IMPLEMENTASI PELAYANAN KEFARMASIAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT ANGKATAN DARAT ROBERT WOLTER MONGISIDI MANADO. Jeane Mongi*, Grace D. Kandou *Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi * Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
ABSTRAK Pelayanan Farmasi Rumah Sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Berdasarkan peraturan menteri kesehatan no 58 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit di Indonesia sehingga perlu dilakukan penelitian penerapan pelayanan kefarmasian di instalasi farmasi RSAD Robert Wolter Mongisidi Manado. Mengingat pentingnya implementasi pelayanan kefarmasian obat yang dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, penditribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian dan administrasi dalam persediaan obat di rumah sakit. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang bagaimana penerapan pelayanan kefarmasian obat yang dikeluarkan oleh pemerintah di IFRSAD R.W. Mongisidi Manado. Dalam menetapkan responden menggunakan teknik Snowball sampling, melibatkan 7 orang responden. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi check list dari wakil kepala RSAD, Kepala instalasi farmasi RSAD, Kepala Tata Usaha, bagian pelayanan, bagian perencanaan dan gudang. Data sekunder diperoleh dari form-form checklist observasi pelayanan kefarmasian meliputi pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan, pengendalian dan administrasi obat di IFRSAD R.W. Mongisidi Manado. Hasil penelitian menunjukkan RSAD dalam pemilihan belum membentuk Tim Farmasi dan Terapi, dan belum menyusun formularium obat, diperoleh pemilihan (2,60%), perencanaan kebutuhan (3,90%) berdasarkan metode konsumsi, pengadaan obat (6,49%) dibeli secara langsung di PBF dan ada obat dropping dari Kesdam dan Pusat, penerimaan (15,58%) tidak ada panitia khusus, penyimpanan (14,29%) obat secara FIFO dan FEFO, pendistribusian (3,90%) obat untuk rawat jalan secara individu dan untuk rawat inap menggunakan metode kombinasi, pemusnahan dan penarikan obat (1,30%) yang sudah kadaluwarsa dan rusak tidak pernah dilakukan, pengendalian (3,90%) belum sesuai dengan standar, administrasi (19,48%) dalam hal pencatatan dan pelaporan belum berjalan optimal karena kurangnya pengawasan dan evaluasi dari manajemen rumah sakit. Hasil observasi total nilai diperoleh 72,73% digolongkan sedang. Penelitian ini dapat disimpulkan implementasi penerapan pelayanan kefarmasian yang dilakukan di IFRSAD R.W. Mongisidi Manado belum sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014. Saran yang diajukan harus membentuk Tim Farmasi dan Terapi dan menyusun formularium obat, dan membuat standar prosedur operasioanal (SPO) serta melakukan perbaikan dan peningkatan pelayanan kefarmasian sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014. Kata Kunci: Implementasi, Instalasi Farmasi, Pelayanan Kefarmasian ABSTRACT Hospital Pharmacy Services is one of the activities in hospitals that support quality health services. Under the ministerial decree No. 58 of 2014 health standards pharmacy services in hospitals in Indonesia so it is necessary to study the application of pharmacy services in pharmacy RSAD Robert Wolter Mongisidi Manado. Given the importance of the implementation of pharmaceutical services starting from the selection of drugs, demand planning, procurement, receipt, storage, distribution, extermination and withdrawal, control and administration of the drug supply in hospitals.
56
This research was conducted using qualitative methods aiming to obtain a more in-depth information about how the application of the drug pharmacy services issued by the government in IFRSAD RW Mongisidi Manado. In setting the respondents using the Snowball sampling techniques, involving seven respondents. The primary data obtained through interviews and observation check list of RSAD of the deputy head, head of pharmacy RSAD, Head of Administration, part service, part of the planning and warehouse. Secondary data were obtained from the observation checklist forms pharmacy services include the selection, demand planning, procurement, receipt, storage, distribution, destruction, control and administration of the drug in IFRSAD RW Monginsidi Manado. The results showed RSAD in recent elections form a team of Pharmacy and Therapeutics, and yet arrange drug formulary, obtained election (2.60%), demand planning (3.90%) based on the method of consumption, drug procurement (6.49%) purchased directly in PBF and there are drugs and dropping out of Kesdam Center, acceptance (15.58%) there is no special committee, storage (14.29%) drug FIFO and FEFO, distribution (3.90%) for outpatient drugs individually and for inpatient use a combination of methods, culling and drug withdrawal (1.30%) that have expired and damaged never carried out, the control (3.90%) is not in accordance with the standards, the administration (19.48%) in terms of recording and reporting is not optimal due to the lack of monitoring and evaluation of hospital management. The results of observations obtained 72.73% total value being classified. This study we can conclude the implementation of the application of pharmacy services conducted in IFRSAD RW Manado Monginsidi not in accordance with the standards of hospital pharmacy services set out in the Minister of Health Regulation No. 58 Year 2014. The suggestions put forward must form teams of Pharmacy and Therapeutics and develop drug formulary , and sets Standards Operational procedures (SOP) and perform repairs and service improvement pharmacy in accordance with the standards of hospital pharmacy services set out in the Minister of Health Regulation No. 58 Year 2014 . Keywords : Implementation, Pharmacy, Pharmaceutical Services
57
PENDAHULUAN
seluruh
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
2002).Peningkatan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan
kefarmasian
dari sistem pelayanan kesehatan Rumah
berorientasi kepada keselamatan pasien,
Sakit yang berorientasi kepada pelayanan
diperlukan
pasien,
digunakan sebagai acuan dalam pelayanan
penyediaan
sediaan
obat
yang
proses
di
berjalan
(Aditama,
mutu
pelayanan
Rumah
suatu
Sakit
standar
kefarmasian
masyarakat termasuk pelayanan farmasi
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009
klinik. Pelayanan kefarmasian merupakan
tentang
kegiatan
dinyatakan
bertujuan
mengidentifikasi,
mencegah,
menyelesaikan Tuntutan
untuk
masalah
pasien
terkait
dan masyarakat
adanya
perluasan
Dalam
Kefarmasian
bahwa
dalam
juga
menjalankan
dan
praktek kefarmasian pada fasilitas pelayanan
obat.
kefarmasian, apoteker harus menerapkan
akan
Standar Pelayanan Kefarmasian (Anonimc,
peningkatan mutu pelayanan kefarmasian, mengharuskan
Pekerjaan
2014).
dapat
bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan
yang
(Anonima,
yang
yang
2009).
dari
Berdasarkan
ketentuan
peraturan
paradigma lama yang berorientasi produk
perundang-undangan
(drug oriented) menjadi orientasi pada
perkembangan
pasien (patient oriented) dengan filosofi
kefarmasian maka ditetapkan suatu Standar
Pelayanan
(Pharmaceutical
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
Care). Perkembangan di atas dapat menjadi
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
peluang sekaligus merupakan tantangan bagi
58 Tahun 2014, tentang Standar Pelayanan
apoteker
Farmasi
Kefarmasian
untuk
maju
meningkatkan
di
tersebut konsep
Rumah
dan
pelayanan
Sakit.
Pelayanan
kompetensinya sehingga dapat memberikan
Kefarmasian di rumah sakit meliputi 2 (dua)
Pelayanan Kefarmasian secara komprehensif
kegiatan,
dan simultan baik yang bersifat manajerial
manajerial berupa pengelolaan obat dan
maupun
kegiatan pelayanan farmasi klinik. Undang-
2014).Peran
farmasi dan
klinik(Anonima, kehandalan
yaitu
kegiatan
yang
bersifat
seorang
undang Nomor 44 Tahun 2009 menyatakan
pimpinan/apoteker yang secara professional
bahwa pengelolaan obat harus dilakukan
mengelola dan mengendalikan pelayanan
oleh instalasi farmasisistem satu pintu.
kefarmasian di rumah sakit tentu akan
Kegiatan tersebut harus didukung oleh
berdampak amat penting. Apoteker harus
sumber daya manusia, sarana dan peralatan
menguasai ilmu farmasi dan juga ilmu
(Anonim, 2014b). Rumah Sakit Angkatan
manajemen rumah sakit untuk memimpin
Darat
semua proses ini, mulai dari perencanaan,
MongisidiManadomerupakan rumah sakit
pengadaan, produksi, distribusi, monitoring
TNI-AD
penggunaan obat sampai pada evaluasi
Program Pelayanan Kesehatan dan Manfaat 58
(RSAD)
di
wilayah
Robert
Wolter
Sulut.Pengalihan
Bersama Faskes yang dikelola oleh Kemhan
komputer. Permasalahan yang didapatkan
dan TNI kepada BPJS, maka RSAD R.W.
dalam pengelolaan obat yaitu: 1. Terjadinya
Mongisidi Manado termasuk salah satu
kekosongan obat dengan jangka waktu 1-12
instansi pelayanan kesehatan disamping
hari; 2. Stok obat belum sesuai dengan
tugas pokoknya
memberikan pelayanan
perencanaan;
3.
kesehatan
prajurit,
beserta
formularium
obat.
