207 BAHAYA DAN PENANGANAN TUBERCULOSIS

Download Penykit TBC sudah ada sejak zaman Mesir kuno, terbukti dari penemuan mummi yang mengandung tanda-tanda khas TBC tersebut. Bakteri TBC untuk...

0 downloads 527 Views 192KB Size
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis

BAHAYA DAN PENANGANAN TUBERCULOSIS MASNIARI POELOENGAN, IYEP KOMALA dan SUSAN M. NOOR Balai Penelitian Veteriner Jl. R.E. Martadinata No. 30, Bogor 16114

PENDAHULUAN Tuberculosis dikenal dengan penyakit TBC, yaitu salah satu penyakit infeksi yang bersifat persisten dan menahun dan merupakan zoonosis penting di Indonesia. Penyakit ini dikatakan sebagai penyakit menahun (kronik), sehingga gejala klinisnya baru muncul jika sudah parah, tetapi adakalanya penyakit ini berjalan akut dan progresif, terutama pada hewan muda. TBC adalah penyakit yang menyebabkan kematian terbesar kedua di Indonesia. Gejala yang ditimbulkan antara lain gangguan pernafasan seperti sesak nafas, batuk sampai berdarah, badan tampak kurus kering dan lemah. Penularan penyakit ini sangat cepat karena ditularkan melalui saluran pernafasan. Micobacterium tuberculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TBC dengan kematian 3 juta orang per tahun (WHO, 1993). Kematian ini di negara berkembang merupakan 25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TBC berada di negara-negara berkembang. Munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia, maka meningkatkan jumlah penderita TBC. Kematian wanita karena TBC lebih banyak daripada kematian karena kehamilan, persalinan serta nifas. WHO mencanangkan keadaan darurat global untuk penyakit TBC pada tahun 1993 karena diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman TBC. Tuberculosis di Indonesia kembali muncul sebagai penyebab kematian utama setelah penyakit jantung dan saluran pernafasan. Penyakit TBC paru, masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberculosis merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua golongan usia dan

nomor I dari golongan infeksi. Survey prevalensi yang dilakukan antara tahun 19791982 di 15 propinsi dengan hasil 200-400 penderita tiap 100.000 penduduk. Menurut WHO, pada manusia akan timbul 10,2 juta kasus TBC baru dalam tahun 2000, apalagi dengan adanya HIV, mungkin sekali kasus akan makin bertambah. Menurut DINAS KESEHATAN DKI (2002) dari setiap 100 penduduk Indonesia, 3 - 6 orang menderita TBC Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TBC dimana sekitar 1/3 penderita terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah sakit/klinik pemerintah dan swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangkau unit pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian karena TBC diperkirakan 175.000 per tahun. Penyakit TBC menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif, penderita TBC kebanyakan dari kelompok sosio ekonomi rendah. Tahun 1995-1998, cakupan penderita TBC Paru dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy) atau pengawasan langsung menelan obat jangka pendek/setiap hari baru mencapai 36% dengan angka kesembuhan 87%. Sebelum strategi DOTS (1969-1994) cakupannya sebesar 56% dengan angka kesembuhan yang dapat dicapai hanya 40-60%. Pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak cukup dimasa lalu kemungkinan telah timbul kekebalan kuman TBC terhadap OAT (obat anti tuberculosis) secara meluas atau multi drug resistance (MDR). Selain manusia satwapun dapat terinfeksi dan menularkan penyakit TBC melalui kotorannya. Kotoran satwa yang terinfeksi itu terhirup oleh manusia maka membuka peluang manusia akan terinfeksi juga penyakit TBC. Satwa yang punya potensi besar menularkan penyakit TBC ke manusia adalah sapi perah dan primata, misalnya orang utan, owa dan siamang.

