PROFIL ORGAN DALAM SERTA HISTOPATOLOGI USUS DAN HATI AYAM KAMPUNG

Download jarak terhadap persentase bobot organ dalam serta gambaran histopatologi usus dan ... semakin rendah diduga dipengaruhi oleh penurunan popu...

1 downloads 478 Views 1MB Size
PROFIL ORGAN DALAM SERTA HISTOPATOLOGI USUS DAN HATI AYAM KAMPUNG TERINFEKSI CACING Ascaridia galli YANG DIBERI TEPUNG DAUN JARAK (Jathropa curcas L.)

SKRIPSI NI MADE YULI DWIPAYANTI

PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

RINGKASAN NI MADE YULI DWIPAYANTI. D24104069. 2008. Profil Organ Dalam Serta Histopatologi Usus dan Hati Ayam Kampung Terinfeksi Cacing Ascaridia galli yang Diberi Tepung Daun Jarak (Jathropa curcas L.). Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

: Sri Suharti, S. Pt., M. Si. : drh. Agus Setiyono, MS, Ph. D.

Pemeliharaan ayam kampung secara ekstensif merupakan salah satu penyebab ayam mudah terinfeksi cacing Ascaridia galli. Daun jarak merupakan tanaman obat yang mengandung komponen bioaktif diantaranya tanin dan saponin yang diduga dapat digunakan sebagai anthelmintika alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian tepung daun jarak terhadap persentase bobot organ dalam serta gambaran histopatologi usus dan hati ayam kampung yang terinfeksi cacing Ascaridia galli. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 18 ekor ayam kampung dengan bobot 300-600 gram yang telah terinfeksi cacing Ascaridia galli secara alami. Penelitian ini terdiri dari 6 perlakuan yaitu P1 (tanpa larutan tepung daun jarak), P2 (2% larutan tepung daun jarak), P3 (4% larutan tepung daun jarak), P4 (8% larutan tepung daun jarak), P5 (16% larutan tepung daun jarak), dan P6 (larutan Niclosol). Pemeliharaan dilakukan selama 7 minggu. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok yang terdiri atas 6 perlakuan dan 3 kelompok. Data organ dalam yang diperoleh dari penelitian ini ditransformasi terlebih dahulu (Steel dan Torrie, 1993) sebelum dianalisis menggunakan sidik ragam (Analysis of Variance/ANOVA). Data histopatologi dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian tepung daun jarak dengan konsentrasi 2%, 4%, 8%, dan 16% tidak memberikan pengaruh terhadap bobot organ dalam ayam kampung yang terinfeksi cacing Ascaridia galli. Pemberian tepung daun jarak dengan konsentrasi 4% memberikan gambaran histopatologi yang lebih baik jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Zat aktif daun jarak yang diduga dapat digunakan sebagai anthelmintika adalah tanin dan saponin.Tingkat kerusakan pada jaringan usus semakin rendah diduga dipengaruhi oleh penurunan populasi cacing di dalam tubuh ayam. Kata-kata kunci : Daun jarak pagar, Ascaridia galli, histopatologi, organ dalam, ayam kampung

ABSTRACT Visceral Profile and Histopathology of Native Chicken Intestine and Liver which Infected by Ascaridia galli Naturally that Fed with Jatropha curcas Leaves Powder N. M. Y. Dwipayanti, S. Suharti and A. Setiyono The extensive production system of native chicken resulted in Ascaridia galli infection. To solve this problem, anthelmintic has fed to the native chicken. This research was conducted to study the effect of Jatropha curcas leaves powder on viscera and histopathology of intestine and liver of native chicken. The chicken was infected by Ascaridia galli naturally. The treatment were, P1 (without Jathropa curcas leaves powder solution), P2 (2% Jatropha curcas leaves powder solution), P3 (4% Jatropha curcas leaves powder solution), P4 (8% Jatropha curcas leaves powder solution), P5 (16% Jatropha curcas leaves powder solution), P6 (Niclosol). The viscera data were analyzed with Analysis of Variance (ANOVA) and if there were any significant differences further test with Duncan multiple range test was performed. Histopathology data were analyzed descriptively. The result showed that the using of Jatropha curcas leaves on weight percentage of viscera was not significant. Histopathology observation showed that by using 4% of Jatropha curcas leaves powder give less damage of liver and intestine than other treatments. The conclusion of this research is the Jatropha curcas leaves powder might be suggested as anthelmintic. Keywords : Jathropha curcas leaves, Ascaridia galli, Histopathology, Viscera, Native chicken

PROFIL ORGAN DALAM SERTA HISTOPATOLOGI USUS DAN HATI AYAM KAMPUNG TERINFEKSI CACING Ascaridia galli YANG DIBERI TEPUNG DAUN JARAK (Jathropa curcas L.)

NI MADE YULI DWIPAYANTI D24104069

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

PROFIL ORGAN DALAM SERTA HISTOPATOLOGI USUS DAN HATI AYAM KAMPUNG TERINFEKSI CACING Ascaridia galli YANG DIBERI TEPUNG DAUN JARAK (Jathropa curcas L.)

Oleh NI MADE YULI DWIPAYANTI D24104069

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 28 Juli 2008

Pembimbing Utama

Pembimbing Anggota

Sri Suharti, S.Pt, M.Si. NIP. 132 311 906

drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D NIP. 131 760 847

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc., Agr. NIP. 131 955 531

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Juli 1985 di Pohsanten, Bali. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara, dari Bapak I Ketut Dendra dan Ibu Ni Ketut Wiyarsini. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SD N 5 Pohsanten, pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTP N 2 Mendoyo, dan pendidikan menengah umum diselesaikan pada tahun 2004 di SMU N 1 Negara, Bali. Penulis diterima sebagai mahasiswa Strata satu (S1) pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2004. Selama mengikuti pendidikan, Penulis aktif di beberapa organisasi diantaranya Himpunan Mahasiswa Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak (Himasiter), Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma (KMHD) IPB, dan Brahmacarya Bogor. Selain itu, Penulis juga pernah menjadi peserta kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2007.

KATA PENGANTAR Skripsi dengan judul “Profil Organ Dalam serta Histopatologi Usus dan Hati Ayam Kampung Terinfeksi Cacing Ascaridia galli yang Diberi Tepung Daun Jarak (Jathropa curcas L.)” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berawal dari kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang dilaksanakan selama 7 minggu. Tahap awal dari penelitian ini meliputi persiapan kandang dan sanitasi, penyediaan tepung daun jarak, pembuatan ransum, penyediaan ayam kampung, pemeriksaan TTGT (Telur Tiap Gram Tinja) untuk memastikan ayam telah terinfeksi cacing secara alami. Tahap selanjutnya adalah pemeliharaan yang dilakukan selama 7 minggu. Selama penelitian berlangsung dilakukan penimbangan bobot badan ayam dan pencatatan konsumsi ransum. Setelah pemeliharaan selama 7 minggu dilakukan pemotongan selanjutnya dilakukan pengukuran bobot organ dan panjang usus serta pengambilan sampel organ usus dan hati untuk pembuatan preparat histopatologi kemudian dilakukan pengamatan. Data organ dalam yang diperoleh dianalisis secara statistik dan data histopatologi dianalisis secara deskriptif kemudian diinterpretasikan dalam bentuk tulisan. Skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pemanfaatan daun jarak sebagai obat cacing alami pada ayam kampung sehingga dapat berperan pada pengembangan pengetahuan dalam bidang peternakan pada umumnya dan bermanfaat untuk pembaca pada khususnya.

Bogor,

Penulis

Juli 2008

DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN.........................................................................................

ii

ABSTRACT............................................................................................

iii

RIWAYAT HIDUP ................................................................................

vi

KATA PENGANTAR ............................................................................

vii

DAFTAR ISI...........................................................................................

viii

DAFTAR TABEL...................................................................................

x

DAFTAR GAMBAR..............................................................................

xi

DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................

xii

PENDAHULUAN ..................................................................................

1

Latar Belakang............................................................................ Perumusan Masalah ................................................................... Tujuan ........................................................................................

1 1 2

TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................

3

Daun Jarak .................................................................................. Anthelmintika ............................................................................. Senyawa Bioaktif........................................................................ Alkaloid.......................................................................... Flavonoid........................................................................ Saponin........................................................................... Steroid/Triterpenoid ....................................................... Cacing Ascaridia galli ................................................................ Klasifikasi dan Morfologi Ascaridia galli ...................... Siklus Hidup Ascaridia galli........................................... Patogenesis...................................................................... Ayam Kampung.......................................................................... Organ Dalam Unggas.................................................................. Hati.................................................................................. Jantung ............................................................................ Rempela (Gizzard) .......................................................... Ginjal............................................................................... Limpa .............................................................................. Pankreas .......................................................................... Usus Halus ...................................................................... Histopatologi...............................................................................

3 4 5 6 6 6 7 7 7 8 8 9 10 10 11 11 11 12 12 12 13

METODE................................................................................................

14

Lokasi dan Waktu ....................................................................... Materi.......................................................................................... Hewan .............................................................................

14 14 14

Ransum............................................................................ Perlakuan......................................................................... Kandang dan Peralatan.................................................... Obat-Obatan dan Vaksinasi ............................................ Prosedur ...................................................................................... Persiapan Kandang.......................................................... Pembuatan Tepung Daun Jarak....................................... Pembuatan Larutan Cekok .............................................. Pemeriksaan Kecacingan pada Ayam ............................. Pemberian Anthelmintika ............................................... Pengukuran Organ Dalam serta Pengambilan Sampel Histopatologi Usus dan Hati ........................................... Pembuatan Preparat Histopatologi.................................. Rancangan Percobaan ..................................................... Analisis Data...............................................................................

14 14 15 16 16 16 17 17 18 18

HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................

22

Penelitian Pendahuluan............................................................... Pemeriksaan TTGT (Telur Tiap Gram Tinja) ............................ Persentase Organ Dalam dan Panjang Relatif Usus Halus ......... Persentase Bobot Hati ..................................................... Persentase Bobot Jantung................................................ Persentase Bobot Rempela (Gizzard) ............................. Persentase Bobot Ginjal .................................................. Persentase Bobot Limpa.................................................. Persentase Bobot Pankreas.............................................. Persentase Bobot Usus Halus.......................................... Panjang Relatif Usus Halus............................................. Histopatologi Usus ..................................................................... Duodenum....................................................................... Jejunum ........................................................................... Ileum ............................................................................... Histopatologi Hati.......................................................................

22 22 23 23 25 26 27 28 29 30 31 32 33 35 36 37

KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................

40

Kesimpulan................................................................................. Saran .........................................................................................

40 40

UCAPAN TERIMAKASIH ...................................................................

41

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................

42

LAMPIRAN .........................................................................................

45

18 19 20 21

DAFTAR TABEL Nomor

Halaman

1. Susunan dan Kandungan Zat Makanan Ransum Ayam Kampung ....................................................................................

15

2. Komposisi Kimia Tepung Daun Jarak .......................................

16

3. Komposisi Kimia Niclosol .........................................................

16

4. Hasil Pemeriksaan TTGT...........................................................

23

5. Rataan Berat dan Rataan Persentase Organ Dalam Ayam Kampung yang Terinfeksi Cacing Ascaridia galli dan Diberi Tepung Daun Jarak ....................................................................

24

6. Rataan Hasil Pengamatan Histopatologi Usus Halus (duodenum, jejunum, ileum) Ayam Kampung yang Terifeksi Cacing Ascaridia galli dan Diberi Tepung Daun Jarak.......................................... 34 7. Rataan Hasil Pengamatan Histopatologi Hati Ayam Kampung yang Terifeksi Cacing Ascaridia galli dan Diberi Tepung Daun Jarak .........................................................................................

37

DAFTAR GAMBAR Nomor

Halaman

1. Daun Jarak..................................................................................

3

2. Cacing Ascaridia galli................................................................

8

3. Siklus Hidup Cacing Ascaridia galli (Soulsby, 1986) ...............

9

4. Skema Pembuatan Tepung Daun Jarak......................................

17

5. Rataan Persentase Bobot Hati ....................................................

25

6. Rataan Persentase Bobot Jantung...............................................

26

7. Rataan Persentase Bobot Rempela (Gizzard) ............................

27

8. Rataan Persentase Bobot Ginjal .................................................

27

9. Rataan Persentase Bobot Limpa.................................................

29

10. Rataan Persentase Bobot Pankreas.............................................

29

11. Rataan Persentase Bobot Usus Halus.........................................

30

12. Rataan Persentase Panjang Usus Halus......................................

31

13. Gambaran Histopatologi Usus Halus Ayam Kampung yang Terinfeksi Cacing Ascaridia galli (tingkat kerusakan 75%)......

32

14. Gambaran Histopatologi Usus Halus Ayam Kampung yang Terinfeksi Cacing Ascaridia galli (tingkat kerusakan 50%)......

33

15. Gambaran Histopatologi Usus Halus Ayam Kampung yang Terinfeksi Cacing Ascaridia galli (tingkat kerusakan 25%)......

33

16. Gambaran Histopatologi Hati Ayam Kampung yang Terinfeksi Cacing Ascaridia galli (tingkat kerusakan 75%)......

39

17. Gambaran Histopatologi HatiAyam Kampung yang Terinfeksi Cacing Ascaridia galli (tingkat kerusakan 50%)......

39

DAFTAR LAMPIRAN Nomor

Halaman

1. Komposisi kimia ”Vita Stress” ..................................................

46

2. Komposisi Kimia ”Therapy”......................................................

46

3. Sidik Ragam Persentase Bobot Hati ..........................................

46

4. Sidik Ragam Persentase Bobot Jantung.....................................

47

5. Sidik Ragam Persentase Bobot Rempela (Gizzard)...................

47

6. Sidik Ragam Persentase Bobot Ginjal .......................................

47

7. Sidik Ragam Persentase Bobot Limpa .......................................

48

8. Sidik Ragam Persentase Bobot Pankreas...................................

48

9. Sidik Ragam Persentase Bobot Usus Halus ...............................

48

10. Sidik Ragam Persentase Panjang Usus Halus............................

49

11. Rataan Hasil Pengamatan Histopatologi Usus Halus (duodenum, Jejunum, ileum) Ayam Kampung yang Terinfeksi Cacing Ascaridia galli dan Diberi Tepung Daun Jarak..........................

