Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Penderita HIV yang Menjalani Rawat Jalan di Care Supportand Treatment (CST) Rumah Sakit Jiwa Daerah Sungai Bangkong Kota Pontianak Disa Novianti S.*, Parjo**, Ariyani Pradana Dewi*** (*mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan,** Dosen Pembimbing I, *** Dosen Pembimbing II) Universitas Tanjungpuran Pontianak ABSTRAK
Latar Belakang : Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) telah menimbulkan masalah yang cukup luas pada individu yang teinfeksi. Beberapa masalah yang timbul adalah stigma dan diskriminasi sehingga pasien HIV menunjukan perasaan yang malu, sedih, takut, cemas akan penyakitnya dan pasien cenderung mengabaikan perawatan yang berdampak pada penurunan kualitas hidup baik secara psikologis maupun sosial. Tujuan : Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup penderita HIV yang menjalani rawat jalan di Care Support and Treatment (CST) Rumah Sakit Jiwa Daerah Sungai Bangkong Metode Penelitian: Desain penelitian deskriptif korelasional dengan pendekatan crossectional. Tehnik pengambilan sampel yaitu porpusive sampling dan untuk menguji hubungan antara variabel independen dan dependen menggunakan analisis chi-squere dan t-test independen. Hasil Penelitian : Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan (p=0,02), lama menderita penyakit (p=0,00) dengan kualitas hidup pasien HIV. Tidak terdapat hubungan antara usia (p=0,55), jenis kelamin (p=1), dan status perkawinan (p=0,54) dengan kualitas hidup pasien HIV yang menjalani rawat jalan di CST Rumah Sakit Jiwa Daerah Sungai Bangkong Kota Pontianak. Kesimpulan : Tingkat pendidikan dan lama menderita penyakit merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas hidup penderita HIV. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin mudah seseorang menerima informasi tentang perawatan dan pengobatan serta pasien dapat beradaptasi dengan pengobatan yang diberikan. Kata kunci: HIV, usia, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, lama terinfeksi, kualitas hidup Daftar Pustaka : 48 (1992-2014)
1
The Factors That Affect The Quality of Life Of Hiv Outpatient In Care Support and Treatment (CST) Sungai Bangkong Regional Mental Hospital of Pontianak City Disa Novianti S.*, Parjo**, Ariyani Pradana Dewi*** (*The Student of Nursing Study Program,** Lecture of Tanjungpura Univercuty, *** Lecture of Tanjungpura Univercuty) Tanjungpura Univercuty ABSTRACT Background: Infection with Human Immunodeficiency Virus (HIV) has caused considerable problems in individuals infected with broad. Some of the problems that arises is the stigma and discrimination that HIV patients feel of shame, sad, fear and worry about the disease so that patients tend to ignore the treatment, and affect to decrease the quality of life both psychologically and socially. Objective: To determine the factors that affect the quality of life of HIV outpatient in Care Support and Treatment (CST) Sungai Bangkong Regional Mental Hospital of Pontianak city Methods: The study design was correlational descriptive with the cross sectional approach. The sampling technique was a porpusive sampling and to examine the relationship between independent and dependent variables using chi-squere analysis and independent t-test. Results: There was a relationship between the level of education (p = 0.02), the duration of disease (p = 0.00) with the quality of life of HIV patients. There was no relationship between age (p = 0.55), sex (p = 1), and marital status (p = 0.54) with the quality of life of HIV outpatient in Care Support and Treatment (CST) Sungai Bangkong Regional Mental Hospital of Pontianak city Conclusion: Level of education and the duration of desease were factor that effect the quality of life of HIV patient in care support. The level education and the term of disease infection affect the quality of live of HIV patient. The higher education level is more easily to a person receivers information about the care and treatment, so patient can adapt to a treatment. Keywords: HIV, age, sex, marital status, education, duration of infection, quality of life References: 48 (1992-2014
2
AIDS di Indonesia. Rasio kasus HIV
Pendahuluan
antara laki-laki dan perempuan adalah
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang menyerang
1:1,
sistem
tertinggi adalah hubungan seks tidak
kekebalan
tubuh.
