PROSES PENGOLAHAN AIR BUANGAN INDUSTRI TAPIOKA
Budi Santoso Fakultas Teknik Industri Universitas Gunadarma
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penurunan kadar zat pencemar air buangan industri tapioka terhadap waktu aerasi, tekanan udara yang diaerasikan, dan konsentrasi lumpur aktif. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan hasilnya dianalisa dengan metode Winkler berupa BOD, COD, Padatan Tersuspensi Total (TSS), Sianida (CN), pH. Hasil penelitian didapat waktu aerasi terbaik adalah 5 jam, tekanan udara yang diaerasikan 8 psi, dan konsentrasi lumpur aktif 2500 mg/L. Kata Kunci ; Aerasi, lumpur aktif, pencemaran, tersuspensi.
PENDAHULUAN Industri tapioka adalah tergolong industri yang dikelola dalam bentuk industri kecil, industri menengah maupun industri besar. Di Indonesia industri tapioka ini terdapat diberbagai daerah dalam potensi yang cukup besar, misalnya di daerah Pati, Batang, Temanggung, Wonosobo, dan D.I. Yogyakarta. Tapioka termasuk salah satu komoditi yang akan terus berkembang. Perkembangan ini tentu saja akan memberikan dampak positif diberbagai bidang yang bisa dirasakan oleh masyarakat luas, misalnya meningkatnya kesempatan kerja dan bertambahnya pendapatan masyarakat dan kaum pengusaha. Namun selain memberi dampak positif juga menimbulkan dampak negatif yaitu pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh air buangan dari industri tapioka. Di dalam proses pembuatan tapioka dipergunakan air relatif banyak, setiap ton ketela pohon dibutuhkan 6 – 9 m3 air. Air buangan industri tapioka masih mengandung bahan-bahan organik dan total solid yang cukup tinggi, diatas batas persyaratan air buangan industri yang diijinkan. Dengan masih tingginya kadar zat pencemar air buangan tapioka yang melebihi ambang batas, maka dilakukan penelitian dengan proses lumpur aktif secara aerob, sehingga air buangan yang keluar memenuhi syarat sebagi air buangan yang diperkenankan sesuai baku mutu: Keputusan Menteri KLH No. Kep-03/MEN-KLH/II/1991. TINJAUAN PUSTAKA Air buangan adalah limbah yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Air buangan industri tapioka masih mengandung BOD dan COD yang cukup tinggi. Bila langsung dibuang ke perairan maka perairan akan kekurangan oksigen, sehingga akan terjadi proses an-aerob yang mengakibatkan pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh bau dari mikrobia yang mati dan mengalami pembusukan.(Betty dan Rahayu, 1993) Air buangan tapioka masih mengandung bahan-bahan organik dan total solid yang cukup tinggi. Kualitas aiar buangan tapioka adalah sebagai berikut :
1
1. B O D5 = 2000 – 5000 mg/L 2. C O D = 4000 – 30.000 mg/L 3. Padatan tersuspensi total = 1500 – 5000 mg/L 4. CN (sianida) = 0 - 15 mg/L 5. pH = 4,0 – 6,5 (Balai Penelitian dan pengembangan Industri Semarang, 1990). Dari gambaran diatas jelas bahwa tingkat pencemaran oleh industri tapioka mencapai pencemaran yang sangat berat terhadap lingkungan hidup. Proses Pembuatan Tapioka Dalam proses industri tapioka mengeluarkan dua macam limbah yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat berasal dari proses pengupasan ketela serta proses pemerasan dan penyaringan. Sedang limbah cair atau air buangan berasal dari proses pencucian ketela pohon dan proses pengendapan atau pemisahan pati.