207

Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis

Penykit TBC sudah ada sejak zaman Mesir kuno, terbukti dari penemuan mummi yang mengandung tanda-tanda khas TBC tersebut. Bakteri TBC untuk pertama kalinya ditunjukkan oleh ROBERT KOCH tahun 1882, oleh karena itu bakteri tersebut sering disebut bakteri Koch atau Mycobacterium tuberculosis.. Penyebab tuberculosis pada mamalia adalah Mycobacterium tuberculosis sebagai penyebab utama dari tuberculosis pada manusia, M. bovis penyebab tuberculosis pada sapi dan kerbau, dan M. africanum yang menyebabkan tuberculosis pada manusia di Afrika Tropis. PENYEBAB PENYAKIT (ETIOLOGI), POLA PENYEBARAN DAN DISTRIBUSI PENYAKIT (EPIDEMIOLOGI) Disebut Tuberculosis karena penyakit ini membentuk benjolan-benjolan (tubercles) disertai perkijuan dan perkapuran, khususnya di dalam jaringan paru-paru, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, tergolong actinomycetalse, familia mycobacteriaceace, genus Mycobacterium yang bersifat tahan asam, berukuran antara 0,2-0,6 x 1,5-4 mikron, mempunyai granula metakhromatik yang disebut granula Much. Bakteri ini pertama akan membentuk tuberkel dalam suatu fokus yang disebut fokus primer, yang pada manusia dan sapi sering terjadi di dalam jaringan paruparu, sedangkan pada bangsa unggas tuberkel

terdapat di dalam usus, kemudian melalui jalur sirkulasi limfe (limfositik) menyebar ke jaringan lainnya. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Kuman ini dalam jaringan tubuh dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun. sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. EHRLICH membuktikan bahwa bakteri TBC merupakan bakteri Gram positif, tetapi bersifat tahan asam, sehingga dengan pewarnaan Ziechl Nielsen berwarna merah. Bakteri TBC tidak membentuk spora, tidak bergerak dinding selnya berlapis lilin. Lapisan lilin inilah yang membuat bakeri tersebut lebih tahan hidup di lingkungan alam dibandingkan dengan bakteri yang tidak membentuk spora. Misalnya bakteri yang berada di dalam eksudat, tinja dan di dalam air, di dalam jaringan paru-paru yang sudah membusukpun bakteri masih bisa bertahan berbulan-bulan dan tidak mati oleh sinar matahari. Setiap spesies hewan, memiliki kerentanan pada infeksi bakteri, masing-masing sebagai berikut: Tuberkulosis hewan terutama pada sapi, telah lama diketahui menyebabkan beberapa bentuk tuberculosis manusia.

Tabel 1. Kerentanan spesies hewan terhadap tipe bakteri TBC Spesies hewan Marmot Kelinci Mencit (galur tertentu) Hamster Kera Kuda Anjing Sapi Babi Bangsa Kakatua Unggas Sumber: SUBRONTO, 1985

208

Bovin ++++ ++++ ++++ ++ ++++ ++ ++ ++++ +++ +++ 0 0

Tipe bakteri TBC Human ++++ + ++++ +++ ++++ 0 + + + ++ 0 0

Avier 0 ++++ + + 0 ++ 0 0 ++++ ++++ ++++

Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis

Meskipun angka insidensi tuberculosis di manusia di Indonesia ini amat tinggi, tetapi tipe yang paling dominan yang menyerang adalah tipe humanus (Mycobacterium tuberculosis). RESSANG dan UMBOH (1992) menyimpulkan bahwa hal ini disebabkan karena susu yang dikonsumsi di Indonesia umumnya dimasak terlebih dahulu sehingga kejadian infeksi dengan cara kontak atau melalui saluran pencernaan dengan M. bovis sangatlah jarang. Hal ini masih berlaku sampai saat ini, karena makin jarangnya pembelian susu segar langsung dari peternakan disebabkan oleh kurang sehatnya sanitasi lingkungan di peternakan-peternakan sapi perah saat ini. Perjalanan penyakit (patogenesis) Tuberkolosis dapat menyerang hewan maupun unggas dengan demikian dapat menyerang pada manusia. Kejadian tuberkolusis pada ternak tidak terlalu menonjol dibandingkan penyakit menular lainnya, tetapi pada manusia justru merupakan penyakit rakyat terutama rakyat ekonomi lemah. Tuberculosis pada manusia akan membentuk koloni tebal, kering dan keriput, sedangkan pada tipe bovin (sapi) kasar dan kering, pada tipe avian tebal, halus dan agak lembab. Pada pemeriksaan paska mati, akan ditemukan tuberkal-tuberkal sebagai berikut: Sapi Terdapat pada paru-paru, hati, limpa, peritoneum kelenjar limfe, pleura, kadangkadang pada kulit dan tulang. Tubercolusis ini kebanyakan menyerang pada sapi perah baik sapi impor maupun sapi lokal. Babi Ditemukan dalam kelenjar limfe pada leher (servicalis), submaksilaris, bronkhialis, portal, mesenterika, hati, paru-paru dan limfa. Unggas Terdapat dalam hati, pru-paru, limpa, usus, tulang, persendian, peritonium, ginjal dan ovari. Kuda Penderita memperlihatkan kekurusan, lesu, leher kaku, rambut dan kulit kusut.