Perjalanan
persentase
risiko
aman
sel Cluster of Differentiation 4 (CD4)
penggunaan jarum suntik tidak steril
sehingga
pada
penurunan
sistem
heteroseksual
HIV
infeksi HIV di dalam tubuh menyerang
terjadi
pada
faktor
pengguna
narkotika
(57%),
suntik
pertahanan tubuh. Replikasi virus yang
(penasun) (4%) dan pada laki-laki suka
terus menerus mengakibatkan semakin
laki-laki (LSL) 15% (Ditjen PP & PL
berat kerusakan sistem kekebalan tubuh
Kemenkes, 2014). Kalimantan
dan semakin rentan terhadap infeksi
Barat
merupakan
oportunistik (IO) sehingga akan berakhir
provinsi dengan jumlah kasus yang
dengan kematian (Smeltzer & Bare,
cukup
2002). Accuired Immune Deficiency
Kalimantan Barat berada pada posisi ke-
Syndrome
merupakan
9 di Indonesia. Berdasarkan data tahun
sekumpulan gejala yang disebabkan oleh
2014 terdapat 4.574 kasus HIV dan
menurunnya sistem kekebalan tubuh
1.699 kasus AIDS di Kalimantan Barat
manusia, yang disebabkan oleh HIV.
(Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2014).
AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di
HIV, dimana perjalanan HIV akan
Rumah
berlanjut menjadi AIDS membutuhkan
Bangkong
waktu sekitar 10 sampai 15 tahun
kunjungan tetap pada tahun 2013 yaitu
(WHO, 2014).
327 pasien dan pada tahun 2015 bulan
(AIDS)
besar.
Sakit
Kasus
Jiwa
didapatkan
HIV/AIDS
di
Daerah
Sungai
data
jumlah
februari sebanyak 71 pasien (Medical
Kasus HIV/AIDS yang pertama kali
Record Rumah Sakit Jiwa, 2015).
muncul di Indonesia pada tahun 1987,
Penyakit
dan jumlah yang terinfeksi HIV terus
HIV/AIDS
telah
meningkat pesat dan tersebar luas. Sejak
menimbulkan masalah yang cukup luas
1987 sampai 2014 telah mencapai
pada individu yang terinfeksi yakni
150.296 kasus HIV dan 55.799 kasus
meliputi masalah, fisik, sosial dan
AIDS. Tahun 2014 terdata dari 1 Januari
emosional (Smeltzer & Bare 2002).
sampai dengan 30 September 2014
Masalah fisik terjadi akibat penurunan
terdata 22.869 kasus HIV dan 1876
daya tahan tubuh yang progresif yang
3
mengakibatkan ODHA (orang dengan
banyak
HIV/AIDS) rentan terinfeksi. Banyak
dirugikan
pasien HIV melawan berbagai masalah
keluarga yang terinfeksi HIV (UNAIDS,
sosial seperti stigma masyarakat dan
2011). Selain itu terdapat faktor-faktor
depresi,
yang
yang dapat mempengaruhi kualitas hidup
kualitas
hidup
dapat
mempengaruhi
mereka
nyatanya
merasa
adanya
anggota
karena
hal
pada pasien HIV yaitu infeksi, terapi
kesehatan fisik, mental, dan sosial
antiretroviral, dukungan sosial, jumlah
mereka.
merupakan
CD4, kepatuhan pengobatan, pekerjaan,
indikator tidak hanya seberapa baik
gender, gejala, depresi dan dukungan
fungsi individu dalam kehidupan sehari-
keluarga (Pohan, 2006).
Kualitas
hidup
dalam
keluarga
hari, tetapi juga bagaimana persepsi individu
dari
kesehatan
menunjukan bahwa adanya dukungan
mempengaruhi sikap hidup atau kualitas
keluarga, pendapatan dan pendidikan
hidup (Bello & Bello, 2013).
pada pasien dengan HIV menunjukan
Kualitas
status
Penelitian oleh Odili et.al. (2011),
merupakan
persepsi
kualitas yang lebih baik untuk individu
individu dari posisi mereka dalam
yang
kehidupan, konteks budaya dan sistem
menurut Carter (2010), mengemukakan
nilai di mana mereka hidup (WHO,
bahwa faktor-faktor independen terkait
1997). Hasil survey dari United Nations
dengan penurunan kualitas hidup dan
Programme on HIV/AIDS (UNAIDS)
peningkatan risiko kematian adalah usia
tentang “Indeks stigma pada ODHA di
yang lebih tua, jumlah CD4 di bawah
Asia
2011”,
200 ketika pengobatan HIV dimulai, dan
menunjukkan bahwa banyak ODHA
viral load. Viral load merupakan jumlah
pada kenyataanya sejauh ini hidup
partikel virus dalam 1 mm3 kubik darah.
dilingkungan keluarga yang tidak aman.
