PROPORSI KARKAS DAN KOMPONEN-KOMPONEN NONKARKAS SAPI JAWA DI

Download The case study was conducted in private slaughter house located in Badag village, Ketanggungan district,. Brebes regency. Twenty nine Java ...

0 downloads 457 Views 34KB Size
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010

PROPORSI KARKAS DAN KOMPONEN-KOMPONEN NONKARKAS SAPI JAWA DI RUMAH POTONG HEWAN SWASTA KECAMATAN KETANGGUNGAN KABUPATEN BREBES (Proportion of Carcass and Non Carcass Components of Java Cattle at Private Slaughter House in Ketanggungan District, Brebes Regency) C.M. SRI LESTARI, Y. HUDOYO dan S. DARTOSUKARNO Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Kampus Tembalang, Semarang

ABSTRACT The case study was conducted in private slaughter house located in Badag village, Ketanggungan district, Brebes regency. Twenty nine Java cattle consisted of 7 males and 22 females were used to evaluate carcass and non carcass proportion of Java cattle raised under traditional management. Data collected were carcass and non carcass components weight. All data gathered were evaluated using t-test. Result showed that average carcass proportion of male and female Java cattle were 51.02% and 51.18%, while non carcass were 48.98% and 48.82%. The proportion of non carcass components of male and female cattle were blood (3.54% and 3.59%), heads (6.51% and 5.42%), hides (8.11% and 6.84%), feet (2.23% and 2.13%), tails (0.67% and 0.70%), and viscera (27.87% and 29.71%). It is concluded that carcass and non carcass proportion of male and female Java cattle were same. However, head and skin of male Java cattle were higher than those of the female. Key Words: Carcass, Noncarcass Components, Java Cattle, Traditional Management ABSTRAK Penelitian studi kasus yang bertujuan mengkaji proporsi karkas dan komponen-komponen non karkas sapi Jawa dengan pemeliharaan tradisional, dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) swasta di Dukuh Badag, Kecamatan Ketanggungan, Kabupaten Brebes. Materi penelitian adalah 29 ekor sapi Jawa (7 jantan dan 22 betina) yang dipilih secara purposive random sampling. Parameter yang diukur yaitu bobot potong, bobot karkas dan bobot komponen-komponen nonkarkas. Data penelitian dianalisis dengan uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata proporsi karkas sapi Jawa jantan 51,02% dan betina 51,18%, sedangkan proporsi nonkarkas yaitu 48,98% dan 48,82%, masing-masing untuk jantan dan betina. Besarnya komponenkomponen nonkarkas antara sapi jantan dan betina yaitu darah (3,54% dan 3,59%), kepala (6,51% dan 5,42%), kulit (8,11% dan 6,84%), kaki (2,23% dan 2,13%), ekor (0,67% dan 0,70%), serta viscera (27,87% dan 29,71%). Simpulan dari penelitian ini adalah bahwa proporsi karkas dan nonkarkas antara sapi Jawa jantan dan betina sama. Di antara komponen-komponen nonkarkas, kepala dan kulit sapi Jawa jantan lebih tinggi dibandingkan dengan sapi betina. Key Words: Karkas, Komponen Nonkarkas, Sapi Jawa dan Tradisional Manajemen

PENDAHULUAN Hasil pemotongan seekor ternak dapat dipilahkan menjadi dua bagian yaitu karkas dan nonkarkas. Karkas merupakan produk pemotongan ternak yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, karena dari karkas tersebut diperoleh daging yang merupakan bahan pangan berkualitas dan harganya mahal.

296

Bagian nonkarkas (offals) terdiri dari bagian yang layak dimakan dan tidak layak dimakan. Di Indonesia, bagian nonkarkas yang layak dimakan seperti darah, kulit, kepala, ekor dan viscera (hati, jantung, paru-paru dan saluran pencernaan) juga bernilai ekonomi tinggi, karena merupakan bahan pangan yang disukai masyarakat. Beberapa komponen non karkas yang tidak layak dimakan tetapi diolah dengan