49

12. Rataan Hasil Pengamatan Histopatologi Hati Ayam Kampung Yang Terinfeksi Cacing Ascaridia galli dan Diberi Tepung Daun Jarak..................................................................................

50

PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Ayam kampung sebagai salah satu sumber protein hewani biasanya banyak dipelihara oleh masyarakat pedesaan secara ekstensif. Pemeliharaan secara ekstensif mengakibatkan ayam kampung mudah terinfeksi cacing Ascaridia galli. Infeksi cacing Ascaridia galli tidak langsung menyebabkan kematian, tetapi dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan ayam kampung. Cacing Ascaridia galli hidup di dalam lumen usus halus dan dapat menyebabkan kerusakan fisik jaringan sehingga penyerapan zat-zat makanan terganggu, yang mengakibatkan ayam menjadi kurus dan lemah. Upaya penanggulangan cacing oleh peternak dilakukan dengan pemberian obat cacing atau anthelmintika yang biasanya dibuat dari bahan-bahan sintetik. Pemakaian anthelmintika sintetik secara terus-menerus dapat menimbulkan bahaya pada ayam dan konsumen yang mengkonsumsi daging ayam tersebut. Bahaya yang ditimbulkan yaitu resistensi terhadap cacing Ascaridia galli serta residu pada daging ayam. Oleh karena itu, perlu dicari alternatif anthelmintika dengan menggunakan bahan-bahan alami yang diharapkan lebih aman. Daun jarak merupakan salah satu bahan alami yang diduga dapat digunakan sebagai anthelmintika karena mengandung senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid, dan glikosida. Senyawa tersebut maka diharapkan dapat digunakan sebagai anthelmintika. Pengamatan histopatologi usus halus dan hati dilakukan untuk mengetahui tingkat kerusakan jaringan yang ditimbulkan oleh infeksi cacing. Penurunan populasi cacing di dalam tubuh ayam diduga dapat mencegah kerusakan yang tinggi pada jaringan. Perumusan Masalah Ayam kampung rentan terhadap infeksi cacing Ascaridia galli akibat pemeliharaan yang dilakukan secara ekstensif. Pemakaian anthelmintika sintetik secara terus-menerus untuk pengobatan dapat menyebabkan resistensi terhadap

cacing Ascaridia galli serta bahaya residu pada produk pangan, oleh karena itu, diperlukan anthelmintika alami yang lebih aman. Daun jarak merupakan salah satu bahan alami yang mengandung komponen bioaktif diantaranya tanin dan saponin yang diduga berpotensi untuk membunuh cacing. Populasi cacing di dalam saluran pencernaan diduga dapat mempengaruhi tingkat kerusakan yang terjadi pada jaringan usus. Tujuan 1. Mengevaluasi persentase bobot organ dalam ayam kampung terinfeksi cacing Ascaridia galli yang diberi tepung daun jarak. 2. Mengevaluasi pengaruh pemberian tepung daun jarak terhadap histopatologi usus dan hati ayam kampung yang terinfeksi cacing Ascaridia galli.

2

TINJAUAN PUSTAKA Daun Jarak Tanaman jarak (Jathropa curcas L.) merupakan tanaman tahunan yang dapat hidup sampai umur 50 tahun. Tanaman ini dapat tumbuh di daerah kering dengan sedikit kandungan air. Panen perdana tanaman ini sekitar 7-10 bulan dengan ketinggian dapat mencapai 1-7 m. Tiap hektar tanaman ini menghasilkan 0,5-1 ton biji jarak. Menurut Aderibigbe et al. (1996), tanaman ini termasuk famili Euphorbiaceae dan memiliki banyak fungsi di bidang industri dan obat-obatan, sedangkan menurut Duke (1983), jarak pagar termasuk dalam subdivisi Angiospermae; kelas Dicotyledonae; ordo Euphorbiaeceae; famili Euphorbiaceae; genus Jathropa dan spesies Jathropa curcas L. Tanaman ini memiliki tipe daun agak besar dan agak pucat, menjari, dan berbentuk bundar dengan diameter 10-75 cm (Gambar 1.) Bunganya tersusun menjadi malai yang muncul dari ujung batang atau cabang dengan panjang mencapai 10-40 cm (Staubmann et al.,1997).

Gambar 1. Daun Jarak Sumber : Foto Koleksi Penelitian (Dwipayanti, 2008)

Menurut Guibitz et al. (1998), daun jarak dapat digunakan sebagai antiseptik, zat anti radang, dan pengembangan ulat sutera. Secara tradisional daun jarak dapat digunakan sebagai obat cacing (Newsroom, 2007). Selain itu, Fitriana (2008) melakukan uji penapisan fitokimia dan uji in vitro ekstrak daun jarak dengan pelarut air dan metanol untuk mengamati aktivitas anthelmintika daun jarak. Berdasarkan uji penapisan fitokimia, daun jarak mengandung beberapa zat bioaktif yaitu alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid dan glikosida. Uji in vitro

menunjukkan bahwa aktivitas anthelmintika ekstrak daun jarak dengan pelarut air lebih kuat daripada pelarut metanol terhadap cacing Ascaridia galli. Anthelmintika Menurut Permin dan Hansen (1998) anthelmintika merupakan komponen yang membunuh cacing atau menyebabkan cacing dikeluarkan dari saluran pencernaan atau organ-organ dan jaringan-jaringan yang mereka tempati di dalam inang. Berdasarkan cara kerjanya anthelmintika dapat dibagi menjadi lima kelas yaitu: a) kelas I : benzimidazole dan pro-benzimidazol. Kelas ini menghambat fungsi mikrotubuli sehingga fungsi seluler cacing rusak dan mati. Contoh dari kelas ini adalah albendazol, thiabendazol, fenbendazol, parbendazol, flubendazol, febantel, dan thiophanat ; b) kelas II : Anthelmintika yang bekerja pada neuromuskuler (Neuromusculer acting compounds). Kelas ini menyebabkan kelumpuhan dan kekakuan pada cacing yang kemudian dikeluarkan oleh gerakan usus. Contoh kelas ini adalah levamisol, pirantel, dan morantel ; c) kelas III : Anthelmintika yang bekerja pada GABA (GABA acting compounds). Kelas ini bekerja pada syaraf yang menyebabkan kelumpuhan pada cacing sehingga bisa dikeluarkan oleh gerakan usus. Contohnya adalah piperazin dan avermectin; d) kelas IV : Salisilanid dan senyawa nitofenol. Kelas ini khas digunakan untuk melawan parasit penghisap darah karena komponennya setelah diserap melekat erat dengan protein-protein plasma. Contoh kelas ini adalah klosantel, niklosamid, dan bromsalam; e) kelas V : Inhibitor Asetilkolin Esterase.Kelas ini mengandung organofosfat yang digunakan secara terbatas. Zat bioaktif yang terdapat di dalam daun jarak diduga memiliki mekanisme anthelmintika yang menyerupai daya kerja anthelmintika kelas II dan kelas III. Saponin memiliki karakteristik rasa pahit dan dapat menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan (Santoso dan Sartini, 2001). Diduga apabila saponin ditelan oleh cacing dapat menyebabkan proses pencernaan terganggu. Selain itu, menurut Widowati (2004), saponin juga dapat menekan sistem saraf, sistem gerak, dan sistem

4

pernafasan. Sifat ini diduga dapat menyebabkan cacing mengalami kelumpuhan dan sifat pencahar pada daun jarak dapat menyebabkan cacing dikeluarkan dari dalam usus halus (Newsroom, 2007). Menurut Sulistia (1987), flavonoid

dapat

menurunkan permeabilitas pembuluh darah yang dapat menyebabkan pembuluh darah cacing terganggu dan cacing mengalami kematian. Tanin berfungsi untuk mengikat protein (Norton, 2000) dan diduga tanin dapat mengikat protein dari telur cacing sehingga perkembangan telur cacing menjadi terhambat. Berbagai

penelitian

tentang

penggunaan

tanaman

tradisional

yang

mengandung bahan bioaktif sebagai anthelmintika telah banyak dilakukan. Oka (2003) mengamati pemanfaatan bawang putih terhadap cacing Ascaridia galli pada ayam kampung. Hasil yang didapat adalah bawang putih dengan jumlah pemberian 2 g, 3 g , 4 g, 5 g dan 6 g berkhasiat ovisidal (membunuh embrio atau larva dalam telur) serta vermisidal (membunuh cacing) dan hasil semakin nyata sebanding dengan peningkatan jumlah pemberian bawang putih. Kandungan saponin pada bawang putih diduga dapat menyebabkan sel-sel cacing menjadi terhidrolisis sehingga cacing mati dan tubuh cacing terlihat transparan. Batang kayu kuning (Arcangelisia flava (L.) Merr.) memiliki kandungan kimia berupa alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin. Melizsa (2007) melakukan penelitian tentang pemanfaatan batang kayu kuning sebagai anthelmintika pada ayam ras tipe pedaging yang telah diinfeksi cacing Asaridia galli. Hasil yang didapat adalah pemberian ekstrak etanol 70% batang kayu kuning dengan dosis 26 mg, 52 mg, dan 104 mg per 400 g bobot badan ayam, terbukti memiliki aktivitas anthelmintika. Senyawa Bioaktif Senyawa bioaktif adalah senyawa aktif biologis yang dihasilkan oleh tanaman melalui proses metabolisme sekunder (Manitto, 1992). Senyawa bioaktif merupakan bahan alam terpenting yang dibentuk dalam organisme hidup melalui proses metabolisme sekunder. Tumbuhan menghasilkan senyawa metabolit sekunder berfungsi untuk melindungi tumbuhan dari serangan serangga, bakteri, jamur dan jenis patogen lainnya (Lakitan, 1993).

5

Alkaloid Alkaloid merupakan golongan senyawa kimia yang terdapat di dalam tumbuhan dan merupakan produk yang dihasilkan dari proses metabolisme sekunder. Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa (adanya gugus amino) yang mengandung satu atau lebih ataom nitrogen dalam bentuk gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid sebagian besar beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologis yang menonjol sehingga digunakan secara luas dalam bidang pengobatan (Harborne, 1987). Alkaloid biasanya tidak berwarna dan sering bersifat optik aktif (memutar cahaya terpolarisasi datar). Kebanyakan berbentuk kristal dan sedikit yang berupa cairan (nikotina) pada suhu kamar (Harborne, 1987). Flavonoid Flavonoid sangat luas tersebar pada tumbuh-tumbuhan, terdapat dalam semua tumbuhan berpembuluh, merupakan zat warna dalam bunga-bunga, batang maupun daun-daunan. Menurut Gottlich (1980), secara biosintesis flavonoid berasal dari karbohidrat. Di dalam tumbuhan, sintesa flavonoid berkaitan erat dengan proses fotosintesis yang menghasilkan karbohidrat. Flavonoid terdapat pada tumbuhan sebagai campuran, jarang sekali dijumpai hanya flavonoid tunggal dalam jaringan (Harborne, 1987). Pada tumbuhan, flavonoid dapat meningkatkan dormansi, meningkatkan pembentukan sel-sel kalus, sebagai enzim penghambat pembentukan protein, menghasilkan zat warna pada bunga untuk merangsang serangga, burung dan satwa lainnya yang mendatangi tumbuhan tersebut sebagai agen dalan penyerbukan dan penyebaran biji (Vickery dan Vickery, 1981). Dalam dunia pengobatan, flavonoid berfungsi sebagai antibiotik, misalnya anti virus dan jamur, peradangan pembuluh darah, dan dapat digunkan sebagai racun ikan. Saponin Menurut Harborne (1987), saponin merupakan golongan senyawa terpenoid dan bagian triterpenoid (diturunkan dari hidrokarbon C30), merupakan glikosida terpena dan sterol, merupakan senyawa aktif permukaan yang bersifat sabun, dan dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk basa yang stabil dan menghemolisis sel darah. Saponin pada tumbuhan memiliki fungsi yang sama dengan triterpenoid, karena merupakan turunan dari senyawa ini, diantaranya dapat