Semakin banyak jumlah partikel virus
Berdasarkan data yang didapat, terlihat
dalam
tingkatan kekerasan pada ODHA, baik
kerusakan sel CD4 dan makin rentan
oleh pasangan dan anggota keluarga lain
terhadap infeksi.
Pasifik
yang
tahun
bersamanya.
darah
HIV.
maka
Sedangkan
semakin
besar
Alasan
Hasil studi pendahuluan kepada
mempraktekkan
lima responden dengan HIV di Rumah
diskriminasi sangat bervariasi, tetapi hal
Sakit Jiwa Daerah Sungai Bangkong
ini penting untuk menjadi catatan bahwa,
didapatkan tiga responden menunjukan
anggota
tinggal
pada
menderita
keluarga
4
takut pada penyakit dan merasa apa yang
jumlah populasi pada bulan februari
dilakukan sia-sia. Saat pertama kali
2015
mengetahui bahwa ia terinfeksi, pasien
pengambilan
menunjukan sikap penolakan dan tidak
tehnik non probability sampling dengan
menerima sehingga pasien mengabaikan
pendekatan popusive sampling kepada
perawatan dan kondisi mereka. Dua
42 responden yang yang menjalani rawat
responden lainnya mengatakan merasa
jalan dengan HIV positif.
yaitu
71
orang.
sampel
Metode
menggunakan
cemas dan takut karena penyakit tersebut
Pengumpulan data menggunakan
tidak dapat disembuhkan. Berdasarkan
kuesioner WHOQOL-BREF yang terdiri
paparan
dari
diatas
dan
hasil
studi
dua
domain
(psikologis
dan
pendahuluan yang dilakukan di Rumah
hubungan sosial) yang dimodifikasi dan
Sakit Jiwa Daerah Sungai Bangkong
diuji keabsahan dan kesahihan di Rumah
belum
Sakit Umum Rubini Mempawah. Data
pernah
tentang mempengaruhi
dilakukan
penelitian
faktor-faktor
yang
dianlsis
kualitas
pada
(chi-squere tes dan t-test independen).
hidup
secara univariat dan bivariat
pasien HIV yang menjalani rawat jalan di Care Support and Treatment (CST) di Rumah
Sakit
Jiwa
Daerah
HASIL PENELITIAN
Sungai
Hasil
penelitian
didapatkan
Bangkong Kota Pontianak. Oleh sebab
karakteristik jenis kelamin responden
itu peneliti tertarik untuk melakukan
paling banyak pada penelitian ini adalah
penelitian yang berjudul “Faktor-faktor
laki-laki 73,8%, mayoritas responden
yang
berpendidikan lanjutan 78,6%. Lebih
mempengaruhi
kualitas
hidup
penderita HIV yang menjalani rawat
dari
setengahnya
responden
jalan di CST Rumah Sakit Jiwa Daerah
status
Sungai Bangkong Kota Pontianak”
menikah/duda/janda 52,4%. Sebagian
material
dengan belum
besar responden bekerja yaitu 66,7% dan berpenghasilan tinggi 57,1%, dan lama
Metode Penelitian ini merupakan penelitian
terinfeksi penyakit ≤ 5 tahun (57,1%).
kuantitatif dengan pendekatan cross
Responden yang rawat jalan mempunyai
sectional. Penelitian ini dilakukan di
kualitas hidup kurang baik yaitu 52,4%.
Rumah
Sakit
Bangkong
Jiwa
Kota
Daerah
Sungai
Pontianak
dengan
Hasil
analisis
korelasi
dengan
alpha 5% terdapat hubungan antara
5
tingkat pendidikan (p=0,02) dan lama
kurang dari 50 tahun.
menderita penyakit (p=0,00) dengan
menejelaskan nahwa diperkirakan 0,8%
kualitas
Tidak
dari orang dewasa berumur 15-49 tahun
terdapat hubungan antara usia (p=0,55),
di seluruh dunia hidup dengan HIV.
jenis
Kasus
hidup
pasien
kelamin
HIV.
(p=1),
dan
status
infeksi
HIV
WHO (2013)
di
Indoensia
perkawinan (p=0,54) dengan kualitas
dilaporkan paling tinggi pada kelompok
hidup pasien HIV yang menjalani rawat
umur 25-49 tahun (Ditjen PP & PL
jalan di CST Rumah Sakit Jiwa Daerah
Kemenkes, 2014).
Sungai Bangkong Kota Pontianak.