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010

teknologi tinggi dapat memberikan keuntungan financial yang besar (SOEPARNO, 2005). Menurut GOODWIN (1977), proporsi hasil pemotongan sapi dapat dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu karkas (58%), nonkarkas yang dapat dimakan sebesar 13%, nonkarkas yang tidak dapat dimakan mempunyai proporsi 13%, isi saluran pencernaan dan darah 14%, sedangkan lain-lain 2%. Komponen nonkarkas yang dapat dimakan meliputi hati, jantung, paru-paru dan saluran pencernaan, sedangkan komponen nonkarkas yang tidak dapat dimakan yaitu tulang kepala, kuku, kulit, tanduk dan isi saluran pencernaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi karkas dan nonkarkas antara lain bobot potong, bangsa, umur dan pakan. Di antara beberapa faktor tersebut, faktor yang sangat mempengaruhi proporsi karkas dan komponen nonkarkas adalah pakan (BERG dan BUTTERFIELD, 1976; SOEPARNO, 2005). Lebih lanjut SOEPARNO (2005) menjelaskan bahwa pada sapi dengan bobot tertentu, level nutrisi mempengaruhi bobot beberapa komponen nonkarkas. Konsumsi nutrisi yang tinggi meningkatkan bobot hati dan bobot total saluran pencernaan, tetapi menurunkan bobot kepala, kaki dan limpa. Dengan bertambahnya umur dan bobot badan, maka bobot karkas mengalami peningkatan yang lebih besar dari pada bobot nonkarkas (SPEEDY, 1980). Dijelaskan oleh SOEPARNO (2005) pakan dapat mempengaruhi pertambahan komponen nonkarkas, sedangkan bangsa dan jenis kelamin hanya mempunyai pengaruh yang kecil. Perlakuan nutrisional termasuk spesies pastura mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap berat nonkarkas internal (hati dan paru-paru), sedangkan bobot komponen nonkarkas eksternal (kepala dan kaki) tidak terpengaruh. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji proporsi karkas dan komponen-komponen nonkarkas sapi Jawa yang dipelihara secara tradisional oleh petani peternak di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. MATERI DAN METODE Penelitian dengan cara studi kasus dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) milik Bapak Manap di Dukuh Badag,

Kecamatan Ketanggungan, Kabupaten Brebes. Rumah Pemotongan Hewan tersebut dipilih karena merupakan satu-satunya RPH yang memotong sapi Jawa. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 29 ekor sapi Jawa (7 ekor jantan dan 22 ekor betina) dengan variasi umur dari belum poel sampai poel 4 yang dipotong di RPH tersebut. Pemilihan sapi Jawa dilakukan secara purposive sampling, yaitu memilih sapi yang mempunyai minimal 3 karakteristik sapi Jawa yaitu tidak berpunuk, warna bulu coklat dengan variasi coklat kehitaman, coklat kekuningan atau coklat keputihan, pantat dan kaki belakang berwarna putih, ujung ekor hitam serta terdapat garis hitam dari punggung sampai ke ekor. Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa timbangan ternak digital merk ”Great Scale” kapasitas 1500 kg dengan ketelitian 1 kg dan timbangan digital merk ”Acis” kapasitas 7,5 kg dengan ketelitian 0,5 g. Alat-alat tersebut digunakan untuk menimbang ternak, karkas serta komponen-komponen nonkarkas. Pemotongan sapi dilakukan dengan cara memutus vena jugularis, arteri carotis dan oesophagus pada bagian leher. Darah yang keluar ditampung, setelah itu dilakukan pengulitan, pengeluaran viscera dan pemisahan antara bagian karkas dan nonkarkas. Karkas maupun komponen-komponen nonkarkas kemudian ditimbang. Sebelum pemotongan, sapi tidak dipuasakan terlebih dahulu. Parameter yang diukur yaitu bobot potong, bobot karkas dan bobot nonkarkas (darah, kepala, kulit, keempat kaki bagian bawah, ekor, serta viscera kecuali ginjal). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji-t menurut SUGIYONO (1999). HASIL DAN PEMBAHASAN Rata-rata bobot badan dan proporsi produksi karkas maupun nonkarkas sapi Jawa hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil uji t pada parameter yang diukur menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara jantan dan betina (p > 0,05). Rata-rata produksi karkas sapi Jawa (51,10%) lebih tinggi dibandingkan dengan produksi karkas sapi PO yaitu 46,73 – 47,16% (NGADIYONO, 2001) serta 49,64 – 50,69%