Ketela pohon
Air
Pengupasan
Pencucian
kulit
Air buangan
Pemarutan
Pemerasan
Air
ampas/onggok
Pengendapan & Pemisahan Pati
Air buangan
Pengeringan
Penggilingan
Debu
Pengemasan
Tepung Tapioka
Gambar 1. Skema Proses Pembuatan Tepung Tapioka Sumber. Ginting (1992)
2
Parameter penting yang menentukan kualitas air buangan industri tapioka adalah: Kekeruhan Walaupun kekeruhan itu bukan polutan, sifat ini disebabkan oleh adanya bahan tersuspensi. Kekeruhan merupakan sifat fisik yang paling mudah dilihat untuk menilai kualitas air buangan. Semakin keruh air buangan, semakin tinggi tingkat pencemarannya. (Betty & Waniati, 1993)
Warna Warna disebabkan adanya zat padat terlarut atau zat padat tersuspensi. Jika warna air berubah berarti ada polusi. Adanya warna akan menghalangi masuknya sinar matahari kedalam air, sehingga fotosintetis dalam tumbuhan air tidak akan berlangsung. Tumbuhan air membantu adanya O2 terlarut dalam air. (Suhenry,1993)
Bau Bila bau berubah berarti ada pencemaran. Bau disebabkan adanya bahan-bahan kimia yang terlarut atau tersuspensi dan terdapatnya ganggang, plankton, hewan air yang sudah mati atau membusuk. (Suhenry,1993).
Padatan Tersuspensi Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan warna air. Apabila terjadi pengendapan dan pembusukan zat-zat tersebut dibadan air pencemar, maka air buangan akan mengurangi nilai guna perairan tersebut. (Betty & Waniati, 1993)
pH (Derajat keasaman) Perubahan pH air buangan tapioka menandakan bahwa sudah terjadi aktifitas jasad renik mengubah bahan-bahan organik yang mudah terurai menjadi asam. Air buangan yang masih segar mempunyai pH 6 – 7,5 akan turun menjadi 4. (Betty & Waniati,1993).
B O D (Biochemical Oksigen Demand) Kebutuhan oksigen terlarut dalam air buangan yang dipergunakan untuk menguraikan senyawa organik dengan bantuan mikroorganisme pada kondisi tertentu. Pada umumnya proses penguraian terjadi secara baik pada suhu 20 oC dan waktu 5 hari.(Ginting, 1992)
C O D (Chemical Oksigen Demand) Jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi KMnO4 digunakan sebagai sumber oksigen. Parameter ini tercepat dan termudah dilakukan untuk mengukur tingkat pencemaran air, sehingga paling banyak digunakan. (Alaerts,1984).
Untuk menganalisa polutan yang ada dalam air buangan industri tapioka telah memenuhi atau tidak, disesuaikan dengan Keputusan Mentri KLH No. Kep-03/MenKLH/II/1991, sebagai berikut;
3
Tabel 1 Persyaratan Baku Mutu Limbah Cair Industri Tapioka Parameter
Kadar Maksimum
B O D5 COD Padatan terlarut CN (sianida) PH
200 mg/L 400 mg/L 150 mg/L 0,5 mg/L 6–9
Beban Pencemaran Maksimum
12,0 24,0 9,0 0,03
kg/ton produk kg/ton produk kg/ton produk kg/ton produk -------
Sumber : Keputusan Mentri KLH No. Kep-03?MEN-KLH/II/1991
Pengolahan Air buangan Industri Tapioka secara Aerob Ditinjau dari kandungan bahan yang ada didalamnya, air buangan industri tapioka termasuk buangan yang bersifat biodegradable, yaitu buangan yang secara alami dapat atau mudah diurai oleh jasad renik (mikroba). Didalam proses biologi secara aerob peran mikroorganisme sangat menentukan. Mikroorganisme menggunakan limbah untuk mensintesis bahan seluler baru dan menyediakan energi untuk sintetis. Organisme juga dapat menggunakan suplai makanan yang sebelumnya sudah terakumulasi secara internal atau endogenes untuk respirasi. Sintesis dan respirasi endogenes berlangsung secara simultan dalam sistem biologik dengan sintesis yang berlangsung lebih banyak bila terdapat makanan eksogenes yang berlebihan dan respirasi endogenes akan mendominasi bila suplai makanan eksogenes sedikit atau tidak ada Bila pertumbuhan terhenti, mikroorganisme mati dan lisis melepaskan nutrien dari protoplasmanya untuk digunakan oleh sel-sel yang masih hidup dalam suatu proses respirasi