Hasil
analisis
lebih
lanjut
menunjukan tidak ada hubungan antara umur dengan kualitas hidup. Hasil ini
PEMBAHASAN Hubungan
Usia
dengan
sesuai
Kualitas
dengan
penelitian
Nojomi,
Anbary dan Ranjbar (2008) bahwa umur
Hidup pasien HIV Rata-rata umur responden dalam
tidak
mempengaruhi
hidup
umum
umur
penelitian ini yaitu 35,69 tahun, dengan
seseorang.
umur paling muda yaitu 22 tahun dan
mempengaruhi kematangan psikologis
umur paling tua yaitu 58 tahun. Usia
dari seseorang. Hasil penelitian oleh
merupakan variabel
selalu
Shan, et.al. (2011), menunjukan bahwa
penyelidikan
usia tidak mempengaruhi kualitas hidup
epidemiplogi angka kesakitan maupun
baik dari domain fisik, psikologis dan
kematian hampir semua menunjukkan
hubungan sosial.
diperhatikan
yang
didalam
hubungan dengan usia. Hasil survey UNAIDS
tahun
lain
oleh
Hasanah,
menunjukan
Zaliha & Mahiran (2010), menunjukan
kelompok umur produktif merupakan
bahwa paling banyak responden yang
penderita infeksi HIV terbesar di dunia.
terinfeksi HIV adalah berusia 30-39
Ruutel, et.al. (2009), menunjukan bahwa
tahun. Hal yang sama juga Astoro, et.al.
kelompok usia kurang dari 30 tahun
(2007), hasil penelitiannya menunjukan
(usia produktif) paling banyak mengidap
sebagian besar pasien yang terinfeksi
HIV. Hasil penelitian oleh Shan, et.al.
HIV berusia produktif yaitu usia 20-24
(2011),
responden
tahun yaitu 34,6% dan usia 25-30 tahun
menunjukan bahwa usia paling banyak
yaitu 41,1% dan usia lebih dari 30 tahun
menderita infeksi HIV adalah usia
yaitu 15,9%.
kepada
2009
Penelitian
Secara
kualitas
1009
6
Penelitian oleh Hasanah, Zaliha &
73,8%. Hasil ini sesuai dengan penderita
Mahiran (2010), menunjukkan bahwa
HIV/AIDS terbesar di dunia yaitu laki-
usia tidak menunjukan hubungan yang
laki (UNAIDS, 2009). Hasil penelitian
signifikan
oleh
dengan
kualitas
hidup
Ruutel
et.al.
(2009),
seseorang. Namun, beberapa penelitian
mengemukakan bahwa penderita HIV
terbaru menunjukan adanya perbedaan
masih didominasi oleh laki-laki yaitu
kualitas hidup pada tingkatan usia.
53,2% dan perempuan 46,8%. Kasus
Razavi et.al (2012), menunjukan bahwa
infeksi virus HIV masih cenderung
pasien HIV yang usiannya lebih dari 35
didominasi oleh laki-laki dengan jumlah
tahun memiliki kualitas hidup yang
30.001 orang dan wanita berjumlah
rendah. Usia yang lebih tua telah terbukti
16.149 orang, dengan rasio penyebaran
berhubungan
infeksi antara laki-laki dan perempuan
dengan
ketidakpuasan
dalam hubungan sosial seseorang.
yaitu 1:1. Selain itu faktor resiko yang
Usia tidak mempengaruhi kualitas
dapat meningkatkan kejadian infeksi
hidup dikarenakan pada individu terjadi
HIV yaitu hubungan laki-laki suka laki-
proses kematangan dari hasil belajar dari
laki (LSL) dan penasun meningkat
lingkungan,
menjadi
sosial
dan
kematangan
fungsi secara fisik dan psikologis (Nazir,
15%
(Ditjen
PP
&
PL
Kemenkes, 2014).
2006).
Penelitian lainnya oleh Hasanah, Menurut peneliti, hal ini berkaitan
Zaliha & Mahiran (2010), mayoritas
dengan pola pikir dan kematangan
responden yang terinfeksi HIV dengan
seseorang untuk menilai jenis stressor
jenis kelamin laki-laki yaitu 57,6%. Hal
yang datang, kemampuan beradaptasi
yang sama juga dikemukakan oleh
dan mekanisme koping yang adaptif
Imam,
yang digunakan mempengaruhi perilaku
responden menunjukan bahwa laki-laki
sesorang dalam mengambil keputusan.
lebih banyak terinfeksi virus HIV yaitu
et.al.