6

meningkatkan daya kecambah benih dan menghambat pertumbuhan akar, dapat menghambat pertumbuhan sel-sel tumor pada tumbuhan dan satwa (Vickery dan Vickery, 1981). Steroid/Triterpenoid Triterpenoid merupakan senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena; senyawa ini berstruktur siklik yang nisbi rumit; kebanyakan berupa alkohol, aldehida atau asam karboksilat; merupakan senyawa tidak berwarna, berbentuk kristal, seringkali bertitik lebih tinggi dan optik aktif, yang umumnya sukar dicirikan karena tidak ada kereaktifan (Harborne, 1987). Triterpenoid dapat digolongkan menjadi empat golongan senyawa, yaitu triterpena sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung. Triterpena dan steroid terdapat dalam bentuk glikosida, triterpena tertentu terkenal dengan rasa pahitnya, contohnya limonin (larut dalam lemak dan terdapat pada biji jeruk). Dalam pengobatan senyawa ini berguna sebagai zat antibiotik diantaranya anti jamur, bakteri dan virus; steroid dapat merangsangaktivitas hormon estrogen dan progesteron pada satwa dan manusia; steroid menjadi sumber bagi mikroorganisme pengurai (Vickery dan Vickery, 1981). Cacing Ascaridia galli Klasifikasi dan Morfologi Ascaridia galli Infeksi cacing yang banyak terjadi pada ayam dipengaruhi oleh sistem manajemen, pertumbuhan ayam, tipe produksi, kandang, dan pemeliharaan kesehatan ayam (Tucker et al., 2007). Cacing Ascaridia galli merupakan salah satu parasit yang hidup di dalam lumen usus halus (Khwaja et al., 1993). Menurut Kusumamihardja (1992), cacing Asciridia galli termasuk dalam genus Ascaridia, famili Heterakidae, ordo Ascaridida, kelas Nematoda, filum Nemathelminthes. Cacing ini memiliki panjang 50-76 mm pada jantan dan 72-116 mm pada betina. Cacing ini memiliki tiga buah bibir yaitu satu bibir dorsal dan dua bibir lateroventral. Selain itu, terdapat ale (selaput tipis semacam sayap) lateral pada kedua sisi sepanjang badan dan oesofagusnya tidak mempunyai gelembung posterior. Pada cacing jantan, ekornya terdapat ale kecil yang dilengkapi dengan 10 pasang papil yang pendek dan tebal, mempunyai batil hisap prekloakal dengan sisi kutikular

7

yang tebal. Cacing betina memiliki vulva yang terletak di bagian tengah badan dengan ekor berbentuk kerucut. Telur cacing ini berbentuk kerucut, berdinding licin dan berukuran 73-92 x 45-57 µm. Cacing Ascaridia galli dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Cacing Ascaridia galli Sumber : Foto Koleksi Penelitian (Dwipayanti, 2008)

Siklus Hidup Ascaridia galli Siklus hidup Ascaridia galli menurut Soulsby (1986) berlangsung sederhana. Telur keluar bersama ekskreta dan berkembang menjadi stadium infektif di atas tanah. Telur infektif tertelan oleh ayam dan menetas dalam proventrikulus atau usus halus. Beberapa larva masuk ke dalam dinding usus halus, tetapi kebanyakan tetap di dalam lumen. Seminggu kemudian pada periode pertumbuhan, larva merayap dan membenam di dalam mukosa usus yang menyebabkan pendarahan usus halus. Ratarata cacing menghabiskan waktu 18 hari dalam selaput lendir usus halus untuk melakukan proses moulting menjadi cacing muda. Telur yang dihasilkan oleh cacing Ascaridia galli dewasa dihasilkan di dalam usus halus unggas dan dikeluarkan bersama ekskreta pada saat defekasi. Telur cacing Ascaridia galli akan mencapai tahap infektif dalam waktu 10 hari atau lebih. Siklus hidup cacing Ascaridia galli dapat dilihat pada Gambar 3. Patogenesis Ascaridia galli dewasa yang terdapat dalam jumlah yang besar di dalam lumen usus halus unggas dapat menyebabkan kematian dari inang karena terjadinya penyumbatan. Gejala klinis dimulai dari tidak ada sampai terjadinya hambatan pertumbuhan badan, pemanfaatan pakan yang buruk, dan kadang-kadang sampai

8

menyebabkan kematian (Levine, 1990). Menurut Ghos dan Singh (1994), ayam muda yang terinfeksi cacing Ascaridia galli dapat mengalami hemoragi dan lesiolesio pada mukosa duodenum. Perubahan lain adalah penebalan mukosa dan oedema dengan sejumlah hemoragi (pendarahan).

Cacing A. galli dewasa bertelur di usus halus ayam

Telur keluar bersama ekskreta ayam

Telur menjadi infektif dalam 8-10 hari

Kembali ke rongga usus dan menjadi cacing A. galli dewasa

Telur infektif termakan oleh ayam

Membenam ke dalam mukosa usus (proses Moulting) Masuk ke saluran pencernaan dan menetas di usus halus

Gambar 3. Siklus Hidup Cacing Ascaridia galli Sumber : Soulsby (1986)

Ayam Kampung Martojo et al. (1995) menyatakan bahwa asal usul ayam kampung di Indonesia tidak jelas sehingga dikenal sebagai ayam buras (bukan ras). Banyak dugaan bahwa ayam kampung dari Indonesia mempunyai jarak genetik yang paling dekat dengan ayam hutan merah Sumatera (Gallus-gallus-gallus) dan ayam hutan

9

merah Jawa (Gallus-gallus-javanicus). Menurut Sartika et al. (2006), ayam kampung memiliki hubungan kekerabatan yang erat dengan ayam Pelung, ayam Sentul, dan ayam Kedu Hitam. Menurut Mansjoer (1985), ayam kampung termasuk dalam kingdom Animal; fillum Chordata; subfillum Vertebrata; kelas Aves; subkelas Neornithes; subordo Neognatae; ordo Galliformes; famili Phasianidae; genus Gallus dan spesies Gallus domesticus. Umumnya ayam kampung mempunyai tubuh yang kompak dan susunan otot yang baik, dan mempunyai kesukaan berjalan. Oleh karena itu, ayam kampung memiliki kuku yang tajam dengan jarak kaki terlalu panjang tetapi cukup kuat dengan berat betis dan paha yang kokoh. Bentuk ayam kampung adalah kecil agak ramping. Ayam kampung memiliki warna yang bervariasi, hitam, putih, coklat, kuning atau kombinasi dari warna-warna tersebut. Jantan memiliki tubuh yang besar dari betina dengan jengger bergerigi besar dan tegak. Betina mempunyai jengger yang kecil, tebal dan berwarna merah cerah. Ayam kampung biasanya hidup pada dataran rendah dengan ketinggian 500-800 m di atas permukaan laut (Mansjoer, 1985). Produktivitas ayam buras sangat rendah apabila dibandingkan dengan ayam ras, baik pertumbuhannya maupun produksi telurnya. Ransum sebagai salah satu yang terbesar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produktivitas ayam. Kualitas ransum sangat tergantung dari zat-zat nutrisinya dan keseimbangan antara energi dan zat - zat nutrisi lain (Wahju, 1997). Organ Dalam Unggas Hati Hati merupakan organ terbesar di dalam tubuh. Hati memiliki beberapa fungsi diantaranya pertukaran zat dari protein, lemak, sekresi empedu, detoksifikasi senyawa-senyawa yang beracun dan ekskresi senyawa-senyawa metabolit yang tidak berguna lagi bagi tubuh (Amrullah, 2004). Hati menerima aliran darah yang mengandung zat makanan dari arteri hepatik yaitu suatu cabang arteri celiac yang masuk ke dalam porta hati. Aliran darah yang masuk ke dalam hati kemungkinan membawa zat-zat toksik termasuk tumbuhan, fungi dan produk bakteri serta logam yang dapat merusak hati. Arief (2000) melaporkan bahwa bobot hati ayam kampung adalah 2,70%-3,46% (umur enam

10

minggu) dan 2,10%-2,54% (umur 12 minggu) dari bobot hidup. Menurut Putnam (1991), persentase bobot hati ayam berkisar antara 1,70%-2,80% dari bobot hidup. Jantung Jantung merupakan suatu struktur muskular berongga yang bentuknya menyerupai kerucut yang terdiri atas atrium kanan dan atrium kiri (Frandson, 1992). Masing-masing bagian dari atrium menerima darah dari vena dan ventrikel yang memompakan darah dari jantung melalui arteri. Jantung berfungsi sebagai pompa dan motor penggerak dalam peredaran darah yang kerjanya otonom, yaitu dikendalikan oleh pusat saraf di luar kemauan dan kesadaran. Persentase bobot jantung berkisar antara 0,42%-0,75% dari bobot hidup (Putnam, 1991). Gambaran histopatologi otot jantung sangat khas yaitu tampak serabut-serabut otot jantung yang disusun seperti suatu kisi-kisi, serabut-serabutnya terpisah kemudian saling bergabung (Lu, 1995). Rempela (Gizzard) Rempela merupakan ruangan sederhana sebagai tempat pencernaan dan penyimpanan makanan yang terdiri atas serabut otot yang kuat (Tillman et al., 1991). Menurut Ponds et al. (1995), rempela pada unggas memiliki fungsi yang sama dengan gigi pada mamalia yaitu untuk memperkecil ukuran partikel makanan secara mekanik. Kontraksi otot rempela akan terjadi apabila ditemukan makanan yang masuk ke dalamnya dan di dalam rempela terjadi proses mastikasi yaitu pencernaan makanan secara mekanik. Rempela terletak antara proventrikulus dengan batas atas usus halus. Persentase bobot rempela adalah 1,6%-2,3% dari bobot hidup (Putnam, 1991). Ginjal Ginjal merupakan organ yang menyaring plasma dan unsur-unsur plasma dari darah, dan kemudian secara selektif menyerap kembali air dan unsur-unsur berguna yang kembali dari filtrat, kemudian mengeluarkan kelebihan dan produk buangan plasma. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan susunan darah dengan mengeluarkan zat-zat seperti air berlebih, garam-garam organik dan bahanbahan asing yang terlarut dalam darah seperti pigmen darah atau pigmen-pigmen

11

yang terbentuk di dalam darah (Ressang, 1986). Persentase bobot ginjal ayam berkisar antara 0,21%-0,28% dari bobot hidup (Putnam, 1991). Limpa Limpa merupakan organ kompleks yang memiliki banyak fungsi. Beberapa fungsi limpa yaitu untuk menyimpan darah, bersama hati dan sumsum tulang belakang berperan dalam pembinasaan eritrosit-eritrosit tua, metabolisme nitrogen terutama pembentukan asam urat serta membentuk limfosit yang berhubungan dengan pembentukan antibodi. Ukuran limpa bervariasi dari waktu ke waktu tergantung dari banyaknya darah dalam tubuh (Frandson, 1992). Persentase bobot limpa sekitar 0,18%-0,23% dari bobot hidup (Putnam, 1991). Pankreas Pankreas merupakan suatu glandula tubulo alveolar yang memiliki bagian endokrin dan eksokrin. Pankreas memiliki fungsi yaitu mensekresikan sari cairan yang kemudian masuk ke dalam duodenum melewati saluran pankreas. Pankreas mensekresikan lima enzim yaitu amilase, lipase, tripsin, nuklease, dan peptidase yang membantu pencernaan pati, lemak, dan protein. Amilase mengubah pati menjadi glukosa, maltosa, dan dekstrin. Lipase mengubah lemak menjadi asam lemak dan monogliserida, sedangkan tripsin mengubah protein menjadi asam amino, peptida sederhana (Anggorodi, 1995). Pankreas terletak diantara lekukan duodenum usus halus (Amrullah, 2004). Rataan persentase bobot pankreas ayam berkisar antara 0,22%-0,24% (Putnam, 1991). Usus Halus Usus halus terdiri atas tiga bagian yang tidak terpisah secara jelas yaitu duodenum, jejunum dan ileum (Amrullah, 2004). Usus halus memiliki fungsi yaitu sebagai tempat pencernaan dan penyerapan zat makanan. Selaput lendir usus halus memiliki jonjot yang lembut dan menonjol seperti jari. Menurut Anggorodi (1995), dinding usus halus akan mensekresikan getah usus yang mengandung erepsin dan beberapa enzim. Erepsin bertugas menyempurnakan pencernaan protein dan menghasilkan asam amino. Enzim yang diskresikan yaitu peptidase, sukrose, maltose, lactase dan polinukleatidase (Ensminger, 1992). Panjang usus bervariasi sesuai dengan ukuran tubuh, tipe makanan dan faktor-faktor lain.

12

Histopatologi Histopatologi berasal dari dua kata yaitu histo yang berarti jaringan dan patologi yang berarti ilmu yang mempelajari tentang penyakit. Menurut Spector (1993), histopatologi merupakan ilmu yang mempelajari kerusakan jaringan secara mikroskopis. Infeksi cacing Ascaridia galli erat kaitannya dengan kerusakan jaringan usus dan hati. Menurut Gosh dan Singh (1994), pemeriksaan histopatologi pada vili usus

memperlihatkan

kematian

sel

(nekrosa),

pendarahan

dan

peluruhan

(deskuamasi). Infeksi nematoda di usus halus akan meningkatkan infiltrasi sel radang dan peningkatan gerak peristaltik usus halus (Ressang, 1986). Secara histopatologi gangguan yang sering terjadi pada hati adalah degenerasi hati, nekrosa, perlemakan hati, dan gangguan sirkulasi darah (Lu, 1995). Menurut Gosh dan Singh (1994), kerusakan jaringan hati oleh cacing Ascaridia galli dapat diamati secara mikroskopis yaitu adanya pendarahan (hemoragi) dan pembendungan (kongesti) pembuluh darah di sekitar jaringan.