Kambing dan domba TBC pada kambing dan domba jarang terjadi, apabila ditemukan umumnya disebabkan oleh infeksi M. bovis Kucing TBC pada kucing jarang sekali ditemukan, karena kucing memang tahan terhadap infeksi bakteri ini Anjing TBC pada anjing banyak disebabkan oleh M. tuberculosis, M. bovis, dan jarang ditemukan oleh M. avium. Dilaporkan bahwa anjing mendapat tuberculosis justru karena tertular oleh manusia. Monyet Sangat rentan terhadap M. bovis, M. tuberculosis dan M. avium. Monyet-monyet yang menderita TBC akan mngeluarkan mycobacterium melalui urinnya. GEJALA DAN TANDA Tuberculosis pada sapi pada stadium awal infeksi tidak menunjukkan gejala klinik. Gejala klinik baru dapat dilihat apabila penyakit berlanjut, yaitu dengan terlihatnya kondisi tubuh yang menurun, kurang nafsu makan dan terjadi pembengkakan permukaan kelenjar limfe (limfoglandula superfisialis) sehingga mudah diraba. Tuberculosis pada terbak babi akan memperliahtkan pembekakan pada kelenjar limfoglandula superfisialis, juga terjadi pembengkakan pada tulang dan sendi-sendi. Gejala umum tuberculosis yang sudah agak lanjut adalah kelemahan umum, tidak ada nafsu makan, susah bernafas, kekurusan, dan demam yang turun naik. Tuberculosis pada kelejar susu (ambing) akan memperlihatkan pengerasan, karena terbentuknya jaringan ikat di dalam ambing yang menderita. Penderita pada ternak unggas memperlihatkan penonjolan pada tulang dada, kepucatan pada balung dan pial, pembengkakan sendi yang dapat menyebabkan kelumpuhan dan diare. Gejala umum TBC yaitu batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu

209

Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis

atau lebih. Gejala lain yang sering dijumpai yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan (www.infeksi.com). Host manusia Tuberculosis dapat menyerang setiap bagian tubuh manusia dan hampir semua jaringan, tetapi tuberculosis pulmonal merupakan sebagian besar yang perlu diperhatikan. Penyakit ini biasanya bersifat kronis, beragam bentuknya dan malahan biasanya asymtomatis. Biasanya dapat menghebat dengan tiba-tiba pada setiap tahapannya, tetapi meskipun begitu pada beberapa kasus malahan dapat sembuh dengan sendirinya. Tuberculosis exstrapulmonal pada ginjal, hati, limpa, tulang, meningens, testes, ovarium dan organ lain seperti persendian, intestin dan larynx biasanya disebabkan oleh invasi lesio exsudatif ke dalam aliran darah. Tuberculosis extrapulmonal ini lebih jarang terjadi dibandingkan dalam bentuk pulmonal pada manusia. Kepakaan manusia terhadap bacillus tuberculosis sapi sama besarnya terhadap bacillus tuberculosis pada manusia. Apabila lesio telah terbentuk pada suatu organ, maka akan sulit dibedakan bentuk maupun jalannnya penayakit apakah M. bovis atau M. tuberculisis yang dapat diisolasikan, termasuk juga sifatsifat dan kehebatan lesio setelah autopsi. Secara umum dapat dikatakan bentuk yang paling banyak dijumpai pada infeksi M. bovis adalah bentuk bentuk exstapulmonal, dan yang paling banyak terserang adalah anak-anak. Timbulnya bentuk esxtrapulmonal pada infeksi M. bovis umumnya ditularkan melalui susu atau produk susu mentah. Bentuk extstrapulmonal ini dapat menyebabkan adenitis servicalis, infeksi alat urogenital, tuberculosis dari tulang dan sendi. Faktor yang mempengaruhi kemunculan Faktor yang paling penting untuk di perhatikan adalah sapi-sapi yang terinfeski penyakit ini, karena sapi-sapi yang terinfeski inilah faktor utama yang menyebarkan

