Terms of Reference Seminar Keempat Pra-Konferensi THuSI 2016
Psikologi Transpersonal sebagai Mazhab Humanis-Transendental: Tinjauan Metafisika, Epistemologi dan Sosial Fakultas Ushuluddin Program Studi Akhlak dan Tasawuf, UIN Sunan Ampel Surabaya, 26 Mei 2016
Latar Belakang Salah satu pokok pembahasan seminar nasional “Epistemologi untuk Psikologi Islam” yang diselenggarakan oleh Fakultas Ushuluddin dan Humaniora IAIN Antasari, Banjarmasin pada 19-20 Agustus 2015, bekerjasama dengan IC-THuSI dan Asosiasi Psikologi Islam, adalah perlunya kajian lebih lanjut tentang mazhab psikologi humanis yang secara inheren berkemampuan mengadopsi dimensi spiritualitas dan transendensi manusia. Karena, esensi penggunaan atribut “Islam” dalam istilah “psikologi Islam” merujuk pada nilai-nilai kemanusiaan universal yang teistik dan transendental, yang berakar pada kodrat asli manusia (fithrah). Predikasi “Islam” pada istilah “psikologi Islam” juga memberi signifikansi Islam sebagai “the context of discovery” (konteks penemuan gagasan dan teori), yaitu memosisikan Islam sebagai sumber inspirasi dan prinsip-prinsip pokok bagi pengembangan psikologi humanis-transendental. Karena, Islam memiliki pandangan dan ajaran yang unik dan kaya tentang manusia, seperti konsep manusia sebagai khalifah Tuhan, pengemban nama-nama Tuhan yang paling paripurna secara potensial, subyek yang berikhtiar dan bertanggung jawab tetapi sekaligus memiliki kecendrungan–kecendrungan negatif, dan sebagainya. Sementara itu, dalam the context of justification (konteks pengujian teori), apapun teori dan doktrin yang diusung dalam psikologi humanis-transendental mesti terbuka untuk dipahami oleh siapapun dan siap diuji menurut kaidah-kaidah ilmiah yang rasional, metodis, dan sesuai dengan karakter subyek kajian. Permasalahannya
adalah pendekatan dan metode mainstream yang digunakan oleh bidang studi psikologi kontemporer bersifat positivistik yang hanya menjangkau dan mengakui data-data kuantitatif dan empiris. Mazhab-mazhab mainstream psikologi modern seperti behaviorism dan psikoanalisis Freudian menolak mengakui data-data kualitatif dan nilai-nilai moral kemanusiaan sebagai fakta psikologis terlebih lagi motif-motif religius dan spiritual. Fenomena inilah yang dikritik oleh Carl Jung dengan menyebutnya sebagai “psikologi tanpa psikis atau jiwa”. Sejatinya, kata Jung, obyek kajian psikologi adalah jiwa (the object of psychology is the psychic). Bahkan, Jung melanjutkan bahwa subyek psikologi adalah jiwa juga (C.G. Jung, Psychology and Religion, Yale, 1938). Pernyataan Jung ini hendak mengungkapkan bahwa psikologi sejatinya adalah mengenal dan memahami jiwa. Karena itu, pengukuhan terhadap eksistensi jiwa sebagai substansi yang mandiri dan berbeda dengan tubuh (bukan hanya epifenomena) merupakan salah satu langkah penting untuk melahirkan mazhab psikologi humanis-transendental. Argumen filosofis tentang eksistensi jiwa terasa semakin dibutuhkan jika menengok kondisi apa yang disebut psikologi transpersonal, yang kerap disebut sebagai perkembangan mazhab psikologi humanis yang mengarahkan penelitian pada dimensi spiritual manusia. Sejak Abraham Maslow, William James, Carl Jung, Victor Frankl, hingga Ken Wilber, penelitian-penelitian lebih banyak dicurahkan pada pengalaman-pengalaman partikular yang dipersepsi sebagai gejala-gejala ruhaniah tanpa mengonstruksi secara mendasar asumsi-asumsi filosofis (metafisika, antropologis, epistemologis, metodologis) yang relevan dan kongruen dengan aspekaspek keruhanian manusia tersebut. Itu sebabnya mengapa psikologi transpersonal ini tidak diajarkan secara umum di fakultas-fakultas psikologi. Kalaupun dihadirkan sebagai sebuah mata kuliah pilihan, ia hanya disubordinasikan di bawah psikologi kepribadian. Jadi, kehadirannya dalam dunia perguruan tinggi secara aktual jauh dari posisinya sebagai sebuah mazhab. Mungkin karena pertimbangan itulah, penerbit ICAS London memberi judul buku terbitannya dengan Spiritual Psychology, yang merupakan terjemahan al-Asfār
al-‘Aqliyyah al-Arba‘ah volume 8 dan 9 karya Mulla Shadra.
Dalam karya
masterpiece ini, Shadra mengulas secara ekstensif dan intensif tentang jiwa berikut fakultas-fakultasnya dan hubungannya dengan proses-proses psikis dan jasmani melalui argumen dan demonstrasi yang bisa ditelaah oleh semua pengkaji. Pembahasan yang disuguhkan Shadra dalam bab ini mungkin sebagian apa yang dicari oleh Titus Burchardt: Apa yang psikologi modern tak miliki adalah kriteria yang memungkinkannya untuk menempatkan aspek-aspek atau tendensi-tendensi jiwa dalam konteks kosmologis. Jiwa, seperti setiap domain realitas lain, hanya dapat diketahui dengan apa yang melampauinya (by what transcends it).
(Titus Burckhardt, Modern Psychology, Bloomington, 2002).
Tujuan: Seminar pra-konferensi IC-THuSI yang keempat ini bertujuan untuk: 1. Menjajagi kemungkinan psikologi transpersonal sebagai mazhab psikologi humanis-transendental berdasarkan pandangan dan pemikiran Islam 2. Menilik psikologi transpersonal dari perspektif metafisika dan ‘irfan (tasawwuf) 3. Menilik psikologi transpersonal dari perspektif epistemologi dan metodologi (filsafat ilmu) 4. Menilik psikologi transpersonal dari perspektif moralitas dan sosial
Sub-tema: 1. Tinjauan Metafisika dan ‘Irfan terhadap Psikologi Transpersonal sebagai Mazhab Psikologi Humanis-Transendental 2. Tinjauan Epistemologi dan Metodologi (Perspektif Filsafat Ilmu) terhadap Psikologi Transpersonal sebagai Mazhab Psikologi Humanis-Transendental 3. Relevansi Psikologi Transpersonal untuk Kepribadian dan Integrasi Sosial