selular autoksidatif atau endogenes. Dengan adanya bahan limbah (mikroba), metabolisme mikroba akan berlangsung memproduksi sel-sel baru dan energi dan padatan mikroba akan meningkat. Bila tidak ada makanan, respirasi endogenes akan berlangsung lebih banyak dan akan terjadi pengurangan padatan mikroba. Massa mikroba tidak akan berkurang hingga nol bahkan bila periode respirasi endogenes berlangsung lama. Residu sekitar 20 – 25% massa mikroba akan tertinggal. Bahkan dalam sistem penangan biologik akanterjadi akumulasi padatan dengan laju minimum. Padatan ini harus dikeluarkan dari instalasi. (Betty Winiati,1993). Didalam proses biologi aerob oksigen memegang peranan yang penting, karena bila oksigen bertindak sebagai aseptor hidrogen akhir, mikroorganisme akan memperoleh energi maksimum. Untuk mempertahankan sistem aerobik diperlukan konsentrasi oksigen terlarut minimum antara 0,2 – 0,6 mg/L. Untuk mendapatkan hasil yang baik, maka konsentrasi oksigen terlarut harus dijaga diats 1,0 mg/L bila pembatasan oksigen ingin dihindarkan. (Betty & Winiati, 1993). Didalam pengolahan secara aerobik sistem yang banyak digunakan adalah pengolahan secara aerob dengan lumpur aktif, (activated sludge). Lumpur aktif adalah flok (kumpulan) mikroba baik yang hidup dan mati dalam air limbah, berupa gumpalan yang dapat menangkap bahan-bahan organik larut/koloid/tersuspensi maupun bahan anorganik dalam air limbah. Proses lumpur aktif adalah proses biologis aerob yang
4
melibatkan reaksi-reaksi metabolik mikrobia untuk mencapai kualitas efluen dengan menghilangkan substansi, menggunakan oksigen. Lumpur aktif yang terdapat dalam bak reaktor disebut MLSS dan MLVSS yang sebagian besar terdiri dari mikrobia, bahan inert dan bahan yang tidak dapat terdegradasi secara biologis. Mikrobia pendegradasi terdiri dari 70 – 90% bahan organik dan 10 – 30% anorganik. (Grady & Henry,1980). Dengan pengaturan dan pengawasan yang baik, cara pengolahan limbah cair dengan lumpur aktif dapat berjalan dengan baik pula. Hampir segala macam limbah cair dapat diolah secara lumpur aktif, demikian juga halnya dengan limbah tapioka. Mikroba yang digunakan dalam pengolahan lumpur aktif adalah untuk mengubah bahan organik karbon yang larut dan bersifat koloid menjadi macam-macam gas dan membnetuk sel baru. Karena itu sel mikroba mempunyai berat jenis sedikit lebih besar daripada air. Proses pengolahan lumpur aktif ini berjalan secara aerob dengan tujuan untuk menghilangkan bahan organik karbon dari dalam air limbah yang umumnya dinyatakan sebagai BOD dan COD.(Dep. Perindustrian Jakarta, 1984). Proses lumpur aktif adalah proses biologik aerobik yang dapat digunakan untuk menangani berbagai jenis limbah. Prosesnya serba guna, fleksibel, dan limbah dengan mutu tertentu yang diinginkan dapat dihasilkan dengan mengubah parameter proses. Di dalam proses ini mikroba yang aktif adalah mikroba yang hidup dengan adanya oksigen dari udara. Oleh karena itu suplay oksigen merupakan faktor yang paling penting didalam proses ini. Mikroba aerob akan berkembang biak dengan baik apabila suplay oksigen dan nutrisi mencukupi. Rekasi secara umum adalah : Bahan organik + mikroba + O2 (Betty & Winiati,1993)
CO2 + H2O + mikroba
Proses yang baik berjalan pada pH 6,5 – 9,0 dan suhu 28 – 30 oC dan oksigen terlatut (DO) didalam larutan antara 1 – 2 mg/L. (Betty & Winiati,1993) Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengolahan secara Biologis Sistem Aerob dengan Lumpur Aktif, adalah :
Konsentrasi lumpur Lumpur aktif sebagai sumber mikrobia yang berfungsi untuk mengubah bahan organik yang larut didalam air limbah menjadi macam-macam gas dan membentuk sel baru. Tetapi pemakaian lumpur aktif yang besar akan menyulitkan dalam pengendapan setelah aerasi selesai.
