalah terjadinya proses produksi enzim selulotik dan nilai tersebut terjadi secara signifikan pada saat fermentasi dilakukan pada suhu 30o C. Nilai tertinggi dari gabungan aktivitas enzim xilanase dan selulase pada perlakuan fermentasi ketiga suhu 30o C juga masih di bawah nilai aktivitas enzim xilanase pada perlakuan kedua. Jumlah isolat xilanolitik dan isolat selulotik juga lebih kecil daripada jumlah isolat xilanolitik pada perlakuan kedua sehingga wajar jika nilai aktivitas enzim gabungan xilanase dan selulase juga lebih kecil. Keuntungan yang diperoleh pada perlakuan ketiga ini adalah nilai aktivitas enzim tertinggi diperoleh pada saat fermentasi dilakukan pada suhu 30o C sehingga ketika nanti diaplikasikan pada industri tidak perlu suatu alat untuk mengatur suhu inkubasi. Dari kedua nilai tertinggi aktivitas enzim xilanase pada suhu inkubasi yang berbeda yaitu 30o C dan 37o C, dapat dilihat kesesuaian dengan pernyataan Fujiwara and Yamamoto (1987), yaitu bakteri mudah tumbuh pada suhu ruang dan akan mengalami penurunan pertumbuhan ketika suhu meningkat diatas 40 o C karena sel-sel bakteri pada suhu tinggi tidak mampu bertahan terkecuali bakteri jenis termofilik. Perbedaan nilai aktivitas enzim xilanase berdasarkan jumlah isolat dan suhu inkubasi tersebut sesuai dengan pernyataan Krisna et al (2011). Menurut Krisna et al (2011), dua hal yang harus dipertimbangkan dalam prosedur inokulasi adalah jumlah dan umur inokulum yang digunakan . Jumlah inokulum untuk mendapatkan aktivitas yang optimum adalah 10% dari substrat yang digunakan. Pada saat inokulum yang di inokulasikan lebih kecil dari 10% tidak sesuai untuk fermentasi padat karena inokulum yang digunakan jumlahnya tidak optimumsehingga bakteri sulit untuk beradaptasi akibatnya fase log menjadi lebih panjang, bakteri tidak terlalu aktif akibatnya biomassa yang terbentuk tidak maksimum dalam waktu singkat dan produksi xilanase menjadi terhambat. Jika jumlah inokulum lebih besar dari 10%
21
maka akan terjadi kompetisi bakteri untuk mendapatkan nutrisi di dalam proses fermentasi akibatnya biomassa yang terbentuk tidak maksimum sehingga produksi enzim menjadi berkurang. Nilai aktivitas enzim optimum setiap bakteri berbeda-beda akan tetapi secara garis besar inokulasi isolat diatas ataupun dibawah jumlah optimum akan mengurangi nilai aktivitas enzim bakteri yang diperoleh. Menurut Teti (2012), enzim-enzim yang dipasarkan biasanya dinyatakan dalam satuan aktivitas tidak dengan satuan berat. Aktivitas enzim dapat dinyatakan dengan 2 cara yaitu : 1.
Satuan unit ( U ) yang didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dapat mengkatalisis perubahan 1 µmol substrat per menit pada kondisi tertentu. Satuan 1 Unit Enzim (UE) : µmol per menit
2.
Sistem SI; dengan satuan KATAL yang didefinisikan sebagai : jumlah enzim yang dapat mengkatalisis perubahan 1 mol substrat per detik ( 1 KAT = 60 x 106 Unit) atau 1 Unit = 16.67 nanokatal . Satuan ini biasanya dipakai untuk aktivitas enzim pada enzim yang mengkatalis perubahan substrat polisakarida.
Dari grafik aktivitas enzim (Gambar 7) dapat dilihat bahwa terdapat kesamaan trend yaitu untuk setiap perlakuan dengan suhu inkubasi 37 o C memiliki trend menurun dari jam ke24. Perlakuan dengan suhu inkubasi 30o C memiliki trend naik dari jam ke-24 sampai pada jam ke-48 kecuali pada perlakuan fermentasi kopi dengan inokulasi isolat FLX 3, FLS 1, dan FLP 1 yang mengalami kenaikan nilai aktivitas enzim xilanase sampai pada jam ke-72.
Tabel 4. Aktivitas enzim xilanase dan kombinasi xilanase dengan selulasehasil fermentasi Kopi + FLX 3
Kopi + FLX 3 + FLP 1
Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1
(nKat/ml)
(nKat/ml)
(nKat/ml)
Jam Ke
370 C
300 C
370 C
300 C
370 C
24
0.148
3.923
2.184
4.775
2.243
3.451
48
2.406
3.812
2.480
3.738
3.257
3.495
72
1.110
0.148
0.407
0.074
4.034
2.215
84
0.925
0.111
0.037
0.148
2.961
0.456
Aktivitas Enzim Xilanase (nKat/ml)
300 C
8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0
Kopi + FLX 3 (30) Kopi + FLX 3 (37)
24
36
48
60
72
84
96
Waktu Inkubasi (jam)
22
Aktivitas Enzim Xilanase (nKat/ml)
8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0
Kopi + FLX 3 + FLP 1 (30) Kopi + FLX 3 + FLP 1 (37) 24
36
48
60
72
84
96
AE Xilanase + Selulolase (nKat/ml)
Waktu Inkubasi (jam)
8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0
Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1 (30) Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1 (37) 24
36
48
60
72
84
96
Waktu Inkubasi (jam) Gambar 7. Grafik aktivitas enzim xilanase dan kombinasi xilase dengan selulase
Pada perlakuan fermentasi kopi dengan inokulasi kombinasi isolat FLX 3 dan FLP 1 dan perlakuan fermentasi kopi dengan inokulasi kombinasi isolat FLX 3, FLS 1 dan FLP 1 terdapat bakteri proteolitik. Adanya bakteri proteolitik mengindikasikan bahwa dalam proses fermentasi kulit kopi terdapat aktivitas enzim protease yang diproduksi oleh bakteri FLP 1. Aktivitas enzim proteolitik (Tabel 5 dan Gambar 8) menunjukkan bahwa protease tertinggi diperoleh pada perlakuan fermentasi kopi dengan inokulasi kombinasi isolat FLX 3 dan FLP 1 dan diinkubasi pada suhu 37o C yaitu sebesar 0,571 unit/ml pada jam ke-48. Nilai ini lebih tinggi dari aktivitas enzim yang diperoleh pada semua perlakuan yang menggunakan bakteri proteolitik saat fermentasi kopi. Dari data aktivitas enzim protease (Tabel 5) dan grafik aktivitas enzim protease (Gambar 8), dapat dilihat bahwa pada jumlah isolat proteolitik sebesar 5% dan diinkubasi pada suhu 37o C memiliki nilai aktivitas enzim protease yang lebih tinggi dari jumlah isolat yang sama maupun yang diperkecil dan diinokulasikan pada suhu 30o C maupun 37o C, akan tetapi ketika jumlah tersebut diturunkan maka aktivitas enzim protease FLP 1 yang diinkubasi pada suhu 37o C mengalami penurunan yang sangat drastic setelah jam ke-24. Dari data tersebut maka pada dasarnya bakteri proteolitik mampu tumbuh dan memproduksi enzim protease pada selang suhu 30o C sampai dengan 40o C. Seperti yang telah dijelaskan oleh Fujiwara and Yamamoto (1987), bakteri mudah tumbuh pada suhu ruang dan akan mengalami penurunan pertumbuhan ketika suhu meningkat diatas 40o C karena sel-sel bakteri pada suhu tinggi tidak mampu bertahan terkecuali bakteri jenis termofilik.
23
Untuk diaplikasikan dalam industri maka berdasarkan pertimbangan ekonomi dan melihat nilai aktivitas enzim xilanase dari semua perlakuan, maka perlakuan fermentasi kopi dengan inokulasi kombinasi isolat FLX 3, FLS 1 dan FLP 1 pada suhu inkubasi 30o C merupakan alternative terbaik dalam memproduksi kopi luwak sintesis. Inkubasi pada suhu 30 o C lebih menghemat biaya karena tidak memerlukan inkubator dalam pengaplikasiannya dan memerlukan jumlah isolat yang lebih sedikit serta isolat yang digunakan dapat dikombinasikan. Untuk lebih memastikan perlakuan fermentasi kopi dengan inokulasi kombinasi isolat FLX 3, FLS 1 dan FLP 1 pada suhu inkubasi 30o C adalah perlakuan yang terbaik maka perlu dilihat hasil analisa komponen-komponen yang didegradasi. Tabel 5. Aktivitas enzim protease pada hasil fermentasi Kopi + FLX 3 + FLP 1
Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1
(unit/ml)
(unit/ml)
Jam Ke
Aktivitas Enzim Protease (unit/ml)
24 48 72 84
300 C
370 C
300 C
370 C
0.176 0.187 0.063 0.013
0.375 0.571 0.050 0.009
0.176 0.252 0.229 0.095
0.205 0.168 0.050 0.009
1.0 0.8 0.6 Kopi + FLX 3 + FLP 1 (30)
0.4 0.2
Kopi + FLX 3 + FLP 1 (37)
0.0 24
36
48
60
72
84
96
Aktivitas Enzim Protease (unit/ml)
Waktu Inkubasi (jam)
1.0 0.8
Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1 (30)
0.6
Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1 (37)
0.4 0.2 0.0 24
36
48
60
72
84
96
Waktu Inkubasi (jam) Gambar 8. Grafik aktivitas enzim protease pada hasil fermentasi
24
4.3.2.
