72 DAMPAK SOSIAL MODERNISASI PERTANIAN TERHADAP

Download berpengaruh terhadap penyerapan introduksi teknologi dalam rangka ... Jurnal Sosiohumaniora, Vol. 2 No. ... Pertanian modern mempunyai peng...

0 downloads 447 Views 90KB Size
Dampak Sosial Modernisasi Pertanian Terhadap Peranan Wanita Pedesaan di Kabupaten Bandung (Nurpilihan dkk.)

DAMPAK SOSIAL MODERNISASI PERTANIAN TERHADAP PERANAN WANITA PEDESAAN DI KABUPATEN BANDUNG Nurpilihan, Handarto dan Sarifah Nurjanah Fakultas Pertanian Unpad Jatinangor, Bandung 40600 ABSTRAK Dalam menghadapi era global ini, modernisasi pertanian merupakan tuntutan dan kebutuhan demi peningkatan produktivitas dan kualitas budidaya pertanian. Mengingat jumlah wanita di Indonesia lebih besar (0,6%) dari jumlah pria, maka selayaknyalah wanita dapat berperan aktif dalam pembangunan khususnya pembangunan di bidang pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak sosial wanita di Kabupaten Bandung seperti tingkat pendidikan, umur dan kesesuaian terhadap penerapan modernisasi pertanian. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan responden; umur responden sangat berpengaruh terhadap penyerapan introduksi teknologi dalam rangka menghadapi modernisasi pertanian. Wanita menikah maupun tidak menikah berpendapat bahwa modernisasi pertanian akan menggeser peran mereka di bidang pertanian yang pada gilirannya akan mengurangi pendapatan yang mereka peroleh. Kata Kunci : Modernisasi pertanian, Peran wanita pedesaan.

SOCIAL IMPACT OF AGRICULTURE MODERNIZATION ON RURAL WOMEN RULE IN BANDUNG MUNICIPALITY AT ARJASARI VILLAGE. ABSTRACT The reseach objective was to find out how far social impact of agriculture modernization is on rural women in Bandung municipality at Arjasari Village. The data was collected through questionnaire-based interviews, and field observation. 120 respondency were taken consisting of two stratas of the married and unmarried women. The results obtained that agriculture modernization is very important but still found some intern and extern constraints of married and unmarried women. Agriculture modernization in rural area will impact of reduce income on married and unmarried women at Arjasari Village. Keywords : Agriculture modernization, rural woman rule.

72

Jurnal Sosiohumaniora, Vol. 2 No. 3, Desember 2000 : 72 - 80

PENDAHULUAN Peningkatan peranan wanita (P2W) baik diperkotaan maupun dipedesaan perlu terus ditingkatkan, terutama dalam menyentuh berbagai masalah sosial, ekonomi yang seyogyanya diarahkan pada pemerataan hasil pembangunan, pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas dan pemeliharaan lingkungan. Wanita baik sebagai warga negara maupun sebagai sumber daya pembangunan mempunyai hak dan kewajiban serta kesempatan yang sama dengan pria dalam pembangunan di segala bidang. Modernisasi pertanian pada saat ini merupakan tuntutan dan kebutuhan untuk peningkatan produktivitas dan kualitas hasil budidaya pertanian. Pertanian modern mempunyai pengertian sebagai pertanian yang efisien, efektif, produktif serta berwawasan industri pertanian. Lebih kurang 80% wanita Indonesia tinggal di pedesaan dan sebagian dari mereka bekerja dibidang pertanian. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Bina Darma (1988) menyimpulkan bahwa di Desa Karang Tengah (Jawa Tengah) persentase wanita yang bekerja di bidang pertanian adalah 31%; sementara 69% bekerja di bidang non pertanian. Wanita yang jumlahnya lebih besar 5% dari pria banyak memilih pekerjaan berdagang, sedangkan kaum pria lebih memilih menjadi pegawai negeri maupun pegawai swasta. Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian besar petani di Indonesia termasuk wanita tani masih terkait dengan budaya dan kebiasaan tradisional dalam melakukan kegiatan usaha tani. Merubah budaya tradisional ke budaya pertanian modern perlu penanganan yang serius serta membutuhkan waktu lama. Bila perubahan ini dipercepat perlu adanya sosialisasi misalnya dengan memberikan pelatihan agar dapat dihasilkan tenaga-tenaga terampil. Membangun pertanian tangguh untuk menciptakan ketahanan pangan secara nasional yang pada gilirannya membuat petani makmur atau lebih ekstrim lagi menciptakan petani berdasi, merupakan cita-cita yang kadang-kadang mudah diciptakan tetapi sulit dilaksanakan. Pada umumnya wanita bekerja untuk mencari nafkah disebabkan antara lain kebutuhan ekonomi, prestasi dan mengisi waktu. Menurut Ismawan (1986); kaum wanita ternyata lebih berperan di desa dari pada di perkotaan, walaupun kebanyakan mereka bekerja di sektor informal dari pada di sektor formal. Diharapkan dengan berubahnya pertanian tradisional menjadi pertanian modern akan diikuti pula dengan penggunaan teknologi pertanian dan pada gilirannya peranan wanita pedesaan akan cenderung bergeser. Mengkaji pesatnya modernisasi pertanian di pedesaan serta tingginya persentase wanita yang bekerja di sektor pertanian seyogyanya perlu diadakan pengkajian mengenai dampak sosial wanita antara lain tingkat pendidikan, umur dan kesesuaian wanita terhadap modernisasi pertanian. TUJUAN PENELITIAN 73