sebagai
surveidi rumah sakit ternyata
bagi
keluarganya,
ditunjuk
PNS pula
Belum
memiliki
Berdasarkan
masih ada
Penyelenggara Pelayanan Kesehatan BPJS
kendala-kendalalain
(PPK-BPJS) bagi masyarakat umum peserta
dengan kegiatan pelayanan kefarmasian
BPJS dan memberikan pelayanan kesehatan
yang ditemukan.
bagi masyarakat umum non BPJS. Instalasi
yang
hasil
berhubungan
Berdasarkan berbagai uraian di atas,
Farmasi RSAD(IFRSAD) R.W. Mongisidi
maka
Manado yang mengelolasemua aspek yang
Pelayanan Kefarmasian dalam pengelolaan
berkaitan dengan obat yang beredar dan
obat
digunakan di rumah sakit untuk pelayanan
Manadoapakah sesuai dengan peraturan
resep prajurit dan keluarga, PNS dan
standar pelayanan kefarmasian. Dengan
masyarakat umum dengan sistem satu pintu.
mengkaji proses pelayanan kesehatan secara
Hal ini sebagai wujud keikutsertaan TNI AD
rinci dapat memberikan suatu gambaran
dalam pembangunan kesehatan. Untuk itu
yang memperjelas pentingnya pelayanan
RSAD
farmasi dalam sistem pelayanan kesehatan
RW
Mongisidi
Manado
harus
segala
sesuatunya
agar
mempersiapkan
perlu
di
menyeluruh
diketahuiImplementasi
IFRSAD
R.W.
(Siregar,
Mongisidi
dkk.,
2001).
dapat memberikan pelayanan kesehatan
Mengingat pentingnya bagi rumah sakit
yang
menerapkan standar pelayanan kefarmasian
prima
yang
menjadi
tuntutan
pelanggan/masyarakat.
Sejalan
dengan
di
rumah
sakit
untuk
meningkatkan
kebutuhan manajerial untuk pengambilan
pelayanan kesehatan maka peneliti tertarik
keputusan yang akurat, valid cepat,dan
untuk mengetahui Implementasi Pelayanan
transparan serta berhasil guna dan berdaya
Kefarmasian di IFRSAD R.W. Mongisidi
guna, maka sejak tahun 2011, RSAD RW
Manado, khususnya penelitian pengelolaan
Mongisidi Manado telahmengaplikasikan
obat. Penelitian seperti ini belum pernah
sistem informasi pengelolaan obat berbasis
dilakukan di IFRSAD R.W. Mongisidi
komputer namun belum terintegrasi ke
Manado.
semua unit dalam menggunakan Local Area Network Direktur
(LAN)
kecuali
IFRSAD
pada
R.W.
ruangan
METODE PENELITIAN
Mongisidi
Penelitian ini dilakukan Instalasi Farmasi
Manadodan Tata Usaha. Sistem informasi
RSAD R.W. Mongisidi Manado. Jenis
yang dipakai di instalasi farmasi rumah sakit
penelitian menggunakan metode kualitatif
ini
yang
secara manual dan billing sistem di 59
bertujuan
untuk
mendapatkan
informasi yang lebih mendalam tentang
akhirnya tidak lagi digunakan sebagai
bagaimana
pelayanan
pedoman peresepan obat oleh dokter
kefarmasian obat yang dikeluarkan oleh
karena apoteker sebagai kepala instalasi
pemerintah diInstalasi Farmasi RSAD R.W.
farmasi harus pindah ke daerah lain
Mongisidi
sedangkan apoteker hanya 1 di IFRSAD
penerapan
Manado.
Instrumen
yang
digunakan dalam penelitian adalah format-
pada
format untuk menghimpun data kualitatif
menggantikan
meliputi : format checklistuntuk observasi
sudah
dan
(indepth
formularium tersebut yang pada akhirnya
interview), berupa daftar pertanyaan yang
sudah ada pergantian apoteker lagi
terkait
sebagai kepala IFRSAD. Selain hal
wawancara
dengan
mendalam
implementasi
pelayanan
saat
itu.
tidak
Kemudian
yang
tugas kepala IFRSAD melanjutkan
kefarmasian di instalasi farmasi di IFRSAD
tersebut,
R.W. Mongisidi Manado. Informan dalam
memberi
penelitian ini sebanyak 7 orang adalah
mempengaruhi dalam penentuan obat.
Wakil Kepala RSAD, Kepala Instalasi Farmasi,
Petugas
Bagian
pergantian
pembuatan
resep
di
residen
yang
IFRSAD
juga
2. Perencanaan dan kebutuhan
Perencanaan,
Hasil
wawancara penelitian bahwa
Gudang dan administrasi, Petugas Bagian
perencanaan kebutuhan yang dilakukan
Pelayanan dan Petugas Bagian Input Data.
untuk menghindari kekosongan obat
Pemilihan informan dilakukan menggunakan
dengan menggunakan metode konsumsi,
teknik
Snowball
didasarkan kebutuhan data ril periode
samplingadalah teknik pengambilan sampel
yang lalu. Kebutuhan pemakaian obat
dengan bantuan key informan, dan dari key
dari periode yang lalu ditambahkan 10 %.
informan inilah akan berkembang sesuai
Perencanaan
petunjuk.
perhitungan trend dan data yang ada.
Snowball
sampling.
Dengan
teknik
Snowball
samplingini dipilih kepala instalasi farmasi,
belum
menggunakan
3. Pengadaan
yang menjadi key informan yang selanjutnya
Hasil
wawancara
memberi petunjuk siapa yang menjadi
penelitian mengatakan bahwa pengadaan
informan (Sugiyono, 2013).
obat
di
semua
IFRSAD
Manado,
R.W.
pembelian
informan
Mongisidi
langsung
ke
HASIL DAN PEMBAHASAN
distributor resmi yaitu Pedagang Besar
1. Pemilihan Obat
Farmasi(PBF) melihat barang yang lancar
Hasil wawancara didapatkan jawaban
untuk obat umum dan BPJS. Produksi
bahwa ada
obat
informan mengatakan Tim
tidak
ada.
Semua
informan
Farmasi dan Terapi belum dibentuk. dan
mengatakan obat dropping ada tetapi
Formularium obatrumah sakit belum ada.
khusus buat pegawai dinas yang di kirim
Menurut informan
dari direktorat.
lain formularium
pernah ada di rumah sakit namun pada
4. Penerimaan 60
Hasil wawancara informan mengatakan
informan
bahwa
oleh
pemusnahan selama ini belum pernah
petugas yang sedang bertugas (shift),
dilakukan karena apabila sudah dekat
dengan memeriksa jumlah obat, jenis
kadaluwarsa,
obat, kadaluawarsa, dan sesuai dengan
diretur ke PBF. Kecuali obat droping
faktur
diarsipkan.
yang kadaluwarsa, dikemas dalam dos
Kemudian obat dimasukkan ke dalam
lalu dibuatkan berita acara sebagai
gudang
laporan ke Kesdam.
penerimaan
obat,
lalu
besar.
dilakukan
faktur
Penerimaan
obat
di
IFRSAD R.W. Mongisidi Manado tidak
mengatakan
obat
tersebut
bahwa
langsung
8. Pengendalian
ada panitia penerima barang.
informan menyatakan bahwa instalasi
5. Penyimpanan
farmasi memiliki sistem yakni billing
informan mengatakan bahwa setelah obat
system. Salah satu cara untuk melihat
sampai
dicek
obat-obat yang slow moving melalui
nantinya akan disimpan di dalam gudang
sistem tersebut. Obat-obat death stock
atau di apotek. Penyimpanan obat di
tidak pernah dilakukan. Stock opname
IFRSAD
Manado
dilakukan ada yang setiap bulan dan
menggunakan metode first in first out
setahun. Cara pengendaliannya dengan
(FIFO) dan first expired first out (FEFO).
meretur obat yang dianggap dalam 1
Penyimpanan disusun di rak lemari
Salah satu cara untuk melihat obat-obat
berdasarkan
yang
di
IFRSAD
R.W.
setelah
Mongisidi
alfabet.
Sarana
dan
slow
moving
melalui
sistem
prasarana penyimpanan sudah cukup
tersebut. Obat-obat death stock tidak
memadai,
pernah
strategi
perbaikannya
sementara di renovasi gudangnya.
penelitian
Stock
opname
dilakukan ada yang setiap bulan dan
6. Pendistribusian Hasil
dilakukan.
setahun. Cara pengendaliannya dengan beberapa
informan
meretur obat yang dianggap dalam 1
menjawab bahwa sistem pendistribusian
bulan kurang lancar.
untuk rawat jalan secara perseorangan
9. Administrasi
yaitu pasien atau keluarga pasien yang
informan mengatakan bahwa pencatatan
mengambil resep di apotek, baik resep
dan pelaporan dilakukan secara manual
umum, resep BPJS maupun resep Dinas.
dan diinput ke dalam komputer. Instalasi
Ada
bahwa
Farmasi memiliki sistem yang namanya
pendistribusian secara metode floorstock
Billing System. Dalam billing system
hanya untuk bahan medis habis pakai.
mencakup nama obat, satuan obat, satuan
Informan menjawab untuk pasien rawat
harga obat, satuan kekuatan obat. Untuk
inap ada menggunakan dosis unit dan
melihat obat yang kurang lancar keluar
perseorangan/individual.
dalam sebulan bisa langsung dilihat
informan
menjawab
7. Pemusnahan dan penarikan obat
dalam biling sistem. Instalasi farmasi 61
belum
memiliki
Prosedur
hubungan komunikasi antara para staf medis
Operasional (SPO) tapi segala sesuatu
dan staf farmasi, anggotanya terdiri dari
yang
dokter yang mewakili spesialisasi yang ada
dilakukan
Standar
berdasarkan
surat
perintah.
di RS dan apoteker wakil dari farmasi RS
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi
serta
tenaga
dokumen pelayanan kefarmasian pada:
berfungsi
kesehatan
mengkaji
lainnya.