13

METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Januari 2008. Lokasi penelitian yaitu di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas Fakultas Peternakan, Laboratorium Helmintologi dan Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Materi Hewan Penelitian ini menggunakan 18 ekor ayam kampung umur delapan minggu dengan bobot mencapai 300-600 g yang dibagi ke dalam enam taraf dan tiga kelompok. Pemeliharaan dilakukan selama tujuh minggu. Ransum Ransum yang digunakan adalah ransum ayam kampung umur 5-12 minggu dengan kandungan protein 16% dan kandungan energi metabolis 2900 kkal/kg (Nawawi dan Nurrohmah, 1996). Formulasi ransum disusun berdasarkan komposisi zat makanan menurut Natural Research Council (NRC) (1994). Susunan dan Kandungan zat makanan ransum ayam kampung dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan komposisi kimia tepung daun jarak dapat dilihat pada Tabel 2. Perlakuan Penelitian ini terdiri dari enam perlakuan yaitu penambahan larutan tepung daun jarak dan larutan Niclosol selama seminggu dengan cara dicekok. P1= Ransum basal (ayam tidak dicekok larutan tepung daun jarak) P2= Ransum basal (ayam dicekok larutan tepung daun jarak 2%) P3= Ransum basal (ayam dicekok larutan tepung daun jarak 4%) P4= Ransum basal (ayam dicekok larutan tepung daun jarak 8%) P5= Ransum basal (ayam dicekok larutan tepung daun jarak 16%) P6= Ransum basal (ayam dicekok larutan Niclosol)

Tabel 1. Susunan dan Kandungan Zat Makanan Ransum Ayam Kampung Bahan Penyusun Ransum Ayam Kampung Bahan Makanan Jagung (%) Pollard (%) Bungkil Kedelei (%) Dedak Padi (%) Tepung Ikan (%) Crude Palm Oil (%) Kalsium Karbonat (%) Dicalsium Phospat (%) Lysin (%) Methionin (%) Premix (%)* Total (%) Kandungan Zat Makanan Berdasarkan Hasil Analisis 1) Bahan kering (%) Abu (%) Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Kalsium (%) Phosphor total (%) Energi Bruto (kkal/kg) Kandungan Zat Makanan Berdasarkan Perhitungan Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Kalsium (%) Phospor Non Phytat (%) Lysin (%) Methionin (%) Energi Metabolis (kkal/kg)

Jumlah 52 15 12 9,5 5 3 1,5 1,5 0,05 0,2 0,25 100 88,6 7,46 17,12 2,44 8,40 0,32 0,24 3.924 16,18 4,23 1,23 0,56 0,89 0,51 2.991,7

Keterangan : * Dalam 1 kg premix mengandung 4.000.000 IU Vitamin A, 800.000 IU Vitamin D3, 4.500 mg Vitamin E, 450 mg Vitamin K3, 450 mg Vitamin B1, 1.350 Vitamin B2, 480 mg Vitamin B6, 6 mg Vitamin B12, 2.400 mg Ca-d-p, 270 mg Asam folat, 7.200 mg Asam nikotinat, 28.000 mg Kholin klorida, 28.000 mg Dl-Methionin, 50.000 mg L-Lysisn, 8.500 mg Fe, 700 mg Cu, 18.500 mg Mg, 14.000 mg Zn, 50 mg Co, 70 mg I, 35 mg Se, dan Antioksidan 1) Hasil Analisis Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor B

Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan adalah kandang individual yang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat minum dan lampu pijar 10 watt. Peralatan lain yang digunakan adalah timbangan bobot badan ayam, tirai plastik, alat pembersih kandang, sekam,

15

koran, label, gunting dan ember. Kandang dan peralatan difumigasi terlebih dahulu untuk mencegah kontaminasi. Tabel 2. Komposisi Kimia Tepung Daun Jarak*) Kandungan Bahan Kering (%) Abu (%) Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Beta-N (%) Kalsium (%) Phosphor total (%) Tanin (%)** Saponin (%)** Energi Bruto (kkal/kg)

Jumlah 88,89 9,84 20,06 17,07 1,19 40,73 1,86 0,41 4,63 1,12 3.789

Keterangan : *

Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, 2007 ** Hasil analisis Balai peternakan Ciawi, 2007

Obat-obatan dan Vaksinasi Obat-obatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah vaksin ”New Cattle Disease” untuk mencegah penyakit tetelo yang diberikan dengan cara disuntikkan. Suplemen vitamin yang diberikan adalah ”Vita Stress” dengan dosis satu g yang dilarutkan dalam 10 liter air dan ”Vita Chick” dengan dosis 1 g yang dilarutkan dalam 7,2 liter air. Selain itu juga diberikan ”Therapy” untuk meningkatkan kekebalan tubuh ayam. Obat cacing yang digunakan dalam penelitian ini adalah Niclosol dengan komposisi kimia yang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi Kimia Niclosol Kandungan

Jumlah

Niclosamid

200 mg

Levamisole

40 mg Prosedur

Persiapan Kandang Persiapan kandang dilakukan tiga minggu sebelum pemeliharaan. Persiapan kandang meliputi pembersihan kandang serta alat-alat yang digunakan seperti tempat pakan dan air minum dengan menggunakan desinfektan. Pengapuran dilakukan

16

secara merata dan didiamkan selama dua hari. Selain itu, dilakukan fumigasi untuk memutuskan siklus mikroba di dalam kandang dan mencegah penyakit pada ternak. Setelah itu dilakukan penaburan sekam di atas lantai kandang serta penyemprotan sekam dengan desinfektan. Pembuatan Tepung Daun Jarak Pembuatan tepung daun jarak diawali dengan pengumpulan daun jarak. Daun jarak yang telah dikumpulkan, dibersihkan kemudian dilayukan di dalam ruangan (kering udara) selama 30-36 jam, kemudian dikeringkan dnegan menggunakan oven dengan suhu 42°C selama enam jam. Setelah itu daun jarak kering digiling sampai menjadi tepung daun jarak yang berukuran 60 Mesh. Tepung daun jarak yang sudah jadi disimpan untuk selanjutnya digunakan dalam penelitian. Skema pembuatan tepung daun jarak dapat dilihat pada Gambar 4. Daun Jarak Pagar

Pelayuan (selama 36-48 jam)

Pengeringan dalam oven dengan suhu 45°C (selama 6 jam)

Penggilingan

Tepung Daun Jarak Gambar 4. Skema Pembuatan Tepung Daun Jarak Pembuatan Larutan Cekok Larutan cekok dibuat dengan cara melarutkan tepung daun jarak dalam 100 ml air. Larutan tepung daun jarak dengan konsentrasi 2% didapat dengan melarutkan 2 g tepung daun jarak dalam 100 ml air, konsentrasi 4% didapat dengan melarutkan 4 g tepung daun jarak dalam 100 ml air, konsentarsi 8% didapat dengan melarutkan 8 g

17

tepung daun jarak dalam 100 ml air, dan konsentrasi 16% didapat dengan melarutkan 16 g tepung daun jarak dalam 100 ml air. Pemeriksaan Kecacingan Pada Ayam Pemeriksaan kecacingan pada ayam dilakukan untuk memastikan bahwa ayam telah terinfeksi cacing secara alami. Pemeriksaan kecacingan dilakukan dengan menghitung Telur Tiap Gram Tinja (TTGT). Sebanyak lima g feses dihomogenkan kemudian diambil dua g untuk dilarutkan dalam larutan pengapung sebanyak 58 ml yang terdiri atas gula dan garam. Larutan diaduk sampai homogen kemudian disaring dan didiamkan selama lima menit. Setelah itu, sebanyak tiga ml larutan dimasukkan ke dalam kamar Mc Master dan diamati di bawah mikroskop kemudian dilakukan penghitungan jumlah telur cacing dengan menggunakan rumus : Ttgt = n x Vt / (Vk x Bt) Keterangan : Vt

= Volume sampel total

Vk

= Volume kamar hitung

Bt

= Berat feses

n

= Jumlah telur cacing dalam dua kamar hitung

Pemberian Anthelmintika Pemberian anthelmintika dilakukan setelah ayam diadaptasikan selama dua minggu dengan cara dicekok. Terdapat enam taraf perlakuan yaitu P1 (kontrol), P2 (2% larutan tepung daun jarak), P3 (4% larutan tepung daun jarak), P4 (8% larutan tepung daun jarak), P5 (16% larutan tepung daun jarak), dan P6 (larutan Niclosol). Pengukuran Organ Dalam serta Pengambilan Sampel Histopatologi Usus dan Hati Setelah dilakukan pemeliharaan ayam selama tujuh minggu, dilakukan pemotongan sebagai sampel untuk diukur persentase organ dalam serta dilakukan pengambilan sampel usus dan hati untuk diamati histopatologinya. Ayam disembelih kemudian organ dalam yang sudah dikeluarkan ditimbang dan diukur panjangnya untuk mendapatkan persentasenya terhadap bobot hidup. Setelah semua organ dalam

18

(hati, jantung, rempela, ginjal, limpa, pankreas dan usus halus) diukur panjang dan beratnya, kemudian dilakukan pemotongan hati dan usus untuk sampel histopatologi. Pembuatan Preparat Histopatologi Pembuatan preparat pada organ hati dan usus halus dilakukan dengan metode (Taryu, 2005) sebagai berikut : 1. Fiksasi Sampel difiksasi ke dalam plastik yang telah berisi 10% Buffer Neutral Formalin (BNF) untuk pewarnaan umum. 2. Dehidrasi Sampel didehidrasi (proses penarikan air dari jaringan) dalam alkohol bertingkat yaitu alkohol 70%, 80%, 90%, alkohol absolut I, dan alkohol absolut II masing-masing selama dua jam, setelah itu sampel dibersihkan dengan xylol I dan xylol II selama masing-masing dua jam. 3. Perendaman (Embedding) dan Pencetakan (Block) Embedding merupakan proses penanaman sampel dalam parafin. Proses ini dilakukan dekat dengan sumber panas agar parafin cair tidak membeku sebelum dilakukan pencetakan. Sampel dimasukkan ke dalam cetakan yang berisi parafin cair kurang lebih setengah dari dinding cetakan, setelah agak beku ditambahkan parafin lagi pada cetakan hingga penuh. Sampel diberi label, diatur letaknya dan didinginkan dalam referigerator hingga parafin benar-benar membeku. 4. Pemotongan (Sectioning) Setelah parafin beku dilakukan pemotongan setebal empat μm dengan menggunakan mikrotom. Kemudian dilakukan penempelan sediaan pada gelas objek (mounting) yang dilakukan di atas permukaan air pada suhu 45°C. 5. Teknik Pewarnaan Hematoksilin Eosin Sampel diwarnai dengan menggunakan Hematoksilin Eosin (HE). 6. Pengamatan Histopatologi Pengamatan histopatologi usus dan hati dilakukan setelah satu hari pembuatan preparat. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop dengan pembesaran obyektif 4X, 10X, 20X dan 40X.

19

Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri atas 6 perlakuan dan 3 kelompok. Pengelompokan dilakukan berdasarkan bobot badan yaitu kelompok bobot badan rendah berkisar antara 445640 g, kelompok bobot badan sedang berkisar antara 670-710 g, dan kelompok bobot badan tinggi berkisar antara 695-970 g. Model matematik yang digunakan (Steel dan Torrie, 1993) adalah: Yij = µ + αi + ßj+ εij Keterangan : Yij

: nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

μ

: nilai rataan umum

αi

: pengaruh perlakuan ke-i

ßj

: pengaruh kelompok ke-j

εij

: galat pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

i

: perlakuan

j

: kelompok

Peubah yang diamati : 1. Persentase bobot hati (%) Persentase bobot hati merupakan perbandingan bobot hati dengan bobot hidup dikalikan dengan 100%. 2. Persentase bobot jantung (%) Persentase bobot jantung merupakan perbandingan antara bobot jantung dengan bobot hidup dikalikan dengan 100%. 3. Persentase bobot rempela (%) Persentase bobot rempela merupakan perbandingan antara bobot rempela dengan bobot hidup dikalikan dengan 100%. 4. Persentase bobot ginjal (%) Persentase bobot ginjal merupakan perbandingan antara bobot ginjal dengan bobot hidup dikalikan dengan 100%.