210

penyakit ini terhadap manusia. Gejala klinis sapi-sapi yang terkena tuberculosis memperlihatkan gejala klinis yang tidak jelas dan uji-uji yang biasa dilakukan dapat mendeteksi adanya carrier. Kebiasaan minum susu sangat berpengaruh terhadap penyebaran penykit ini. Masyarakat yang sudah terbiasa minum susu yang terlebih dahulu didihkan seperti di Amerika Latin, Indonesia dan beberapa Asia, insidensi infeski dengan M. bovis selalu rendah. Tuberculosis pulmonal atau exstrapulmonal akan tetap tinggi apabila prevalensi infeksi pada sapi amat tinggi, karena terjadinya penularan dari susu atau produknya yang tidak mengalami pemansan terlebih dahulu dan terjadi penularan secara aerosol pada pemeliharaan sapi dan/atau pekerja kandang. Kejadian tuberculosis pada umumnya banyak terjadi di daerah-daerah dimana hewannya dikandangkan di musim dingin dengan masyarakatnya mempunyai kebiasaan untuk meminum susu tanpa dididihkan terlebih dahulu dan memiliki kebiasaan menjaga hewannya di kandang. Cara penularan Sumber penularana adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe, saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis

Cara penularaan dari sapi ke manusia Konsumsi air susu sapi dalam keadaan mentah yang sudah terinfeski tuberculosis merupakan cara penularan yang paling ideal. Bacilli penyebab tuberculosis yang merupakan organisme yang teremulsikan ke lemak dan emigrasi ke jaringan mukosa dan lymphoid dipermudah karena pada saat yang sama pangan sedang dicerna oleh tubuh penderita. Mencegah terjadinya penularan tuberculosis sebaiknya masyarakat meminum susu setelh proses pemanasan atau meminum susu yang sudah di asamkan (yoghurt, keffir) karena akan berakibat negatif terhadap hidupnya bacilli tuberculosis. Penularan dari manusia ke sapi Mycobacterium yang berperan dalam penularan dari sapi terahadap manusai yaitu M. bovis dan M. tuberculosis. Penularan M. tuberculosis terhadap sapi secara epidemiologis tidak mempunyai kepentingan, karena sapi sangatlah resisten terhadapnya. Kejadian penularan tuberculosis dari sapi ke manusia banyak terjadi di peternakanpeternakan sapi. Penderita tuberculosis pulmonal yang berasal dari sapi akan menularkannya kembali ke sapi yang sehat. Peternakan yang sudah bebas dari tuberculosis yang kemudain terjangkit lagi disebabkan karena pekerja-pekerja penderita tuberculosis yang disebabkan oleh M. bovis. Penularan dari anjing, kucing dan kera Hewan kesayangan seperti anjing dan kucing masih harus tetap diwaspadai sebagai penular tuberculosis, tetapi manusai yang terinfeski tuberculosis lebih sering menularkan terhadap ajing dan kucing daripada sebaliknya. Penularan akan lebih mudah terjadi dengan adanya hubungan yang cukup erat antara anakanak dengan anjing dan kucing, bisa melalui droplets dan debu. Anjing dan kucing agak resisten terhadap tuberculosis, sehingga hewan ini jarang sekali menjadi sumber penularan terahdap manusia. Kera tang terinfeksi tuberculosisi merupakan ancaman yang sangat serius terhadap manusia. Umumnya kera yang hidup dihutan besab dari tuberculosis dibandingkan dengan kera yang dipelihara di sekitar

pemukiman manusia. Kera dari hutan pada umumnya tertular tuberculosis dari pemelihara atau penangkapnya. Kera yang sudah tertular penyakit ini akan menularkannya pada koloninya, dan infeksinya akan menjalar secara liar diantara koloni tersebut. Kera Rhesus yang terinfeksi penyakit ini sangat mematikan. Uji tuberkulin merupakan uji yang cukup bagus untuk mendeteksi kasus primer tuberculosis pada kera, sedangkan untuk kasus sekunder yang dianjurkan adalah dengan pemeriksaan radiologi. Resiko penularan Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan berfariasi antara 1 ? 2%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1%, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 (sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB. Dari keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa daerah dengan ARTI 1%, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 (seratus) penderita tuberkulosis setiap tahun, dimana 50% penderita adalah BTA positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah daya tahan tubuh yang rendah; diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS. RIWAYAT TERJADINYA TUBERKULOSIS Infeksi primer Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di Paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran linfe akan membawa kuma TB ke kelenjar linfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu.

