5 JURNAL DYAH ABM JIBEKA VOL 9 NO 1 FEB 2015

Download Jurnal JIBEKA Volume 9 Nomor 1 Februari 2015: 29 - 36 ditetapkan (Ratnatunga , 2007). .... merefleksikan akuntansi hijau (green accounting),...

0 downloads 313 Views 46KB Size
Dyah Aruning Puspita: Carbon Accounting: Apa, Mengapa dan Sudahkah berimplikasi pada….

29

CARBON ACCOUNTING : APA, MENGAPA DAN SUDAHKAH BERIMPLIKASI PADA SUSTAINABILITY REPORTING? (Based On 2012th’PROPER With Gold Rank) Dyah Aruning Puspita Dosen STIE Malangkuçeçwara Malang Abstract Carbon accounting is a relatively new science and is a phenomenon that is very important to follow up on the sustainability reporting as part of the accounting environment (environmental accounting), so in this study the authors aimed to find out more about what is meant by carbon accounting is, why it is necessary carbon accounting carbon accounting and also whether this has implications for the sustainability reporting as a means of sustainability development itself. In this study the authors to remain consistent in companies that earn a gold rating in 2012 based on data PROPER. Keep company with the best knowledge that gold ranked based PROPER is a company that has done more than required so that it gets a green rating for three consecutive years (Beyond Compliance) PROPER as an instrument by the Ministry of Environment (MOE). The results of this study showed that of the 10 companies with the gold ranking indicates that Carbon accounting is being sought to be part of corporate sustainability reporting. Said to be being pursued / was to proceed to be a part of sustainability reporting because of the reduction of GHG emissions and energy efficiency is an important part of the carbon accounting itself has been reported by the respective companies with different versions in accordance with the format, each equipped with explanation brief on the company to the detailed explanations and detailed in the company of others. This means that there is no standard format to be followed by the company in the report all activities with respect to carbon accounting. Another reason is that the carbon accounting is to combine the efforts made by the company in reducing greenhouse gas emissions, especially carbon from the carbon calculation, determination of emissions reduction targets, emission reduction activities in the framework, the use of waste gas as an environmentally friendly fuel, formation system / program to reduce carbon as ozone-depleting chemicals, reporting progress on austerity policy stakeholders waterwheel, pioneering the development of energy until the investment costs incurred by the company to do it all. But in the application there are still some companies who do not itemize the entire investment at the same time calculating costs for each of these activities. Though it is certain that to perform these activities did not invest a little bit. So it can be concluded that the carbon accounting is still in process in the sustainability Reporting. Key Word : Carbon Accounting, Sustainability Reporting, PROPER Abstrak Akuntansi karbon adalah ilmu yang relatif baru dan merupakan fenomena yang sangat penting untuk merealisasi program pelaporan keberlanjutan sebagai bagian dari akuntansi lingkungan, sehingga dalam penelitian ini penulis bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut tentang apa yang dimaksud dengan karbon akuntansi, mengapa penghitungan karbon diperlukan dan juga apakah ini berimplikasi pada pelaporan keberlanjutan sebagai sarana pembangunan berkelanjutan. Dalam penelitian ini populasi nya adalah perusahaan yang mendapatkan peringkat emas pada tahun 2012 berdasarkan data PROPER. Prestasi menjadi perusahaan dirangking emas versi PROPER adalah perusahaan yang telah melakukan lebih dari yang dibutuhkan sehingga mendapat peringkat hijau selama tiga tahun berturutturut dalam penilaian PROPER. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 10 perusahaan dengan peringkat emas diatas menunjukkan bahwa akuntansi karbon sedang dijalankan dan mereka berusaha untuk menjadi perusahaan yang melakukan pelaporan keberlanjutan. Upaya untuk menjadi bagian dari pelaporan keberlanjutan dengan cara pengurangan emisi gas rumah kaca dan efisiensi energi merupakan bagian penting dari akuntansi karbon itu sendiri telah dilaporkan oleh masing-masing perusahaan dengan versi yang berbeda sesuai dengan format, masing-masing dan dilengkapi dengan penjelasan singkat tentang perusahaan dan ada pula perusahaan yang melaporkan dengan penjelasan rinci dan detail. Ini berarti bahwa tidak ada format standar yang harus diikuti oleh perusahaan dalam pembuatan laporan yang berkaitan dengan akuntansi karbon. Namun dalam aplikasi masih ada beberapa perusahaan yang tidak merinci seluruh investasi pada saat yang sama menghitung biaya untuk masing-masing kegiatan tersebut padahal biaya yang dikelurakan perusahaan uayan banyak. Jadi dapat disimpulkan bahwa penghitungan karbon tersebut masih dalam proses di Pelaporan keberlanjutan. Kata kunci: Akuntansi karbon, Akuntansi Berkelanjutan, PROPER. PENDAHULUAN Salah satu isi dari Protokol Kyoto adalah melakukan suatu sistem perdagangan karbon.