Kadar Protein
Pengukuran kadar protein dilakukan untuk mengetahui jumlah protein yang diproduksi oleh enzim pada substrat yang menjadi media pertumbuhan bakteri (Dewi 2012). Hasil analisa kadar protein menggunakan metode Bradford (1976) untuk setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 9. Kadar protein untuk setiap perlakuan meningkat dari jam ke-24 sampai jam ke-84. Kisaran kadar protein untuk setiap perlakuan antara lain adalah 0.077 – 0.108 mg/ml untuk perlakuan fermentasi kopi yang diinokulasikan bakteri FLX 3 dan diinkubasi pada suhu 30o C, 0.087 – 0.110 mg/ml untuk perlakuan fermentasi kopi yang diinokulasikan bakteri FLX 3 dan diinkubasi pada suhu 37o C, 0.121 – 0.139 mg/ml untuk perlakuan fermentasi kopi yang diinokulasikan kombinasi bakteri FLX 3 dan FLP1 dan diinkubasi pada suhu 30o C, 0.129 – 0.149 mg/ml untuk perlakuan fermentasi kopi yang diinokulasikan kombinasi bakteri FLX 3 dan FLP1 dan diinkubasi pada suhu 37o C, 0.115 – 0.126 mg/ml untuk perlakuan fermentasi kopi yang diinokulasikan kombinasi bakteri FLX 3, FLS 1 dan FLP1 dan diinkubasi pada suhu 30o C, dan 0.118 – 0.124 mg/ml untuk perlakuan fermentasi kopi yang diinokulasikan kombinasi bakteri FLX 3, FLS 1 dan FLP1 dan diinkubasi pada suhu 30o C. Menurut Ramos et al (1983), peningkatan kadar protein dikarenakan substrat kehilangan bahan kering selama fermentasi berlangsung. Tabel 6. Kadar protein hasil fermentasi Kopi + FLX 3
Kopi + FLX 3 + FLP 1
Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1
(mg/ml)
(mg/ml)
(mg/ml)
Jam Ke
370 C
300 C
370 C
300 C
370 C
24
0.077
0.087
0.126
0.129
0.115
0.118
48
0.082
0.089
0.121
0.146
0.121
0.115
72
0.089
0.107
0.139
0.141
0.122
0.121
84
0.108
0.110
0.124
0.149
0.126
0.124
Kadar Protein (mg/ml)
300 C
0.170 0.150 0.130 0.110
Kopi + FLX 3 (30)
0.090
Kopi + FLX 3 (37)
0.070
24
36
48
60
72
84
96
Waktu Inkubasi (jam)
25
Kadar Protein (mg/ml)
0.170 0.150 0.130 0.110
Kopi + FLX 3 + FLP 1 (30)
0.090
Kopi + FLX 3 + FLP 1 (37)
0.070 24
36
48
60
72
84
96
Kadar Protein (mg/ml)
Waktu Inkubasi (jam) 0.170
Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1 (30)
0.150 Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1 (37)
0.130 0.110 0.090 0.070 24 36 48 60 72 84 96 Waktu Inkubasi (jam)
Gambar 9. Grafik kadar protein pada hasil fermentasi
4.3.3.
Aktivitas Spesifik Enzim
Aktivitas spesifik enzim merupakan nisbah jumlah enzim terhadap kadar protein pada substrat yang terdegradasi oleh enzim. Aktivitas spesifik menunjukkan hubungan antara jenis enzim yang diproduksi dengan kandungan protein yang terdapat pada substrat. Selain itu aktivitas spesifik enzim juga dapat digunakan menentukan jenis protein yang terdapat pada substrat (Dewi 2012). Aktivitas spesifik enzim dari hasil fermentasi kopi (Tabel 7 dan Tabel 8) untuk semua perlakuan menunjukkan bahwa peningkatan dan penurunan aktivitas spesifik enzim sejalan dengan peningkatan dan penurunan aktivitas enzim baik aktivitas enzim xilanase, xilanase dan selulase, dan protease. Aktivitas spesifik enzim xilanase tertinggi diperoleh pada jam ke-24 sebesar 45.321 nKat/mg, untuk perlakuan fermentasi kopi yang difermentasi menggunakan 10 % bakteri FLX 3 dan diinkubasi pada suhu 37o C. Ketika bakteri FLS 1 ditambahkan pada fermentasi yang diinkubasi pada suhu 30 o C ataupun 37o C, maka aktivitas enzim spesifik gabungan xilanase dan selulase nilainya lebi kecil daripada aktivitas enzim spesifik tertinggi yang diperoleh pada perlakuan yang hanya menggunakan isolat xilanolitik. Hal ini terjadi disebabkan karena jumlah enzim xilanase dan selulase yang diproduksi semakin kecil akibat penurunan jumlah isolat FLX 3. Selain itu penambahan isolat FLS 1 juga sama kecilnya dengan jumlah isolat FLX 3. Disisi lain nilai jumlah protein yang dihasilkan pada perlakuan fermentasi menggunakan 3 isolat semakin meningkat.
26
Kecenderungan yang sama dengan aktivitas spesifik enzim xilanase juga dapat dilihat pada hasil perhitungan aktivitas enzim protease untuk fermentasi kopi menggunakan kombinasi FLX 3 dan FLP 1 dan fermentasi kopi menggunakan kombinasi FLX 3, FLS 1 dan FLP 1. Penurunan jumlah isolat menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas enzim spesifik protease seperti yang terjadi pada nilai aktivitas enzim xilanase. Berdasarkan hasil pengujian aktivitas enzim xilanase, xilanase ditambah selulase dan enzim protease pada semua perlakuan, dapat dilihat bahwa aktivitas enzim tertinggi FLX 3, FLX 3 ditambah FLS 1, dan FLP 1 pada semua perlakuan sama dengan pada saat aktivitas spesifiknya. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan protein pada substrat kulit kopi merupakan xilanase,selulase dan protease. Besarnya aktivitas enzm spesifik seiring dengan peningkatan aktivitas enzimnya.
Tabel 7. Aktivitas spesifik enzim xilanase dan kombinasi xilanase dan selulola hasil fermentasi Jam Ke
Kopi + FLX 3
Kopi + FLX 3 + FLP 1
Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1
(nKat/mg)
(nKat/mg)
(nKat/mg)
300 C
370 C
300 C
370 C
300 C
370 C
24
1.915
45.321
17.304
37.046
19.529
29.355
48
29.199
42.858
20.472
25.680
26.888
30.342
72
12.525
1.382
2.935
0.527
32.980
18.373
84
8.590
1.011
0.297
0.997
23.518
3.666
Tabel 8. Aktivitas spesifik enzim protease hasil fermentasi Jam Ke 24 48 72 84
4.3.4.
Kopi + FLX 3 + FLP 1 (unit/mg)
Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1 (unit/mg)
300 C
370 C
300 C
370 C
1.398 1.547 0.455 0.104
1.307 3.916 0.240 0.000
1.024 1.387 1.248 0.504
1.160 0.973 0.277 0.049
Gula Total dan Gula Pereduksi
Bakteri yang tumbuh pada substrat kopi memiliki enzim xilanase untuk perlakuan yang diinokulasikan bakteri xilanolitik (FLX 3), memiliki enzim selulase untuk perlakuan yang diinokulasikan bakteri selulolitik (FLS 1), dan memiliki enzim protease untuk perlakuan yang diinokulasikan bakteri proteolitik (FLP 1). Hidrolisis pada kulit kopi utamanya pada substrat yang diinokulasikan bakteri FLX 3 dan FLS 1, mampu memberikan perubahan warna, aroma, dan tekstur pada biji kopi. Aktivitas enzim dari setiap bakteri menyebabkan polisakarida yang terdapat pada kulit kopi terurai menjadi gula sederhana. Terurainya polisakarida menjadi gula sederhana oleh aktivitas enzim bakteri yang diinokulasikan memberikan peningkatan pada gula total dan gula pereduksi. Menurut Surhaini (2010), peningkatan gula total dan gula pereduksi
27
diakibatkan oleh hidrolisis polisakarida. Peningkatan yang terjadi pada gula total akibat hidrolisis pada umumnya terlihat tidak terlalu signifikan karena gula total merupakan keseluruhan gula bebas yang dilepaskan dari hidrolisis xilan dan selulosa. Selain itu peningkatan gula total juga tidak terlalu dipengaruhi oleh waktu. Berbeda halnya dengan peningkatan gula pereduksi. Lamanya waktu hidrolisis sangat berpengaruh pada peningkatan gula pereduksi. Semakin lama proses hidrolisis, maka semakin besar gula pereduksi yang dihasilkan. Peningkatan gula pereduksi akan mengalami penurunan pada saat aktivitas enzim sudah benar-benar selesai. Dari hasil fermentasi (Tabel 9) mengenai gula total yang dihasilkan untuk setiap perlakuan, dapat terlihat bahwa setiap perlakuan memberikan dampak atau perubahan gula total. Hal ini dapat dilihat dengan cara membandingkan nilai gula total hasil fermentasi dengan gula total untuk kontrol. Nilai gula total tertinggi diperoleh dari perlakuan fermentasi yang diinokulasikan dengan kombinasi isolat FLX 3, FLS 1 dan FLP 1 yang diinkubasi pada suhu 30 o C yaitu sebesar 2338.849 mg/ml pada akhir masa inkubasi atau jam ke-84. Efek dari aktivitas enzim xilanase dan selulase terlihat lebih baik dalam mendegradasi kulit kopi dibandingkan ketika enzim xilanase bekerja sendiri seperti yang terlihat pada perlakuan pertama dan kedua. Hal ini menunjukkan bahwa kulit kopi mengandung polisakarida yang tidak hanya berupa xilan melainkan juga terdapat selulosa sehingga ketika hanya isolat xilanolitik yang inokulasikan maka yang terdegradasi hanya xilan dan hasilnya gula-gula sederhana yang terbentuk juga yang hanya berasal dari pendegradasian xilan. Hal ini disebabkan karena enzim bekerja spesifik terhadap substrat tertentu dan mikroba memproduksi enzim sesuai dengan substratnya dan sesuai kebutuhannya. Dari hasil analisa data secara statistik(Lampiran 5) ditunjukkan bahwa perlakuan berbeda dari isolat yang diinkubasikan berpengaruh nyata terhadap nilai gula total. Perlakuan berbeda dari suhu dan waktu tidak berpengaruh nyata terhadap nilai gula total. Dari hasil uji Duncan (Lampiran 5) yang merupakan uji lanjut stastika untuk mengetahui perlakuan yang paling berpengaruh dari perlakuan isolat yang diinokulasikan, dapat dilihat bahwa perlakuan fermentasi menggunakan kombinasi isolat FLX 3, FLS 1, dan FLP 1 yang diinokulasikan merupakan perlakuan yang terbaik karena setiap perlakuan isolat yang diinkubasikan berbeda signifikan. Hasil terbaik yang diperoleh dari perlakuan menggunakan kombinasi bakteri FLX 3, FLS 1, dan FLP 1 terjadi karena pada perlakuan ini isolat yang ditambahkan memproduksi enzim yang berbeda-beda sehingga polisakrida yang terdapat pada kopi terdegradasi lebih baik di bandingkan dengan perlakuan yang lain.