Dampak Sosial Modernisasi Pertanian Terhadap Peranan Wanita Pedesaan di Kabupaten Bandung (Nurpilihan dkk.)

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak sosial wanita antara lain tingkat pendidikan, umur dan kesesuaian terhadap modernisasi pertanian di Kabupaten Bandung. Hasil penelitian diharapkan dapat menggambarkan tentang pergeseran peran wanita sebagai dampak modernisasi pertanian. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan studi yang menggunakan metode analisa deskriptif untuk memperoleh jawaban yang menyeluruh tentang masalah yang diteliti. Responden berjumlah 120 orang terbagi ke dalam dua strata yaitu wanita yang belum menikah sebanyak 60 orang dan telah menikah 60 orang. Penentuan responden ditentukan secara acak. Teknik pengumpulan data meliputi angket, wawancara dan tinjauan pustaka. Data yang dikumpulkan terdiri dari data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait antara lain dari Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja dan Dinas Pertanian Kabupaten Bandung. Data primer diperoleh dari responden dengan cara wawancara mendalam secara langsung dan pengisian kuesioner. Waktu penelitian 6 bulan yang diawali dari bulan September 1999 sampai Februari 2000. HASIL DAN PEMBAHASAN Pendidikan Responden Penyerapan inovasi baru sangat tergantung dari penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat sasaran. Profesionalisme dari seseorang sudah tidak membedakan status sosial, jenis kelamin, agama, kebangsaan dan lain-lain. Teknologi bersifat dinamis dan bila dipantau perkembangannya memberikan dampak positif bagi pengguna teknlogi yang pada gilirannya akan berdampak pula pada keterampilan seseorang. Tabel 1 berikut ini menggambarkan profil pendidikan responden di desa sasaran seperti dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Pendidikan Responden Pendidikan Responden

SD SMP SMA Lainnya Total

Menikah

%

Tidak Menikah

%

40 12 5 3 60

33,0 10,0 4,0 2,5

37 20 3 60

30,8 16,7 2,5 0,0

Dari Tabel 1 terungkap bahwa persentase wanita baik menikah maupun tidak di lokasi penelitian didominasi responden yang hanya berpendidikan tingkat 74

Jurnal Sosiohumaniora, Vol. 2 No. 3, Desember 2000 : 72 - 80

Sekolah Dasar yaitu 33,0% bagi responden yang menikah. Urutan kedua adalah responden dengan tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama 10,0% responden yang menikah, sementara 116,7% responden yang tidak menikah. Hanya 4,0% responden yang menikah dan 2,5% responden yang tidak menikah mempunyai kesempatan untuk menduduki Sekolah Menengah Atas, sedangkan pendidikan lainnya seperti kursus-kursus keterampilan hanya diikuti hanya 2,5% bagi responden yang menikah sementara 0,0% untuk responden yang tidak menikah. Menyimak angka persentase pada Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa pendidikan responden terbesar hanya pada tingkat Sekolah Dasar pada setiap strata (menikah atau tidak), hal ini tentu akan berdampak pada penyerapan introduksi teknologi khususnya teknologi pertanian dalam rangka menuju pada modernisasi pertanian. Penyerapan teknologi membutuhkan pemanfaatan, penerapan dan penguasaan ilmu pengetahuan, sehingga bila responden tidak menguasai iptek, maka penyerapan inovasi teknologi akan terhambat. Dari wawancara mendalam terungkap bahwa responden berpendidikan tingkat Sekolah Dasar sangat tidak peduli terhadap berkembangnya modernisasi pertanian. Sebagai contoh introduksi aplikator urea tablet sukar mereka terima untuk diaplikasikan di lahan sawah. Hal ini disebabkan selain mereka tidak mampu menggunakannya juga teknologi tersebut membuat pendapatan mereka berkurang. Berkurangnya pekerjaan wanita berarti mereka harus mencari lagi pekerjaan baru untuk mendapatkan penghasilan. Pada keadaan ini terjadi pergeseran peran dari pekerjaan pertanian tradisional ke pekerjaan lain yang tidak mudah mereka temui mengingat tingkat pendidikan mereka yang rendah. Umur Responden Umur responden salah satu faktor dalam tingkat penyerapan suatu hal baru, misalnya semakin lanjut usia seseorang agak enggan atau sukar untuk menerima inovasi baru. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Partini (1989) yang mengungkapkan bahwa wanita pada kelompok umur antara 25-34 tahun mempunyai persepsi yang kebih tinggi terhadap pembangunan dan inovasi baru, dibanding wanita pada keloompok umur 25-49 tahun dan 15-24 tahun. Penelitian ini dilakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta dan di Jawa Tengah. Tabel 2 berikut ini menyajikan profil responden dilihat dari Umur Responden.