211

Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis

Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan. Tuberkulosis pasca primer (Post Primary TB) Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura. Komplikasi pada penderita tuberkulosis Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut: Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial, bronkiectasis dan Fibrosis pada paru. Pneumotoraks spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency). Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit. Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simptomatis. Bila

212

perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik. Perjalanan alamiah TB yang tidak diobati Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50% dari penderita TB akan meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25% sebagai kasus kronik yang tetap menular (WHO, 1996). Pengaruh infeksi HIV Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula. PENENTUAN PENYAKIT Penentuan penyakit tuberculosis dapat berupa diagnosa klinis dan dilanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium, yaitu berdasarkan ditemukannnya bakteri tuberculosis dalam sekreta dan eskreta yang diperkuat dengan membuat kultur biakan Leuwenstein, Petragnani atau gliserin-kentang dalam suasana ada udara. Tuberculosis tipe manusiA tumbuh dengn baik pada pH 7,4-8,0 dan memerlukan inkubasi dalam biakan khusus selama 4-8 minggu, sedangkan tipe bovis (sapi) dalam pH 5,8-6,9 dan tipe unggas dalam pH > 7 (alkalis) memerlukan waktu selama 5 hari saja. Uji tuberkulin merupakan uji yang dapat dilakukan untuk menguji tuberculosis. Uji tuberkulin dalam kulit (intrademal) dapat dilakukan sebagai berikut: 0,1 tuberkulin disuntikan ke dalam kulit tangan menggunakan alat suntik Rautmann, yang dilakukan pada kulit dari pangkal ekor atau vulva, pada sapi dan ternak besar lainnya. Uji tuberkulin pada ternak babi dilakukan pada kulit telinga atau alat kelaim luar (vulva), pada unggas dilakukan pada pial atau gelambir dengan dosis 0,05 ml. Penilaian tuberkulinasi ini dibaca setelah 48-72 jam paska suntikan. Penebalan yang

Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis

terjadi pada kulit setelah dilakukan suntikan, yang dapat dikur dengan kutimeter dinyatakan positif. Uji yang dapat dilakuakan selain uji intradermal, yaitu dengan cara uji tuberkulin di bawah kulit (subkutan) atau ke dalam mata (ophtalmik). Uji tuberkulin pada anjing sering memberikan hasil negatif-plasu (falsenegative). PENGENDALIAN DAN PENCEGAHAN Pengendalian infeksi M. bovis pada manusai dapat dilakukan dengan pastuerisasi susu, vaksinasi dengan BCG, pengendalian dan eradikasi tuberculosis pada sapi. Pengendalian yang utama dalam pencegahan M. bovis adalah dengan pembuatan program pengendalian dan pembasmian tuberculosis pada sapi. Tindakan eradikasi biasanya berupa uji tuberkulin secara berulang sampai semua kasus tuberculosis tidak ditemukan lagi dan memisahkan reaktor dari kawanannya. Tetapi pada kenyataannya pelaksanaan ini sangat sulit dilakukan karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang tuberculosis dan biaya yang cukup mahal untuk melakukan uji tuberkulin pada sapi secadara berulang. Bahan yang paling efektif dalam membunuh bakteri TBC adalah senyawa phenol 2-3%, kresol 2-3% atau ortophenil 1%. Desinfektan ini digunakan untuk membersihkan kandang dan peralatan lainnnya.

