1
BAB I KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN Gagal Ginjal Kronik adalah kerusakan fungsi ginjal yang progresif yang berakir fatal pada uremia (kelebihan urea dalam darah). (Nettina, 2002:185). Gagal Ginjal Kronik merupakan penurunan fungsi ginjal yang menahun irreversible serta cukup lanjut (silvia A Price, 1999:812). Sedang menurut (Brunner dan Suddarth, 2002: 448) Gagal Ginjal Kronik adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana keseimbangan tubuh gagal mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan uremia. Gagal Ginjal Kronik atau CRF terjadi setelah sejumlah keadaan yang menghancurkan massa nefron ginjal. Pada keadaan ini ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan diet makanan dan minuman normal.
B. ETIOLOGI Penyebab
paling
umum
dari
gagal
ginjal
glomerulonefritis, pielonefritis, hipoplasia konginetal,
kronik
meliputi
penyakit ginjal
polikistik, diabetes militus, hipertensi, sistemik lupus, sindrom Alport’s, amiloidosis. (Susan M Tucker, 1998:538).
2
C. MANIFESTASI KLINIS Menurut (Sylvia A Price, 1995:813). Perjalanan umum pada gagal ginjal kronis dapat di bagi mnjadi tiga stadium : 1. Stadium I Penurunan cadangan ginjal, selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal. Penderita asimtomatik gangguaan fungsi ginjal diketahui dengan tes pemekatan urine yang lama. 2. Stadium II Insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan telah rusak (GFR besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini kadar BUN dan kreatinin mulai meningkat. Azotemia ringan kecuali jika stress (infeksi, payah jantung), nokturia dan poliuria karena gagal pemekatan. 3. Stadium III Uremia dimana 90% massa nefron telah hancur. GFR 10% dari normal, krelin kreatinin < 5-10 ml/menit. BUN dan kreatinin meningkat sangat menyolok. Urine BD = 1,010, oliguria < 50 ml/24 jam, terjadi perubahan biokimia yang komplek dan gejalanya.
D. TANDA DAN GEJALA Menurut (Brunner dan Suddarth, 2002:1448), tanda dan gejala pada pasien Gagal Ginjal Kronik ini tergantung tingkat keparahannya. Seperti pada Kardiovaskular: hipertensi, gagal jantung kongestif, edema pulmonary, perikarditis. Dermatologi: pruritus, kulit kering, mudah lecet, perubahan pada
3
rambut (mudah patah, tipis, merah). Gastrointestinal: anoreksia, mual, muntah, cegukan, nausea, berat badan menurun, gastritis, diare, ulkus peptikum. Neuromuskuler;
perubahan
tingkat
kesadaran,
tingkat
kemampuan
konsentrasi, kejang, kedutan otot.
E. PATHOFISIOLOGI Kerusakan nefron yang terus berlanjut namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja secara normal untuk mempertahankan keseimbangan air dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal. Terjadi peningkatan kecepatan filtrasi beban solute dan reabsorbsi tubular dalam ginjal turun di bawah nilai normal. Akhirnya 75% massa nefron sudah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban solute bagi setiap nefron demikian tinggi sehingga keseimbangan glomerolus, tubulus tidak lagi di pertahankan (keseimbangan antara peningkatan filtrasi, reabsorsi dan fleksibilitas proses ekskresi maupan konservasi solute dan air menjadi berkurang). Sedikit perubahan dapat mengubah keseimbangan yang rawan karena makin rendah GFR semakin besar perubahan kecepatan ekskresi pernefron, hilang kemampuan memekatkan / mengencerkan kemih menyebabkan berat jenis urine 1,010 atau 285 m Os mol sehingga menybabkan poliuria dan nokturia. (Price, 1995:814).