Tabel 2. Umur Responden Umur Responden

15 - 25

Menikah

7

%

5,8

Tidak Menikah

%

33

27,5 75

Dampak Sosial Modernisasi Pertanian Terhadap Peranan Wanita Pedesaan di Kabupaten Bandung (Nurpilihan dkk.)

26 - 40 41 - 50 > 50 Total

20 21 12 60

16,6 17,5 5,0

24 3 0 60

20,0 2,5 0,0

Dari Tabel 2 terungkap bahwa jumlah responden baik yang menikah maupun tidak menikah terbesar berumur antara 26-40 tahun yaitu 20 respoonden (16,6%) yang menikah, sementara 24 orang responden tidak menikah (20,0%). Penelitian Nurpilihan., dkk (1998), mengungkapkan bahwa usia wanita antara 1535 tahun sangat cepat menyerap inovasi teknologi baru. Wanita yang belum menikah pada usia antara 15-25 tahun ternyata jumlahnya paling banyak yaitu 33 orang (27,5%), sedangkan yang menikah hanya 7 orang (5,8%). Keadaan ini menunjukkan bahwa wanita dengan usia produktif masih banyak yang belum menikah. Ketika dilakukan wawancara mendalam mengenai mengapa sebagian besar wanita berusia produktif belum menikah, sedangkan umumnya wanita pedesaan menikah pada usia lebih kurang 15 tahun; jawabannya adalah bahwa mereka masih senang sendiri. Selain itu jawaban yang paling mencolok adalah bahwa mereka tidak ingin cepat-cepat kawin dengan alasan bahwa tidak ingin memikul beban berat dalam kelangsungan hidup keluarga. Mereka masih ingin hidup lebih bebas tanpa ikatan dan masih ingin meningkatkan pendidikan dan keterampilan yang merupakan unsur mendasar dalam mengatasi kemiskinan. Hal ini sejalan dengan pendapat Soemitro, dkk. (1988) yang mengungkapkan bahwa wanita yang merupakan lebih dari separuh penduduk Indonesia dan mempunyai kedudukan yang khas dan tidak lepas dari hubungan dan tanggung jawab terhadap keluarga maupun masyarakat, dan wanita tidak bisa melepaskan diri dari tanggung jawabnya. Bila hasil penelitian Partini (1989) dikaitkan dengan hasil penelitian ini maka terungkap bahwa responden di Desa Arjasari ini sukar menerima inovasi teknologi baru, baik yang menikah maupun tidak menikah. Pada wawancara mendalam responden-responden diatas pada umumnya merasa tidak diuntungkan secara materi dengan merebaknya modernisasi pertanian, walaupun hal tersebut membuat pekerjaan mereka lebih cepat dan efisien, sebaliknya mereka merasa banyak kehilangan pekerjaan karena pekerjaan rutin mereka telah digantikan oleh mesin; dan mesin tersebut menggunakan pekerja pria.