TFT
penggunaan
obat,
1. Pemilihan ada delapan indikator
menetapkan kebijakan penggunaan obat,
hanya dua indikator yang ada dokumen tapi
serta mengelola sistem formularium dan
tidak lengkap, yakni berdasarkan mutu dan
standar terapi di RS (Siregar dan Amalia,
harga. Hasil wawancara diketahui bahwa
2013). Penentuan pemilihan obat merupakan
RSAD R.W. Mongisidi Manado belum
peran aktif apoteker dalam TFT untuk
terbentuk TFT dan belum mempunyai
menetapkan kualitas dan efektivitas serta
standar terapi atau standar pelayanan medis
jaminan obat yang baik. Salah satu fungsi
yang ada hanya sebatas kesepakatan verbal
TFT yaitu mengembangkan formularium
tiap users sehingga mengalami kendala
RS dan merevisinya. Dan juga membantu
dalam pemilihan obat. Selain itu, dari
instalasi farmasi dalam mengembangkan
wawancara diketahui bahwa IFRSAD dalam
tinjauan terhadap kebijakan-kebijakan dan
menentukan
belum
peraturan-peraturan mengenai penggunaan
berdasarkan pola penyakit, efektivitas dan
obat di RS sesuai peraturan yang berlaku
keamanan, pengobatan dan berbasis bukti,
secara lokal maupun nasional. Apabila
dan ketersediaan di pasar. Pada tahap
formularium obat sudah disusun oleh TFT
pemilihan
dapat
maka akan ada pedoman dan standar
diterapkan di IFRSAD yaitu berdasarkan
penggunaan obat di RSAD R.W. Mongisidi
mutu obat dan harga obat, kesesuaian
Manado sehingga dalam pemilihan obat
pencapaiannya total nilai 2,60%. Pemilihan
akan mudah dilakukan oleh IFRS.
pemilihan
obat,
obat
indikator
yang
obat yang ada di instalasi farmasi lebih
Dihubungkan dengan hasil penelitian
banyak pada obat generik. Obat paten juga
Renfandkk. tentang Evaluasi Pengelolaan
disediakan bila obat paten tidak ada sediaan
Obat dan Strategi Perbaikan Dengan Metode
generiknya.
Hanlon Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Pemilihan obat adalah kegiatan untuk menetapkan
jenis
obat
sesuai
Daerah
dengan
prioritas
tersedia
pemilihan
kompleksnya
Sadsuitubun
Kabupaten
Maluku Tenggara Tahun 2012, bahwa
kebutuhan. Keanekaragaman obat-obat yang serta
Karel
masalah
penanganan obat
masalah
sebagai
dalam
berikut
:1).
keamanan dan efektivitas penggunaan obat
membentuk Panitia Farmasi dan Terapi
menyebabkan
(PFT) dan menyusun formularium, serta
pentingnya
suatu
RS
membentuk Tim Farmasi dan Terapi (TFP).
melakukan
TFT merupakan suatu tim yang mewakili
pengelolaan obat, 2). mengusulkan kenaikan 62
monitoring
dan
evaluasi
anggaran,3).
melakukan
analisis
ABC-
BPJS berdasarkan Formularium Nasional
VEN,4). mengintegrasikan SOP tentang
(FORNAS)
perbekalan farmasi, 5) menerapkan Sistem
perencanaan obat yang diprioritaskan adalah
Informasi Manajemen (SIM) pengelolaan
obat-obat generik sesuai dengan Fornas dan
obat(Renfan, dkk., 2014).
e-katalog untuk obat-obat BPJS. Hasil
2.
Perencanaan kebutuhan ada enam
wawancara dan observasi, masih ditemukan
indikator hanya tiga yang ada dokumen tapi
obat yang tidak tersedia (kekosongan obat)
tidak lengkap, yakni berdasarkan anggaran
di instalasi farmasi RSAD sehingga pasien
yang tersedia, berdasarkan sisa persediaan,
harus membeli obat ke apotek diluar RSAD.
berdasarkan
data
Dalam
Hal ini dapat merugikan RS karena
wawancara dengan Wakil kepala RSAD,
anggaran rutin yang diterima rumah sakit
instalasi farmasi merupakan unit khusus di
berkisar sekitar 50-60% dari kebutuhan riil.
RS yang diberi wewenang sepenuhnya
Kurang dari 40% anggaran rutin tersebut
dalam mengelola dana secara mandiri yang
(diluar gaji pegawai) digunakan untuk
diperoleh
melakukan
belanja barang farmasi (Febriawati, 2013).
Perencanaan
Jika dibandingkan dengan penelitian Suciati
perencanan
apotek
untuk
kebutuhan.
lalu.
e-Katalog.
Hasil
di
periode
dan
kebutuhan yang dilakukan di IFRSAD untuk
dan
menentukan jumlah dan periode pengadaan
Perencanaan Obat Berdasarkan ABC Indeks
obat sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan
Kritis di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat
Husada Cikampek menyatakan metode ABC
jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.
Indeks Kritis dapat membantu rumah sakit
Perencanaan kebutuhan obat menggunakan
dalam
metode konsumsi, namun langkah dalam
dengan mempertimbangkan:1) utilisasi, 2)
metode konsumsi yang dilaksanakan di
nilai investasi, 3) kekritisan obat (vital,
IFRSAD R.W. Mongisidi Manado belum
esensial dan non esensial). Standar terapi
lengkap
merupakan
apabila
dibandingkan
dengan
Adisasmito
tentang
merencanakan
aspek
Analisis
pemakaian
penting
lain
obat
dalam
langkah metode dalam standar pelayanan
perencanaan obat karena akan menjadi acuan
kefarmasian permenkes nomor 58 tahun
dokter dalam memberikan terapinya (Suciati
2014.
dan Adisasmito, 2006).
Dari
wawancara,
perencanaan
kebutuhan di RSAD dilakukan oleh bagian
Metode analisis ABC indeks kritis
gudang umum bekerjasama dengan apoteker.
merupakan suatu analisis yang digunakan
Perencanaan kebutuhan di instalasi
untuk meningkatkan efisiensi penggunaan
farmasi RSAD berdasarkan data ril periode
dana dengan mengelompokkan item obat ke
yang lalu ditambahkan 10%, hal ini sudah
dalam tiga jenis klasifikasi berdasarkan
menjadi kebijakan yang ditentukan dari
volume
kepala instalasi farmasi RSAD dan bagian
sehingga
gudang. Perencanaan kebutuhan obat-obat
mengelola 63
tahunan bagian obat
dalam
jumlah
perencanaan lebih
mudah
uang, dalam untuk
meramalkan
dan
pengaman
mengendalikan
obat
perencanaan
lebih
di
baik.
rumah
stok
pelayanan kefarmasian di instalasi farmasi
Pedoman
rumah sakit yaitu mengevaluasi penggunaan
sakit
harus
obat pada periode yang lalu sebagai dasar
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut
strategi
yakni anggaran yang tersedia, penetapan
menghindari
prioritas, sisa persediaan, data pemakaian
penumpukan
periode yang lalu, waktu tunggu pemesanan
Farmasi dan Terapi di rumah sakit dan
dan rencana pengembangan (Anonim, 2014).
menyusun
Penganggaran
penting
akan membantu manajemen rumah sakit
penganggaran
dalam perencanaan obat dan penganggaran
sebagai realisasi pendanaan suatu kegiatan
ke depan. Di IFRSAD R.W. Mongisidi
perencanaan obat di instalasi farmasi rumah
Manado, waktu antara pemesanan sampai
sakit. Penetapan prioritas menjadi salah satu
obat datang telah disepakati 1 hari, dengan
pertimbangan dengan pihak manajemen
waktu yang relatif singkat ini cukup
dalam perencanaan obat berkaitan dengan
menguntungkan bagi RSAD, karena RSAD
tersedianya obat yang paling sesuai, efektif,
tidak perlu memesan dalam jumlah besar,
aman,
adanya
secara otomatis menghemat biaya, dan
pelayanan yang langsung mempengaruhi
mengurangi resiko kadaluwarsa obat dan
penulisan serta penggunaan obat yang paling
kerusakan obat.
sangat
dipertimbangkan
rasional,
karena
dan
memadai,
perencanaan
kebutuhan
kekosongan obat.