Dimana jumlah batas akumulasi emisi karbon dalam suatu wilayah tidak boleh melebihi jumlah batas akumulasi maksimal dari yang telah

30

ditetapkan (Ratnatunga, 2007). Artinya suatu entitas dalam melakukan aktifitasnya menghasilkan gas emisi kurang dari standar yang ditentukan maka akan mendapatkan nilai kredit, tetapi sebaliknya jika suatu entitas menghasilkan karbon melebihi dari standar yang ditentukan maka akan membeli kredit dari entitas yang memiliki nilai kredit. Oleh sebab itu dikembangkanlah suatu perekayasaan akuntansi yang dinamakan akuntansi karbon sebagai langkah untuk mengurangi dampak pemanasan global (global warming) yang semakin meningkat. Akuntansi karbon sebenarnya lebih condong pada mengukur dan mengkalkulasi jumlah karbon yang dihasilkan oleh suatu entitas dalam proses produksinya. Dengan ini diharapkan akan bisa menjadi tolak ukur dalam pembuatan kebijakan ekologi suatu entitas. Dengan mengetahui jumlah emisi karbondioksida di udara sebagai efek dari aktifitas perusahaan dapat digunakan sebagai bagian dari isi laporan berkelanjutan oleh organisasi/perusahaan. Kalkulasi jumlah karbon, itu adalah alat bisnis yang membangun informasi yang mungkin (atau tidak mungkin) berguna untuk memahami dan mengelola konsenrasi karbon di udara yang berdampak pada perubahan iklim. Pengaruh dampak global warming terhadap kehidupan manusia telah memunculkan serangkaian tindakan serius dari masyarakat dunia guna melakukan upaya pencegahan efek global warming secara lebih luas. Protokol Kyoto, yang telah ditanda tangani dan diratifikasi oleh sebagian besar negara-negara di dunia tersebut merupakan kunci perubahan bagi masyarakat dunia. Dalam protokol dinyatakan bahwa pemerintah negaranegara peratifikasi, perusahaan-perusahaan dan konsumen harus segera melakukan upaya perubahan perilaku menuju konsep ekonomi baru, yaitu, era ekonomi lingkungan, yang oleh Ratnatunga (2007) dinyatakan sebagai “Carbonomics”. Laporan keberlanjutan atau sustainability reporting adalah praktek pengukuran, pengungkapan dan upaya akuntabilitas dari kinerja organisasi dalam mencapai tujuan pembangunan atas usaha yang berkelanjutan kepada para pemangku kepentingan baik internal maupun eksternal. Laporan keberlanjutan merupakan sebuah istilah umum yang dianggap sinonim dengan istilah lainnya untuk menggambarkan laporan mengenai dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial. Penyusunan sustainability reporting sekarang ini dapat dikatakan posisinya sama pentingnya dengan penyusunan laporan keuangan, mengapa demikian? Hal ini disebabkan dengan sustainability reporting akan bisa menjadi media bagi perusahaan untuk bisa berdialog dengan stakeholder dalam menginformasikan aktifitas apa saja yang telah dilakukan sehubungan dengan aktifitas sosial dan lingkungan, sekaligus dengan sustainability reporting perusahaan bisa mendapatkan timbal

Jurnal JIBEKA Volume 9 Nomor 1 Februari 2015: 29 - 36

balik dari stakeholder atas upaya yang dilakukan sehingga bisa menjadi perbaikan di masa yang akan datang. Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) yang merupakan bagian dari kementrian lingkungan hidup telah mendorong perusahaan agar taat terhadap peraturan lingkungan hidup dan mencapai keunggulan lingkungan melalui integrasi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam proses produksi dan jasa dengan jalan penerapan system manajemen lingkungan, efisiensi energy, konservasi sumberdaya dan pelakasanaan bisnis yang beretika serta bertanggung jawab terhadap masyarakat melalui program pengembangan masayarakat. Secara umum peringkat kinerja PROPER dibedakan menjadi lima warna sesuai dengan peringkat ketaatannya yaitu warna emas yang mewakili perusahaan-perusahaan yang secara konsisten menunjukkan keunggulan lingkungan dalam proses produksinya, melaksanakan bisnis yang beretika dan bertanggung jawab terhadap masyarakat. Berikutnya warna hijau, warna biru, kemudian warna merah sampai warna hitam yang diberikan kepada penanggung jawab usaha yang sengaja melakukan perbuatan atau melakukan kelalaian yang mengakibatkan pencemaran atau kerusakan lingkungan serta pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan atau tidak melaksanakan administrasi. Dari penjelasan diatas dapat dirumuskan dari penelitian ini yaitu ingin mengetahui apa yang dimaksud dengan carbon accounting, mengapa diperlukan karbon accounting dan untuk mengetahu apakah carbon accounting sudah berimplikasi pada sustainability reporting dimana peneliti fokus pada perusahaan dengan peringkat emas berdasarkan data PROPER pada tahun 2012. Landasan Teori Carbon Accounting refers generally to processes undertaken to "measure" amounts of carbon dioxide equivalents emitted by an entity. It is used inter alia by nation states, corporations and individuals. Correspondingly, examples for products based upon forms of carbon accounting can be found in national inventories, corporate environmental reports or carbon footprint calculators. Likening sustainability measurement, as an instance of ecological modernisationdiscourses and policy, carbon accounting is hoped to provide a factual ground for carbon-related decision-making. However, social scientific studies of accounting challenge this hope, pointing to the socially constructed character of carbonconversion factors or of the accountants' work practice which cannot implement abstract accounting schemes into reality, GRI (from free wilikipedia). Dengan mengetahui jumlah emisi karbondioksida di udara sebagai efek dari aktifitas