(2011),
57,3%. Astoro, et.al. Hubungan
Jenis
Kelamin
penelitiannya
dengan
terhadap
82
(2007), hasil
menunjukan
sebagian
besar pasien yang terinfeksi HIV berjenis
Kualitas Hidup Distribusi responden paling banyak
kelamin laki-laki yaitu 87,9%
pada penelitian ini adalah responden
Hasil
dengan jenis kelamin laki-laki yaitu
analisis
lebih
lanjut
menunjukan tidak ada hubungan antara
7
jenis kelamin dengan kualitas hidup pada
bagian normal dari pengalaman manusia.
domain psikologis dan hubungan sosial.
Perasaan sedih, putus asa bukanlah
Hasil
dengan
proses patologis, namun merupakan
beberapa penelitian yang sudah ada.
respon adaptif terhadap stressor yang
Hasil penelitian oleh Shan, et.al. (2011),
nyata. Tidak adanya respon seperti rasa
menunjukan tidak ada pengaruh jenis
takut, berduka, sedih dan cemas dalam
kelamin dengan kualitas hidup pada
menghadapi
penderita yang terinfeksi HIV. Hasil
respon yang maladaptif. Pada rentang
penelitian lainnya oleh Kumar, et.al.
adaptif terdapat respon emosional. Hal
(2013), menunjukan bahwa tidak ada
ini melibatkan orang yang mendapat
pengaruh jenis kelamin dengan kualitas
stressor menunjukan keterbukaan dan
hidup pada penderita HIV. Penelitian
kesadaran
oleh Hasanah, Zaliha & Mahiran (2010),
memberikan pengalaman belajar yang
menunjukkan bahwa jenis kelamin tidak
berharga (Stuart, 2013).
penelitian
ini
sesuai
menunjukan hubungan yang signifikan tidak
hormon
menunjukkan
perasaan
serta
dapat
Pendapat peneliti jenis kelamin
dengan kualitas hidup seseorang Pengaruh
stressor
menentukan
kualitas
hidup
dapat
seseorang, dikarenakan banyak faktor
berkontribusi pada etiologi dari status
lain yang berkaitan dengan kualitas
emosional pada wanita. Fluktuasi kadar
hidup seseorang. Salah satunya adalah
estrogen ditemui dalam berbagai tahapan
pendidikan dan mekanisme koping yang
terkait dengan kehidupan reproduksi
digunakan.
wanita, dan periode estrogen rendah
mempengaruhi
yang
terhadap
diasosiasikan
ulang
dengan
Pendidikan persepsi
gambaran
seseorang
penyakit
perawatan
banyak wanita (Douma, et.al. 2005).
seseorang dapat mengambil keputusan
Perbedaan gender tidak mempengaruhi
yang tepat mengenai jenis perawatan
kualitas
yang digunakan.
seseorang.
Hal
ini
dipilih
dan
gangguan mood, termasuk depresi pada
hidup
yang
sangat
sehingga
berkaitan dengan bagaimana seseorang merespon stressor menjadi lebih adaptif.
Hubungan
Emosi seperti rasa takut, sukacita,
dengan Kualitas Hidup
kecemasan, cinta, marah, sedih, ketika
Hasil
menghadapi stressor merupakan semua
Tingkat
penelitian
Pendidikan
menunjukan
bahwa responden paling banyak adalah
8
responden dengan pendidikan lanjutan
pendidikan dengan kualitas hidup pada
yaitu 78,6%. Pendidikan merupakan
penderita HIV pada domain hubungan
faktor yang dapat mempengaruhi pasien
sosial dan lingkungan.
dalam menentukan pilihan pengobatan.
Seseorang
dengan
pendidikan
Hasil ini sesuai dengan penelitian oleh
tinggi bisa lebih memahami penyakit dan
Rezavi, et.al. (2012)
petunjuk
responden
paling
terhadap 191
diberikan
dalam
adalah
penggunaan obat yang diberikan. Status
responden dengan tingkat pendidikan
pendidikan juga mempengaruhi tingkat
SMA yaitu 72,8%. Hasil penelitian
informasi
lainnya oleh
sehingga individu dengan pendidikan
menunjukan
banyak
yang
Kumar, bahwa
et.al. (2013), sebagian
besar
baik
rendah yaitu 59%.
dengan
analisis
menunjukan
ada
didapat
seseorang
tinggi dapat memahami informasi lebih
pasien HIV dengan tingkat pendidikan
Hasil
yang
dibandingkan tahap
dengan
individu
pendidikan
rendah
lebih
lanjut
(Notoatmodjo, 2007).
hubungan
antara
Pendapat
peneliti
bahwa
pendidikan dengan kualitas hidup pada
pendidikan sangatlah penting dalam
domain psikologis dan hubungan sosial.
proses penerimaan informasi kesehatan.