untuk
obat
dan
Pembentukan
Tim
formularium obat rumah sakit
tepat dan rasional, menghitung jumlah
Hasil penelitian melalui wawancara
masing-masing rencana kebutuhan obat
dengan Kepala instalasi Farmasi bahwa
yang diperlukan per penyakit. Penetapan
perencanaan di RSAD belum menggunakan
prioritas
jumlah
perhitungan trend atau metode analisa ABC-
kebutuhan obat yang akan datang dengan
VEN karena trend pengobatan yang selalu
mempertimbangkan peningkatan kunjungan
berubah-ubah dari waktu ke waktu juga
dan
dan
menjadi kendala dalam persediaan obat-
kadaluwarsa. Sisa persediaan dan data
obatan di gudang farmasi. Sehingga perlu
pemakaian periode yang lalu dapat menjadi
segera dibuat suatu formularium obat-obatan
bahan evaluasi atas obat- obat yang slow
agar
moving dan obat-obat fast moving untuk
kebutuhan. Dengan berfokus pada item obat
perencanaan obat akan datang.
obat yang memang benar-benar dibutuhkan
dapat
menghitung
kemungkinan
Waktu
tunggu
hilang,
rusak
pemesanan
perlu
dan
perencanaan
dipakai
lebih sesuai
users
maka
dengan
diharapkan
diperhatikan untuk memastikan ketepatan
ketersediaan obat lebih terjamin, disamping
waktu pengiriman obat tiba di apotek agar
itu efisiensi dan efektivitas pengelolaan dana
proses pelayanan tidak terganggu. Rencana
lebih terkontrol. Hasil observasi dengan
pengembangan
perhitungan
indikator
pelayanan
kefarmasian,
penerapan
perencanaan
yang
dilakukan
untuk
meningkatkan pendapatan dan perbaikan 64
kebutuhan dicapai total nilai 5.19% ada
Frekuensi pengadaan tiap jenis obat tertinggi
dokumen tapi tidak lengkap.
dari Lembar Daftar Permintaan (LDP) obat
Bagian
perencanaan
ini
mencapai 11 kali dan terendah 1 kali.
hanya dipegang oleh satu orang tenaga
Frekuensi pengadaan tiap item obat tertinggi
honorer
yang
dari restitusi adalah 7 kali dan terendah 1
merangkap kerja pemesanan kebutuhan obat,
kali. Frekuensi kesalahan administrasi pada
alat kesehatan, bahan medis habis pakai
LDP mencapai 3,34%, sedangkan frekuensi
RSAD dan juga bagian gudang, penerimaan
kesalahan administrasi pada proses restitusi
obat, penyimpanan obat dan administrasi
mencapai 2,50%. Hasil penelitian dari Dodo,
sehingga
dkk., (2012) tentang Analisis Pembiayaan
lulusan
D1
kurang
IFRSAD
ekonomi,
optimal
dalam
melaksanakan tugasnya. Merangkap kerja
Program
tersebut mempengaruhi dalam hal kecepatan
Bersumber Pemerintah Dengan Pendekatan
dan ketepatan dalam membuat permintaan,
Health Account menyatakan Komitmen
pemesanan, pengisian kartu stok hingga
pemerintah masih rendah dalam pembiayaan
pelaporan stok yang ada di bagian gudang
program KIA sebagai program prioritas.
dan
Terjadi
apotik.
Penerapan
perencanaan
Kesehatan
sentralisasi
Dan
anggaran
pelayanan kefarmasian di rumah sakit.
Kegiatan Musrenbang belum menunjukkan
Instalasi Farmasi RSAD harus melakukan
pengaruh yang berarti terhadap perbaikan
perbaikan-perbaikan perencanaan kebutuhan
kualitas kegiatan dan alokasi anggaran dari
yakni menggunakan data sisa persediaan dan
APBD. Ketersediaan tenaga dan fasilitas
data penggunaan periode lalu sebagai dasar
kesehatan
sangat
perancanaan serta 10 penyakit teratas dalam
peningkatan
kinerja
proses
untuk
Keterlambatan pencairan dana mengganggu
meningkatkan pelayanan pada pasien dengan
implementasi kegiatan dan memberi peluang
melakukan
bagian
terjadinya penyalahgunaan/korupsi sehingga
perencanaan serta harus melakukan evaluasi
fungsi pengawasan harus ditingkatkan baik
obat.
secara internal maupun ekternal.
Jika
penelitian
perencanaan
evaluasi
pada
dibandingkan Priyono
Danu,
hasil
daerah.
mempengaruhi program
KIA.
(2006)
3. Pengadaan ada sebelas indikator hanya
menunjukkan belum ada anggaran khusus
empat ada dokumen tapi tidak lengkap,
obat-obatan dalam perencanaan obat di unit
berdasarkan
rawat inap Dokmil RSPAD Gatot Soebroto.
pemasok,
Persentase perbandingan jumlah obat dalam
pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.
perencanaan
pakai,
Hasil wawancara dan observasi dengan
86,27%. Pengadaan obat di unit rawat inap
bagian gudang bahwa jenis pengadaan obat
Dokmil berasal dari usulan permintaan obat
di IFRSAD R.W. Mongisidi Manado tidak
dari IFRS Gatot Soebroto dan restitusi obat.
membentuk tim khusus untuk pembelian,
dengan
dan
dengan
di
dalam
pembiayaan
dan
KIA
Anak
kebutuhan belum sesuai dengan peraturan
seleksi
program
Ibu
kenyataan
65
kriteria dan
obat,
pemantauan
persyaratan rencana
menggunakan metode pembelian langsung
gantinya. Hasil wawancara dan observasi,
ke distributor resmi yaitu Pedagang Besar
bahwa fungsi perencanaan melakukan tugas
Farmasi (PBF), cara pembelian ada yang
rangkap sebagai pengadaan dan melakukan
bayar langsung dan tunai, dan kredit,
tugas fungsi penyimpanan.
sehingga tidak ada sistem tender. Waktu
Perangkapan tugas yang dilakukan
pembayaran masing-masing PBF memiliki
oleh
jangka waktu tertentu sesuai jatuh tempo.
memungkinkan terjadinya kecurangan dan
Obat-obat yang
kesalahan
di pesan melalui PBF
bagian
perencanaan
penyimpanan
dan
barang
gudang
karena
menggunakan Surat Pesanan yang ditanda
kegiatan penyimpanan barang memerlukan
tangani oleh apoteker untuk pembelian obat
keahlian agar persediaan tersusun rapi dan
ethical dan obat over the counter (OTC).
mempermudah
Obat generik paling diutamakan untuk
kepadapasien.Petugas ini juga merangkap
dipesan baik obat-obat umum maupun obat-
sebagai
obat BPJS.
persediaan, pemakaian, sisa dan kebutuhan
Pembelian
obat
petugas
menyusun
laporan
dilakukan
obat kemudian diserahkan ke kepala instalasi
dengan memperhatikan batas persediaan
farmasi. Setiap bulan petugas ini juga
maksimum dan minimum. Obat droping ada
menyusun
khusus buat pegawai dan keluarga yang sakit
pembelian obat-obatan untuk obat umum
dikirim dari direktorat tetapi seringkali obat
dan obat BPJS. Laporan ini disusun setelah
droping tidak sesuai dengan apa yang
PBF menyerahkan kwitansi tagihan yang
dibutuhkan dan jarang didukung dengan
dilampiri faktur asli atas pembelian obat
pedoman untuk siapa saja pedoman obat ini
beserta faktur pajak atas pembelian obat
diberikan di IFRSAD R.W. Mongisidi
tersebut.
Manado. Obat-obat dropping langsung di
rekapitulasi tagihan tersebut (dalam laporan
kirim dari Kesdam dan Pusat. Setelah
dilampirkan
pesanan obat datang, bagian pembelian
pembelian asli, faktur pajak) diserahkan ke
menyimpan
bendahara instalasi farmasi RSAD namun
salinan
tidak
pelayanan
faktur
di
buku
pembelian obat dan buku gudang. Hal yang
sebelumnya
sama dilakukan oleh gudang obat droping
IFRSAD.
rekapitulasi
Setelah
kwitansi
tagihan
disusun,
laporan
tagihan,
dikonsultasikan
atas
ke
faktur
kepala
dicatat obat yang dipesan pada buku obat
Instalasi farmasi rumah sakit dapat
dan buku gudang yang berisi surat transaksi
memproduksi obat tertentu, seperti obat
penerimaan dari Kesdam, pemakaian dan
tidak ada dipasaran, lebih murah jika
saldo obat yang dikelompokkan sesuai jenis
diproduksi sendiri, memiliki formula khusus,
obat. Bila obat droping habis, maka pasien
kemasan yang lebih kecil/repacking, untuk
dibuatkan copy resep untuk mengambil obat
penelitian, dan untuk obat yang tidak stabil
umum, selanjutnya petugas yang akan
penyimpanan. Jenis sediaan farmasi yang
mengklaim ke bagian keuangan sebagai
diproduksi meliputi (a). produksi steril dan 66
(b).
produksi
wawancara,
non
steril.