Dyah Aruning Puspita: Carbon Accounting: Apa, Mengapa dan Sudahkah berimplikasi pada….

perusahaan dapat digunakan sebagai bagian dari isi laporan berkelanjutan oleh organisasi/perusahaan. Kalkulasi jumlah karbon, itu adalah alat bisnis yang membangun informasi yang mungkin (atau tidak mungkin) berguna untuk memahami dan mengelola konsentrasi karbon di udara yang berdampak pada perubahan iklim. Penghitungan karbon adalah proses dimana sebuah perusahaan menggunakan program perangkat lunak dan pemantauan ditanah untuk memperhitungkan enam gas rumah kaca utama (karbon dioksida, metana, nitrous oxide, HFC, PFC dan belerang hexafluoride/SF6) sebagaimana didefinisikan dalam Kyoto Protocol. Dengan akuntansi karbon akan bisa merefleksikan akuntansi hijau (green accounting), sehingga bisa dikatakan bahwa akuntansi karbon merupakan bagian dari akuntansi hijau itu sendiri. Penyusunan sustainability reporting sekarang ini dapat dikatakan posisinya sama pentingnya dengan penyusunan laporan keuangan, mengapa demikian?. Hal ini disebabkan dengan sustainability reporting akan bisa menjadi media bagi perusahaan untuk bisa berdialog dengan stakeholder dalam menginformasikan aktifitas apa saja yang telah dilakukan sehubungan dengan aktifitas social dan lingkungan, sekaligus dengan sustainability reporting perusahaan bisa mendapatkan timbal balik dari stakeholder atas upaya yang dilakukan sehingga bisa menjadi perbaikan di masa yang akan datang. Laporan keberlanjutan adalah praktek pengukuran, pengungkapan dan upaya akuntabilitas dari kinerja organisasi dalam mencapai tujuan pembangunan atas usaha yang berkelanjutan kepada para pemangku kepentingan baik internal maupun eksternal. Laporan keberlanjutan merupakan sebuah istilah umum yang dianggap sinonim dengan istilah lainnya untuk menggambarkan laporan mengenai dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial. (Aini, 2012). Faktor apakah yang paling utama dalam mendorong perusahaan untuk mengimplementasikan bisnis yang berkelanjutan, dan diperoleh hasil sebagai berikut: (1) Kepatuhan terhadap regulasi; (2) Pengelolaan risiko atas reputasi internasional; (3) Pengurangan biaya dan efisiensi; (4) Di Indonesia, regulasi terkait dengan penerapan dan pengungkapan bisnis yang berkelanjutan antara lain: (5) Regulasi Bappepam yang mewajibkan pengungkapan aktivitas CSR dalam laporan tahunan sejak tahun 2005; (6) UU PT no 40 tahun 2007; (7) Semua BUMN diwajibkan mengalokasikan 1-3% dari laba bersih untuk membiayai program pengembangan masyarakat dan menyerahkan laporan terpisah yang sudah diaudit; (8) Setiap perusahaan memiliki alasan yang berbeda dalam mengimplementasikan bisnis yang berkelanjutan (Aini, 2012). Faktor-faktor yang mendorong implementasi strategi keberlanjutan perusahaan (Survei

31

AICPA,CICA dan CIMA) dalam Aini (2012) : (1) Kepatuhan terhadap regulasi dan hokum; (2) Pengelolaan risiko terhadap merk atau reputasi perusahaan; (3) Mencapai keunggulan bersaing dan profitabilitas jangka panjang; (4) Efisiensi dan penghematan biaya; (5) Nilai-nilai perusahaan; (6) Permintaan pelanggan akan produk yang ‘hijau’ alias peduli lingkungan; (7) Pengawasan publik terhadap praktik ketenagakerjaan, dan praktik bisnis lainnya; (8) Faktor-faktor yang mendorong karyawan bergabung dan bertahan; (9) Persyaratan dari vendor; (10) Bantuan pemerintah, atau insentif lainnya, seperti keringanan pajak atau bunga pinjaman. Gazdar dalam Almilia (2009) menyatakan ada empat hal yang membuat mengapa pelaporan nonfinansial ini menjadi sangat penting: Pertama, meningkatkan reputasi perusahaan. Semakin transparen perusahaan dalam aspek- aspek yang dituntut oleh seluruh pemangku kepentingannya, semakin tinggi pulalah reputasi perusahaan. Kedua, melayani tuntutan pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan adalah pihak-pihak yang terpengaruh oleh dan bisa memengaruhi perusahaan dalam mencapai tujuannya. Ketiga, membantu perusahaan dalam membuat berbagai keputusan. Laporan kinerja yang baik tentu saja akan memuat indikator-indikator yang akan membantu perusahaan melihat kekuatan dan kelemahan dirinya. Keempat, membuat investor dengan mudah memahami kinerja perusahaan. Sebagaimana yang sudah diungkapkan di atas, ada kebutuhan yang semakin tinggi dari investor untuk bisa mengetahui kinerja perusahaan yang sesungguhnya. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 5 tahun 2011 tentang Pedoman Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur tetang mekanisme dan Kriteria Penilaian Proper. Kriteria Penilaian PROPER di bedakan menjadi 2, yaitu :Kriteria ketaatan yang digunakan untuk pemeringkatan biru, merah, dan hitam. Kriteria ketaatan pada dasarnya adalah penilaian ketaatan perusahaan terhadap peraturan lingkungan hidup. Peraturan yang digunakan sebagai dasar penilaian adalah peraturan: (1)Penerapan Dokumen Pengelolaan Lingkungan; (2)Pengendalian Pencemaran Air; (3)Pengendalian Pencemaran Udara; (4)Pengelolaan Limbah B3; (5)Pengendalian Pencemaran Air Laut; (6)Kriteria Kerusakan Lingkungan. Kriteria penilaian aspek lebih dari yang dipersyaratkan (beyond compliance) untuk pemeringkatan hijau dan emas. Aspek yang dinilai adalah (1)sistem manajemen lingkungan;(2)efisiensi energy; (3)penurunan emisi; (4)pemanfaatan dan pengurangan limbah B3; (5)konservasi air dan penurunan beban pencemaran air; (6)perlindungan keaneka-ragaman hayati; (7)pelaksanaan pemberdayaan masyarakat.