297

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010

(NGADIYONO et al., 2008). Dibandingkan dengan produksi karkas sapi ACC yang mencapai 51,44 – 54,61% (BASUKI, 2001) maka produksi karkas sapi Jawa lebih rendah. Produksi sapi Jawa sama dengan produksi Tabel 1. Rata-rata bobot potong, bobot dan persentase karkas serta bobot dan persentase nonkarkas sapi Jawa Jenis kelamin

Parameter

Perbedaan

Jantan

Betina

Bobot potong (kg)

226,14

214,32

tn

Bobot karkas (kg)

115,51

110,60

tn

DP (%)

51,02

51,18

tn

Bobot nonkarkas (kg)

110,63

103,72

tn

Persentase nonkarkas (%)

48,98

48,82

tn

tn = tidak berbeda nyata (p > 0,05)

karkas sapi Brahman Cross pada bobot badan 300 – 370 kg sebesar 50,31 – 51,10%, sedangkan pada bobot potong 400 – 470 kg karkas sapi Brahman Cross lebih tinggi yakni mencapai + 53% (SURYADI, 2006). Hasil penelitian MUTHALIB (2003) menunjukkan bahwa produksi karkas keturunan sapi Bali betina dengan empat pejantan yang berbeda adalah 50,19% (Bali x Bali), 50,45% (Ongole x Bali), 52,25% (Brahman x Bali) dan 53,33% (Simental x Bali). Dibandingkan dengan hasil

penelitian MUTHALIB (2003), maka produksi karkas sapi Jawa lebih tinggi bila dibandingkan dengan produksi karkas keturunan sapi Bali × Bali dan Ongole × Bali, namun lebih rendah bila dibandingkan dengan produksi karkas keturunan sapi Bali dengan sapi-sapi impor (Brahman × Bali maupun Simental × Bali). Hal ini menunjukkan bahwa sapi Jawa, mempunyai potensi produksi karkas yang cukup baik, bahkan tidak kalah bila dibandingkan dengan sapi Bali. Proporsi masing-masing komponen nonkarkas sapi Jawa terdapat pada Tabel 2. Uji t menunjukkan bahwa pada sebagian besar komponen nonkarkas antara sapi Jantan dan betina tidak berbeda nyata, kecuali kepala dan kulit pada sapi Jawa jantan lebih tinggi dibandingkan dengan sapi betina. Hal ini sesuai dengan dengan pendapat JONES et al., 1983 yang disitasi oleh SOEPARNO (2005) bahwa jenis kelamin mempunyai pengaruh yang kecil terhadap pertumbuhan relatif komponen nonkarkas, kecuali kepala. Berat kulit pada sapi Jawa jantan lebih tinggi dari pada betina, karena ternak-ternak jantan biasanya mempunyai konformasi tubuh yang lebih besar daripada ternak betina, sehingga proporsi kulitnyapun lebih lebar dibandingkan dengan sapi betina. Rata-rata proporsi komponen nonkarkas sapi Jawa jantan khususnya kepala (6,51%) lebih tinggi bila dibandingkan dengan proporsi kepala beberapa bangsa sapi hasil penelitian MUTHALIB (2003). Proporsi kepala sapi keturunan Bali x Bali (5,8%) Ongole × Bali,

Tabel 2. Rata-rata bobot dan proporsi masing-masing komponen nonkarkas Jenis kelamin Jantan

Parameter

Betina

kg

% *)

Bobot darah (kg)

8,00

Bobot kepala (kg)

14,71

Bobot kulit (kg) Bobot kaki (kg)

Perbedaan

kg

% *)

3,54

7,70

3,59

tn

6,51

11,61

5,42

n

18,34

8,11

14,66

6,48

n

5,04

2,23

4,57

2,13

tn

Bobot ekor (kg)

1,51

0,67

1,50

0,70

tn

Bobot viscera (kg)

63,02

27,87

63,67

29,71

tn

tn: tidak berbeda nyata (p > 0,05); n: berbeda nyata (p < 0,05), *): persentase terhadap bobot potong