4
F. PAT WAY
5
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG Menurut (Doengoes, 2000:628) pada pasien Gagal Ginjal Kronik di lakukan pemeriksaan, yaitu : 1. Kreatinin plasma meningkat, karena penurunan laju filtrasi glomerulus. 2. Natrium serum rendah / normal. 3. Kalium dan fosfat meningkat. 4. Hematokrit menurun pada animia Hb : biasanya kurang dari 7-8 gr/dl. 5. GDA : PH : penurunan asidosis matabolik (kurang dari 7,2). 6. USG ginjal. 7. Pielogram retrograde. 8. Arteriogram ginjal. 9. Sistouretrogram. 10. EKG. 11. Foto rontgen. 12. SDM waktu hidup menurun pada defisiensi eritopoetin. 13. Urine : Volume
: oliguria, anuria
Warna
: keruh.
Sedimen
: kotor, kecoklatan.
BD
: kurang dari 1,0125.
Klerin kreatinin menurun. Natrium
: lebih besar atau sama dengan 40 m Eq/L.
Protein
: proteinuria.
6
H. DATA DASAR PENGKAJIAN Data dasar pengkajian menurut( Doengoes, 2000:293) adalah : 1. aktivitas/istirahat DS : Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaiase, gangguan tidur (insomnia / gelisah / somnolen) DO : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentan gerak. 2. Sirkulasi DS : Riwayat hipertensi lama / berat. DO: Hipertensi, DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum, dan pitting pada kaki, telapak tangan, disritmia jantung. Nadi lemah, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir. Friction rub pericardial (respon terhadap akumulasi
sisa).
Pucat,
kulit
coklat
kehijauan,
kuning.
Kecenderungan perdarahan. 3. Integritas ego DS : Faktor stres, contoh financial, hubungan dan sebagainya. Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tidak ada kekuatan. DO : menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian. 4. Eliminasi DS : Penurunan frekuensi urine, oliguria, urinaria (gagl tahap lanjut). Abdomen kembung, diere / konstipasi.
7
DO :Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan. Oliguria, dapat menjadi anuria. 5. Makanan/cairan DS : Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi). Anoreksia, nyeri ulu hati, mual / muntah, rasa metalik
tak
sedap
pada
mulut
(pernapasan
ammonia).
Penggunaan diuretik. DO : Distensi abdomen / asites, pembesaran hati (tahap akhir). Perubahan
turgor
kulit
/
kelembapan..
Edema
(umum,
tergantung). Ulserasi gusi, perdarahan gusi / lidah. Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga. 6. Neurosensori DS : Sakit kepala, penglihatan kabur. Kram otot / kejang, sindrom “kaki gelisah”, kebas terasa terbakar pada telapak kaki. Kebas / kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah (neuropati perifer). DO : Gangguan status mental, contoh : penurunan lapang pandang perhatian, ketidak mampuan berkonsentrasi, kehlangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma. Penurunan DTR. Tanda chvostek dan Trousseau positif. Kejang, fasikulsi otot, aktifitas kejang. Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
8
7. Nyeri / kenyamanan DS : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot / nyeri kaki (memburuk saat malam hari). DO : Perilaku hati-hati / distraksi, gelisah. 8. Pernafasan DS : Nafas pendek, dispnea, nokturnal, paroksismal, batuk dengan / tanpa sputum kental dan banyak. DO: Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi atau kedalaman (pernapasan kausmal). Batuk produktif dengan sputum merahmuda-encer (edema paru) 9. Keamanan DS : Kulit gatal. Ada / berulangnya infeksi. DO : Pruritus. Demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu lebih rendah dari normal (efek GGK / depresi respon imun). Patekie, area ekimosis pada kulit. Fraktur tulang, defosit fosfat kalsium (klasifikasi metastatik). Pada kulit, jaringan lunak, sendi, keterbatasan gerak sendi. 10. Seksualitas DS : Penurunan libido, amenore, infertilitas. 11. Interaksi Sosial DS : Kesulitan menentukan kondisi, contoh : tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran, biasanya dalam keluarga.
9
12. Penyuluhan / Pembelajaran DS : Riwayat DM, keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignansi. Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan. Penggunaan antibiotik nefrotoksik atau berulang.