32

Jurnal JIBEKA Volume 9 Nomor 1 Februari 2015: 29 - 36

Metode Penelitian Obyek penelitian dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang masuk ke dalam peringkat emas tahun 2012 berdasarkan data PROPER. Populasi sekaligus sebagai sample dalam penelitan ini adalah 12 perusahaan-perusahaan yang terdaftar sebagai peserta PROPER 2012 berperingkat EMAS. Alasan memilih perusahaan yang berperingkat emas didasarkan pada pertimbangan bahwa :(1) Perusahaan tersebut di anggap telah lebih dari yang dipersyaratkan (beyond complience) oleh kementrian lingkungan hidup dengan sangat baik dan mendapatkan peringkat paling tinggi, yaitu emas. (2) Perusahaan dengan peringkat emas telah beberapa periode dan mendapatkan peringkat hijau tiga kali secara berturut-turut serta secara konsisten, yang berarti mereka memiliki keunggulan lingkungan (environmental excellency) dalam proses produksi/jasa dan melaksanakaan bisnis yang beretika dan bertanggung jawab terhadap masyarakat. (3) kemudian kembali pada tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh apa perusahaan peringkat emas pada tahun 2012 dari PROPER dalam melaporkan aktifitas-aktifitas pertanggungjawaban sosial dan lingkungan sebagai perwujudan CSR (Corporate Social Responsibility). Baik dalam laporan keuangan maupun non keuangan (annual report) dan bagaimana penerapan pelaporan biaya-biaya CSR yang telah dilakukan oleh perusahan tingkat emas yang mencerminkan akuntansi lingkungan (green accounting). Adapun lokasi perusahaan sample menyebar di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan. Dengan alasan yang dikemukakan diatas, maka perusahaan pada tingkat emas dianggap sangat mewakili dan tepat dijadikan sebagai sample penelitian.

Tabel 1: Sampel penelitian PROPER dengan peringkat Emas 2012 No. 1

2 3 4

5 6 7 8

9 10 11 12

Nama Perusahaan PT. Indocement Tunggal Prakasa, Tbk. Pabrik Paliman Chevron Geothermal Salak, Ltd PT. Pertamina Geothermal Energy Area Kamojang Chevron Geothermal Indonesia, Ltd Unit Panas Bumi Darajat Star Energy Geothermal (Wayang Windu) Ltd. PT. Holcim Indonesia, TbkCilacap Plant PT. Unilever Indenesia, Tbk-Pabrik Rungkut PT. Semen Gresik (Persero), Tbk-Pabrik Tuban PT. Erna Djuliwati (Lyman Grup) PT. Adaro Indonesia PT. Badak, NGL PT. Medco E&P IndonesiaRimau Asset

Jenis Perusahaan Semen

Energi PLTP Energi PLTP Energi PLTP

Energi PLTP Semen Consumer goods

adalah (1) Menjelaskan apa yang dimaksud dengan carbon accounting; (2) Menjelaskan mengapa carbon accounting diperlukan; (3) Menjelaskan apakah carbon accounting sudah atau belum menjadi bagian dari sustainability reporting dari perusahaan-perusahaan dengan peringkat emas berdasarkan data PROPER pada tahun 2012. Diketahui bahwa Carbon Accounting secara garis besar adalah lebih ditekankan pada upaya untuk mengkombinasikan/menggabungkan aktivitas lingkungan sehubungan dengan pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dimana dalam pengurangan emisi tidak akan lepas dari efisiensi energy sekaligus dengan biaya-biayayang diinvestasikan perusahaan untuk menangani hal tersebut, maka peneliti akan focus pada dua hal tersebut dari keseluruhan penilaian yang dilakukan oleh PROPER. Kriteria penilaian PROPER ada tiga golongan utama yaitu system manajemen lingkungan, pemanfaatan sumberdaya dan pengembangan masyarakat. Pada penelitian lebih ditekankan pada pemanfaatan sumberdaya, karena sub dari pemanfaatan sumberdaya ini adalah penurunan emisi dan Gas Rumah Kaca (GRK) dan pemantauan emisi. Penurunan emisi dan GRK juga tidak bisa dilepaskan dari efisiensi energy maka elemen ini akan juga menjadi perhatian dari penulis. Sub tahapan dari bagian tiga ini adalah : (a)Memperinci hal-hal apa saja yang telah dilakukan oleh perusahaan dengan peringkat emas berdasarkan data PROPER 2012 sehubungan dengan kegiatan pemanfaatan sumber daya khususnya dalam hal pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan efisiensi energy dalam laporan keberlanjutan (Sustainability Reporting); (b)Memperinci apakah perusahaaan dengan peringkat emas berdasarkan data PROPER 2012 dalam melakukan aktifitas pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan efisiensi energy telah menyertakan/mencantumkan biaya yang diinvestasikan untuk aktifitas tersebut; (c)Dari sub tahapan a dan b maka akan bisa diketahui apakah carbon accounting sudah atau belum menjadi bagian dari Sustainability Reporting. Atau mungkin perusahaan-perusahaan dengan peringkat emas berdasarkan data PROPER 2012 tersebut sedang berproses untuk menuju ke arah Carbon Accounting dalam laporan keberlanjutan (Sustainability Reporting) yang mereka share ke masyarakat.