Oksigen terlarut Banyaknya oksigen yang terkandung didalam air limbah dan diukur dalam satuan mg/L. Kebutuhan oksigen terlarut pada mikroorganisme bervariasi tergantung pada jenis, stadia dan aktifitasnya. Makin besar nilai BOD dalam sistem air, maka persediaan oksigen terlarut (DO) yang berada didalamnya semakin kecil. Antara BOD dan DO terdapat perbandingan yang saling terbalik.
5
pH PH air limbah yang baik untuk suatu pengolahan air limbah secara biologi dengan proses lumpur aktif yaitu antara 6,5 – 9,0. pH air limbah ini akan berpengaruh terhadap aktifitas mikroorganisme dalam penguraian zat organik. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium LPP UPN Yogyakarta, dengan variabel pengaruh waktu aerasi terhadap penurunan zat pencemar air buangan tapioka, pengaruh udara yang diaerasikan terhadap penurunan kadar zat pencemar air buangan tapioka, dan pengaruh konsentrasi lumpur aktif terhadap penurunan kadar zat pencemar air buangan tapioka. Bahan baku yang digunakan adalah air buangan industri tapioka di daerah Tulung Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul D.I Yogyakarta. Parameter yanag akan dianalisa adalah : BOD, COD, Padatan tersuspensi total (TSS), CN (sianida), pH. Sedangkan Lumpur aktif sebagai sumber mikroba diambil dari pabrik Susu “Sari Husada” Yogyakarta. Penelitian Air buangan industri tapioka diambil dari daerah Tulung, Pundong Bantul sebanyak 35 Liter, kemudian diambil 1 liter untuk dianalisa kandungan polutan yang ada pada iar buangan tersebut. Selebihnya disimpan dalam lemari es, agar kandungan polutannya tidak berubah. Ambil sampel 5 liter, kemudian dimasukkan dalam bak pengumpan dan ditambahkan lumpur aktif dengan konsentrasi antara 1500 – 4000 mg/L. Lalu diaduk hingga homogen, setelah itu dialirkan dalam bak aerasi dengan waktu aerasi 2, 3, 4, 4.5, 5, 6 jam dan udara yang diaerasikan dengan tekanan 4 – 9 psi. Setelah diaerasi kemudian air buangan dialirkan kedalam bak pengendap untuk diendapkan selam 45 menit. Selanjutnya dialirkan ke bak penyaring, sebagai media penyaring digunakan ijuk, kerikil, dan pasir masing-masing tinggi ijuk dan pasir+kerikil adalah 5 cm. Kemudian dilakukan analisa terhadap kadar zat pencemarnya. (BOD, COD, TSS, CN, pH).