Hasil ini sesuai dengan penelitian Bello
Pasien HIV yang memiliki pendidikan
& Bello (2013), menunjukan bahwa
tinggi memiliki kemampuan kognitif
seseorang dengan pendidikan tinggi
yang baik untuk menerima, mencari
memiliki kualitas hidup lebih baik
informasi tentang perawatan dirinya.
dibandingkan dengan individu dengan
Sehingga pasien dengan pendidikan
pendidikan rendah. Hasil penelitian oleh
tinggi memiliki kualitas hidup yang baik.
Shan, et.al. (2011), menunjukan adanya hubungan antara tingkat pendidikan
Hubungan Status Material dengan
dengan pendidikan
kualitas rendah
hidup.
Tingkat
Kualitas Hidup
(tidak
sekolah)
Hasil
penelitian
menunjukan
menunjukan pengaruh yang signifikan
bahwa responden yang status material
dengan kualitas hidup pada domain
tidak kawin (belum menikah/duda/janda)
psikologis dan domain hubungan sosial.
lebih banyak yaitu 52,4%. Hasil ini
Penelitian oleh Kumar, et.al. (2013),
sesuai dengan pendapat Nojomi, Anbary,
menunjukan bahwa ada pengaruh tingkat
dan
9
Ranjbar
(2008),
terhadap
139
responden material
paling belum
banyak
berstatus
lebih rendah. Kehilangan pasangan atau
menikah/duda/janda
belum mempunyai pasangan merupakan
yaitu 62,7%. Hasil penelitian yang sama
faktor predisposisi dari stres.
juga dikemukakan oleh Baldwin, et.al
tersebut menunjukan bahwa seseorang
(2001, in Mayo 2002), penderita HIV
yang
paling banyak berstatus tidak memiliki
tempat
pasangan yaitu 65%. Hasil penelitian
perasaan satu sama lain sehingga pada
Cotton, et.al. (2006), mengemukakan
seseorang yang sudah menikah memiliki
bahwa mayoritas pasien yang terinfeksi
kualitas lebih baik.
virus HIV belum menikah atau tanpa
analisis
berbagi,
sudah lebih
pasangan
memiliki
mengungkapkan
Menurut peneliti, seseorang yang
pasangan yaitu 72,8% Hasil
memiliki
Hal
lanjut
menikah
dan
menikah/duda/janda
belum mempunyai
menunjukan tidak ada hubungan antara
mempunyai
status material dengan kualitas hidup
adekuat,
pada domain psikologis dan hubungan
pasangannya,
sosial. Hasil ini sesuai dengan penelitian
keluarga, dukungan dari konselor rumah
Razavi et.al.
sakit
(2012) terhadap 191
sumber baik
koping dari
dukungan
yang
memiliki
yang
keluarga, sosial
peran
kepercayaan
dan
dalam
responden menunjukan bahwa status
meningkatkan
perkawinan tidak menunjukan hubungan
seseorang
yang signifikan terhadap kualitas hidup.
mengembangkan koping yang adaptif
Hasil penelitian lainnya oleh Kumar,
terhadap stressor.
sehingga
dapat
diri lebih
et.al. (2013), menunjukan bahwa tidak ada pengaruh status meterial dengan
Hubungan Lama Terinfeksi virus HIV
kualitas hidup pada penderita HIV
dengan Kualitas Hidup
dilihat dari domain psikologis dan
Hasil
hubungan sosial.
2006),
menunjukan
bahwa responden yang melakukan rawat
Newsom dan Schulz (1996, dalam Mauk,
penelitian
menunjukkan
jalan di CST lebih banyak berada pada
bahwa
stadium awal (≤ 5 tahun) yaitu 57,1%.
gangguan fisik dikaitkan dengan kontak
Hasil
sosial lebih sedikit, kurang dukungan
penelitian Douaihy & Singh (2001),
sosial (dukungan pasangan, dukungan
menunjukan lama rata-rata penderita
lingkungan), dan kepuasan hidup yang
terinfeksi HIV yaitu <5 tahun. Hasil
10
penelitian
ini
sesuai
dengan
penelitian lainnya oleh Kumar, et.al.
hidup lebih baik dibandinngan dengan
(2013),
pasien yang tidak mengkonsumsi ARV.
menunjukan
bahwa
paling
banyak responden yang terinfeksi HIV
Pendapat lain juga dikemukakan
kurang dari dua tahun. Stadium awal
oleh
Carter
(2010),
terinfeksi dapat membuat seseorang
bahwa faktor-faktor independen terkait
mengalami stress dan depresi. Hal ini
dengan penurunan kualitas hidup dan
berkaitan dengan mekanisme koping
penurunan jumlah CD4 di bawah 200
yang digunakan oleh individu untuk
ketika
beradaptasi dengan stressor yang ada.