20

5. Persentase bobot limpa (%) Persentase bobot limpa merupakan perbandingan bobot limpa dengan bobot hidup dikalikan dengan 100%. 6. Persentase bobot pankreas (%) Persentase bobot pankreas merupakan perbandingan antara bobot pankreas dengan bobot hidup dikalikan dengan 100%. 7. Persentase bobot usus halus (%) Persentase bobot usus halus merupakan perbandingan antara bobot usus halus dengan bobot hidup dikalikan dengan 100%. 8. Panjang relatif usus halus (cm/100g bobot hidup) Panjang relatif usus halus merupakan perbandingan antara panjang usus halus dengan 100 g bobot hidup. 9. Histopatologi usus Pengamatan terhadap deskuamasi epitel villi mukosa dan proliferasi sel radang. 10. Histopatologi hati Pengamatan terhadap sel radang, pendarahan, kongesti (pembendungan), dan oedema. Analisis Data Data organ dalam yang diperoleh dari penelitian ini ditransformasi terlebih dahulu kemudian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (Analysis of Variance/ANOVA) dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji Duncan (Steel dan Torrie, 1993). Data histopatologi dianalisis secara deskriptif.

21

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian ini diawali dengan uji penapisan fitokimia pada ekstrak daun jarak untuk mengetahui jenis-jenis metabolit sekunder di dalamnya. Golongan-golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak daun jarak dalam pelarut air dan metanol yaitu golongan senyawa alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid, dan glikosida. Aktivitas anthelmintika ekstrak daun jarak secara in vitro menunjukkan bahwa aktivitas anthelmintika terkuat terdapat pada ekstrak daun jarak dengan pelarut air. Senyawa metabolit sekunder yang diduga memiliki aktivitas anthelmintika dari fraksi air adalah saponin, triterpenoid, dan alkaloid. Berdasarkan pengaruh zat-zat tersebut diduga bahwa senyawa metabolit sekunder yang mempercepat aktivitas anthelmintika dari fraksi air adalah triterpenoid, sedangkan zat-zat yang lain memberi pengaruh kematian yang lebih lama. Penelitian selanjutnya adalah mengevaluasi pengaruh pemberian larutan tepung daun jarak terhadap performa ayam kampung yang terifeksi cacing Ascaridia galli.

Hasil yang didapat adalah pemberian larutan tepung daun jarak dengan

konsentrasi 16% dengan cara dicekok selama tujuh hari dapat meningkatkan bobot badan akhir serta berpengaruh nyata menurunkan konversi ransum. Pemeriksaan TTGT (Telur Tiap Gram Tinja) Hasil pemeriksaan TTGT pada hari ke-7 menunjukkan bahwa pemberian tepung daun jarak dengan konsentrasi 2%, 4%, 8%, dan 16% sebagai anthelmintika alami serta pemberian Niclosol sebagai anthelmintika sintetik dapat menurunkan jumlah telur cacing (Tabel 4). Pada masa pra-perlakuan menunjukkan bahwa setiap perlakuan mengandung jumlah telur cacing yang tidak sama dan pada akhir penelitian hampir semua ayam perlakuan tidak ditemukan telur cacing pada fecesnya kecuali pada R1U3. Hal ini karena pada perlakuan R1 tidak diberikan bahan anthelmintika. Akan tetapi, jumlah telur cacing pada R1 juga mengalami penurunan yang diduga disebabkan oleh peningkatan umur ayam, reaksi kekebalan tubuh ayam terhadap parasit cacing serta kandungan nutrisi pakan yang diberikan.

Tabel 4. Hasil Pemeriksaan TTGT Perlakuan

Ulangan U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3

R1

R2

R3

R4

R5

R6

Jumlah Telur Cacing Praperlakuan Pasca Perlakuan 100 0 100 0 800 100 100 0 3000 0 200 0 500 0 400 0 400 0 1600 0 100 0 100 0 800 0 3300 0 1300 0 600 0 5600 0 200 0

Keterangan : R = perlakuan U = ulangan

Menurut Permin dan Hansen (1998), TTGT dipengaruhi oleh cacing dewasa di dalam saluran pencernaan, umur cacing, kekebalan inang, umur inang, jenis kelamin inang, tingkatan infeksi, kesuburan cacing, komposisi makanan dan konsistensi feces serta waktu feces dikoleksi. Kandungan zat bioaktif dalam daun jarak diduga dapat digunakan sebagai anthelmintika sehingga mengurangi populasi cacing di dalam saluran pencernaan ayam. Persentase Organ Dalam dan Panjang Relatif Usus Halus Persentase Bobot Hati Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian larutan tepung daun jarak dengan konsentrasi 2%, 4%, 8%, dan 16% dengan cara dicekok tidak memberikan pengaruh terhadap persentase bobot hati, begitu juga dengan pemberian larutan Niclosol sebagai anthelmintika sintetik (Tabel 5).

23

Tabel 5. Rataan Bobot dan Rataan Persentase Organ Dalam Ayam Kampung yang Terinfeksi Cacing Ascaridia galli dan Diberi Tepung Daun Jarak Peubah Bobot karkas Hati • (g) • (%) Jantung • (g) • (%) Rempela • (g) • (%) Ginjal • (g) • (%) Limpa • (g) • (%) Pankreas • (g) • (%) Usus Halus • (g) • (%) Panjang usus halus (cm) Panjang Relatif Usus Halus (cm/100 g BB)

P1 66,41±2,85

P2 60,07±3,19

Perlakuan P3 P4 63,86±2,80 66,72±1,67

P5 60,65±2,12

P6 67,76±5,36

24,26±4,24 1,46±0,12

23,53±0,86 1,46±0,04

26,31±4,21 1,47±0,05

24,24±4,33 1,45±0,06

30,74±12,04 1,60±0,10

25,57±3,64 1,42±0,04

6,45±2,28 0,74±0,05

5,14±0,35 0,68±0,03

6,16±2,17 0,70±0,09

5,13±0,71 0,67±0,02

6,24±1,83 0,73±0,05

6,66±2,48 0,72±0,08

21,31±2,48 0,14±0,024

21,49±3,57 0,14±0,011

26,43±3,80 0,15±0,012

20,60±4,14 0,13±0,003

23,28±5,18 0,14±0,011

22,01±2,59 0,13±0,015

4,89±3,28 0,63±0,16

5,92±1,28 0,73±0,08

7,69±1,36 0,79±0,02

6,59±2,19 0,74±0,08

7,92±1,75 0,83±0,07

7,47±0,50 0,77±0,07

3,29±2,10 0,05±0,01

3,82±1,65 0,05±0,01

4,70±3,73 0,06±0,02

6,01±1.94 0,07±0,01

8,78±5,83 0.08±0,02

4,46±0,40 0.06±0,004

2,68±0,17 0,05±0,010

2,92±0,15 0,05±0,001

2,81±0,43 005±0,006

2,63±0,15 0,05±0,005

2,56±0,60 0,05±0,005

2,93±0,64 0,05±0,004

56,55±6,8 2,26±0,46

59,37±7,6 2,32±0,15

68,04±8,6 2,37±0,02

48,50±4,7 2,05±0,08

70,24±25,4 2,42±0,25

62,54±10,6 2,23±0,10

123,6±4,6

122,6±1,5

124,3±7.2

121,0±12,1

125,0±24,5

116,3±2,3

37,77±6,56

36,73±1,06

38,80±2,76

37,40±4,78

38,72±11,46

38,22±2,60

Keterangan : P1= Ransum basal (ayam tidak dicekok larutan tepung daun jarak) P2= Ransum basal (ayam dicekok larutan tepung daun jarak 2%) P3= Ransum basal (ayam dicekok larutan tepung daun jarak 4%) P4= Ransum basal (ayam dicekok larutan tepung daun jarak 8%) P5= Ransum basal (ayam dicekok larutan tepung daun jarak 16%) P6= Ransum basal (ayam dicekok larutan Niclosol)

Rataan persentase bobot hati ayam kampung yang dihasilkan dari penelitian ini berkisar antara 1,42%–1,60 %. Persentase bobot hati yang diperoleh berada di bawah kisaran hasil yang direkomendasikan oleh Putnam (1991) yaitu 1,70%-2,80 % dari bobot hidup. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian larutan tepung daun jarak dan larutan Niclosol dengan cara dicekok tidak memberikan efek negatif terhadap persentase bobot hati. Bobot hati meningkat apabila terdapat benda asing yang masuk ke dalam tubuh sehingga hati bekerja lebih keras dalam upaya untuk menyerang benda asing tersebut. Cacing Ascaridia galli merupakan salah satu benda

24

asing yang sangat berbahaya dan harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Spector (1993) menyatakan bahwa kelainan hati biasanya ditandai dengan pembengkakan dan penebalan salah satu lobi pada hati, dan hal tersebut dapat menyebabkan peningkatan bobot hati.

1,59

1,60 1,55 1,50 (%) 1,45 1,40 1,35 1,30

1,46

1,46

1 2 Nilai normal : 1,70-2,80%

1,47

1,45

3 4 Perlakuan

1,42

5

6

Gambar 5. Rataan Persentase Bobot Hati Persentase Bobot Jantung Uji analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian larutan tepung daun jarak sebagai anthelmintika alami dengan konsentrasi 2%, 4%, 8%, dan 16% dengan cara dicekok tidak memberikan pengaruh terhadap persentase bobot jantung, begitu juga dengan pemberian larutan Niclosol sebagai anthelmintika sintetik (Tabel 5). Rataan persentase bobot jantung yang dihasilkan berkisar antara 0,68%–0,74% dari bobot hidup. Kisaran ini sesuai dengan rekomendasi Putnam (1991) yaitu berkisar antara 0,42%–0,75 % dari bobot hidup. Jantung merupakan organ vital yang berfungsi dalam sirkulasi darah dan sangat rentan terhadap racun dan zat antinutrisi karena dapat menyebabkan kontraksi yang berlebihan. Pembesaran ukuran jantung biasanya diakibatkan oleh adanya penambahan jaringan otot jantung. Bobot jantung tergantung dari jenis, umur, besar, dan aktivitas hewan (Ressang, 1986). Selain pengaruh benda asing, serat kasar juga mempengaruhi kerja dari organ dalam. Serat kasar yang tinggi dapat menyebabkan jantung bekerja semakin keras sehingga dapat menyebabkan bobot jantung

25

bertambah. Dalam hal ini, dosis tepung daun jarak yang diberikan kepada ayam tidak memiliki kandungan serat kasar yang tinggi.

0,74

0,74 0,72 0,70

0,72

0,71

0,70 0,68 0,67

(%) 0,68 0,66 0,64 0,62

1 2 Nilai normal : 0,42-0,75%

3 4 Perlakuan

5

6

Gambar 6. Rataan Persentase Bobot Jantung Persentase Bobot Rempela (Gizzard) Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian larutan tepung daun jarak sebagai anthelmintika alami dengan konsentrasi 2%, 4%, 8%, dan 16% dengan cara dicekok tidak memberikan pengaruh terhadap persentase bobot rempela, begitu juga dengan pemberian larutan Niclosol sebagai anthelmintika sintetik (Tabel 5). Rataan persentase bobot rempela yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah 0,13%0,15 %. Hasil ini lebih rendah daripada rekomendasi Putnam (1991) yaitu 1,6%-2,3% dari bobot hidup. Selain benda asing berupa cacing, serat kasar juga mempengaruhi kerja organ dalam. Amrullah (2004) menyatakan bahwa bobot rempela dipengaruhi oleh modifikasi ukuran, pengaturan jenis ransum, dan fase pemberian pakan. Apabila ransum yang diberikan memiliki kandungan serat kasar yang tinggi, maka kerja rempela akan semakin berat dan dapat memperbesar ukuran dan bobot rempela. Dalam hal ini, pemberian tepung daun jarak dengan konsentrasi tersebut tidak memiliki kandungan serat kasar yang tinggi.

26

0,148

0,150 0,145 (%)

0,140

0,141

0,139

0,138

0,133

0,135

0,133

0,130 0,125

1 Nilai normal : 1,6-2,3%

2

3 4 Perlakuan

5

6

Gambar 7. Rataan Persentase Bobot Rempela Persentase Bobot Ginjal Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian larutan tepung daun jarak sebagai anthelmintika alami dengan konsentrasi 2%, 4%, 8%, dan 16% dengan cara dicekok tidak memberikan pengaruh terhadap persentase bobot ginjal, begitu juga dengan pemberian larutan Niclosol sebagai anthelmintika sintetik (Tabel 5).