I. FOKUS INTERVERENSI 1. Resiko
tinggi
ketidakseimbangn
penurunan cairan
curah
jantung
mempengaruhi
berhubungan
volume
sirkulasi,
dengan kerja
miokardial, dan tahanan vaskular sistemik (Doengoes, 2000:629) Tujuan : Mempertahankan curah jantung. Intervensi : a. Auskultasi bunyi jantung dan paru. b. Kaji tanda-tanda vital. c. Kaji tingkat aktivitas. d. Berikan posisi yang nyaman. 2. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah (Doengoes, 2000:620). Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi. Intervensi : a. Kaji pemasukan diet. b. Berikan makan sedikit tapi sering. c. Motivasi pasien untuk makan sesuai selera.
10
d. Berikan lingkungan yang nyaman. e. Konsultasi dengan ahli gizi. e. Kolaborasi pemberian terapi. 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, penurunan energi cadangan (Doengoes, 2000:603). Tujuan : Toleransi aktivitas meningkat. Intervensi : a. Kaji tanda-tanda vital. b. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas. c. Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing. d. Berikan lingkungan yang tenang. e. Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, pusing, kelemahan terjadi. 4. Kecemasan berhubungan dengan respon psikologi terhadap hipoksemia atau asidosis (Doengoes, 2000:181) Tujuan : Kecemasan dapat di atasi. Intervensi : a. Catat derajat ansietas atau ketakutan. b. Jelaskan proses penyakit dan prosedur dalam tingkat kemampuan pasien. c. Berikan tindakan kenyamanan. d. Dukung pasien menerima realita e. Bantu pasien mengidentifikasi perilaku membantu.
11
5. Gangguan rasa nyaman : pusing berhubungan dengan sirkulasi (Carpenito, 1997) Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi. Intervensi : a. Observasi keadaan umum pasien. b. Monitor tanda tanda vital. c. Anjurkan pasien tidur tanpa bantal. d. Beri posisi yang nyaman. e. Anjurkan pasien untuk diet makanan yang tepat. 6. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan pemasukan lebih besar dari pengeluaran (Doegoes, 2000:615). Tujuan : Volume cairan seimbang.. Intervensi : a. Kaji tanda vital b. Monitor balance cairan c. Berikan posisi senyaman mungkin d. Ajarkan latih gerak pasif atau aktif e. Kolaborasi pemberian terapi. 7. Perubahan proses pikir berhubungan dengan akumulasi toksin, asidosis metabolik hipoksia (Doengoes, 2000:632) Tujuan : Tidak terjadi penurunan perubahan kesadaran. Intervensi : a. Kaji luasnya gangguan kemampuan berpikir.
12
b. Orientasikan kembali terhadap lingkungan. c. Tingkatkan istirahat dan tidak mengganggu tidur. d. Berikan lingkungan tenang. e. Kolaborasi dengan menghindarkan penggunaan barbiturate dan opium. 8. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi toksin dalam kulit (Doengoes, 2000:633 Tujuan : Mempertahankan kulit utuh. Intervensi : a. Observasi terhadap ekimosis, purpura. b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit. c. Ubah posisi sering. d. Pertahankan linen kering. e. Anjurkan menggunakan katun longgar. 9. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan perubahan pemasukan diet / mal nutrisi (Deongoes, 2000:622) Tujuan : Tidak terjadi infeksi. Intervensi : a. Tingkatkan cuci tangan yang baik. b. Awasi tanda tanda vital. c. Kaji integritas kulit. d. Kolaborasi pemberian terapi.
13
10. Resiko cidera : Berhubungan dengan penekanan produksi atau sekresi eritopoetin, penurunan produksi dan SDM hidupnya, gangguan faktor pembekuan (Doengoes, 2000:631) Tujuan : Tidak terjadi cidera. Intervensi : a. Awasi tingkat kesadaran dan perilaku. b. Observasi adanya perdarahan. c. Evaluasi terhadap aktivitas. d. Kolaborasi pemberian terapi. 11. Gangguan personal hygiene ; kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik. (Carpenito, 2000:336). Tujuan : Gangguan personal hygiene dapat teratasi. Interverensi : a. Kaji tingkat kebutuhan pasien. b. Bantu pasien dalam melakukan perawatan diri. c. Libatkan keluarga dalam perawatan pasien. d. Tingkatkan keterlibatan maksimal pasien. e. Berikan alat Bantu sesuai indikasi.