Tabel 9. Gula Total Hasil Fermentasi
Jam Ke
Kontrol
Kopi + FLX 3
Kopi + FLX 3 + FLP 1
Kopi + FLX 3 + FLS1 + FLP 1
(mg/ml)
(mg/ml)
(mg/ml)
(mg/ml)
300 C
370 C
300 C
370 C
300 C
370 C
300 C
370 C
24
1195.774
903.004
1391.802
1485.998
1787.127
1855.440
1913.697
2175.916
48
1149.949
1137.220
1422.352
1549.644
1763.416
1830.236
2212.831
2203.921
72
1053.208
1111.762
1483.452
1582.739
1804.226
1794.043
2326.120
2219.196
84
1063.391
1035.387
1493.635
1592.923
1847.505
1923.103
2338.849
2293.024
28
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa proses hidrolisis kulit substrat kopi akibat adanya aktivitas enzim menyebabkan terjadinya peningkatan gula pereduksi, maka pada hasil fermentasi kopi dari semua perlakuan (Tabel 9) terlihat adanya peningkatan nilai gula pereduksi. Nilai gula pereduksi tertinggi diperoleh dari perlakuan fermentasi yang diinokulasikan dengan kombinasi isolat FLX 3, FLS 1 dan FLP 1 yang diinkubasi pada suhu 30o C yaitu sebesar 2338.849 mg/ml pada akhir masa inkubasi atau jam ke-84. Dengan alasan yang sama dengan terjadinya peningkatan gula total maka hasil terbaik memang sudah pasti terlihat pada perlakuan ketika dimana enzim yang bekerja dalam mendegradasi polisakarida pada kopi adalah enzim xilanase dan protease. Dari hasil analisa data secara statistik (Lampiran 5), ditunjukkan bahwa perlakuan berbeda dari isolat yang diinkubasikan, waktu inkubasi, dan interaksi semua perlakuan, berpengaruh nyata terhadap nilai gula pereduksi. Dari hasil uji Duncan (Lampiran 5) yang merupakan uji lanjut stastika untuk mengetahui perlakuan yang paling berpengaruh dari perlakuan isolat yang diinokulasikan dan waktu inkubasi, dapat dilihat bahwa perlakuan fermentasi menggunakan kombinasi isolat FLX 3, FLS 1, dan FLP 1 yang diinokulasikan merupakan perlakuan yang terbaik karena setiap perlakuan isolat yang diinkubasikan berbeda signifikan, sedangkan untuk perlakuan waktu inkubasi, inkubasi selama 72 jam dan 84 jam yang menunjukkan nilai terbaik gula produksi hasil fermentasi secara statistik tidak berbeda secara signifikan.
Tabel 10. Gula pereduksi hasil fermentasi Kontrol Jam Ke
Kopi + FLX 3
(mg/ml)
(mg/ml)
Kopi + FLX 3 + FLP 1 (mg/ml)
Kopi + FLX 3 + FLS1 + FLP 1 (mg/ml)
0
30 C
0
37 C
0
30 C
370 C
300 C
370 C
300 C
370 C
24
16.850
16.501
21.045
19.620
24.567
24.782
51.233
60.743
48
21.126
17.576
21.690
23.061
25.802
25.428
64.450
61.871
72
20.588
17.738
24.836
24.997
28.414
28.177
68.399
63.644
84
19.485
16.824
25.078
25.212
28.674
30.771
68.883
63.886
4.3.5.
Derajat Polimerisasi
Derajat polimerisasi menunjukkan jumlah unit monomer dalam satu molekul. Nilai derajat polimerisasi merupakan perbandingan antara gula total dengan gula pereduksi. Semakin kecil derajat polimerisasi maka semakin banyak fraksi polisakarida yang terhidrolisis menjadi gula-gula yang lebih sederhana (Surhaini 2010). Hasil fermentasi kopi untuk semua perlakuan (Tabel 10), menunjukkan bahwa nilai derajat polimerisasi berbanding terbalik dengan nilai gula pereduksi. Semakin besar gula pereduksi yang terbentuk, maka semakin kecil nilai derajat polimerisasi. Sama halnya dengan hasil terbaik untuk gula pereduksi dan gula total, hasil fermentasi yang menunjukan nilai derajat polimerisasi terbaik adalah hasil fermentasi kopi dengan perlakuan kombinasi isolat FLX 3, FLS 1 dan FLP 1 yang diinokulasikan pada substrat
29
kopi dan diinkubasi pada suhu 30o C selama 84 jam. Nilai derajat polimerisasi tersebut sebesar 34. Dari hasil analisa data secara statistik (Lampiran 5) ditunjukkan bahwa perlakuan berbeda dari isolat yang dinkubasikan berpengaruh nyata terhadap nilai derajat polimerisasi. Perlakuan berbeda dari suhu dan waktu tidak berpengaruh nyata terhadap nilai gula total. Dari hasil uji Duncan (Lampiran 5) yang merupakan uji lanjut statistika untuk mengetahui perlakuan yang paling berpengaruh dari perlakuan isolat yang diinokulasikan, dapat dilihat bahwa perlakuan fermentasi menggunakan kombinasi isolat FLX 3, FLS 1, dan FLP 1 yang diinokulasikan merupakan perlakuan yang terbaik karena setiap perlakuan isolat yang diinkubasikan berbeda signifikan. Berdasarkan nilai gula total, gula pereduksi dan derajat polimerisasi maka proses fermentasi yang terbaik dapat diperoleh dengan menginokulasikan kombinasi FLX 3, FLS 1, dan FLP 1. Fermentasi dilakukan pada suhu 30o C (suhu ruang) karena dari data yang diperoleh perlakuan suhu tidak berpengaruh nyata terhadap gula pereduksi maupun gula total. Lama inkubasi terbaik untuk fermentasi kopi menggunakan tiga isolat pada suhu 30o C adalah selama 72 jam. Hasil ini juga didukung oleh perbandingan gula total, gula pereduksi dan derajat polimerisasi dengan kontrol.
Tabel 11. Derajat polimerisasi hasil fermentasi Jam Ke
Kontrol
Kopi + FLX 3
Kopi + FLX 3 + FLP 1
Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1
300 C
370 C
300 C
370 C
300 C
370 C
300 C
370 C
24
70.964
54.725
66.135
75.740
72.745
74.870
37.353
35.822
48
54.434
64.702
65.576
67.196
68.343
71.979
34.334
35.621
72
51.157
62.678
59.730
63.316
63.498
63.670
34.008
34.869
84
54.574
61.544
59.560
63.180
64.432
62.497
33.954
35.892
4.3.6.