(%)

0,90 0,80 0,70 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 0

0,62

1 Nilai normal : 0,5-1,2%

0,73

2

0,79

0,74

3 4 Perlakuan

0,82

0,77

5

6

Gambar 8. Rataan Persentase Bobot Ginjal Rataan persentase bobot ginjal yang dihasilkan berkisar antara 0,63%-0,83% dari bobot hidup dan sesuai dengan pernyataan Nickel et al. (1997) yaitu berkisar antara 0,5%-1,2 % dari bobot hidup. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian larutan

27

tepung daun jarak dan Niclosol tidak mengganggu sistem metabolisme dan sistem pengeluaran urin pada ayam kampung. Ginjal merupakan organ tubuh yang mempunyai daya saring dan daya serap kembali (Ressang, 1986). Apabila terdapat banyak zat toksik yang masuk ke dalam tubuh, maka ginjal akan bekerja semakin berat untuk menetralisir zat toksik tersebut. Pemberian tepung daun jarak dengan konsentrasi tersebut diduga masih berada dalam taraf aman karena tidak menyebabkan peningkatan bobot ginjal. Kelainan pada ginjal dapat mempengaruhi fungsi ginjal. Adapun fungsi ginjal adalah 1) mengeluarkan air yang berlebih dari darah; 2) mengeluarkan ampas-ampas metabolisme sebagai ureum, asam kemih, alantonin, amonia, asam-asam triftofan; 3) mengeluarkan garam-garam anorganik yang kebanyakan berasal dari makanan; dan 4) mengeluarkan bahan-bahan asing yang terlarut dalam darah. Persentase Bobot Limpa Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian larutan tepung daun jarak sebagai anthelmintika alami dengan konsentrasi 2%, 4 %, 8 %, dan 16 % dengan cara dicekok tidak memberikan pengaruh terhadap persentase bobot limpa, begitu juga dengan pemberian larutan Niclosol sebagai anthelmintika sintetik (Tabel 5). Rataan persentase bobot limpa yang dihasilkan berkisar antara 0,05%-0,08 % dari bobot hidup. Persentase bobot limpa yang dihasilkan sangat kecil sekali jika dibandingkan dengan hasil penelitian Nurjanah (2007) yaitu sebesar 0,26%-0,38%. Selain itu, hasil ini juga berada di bawah kisaran rekomendasi Putnam (1991) yaitu 0,18%-0,23% dari bobot hidup. Hal ini diduga disebabkan oleh kerja limpa yang sangat berat dalam menyerang benda asing dalam hal ini cacing yang terdapat dalam jumlah yang banyak di dalam saluran pencernaan. Ressang (1986) menyatakan bahwa salah satu fungsi limpa adalah membentuk zat limfosit yang berhubungan dengan pembentukan antibodi. Limpa akan membentuk zat limfosit apabila terdapat toksik, zat antinutrisi maupun penyakit sehingga ukuran limpa mengalami perubahan.

28

0,09 0,08 0,07 0,06 0,05 (%) 0,04 0,03 0,02 0,01 0

0,08 0,07 0,052

0,06

1 2 Nilai normal : 0,18-0,23%

0,06

0,06

3 4 Perlakuan

5

6

Gambar 9. Rataan Persentase Bobot Limpa Persentase Bobot Pankreas Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian larutan tepung daun jarak sebagai anthelmintika alami dengan konsentrasi 2%, 4%, 8%, dan 16% dengan cara dicekok tidak memberikan pengaruh terhadap persentase bobot pankreas, begitu juga dengan pemberian larutan Niclosol sebagai anthelemintika sintetik (Tabel 5).

0,052 0,051 0,050 0,049 (%) 0,048 0,047 0,046 0,045 0,044

0,051 0,049

1 2 Nilai normal : 0,25-0,35%

0,048

0,048

0,048 0,047

3 4 Perlakuan

5

6

Gambar 10. Rataan Persentase Bobot Pankreas Rataan persentase bobot pankreas yang dihasilkan dari semua perlakuan adalah 0,05% dari bobot hidup. Hasil ini lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil penelitian Nurjanah (2007) yaitu 0,25%-0,35% dari bobot hidup. Kecilnya bobot

29

pankreas yang dihasilkan diduga disebabkan oleh terganggunya proses pengeluaran enzim akibat infeksi cacing di dalam saluran pencernaan. Pankreas merupakan kelenjar yang mensekresikan enzim yaitu lipase, amilase, tripsin, nuklease, dan peptidase yang membantu pencernaan pati, lemak, dan protein. Kelainan pada pankreas dapat menyebabkan sekresi enzim-enzim yang dibutuhkan dalam pencernaan terganggu. Persentase Bobot Usus Halus Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian larutan tepung daun jarak dengan konsentrasi 2%, 4%, 8%, dan 16% dengan cara dicekok tidak memberikan pengaruh terhadap persentase bobot usus halus, sama halnya dengan pemberian larutan Niclosol (Tabel 5). Rataan persentase bobot usus halus yang dihasilkan berkisar antara 2,05%-2,42% dari bobot hidup dan mendekati kisaran hasil yang diperoleh Nurjanah (2007) yaitu 2,28%-3,40% dari bobot hidup. Adanya infeksi cacing di dalam usus halus menyebabkan penyerapan zat makanan menjadi terganggu.

2,50 2,40 2,30 (%) 2,20 2,10 2,00 1,90 1,80

2,32

2,42

2,36

2,26

1 2 Nilai normal : 2,28-3,40%

2,22 2,05

3 4 Perlakuan

5

6

Gambar 11. Rataan Persentase Bobot Usus Halus Amrullah (2004) menyatakan bahwa perubahan usus yang semakin berat dan panjang diikuti juga dengan jumlah vili usus dan kemampuan sekresi enzim-enzim pencernaan. Berdasarkan pernyataan tersebut, diduga bahwa pemberian larutan tepung daun jarak sebagai anthelmintika alami dan larutan Niclosol sebagai anthelmintika buatan tidak menyebabkan adanya gangguan pada fungsi usus halus

30

dalam penyerapan nutrisi. Daya serap nutrisi pada usus halus dipengaruhi oleh luas permukaan bagian usus halus (lipatan, vili, dan mikrovili) (Ensminger, 1992). Panjang Relatif Usus Halus Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian larutan tepung daun jarak sebagai anthelmintika alami dengan konsentrasi 2%, 4%, 8%, dan 16% dengan cara dicekok tidak memberikan pengaruh terhadap panjang relatif usus halus, begitu juga dengan pemberian larutan Niclosol sebagai anthelmintika sintetik (Tabel 5).

39,00 38,50 38,00 37,50 (%) 37,00 36,50 36,00 35,50

38,80

38,71 38,21

37,77 37,40 36,73

1 2 Nilai normal : 17,14-18,63%

3 4 Perlakuan

5

6

Gambar 12. Rataan Persentase Panjang Usus Halus Rataan panjang relatif usus halus yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 36,73%–38,80% dari bobot hidup. Hasil ini berada di atas kisaran hasil Nurjanah (2007) yaitu sebesar 17,14%-18,63% dari 100 g bobot hidup. Usus halus mempunyai fungsi yaitu sebagai tempat pencernaan dan penyerapan zat makanan. Panjang usus bervariasi sesuai dengan ukuran tubuh, tipe makanan, dan faktor-faktor lain (Ressang, 1986). Amrullah (2004) menyatakan bahwa ukuran panjang, tebal, dan bobot berbagai bagian saluran pencernaan bukan merupakan besaran yang statis. Perubahan dapat terjadi selama proses perkembangan karena dapat dipengaruhi oleh jenis ransum yang diberikan serta pakan alami yang didapat dari alam untuk pemeliharaan secara ekstensif.

31

Histopatologi Usus Usus halus merupakan tempat terjadinya proses pencernaan dan penyerapan zat makanan. Adanya infeksi cacing Ascaridia galli menyebabkan kerusakan jaringan pada usus halus sehingga proses penyerapan zat-zat makanan terganggu. Pemberian larutan tepung daun jarak dengan konsentrasi 2%, 4%, 8%, dan 16% dengan cara dicekok diduga dapat mengurangi populasi cacing Ascaridia galli sehingga meminimalkan kerusakan jaringan. Hasil pengamatan secara mikroskopis menunjukkan bahwa pemberian larutan tepung daun jarak dengan konsentrasi 4% memberikan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain dan hal ini setara dengan pemberian larutan Niclosol (Tabel 6). Gambaran histopatologi usus halus ayam kampung terinfeksi cacing Ascaridia galli dapat dilihat pada Gambar 13, Gambar 14, dan Gambar 15.

b a

c d

Gambar 13.

Gambaran Histopatologi Usus Halus Ayam Kampung yang Terinfeksi cacing Ascaridia galli (tingkat kerusakan 75%). Ditemukan deskuamasi kelenjar Lieberkhun (a), proliferasi sel radang (b), pendarahan (c), dan ketidakteraturan bentuk dari vili-vili usus (d). Pewarnaan HE, Pembesaran obyektif 20X.

32

c a

b a

Gambar 14.

Gambaran Histopatologi Usus Halus Ayam Kampung yang Terinfeksi cacing Ascaridia galli (tingkat kerusakan 50%). Ditemukan deskuamasi kelenjar Lieberkhun (a), proliferasi sel radang (b), pendarahan (c). Pewarnaan HE, Pembesaran obyektif 20X.

c b a

Gambar 15.

Gambaran Histopatologi Usus Halus Ayam Kampung yang Terinfeksi cacing Ascaridia galli (tingkat kerusakan 25%). Ditemukan deskuamasi kelenjar Lieberkhun (a), proliferasi sel radang (b), pendarahan (c) Pewarnaan HE, Pembesaran obyektif 20X.

Duodenum Hasil pengamatan histopatologi duodenum (Tabel 6) menunjukkan bahwa pada perlakuan P1 (kontrol) memiliki tingkat kerusakan sebesar 75 % yaitu ditemukan adanya deskuamasi kelenjar Lieberkhun berat, proliferasi sel radang berat, pendarahan, serta ketidakteraturan bentuk dari vili-vili usus. Tingginya tingkat kerusakan pada P1 (kontrol) disebabkan karena pada P1 tidak diberikan anthelmintika sehingga penyerangan terhadap benda asing dalam hal ini cacing hanya dilakukan oleh tubuh ayam saja yang secara alami memiliki reaksi tanggap kebal terhadap cacing. Perlakuan P2 (2% larutan tepung daun jarak) memiliki tingkat kerusakan yang sama dengan perlakuan P1 yaitu sebesar 75%, dengan ditemukan

33

adanya proliferasi sel radang berat, pendarahan, dan ketidakteraturan bentuk dari vili-vili usus. Tingginya tingkat kerusakan yang terjadi diduga disebabkan oleh rendahnya dosis pemberian larutan tepung daun jarak sehingga proses penyerangan terhadap cacing berlangsung lebih lama. Perlakuan P3 (4% larutan tepung daun jarak) memiliki tingkat kerusakan yang paling rendah jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain yaitu sebesar 25% yang ditunjukkan dengan adanya deskuamasi kelenjar Lieberkhun ringan, proliferasi sel radang ringan, dan pendarahan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian larutan tepung daun jarak dengan dosis 4% melalui pencekokan dapat mengurangi tingkat kerusakan pada duodenum dibandingkan dengan kontrol. Tabel 6. Rataan Hasil Pengamatan Histopatologi Usus Halus (duodenum, jejunum, ileum) Ayam Kampung yang Terinfeksi Cacing Ascaridia galli dan Diberi Tepung Daun Jarak Peubah

P1

Deskuamasi +++ kelenjar Liberkhun Proliferasi Sel +++ Radang Kerusakan 75 % Deskuamasi +++ kelenjar Liberkhun Proliferasi Sel +++ Radang Kerusakan 75 % Deskuamasi +++ kelenjar Liberkhun Proliferasi Sel +++ Radang Kerusakan 75 %

P2 +++

P3 P4 Duodenum + ++

++

++

+++

++

++

+

75 %

25 %

50 %

25 %

+++

++

+++

++

++++

+++

+++

++

75 %

50 %

75 %

25 %

++

+

+++

++

++++

+++

+++

+++

+++

75 %

50 %

75 %

75 %

50 %

+++ 50 % Jejunum +++

+++ 75 % Ileum +++

P5

P6

Keterangan : Semakin banyak tanda (+) menunjukkan tingkat kerusakan semakin tinggi 1) Kerusakan 0 % = tidak ada kerusakan atau kelainan 2) Kerusakan 25 % = tingkat kerusakan ringan 3) Kerusakan 50 % = tingkat kerusakan agak berat 4) Kerusakan 75 % = tingkat kerusakan berat 5) Kerusakan 100 % = tingkat kerusakan sangat berat

Perlakuan P4 (8% larutan tepung daun jarak) memiliki tingkat kerusakan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan P3 yaitu sebesar 50% yang ditunjukkan

34

dengan adanya proliferasi sel radang berat dan deskuamasi kelenjar Lieberkhun ringan. Pada P5 (16% larutan tepung daun jarak) memiliki tingkat kerusakan yang sama dengan P4 yaitu sebesar 50% yang ditunjukkan dengan adanya proliferasi sel radang berat, deskuamasi kelenjar Lieberkhun ringan, dan pendarahan. Peningkatan kerusakan pada P4 dan P5 diduga disebabkan oleh meningkatnya dosis pemberian tepung daun jarak. Saponin pada daun jarak dapat menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan dan diduga apabila tepung daun jarak diberikan pada dosis yang tinggi dapat mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan ayam. Iritasi dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan terjadinya peradangan serta terganggunya proses pencernaan ayam. Perlakuan P6 (larutan Niclosol) memiliki tingkat kerusakan sebesar 25% yang ditunjukkan dengan adanya proliferasi sel radang ringan, deskuamasi kelenjar Lieberkhun ringan, dan pendarahan. Niclosol terdiri dari Niclosamid dan Levamisole yang menyebabkan kelumpuhan dan kekakuan pada cacing sehingga cacing dikeluarkan oleh gerakan usus (Permin et al., 1998). Anthelmintika yang ideal adalah memiliki spektrum yang luas, tidak toksik, batas keamanan yang tinggi, cepat dimetabolisme, mudah diaplikasikan, dan biaya murah. Jejunum Rataan hasil pengamatan histopatologi jejunum (Tabel 6) menunjukkan bahwa pada perlakuan P1 (kontrol) memiliki tingkat kerusakan sebesar 75% yang ditunjukkan dengan adanya proliferasi sel radang berat, deskuamasi kelenjar Lieberkhun berat, pendarahan, dan ketidakteraturan bentuk dari vili-vili usus. Pada perlakuan P2 (2% larutan tepung daun jarak) memiliki tingkat kerusakan sebesar 75% yang ditunjukkan dengan adanya proliferasi sel radang berat, pendarahan, deskuamasi kelenjar Lieberkhun berat, dan ketidakteraturan bentuk dari vili-vili usus. Pada perlakuan P3 (4% larutan tepung daun jarak) memiliki tingkat kerusakan sebesar 50% yang ditunjukkan dengan adanya deskuamasi kelenjar Lieberkhun ringan, proliferasi sel radang berat, dan pendarahan. Pada perlakuan P4 (8% larutan tepung daun jarak) memiliki tingkat kerusakan sebesar 75% yang ditunjukkan dengan adanya deskuamasi kelenjar Lieberkhun berat, proliferasi sel radang berat, pendarahan, dan ketidakteraturan bentuk dari vili-vili usus. Pada perlakuan P5 (16% larutan tepung daun jarak) memiliki tingkat kerusakan sebesar 75% yang ditunjukkan