6
Bahan baku: air buangan industrri tapioka Cara pengambilan: diambil 35 L kemudian diawetkan dalam lemari es
Analisa I
Air buangan industri tapioka 5000 L
Lumpur aktif dengan Konsentrasi 1500-4000 mg/L
Bak Pengumpan
Proses Aerasi waktu aerasi: 2, 3, 4, 4.5, 5, 6 jam
PENGENDAPAN
waktu: 45 menit
Penyaringan Pasir
Air buangan industri yang sudah diolah kemudian ditampung
Analisa II
Gambar 2. Skema Percobaan Sumber: Ginting (1992)
Ket : Analisa I : BOD, COD, TSS, CN, pH Analisa II : BOD, COD, TSS, CN, pH
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 2 menunjukkan hubungan pengaruh waktu aerasi terhadap penurunan kadar zat pencemar air buangan tapioka. Volume air buangan = 5000 mL Konsentrasi lumpur aktif(MLVSS) = 2500 mg/L Udara yang diaerasikan pada tekanan = 7 psi
Tabel 2 Pengaruh Waktu aerasi terhadap penurunan zat Pencemar air buangan tapioka Waktu Aerasi, jam
2 3 4 4.5 5 6
Parameter, mg/L
BOD
COD
TSS
CN
pH
MLVSS
1800,146 276,500 212,038 205,210 170,445 197,000
2991,450 584,110 462,960 421,940 394,196 374,016
167,37 86,0 12,0 11,0 8,0 6,0
0,318 0,218 0,070 0,051 0,021 0,018
7,0 7,0 8,0 7,0 7,0 7,0
2928,819 3066,150 3194,671 3204,441 3317,766 3236,589
Dari Tabel 2 terlihat bahwa dengan bertambahnya waktu aerasi, semakin besar juga penurunan kadar zat pencemarnya yaitu BOD dari air buangan tapioka tersebut. Dan waktu yang terbaik , selama 5 jam diperoleh penurunan zat pencemar yaitu BOD yang sudah memenuhi syarat baku mutu.
8
Tabel 3 menunjukkan hubungan pengaruh tekanan udara yang diaerasikan terhadap penurunan kadar zat pencemar air buangan tapioka. Volume air buangan = 5000 mL Konsentrasi lumpur aktif(MLVSS) = 2500 mg/L Waktu aerasi = 5 jam
Tabel 3 Pengaruh tekanan udara yang diaerasikan terhadap penurunan zat Pencemar air buangan tapioka Tekanan, psi
4 5 6 7 8 9
Parameter, mg/L BOD
COD
TSS
CN
pH
MLVSS
405,205 233,970 238,042 258,529 183,912 142,458
745,674 477,231 407,635 417,577 367,866 293,298
23,0 16,0 13,0 12,0 9,0 7,0
0,231 0,204 0,184 0,162 0,125 0,096
7,0 7,0 7,0 7,0 7,0 7,0
2856,982 2964,764 3173,813 3256,416 3394,567 3426,816
Dari Tabel 3 terlihat bahwa makin besar tekanan udara yang diaerasikan, semakin besar juga penurunan kadar zat pencemarnya yaitu BOD dari air buangan tapioka tersebut. Hal ini disebabkan karena semakin besar udara yang diaerasikan makin besar oksigen yang terlarut, sehingga mikroba akan berkembang biak dengan baik sebagai pengurai zat organik. Pada tekanan udara 8 psi diperoleh penurunan zat pencemar yaitu COD yang sudah memenuhi syarat baku mutu.
9
Tabel 4 menunjukkan hubungan pengaruh Lumpur aktif terhadap penurunan kadar zat pencemar air buangan tapioka. Volume air buangan = 5000 mL Waktu aerasi = 5 jam Tekanan udara yang diaerasikan = 8 psi
Tabel 4 Pengaruh konsentrasi lumpur aktif terhadap penurunan zat Pencemar air buangan tapioka Konsentrasi Lumpur aktif, mg/L
1500 2000 2500 3000 3500 4000
Parameter, mg/L
BOD
COD
TSS
CN
pH
MLVSS
558,437 308,687 287,357 212,174 187,357 172,174
907,842 862,744 518,154 462,675 377,231 352,732
260,0 224,0 59,0 39,0 15,0 28,0
0,169 0,138 0,124 0,113 0,096 0,087
7,0 7,0 7,0 7,0 7,0 7,0
1643,650 2281,560 2764,671 3283,962 3856,874 4263,863
Dari Tabel 4 terlihat bahwa makin bertambahnya konsentrasi lumpur aktif semakin besar juga penurunan kadar zat pencemarnya yaitu BOD dari air buangan tapioka tersebut. Hal ini disebabkan karena lumpur aktif sebagai sumber mikroba bertambah bsesar, maka mikroba sebagai zat pengurai makin banyak, sehingga zat pencemar akan terurai dengan baik. Pada konsentrasi lumpur aktif 3500 mg/L penurunan BOD telah memenuhi persyaratan baku mutu yang diijinkan.