kenyamanan dalam bekerja, pengetahuan tentang keselamatan kerja, kesehatan dan kebersihan pribadi. Pekerja juga harus diperhatikan kesehatannya dengan memeriksakan ke dokter secara berkala. Imunisasi terhadap tuberculosis Yaitu dengan melakukan vaksinasi terutama pada bayi dan anak-anak dengan vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin). Vaksin ini berupa M. bovis hidup yang telah diatenuasikan, aman dan sangat kuat dalam melindungi manusia terhadap infeksi M. bovis dan M. tuberculosis. Vaksin ini cukup aman dan dapat mencegah 80% kasus Tuberculosis paru-paru dan 100% meningitis tuberculosa. Revaksinasi dianjurkan dilakukan dalam interval 5, 10 dan 15 tahun. Vaksin BCG tidak memberikan perlindungan yang baik pada sapi dan hewan eksotik. Tindakan vaksinasi BCG pada sapi akan mengganggu uji tuberkulinasi karena akan bereaksi. Pemberian kemoprofilaksis

Yaitu dengan cara dilakukannya penyampaian kepada masyarakat tentang pengetahuan ilmiah dasar tentang faktor-faktor yang menyebabkan penyakit tuberculosis. Penyampaian ini harus dirancang dengan baik, dan disampaikan oleh orang-orang yang mengetahui adat istiadat, pola dan latar belakang budaya setempat.

Menurut DINAS KESEHATAN DKI JAKARTA (2002) pencegahan agar tidak tertular kepada orang lain: 1. Penderita tuberculosa paru: • Minum obat secara teratur sampai selesai • Menutup mulut waktu bersin atau batuk • Tidak meludah di sembarang tempat • Meludah di tempat yang kena sinar matahari atau di tempat yang diisi sabun atau karbol/lisol 2. Untuk keluarga: • Jemur tempat tidur bekas penderita secara teratur • Buka jendela lebar-lebar agar udara segar & sinar matahari dapat masuk • Kuman TBC akan mati bila terkena sinar matahari

Perlindungan individual

Pencegahan yang lain

Pencegahan dini Pendidikan kesehatan

Pekerja-pekerja dipeternakan sapi, kebun binatang maupun di laboratorium yang selalu kontak dengan hewan yang rentan terinfeksi tuberculosis harus dilindungi. Perlindungan ini bisa berupa penggunaan pakaian pelindung,

• Imunisasi BCG pada bayi • Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan bergizi

213

Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis

PENGOBATAN Pengobatan TBC hanya dilakukan pada penderita manusia, karena wadah sumber (reservoir) TBC justru terutama adalah amnusia, baru kmudian ternak sapi perah. Dihidrosteptomisin cukup efektif untuk membunuh bakteri TBC. Obat lain yang bisa diberikan adalah Etambutol dan Rifampisin. Tiga prinsip pengontrolan TBC di bidang veteriner: 1. Test and Slaughter Ternak sapi yang dinyatakan TBC dengan uji tuberkulin, maka sapi tersebut dipotong. Cara ini dilakukan hampir di semua negara.

karena produksi daging dan susu sangat menurun, disamping bagian-bagian jaringan hewan potong yang menderita TBC harus dimusnahkan. Disarankan apabila ditemukan hewan kesayangan seperti anjing dan kucing terinfeski TBC untuk dilakukan euthanasia. Hewan potong seperti sapi, domba, kambing, babai dan sebagainya apabila terinfeksi TBC, maka harus dibakar atau dikubur dalam-dalam. TBC lokal sering terjadi pada kelenjar ambing atau paru-paru, maka bagian organ tersebut harus ditolak (diafkir). Sekitar 5% sapi penderita TBC menunjukkkan adanya radang ambing TBC (mastitis tuberculosis). Air susu yang terinfeksi merupakan sumber penularan penyakit pada anak sapi, ternak babi dan manusia.

2. Test and Segragation Metode ini merupakan modifikasi dari butir 1 yang biasa dilakukan di negera-negara Eropa. Penderita yang positif TBC di[pisahkan dan diisolasi, dan kalau dapat diupayakan untuk dilakukan pengobatan. 3. Test and Chemoterapy Yaitu upaya pengobatann dengan menggunakan INH (Isoniazil). Metode ini beresiko gagal tinggi, karena > 205% kasus refraksi, melahirkan strain tahan obat. Bahaya lainnnya yaitu susu yang dihailkan akan terdapat residu INH, apabila chemoterapy ini dihentikan, maka sering menyebabkan penyakit timbul kembali. Keberhasilan dalam penanganan TBC ini dipengarihi oleh beberapa faktor: a) Sarana dan prasarana dalam melakukan pengobatan b) Obat yang diberikan merupakan obat terbaiak tetapi harus dapat terjangkau oleh penderita c) Diadakannnya penyuluhan kepada masyarakat dan keluarga tentang TBC d) Ada tidaknya penyakit lain yang diidap oleh penderita seperti kencing manis dan HIV. KEJADIAN TBC DENGAN KESEHATAN MASYARAKAT TBC pada hewan dapat menyebabakan kerugian secara ekonomi yang sangat besar