35

dengan adanya deskuamasi kelenjar Lieberkhun berat, proliferasi sel radang berat, dan pendarahan. Pada perlakuan P6 (larutan Niclosol) memiliki tingkat kerusakan sebesar 25% yang ditunjukkan dengan adanya deskuamasi kelenjar Lieberkhun ringan, proliferasi sel radang ringan, dan pendarahan ringan. Perlakuan P3 memiliki tingkat kerusakan paling rendah yang menunjukkan bahwa pemberian larutan tepung daun jarak dengan dosis 4% melaui pencekokan dapat mengurangi tingkat kerusakan pada jejunum dibandingkan dengan kontrol. Sama halnya dengan duodenum, peningkatan kerusakan pada P4 dan P5 diduga disebabkan oleh tingginya dosis pemberian larutan tepung daun jarak yang dapat mengakibatkan terjadinya iritasi pada saluran pencernaan. Ileum Rataan hasil pengamatan histopatologi ileum (Tabel 6) menunjukkan bahwa pada perlakuan P1 (kontrol) memiliki tingkat kerusakan sebesar 75% yang ditunjukkan dengan adanya deskuamasi kelenjar Lieberkhun berat, pendarahan, proliferasi sel radang berat, dan ketidakteraturan bentuk dari vili-vili usus. Pada perlakuan P2 (2% larutan tepung daun jarak) memiliki tingkat kerusakan sebesar 75% yang ditunjukkan dengan adanya deskuamasi kelenjar Lieberkhun berat, proliferasi sel radang berat, pendarahan, dan ketidakteraturan bentuk dari vili-vili usus. Pada perlakuan P3 (4% larutan tepung daun jarak) memiliki tingkat kerusakan sebesar 50% yang ditunjukkan dengan adanya deskuamasi kelenjar Lieberkhun ringan, proliferasi sel radang berat, dan pendarahan. Pada perlakuan P4 (8% larutan tepung daun jarak) memiliki tingkat kerusakan sebesar 75% yang ditunjukkan dengan adanya deskuamasi kelenjar Lieberkhun berat, proliferasi sel radang berat, pendarahan, dan ketidakteraturan bentuk dari vili-vili usus. Pada perlakuan P5 (16% larutan tepung daun jarak) memiliki tingkat kerusakan sebesar 75% yang ditunjukkan dengan adanya deskuamasi kelenjar Lieberkhun berat, pendarahan, proliferasi sel radang berat, dan ketidakteraturan bentuk dari vili-vili usus. Pada perlakuan P6 (larutan Niclosol) memiliki tingkat kerusakan sebesar 50% yang ditunjukkan dengan adanya deskuamasi kelenjar Lieberkhun ringan, pendarahan, dan proliferasi sel radang berat. Persentase kerusakan yang terjadi pada ileum sama dengan persentase kerusakan pada jejunum. Perlakuan P3 memiliki tingkat kerusakan yang paling

36

rendah dan mengalami peningkatan pada P4 dan P5. Sama halnya dengan duodenum dan jejunum, rendahnya kerusakan pada P3 menunjukkan bahwa pemberian larutan tepung daun jarak dengan dosis 4% dapat mengurangi tingkat kerusakan pada ileum dibandingkan dengan kontrol. Selain itu, kerusakan jaringan pada usus halus diduga telah terjadi sebelum dilakukan pemberian anthelmintika sehingga dalam penelitian ini tidak dapat diamati peningkatan atau penurunan kerusakan yang terjadi. Histopatologi Hati Hasil pengamatan mikroskopis histopatologi hati menunjukkan bahwa pemberian larutan tepung daun jarak dengan konsentrasi 4% memberikan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain dan setara dengan pemberian larutan Niclosol (Tabel 7). Kerusakan jaringan yang ditemukan pada hati yaitu sarang radang, pembendungan, oedema, dan pendarahan. Tabel 7. Rataan Hasil Pengamatan Histopatologi Hati Ayam Kampung yang Terinfeksi Cacing Ascaridia galli dan Diberi Tepung Daun Jarak Peubah

Perlakuan P1

P2

P3

P4

P5

P6

Sarang Radang

+++

++

++

++

++

+

Pembendungan

++

++

+

++

++

++

Oedema

+++

+++

++

+++

++

+++

Pendarahan

+

+

++

++

+

-

% kerusakan

75 %

75 %

50 %

75 %

75 %

50 %

Keterangan: Semakin banyak tanda (+) menunjukkan tingkat kerusakan semakin tinggi 6) Kerusakan 0 % = tidak ada kerusakan atau kelainan 7) Kerusakan 25 % = tingkat kerusakan ringan 8) Kerusakan 50 % = tingkat kerusakan agak berat 9) Kerusakan 75 % = tingkat kerusakan berat 10) Kerusakan 100 % = tingkat kerusakan sangat berat

Hati pada perlakuan P1 (kontrol) memiliki tingkat kerusakan sebesar 75% (Tabel 7) yaitu ditemukan adanya proliferasi sel radang, pembendungan, oedema, dan pendarahan dengan tingkat kerusakan yang berat. Hal ini disebabkan karena P1 tidak diberikan anthelmintika sehingga kerja hati dalam menetralisir racun yang dikeluarkan oleh cacing menjadi lebih berat. Pada perlakuan P2 (2% larutan tepung daun jarak) juga memiliki tingkat kerusakan sebesar 75% yaitu ditemukan adanya sarang radang, pembendungan, oedema, dan pendarahan dengan tingkat kerusakan

37

yang berat. Pada perlakuan P3 (4% larutan tepung daun jarak) memiliki tingkat kerusakan sebesar 50% yang ditunjukkan dengan adanya sarang radang, pembendungan, oedema, dan pendarahan dengan tingkat kerusakan agak berat. Perlakuan P4 (8% larutan tepung daun jarak) memiliki tingkat kerusakan sebesar 75% yang ditunjukkan dengan adanya sarang radang, pembendungan, oedema, dan pendarahan dengan tingkat kerusakan yang berat. Perlakuan P5 (16% larutan tepung daun jarak) memiliki tingkat kerusakan sebesar 75% yaitu ditemukan adanya sarang radang, pembendungan, oedema, dan pendarahan dengan tingkat kerusakan yang berat. Pada perlakuan P6 (larutan Niclosol) memiliki tingkat kerusakan sebesar 50% yang ditunjukkan dengan adanya sarang radang, pembendungan, dan oedema dengan tingkat kerusakan agak berat. Persentase kerusakan hati pada P3 paling rendah jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain menunjukkan bahwa pemberian larutan tepung daun jarak dengan dosis 4% dapat mengurangi tingkat kerusakan pada hati dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan kerusakan pada P4 dan P5 diduga diakibatkan oleh tingginya dosis pemberian larutan tepung daun jarak sehingga kerja hati dalam mendetoksifikasi zat toksik menjadi lebih berat. Kerusakan jaringan pada hati diduga telah terjadi sebelum dilakukan pemberian anthelmintika sehingga dalam penelitian ini tidak dapat diamati peningkatan atau penurunan kerusakan yang terjadi. Infeksi cacing Ascaridia galli menyebabkan terjadinya infiltrasi sel-sel radang seperti makrofag, sel limfosit, dan eosinofil. Peningkatan jumlah ketiga sel tersebut di hati, menunjukkan bahwa di daerah tersebut terjadi reaksi tanggap kebal tubuh terhadap parasit cacing (Castro, 1990). Pembendungan disebabkan oleh antigen yang dikeluarkan oleh cacing, zat aktif daun jarak, serta zat aktif dari anthelmintika (Arnowo, 2002). Oedema terdapat pada semua perlakuan dengan tingkat kerusakan yang hampir sama. Pendarahan terjadi karena adanya kerusakan pada pembuluh darah yang disebabkan oleh zat toksik yang diduga berasal dari cacing, zat aktif daun jarak, dan zat aktif anthelmintika, sehingga sel darah keluar dari pembuluh dan menyebar di antara hepatosit. Gambaran histopatologi hati terinfeksi cacing Ascaridia galli yang diberi tepung daun jarak dengan tingkat kerusakan 75% disajikan pada Gambar 16 sedangkan tingkat kerusakan 50% disajikan pada Gambar 18.

38

a b

c d

Gambar 16.

Gambaran Histopatologi Hati Ayam Kampung yang Terinfeksi cacing Ascaridia galli (tingkat kerusakan 75 %). Ditemukan sarang radang (a), pembendungan (b), oedema (c), pendarahan (d). Pewarnaan HE, Pembesaran obyektif 20X.

a b

d

c

Gambar 17. Gambaran Histopatologi Hati Ayam Kampung yang Terinfeksi cacing Ascaridia galli (tingkat kerusakan 50%). Ditemukan sarang radang (a), pembendungan (b), oedema (c), pendarahan (d). Pewarnaan HE, Pembesaran obyektif 20X.

39

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemberian larutan tepung daun jarak dengan konsentrasi 2%, 4%, 8%, dan 16% dapat menurunkan TTGT dan tidak memberikan pengaruh terhadap bobot organ dalam ayam kampung yang terinfeksi cacing Ascaridia galli. Pemberian tepung daun jarak dengan konsentrasi 4% memberikan gambaran histopatologi usus dan hati yang lebih baik jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Zat bioaktif daun jarak yaitu tanin, saponin, flavonoid, dan triterpenoid diduga dapat digunakan sebagai anthelmintika. Tingkat kerusakan pada jaringan usus semakin rendah diduga dipengaruhi oleh penurunan populasi cacing di dalam tubuh ayam. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang teknik dan taraf pemberian tepung daun jarak yang lebih efektif pada ayam kampung. Pengamatan histopatologi sebaiknya dilakukan sebelum, pada saat, dan setelah perlakuan.

UCAPAN TERIMAKASIH Om Awighnam Astu. Puji syukur Penulis panjatkan ke-Hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat, dan karuniaNyalah Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua (Bapak I Ketut Dendra dan Ibu Ni Ketut Wiyarsini), kakak (I Putu Santikayasa dan Desak Putu Shanti Wiryatini) atas doa, motivasi, serta kasih sayang yang telah dicurahkan kepada Penulis selama ini. Sri Suharti, S. Pt., M. Si., dan drh. Agus Setiyono., MS. Ph. D. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan perhatiannya untuk membimbing Penulis selama penyusunan skripsi ini. Dr. Ir. Nahrowi, M. Sc., selaku pembimbing akademik atas saran, motivasi, dan bimbingannya yang telah diberikan kepada Penulis selama menjalani perkuliahan, Ir. Dwi Margi Suci, MS. selaku dosen penguji seminar, Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS. dan Ir. Rini H. Mulyono, M. Si. selaku dosen penguji sidang. Ibu Lanjar, Pak Eman, Pak Kasnadi, Mbak Nun, Galih yang telah banyak membantu selama penelitian berlangsung serta teman-teman sepenelitian Siska dan Noneng. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Nia, Joko, Ulya, Reni, Delon, Ratna, Dewi, Kiki, Sada, teman-teman satu tim ”Daun Jarak” Devi, Eva, Indri, Ika, dan teman-teman Nutrisi 41 yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas kebersamaannya selama ini. Keluarga besar KMHD 41 (Ari, Rista, Ulan, Dewik, Putu, Didik, Sangging, Nyoman Ari, Sirat, Sandy, Narita, Dwi)

serta

keluarga

besar

Brahmacarya,

terimakasih

atas

motivasi

dan

kebersamaannya selama ini. I Komang Agus Edi Putra yang telah memberikan doa, motivasi, dan kasih sayang kepada Penulis selama ini sehingga Penulis bisa menyelesaikan skripsi ini, juga kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu Penulis yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat. Astungkara.