10
KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil percobaan pengolahan air buangan tapioka yang meliputi proses aerasi, pengendapan dan penyaringan, setelah dianalisa di Lab. LPP UPN Yogyakarta dengan metode Winkler, dapat disimpulkan sebagai berikut: Dengan waktu aerasi yang lama akan menurunkan kadar zat pencemar air buangan tapioka. Pada waktu aerasi 5 jam didapat kualitas air buangan tapioka yang sudah memenuhi persyaratan baku mutu yang diijinkan. Bertambahnya tekanan udara yang diaerasikan akan menurunkan kadar zat pencemar air buangan tapioka. Dan pada tekanan udara 8 psi yang diaerasikan didapat kualitas untuk air buangan tapioka yang sudah memenuhi persyaratan baku mutu yang diijinkan. Dengan bertambahnya konsentrasi lumpur aktif akan menurunkan kadar zat pencemar air buangan tapioka. Pada konsentrasi lumpur aktif 3500 mg/L didapatkan hasil yang sudah memenuhi persyaratan baku mutuyang berlaku untuk kualitas air buangan. Dari hasil penelitian didapat penurunan yang terbaik selama waktu aerasi 5 jam, konsentrasi lumpur aktif 2500 mg/L, dan tekanan udara yang diaerasikan 8 psi, dengan kualitas air buangan BOD= 142,458 mg/L, COD=293 mg/L, TSS= 7 mg/L, dan Sianida(CN)= 0,096 mg/L. Penurunan zat pencemar ini sudah memenuhi syarat sebagai air buangan tapioka yang berlaku, sesuai ketentuan: Keputusan Mentri KLH No. Kep03/MEN-KLH/II/1991. Disarankan kepada Industri Tapioka untuk mengolah air buangan industri tapioka, karena hampir semua industr i tapioka masih membuang air buangan industri tapiokanya langsung ke sungai terdekat, karena begitu tingginya dan besar kandungan zat pencemar yang terkandung dalam air buangan industri tapioka.
11
DAFTAR PUSTAKA Alaerts. G & Sri Sumestri, (1984), Metode Penelitian Air, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Betty Sri L.J, Winiati Pujdi Rahayu, 1983, Penanganan Limbah Industri Pangan, PAU Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Departemen Perindustrian, 1984, Buku Panduan Pencegahan dan penanggulan Pencemaran Industri Fermentasi, Deprin, Jakarta. Gordon, M.Fair, 1968, Waste and wastewater Treatment, Toppan Company, Limited Tokyo, Japan Leslie Grady, Henry C, 1980, Biological Wastewater Treatment Theory and application, New York and Basel. Perdana Ginting, 1992, Mencegah dan mengendalikan Pencemaran Industri, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Rifai, A, Pengolahan Air Buangan di Pabrik, Seminar Pengendalian Pencemaran Air Buangan, DPMA Bandung. Reynold,TD,1982, Unit Operation and Processes in Environmental Engineering, Brooks cole Engineering Division Monterey California.
12
PROSES PENGOLAHAN AIR BUANGAN INDUSTRI TAPIOKA
Penyusun: Budi Santoso, ST, MMSi
UNIVERSITAS GUNADARMA NOPEMBER 2008
13