IFRSAD
Dari
tidak
hasil
terlihat adanya pembagian tugas, tetapi pada
melakukan
kenyataannya
tidakada
peraturan
yang
produksi obat tetapi merubah bentuk obat
membatasi siapa yang boleh atau berhak
dari sediaan padat menjadi sediaan serbuk
melakukan tugas fungsipenerimaan barang.
misalnya
atas
Semua karyawan bagian Instalasi Farmasi
permintaan users. Produksi obat merupakan
dapat saja bertindak melakukan tugas fungsi
kegiatan membuat, merubah bentuk,
dan
penerimaan barang. Diperiksa lembar surat
pengemasan kembali sediaan farmasi steril
pesanan sesuai permintaan yang datang
atau non steril untuk memenuhi kebutuhan
bersama
pelayanan.
observasi
pembelian. Hal-hal yang diperiksa yaitu
langsung dan observasi dokumen ditemukan
jenis obat, jumlah obat, spesifikasi obat,
masih ada obat yang dibeli dengan waktu
mutu obat waktu penyerahan obat, harga
kadaluwarsa sudah dekat. Hasil penelitian
obat, kadaluwarsa obat. Setelah selesai
yang didapat bahwa pengadaan obat-obat
diperiksa, faktur pembelian dan faktur pajak
yang ada di IFRSAD semua merupakan obat
didokumentasikan dalam file kemudian obat
BPJS. Walaupun dalam pelaksanaannya,
dicatat pada kartu stok disimpan di gudang
obat-obat tersebut diberikan juga untuk
instalasi farmasi RSAD.
membuat
Hasil
obat
puyer
wawancara,
dengan
kiriman
pada
faktur
pasien yang non BPJS. Dana untuk membeli
Hasil observasi indikator penerimaan
obat-oobat berasal dari dana hasil klaim
total nilai diperoleh 15,58% ada dokumen
BPJS. Pengadaan obat di IFRSAD R.W.
lengkap di IFRSAD. Penerapan penerimaan
Mongisidi Manado belum dapat dikatakan
obat sudah baik dan sesuai dengan standar
efektif karena belum sesuai dengan standar
pelayanan
pelayanan
dimana
sebaiknya penerimaan obat harus dilakukan
penerapannya dicapai 2.60% ada dokumen
seorang pegawai yang bertanggung jawab
lengkap,
dan apoteker wajib memastikan bahwa surat
lengkap
kefarmasian
RS,
3,90%ada dokumen tapi tidak sehingga
total
nilai
diperoleh
kefarmasian
di
RS
tetapi
pesan obat, faktur obat dan faktur pajak
6.49%.
diterima pada saat obat dikirim. Pegawai
4. Penerimaan ada enam indikator yang
yang bertanggung jawab dalam penerimaan
diterapkan
tidak
obat harus personil yang terlatih dan
lengkap,yakni Dokumentasi terdiri atas:
memahami sifat penting dari obat (Siregar
kesesuaian jenis obat, spesifikasi obat,
dan
jumlah obat, mutu obat, waktu penyerahan
dilakukan di RS merupakan kegiatan untuk
obat dan harga obat. Hasilwawancara,
menjamin jenis, jumlah, kualitas, spesifikasi
instalasi farmasi RSAD tidak memiliki
dan persyaratan lainnya dari obat yang
panitia penerimaan obat tetapi ketika obat
diterima waktu penyerahan, dan harga sama
pesanan datang akan diterima oleh petugas
dengan yang tercantum dalam surat pesanan.
yang sedang bertugas saat itu. Secara teknis,
Saat persediaan diterima, petugas yang
ada
dokumen
tapi
67
Amalia
2013).
Penerimaan
yang
menerima harus memeriksa bahwa obat yang
yaitu suhu, cahaya, kelembaban, kondisi
dikirim
sanitasi, ventillasi, dan pemishan, harus
oleh
pemasok
sesuai
dengan
pesanan, keadaan mutu obat yang baik dan
dipelihara
tidak kadaluwarsa.
perlengkapan lainnya disimpan di RS.
5. Penyimpanan ada sebelas indikator yang
Ruangan
diterapkan ada dokumen tapi tidak lengkap,
perlengkapan dan peralatan yang digunakan
yakni stabilitas dan keamanan, sanitasi,
untuk penyimpanan obat harus diadakan.
cahaya,
ventilasi,
6. Pendistribusian ada empat indikator hanya
penggolongan jenis obat, kelas terapi obat,
3 yang diterapkan ada dokumen tapi tidak
bentuk sediaan obat, alfabetis, FIFO, dan
lengkap, yakni sistem persediaan lengkap
FEFO. Berdasarkan hasil penelitian bahwa
diruangan/floorstock,
setelah obat yang dipesan diterima di
dan kombinasi. Hasil wawancara mendalam
instalasi
dilakukan
didapat
dilakukan
menyatakan
kelembaban,
farmasi
penyimpanan
perlu
sebelum
pendistribusian.
Dari
wawancara,
apabila
obat-obatan
penyimpanan
bahwa
dan
harus
resep
aman,
perseorangan
beberapa
pendistribusian
informan obat
untuk
pasien rawat jalan menggunakan metode
penyimpanan obat menggunakan metode
perseorangan.
FIFO dan FEFO, disusun di rak lemari
pendistribusian
berdasarkan
observasi
berdasarkan pendistribusian individual untuk
langsung, fasilitas sarana dan prasarana
rawat jalan dan rawat inap, sedangkan unit
instalasi farmasi belum optimal dan belum
instalasi gawat darurat (IGD) dan di ruang
sesuai standar pelayanan kefarmasian di RS
perawatan
karena ruang ruangan instalasi farmasi dan
tetapi kadang-kadang obat langsung dibawa
ruangan gudang ukurannya kecil sehingga
pasien ke apotek IFRSAD. Salah satu
penataaan kurang optimal.
informan
IFRSAD
alfabet.
sedang
Dari
merenovasi
Dari
wawancara,
obat
yang
digunakan
sistem
mengatakan
di
sistem
digunakan
floorstock
ruang
rawat
gudang
menggunakan sistem distribusi dosis unit.
penyimpanan agar lebih baik dan luas
Tetapi sistem dosis unit ternyata tidak
gudangnya. Penerapan penyimpanan obat
dilakukan di RSAD. Gudang obat IFRSAD
total nilai yang diperoleh 14.29%,
melakukan
(lihat
distribusi
obat
setiap
ada
lampiran 1) perlu dilakukan perbaikan pada
permintaan obat baik dari pasien rawat jalan
ruangan gudang dan sebaiknya personil yang
dan pasien rawat inap melalui apotek.
dipilih
memiliki
Penerapan pendistribusian total nilai total
tanggungjawab, dan mengerti spesifikasi
nilai yang diperoleh 3,90% ada dokumen
obat dalam menyusun serta mengatur obat
tapi tidak lengkap. Instalasi farmasi RSAD
karena ada obat yang harus diperlakukan
harus membentuk Tim Farmasi dan Terapi
tersendiri
dan
dengan
teliti
disimpan
penyimpanan.
Pada
dan
sesuai
ketentuan
penyimpanan
perlu
memberdayakannya
monitoring
dikendalikan lingkungan ruangan yang tepat
dan
dalam
evaluasi
rangka terhadap
penggunaan obat. Distribusi obat adalah 68
tanggung
jawab
RS.
jenis buangan yang dihasilkan unit-unit
Apoteker dengan bantuan TFT dan bagian
pelayanan di rumah sakit termasuk limbah
perawatan, harus mengembangkan kebijakan
obat. Dari hasil wawancara, RSAD memiliki
dan prosedur yang lengkap, untuk distribusi
insenerator untuk memusnahkan dengan
yang
membakar
aman
instalasi
dari
semua
farmasi
obat
dan
limbah
padat
dan
lokasi
perlengkapan yang berkaitan bagi penderita
pengelolaan limbah cair untuk mengalirkan
rawat tinggal dan penderita rawat jalan
limbah hasil operasi. Namun untuk limbah
(Siregar danAmalia, 2013).
cair untuk pemusnahan obat golongan beta
7. Pemusnahan dan penarikan obat ada lima
laktam dan non beta laktam belum ada.
indikator hanya 2 yang diterapkan ada
Pengolahan limbah cair golongan beta
dokumen tetapi tidak lengkap, membuat
laktam dan non beta laktam belum ada
daftar
dan
Pemusnahan
menyiapkan obat
di
berita
acara.
karena IFRSAD tidak pernah melakukan
IFRSAD
R.W.
pemusnahan.