Susut Bobot
Susut bobot kulit kopi pada hasil fermentasi menunjukkan kerja enzim yang diproduksi oleh bakteri yang diinokulasikan dalam mendegradasi komponen-komponen yang terdapat pada kulit kopi. Semakin besar susut bobot yang terjadi maka semakin besar juga hasil kerja enzim yang meliputi gula total, gula pereduksi, kandungan protein, dan komponen-komponen tambahan yang dapat memberikan tambahan kualitas pada biji kopi hasil fermentasi (Dewi 2012). Dari data susut bobot (Tabel 10) hasil fermentasi menunjukkan bahwa terjadi peningkatan susut bobot kulit kopi pada hasil fermentasi kopi. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan susut bobot kontrol atau kopi yang tidak diinokulasikan bakteri dengan kopi yang di fermentasi menggunakan isolat (semua perlakuan). Hasil terbaik dari susut bobot kulit kopi juga diperoleh pada hasil fermentasi dengan perlakuan kombinasi isolat FLX 3, FLS 1 dan FLP 1 yang diinokulasikan pada substrat kopi dan diinkubasi pada suhu 30o Cselama 84 jam. Nilai susut bobot tersebut sebesar 55.889%. Dari hasil analisa data secara statistik (Lampiran 5) ditunjukkan bahwa perlakuan berbeda dari isolat yang diinkubasikan dan waktu inkubasi berpengaruh nyata terhadap nilai susut bobot. Dari hasil uji Duncan (Lampiran 5) yang merupakan uji lanjut
30
statistika untuk mengetahui perlakuan yang paling berpengaruh dari perlakuan isolat yang diinokulasikan dan waktu inkubasi dapat dilihat bahwa perlakuan fermentasi menggunakan kombinasi isolat FLX 3, FLS 1, dan FLP 1 yang diinokulasikan merupakan perlakuan yang terbaik karena setiap perlakuan isolat yang diinkubasikan berbeda signifikan.Waktu inkubasi terbaik dari uji Duncan menunjukkan bahwa waktu terbaik untuk inkubasi kopi selama proses fermentasi adalah selama 84 jam. Akan tetapi nilai tersebut tidak berbeda secara signifikan dengan waktu inkubasi selama 72 jam. Jadi untuk mengefisienkan waktu maka proses fermentasi dilakukan selama 72 jam. Tabel 12. Susut bobot kulit kopi hasil fermentasi Jam Ke
Kontrol
Kopi + FLX 3
Kopi + FLX 3 + FLP 1
Kopi + FLX 3 + FLS1 + FLP 1
300 C
370 C
300 C
370 C
300 C
370 C
300 C
370 C
24
40.922%
38.592%
38.700%
42.387%
47.004%
49.915%
51.354%
50.953%
48
42.395%
39.323%
41.121%
44.760%
46.791%
50.905%
53.514%
53.112%
72
42.393%
41.334%
45.781%
45.940%
49.929%
51.354%
53.969%
53.599%
84
43.465%
43.442%
45.642%
46.543%
49.761%
51.400%
55.889%
53.792%
Berdasarkan hasil fermentasi untuk mendapatkan hasil yang terbaik maka perlakuan untuk mendapatkan hasil terbaik adalah fermentasi dengan perlakuan kombinasi isolat FLX 3, FLS 1 dan FLP 1 yang diinokulasikan pada substrat kopi dan diinkubasi pada suhu 30o C selama 72 jam. Walaupun secra analisa statistik hasil terbaik susut bobot kulit kopi hasil fermentasimenunjukakan suhu terbaik adalah inkubasi pada suhu 37o C, suhu fermentasi untuk fermentasi adalah 30o C. Pada proses fermentasi kopi hasil terbaik diperoleh bukan dari hasil susut susut bobot terbaik melainkan dari keseluruhan indikator yang meliputi aktivitas enzim, kadar protein, gula total, gula pereduksi, dan asam-asam organik.
4.3.7.
Asam-asam Organik Biji Kopi Hasil Fermentasi
Fermentasi merupakan sebuah proses metabolisme yang dilakukan oleh mikroorganisme untuk memperoleh energi dengan mengubah gula saat fermentasi, kebanyakan gula diubah menjadi glukosa dan fruktosa. Menurut Daulay dan Rahman (1992), pada proses fermentasi minuman beralkohol, gula diubah menjadi alkohol, asam-asam organik, gliserol dan gas CO2. Pada proses metabolilesme terjadi sintesis karbohidrat, asam lemak, dan asam amino untuk mendapatkan mendapatkan ATP (Liesbetini 2010). Adanya proses degradasi pada kulit kopi selama proses fermentasi menggunakan bakteri FLX 3, FLP 1 dan FLS 1 juga akan berdampak pada perubahan komponen asam-asam organik pada biji kopi. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisa asam-asam organik (Tabel 13). Menurut Pangabean (2011), fermentasi kopi yang terjadi dalam perut luwak terjadi dengan bantuan enzim yang terdapat pada perut luwak yang komposisinya bervariasi dan kompleks sehingga dampaknya terhadap komponen asam-asam organik biji kopi juga bervariasi.
31
Asam-asam organik yang dianalisa antara lain adalah vitamin C, asam butirat, asam laktat, asam oksalat, dan kafein. Analisa dilakukan pada biji kopi hasil perlakuan terbaik pada setiap perlakuan yang diperoleh berdasarkan hasil analisa aktivitas enzim, susut bobot, gula total, gula pereduksi, kadar protein, aktivitas spesifik enzim, dan derajat polimerisasi. Asam askorbat atau vitamin C merupakan vitamin yang dapat larut dalam air dan sangat penting untuk biosintesis kologen, karnitin, dan berbagai neurotransmitter. Kebanyakan tumbuh-tumbuhan dan hewan dapat mensintesis asam askorbat untuk kebutuhannya sendiri. Oleh sebab itu asam askorbat harus disuplai dari luar tubuh terutama dari buah, sayuran, atau tablet suplemen Vitamin C. Vitamin C dapat berbentuk asam L-askorbat dan asam Ldehidroaskorbat, keduanya memiliki keaktifan sebagai vitamin C. Asam askorbat mudah teroksidasi secara reversibel menjadi L-dehidroaskorbat. L-dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L-diketogulonat yang tidak lagi memiliki keaktifan sebagai vitamin C. Asam D-askorbat atau vitamin C disintesis oleh semua tanaman berklorofil dan pada hati atau ginjal hewan mamalia, amfibi, reptil dan sebagian besar burung. Terdapat dua jalur sintesis asam askorbat yaitu jalur glukosa-glukuronic-gulonik dan jalur galaktosa-galakturonat-galaktonolakton. Sedangkan pada hewan, asam askorbat paling banyak dihasilkan dari L-glukosa (Gambar 10). Banyak keuntungan di bidang kesehatan yang didapat dari fungsi askorbat, seperti fungsinya sebagai antioksidan, anti atherogenik, immunomodulator dan mencegah flu. Akan tetapi untuk dapat berfungsi dengan baik sebagai antioksidan, maka kadar asam askorbat ini harus terjaga agar tetap dalam kadar yang relatif tinggi di dalam tubuh (Naidu 2003). Pada hasil analisa asam askorbat (Tabel 13) menunjukan bahwa perlakuan jumlah isolat xilanolitik berpengaruh terhadap kandungan asam askorbat pada biji kopi hasil fermentasi. Pada saat jumlah isolat xilanolitik diturunkan, maka kandungan asam askorbat pada biji hasil fermentasi juga menurun. Nilai asam askorbat perlakuan pertama menggunakan 10% isolat FLX 3 nilainya lebih besar dari perlakuan kedua yang menggunakan 5% isolat dan nilai asam nilai asam askorbat perlakuan kedua lebih besar dari perlakuan ketiga yang hanya menggunakan 3.4 % isolat FLX 3.
Gambar 10. Skema biosintesis asam L-askorbat
32
Asam butanoat atau asam butirat memiliki struktur kimia CH3(CH2)2CO2H. Butirat menunjukan kemampuan untuk menghambat pertumbuhan kanker kolorektal. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa butirat dapat menghambat pertumbuhan sel-sel kanker kolorektal dengan cara menghambat proliferasi sel, serta meningkatkan kemampuan diferensiasi dan apoptosis sel (Elvira 2008). Proses pembentukan asam butirat pada proses fermentasi diawali oleh oleh proses pemecahan glukosa menjadi piruvat pada tahapan Lintasan Embden-MeyerhofParnas (EMP) dimana setelah tahapan ini dihasilkan 4 elektron dan 2 ATP. Piruvat didekarboksilasi menjadi asetil KoA dan CO2. Dua molekul asetil KoA dan CO2 berkondensasi menghasilkan asetoasetil KoA. Asetoasetil KoA direduksi menjadi Beta-hidroksibutiril KoA. Beta-Hidroksibutiril KoA didehidrasi menjadi krotonil KoA oleh krotonase. Krotonil KoA direduksi menjaadi butiril KoA oleh butiril KoA dehidrogenase. Penggantiaan gugus KoA oleh fosfat mengakibatkan butiril KoA menjadi butiril fosfat. Butiril fosfat didefosforilasi menjadi butirat. Penambahan isolat selulolitik pada fermentasi kopi berdasarkan hasil analisa asam butirat menunjukkan bahwa peningkatan asam butirat yang di hasilkan cukup signifikan di bandingkan perlakuan lain dan kandungan asam butirat dari kopi luwak alami dan kopi arabika asli. Kandungan asam butirat pada perlakuan ketiga 34 kali lebih besar dibandingkan dengan hasil analisa asam butirat kopi luwak asli. Hasil ini menunjukakan bahwa enzim selulase yang diproduksi oleh isolat FLS 1 selain menguraikan polisakarida pada kopi menjadi gula-gula sederhana tetapi juga menguraikan polisakarida menjadi selulosa pada kulit kopi menjadi glukosa yang kemudian dikonversi kembali menjadi asam butirat. Asam laktat (lactic acid) adalah salah satu asam organik yang penting diindustri, terutama di industri makanan, mempunyai nama IUPAC: asam 2-hidroksipropanoat (CH3CHOH-COOH). Asam laktat adalah asam buah yang merupakan salah satu dari Alpha-hdroxy Acid (AHA) yaitu komponen yang mengandung rantai hidroksi di posisi alfa. (Limin et al 2010). Pada proses fermentasi produksi asam laktat dimulai pada saat metabolisme memasuki fase glikolisis. Sebuah