Kesesuaian Terhadap Pembangunan Modernisasi Pertanian Ditinjau dari Pendidikan Responden Persepsi masyarakat terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) mulai berubah. Masa kini bidang iptek tidak lagi tabu bagi wanita, melainkan dianggap 76

Jurnal Sosiohumaniora, Vol. 2 No. 3, Desember 2000 : 72 - 80

sebagai unsur penting untuk meningkatkan derajat wanita agar lebih cepat dapat sejajar dengan kaum pria. Kegiatan di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak wanita yang tidak tertarik dalam bidang iptek, mereka lebih senang menggeluti naluri seorang wanita dan melakukan pekerjaan-pekerjaan domestik. Keadaan ini tentu berdampak pada penguasaan, penerapan dan pengembangan teknologi baru yang akan diterapkan. Inovasi teknologi yang diterapkan untuk mendukung modernisasi di bidang pertanian hendaknya tidak memperkecil kesempatan kerja kaum wanita, yang pada gilirannya mengurangi pendapatan kaum wanita. Penelitian yang telah dilakukan oleh Montra, dkk, (1982) menyimpulkan bahwa teknologi mesin Huller telah mengurangi lapangan kerja wanita. Pekerjaan yang dulu dikerjakan oleh perempuan seperti menumbuk padi, menuai dengan ani-ani, kini dikerjakan oleh laki-laki dengan menggunakan mesin. Tabel 3 berikut ini menyajikan kesesuaian inovasi modernisasi pertanian berdasarkan pendidikan responden. Tabel 3. Kesesuaian Terhadap Penerapan Modernisasi Pertanian Berdasarkan Pendidikan Responden Pendidika n Menikah

SD SMP SMA Lainnya Total

12 6 3 0 21

Sesuai Tidak % Menikah

10,0 5,0 2,5 0,0

13 7 0 0 20

%

10,8 5,4 0,0 0,0

Menikah

28 6 2 3 39

Tidak Sesuai Tidak % Menikah

23,3 5,0 1,6 2,5

24 13 3 0 40

%

20,0 10,2 2,5 0,0

Tabel 3 di atas mengungkapkan bahwa wanita berpendidikan Sekolah Dasar (SD) dan menikah sebanyak 28 orang (23,3%) menyatakan tidak sesuai dengan pembangunan modernisasi di bidang pertanian, dan angka ini merupakan persentase terbesar dibandingkan angka lain dalam Tabel 3. Angka tertinggi berikutnya didapatkan pada wanita yang tidak menikah dan berpendidikan SD yaitu 24 orang (20,0%). Dari wawancara mendalam dapat disimpulkan bahwa umumnya wanita berpendidikan SD khususnya yang tidak menikah kurang tertarik pada inovasi teknologi karena mereka sangat kehilangan pekerjaan dengan masuknya teknologi baru yang pada gilirannya akan mengurangi pula pendapatan mereka. Sebaliknya wanita menikah menyatakan sesuai dengan modernisasi pertanian dengan alasan lebih mudah mengerjakan pekerjaan dibandingkan dengan pekerjaan yang selama ini dilakukan. Sedangkan alasan wanita kawin maupun tidak yang menyatakan tidak sesuai dengan inovasi teknologi adalah bahwa teknologi yang diterapkan banyak memperkerjakan kaum pria, sehingga peran mereka banyak yang bergeser pada pria. Sebagai dampak dari perubahan peran ini mereka berpendapat bahwa modernisasi pertanian mengakibatkan makin lebarnya ketimpangan gender yang terjadi. 77

Dampak Sosial Modernisasi Pertanian Terhadap Peranan Wanita Pedesaan di Kabupaten Bandung (Nurpilihan dkk.)

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Montra, dkk, (1982) yaitu masuknya teknologi tepat guna Huller ke desa dipandang sebagai sesuatu yang negatif bagi wanita penumbuk padi, karena merasa kehilangan pekerjaan dan pendapatan. Kesulitan menerima perubahan ini berangsur-angsur luntur karena mereka menyadari bahwa penerapan teknologi akan menciptakan pekerjaan yang efisien dan efektifitas tinggi, dan mereka menyadari bahwa mereka harus lebih meningkatkan keterampilan agar dapat berperan serta dalam pembangunan pertanian khususnya modernisasi pertanian. Kesesuaian Modernisasi Pertanian Ditinjau dari Umur Responden Hasil penelitian Ahmad (1992) menyimpulkan bahwa wanita berumur 30-39 tahun dan 40-49 tahun hanya 32 orang dari 106 responden yang mencari nafkah atau membantu suami bekerja. Penelitian ini merupakan studi kasus pada sebuah desa pertanian padi sawah di Maros Sulawesi Selatan. Dari hasil penelitian ini terungkap bahwa wanita pedesaan khususnya di Maros tidak bekerja untuk mencari nafkah pada usia 30 tahun ke atas. Tabel 4 berikut ini menyajikan angka hasil penelitian mengenai kesesuaian terhadap pembangunan modernisasi pertanian menurut umur responden. Tabel 4. Kesesuaian Terhadap Pembangunan Modernisasi Pertanian Berdasarkan Umur Responden Umur (Tahun)