Mongisidi Manado belum pernah dilakukan,
Hasil wawancara RSAD sudah memiliki
bila obat yang rusak atau kadaluwarsanya
instalasi pengolahan limbah sendiri. Hasil
sudah dekat maka instalasi farmasi meretur
observasi, RSAD belum memiliki tempat
dengan cara mengembalikan obat yang
pemusnahan obat-obat cair dimana limbah
kadaluwarsa atau rusak untuk dikembalikan
obat bahan cair yang mengandung beta
lagi ke pemasok. Dari wawancara, selama
laktam
ini belum pernah dilakukan penarikan obat
dipisahkan. Limbah obat-obat golongan beta
di instalasi farmasi RSAD. Pada obat-obat
laktam diolah secara khusus.
droping banyak obat yang kadaluwarsa,
8. Pengendalian ada 3 indikator yang
tindakan yang dilakukan untuk obat droping
diterapkan ada dokumen tetapi tidak lengkap
yang
nama-nama
yakni melakukan evaluasi persediaan obat
obatnya, obat dikemas dalam dos lalu
yang jarang digunakan, melakukan evaluasi
dibuatkan berita acara dan juga laporan ke
obat death stock, dan melakukan stock
Kesdam dan Direktorat.
opname obat yang dilakukan secara periodik
kadaluwarsa
dicatat
Pemusnahan dilakukan untuk sediaan
dan
dan
non
berkala.
beta
laktam
Berdasarkan
pengendalian
persyaratan mutu, telah kadaluwarsa, tidak
Mongisidi Manado melalui sistem yakni
memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam
biling
pelayanan kesehatan, dan dicabut izin
merupakan
edarnya. Masalah pemusnahan obat sangat
(KSO) dengan suatu perusahaan. Pada
erat hubungannya dengan lingkungan karena
sistem biling dapat dilihat obat yang fast
rumah sakit merupakan penghasil sampah
moving dan slow moving. Stock opname
medis yang cukup banyak setiap harinya
dilakukan setiap bulan atas permintaan
dimana sampah medis terdiri dari berbagai
kepala IFRSAD. Obat dead stock belum
sistem, hasil
di
wawancara,
obat bila produk obat tidak memenuhi
69
obat
harus
dimana
IFRSAD
biling
kerjasama
R.W.
sistem
operasional
pernah terjadi karena bila ada obat yang
obat untuk penggunaan obat di RSAD. TFT
kurang lancar dalam waktu 3 bulan maka
juga yang menentukan penggunaan obat di
bagian gudang akan menyampaikan pada
RSAD sesuai dengan diagnosis dan terapi.
bagian pelayanan untuk
Hasil penelitian di
dikoordinasikan
IFRSAD untuk
pada dokter agar membantu meresepkan
pengendalian obat selain evaluasi obat slow
obat tersebut sehingga dapat mengurangi
moving, death stock, dan stock opname dapat
penumpukan obat yang kurang lancar.
disimpulkan bahwa beberapa faktor yang
Berdasarkan penelitian Sa’adah dkk (2005)
juga
tentang
Mempengaruhi
meliputi (a). belum terbentuk TFT dan
Efisiensi Perbekalan Farmasi di Instalasi
belum ada formularium obat, (b). belum
Bedah Sentral RSUD Gambiran Kediri
dapat menentukan batas minimum dan
menyatatakan bahwa hasil analisis faktor
maksimum persediaan obat, (c). masih
menunjukkan
variabel
pembentuk yang
sering terjadi stockout obat, (d). belum
berpengaruh
terbesar
adalah
menentukan
Faktor
Yang
variabel
mempengaruhi
pengendalian
prioritas
obat, (e).
obat
belum
evaluasi persediaan perbekalan farmasi.
melakukan evaluasi pemakaian periode yang
Intervensi
adalah
lalu,
dengan
berdasarkan pola penyakit, (g). belum
menempatkan petugas farmasi di IBS untuk
menggunakan metode analisis pareto ABC-
memonitor dan mengevaluasi persediaan
VEN dalam perencanaan, (h). belum dapat
perbekalan
yang
optimalisasi
disarankan
floor
stock
farmasi
belum
melakukan
evaluasi
IBS
sebagai
menentukan metode distribusi obat di ruang
farmasi.
Menurut
perawatan, (i). belum melakukan pencatatan
Permenkes 58 Tahun 2014, pengendalian
administrasi yang baik untuk semua kegiatan
dilakukan
di instalasi farmasi RSAD.
bentukminisiasi
di
(f).
depo
terhadap
jenis
dan
jumlah
persediaan dan penggunaan obat. Penerapan
9. Administrasi ada 23 indikator hanya 6 ada
pengendalian obat di IFRSAD mencapai
dokumen
total nilai yang diperoleh 3,90% ada pada
dokumen tetapi tidak lengkap. Yakni laporan
komputer melalui biling sistem. Belum
bulanan, triwulan dan semester, administrasi
optimal
penerapannya
keuangan,
sesuai
dengan
sehingga
standar
belum
pelayanan
lengkap,
dan
psikotropika.
dan
sembilan
laporan
Sembilan
narkotika dokumen
tidak
lengkap
dilakukan karena belum dibentuk Tim
perencanaan
Farmasi dan Terapi. Apabila telah terbentuk,
penerimaan, pendistribusian, pengendalian,
maka
dalam
persediaan, pengembalian, pemusnahan dan
perencanaan obat.Pengendalian penggunaan
penarikan obat, obat kadaluwarsa, dan obat
obat di instalasi farmasi harus bersama
rusak. Hasil wawancara, sistem pencatatan
dengan Tim Farmasi dan Terapi di RS. Tim
dan pelaporan administrasi dilakukan secara
Farmasi dan Terapi menyusun formularium
manual
dapat
membantu
70
dan
kebutuhan,
komputer.
dan
dan
kefarmasian RS. Evaluasi di IFRSAD tidak
TFT
yaitupencatatan
ada
pelaporan pengadaan,
Manual
yang
dimaksudkan
adalah
pencatatan
dan
diharapkan akan memberi kemudahan bagi
pelaporan untuk perencanaan, pengadaan,
pegawai
penerimaan, pendistribusian, pengendalian,
pelayanan farmasi dan diharapkan dapat
persediaan, pengembalian, dan pemusnahan
meningkatkan kinerja pegawai pula, karena
dan penarikan obat pada buku. Pencatatan
sistem informasi berbasis komputer dapat
dan pelaporan dengan menginput data di
dikatakan berhasil jika dapat meningkatkan
komputer dicetak selanjutnya disampaikan
kinerja.
cetakan laporan ke kepala instalasi farmasi.
Khairani, dkk., (2013) tentang implementasi
Administrasi keuangan ada petugas sendiri
sistem informasi administrasi rumah sakit
dalam membuat laporan keuangan baik
berbasis
komputer
untuk
secara manual dan sistem komputer ke
kinerja
karyawan
menyatakan
kepala instalasi farmasi RSAD. Sumber dana
peningkatan kinerja karyawan yaitu dapat
dikelola secara mandiri oleh instalasi farmasi
menyelesaikan
pekerjaan
lebih
cepat,
RSAD karena instalasi farmasi merupakan
meminimalisir
kesalahan
dan
dapat
unit
menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan
khusus
yang
pengelolaannya
diberi
secara
wewenang
otonom,
yang
dan
petugas
Jika
lainnya
dibandingkan
dalam
penelitian
meningkatkan terjadi
waktu ditentukan (Khairani, Susilo dan
dilaporkan dan disetor ke RSAD adalah sisa
Riyadi, 2013).
hasil usaha (SHU). Dalam permenkes nomor
Hasil wawancara dengan kepala IFRSAD
58 tahun 2014, administrasi keuangan
R.W. Mongisidi Manado, laporan dari tiap
merupakan
pengaturan
anggaran,
bagian tidak ada yang tepat waktu, semua
pengendalian
dan
biaya,
laporan harus diminta walaupun sudah tahu
keuangan,
kewajibannya untuk memasukan laporan
penyiapan laporan, penggunaan laporan
pada akhir bulan. Diinformasikan pula
yang berkaitan dengan semua kegiatan
bahwa standar prosedur operasional belum
pelayanan kefarmasian secara rutin atau
dibuat, sementara dibuat.
tidak
bulanan,
prosedur
tahunan
pedoman, kebijakan dan prosedur sederhana
pengumpulan
rutin
triwulanan,
analisa
informasi
dalam
periode
semesteran
atau
(Anonim, 2014).
sebagai
Hasil wawancara, sistem informasi administrasi
kumpulan
suatu
pernyataan
terdokumentasi yang menyajikan informasi mengenai keputusan kebijakan administratif
menggunakan
dan profesional serta metode yang disetujui
teknologi komputer dengan billing system.
untuk penerapan keputusan tersebut. Untuk
Tetapi pelaporan data yang diinput di billing
IFRS, pedoman seperti ini sangat penting
systemhanya informasi nama obat, jumlah
dan sangat berguna karena dapat menjadi
obat, harga obat, satuan obat dan kekuatan
penuntun untuk melaksanakan pelayanan
obat, tidak termasuk penggunaan obat.
farmasi yang berhasil dan efisien. Penerapan
Adanya sistem informasi administrasi ini
administrasi
data
sudah
dalam
suatu
merupakan
proses
pengolahan
RSAD
operasional
Standar
71
pencatatan
dan
pelaporan
kegiatan
obat,
administrasi
keuangan,
dan lemari serta unit komputer. Ruang
administrasi penghapusan, standar prosedur
tunggu
operasional, dan pelaporan narkotika dan
mungkin karena letaknya di luar ruangan
psikotropika diperoleh 7.79% ada dokumen
IFRSAD. Jika dibandingkan dengan hasil
lengkap, 11.69% ada dokumen tapi tidak
penelitian Malinggas dan Posangi (2015),
lengkap, jadi total nilai adminstrasi 19.48%.