molekul glukosa dioksidasi menjadi dua molekul asam piruvat. Pada tahapan selanjutnya duamolekul asam piruvat yang tereduksi oleh dua molekul NADH untuk membentuk dua molekul asam laktat. Karena asam laktat adalah produk akhirpada reaksi tersebut maka tidak mengalami oksidasi lebih lanjut, dan sebagian besar energi dihasilkan oleh reaksi tetap disimpan dalam asam laktat.Dengan demikian, fermentasi ini menghasilkan hanya sejumlahkecil energi (Liesbetini 2010). Asam laktat dan asam butirat merupakan asam organik hasil proses metabolisme sehingga pada hasil analisa asam laktat biji kopi hasil fermentasi terdapat kesamamaan dampak penambahan isolat selulolitik. Penambahan isolat selulolitik pada fermentasi kopi mengakibatkan adanya peningkatan asam laktat yang dihasilkan cukup signifikan dibandingkan perlakuan lain, kandungan asam laktat dari kopi luwak alami dan kopi arabika asli. Kandungan asam laktat pada perlakuan ketiga jauh lebih besar dibandingkan dengan hasil analisa asam laktat kopi luwak asli ataupun kopi arabika. Hasil ini menunjukakan bahwa enzim selulase yang diproduksi oleh isolat FLS 1 selama proses fermentasi berlangsung selain mampu mengkonversi selulosa menjadi asam butirat tetapi juga mampu mengoksidasi glukosa sehingga pada akhirnya terbentuk asam laktat. Asam oksalat adalah asam dikarboksilat yang hanya tersusun atas dua atom C pada masing-masing molekul, sehingga dua gugus karboksilat berada berdampingan. Karena letak gugus karboksilat yang berdekatan, asam oksalat mempunyai konstanta dissosiasi yang lebih besar daripada asam-asam organik lain. Menurut Liesbetini (2010), biosintesa asam oksalat telah dipelajari pada berbagai golongan organisme dan yang paling banyak dilaporkan dan dipelajari adalah sintesa asam oksalat pada tumbuhan dan mikroorganisme termasuk protozoa, bakteri dan
33
jamur. Pada jamur oksalat disintesis oleh dua jenis enzim intraseluler, yaitu glioksilat dehidrogenase (GLOXDH) dan oksaloasetase (OXA). Enzim-enzim ini menggunakan senyawasenyawa perantara yang terlibat dalam siklus asam karboksilat (siklus Krebs) dan glioksilat (siklur Kornberg) seperti yang terlihat pada gambar 11. Reaksi yang pertama adalah reaksi oksidasi, dimana enzim GLOXDH mengoksidasi glioksilat untuk membentuk oksalat sedangkan reaksi yang kedua adalah reaksi hidrolisis, dimana enzim OXA menghidrolisis oksaloasetat yang memiliki empat atom karbon dan menghasilkan oksalat dan asetat yang masing-masingnya memiliki 2 atom karbon (Munir 2005) Asam oksalat pada hasil fermentasi kopi menunjukkan bahwa isolat pendegradasi xilan (FLX 3) dan selulosa (FLS 1) mensintesis xilan dan selulosa menjadi glukosa sehingga dalam metabolisme kedua isolat tersebut mendapatkan sumber energi. Semakin kecil asam oksalat yang terbentuk hal maka semakin baik isolat tersebut mendegradasi selulosa ataupun xilan karena kecilnya asam oksalat yang terbentuk semakin banyak asam oksalat yang disintesis dalam siklus krebs menjadi asam sitrat yang selanjutnya disintesis menjadi ATP. Hal ini sesuai dengan gambaran siklus metabolisme yang disampaikan oleh Bailey dan Ollis (1988) (Gambar X). Hasil analisa asam oksalat biji kopi hasil fementasi menunjukkan bahwa penambahan isolat selulolitik dan isolat proteolitik seperti yang dilakukan pada perlakuan ketiga memberikan dampak penurunan asam oksalat yang lebih tinggi dibandingkan penurunan asam oksalat yang terjadi apabila kopi arabika tersebut di fermentasi dalam perut luwak. Semakin rendah asam oksalat maka semakin baik kualitas biji kopi. Pada dosis 4-5 gram asam oksalat atau kalium oksalat dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa, tetapi biasanya jumlah yang menyebabkan pengaruh fatal adalah antara 10 dan 15 gram. Gejala pada pencernaan (pyrosis, abdominal kram, dan muntah-muntah) dengan cepat diikuti kegagalan peredaran darah dan pecahnya pembuluh darah inilah yang dapat menyebabkan kematian (Bandna et al. 2012).
Gambar 11. Proses metabolisme pembentukan asam sitrat
34
Kafein adalah alkaloid yang tergolong dalam keluarga methylxanthine bersama sama senyawa tefilin dan teobromin, berlaku sebagai perangsang sistem saraf pusat. Pada keadaan asal, kafein adalah serbuk putih yang pahit dengan rumus kimianya C6H10O2, dan struktur kimianya 1,3,7- trimetilxantin (Maughan dan Griffin 2003). Hasil analisa kadar kafein biji kopi hasil fermentasi menunjukan bahwa kadar kafein pada biji kopi yang di fermentasi dipengaruhi oleh dua jenis isolat yaitu isolat xilanolitik dan proteolitik. Kulit kopi mengandung xilan dan protein akan tetapi jumlahnya tidak sebanyak selulosa. Pada perlakuan pertama hanya diinokulasikan isolat xilanolitik terlihat penurunan kadar kafein yang sangat signifikan.Hal ini terjadi karena pada saat proses metabolisme bakteri FLX 3 kebutuhan substrat xilan sebagai sumber energi telah habis disintesis sehingga untuk mendapatkan energi baru isolat FLX 3 mendegradasi kafein yang terdapat pada kopi sehingga terjadi penurunan kadar kafein. Dalam metabolisme bakteri ketika karbohitrat sebagai sumber energi tidak tersedia maka sel pada bakteri akan mengkonversi lemak ataupun protein. Dalam metabolisme tahapan ini disebut tahapan sintesis asam lemak dan sintesis asam amino (Liesbetini 2010). Bukti lain yang menunjukkan bahwa isolat FLX 3 berperan dalam penurunan kafein pada biji kopi adalah terjadinya penurunan hasil analisa kadar kafein ketika jumlah isolat xilanolitik diturunkan dari 10% menjadi 5% akibat adanya penambahan isolat FLP 1. Penambahan isolat Proteolitik (FLP 1) juga berpengaruh pada perubahan kadar protein kopi. Hal ini dapat terbukti dari penurunan kadar kafein yang sedikit lebih kecil daripada perlakuan pertama. Apabila isolat FLX 3 diperkecil dan isolat FLP 1 juga diperkecil maka penurunan kadar kafein juga akan semakin kecil. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisa kadar kafein perlakuan ketiga. Sebagai isolat proteolitik, bakteri FLP 1tentunya akan mendegradasi kafein pada kopi untuk mendapatkan energi. Menurut Pangabean (2011) kopi luwak digemari karena keistimewaannya yang memiliki kandungan kaffein yang lebih rendah di bandingkan dengan jenis kopi lain. Berdasarkan hasil analisa kadar kafein dapat dilihat bahwa fermentasi kopi menggunakan isolat yang diisolasi dari kotoran luwak dapat menurun kadar kadar kafein lebih tinggi dibandingkan fermentasi dalam perut luwak.
Tabel 13. Hasil analisa asam-asam organik biji kopi Sampel
Asam Askorbat (mg/100g)
Asam Butirat (%)
Asam Laktat (%)
Asam Oksalat (ppm)
Kafein (mg/100g)
Kopi + FLX3
70.94
0.0674
0.1014
4746.90
660.95
Kopi + FLX3 + FLP1
65.12
0.0432
0.1176
1176.26
705.45
43.29
0.28
1.33
776.65
901.62
Kopi Arabika
22.46
0.0072
0.0074
3000
1885.78
Kopi Luwak
20.28
0.0082
0.0026
1700
1342.60
Kopi+ FLX3+FLS1+FLP1
35
70%
65 %
63 %
60% 52 % 50% 40% 29 %
30% 20% 10% 0% Kopi + FLX3
Kopi + FLX3 + FLP1
Kopi + FLX3 + FLP1 + FLS1
Kopi Luwak
Gambar 12. Persentase penurunan kadar kafein biji kopi
Nilai asam-asam organik yang diperoleh pada biji kopi hasil fermentasi adalah nilai asam-asam organik biji kopi yang hanya melewati tahapan fermentasi dalam proses pengolahan kopi menjadi kopi yang dapat dikonsumsi. Agar dapat dikonsumsi biji kopi harus melewati tahapan penyangraian. Ketika proses penyangraian reaksi kimia akan terjadi pada biji kopi. Biji kopi dapat mengalami proses karamelisasi saat penyangraian. Jadi, nilai-nilai asam organik pada biji kopi yang hasil fermentasi akan mengalami proses kimia yang dapat berpengaruh pada cita rasa dan aroma.
36
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. SIMPULAN Berdasarkan hasil karakterisasi bakteri proteolitik Bacillus aerophilus dan Stenotropomonas sp MH3, Bacillus aerophilus terpilih sebagai bakteri proteolitik terbaik untuk digunakan sebagai isolat dalam fermentasi kopi. Bakteri FLP 1 memiliki kemampuan untuk tumbuh dan menghasilkan enzim lebih tinggi Nilai optimum untuk aktivitas enzim, susut bobot, gula pereduksi, gula total, dan derajat polimerisasi diperoleh pada suhu optimum fermentasi 37o C untuk fermentasi menggunakan bakteri xilanolitik dan fermentasi dengan kombinasi isolat xilanolitik dengan isolat proteolitik adalah 37o C. Pada perlakuan kombinasi isolat xilanolitik, selulolitik, dan proteolitik diperoleh suhu optimum yang berbeda yaitu pada suhu 30 o C. Lama masa inkubasi untuk semua perlakuan untuk mendapatkan hasil optimum adalah 72 jam. Setiap perlakuan memberikan dampak perubahan nilai-nilai asam organik pada biji kopi yang signifikan. Perlakuan fermentasi menggunakan isolat xilanolitik memberikan peningkatan asam askorbat serta penurunan kadar kafein tertinggi. Peningkatan asam butirat dan asam laktat serta penurunan asam oksalat tertinggi diperoleh pada perlakuan fermentasi menggunakan ketiga isolat.