Semen

Kayu Lapis Tambang Batubara Migas LNg/LPG Migas EP

Sumber : PROPER, 2012. Metode Analisis. Tahap-tahap yang dilakukan

Teknik untuk menentukan apakah carbon accounting sudah/belum menjadi bagian dari Sustainability Reporting Secara ringkas penilaian PROPER yang berkaitan dengan Carbon Accounting adalah pemanfaatan sumber daya khususnya dalam pengurangan GRK dan efisiensi energy yang oleh peneliti akan dihubungkan dengan hasil penelitian sebelumnya (Puspita, 2014) yang menjabarkan lagi komponen

Dyah Aruning Puspita: Carbon Accounting: Apa, Mengapa dan Sudahkah berimplikasi pada….

dari efisiensi energy dan pengurangan GRK menjadi beberapa item- item/indicator penilaian dari dua komponen penilaian PROPER tersebut. Sekaligus dalam penelitian ini menggunakan teori yang dikemukakan oleh Louis dalam Dwijayanti (2011) yang menyatakan bahwa Carbon accounting adalah proses perhitungan banyaknya carbon yang dikeluarkan proses industri, penetapan target pengurangan, pembentukan sistem dan program untuk mengurangi emisi carbon, dan pelaporan perkembangan program tersebut. Kombinasi antara komponen penilaian PROPER, penelitian sebelumnya (Puspita, 2014 dan Louis dalam Dwijayanti (2011) bisa dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2: Carbon Accounting dihubungkan dengan Komponen penilaian PROPER Komponen Penilaian PROPER (Pemanfaatan Sumber Daya) Efisiensi Energi

Penurunan Emisi, GRK (Gas Rumah Kaca)

Item-Item/Indikator Penilaian yang harus diungkap oleh Perusahaan

1.Kebijakan penghematan energi 2.Kebijakan penghematan BBM 3.Perintisan pembangunan energy terbaru 4.Investasi Biaya yang dikeluarkan 1.Proses perhitungan karbon yang dikeluarkan dalam aktifitas perusahaan 2.Penetapan target pengurangan 3.Kegiatan dalam rangka mengurangi efek rumah kaca 4.Pemanfaatan gas terbuang sebagai bahan bakar ramah lingkungan 5.Pembentukan system/Program mengurangi carbon sebagai bahan kimia perusak ozon 6.Pelaporan perkembangan kepada stakeholders 7.Investasi Biaya yang dikeluarkan

Carbon Accounting sudah atau belum menjadi bagian dari Sustainability Accounting

Bila telah memenuhi dari semua komponen sekaligus sub penilaian yang harus diungkap berarti green accounting telah menjadi bagian dari sustainability reporting dan sebaliknya. Atau perusahaan masih berproses menuju carbon accounting dalam Sustainablity Reporting bila tidak memenuhi semua komponen dari indicator pengungkapan.

Sumber : PROPER, peneliti sebelumnya (Puspita, 2014) dan Louis dalam Dwijayyanti (2011), diolah. Dari item-item/indicator inilah nantinya diharapkan bisa menjawab apakah Carbon Accounting telah/belum menjadi bagian dari laporan Sustainability Reporting atau ada kemungkinan yang lain adalah perusahaan-perusahaan dengan peringkat emas berdasar data PROPER pada tahun