Penurunan CD4 dibawah nilai normal
pengobatan
mengemukakan
HIV
dimulai.
Penelitian Oleh Hasanah, Zaliha &
menunjukan penurunan daya tahan tubuh
Mahiran (2010), menunjukkan bahwa
seseorang sehingga perjalanan penyakit
rata-rata pasien yang terinfeksi HIV yaitu
HIV dapat berkembang menjadi infeksi
diatas 1 tahun (88,6%). Hasil penelitian
opurtunistik. Hal ini disebabkan oleh
yang sama juga dikemukakan oleh
virus HIV menyerang sistem kekebalan
Imam, et.al. (2011), lama rata-rata pasien
tubuh manusia terutama sel CD4 yang
sejak terdiagnosis HIV yaitu 54,2 bulan
mempunyai
(4,5 tahun
pertahanan utama (Price & Wilson,
Hasil
analisis
lebih
lanjut
2013).
fungsi
Penurunan
sebagai
derajat
sistem
kesehatan
menunjukan ada hubungan antara lama
penderita HIV disebabkan dari penuruan
terinfeksi penyakit dengan kualitas hidup
jumlah CD4 dalam tubuh (Sudoyo,
pada domain psikologis dan hubungan
2009). Hal ini senada dengan penelitian
sosial. Hasil ini sesuai dengan penelitian
oleh Nojomy, Anbary & Ranjbar (2008),
Bello & Bello (2013) menunjukan
menunjukan
bahwa pasien HIV pada stadium lanjut
infeksi HIV lebih lama memiliki kualitas
memiliki kualitas hidup lebih tinggi.
hidup yang rendah.
Pada tahap ini pasien pengguna ARV
bahwa
pasien
dengan
Peneliti berpendapat bahwa pasien
merasa obat-obatan telah menjadi bagian
HIV
yang dengan lama menderita
dari rutinitas sehari-hari. Hal ini senada
penyakit telah memiliki koping yang
dengan hasil penelitian oleh Pitt et.al.
adaptif dengan cara mengkonsumsi ARV
(2009) menunjukan bahwa penggunaan
secara
obat-obatan ARV menunjukan kualitas
jumalh CD4 tetap berada dalam rentang
rutin
guna
mempertahankan
normal. Jumlah CD4 yang normal
11
menunjukan pertahanan tubuh
yang
pasien HIV. Tidak terdapat hubungan
adekuat dan terhindar dari berbagi
antara usia (p=0,55), jenis kelamin
infeksi
(p=1), dan status perkawinan (p=0,54)
penyakit
sehingga
mampu
beraktivitas seperti biasanya.
dengan kualitas hidup pasien HIV yang menjalani rawat jalan di CST Sakit Jiwa Daerah
KESIMPULAN Karakteristik berdasarkan umur,
Rumah
Sungai Bangkong
Kota Pontianak.
yang termuda adalah 22 tahun dan usia yang paling tua adalah 58 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki
REFERENSI
adalah responden yang paling banyak
Astoro, N.Y., Djauzi, S., Djoerban, Z., et.al. (2007). Quality of life of HIV patients and infuential factors. Acta Med IndonesIndones J Intern Med. (39), (1), pp. 2-7
berkunjung selama penelitian dilakukan yaitu
73,8%
26,2%,
dan
perempuan
yaitu
mayoritas
responden
yang
jalan
belum
menjalani
rawat
Bello, S.I. & Bello, I.K. (2013). Quality of life of HIV/AIDS patients in a secondary health care facility, Ilorin, Nigeria. Proc (Bayl Univ Med Cent). 26 (2). Pp 116-119.
menikah/duda/janda yaitu 52,4% dengan tingkat pendidikan paling banyak adalah pendidikan lanjutan (SMA dan PT). sebagian besar responden sudah bekerja
Cotton, S., Puchalki, C.M., Sherman, S.N., et.al. (2006). Spirituality and religion in patients with HIV/AIDS. Journal Gen Intern Medical. (21), pp. S5–S13
serta berpenghasilan tinggi yaitu 57,1%. Berdasarkan lama menderita infeksi setelah didiagnosis, responden yang paling banyak adalah responden yang
Carter (2010). Low quality of life associated with poorer survival for patients taking HIV treatment. Diperoleh tanggal 15 Oktober 2014, diakses di www.aidsmap.com
didiagnosis terinfeksi kurang dari 5 tahun yaitu 57,1%. Gambaran kualitas hidup pasien HIV yang menjalani rawat jalan
dari
domain
psikologis
dan
hubungan sosial adalah kurang baik. Hasil terdapat
penelitian
hubungan
Departemen Sosial RI (2006). Kesejahteraan Lanjut Usia. Direktorat Bina Pelayanan Sosial.