214

STRATEGI PENANGGULANGAN TBC SECARA NASIONAL Paradigma sehat • Meningkatkan penyuluhan untuk menemukan penderita TB sedini mungkin, serta meningkatkan cakupan • Promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan perilaku hidup sehat • Perbaikan perumahan serta peningkatan status gizi, pada kondisi tertentu



Strategi DOTS, sesuai rekomendasi WHO

• Komitmen politis dari para pengambil keputusan (tripartite), termasuk dukungan dana. • Diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik • Pengobatan dengan panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) • Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin. • Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TBC Peningkatan mutu pelayanan di tempat kerja • Pelatihan seluruh tenaga pelaksana • Mengembangkan materi pendidikan kesehatan tentang pengendalian TBC

Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis

• • •

• • • • • •



• •

mengunakan media yang cocok untuk tempat kerja Ketepatan diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik. Kualitas laboratorium diawasi melalui pemeriksaan uji silang (cross check). Untuk menjaga kualitas pemeriksaan laboratorium, dibentuk KPP (Kelompok Puskesmas Pelaksana) terdiri dari 1 (satu) PRM (Puskesmas Rujukan Mikroskopik) dan beberapa PS (Puskesmas Satelit). Untuk daerah dengan geografis sulit dapat dibentuk PPM (Puskesmas Pelaksana mandiri). Ketersediaan OAT bagi semua penderita TBC yang ditemukan. Pengawasan kualitas OAT dilaksanakan secara berkala dan terus menerus. Keteraturan menelan obat sehari-hari diawasi oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). Pencatatan pelaporan dilaksanakan dengan teratur lengkap dan benar. Pengembangan program dilakukan secara bertahap. Advokasi sosialisasi kepada para pimpinan perusahaan, organisasi pekerja mengenai dasar pemikiran dan kebutuhan untuk TBC kontrol yang efektif, mencakup kontribusinya dalam pengendalian TBC di tempat kerja. Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program meliputi : perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta mengupayakan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana). Membuat peta TBC sehingga ada daerahdaerah yang perlu di monitor penanggulangan bagi para pekerja. Memperhatikan komitmen internasional.

DAFTAR PUSTAKA DEWI MULIATY. 1995. Diagnosis Tuberculosis. Forum Diagnosticum. DEPARTEMEN KESEHATAN R.I. 2005. Program Penaggulangan TBC. Depkes R.I. Jakarta. DINAS KESEHATAN DKI JAKARTA. 2002. Tuberculosa Paru (TB Paru) Pencegahan dan Pengobatan. Jakarta. DHARMOJONO. 2001. Limabelas Penyakit Menular dari Binatang ke Manusia. Milenia Populer, Jakarta. http://www.cdc.gov/nchstp/tb/faqs/qa_introduction. htm#Intro1. 2005. Questions and Answers About TB. http://www.pdpersi.co.id/pdpersi/news/artikel.php3? id=940.2005.Infeksi Tuberculosis. DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN, DIREKTORAT JENDRAL PETERNAKAN, DEPARTEMEN PERTANIAN. 1985. Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular. Jakarta. DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN, DIREKTORAT JENDRAL PETERNAKAN, DEPARTEMEN PERTANIAN. 1986. Petunjuk Khusus Cara Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan Menular. Jakarta. DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN, DIREKTORAT JENDRAL PETERNAKAN, DEPARTEMEN PERTANIAN. 1986. Pola Operasional Pengendalian Tuberculosis dan Brucellosis. Jakarta. MERCK’S VETERINARY MANUAL. 1991. 7 th Ed. Merck’s Co. and Inc. RESSANG, A.A. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Buku Palajaran Patologi Khusus Veteriner Edisi II. SUBRONTO. 1985. Ilmu Penyakit Ternak Gadjahmada University Press, Jogjakarta.

I.

215