33

2012 tersebut masih berproses menuju carbon accounting dalam sustainaibilty reporting yang diterbitkan. Hasil dan Pembahasan Setelah dilakukan tahap penyajian data yang berkaitan dengan aktifitas perusahaan dalam pengelolaan lingkungan yang difokuskan pada pemanfaatan sumberdaya, dengan sub penilaian penurunan emisi dan Gas Rumah Kaca (GRK) dan pemantauan emisi dari duabelas perusahaan dengan peringkat emas berdasarkan data PROPER tahun 2012, maka untuk memudahkan analisis setiap perusahaan dibuatkan satu tabel untuk memudahkan memahami apa saja aktifitas yang telah dilakukan perusahaan sehubungan dengan efisiensi energy dan pemanfaatan sumber daya (penurunan emisi dan pemantauan emisi). Hasil amatan dan analisis yang telah dilakukan dapat dijelaskan sebagai berikut. Kriteria penilaian penghematan energi Untuk kebijakan penghematan energy dari sepuluh perusahaan dari sepuluh perusahaan hanya ada satu perusahaan yaitu Chevron yang belum melakukan/belum mengungkapkan dalam Sustainability Reporting pada tahun 2012. Untuk perintisan pembangunan energy terbaru dari sepuluh perusahaan ada tiga perusahaan yaitu Star Energy, Holcim Indonesia dan Chevron yang belum melakukan/belum mengungkapkan dalam Sustainability reporting pada tahun 2012. Untuk investasi biaya yang dikeluarkan dalam rangka penghematan energy dari sepuluh perusahaan ada 5 perusahaan yaitu Indocement Tunggal Prakarsa, Chevron, PT.Pertamina Geothermal Energy (PGE), Star Energy, Holcim Indonesia yang belum melakukan/belum mengungkapkan dalam Sustainability Reporting pada tahun 2012. Kriteria Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Untuk kriteria proses perhitungan karbon yang dikeluarkan dalam aktifitas perusahaan dari sepuluh perusahaan hanya ada satu perusahaan yaitu Badak LNG yang belum melakukan/belum mengungkapkan dalam Sustainability Reporting pada tahun 2012. Untuk penetapan target pengurangan emisi dari sepuluh perusahaan sebanyak tujuh perusahaan yaitu PT. Adaro, Badak LNG, Medco Energy, Chevron, Holcim Indonesia, Semen Gresik dan Unilever yang belum melakukan/mengungkapkan dalam Sustainability Reporting pada tahun 2012. Untuk Kegiatan dalam rangka mengurangi efek rumah kaca dari sepuluh perusahaan hanya satu perusahaan yaitu PT. Badak LNG yang belum melakukan/belum mengungkapkan dalam Sustainability Reporting pada tahun 2012.

34

Untuk pemanfaatan gas terbuang sebagai bahan bakar ramah lingkungan dari sepuluh perusahaan ada enam perusahaan yaitu PT. adaro, Indocement Tunggal Prakarsa, Chevron, Star Energy, Semen Gresik dan Unilever yang belum melakukan/belum mengungkapkan dalam Sustainability Reporting pada tahun 2012. Untuk Pembentukan system/Program mengurangi carbon sebagai bahan kimia perusak ozon dari sepuluh perusahaan ada dua perusahaan yaitu PT.Adaro dan Star Energy yang belum melakukan/belum mengungkapkan dalam Sustainability Reporting pada tahun 2012. Untuk Pelaporan perkembangan kepada stakeholders dari sepuluh perusahaan yang mendapatkan peringkat emas dari PROPER tahun 2012 hampir semua perusahaan telah melaporkan dua kriteria yang berkaitan dengan penilaian utama dari PROPER yaitu efisiensi energy dan penurunan gas emisi rumah kaca (GRK). Dimana dua kriteria penilaian tersebut sangat berkaitan dengan carbon accounting Hasil analisis menunjukkan dari sepuluh sub penilaian dua kriteria utama tersebut tidak semuanya dilakukan atau diungkapkan oleh perusahaan dalam laporan berkelanjutan tahun 2012. Rata-rata masing perusahaan tidak mencantumkan dua atau tiga sub penilaian dari PROPER. Kebanyakan yang tidak dilakukan/tidak diungkapkan adalah pada sub penilaian penetapan target pengurangan emisi, pemanfaatan gas terbuang sebagai bahan bakar alternative dan investasi biaya yang dikeluarkan untuk pengurangan emisi gas rumah kaca dan investasi biaya untuk program efisiensi energy. Tetapi untuk tujuh sub penilaian yang lain sepuluh perusahaan tersebut sudah melakukan dengan baik (seperti kebijakan penghematan energy, perintisan pembangunan energy untuk penilaian efisiensi energy dan untuk pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) meliputi Proses perhitungan karbon yang dikeluarkan dalam aktifitas perusahaan, Kegiatan dalam rangka mengurangi efek rumah kaca, Pembentukan system/Program mengurangi carbon sebagai bahan kimia perusak ozon dan Pelaporan perkembangan kepada stakeholders). Untuk investasi biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan pengurangan gas emisi rumah kaca (GRK) dari sepuluh perusahaan sebanyak lima perusahaan yaitu PT. Pertamina Geothermal Energy (PGE), Star Energy, Holcim Indonesia, Unilever dan Indocement Tunggal Prakarsa yang belum melakukan/belum mengungkapkan dalam Sustainability Reporting pada tahun 2012. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa sepuluh perusahaan yang mendapat peringkat emas pada tahun 2012 dari PROPER pada intinya sedang berproses untuk menuju laporan berkelanjutan (sustainability reporting) yang mencakup akuntansi karbon secara khusus sebagai bagian dari akuntansi hijau secara umum. Bila kembali pada tujuan