tentang Analisis Manajemen Logistik Obat
Faktor tenaga kerja merupakan unsur terpenting
dalam
sistem
RSUD
perlu
Sam
dibuat
senyaman
Ratulangi
Manado
prosedur
menyatakan hasil penelitian menunjukkan
pengendalian intern. Bagaimanapun baiknya
pemilihanobat dilakukan berdasarkan 10
suatu struktur organisasi, sistem otorisasi
penyakit
serta berbagai cara yang diciptakan untuk
Formularium Nasional sertaberdasarkan E-
mendorong praktek yang sehat, semuanya
Katalog. Hal ini disebabkan dengantidak
tergantung
yang
berjalannya
tugas
melaksanakannya. Meskipun hanya sedikit
Farmasidan
Terapi.
unsur sistem pengendalian intern memadai
dilakukanberdasarkan pemakaian periode
yang mendukung, selama suatu organisasi
yang lalu danditambahkan 10-20% buffer
tersebut memiliki tenaga kerja yang jujur
stok.
dan ahli dalam bidang yang menjadi
penerimaan barang. Setelahobat diterima,
tanggung
jawabnya,
obat-obat
dilakukan
dengan
kepada
dan
di
pasien
manusia
pekerjaan
efisien
dan
akan efektif.
terbanyakdan
dan
farmasi.Kendala
dengan
fungsi
Komite
Perencanaan
Obat-obatditerima
tersebut
sesuai
oleh
disimpan yang
obat
panitia
digudang
ada
fasilitas
Sebaliknya jika suatu organisasi memiliki
gudangfarmasi dan instalasi farmasi belum
unsur sistem pengendalian intern yang cukup
memadaisehingga terjadi penumpukan obat.
kuat, jika dilaksanakan oleh tenaga kerja
Distribusi obatberdasarkan metode resep
yang tidak kompeten dan tidak jujur, maka
individu.
tujuan dari sistem pengendalian intern tidak
Penelitian Apriyanto dkk., (2013)
akan tercapai.
tentang Implementasi Kebijakan Subsidi
Penerapan pelayanan farmasi belum optimal
Pelayanan
sehingga
perbaikan
Kualitas Pelayanan Puskesmas Di Kota
administrasi yang terdokumentasi dengan
Singkawang menyatakan Dinas kesehatan
cara membuat standar prosedur operasional.
belum
Kebijakan
RSAD
mengkontrol/supervisi puskesmas baik sisi
berdasarkan surat perintah yang harus
manajemen puskesmas, waktu pelayanan
dilaksanakan karena manajemen RSAD juga
dan kapasitas/jenis pelayanan masih belum
dipengaruhi
lengkap terkendala tender dan perilaku perlu
perlu
yang
ditingkatkan
dilakukan
disiplin
di
militer.Berdasarkan
hasil observasi sarana dan prasarana sudah
pembinaan
cukup
Penelitian
baik
namun
perlu
dilakukan
peningkatan dengan menambah luas ruangan
Kesehatan
memiliki
secara
Dasar
Terhadap
tools
dalam
berkelanjutan.
Rondonuwu
dan
Hasil
Trisnantoro
(2013) tentang Manajemen Perubahan Di 72
Lembaga
Kasus
belum optimal. Instalasi farmasi RSAD
Implementasi Kebijakan Pelaksanaan PPK-
R.W. Mongisidi harus lebih meningkatkan
BLUD Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi NTB
diri dalam perbaikan manajemen, fasilitas
menyatakan manajemen perubahan pada
dan sumber daya manusia sesuai peraturan
proses transformasi tidak berjalan maksimal
yang telah ditetapkan di rumah sakit untuk
sehingga implementasi PPK-BLUD yang
pengembangan dan peningkatan pelayanan
dilaksanakan di RSJ Provinsi juga belum
kefarmasian pada masyarakat berdasarkan
dapat terlaksana dengan baik. Penelitian
hasil penelitian yang telah dilakukan.
yang
Pemerintah:
dilakukan
Trisnantoro
Studi
oleh
(2013)
Surianto
tentang
dan
Evaluasi
KESIMPULAN
Penerapan Kebijakan Badan Layanan Umum
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian
Daerah Di RSUD Undata Propinsi Sulawesi
implementasi pelayanan kefarmasian di
Tengah menyatakan Pola Tata Kelola,
IFRSAD R.W. Mongisidi Manado dari
Rencana
Laporan
wawancara dan observasi secara keseluruhan
Keuangan telah sesuai dengan standar,
diperoleh nilai 72,73%. Total nilai setiap
sedangkan SPM, Dewan Pengawas belum
kegiatan sebagai berikut:
Strategi
Bisnis
dan
dijalankan secara optimal sesuai standar dan
1. Dalam pemilihan obat di IFRSAD
kriteria yang ditetapkan. Hasil penelitian
R.W. Mongisidi Manado belum mempunyai
tentang implementasi pelayanan kefarmasian
formularium obat karena belum terbentuk
di IFRSAD R.W. Mongisidi Manado dalam
Tim
menerapkan keseluruhan kegiatan pelayanan
pelayanan kefarmasian, pemilihan obat yang
kefarmasian diperoleh 72,73%. Direktorat
dilakukan diperoleh nilai 2,60% sedangkan
Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan
perencanaan kebutuhan obat berdasarkan
Tahun 2012 menyatakan bahwa jumlah
metode konsumsi, diperoleh nilai 5,19%.
instalasi farmasi di Kabupaten/Kota sesuai standar
dengan
dan
Terapi.
Penerapan
2. Pengadaan obat di IFRSAD R.W.
melakukan
Mongisidi Manado belum sesuai dengan
Farmasi
standar pelayanan kefarmasian. Pembelian
Kabupaten/Kota yang dilihat dari 3 (tiga)
secara langsung di PBF, tidak melakukan
aspek,
manusia
produksi obat di IFRSAD total nilai
pengelola obat dengan bobot 20%, sarana
penerapan yang diperoleh dari penelitian
dan prasarana bobot 40% serta biaya
6,49%. IFRSAD memperoleh obat dropping
operasional bobot 20%. Instalasi Farmasi
dari Kesdam dan Pusat.
penilaian
diperoleh
Farmasi
terhadap
yaitu:
Kabupaten/Kota
Instalasi
Sumber
daya
dikatakan
memenuhi
3. Penerimaan obat di IFRSAD R.W.
standar jika memiliki penilaian diatas 60%.
Mongisidi Manado sudah dilakukan dengan
Dari penelitian ini dapat disampaikan bahwa
baik total nilai yang diperoleh 15,58%, obat
proses implementasi pelayanan kefarmasian
yang diterima langsung diinput ke dalam
di instalasi farmasi RSAD R.W. Mongisidi
komputer. 73
Sedangkan
penyimpanan
dilakukan berdasarkan FIFO dan FEFO.
pelayanan kefarmasian untuk administrasi
Total nilai penyimpanan diperoleh 14,29%.
obat total nilai diperoleh 19,48%.
Dalam rangka perbaikan gudang sementara dilakukan renovasi. 4.
Pendistribusian
obat
yang
SARAN
dilakukan di IFRSAD R.W. Mongisidi
Untuk RSAD disarankan membentuk Tim
Manado, untuk pasien rawat jalan secara
Farmasi dan Terapi, menyusun Formularium
individu sedangkan
Obat,
menggunakan
pasien
rawat
sistem
inap
kombinasi,
membuat
Standar
Prosedur
Operasional sesuai Permenkes No 58 Tahun
penerapannya total nilai diperoleh 3,90%
2014 tentang standar pelayanan kefarmasian
5. Pemusnahan dan penarikan obat
di Rumah Sakit, mengusulkan perbaikan
yang rusak dan kadaluwarsa tidak pernah
fasilitas sarana dan prasarana instalasi
dilakukan di IFRSAD R.W. Mongisidi
farmasi dan gudang farmasi, menentukan
Manado kecuali
dan menerapkan metode dalam pemilihan,
obat dropping pernah
dilakukan dengan membuat berita acara
perencanaan
pemusnahan lalu dilaporkan ke Kesdam.
pendistribusian, menerapkan penerimaan,
Penerapan pelayanan kefarmasian total nilai
penyimpanan, pemusnahan dan administrasi
diperoleh 2,60%.
sesuai Permenkes Nomor 58 Tahun 2014,
6. Pengendalian obat di IFRSAD
melakukan
kebutuhan,
monitoring
pengadaan,
dan
evaluasi,
R.W. Mongisidi Manado dilakukan evaluasi
meningkatkan penggunaan Sistem Informasi
penggunaan obat- obat slow moving dan
Manajemen
death stock
Mongisidi Manado untuk lebih mudah dalam
sistem.
di monitor melalui billing
Melalui
mempermudah
billing
dalam
sistem
lebih
melakukan
stock
(SIM)
di
RSAD
R.W.
monitoring dan pelaporan administrasi.
opname. Penerapan pelayanan kefarmasian untuk pengendalian obat total nilai diperoleh
DAFTAR PUSTAKA
3,90%.
Aji, R.P., E.S. Astuti dan H. Susilo. 2013.
7. Administrasi pencatatan dan pelaporan
Analisis
Implementasi
Sistem
kegiatan pelayanan kefarmasian di IFRSAD
Informasi
Pengadaan
R.W. Mongisidi Manado, belum sesuai
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (Studi
dengan standar pelayanan kefarmasian di
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang).