Bogor, Penulis

Juli 2008

DAFTAR PUSTAKA Aderibigbe, A. O., C.O.L.E. Johnson, H. P. S. Makkar, K. Becker, and N. Foidl. 1996. Chemical compotition and effect of heat on organic matter-and nitrogen-degradibility and some antinutritional components of Jathropa meal. J. Anim. Feed Sci. Tech, 67: 223-243. Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Seri Beternak Mandiri. Lembaga Satu Gunungbudi, Bogor. Anggorodi, R. 1995. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Arief, D.A. 2000. Evaluasi ransum yang menggunakan kombinasi pollard dan duckweed terhadap persentase berat karkas, bulu, organ dalam, lemak abdominal, panjang usus dan sekum ayam kampung. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Castro, G. A. 1990. Intestinal Pathology. In: J. M. Behnke (Editor) Parasites : Immunity and Pathology. Duke, J. A. 1983. Handbook of Energy Crops. unpublished. Purdue University, Center for New crops & Plant Products http://www.hort.purdue.edu/newcrop/ duke_energy/Jatropha_curcas.html. [22 Juni 2007]. Ensminger, M. E. 1992. Poultry Science. 4th Edition. Interstate Publisher Inc, Danville. Fitriana, S. 2008. Penapisan fitokimia dan uji aktivitas anthelmintik ekstrak daun jarak (Jathropa curcas L.) terhadap cacing Ascaridia galli secara in vitro. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi Ke-4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Ghos, J. D. and J. Singh. 1994. Acute Ascaridiasis in chickens-a report. J. Indian Vet. 71 : 717-719. Guibitz, G. M., M. Mittelbach and M. Trabi. 1998. Exploitation of the tropical oil seed plant Jatropha curcas L. J. Bioresource Tech. 67: 73-82. Harborne, J. B. 1988. Introduction to Ecologycal Biochemistry. Academic Press. London, New York. Khwaja, N., K. P. Bhargava, and K. Kishor. 1993. Neurotransmitter in Ascaridia galli. J. Pharmacol. 5(2) : 346-348. Kusumamihardja, S. 1992. Parasit dan Parasitosis pada Ternak dan Hewan Piaraan di Indonesia. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lakitan, B. 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Levine, N. D. 1990. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Lu, F. C. 1995. Basic Toxicology: Fundamentals, Target Organs and Risk Assesment. Hemisphere Publishing Coorporation. 2nd Edition, Jenewa. Manitto, P. 1992. Biosintesis Produk Alami. Terjemahan: Koensoemardiyah. IKIP Semarang Press, Semarang. Mansjoer, S. S. 1985. Pengkajian sifat-sifat produksi ayam kampung serta persilangannya dengan ayam Rhode Island Red. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Martojo, H., S. Darwati, dan K. J. A. Kahono. 1995. Persilangan ayam kampung dengan ayam pelung dengan pemanfaatan dedak padi untuk meningkatkan produksi daging ayam buras yang dipelihara secara intensif di desa Cikarawang, kecamatan Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Laporan Penelitian. Lembaga Pengabdian Masyarakat. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Melizsa. 2007. Uji aktivitas anthelmintik ekstrak etanol 70% batang kayu kuning (Arcangelisia flava (L.) Merr.) terhadap larva-3 Ascaridia galli pada ayam ras. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Muhammadyah Prof. DR. Hamka, Jakarta. National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9th Revised Edition. National Academy Press, Washington. Nawawi, T. dan Nurrohmah. 1996. Ransum Ayam Kampung. Penebar Swadaya, Jakarta. Nickel, R., A. Schummer, E. Seiferle, W. G. Siller and P. A. L. Weight. 1997. Anatomy of Domestika Bird. Verlag. Paul Parey, Berlin. Norton, B. W. 2000. The Significance of Tannins in Tropical Animal Production. In: J. D Brooker (Editor) Tannins in Livestock and Human Nutrition : Proceedings of an International Workshop. Adelaide. Nurjanah, S. 2007. Pengaruh pemberian bawang putih dalam ransum terhadap organ dalam serta histopatologi usus dan hati ayam kampung yang diinfeksi cacing Ascaridia galli. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Newsroom. 2007. Jarak Pagar Berkhasiat Obat. http://id.wikipedia.org/wiki/ Jatropha [12 Juli 2007]. Oka, I. B. M. 2003. Ovisidal dan vermisidal bawang putih terhadap telur dan cacing Ascaridia galli pada ayam kampung. J. Vet. 4:1-6. Permin A, P. Hansen, M. Bisgaard, Frandsen and M. Pearman. 1998. Studies on Ascaridia galli in chickens kept at different stocking rate. J. Avian Pathol. 27:382-389. Permin A. and P. Hansen. 1998. Epidemiology, Diagnosis and Control of Poultry Parasites. FAO Animal Health Manual No. 4. Food and Agriculture Organization of The United Nations, Rome. Ponds, W. G., D. C. Church and K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. 4th Edition. John Wiley and Sons, New York. Putnam, P. A. 1991. Hand Book of Animal Science. Academic Press, San Diego.

43

Ressang, A. A. 1986. Patologi Khusus Veteriner. Edisi Ke-2. N. V. Percetakan Bali, Denpasar. Santoso, U. and Sartini. 2001. Reduction of fat accumulation in broiler chicken by Sauropus androgymus (daun katuk) leaf meal supplementation. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14:297-446. Sartika, T., S. Iskandar., L. H. Prasetyo., H. Takahashi., dan M. Mitsuru. 2004. Kekerabatan genetik ayam kampung, pelung, sentul, dan kedu hitam dengan menggunakan penanda DNA mikrosatelit. : I. Grup pemetaan pada makro kromosom. J. Ilmu Ternak dan Veteriner 9(2):81-86 Soulsby, E. J. L. 1986. Helminthes, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals. Bailliere Tindall, London. Spector, W. G. 1993. Pengantar Patologi Umum. Terjemahan. Cetakan Ketiga. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Staubmann, R., M. Schubert-Zsilaveccz, A. Hiermann, and Y. Kartnig. 1997. The anti-inflammatory effect of Jathropa curcas leaves. Proceedings of Jathropa 97 : International Symposium on Biofuel and Industrial Products from Jathropa curcas. Managua, Nicaragua, Mexico. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik. Terjemahan: M. Syah. PT Gramedia, Jakarta. Sulistia. 1987. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Taryu. 2005. Pemberian benalu teh (Scurrula oortiana) pada ayam petelur : Gambaran histopatologi organ hati dan ginjal. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Tucker., C. A., T. A. Yazwinzi, L. Reynolds, Z. Johnson, and M Keating. 2007. Determination of the anthelmintic efficacy of albendazole in the treatment of chickens naturally infected with gastrointestinal helminthes. J. Appl Poultry 16:392-396. Wahju, J. 1985. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Widowati, L. 2004. Advis medis timun teman sate. http//www.warintek.ristek go.id//pangan kesehatan/tanaman obat/pt/buku 07.pdf. [9Mei 2008].

44

LAMPIRAN

Lampiran 1. Komposisi Kimia ”Vita Stress” Kandungan

Jumlah

Vitamin A

6.000.000 IU

Vitamin D3

1.200.000 IU

Vitamin E

2.500 IU

Vitamin K

3g

Vitamin B1

2g

Vitamin B2

3g

Vitamin B6

1g

Vitamin B12

2 mg

Vitamin C

20 g

Nicotinic acid

15 g

Calcium-D-pantothenate

5g

Elektrolit berupa Natrium, Kalium,

750 g

Kalsium, dan Magnesium Lampiran 2. Komposisi Kimia ”Therapy” Kandungan

Jumlah

Oxytetracycline HCl

100 g

Amprolium

50 g

Vitamin A

3.750.000 IU

Vitamin K

5g

Lampiran 3. Sidik Ragam Persentase Berat Hati SK

db

JK

KT

F

F0,05

F0,01

Total

17

0.124

0.007

3.154

3.326

5.636

Perlakuan

5

0.055

0.011

Kelompok

2

0.035

0.017

Error

10

0.035

0.004

Keterangan : db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT= Kuadrat Tengah F hit = nilai F yang diperole dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α=0,05) F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α=0,01)

46

Lampiran 4. Sidik Ragam Persentase Berat Jantung SK

db

JK

KT

F

F0,05

F0,01

Total

17

0,052

0,003

0,823

3,326

5,636

Perlakuan

5

0,011

0,002

Kelompok

2

0,015

0,007

Error

10

0,026

0,003

Keterangan : db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT= Kuadrat Tengah F hit = nilai F yang diperole dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α=0,05) F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α=0,01)

Lampiran 5. Sidik Ragam Persentase Berat Gizzard SK

db

JK

KT

F

F0,05

F0,01

Total

17

0,0029

0,0001

0,426

3,326

5,636

Perlakuan

5

0,0005

9,29E-05

Kelompok

2

0,0003

0,0001

Error

10

0,0021

0,0002

Keterangan : db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT= Kuadrat Tengah F hit = nilai F yang diperole dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α=0,05) F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α=0,01)

Lampiran 6. Sidik Ragam Persentase Berat Ginjal SK

db

JK

KT

F

F0,05

F0,01

Total

17

0,169

0,009

1,464

3,326

5,636

Perlakuan

5

0,070

0,014

Kelompok

2

0,003

0,001

Error

10

0,096

0,009

Keterangan : db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT= Kuadrat Tengah F hit = nilai F yang diperole dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α=0,05) F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α=0,01)

47

Lampiran 7. Sidik Ragam Persentase Berat Limpa SK

db

JK

KT

F

F0,05

F0,01

Total

17

0,004

0,0002

1,973

3,326

5,636

Perlakuan

5

0,002

0,0004

Kelompok 2

0,001

0,0002

Error

0,002

0,0002

10

Keterangan : Keterangan : db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT= Kuadrat Tengah F hit = nilai F yang diperole dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α=0,05) F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α=0,01)

Lampiran 8. Sidik Ragam Persentase Berat Pankreas SK

db

JK

KT

F

F0,05

F0,01

Total

17

0,0004

2,61E-05

0,189

3,326

5,636

Perlakuan

5

3,67E-05

7,35E-05

Kelompok

2

1,72E-05

8,59E-05

Error

10

0,0004

3,89E-05

Keterangan : db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT= Kuadrat Tengah F hit = nilai F yang diperole dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α=0,05) F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α=0,01)

Lampiran 9. Sidik Ragam Persentase Berat Usus Halus SK

db

JK

KT

F

F0,05

F0,01

Total

17

0,881

0,052

0,924

3,326

5,636

Perlakuan

5

0,251

0,050

Kelompok

2

0,086

0,043

Error

10

0,543

0,054

Keterangan : db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT= Kuadrat Tengah F hit = nilai F yang diperole dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α=0,05) F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α=0,01)

48

Lampiran 10. Sidik Ragam Persentase Panjang Relatif Usus Halus SK

db

JK

KT

F

F0,05

F0,01

Total

17

435,17

25,59

0,05

3,326

5,636

Perlakuan

5

9,63

1,93

Kelompok

2

22,62

11,31

Error

10

402,92

40,29

Keterangan : db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT= Kuadrat Tengah F hit = nilai F yang diperole dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α=0,05) F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α=0,01)

Lampiran 11. Rataan Hasil Pengamatan Histopatologi Usus Halus (duodenum, jejunum, ileum) Ayam Kampung yang terinfeksi cacing Ascaridia galli dan Diberi tepung Daun Jarak Peubah

P1

P2

Deskuamasi kelenjar Liberkhun Proliferasi Sel Radang Kerusakan

+++

Deskuamasi kelenjar Liberkhun Proliferasi Sel Radang Kerusakan

P5

P6

+++

P3 P4 Duodenum + ++

++

++

+++

+++

++

++

+

75 %

75 %

50 %

25 %

+++

+++

25 % 50 % Jejunum ++ +++

+++

++

+++

++++

+++

+++

+++

++

75 %

75 %

50 %

75 %

75 %

25 %

+++

Ileum Deskuamasi kelenjar Liberkhun Proliferasi Sel Radang Kerusakan

+++

++

+

+++

+++

++

+++

++++

+++

+++

+++

+++

75 %

75 %

50 %

75 %

75 %

50 %

Keterangan: Semakin banyak tanda (+) menunjukkan tingkat kerusakan semakin tinggi 1) Kerusakan 0 % = tidak ada kerusakan atau kelainan 2) Kerusakan 25 % = tingkat kerusakan ringan 3) Kerusakan 50 % = tingkat kerusakan agak berat 4) Kerusakan 75 % = tingkat kerusakan berat 5) Kerusakan 100 % = tingkat kerusakan sangat berat

49

Lampiran 12. Rataan Hasil Pengamatan Histopatologi Hati Ayam Kampung yang Terinfeksi Cacing Ascaridia galli dan Diberi Tepung Daun Jarak Peubah Sarang Radang Pembendungan Oedema Pendarahan % kerusakan

P1 +++ ++ +++ + 75 %

P2 ++ ++ +++ + 75 %

Perlakuan P3 P4 ++ ++ + ++ ++ +++ ++ ++ 50 % 75 %

P5 ++ ++ ++ + 75 %

P6 + ++ +++ 50 %

Keterangan: Semakin banyak tanda (+) menunjukkan tingkat kerusakan semakin tinggi 6) Kerusakan 0 % = tidak ada kerusakan atau kelainan 7) Kerusakan 25 % = tingkat kerusakan ringan 8) Kerusakan 50 % = tingkat kerusakan agak berat 9) Kerusakan 75 % = tingkat kerusakan berat 10) Kerusakan 100 % = tingkat kerusakan sangat berat

50