5.2. SARAN Produksi kopi luwak sintesis dengan perlakuan fermentasi kopi yang diinokulasikan kombinasi Stenotropomonas sp MH34, Proteus penneri, dan Bacillus aerophilusyang diinkubasi pada suhu 30o C selama 72 jam merupakan salah satu alternatif untuk mendapatkan kopi sintesis yang proses fermentasinya menyerupai fermentasi dalam perut luwak. Kendala yang perlu dihadapi adalah masalah tingkat produksi. Untuk peneliti selanjutnya yang berminat diharapkan mencoba untuk melakukan scale-up produksi kopi luwak sintesis ini dan mencoba mengatur komposisi setiap isolat.
37
DAFTAR PUSTAKA
Akhdiya A. 2003. Isolasi Bakteri Penghasil Enzim Protease Alkalin Termostabil, BuletinPlasma Nutfah 9 (2). Bradford M.M. 1976. A Rapid and Sensitive Method for Quantitation of Microorganism Quantities of Protein Utilizing the Principle of Protein Binding. Anal Biochem 72: 248-254. Bailey J.F and F.F Ollis. 1988. "Biochemical Engineering Fundamentals" 2nd Edition didalam Widayat, Abdullah, Danny Soetrisnanto, dan Mohammad Hadi. 2005. Pembuatan Asam Sitrat dari Buangan Oadat Buah Nanas dengan Fermentasi Fase Cair dalam Bioreaktor Bergelembung. UNDIP. Semarang. Bandna Chand. 2012. Effect Of Processing On The Cyanide Content Of Cassava Products In Fiji. Journal of Microbiology and Biotechnology13 : 2 (3) 947-958 Buldani D. 2011. EBook_Mengungkap Rahasia Bisnis Kopi Luwak. Cicalengka, Bandung. Dewi S.L. 2012. Isolasi Bakteri Xilanolitik Dan Selulolitik Dari Feses Luwak. Departemen Biologi. FMIPA-IPB. Daulay D dan Rahman A. 1992. Teknologi Fermentasi Sayuran dan Buah-buahan. PAU Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. Dubois M, Gilles K.A, Hamillton J.K, Rebers P.A, and Smith F. 1956. Colorymetryc Method For Determination of Sugar and Related Substances. Anal Chem 28: 350-356. Elias L.G. 1979. Chemical Composition of Coffee-Berry By-Products. di dalam. Braham J E dan Bressani R. (eds.) Coffee Pulp: Composition, Technology, and Utilization. Institute of Nutrition of Central America and Panama. Hlm. 17-24. Enari T.M. 1983. Microbial Cellulase. Di dalam: Fikrinda, Anas I, Purwadaria T, Andreaasantosa. 2000. Isolasi dan Seleksi Bakteri Penghasil Selulase Ekstremorfil dari Ekosistem Air Hitam. Mikrobiologi Indonesia 5: 48-53. Estiasih Teti. 2012. Biokimia Dan Analisis Pangan. Tim Dosen PS ITP - THP - FTP UB. Malang Fujiwara N and Yamamoto K (1987). Production of alkaline protease in a low cost medium by alkalophutlic Bacillus sp. and properties of the enzymes. di dalamKalaiarasi K, and Sunitha P. U. 2009. Optimization of Alkaline Protease Production From Pseudomonas fluorescens Isolatd From Meat Waste Contaminated Soil.African Journal of Biotechnology, 8 (24) :70357041.
38
Hardjo S, Indrasti NS and Bantacut T, 1989. Biokonversi Pemanfaatan Limbah Pertanian. PAU. Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. Kalaiarasi K and Sunitha P.U. 2009. Optimization of Alkaline Protease Production From Pseudomonas fluorescens Isolat From Meat Waste Contaminated Soil. African Journal of Biotechnology, 8 (24) :7035-7041. Kulkarni N, Abhay Shendye, Mala Rao. 1999. Molecular and biotechnological aspects of xylanase. FEMS MicrobiologicalReviews, 23: 411-456. Liesbetini H. 2010. Modul Kuliah Bioproses (Metabolisme dan Fermentasi). Departemen Teknologi Indutri pertanian FATETA IPB. Bogor. Limin Wang dkk. 2010. Highly efficient production of D-lactate by Sporolactobacillussp. CASD with simultaneous enzymatic hydrolysis of peanut meal.Appl Microbiol Biotechnol DOI. 10: 253290. Maughan R.J dan Griffin J. 2003. Caffeine ingestion and fluid balance: a review. School of Sport and Exercise Sciencaes,Loughborough University.UK. Munir Erman. 2005. Peranan Asam Oksalat Dalam Degradasi Lignoselulosa. Departemen Biologi, FMIPA USU. Muthulakshmi C, Gomathi D, Kumar D.G, Ravikumar Ganesan, Kalaiselvi M and Uma C. 2011.Production, Purification and Characterization of Protease by Aspergillus flavus under Solid State Fermentation. Miller GL.1959. Use of Dinitrosaliclyc Acid for Determination of Reduction Sugar. Anal Chem. 31:426-428. Naidu K.A. 2003. Vitamin C in human health and disease is still mistery? An Overview. J Nutr 2:7. Palonen H. 2004. Role of lignin in the enzymatic hydrolysis of lignocelluloses. Disertation at University of Technology. Helsinki Finland. Panggabean E. 2011. Mengeruk Keuntungan Dari Bisnis Kopi Luwak. AgroMedia Pustaka,Jakarta. Pelczar Jr, Michael J, Chan E.C.S. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI-PRESS. Prabakhar A, Krishnaiah K, Janaun J, and Bono A. 2005. Review Article an Overview Engineering Aspects of Solid State Fermentation. Malaysian Journal ofMicrobiology, 1(2): 10-16. Putri Y.S, Fatimah, dan Sumarsih Sri. 2012. Skrining Dan Uji Aktivitas Enzim Protease Bakteri Dari Limbah Rumah Pemotongan Hewan [jurnal skripsi]. Universitas Airlanggga. Surabaya.
39
Radha S, Sridevi A, Himakiranbabu R, Nithya V.J, Prasad N.B.L, and Narasimha G. 2012. Medium Optimization For Acid Protease Production from Aspergillus sp. Under Solid State Fermentation and Mathematical Modelling of Protease Activity. J. Microbiol. Biotech. Res 2 (1):6-16. Ramos Valdivia A, De la Torre M, Casas Campillo C. 1983. Solid State Fermentation of Cassava with Rhizopus oligosporus. In Production and Feeding of Single Cell Protein. di dalam Wahyuni Vera. 2001. Aktivitas Selulase Bacillus pumilus Galur 55 Yang Diisolasi Dari Sumber Air Panas. FMIPA-IPB. Bogor. Richana N, Lestina P, dan Irawadi T.T. 2004. Karakterisasi Lignoselulosa Dari Limbah Tanaman Pangan dan Pemanfaatannya Untuk Pertumbuhan Bakteri RXA III-5 Penghasil Xilanase. Jurnal PenelitianPertanian Tanaman Pangan, 23(3):171- 176. Richana N, Irawadi T.T, Nur M.A, Sailah I, and Syamsu K. 2007. The Process of Xylanase Production From Bacillus pumilus RXAIII-5 . J. Microbiol Indonesia 1(2):74-80. Ridwansah. 2003. Pengolahan Kopi. Fakultas Teknologi Pertanian – Universitas Sumatra Utara. Medan. Sanghi A, Garg N, Kuhar K, Kuhad R.C, and Gupta V.K. 2009.Cellulase-Free Xilanze for Kraft. Bioresources 4(3) : 1109-1129. Septiningrum K dan Chandra A. P. 2011. Produksi Xilanase Dari Tongkol Jagung Dengan Sistem Bioproses Menggunakan Bacillus Circulans Untuk Pra-Pemutihan Pulp. Jurnal Riset Industri 5(1):87-97. Shah, A. R and Datta Madamwar. 2005. Xylanase production under solid-state fermentation and its characterization by an isolatd strain of Aspergillus foetidus in India. World Journal of Microbiology &Biotechnology, 21: 233–243. Surhaini. 2010. Pengaruh pH dan Lama Fermentasi OLeh Enzim Selulase Dalam Proses Hidrolisis Untuk Meningkatkan Nilai Gizi Enceng Gondok. Percikan 211: 0854-8996. Syamsir
Elvira. 2008. Peranan Asam Butirat Dalam Menekan Kanker http://ilmupangan.blogspot.com [diakses pada tanggal 26 desember 2012].
Kolorektal.
Thomas DB. 1989. A Textbook of Industrial Microbiology, Second Edition, Sinauer Associates, Sunderland, USA. Waluyo L. 2004. Mikrobiologi Umum. Penerbit UniversitasMuhamadiyah Press, Malang. Yoshida S, T. Satoh, Shimokawa S, Oku S, Ito T, and Kusakabe S. 1994. Substrat Specificity of Streptomycis Bxylanase Toward Glucoxylan. Biosci. Biotech. Biochem., 58 (6) : 1041 - 1044.