RS. IFRSAD R.W. Mongisidi Manado
Jurnal, Administrasi Bisnis. Vol. 6/
merupakan unit khusus sehingga diberi
No. 2, (hal:12-20).
Obat
Pada
wewenang dalam pengelolaan obat dan anggarannya. Pelaporan dilakukan setiap bulan
kepada
Kepala
RS.
Anonimousa.
Penerapan
Republik
2009. Indonesia
Tentang Kesehatan. 74
Undang-undang Nomor
36
Anonimous. 2014b. Profil Rumah Sakit TK. Anonimousb.
2009.
Republik
Undang-undang
Indonesia
Nomor
III R.W. Mongisidi Manado.
44
Tentang Rumah Sakit.
Apriyanto,R.H,
Tj.
Lazuardi. Anonimousc. 2009. Peraturan Pemerintah Nomor
51
Tentang
2013.
Kebijakan
Pekerjaan
Kuntjoro,
dan
L.
Implementasi
Subsidi
Pelayanan
Kesehatan Dasar Terhadap Kualitas
Kefarmasian.
Pelayanan
Puskesmas
Singkawang. Anonimous. 2010. Pedoman Pengelolaan
Di
Jurnal,
Kota
Kebijakan
Kesehatan Indonesia, Vol. 02/No. 04,
Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit.
(hal. 180-188)
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan
Republik
Bekerjasama
Indonesia
2012. Analisis Pembiayaan Program
Japan
Kesehatan Ibu Dan Anak Bersumber
dengan
International
Cooperation
Dodo, D, L. Trisnantoro, dan S. Riyarto.
Agency
Pemerintah
(JICA).
Dengan
Pendekatan
Health Account. Jurnal, Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01/No. 01,
Anonimous.
2011.
Peraturan
Menteri
(hal. 13-23)
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1171 tentang Sistem Informasi Rumah
Febriawati, H. 2013. Manajemen Logistik
Sakit
Farmasi
Rumah
Sakit.
Gosyen
Publishing Yogyakarta. Anonimous, 2013. Laporan Akuntabilitas Kinerja
Direktorat
Bina
Girsang, E.V. dan Welly Herumurti. 2013.
Kesehatan
Evaluasi Pengelolaan Limbah Padat
Tahun 2012. Direktorat Jenderal Bina
B3 Hasil Insinerasi di RSUD Dr.
Kefarmasian
Soetomo Surabaya, Jurnal, Teknik
Kefarmasian
dan
dan
Jenderal Alat
Alat
Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI. (Hal 17-
POMITS, Vol 02/No.02, (hal 46-50).
19) Khairani, T., H. Susilo dan Riyadi, 2013. Anonimous.
2014a.
Peraturan
Menteri
Implementasi
Sistem
Informasi
Kesehatan Nomor 58 Tentang Standar
Administrasi Rumah Sakit Berbasis
Pelayanan
Komputer
Kefarmasi
DI
Rumah
Sakit.
Untuk
Meningkatkan
Kinerja Karyawan (Studi pada Billing System RSUD Dr. Saiful Anwar
75
Malang). Jurnal, Administrasi Bisnis,
Metodologi.pdf. Diakses tanggal 7
Vol. 06/No. 02, (hal 1-10).
April 2015
Malinggas, N., J. Posangi dan T. Soleman.
Quick. J.D. 1997. Managing Drug Supply:
2015. Analisis Manajemen Logistik
The
Selection,
Procurement,
Di Instalasi Farmasi RSUD Sam
Distribution, and Use Pharmaceutical
Ratulangi Tondano. Jurnal, JIKMU,
(2nd ed.). Management Sciences for
Vol. 5/No. 2b, (hal 448-460)
Health USA: Kumarian Press. Priyono, A. Dan S.S. Danu. 2006. Analisis
Massie, R.G.A. 2009. Kebijakan Kesehatan:
Pengelolaan Obat Prajurit Korban
Proses, Implementasi, Analisis dan
Tempur Dan Latihan Tempur Di Unit
Penelitian.
dan
Rawat
Pengembangan Sistem dan Kebijakan
Jurnal,
Kesehatan. Buletin, Penelitian Sistem
Kesehatan, Vol. 09/No. 04, (hal 192-
Kesehatan, Vol. 12/No. 4. (hal409-
197)
Pusat
Penelitian
Inap
Kedokteran
Manajemen
Militer, Pelayanan
417) Romero, A. 2013. Managing Medicines in Mardiyanti, E. 2007. Sistem Informasi Obat Untuk
Mendukung
the Hospital Pharmacy: Logistics
Monitoring
Inefficiencies. Proceedings of the
Distribusi Obat Pada Pasien Rawat
World Congress on Engineering and
Inap Di Instalasi Farmasi Rumah
Computer Science.Vol II, WCECS
Sakit Umum Bina Kasih Ambarawa
2013, 23-25 October, 2013, San
(IFRSBKA). Tesis. Program Studi
Francisco,
Ilmu
19253-1-2, ISSN: 2078-0958
Kesehatan
Masyarakat.
USAISBN:
978-988-
Universitas Diponegoro. Rondonuwu, J. dan L. Trisnantoro. 2013. Moleong, ,L.J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif.
Edisi
21.
Manajemen Perubahan Di Lembaga
Bandung:
Pemerintah:
PT. Remaja Rosdakarya Offset
Studi
Kasus
Implementasi Kebijakan Pelaksanaan PPK-BLUD Di Rumah Sakit Jiwa
Notoadmodjo, Penelitian
S.
2005.
Kesehatan.
Metodologi
Provinsi
Jakarta
Kesehatan Indonesia, Vol. 02/No. 04,
:
Penerebit Rineka Cipta
NTB.
Jurnal,
Kebijakan
(hal 163-170)
Pratiwi, A.L. 2010. Persepsi Pasien. FE UI.
Rustiyanto, E. 2011. Sistem Informasi
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/1313
Manajemen Rumah Sakit. Cetakan
71-T%2027642-persepsi%20pasien76
Pertama. Penerbit Goysen Publishing :
Sakit Advent Bandung, Prosiding
Yogyakarta.
Forum Temu Ilmiah Farmasi Rumah Sakit 5-7 April.
Rusmedi,
N.
2011.
https://nikorusmedi.wordpress.com/20
Suciati dan Adisasmito. 2006. Analisis
11/06/10/peran-sistem-informasi-dan-
Perencanaan Obat Berdasarkan ABC
manajemen-obat-simo-dalam-sistem-
Indeks Kritis Di Instalasi Farmasi.
informasi-kesehatan/
Artikel Penelitian. Jurnal, Manajemen Pelayanan Kesehatan Vol. 09/No. 01,
Sa’adah, E., N. Andadari, dan J. Kurniawati.
(hal. 19-26)
2014. Faktor Yang Mempengaruhi Efisiensi
Perbekalan
Instalasi
Bedah
Farmasi
Di
Surianto dan L. Trisnantoro. 2013. Evaluasi
RSUD
Penerapan Kebijakan Badan Layanan
Gambiran Kediri. Jurnal, Kedokteran
Umum Daerah Di Rsud Undata
Brawijaya, Vol.28, Suplemen No.1,
Propinsi Sulawesi Tengah. Jurnal,
(hal 15-20)
Kebijakan Kesehatan Indonesia. Vol.
Sentral
02, No. 01, (hal. 35-41) Sampurno, 2011. Manajemen Pemasaran Farmasi. Cetakan kedua. Penerbit
Utarini, 2007. Modul Mata Kuliah Metode
Gadjah Mada University Press :
Penelitian
Kualitatif
Bidang
Yogyakarta.
Kesehatan. Yogyakarta : Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Shabrina, A. 2013. MDGs, Pelayanan Kesehatan
dan
Diakses
Indonesia
UGM.
Sehat. dari
Wijono,
J.
1999.
Manajemen
Mutu
Kesehatan.Kompasiana.com/medis20
Pelayanan Kesehatan. Teori, Strategi
13/08/13/mdgs-pelayanan-kesehatan-
dan
dan-indonesia-sehat-583443.html tgl 5
University Press. Surabaya.
Aplikasi.Vol.
1.
Airlangga
April 2015. Wirdah, W.R., A. Fudholi, dan G. P. Siregar dan Amalia, 2013. Farmasi Rumah
Widodo. 2013. Evaluasi Pengelolaan
Sakit. Teori dan Penerapan. Penerbit
Obat dan Strategi Perbaikan Dengan
EGC.
Metode Hanlon Di Instalasi Farmasi
Jakarta.
Rumah Siregar, C.J.P., D.Shen dan E.M Surahman. 2001.
Evaluasi
Sakit
Sadsuitubun
Penggunaaan
Tenggara
Antibiotik Beta-Laktam di Rumah
Nasional 77
Daerah
Kabupaten Tahun dan
2012.
Karel Maluku Seminar
Workshop
Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik III. Pelayanan Kefarmasian dan Herbal. 4-5 Oktober 2013 di Fakultas
Farmasi
Universitas
Andalas.ISSN:2339-2592. (hal: 247257)
Yusmainita, 2005. Pemberdayaan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah. Diakses
dari
http://tempo.co.id/medika/arsip/01200 3/top-1.htm tgl 5 April 2015.
78