menunjukan
antara
tingkat
Douma, et.al. (2005). Estrogen-related mood disorder reproductive life
pendidikan (p=0,02), lama menderita penyakit (p=0,00) dengan kualitas hidup
12
cycle factor. Advance in nursing Science. 28 (4), pp. 364-375.
Nojomi, M., Anbary, K., Ranjbar, M. (2008). Health related quality of life in patients HIV/AIDS. Archieve of Iranian Medicine. Vol. 11. (6).
Ditjen PP & PL Kemenkes RI (2014). Statistik Status HIV/AIDS di Indonesia. Diakses di http://spiritia.or.id, diperoleh tanggal 12 Maret 2015
Notoatmodjo, S. (2007). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Hasanah, C.I., Zaliha, A.R., Mahiran, M. (2010). Factors influencing the quality of life in patients with HIV in Malaysia. Qual Life Res
Odili, V.U. (2011). Determinants of quality of life in hiv/aids patients. West African Journal of Pharmacy. 22 (1) 42 – 48.
Imam, M.H., Karim, M.R., Ferdous, C., et.al. (2011). Health related quality of life among the people living with HIV. Bangladesh Med Res Counc Bull. (37), pp. 16
Pitt, J., L. Myer, and R. Wood, (2009).Quality of life and the impact of drug toxicities in a South African community-based antiretroviral programme,” Journal of the International AIDS Society, (12), (1).
Kumar, A., et.al. (2013). Determinants of quality of life among people living with HIV/AIDS: a cross sectional study in central karnataka, India. International Journal of Medical Science and Public Health. Vol 3 Issue 11
Pohan, H.T. (2006). Opportunistic Infection of HIV-infected/AIDS Patients in Indonesia: Problems and Challenge. Acta Med Indones-Indones J Intern Med. Pp. 169-173
Mauk, K.L. (2006). Gerontoloogical Nursing Competencies for Care. United States: Jones and Bartlett Publisher.
Price, S.A. & Wilson, L.M. (2013). Patofisiologi: Konsep Klinis dan Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Mayo, R.M. (2002). Gender differences in quality of life in persons infected with HIV. Illinois Wesleyan University
Razavi P, Hajifathalian K, Saeidi B,. Et.al. (2012). Quality of life among persons with HIV/ AIDS in Iran: internal reliability and validity of an international instrument and associated factors. AIDS Res. 8(4):94–106
Nazir. K.A. (2006). Penilaian Kuallitas Hidup Pasien Paska Bedah Pintas Coroner Yang Menjalani Rehabilitasi Fase III dengan Menggunakan SF-36. Jakata: UI diakses di http://www.lib.ui.ac.id, diperoleh tanggal 30 November 2014
Ruutel, et.al. (2009), Factor Influencing quality of life oof people living with HIV in Estonia: a crossectional survey. Journal Of the International AIDS Society, (12), (1).
13
Shan, D., et.al. (2011). Quality of life and related factors among HIVpositive spouses from serodiscordant Couples under Antiretroviral Therapy in Henan Province, China. Plos One 6(6). Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2002). Buku ajar keperawatan medikalbedah Brunner & Suddarth (edisi 8) (vol. 2). Jakarta: EGC. Stuart, G. W. (2013). Princinples and Pratice of Psychiatric Nursing 10thed. USA: Elsevier Mosby Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I. Simadibrata K,M., & Setiati, S. (2009). Buku ajar ilmu penyakit dalam (jilid 3) (edisi 5). Jakarta: Interna Publishing. UNAIDS. (2011). PWLHA Stigma Index : Asia Pacific Region, Geneva : UNAIDS UNAID. (2009). Statistik HIV/AIDS update. Geneva : UNAIDS WHO.
(1997). WHOQOL measuring quality of life.
WHO.
(2013). Global Health Observatory. Diakses di www.who.int/gho/, diperoleh tanggal 1 Juni 2015.
WHO. (2014). HIV-AIDS. Diakses di: Http://who.int. diperoleh 15 Oktober 2014
14