40
LAMPIRAN
41
Lampiran 1. Komposisi media dan pereaksi yang digunakan Komposisi media xilan Bahan Jumlah Birchwood xylan 0.5 gr Sukrosa 10.3 gr Ekstrak khamir 1 gr Agar-agar 2 gr Akuades 100 ml Komposisi media skim milk Bahan Jumlah Skim milk 0.5 gr Nutrient Broth 0.65 gr Agar-agar 1g Akuades 50 ml Komposisi media CMC (Carboxy Methyl Cellulose) Bahan CMC MgSO4.7H2O KNO3 K2HPO4 FeSO4.7H2O CaCl2 Ekstrak khamir Glukosa Aga-agar Akuades
Jumlah 1 gr 0.02 gr 0.075 gr 0.05 gr 0.02 gr 0.004 gr 0.2 gr 0.1 gr 2 gr 100 ml
Komposisi pereaksi DNS (Dinitrosalicylic Acid) Bahan NaOH KNa tartrat Na2SO3 Akuades
Jumlah 2.5 g 45.5 g 0.125 250
Komposisi pereaksi Bradford Bahan CBB G-250 Etanol 95% Asam fosfat 85% Aquades
Jumlah 0.05 g 25 ml 50 ml 500 ml
42
Komposisi pereaksi yang digunakan untuk analisis aktivitas enzim protease Bahan TCA Kasein Tirosin Tris Pewarna folin
Jumlah 1.633 g 0.5 gr 0.045 gr 2.42 gr 40 ml
43
Lampiran 2. Prosedur pengukuran aktivitas enzim protease dan kadar protein 1.
Pengukuran aktivitas enzim protease Pengukuran aktivitas enzim menggunakan metode Kunitz yang telah di modifikasi. Tabel 14. Prosedur pengukuran aktivitas enzim protease Sampel
Kontrol
Blanko
1 ml Buffer Tris (0,2 M) + 1 ml Buffer kasein + 0,2 ml Larutan Enzim (EEK) (inkubasi pada suhu 370 C selama 10 menit)
1 ml Buffer Tris (0,2 M) + 1 ml Buffer kasein + 0,2 ml Tirosin standar (inkubasi pada suhu 370 C selama 10 menit)
1 ml Buffer Tris (0,2 M) + 1 ml Buffer kasein + 0,2 ml aquades (inkubasi pada suhu 370 C selama 10 menit)
+ 2 ml Asam Tricloro asetat + 0,2 ml aquades (inkubasi pada suhu 370 C selama 10 menit)
+ 2 ml Asam Tricloro asetat) + 0,2 ml Larutan Enzim (EEK) (inkubasi pada suhu 370 C selama 10 menit)
+ 2 ml Asam Tricloro asetat) + 0,2 ml Larutan Enzim (EEK) (inkubasi pada suhu 370 C selama 10 menit)
Sentrifuse pada suhu 40 C 3000 rpm 15 menit
Sentrifuse pada suhu 40 C 3000 rpm 15 menit
Sentrifuse pada suhu 40 C 3000 rpm 15 menit
1,5 Supernatan + 5 ml Na2CO3 + 1 ml pewarna folin (inkubasi pada suhu 370 C selama 20 menit)
1,5 Supernatan + 5 ml Na2CO3 + 1 ml pewarna folin (inkubasi pada suhu 370 C selama 20 menit)
1,5 Supernatan + 5 ml Na2CO3 + 1 ml pewarna folin (inkubasi pada suhu 370 C selama 20 menit)
Unit aktivitas protease setiap sampel dihitung dengan persamaan Aktivitas Protease (unit/ml) =
(Asp-Abl) x P (Ast-Abl) x T x BM Xilosa
Keterangan Asp : nilai adsrbansi sampel Ast : nilai adsrbansi kontrol T : waktu inkubasi (10 menit)
Asp P
: nilai adsrbansi sampel : faktor pengenceran
44
Pengukuran kadar protein Penentuan kadar protein dilakukan dengan mengambil 0.2 ml sampel ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambah 2 ml larutan Bradford dan divortex. Larutan didiamkan selama 15 menit dan diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. Nilai absorbansi yang dihasilkan kemudian dimasukan ke dalam persamaan linier dari kurva standar protein. Penentuan kurva standar protein Larutan stok BSA (Bovine Serum Albumin) diambil sebanyak 0 ml, 0.08 ml, 0.16 ml, 0.24 ml, 0.32 ml, 0.4 ml masing-masing dimasukan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya ditambah akuades hingga volumenya menjadi 0.4 ml. Setiap tabung reaksi ditambah 4 ml pereaksi Bradford dan divortex. Selanjutnya larutan didiamkan selama 15 menit dan diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. 0.40 y = 3.355x + 0.010 R² = 0.991
0.35 0.30 Adsorbansi
2.
0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.00 0.00
0.05
0.10
0.15
Konsentrasi BSA (mg/ml) Gambar 12. Kurva standar kadar protein
45
Lampiran 3. Prosedur pengukuran aktivitas enzim xilanase dan selulase, gula total, dan gula pereduksi 1.
Pengukuran aktivitas enzim xilanase dan selulase Pengukuran aktivitas enzim xilanase dan selulase dilakukan dengan memasukkan 500 μL enzim ekstrak kasar dan 500 μL larutan substrat (xilan 0.5%, CMC 1% dan kulit kopi) ke dalam tabung reaksi dan diinkubasi pada suhu 40oC selama 1 jam. Selanjutnya ditambah 1 ml larutan DNS dan dipanaskan pada suhu 1000C selama 15 menit, didinginkan dan diukur dengan spektrofotometer pada λ 540 nm. Aktivitas xilanase dan selulase dihitung dengan rumus 1 Unit Aktivitas Enzim Xilanase 1 Unit Aktivitas Enzim Selulase
≈ 1 µmol xilosa / menit ≈ 1 µmol xilosa / menit
Aktivitas Xilanase (unit/ml) =
(Csp-Ckt) x F. Pengenceran x 1000 T x BM Xilosa
Aktivitas Selulase (unit/ml) =
(Csp-Ckt) x F. Pengenceran x 1000 T x BM Xilosa
Keterangan Csp : kadar xilosa atau glukosa sample Ckt : kadar xilosa atau glukosa control T : waktu inkubasi (30 menit) 2.
BM Xilosa BM glukosa
: 150.13 gr/mol : 180.18 gr/mol
Penentuan gula total Penentuan gula total dilakukan dengan metode Fenol-H2SO4 (Dubois et al. 1956). Sebanyak 0.5 ml fenol 5% dimasukan ke dalam tabung reaksi berisi 1 ml supernatan, dikocok dan ditambah 2.5 ml H2SO4 pekat. Larutan didiamkan sampai dingin dan diukur menggunakan spektrometer pada λ 490 nm.
3.
Penentuan nilai gula pereduksi menggunakan metode DNS (Miller 1959) Nilai gula pereduksi dapat diperoleh dengan menambahkan 1 ml DNS ke dalam 1 ml sampel (supernatan), kemudian dikocok dan diinkubasi pada suhu 100oC selama 15 menit. Larutan didiamkan sampai dingin dan diukur menggunakan spektrofotometer pada λ 540 nm. Penentuan derajat polimerisasi Nilai derajat polimerisasi diperoleh berdasarkan perbandingan antara gula total dengan gula pereduksi. DP =
Gula total Gula pereduksi
46
Penentuan kurva standar untuk analisis gula total Larutan stok xilosa diambil sebanyak 0 ml, 0.10 ml, 0.20 ml, 0.30 ml, 0.40 ml, 0.50 ml, 0.60 ml, masing-masing dimasukan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya ditambah akuades hingga volumenya menjadi 1 ml. Setiap tabung reaksi ditambah larutan Fenol 5% sebanyak 0.5 ml dan larutan H2SO4 pekat sebanyak 2.5 ml. Selanjutnya larutan didiamkan hingga dingin dan diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 490 nm. Penentuan kurva standar untuk analisis gula Pereduksi Larutan stok xilosa diambil sebanyak 0 ml, 0.10 ml, 0.20 ml, 0.30 ml, 0.40 ml, 0.50 ml, 0.60 ml, masing-masing dimasukan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya ditambah akuades hingga volumenya menjadi 2 ml. Setiap tabung reaksi ditambah 2 ml pereaksi DNS dan dipanaskan selama 15 menit. Selanjutnya larutan didinginkan dan diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm. 0.8 y = 11.78x - 0.004 R² = 0.996
0.7
Absorbansi
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0
-0.1 0
0.02
0.04
0.06
0.08
Konsentrasi glukosa (mg/ml) Gambar 13. Kurva standar gula total
0.6
y = 1.859x - 0.021 R² = 0.992
Absorbansi
0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0
-0.1 0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
Konsentrasi Xilosa (mg/ml) Gambar 14. Kurva standar xilosa
47
0.600 y = 1,8612x - 0,0243 R² = 0,9936
0.500 Adsorbansi
0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 0.000 -0.100
0.100
0.200
0.300
0.400
Konsentrasi xilosa + glukosa (mg/ml) Gambar 15. Kurva standar gula pereduksi gabungan
48
Lampiran 4. Perhitungan residu kulit kopi hasil fermentasi Analisa susut bobot kulit kopi Kertas saring yang telah dikeringkan dan ditimbang (diketahui bobotnya) diisi dengan kulit kopi hasil fermentasi (W1) dan dimasukkan ke dalam oven selama ±24 jam. Kertas saring dan kulit kopi yang telah kering ditimbang sampai bobotnya konstan (W2). Selisih antara W1 dan W2 dihitung sebagai total susut bobot kering.
Susut Bobot (%) =
W1-W2 x 100% W1
49
Lampiran 5. Analisa data statistika
Class Level Information Class
1.