Jurnal JIBEKA Volume 9 Nomor 1 Februari 2015: 29 - 36

penelitian untuk mengetahui apakah carbon accounting sudah berimplikasi/menjadi bagian dari sustainability reporting pada perusahaan dengan peringkat emas berdasarkan data PROPER tahun 2012 maka dari hasil penelitian bisa dijelaskan bahwa Carbon accounting sedang diupayakan menjadi bagian dari sustainability reporting perusahaan. Dikatakan sedang diupayakan/sedang berproses menjadi bagian dalam sustainability reporting pengurangan emisi GRK dan efisiensi yang merupakan bagian penting dari akuntansi karbon itu sendiri masing-masing perusahaan melaporkan dengan versi yang berbeda-beda sesuai dengan format masing-masing dilengkapi dengan penjelasan yang singkat pada satu perusahaan sampai pada penjelasan yang detail dan terperinci pada perusahaan yang lain. Artinya belum ada format yang baku yang harus dipatuhi oleh perusahaan dalam melaporkan seluruh aktifitasnya sehubungan dengan manajemen karbon. Alasan yang lain adalah perlu diketahui bahwa carbon accounting adalah bagaimana mengkombinasikan upaya yang dilakukan oleh perusahaan dalam melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca terutama karbon mulai dari proses perhitungan karbon, penetapan target pengurangan emisi, kegiatan dalam rangka pengurangan emisi, pemanfaatan gas terbuang sebagai bahan bakar ramah lingkungan, pembentukan system/program mengurangi karbon sebagai bahan kimia perusak ozon, pelaporan perkembangan pada stakeholder kebijakan penghematan enegi, perintisan pembangunan energy sampai pada investasi biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk melakukan itu semua. Tetapi dalam aplikasi masih ada beberapa perusahaan yang belum menghitung sekaligus memperinci seluruh investasi biaya yang dikeluarkan untuk masing-masing aktifitas tersebut. Padahal sudah banyak sekali aktifitas yang dilakukan dalam manajemen karbon dan itu dapat dipastikan tidak mengeluarkan biaya yang sedikit. Tetapi perusahaan belum mengungkapkannya dalam sustainability reporting. Memang ada perusahaan yang sudah melaporkan tapi masih secara global artinya masih dimasukkan dalam biaya lingkungan secara keseluruhan. Dan sekali lagi hal ini disebabkan belum ada format laporan yang baku yang dibuat oleh KLH misalnya yang disupport oleh dewan standar akuntansi dalam hal ini oleh IAI yang harus dipatuhi oleh perusahaan untuk mendapat peringkat yang bagus dari PROPER. Tentu saja tidak hanya sekedar peringkat bagus dari PROPER tapi yang terpenting adalah bagaimana upaya yang dilakukan oleh perusahaan sebagai bagian dari pelaku ekonomi yang di satu sisi membantu pemerintah dalam hal produktifitas tapi di sisi yang lain juga ikut menyumbang banyaknya kabon dari efek aktifitas produksi mereka.

Dyah Aruning Puspita: Carbon Accounting: Apa, Mengapa dan Sudahkah berimplikasi pada….

Kesimpulan dan Saran Dari hasil intepretasi dapat disimpulkan bahwa sepuluh perusahaan yang mendapat peringkat emas pada tahun 2012 dari PROPER pada intinya sedang berproses untuk menuju laporan berkelanjutan (sustainability reporting) yang mencakup akuntansi karbon secara khusus sebagai bagian dari akuntansi hijau secara umum. Bila kembali pada tujuan penelitian untuk mengetahui apakah carbon accounting sudah berimplikasi/menjadi bagian dari sustainability reporting pada perusahaan dengan peringkat emas berdasarkan data PROPER tahun 2012 maka dari hasil penelitian bisa dijelaskan bahwa Carbon accounting sedang diupayakan menjadi bagian dari sustainability reporting perusahaan. Dikatakan sedang diupayakan/sedang berproses menjadi bagian karena dalam sustainability reporting pengurangan emisi GRK dan efisiensi yang merupakan bagian penting dari akuntansi karbon itu sendiri masing-masing perusahaan melaporkan dengan versi yang berbedabeda sesuai dengan format masing-masing dilengkapi dengan penjelasan yang singkat pada satu perusahaan sampai pada penjelasan yang detil dan terperinci pada perusahaan yang lain. Artinya belum ada format yang baku yang harus dipatuhi oleh perusahaan dalam melaporkan seluruh aktifitasnya sehubungan dengan managemen karbon. Alasan yang lain adalah perlu diketahui bahwa carbon accounting adalah bagaimana mengkombinasikan upaya yang dilakukan oleh perusahaan dalam melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca terutama karbon mulai dari proses perhitungan karbon, penetapan target pengurangan emisi, kegiatan dalam rangka pengurangan emisi, pemanfaatan gas terbuang sebagai bahan bakar ramah lingkungan, pembentukan system/program mengurangi karbon sebagai bahan kimia perusak ozon, pelaporan perkembangan pada stakeholder kebijakan penghematan enegi, perintisan pembangunan energy sampai pada investasi biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk melakukan itu semua. Tetapi dalam aplikasi masih ada beberapa perusahaan yang belum menghitung sekaligus memperinci seluruh investasi biaya yang dikeluarkan untuk masing-masing aktifitas tersebut. Padahal sudah banyak sekali aktifitas yang dilakukan dalam manajemen karbon dan itu dapat dipastikan tidak mengeluarkan biaya yang sedikit. Tetapi perusahaan belum mengungkapkannya dalam sustainability reporting. Memang ada perusahaan yang sudah melaporkan tapi masih secara global artinya masih dimasukkan dalam biaya lingkungan secara keseluruhan. Dan sekali lagi hal ini disebabkan belum ada format laporan yang baku yang dibuat oleh KLH misalnya yang disupport oleh dewan standar akuntansi dalam hal ini oleh IAI yang harus dipatuhi oleh perusahaan untuk mendapat peringkat yang bagus dari PROPER. Tentu saja tidak hanya sekedar peringkat