298

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010

(5,62%), Brahman × Bali (5,44%) dan Simental × Bali (5,26%). Adapun proporsi kaki pada sapi Jawa jantan maupun betina (2,23% dan 2,13%) ternyata lebih rendah dibandingkan proporsi kaki sapi keturunan Bali × Bali Ongole × Bali, Brahman × Bali dan Simental Bali yang berturut-turut sebesar 3,64%, 3,57%, 3,49% dan 3,50%. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan bagian-bagian tubuh ternak adalah pakan (PARRAKASI, 1998), dan selain biaya untuk beli ternak, biaya pakan menempati urutan tertinggi sebesar 70 – 80% (NGADIYONO et al., 2008). Berdasarkan wawancara dengan pemilik RPH, sapi-sapi Jawa yang dipotong di RPH tersebut berasal dari petani peternak di beberapa daerah pemeliharaan sapi Jawa di Kabupaten Brebes. Observasi di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar sapi-sapi Jawa tersebut masih dipelihara secara tradisional oleh petani peternak. Pakan yang diberikan biasanya berupa pakan kasar, sedangkan konsentrat tidak pernah diberikan. Jenis pakan kasar yang sering diberikan pada sapi Jawa berupa rumput yang berasal dari hutan, lapangan, tegalan, pematang atau pinggir jalan. Selain itu sapi Jawa sering diberi pakan jerami padi, jerami jagung atau pucuk tebu tergantung ketersediaan pakan tersebut di lapangan. Hasil observasi jenis pakan di lapangan ini sama dengan hasil penelitian MUNADI (2010). Produksi karkas yang tinggi dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sapi Jawa mempunyai potensi produksi sebagai sapi potong. Hal yang perlu dicatat ialah produksi karkas dan non karkas sapi Jawa tersebut dihasilkan dari pemeliharaan secara tradisional dengan pakan kasar, baik rumput maupun jerami, tanpa penambahan konsentrat sama sekali. Apabila kualitas pakan yang diberikan pada sapi Jawa tersebut ditingkatkan, bukan tidak mungkin kalau pencapaian bobot badan juga semakin tinggi sehingga produksi sapi Jawa tersebut juga akan meningkat.

sama. Diantara komponen-komponen nonkarkas, proporsi kepala dan kulit sapi Jawa jantan lebih tinggi dibandingkan dengan sapi betina. Sapi Jawa mempunyai potensi unggul dalam memproduksi karkas. Oleh karena itu, sapi Jawa dapat dikembangkan sebagai sapi Lokal unggul sebagaimana sapi Bali. Pengembangan sapi Jawa dapat mendukung tercapainya swasembada daging sapi di tahun 2014. Untuk itu, peran pemerintah daerah khususnya dan para peneliti pada umumnya untuk melestarikan dan mengembangkan sapi Jawa sangat diharapkan. DAFTAR PUSTAKA BASUKI, P. 2001. Perubahan komposisi tubuh sapi selama periode penggemukan dengan pakan yang mengandung protein dan energi yang berbeda. Bul. Peternakan, Edisi Tambahan, Desember 2001. BERG, R.T. dan R.M. BUTTERFIELD, 1976. New Concepts of Cattle Growth. 1st Ed. Sidney University Press, Sidney. GOODWIN, D.H. 1977. Beef Management and Production. Hutchinson of London, London. MUNADI. 2010. Potensi dan alternatif pengembangan sapi Jawa khas Brebes (Jabres). Pros. Seminar Nasional Perspektif Pengembangan Agribisnis Peternakan di Indonesia. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, 10 April 2010. NGADIONO, N. 2001. Produksi dan kualitas daging sapi Peranakan Ongole jantan yang dipelihara dengan bobot awal dan lama penngemukan yang berbeda. Bul. Peternakan, Edisi Tambahan, Desember 2001. NGADIONO, N., G. MURDJITO, A. ALI dan U. SUPRIYANA. 2008. Kinerja produksi sapi Peranakan Ongole jantan dengan pemberian dua jenis konsentrat yang berbeda. J. Pengembangan Peternakan Tropis. 33(4): 282 – 289.

KESIMPULAN

PARRAKASI, A. 1998. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Simpulan dari penelitian ini adalah bahwa proporsi karkas sapi Jawa cukup tinggi, sama dengan karkas sapi Bali. Produksi karkas dan non karkas antara sapi Jawa jantan dan betina

SOEPARNO. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

299

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010

SPEEDY, A.W. 1980. Sheep Production: Science into Practice. 1st Published, Longman Inc., New York. SUGIYONO. 2005. Statistika untuk Penelitian. Cetakan ke-8. Penerbit CV AlLFABETA, Bandung.

300

SURYADI, U. 2006. Pengaruh bobot potong terhadap kualitas dan hasil karkas sapi Brahman Cross. J. Pengembangan Peternakan Tropis. 31 (1): 21 – 27.