Levels
Values
fak1
3
P1 P2 P3
fak2
2
Q1 Q2
fak3
4
R1 R2 R3 R4
R
2
12
Number of Observations Read
48
Number of Observations Used
48
Pengaruh perlakuan terhadap susut bobot hasil fermentasi Tabel 15. Analisa data statistik pengaruh perlakuan terhadap susut bobot hasil fermentasi Dependent Variable: Susut Bobot Sum of Squares Mean Square F Value
Source
DF
Model
23
0.09655160
0.00419790
Error
24
0.00553077
0.00023045
Corrected Total
47
0.10208236
18.22
R-Square
Coeff Var
Root MSE
Susut bobot Mean
0.945821
3.140642
0.015181
0.483358
Source
Pr > F <.0001
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
fak1
2
0.06824272
0.03412136
148.06
<.0001
fak2
1
0.00472728
0.00472728
20.51
0.0001
fak1*fak2
2
0.00477955
0.00238978
10.37
0.0006
fak3
3
0.01491404
0.00497135
21.57
<.0001
fak1*fak3
6
0.00242181
0.00040363
1.75
0.1522
fak2*fak3
3
0.00041665
0.00013888
0.60
0.6196
fak1*fak2*fak3
6
0.00104955
0.00017492
0.76
0.6088
Nilai Pr untuk setiap variable tanpa diinteraksikan < alpha (0,005), artinya bahwa perlakuan berbeda untuk isolat yang diinokulasikan, suhu inkubasi, dan waktu inkubasi secara terpisah berpengaruh nyata terhadap susut bobot. Untuk mengetahui variable yang paling berpengaruh maka dilkukan uji lanjutDuncan's Multiple Range Test untuksusut bobot.
50
Duncan's Multiple Range Test for Susut Bobot Note : This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Isolat yang diisolasikan 0.05
Alpha
24
Error Degrees of Freedom
0.00023
Error Mean Square Number of Means Critical Range
2
3
.01108
.01163
Duncan Grouping
Mean
N
fak1
A
0.528078
16
P3
B
0.486150
16
P2
C
0.435845
16
P1
Waktu inkubasi Alpha
0.05 24
Error Degrees of Freedom
0.00023
Error Mean Square
Number of Means Critical Range
2
3
4
.01279
.01343
.001385
Duncan Grouping
Mean
N
fak3
A
0.504658
12
R4
A
0.485368
12
R3
B
0.473414
12
R2
C
0.459991
12
R1
51
2.
Pengaruh perlakuan terhadap gula total hasil fermentasi Tabel 16. Analisa data statistik pengaruh perlakuan terhadap gula total hasil fermentasi
Dependent Variable: Gula Total Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
23
5457897.230
237299.880
21.34
<.0001
Error
24
266831.943
11117.998
Corrected Total
47
5724729.174
R-Square
Coeff Var
Root MSE
0.953390
5.844821
105.4419
Source
Total Gula Mean 1804.023
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
fak1
2
4848758.777
2424379.388
218.06
<.0001
fak2
1
59453.506
59453.506
5.35
0.0296
fak1*fak2
2
31056.644
15528.322
1.40
0.2668
fak3
3
256448.742
85482.914
7.69
0.0009
fak1*fak3
6
104193.625
17365.604
1.56
0.2014
fak2*fak3
3
85008.788
28336.263
2.55
0.0796
fak1*fak2*fak3
6
72977.149
12162.858
1.09
0.3943
Nilai Pr untuk variable isolat yang diinokulasikan tanpa diinteraksikan < alpha (0,005), artinya bahwa perlakuan isolat yang diinokulasikan secara terpisahkan berpengaruh nyata terhadap gula total. Untuk mengetahui variable yang paling berpengaruh maka dilkukan uji lanjutDuncan's Multiple Range Test untuk gula total.
52
Duncan's Multiple Range Test Untuk Gula Total
Isolat yang diisolasikan 0.05
Alpha
24
Error Degrees of Freedom
11118
Error Mean Square
Number of Means Critical Range
Duncan Grouping
3.
2
3
76.94
80.81
Mean
N
fak1
A
2203.36
16
P3
B
1783.01
16
P2
C
1425.69
16
P1
Pengaruh perlakuan terhadap gula pereduksi hasil fermentasi Tabel 17. Analisa data statistik pengaruh perlakuan terhadap gula pereduksi hasil fermentasi Dependent Variable: Gula Pereduksi Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
23
15678.63156
681.67963
566.45
<.0001
Error
24
28.88228
1.20343
Corrected Total
47
15707.51384
R-Square
Coeff Var
Root MSE
0.998161
2.939919
1.097009
Source
DF
Gula Pereduksi Mean 37.31425
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
fak1
2
15098.47787
7549.23894
6273.11
<.0001
fak2
1
0.42300
0.42300
0.35
0.5588
fak1*fak2
2
0.82222
0.41111
0.34
0.7140
fak3
3
371.99461
123.99820
103.04
<.0001
53
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
fak1*fak3
6
54.37511
9.06252
7.53
0.0001
fak2*fak3
3
13.28816
4.42939
3.68
0.0260
fak1*fak2*fak3
6
139.25060
23.20843
19.29
<.0001
Nilai Pr untuk variable isolat yang diinokulasikan dan waktu inkubasi tanpa diinteraksikan < alpha (0,005), artinya bahwa perlakuan berbeda untuk isolat yang diinokulasikan dan waktu inkubasi secara terpisah berpengaruh nyata terhadap gula pereduksi. Interaksi ketiga variable juga berpengaruh nyata terhadap gula pereduksi. Untuk mengetahui variable yang paling berpengaruh maka dilkukan uji lanjut yaitu Duncan's Multiple Range Test untukgula pereduksi.
Duncan's Multiple Range Test UntukGula Pereduksi
Isolat yang diisolasikan 0.05
Alpha
24
Error Degrees of Freedom
1.203428
Error Mean Square
Number of Means Critical Range
2
3
.8005
.8408
Duncan Grouping
Mean
N
fak1
A
62.3229
16
P3
B
26.4694
16
P2
C
23.1504
16
P1
Waktu inkubasi Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square
0.05 24 1.203428
54
Number of Means
2
3
4
0.924
0.971
1.001
Mean
N
fak3
A
40.1277
12
R4
A
39.3479
12
R3
B
36.7883
12
R2
C
32.9932
12
R1
Critical Range
Duncan Grouping
4.
Pengaruh perlakuan terhadap derajat polimerisasi hasil fermentasi
Tabel 18. Analisa data statistik pengaruh perlakuan terhadap derajat polimerisasi hasil fermentasi Dependent Variable: derajat polimerisasi Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
23
10954.46098
476.28091
19.88
<.0001
Error
24
574.95199
23.95633
Corrected Total
47
11529.41296
R-Square
Coeff Var
Root MSE
0.950132
8.880154
4.894521
Source
Derajat Polimerisasi Mean 55.11752
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
fak1
2
9613.406672
4806.703336
200.64
<.0001
fak2
1
94.301330
94.301330
3.94
0.0588
fak1*fak2
2
98.242656
49.121328
2.05
0.1506
fak3
3
376.601912
125.533971
5.24
0.0063
fak1*fak3
6
238.405471
39.734245
1.66
0.1746
fak2*fak3
3
235.840292
78.613431
3.28
0.0382
fak1*fak2*fak3
6
297.662645
49.610441
2.07
0.0949
55
Nilai Pr untuk variable isolat yang diinokulasikan dan waktu inkubasi tanpa diinteraksikan < alpha (0,005), artinya bahwa perlakuan berbeda untuk isolat yang diinokulasikan berpengaruh nyata terhadap derajat polimerisasi. Untuk mengetahui variable yang paling berpengaruh maka dilkukan uji lanjut yaitu Duncan's Multiple Range Test untukderajat polimerisasi.
Duncan's Multiple Range Test Untuk Derajat Polimerisasi
Isolat yang diisolasikan 0.05
Alpha
24
Error Degrees of Freedom
23.95633
Error Mean Square
Number of Means Critical Range
2
3
3.572
3.751
Duncan Grouping
Mean
N
fak1
A
68.018
16
P2
B
61.919
16
P1
C
35.416
16
P3
Keterangan : fak1 fak2 fak3 fak1*fak2 fak1*fak3 fak2*fak3 fak1*fak2*fak3 P1 P2 P3
: isolat yang di inokulasikan (P) : suhu inkubasi (Q) : waktu inkubasi (R) : interaksi fak1 dan fak2 : interaksi fak1 dan fak3 : interaksi fak2 dan fak3 : interaksi fak1, fak2 dan fak3 : inokulasi satu isolat FLX 3 : inokulasi dua isolat FLX 3 dan FLP 1 : inokulasi tiga isolat FLX 3, FLS 1, dan FLP 1
Q1 Q2 R1 R2 R3 R4
: suhu inkubasi 30o C : suhu inkubasi 37o C : Waktu inkubasi 24 jam : Waktu inkubasi 48 jam : Waktu inkubasi 72 jam : Waktu inkubasi 84 jam
Huruf yang sama pada kolom Duncan Grouping menunjukkan rata-rata tidak berbeda nyata Huruf yang berbeda pada kolom Duncan Grouping menunjukkan rata-rata berbeda nyata
56
Lampiran 6. Hasil analisa buah kopi dan gambar isolat proteolitik
Tabel 19. Hasil uji proksimat pada kulit kopi Sampel Kulit kopi
Kadar Air (%)
Kadar Abu (%)
14.40
5.96
Kadar Lemak (%) 1.25
Kadar Protein (%) 6.35
Karbohidrat (by difference) (%) 61.05
Kadar Serat Kasar (%) 10.99
Ket: Hasil analisis di Laboratorium Biologi Nutrisi Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor (PPSHB IPB)
Gambar 17. FLP 1 pada media skim milk
Gambar 18. FLP 2 pada media skim milk
57