35

bagus dari PROPER tapi yang terpenting adalah bagaimana upaya yang dilakukan oleh perusahaan sebagai bagian dari pelaku ekonomi yang di satu sisi membantu pemerintah dalam hal produktifitas tapi di sisi yang lain juga ikut menyumbang banyaknya kabon dari efek aktifitas produksi mereka. Sehubungan dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa dalam kenyataannya bahwa perusahaan dengan peringkat emas ternyata masih berproses menuju carbon accounting dalam laporan berkelanjutannya dan ini memang sangat tergantung pada kesadaran masing-masing perusahaan untuk bisa dan mau beraktifitas yang berwawasan lingkungan. Juga harusnya adanya tekanan dari pemerintah dalam hal ini KLH (Kementrian Lingkungan Hidup) melalui PROPER sebagai instrumennya untuk membuat regulasi yang lebih kuat mengenai pelaporan berkelanjutan yang memuat lebih detail dan terperinci sehubungan dengan pengurangan emisi gas rumah kaca dan efisiensi energy sebagai factor penting dalam akuntansi karbon. Dan yang terpenting adalah memberikan sangsi yang tegas bagi perusahaan yang tidak beorientasi lingkungan. Peran IAI sebagai dewan pembuat standar juga sangat dibutuhkan untuk membuat format yang baku dalam melaporkan aktifitas lingkungan khususnya yang berhubungan dengan akuntansi karbon yang akan memudahkan perusahaan dalam melaporkan setiap aktifitas lingkungannya. Sehingga mereka tidak melaporkan seetiap aktifitas lingkungannya dengan versi mereka masing-masing. Peneliti sangat sependapat dengan penelitian sebelumnya bahwa perlunya setiap perusahaan terutama yang melakukan proses produksi yang banyak mengeluarkan zat kimia berupa carbon (CO2) untuk memiliki akuntan di bidang lingkungan yang bukan hanya melaporkan aspek ekonomi tapi juga lingkungan. Dengan adanya akuntan lingkungan dapat membantu perusahaan untuk melaporkan persoalan-persoalan lingkungan yang dihadapi oleh perusahaan. Sehingga harapan ke depan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pemanasan global akibat dari aktifitas perusahaan dapat dapat diminimalisir. Daftar Pustaka 1. Aini, Desiana Nurul, (2012), “Sustainability Reporting Sebagai Informasi Bentuk Pertanggungjawaban Perusahaan Terhadap Lingkungan Sosialnya” 2. Almilia, Luciana Spica. 2009. “Analisa Kualitas Isi Financial And Sustainability Reporting Pada Website Perusahaan Go Publik Di Indonesia”. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009) ISSN: 1907-5022. Yogyakarta, 20 Juni. 3. CPAs, “Role in Carbon Accounting and Sustainable Reporting”,

36

http://www.cpaexam.com/a-cpas-role-incarbon-accounting/#.Upmr0ycZSho. 4. Global Reporting Initiative, “Global Reporting Initiative and the environment”, From Wikipedia, the free encyclopedia. 5. Golden Agri-Resources Ltd, 2012, “Laporan Penelitian Hutan Ber-Stok Karbon Tinggi Pendefinisian Dan Identifikasi Wilayah Hutan Ber-Stok Karbon Tinggi Untuk Kemungkinan Konservasi”, Dipublikasikan oleh Golden Agri-Resources and SMART Juni 2012 Bekerjasama dengan The Forest Trust and Greenpeace. 6. Kementrian Lingkungan Hidup (2012), “PROPER periode 2011-2012: Edisi Pengumuman PROPER, Mendorong Inovasi, Menciptakan Nilai dan Keunggulan Lingkungan”, November 2012. 7. Kementrian Lingkungan Hidup (2012), “SK Menteri Lingkugan Hidup Republik Indonesia Nomor 273 tahun 2012 tentang Hasil penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 2011-2012”. 8. Muhammad Ja’far S.Lisa Kartikasari, 2012, “Carbon accounting: Implikasi Strategis Perekayasaan Akuntansi Manajemen”, artikel SNA 12 Palembang. 9. Nugroho Rahadi, “Pajak Karbon : Solusi Perbaikan Lingkungan Hidup? 10. Dwijayanti Patricia Febrina (2011), Manfaat Penerapan Carbon Accounting Di Indonesia” Jurnal Akuntansi Kontemporer, Vol. 3 No. I, Januari 2012. 11. Ratnatunga Janek, (2007), “The Carbonomics of Climate Change: Looking Beyond Kyoto and Copenhagen”, makalah yang dipresentasikan di UI. 12. Vitriyan Espa Vitriyan, Triyuwono Iwan, Ludigdo Unti (2011), “Melahirkan Hipnometodologi untuk Penelitian Akuntansi”

Jurnal JIBEKA Volume 9 Nomor 1 Februari 2015: 29 - 36