Menikah

15 - 25 26 - 40 41 - 50 > 50 Total

2 5 3 10 20

Sesuai Tidak % Menikah 1,6 10 4,2 5 2,5 1 8,3 0 16

% 8,3 4,2 0,9 0,0

Menik ah 5 15 18 2 40

Tidak Sesuai Tidak % Menikah 4,2 23 12,5 19 15,0 2 1,6 0 44

% 19,1 15,7 1,6 0,0

Dari Tabel 4 terungkap bahwa secara keseluruhan baik wanita menikah maupun tidak menikah berjumlah 40 orang dan 44 orang yang menyatakan tidak sesuai dengan adanya pembangunan modernisasi pertanian, sedangkan yang menyatakan sesuai adalah 20 orang wanita yang menikah sementara 16 orang tidak menikah. Bila angka dari Tabel 4 ini dirinci lebih mendalam lagi maka didapatkan hasil bahwa 19,1% wanita tidak menikah dan berumur 15-25 tahun merupakan prosentase tertinggi yang menyatakan tidak sesuai dengan adanya modernisasi pertanian, sedangkan persentase paling rendah (1,6%) dijumpai pada responden berumur 41-50 tahun. Setelah dilakukan wawancara mendalam didapat alasan bahwa wanita yang tidak menikah dan berumur 15-25 tahun menyatakan mereka tidak sesuai dengan modernisasi pertanian karena banyak pekerjaan wanita yang hilang dengan adanya modernisasi pertanian, selain hal tersebut karena masih berusia muda dan mengatakan bahwa akan mencari 78

Jurnal Sosiohumaniora, Vol. 2 No. 3, Desember 2000 : 72 - 80

pekerjaan lain di perkotaan yang akan memperoleh lebih banyak pendapatan dibanding perolehan mereka di desa. Wanita seperti halnya pria merupakan sumber tenaga yang potensial. Kesadaran wanita untuk ikut berperan aktif dalam pembangunan tinggi, dan umumnya mereka berkeinginan untuk mendapatkan kesempatan yang sama dengan pria khususnya di sektor pertanian. Hanya hambatan-hambatan intern seperti kurangnya penguasaan iptek dan kurangnya dukungan lingkungan terutama keluarga sering merupakan alasan untuk menekuni suatu bidang tertentu. SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Modernisasi pertanian secara umum dapat diterima oleh wanita di Desa Arjasari Kabupaten Bandung; namun wanita berpendidikan sampai Sekolah Dasar menyatakan bahwa mereka banyak kehilangan perkerjaan akibat masuknya modernisasi pertanian. 2. Dampak modernisasi pertanian akan menggeser peran wanita di bidang pertanian; terutama bagi wanita yang tidak menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai akibatnya adalah berkurangnya pendapatan wanita karena banyak pekerjaan-pekerjaan wanita seperti tandur, penyiangan, pemupukan dan panen digantikan oleh mesin yang menggunakan pekerja pria. 3. Dengan masuknya modernisasi pertanian ke Desa Arjasari ketimpangan gender makin signifikan, terutama bila wanita tidak meningkatkan penguasaan penerapan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Saran Seyogyanya dilakukan penelitian lanjutan untuk mengkaji keterlibatan dan peranan wanita dalam penerapan teknologi tepat guna. DAFTAR PUSTAKA Aida Vitalaya S, Sayogyo dan Pudjiwati., 1986. Pengembangan Pola Kerja dan Kesempatan Kerja Wanita Pedesaan. Makalah disampaikan pada Seminar Peranan wanita Dalam Pembangunan Tugu-Puncak. Ida Bagoes Mantra., 1982. Pengaruh Pengusahaan Huller Terhadap Tenaga Kerja Penduduk Perempuan di Kecamatan Jetis, Bantul. Lembaga Penelitian Universitas Gadjah Mada. Ihromi, Japi Omas, Soeryokondoro, Sudanti, Anal dan Siti Hadijah., 1987. Wanita dan Kerja Serta Masalah-masalah yang Dihadapi Dalam Keluarga Dimana

79

Dampak Sosial Modernisasi Pertanian Terhadap Peranan Wanita Pedesaan di Kabupaten Bandung (Nurpilihan dkk.)

Ibu Bekerja dan Ibu Tidak Bekerja. Makalah disampaikan pada Seminar Hari Wanita. Jakarta. Imbar Rambing., 1986. Efektivitas Kursus Keterampilan Bagi Ibu-ibu PKK Pada Beberapa Desa Kecamatan Tomokon. Laporan Penelitian., Lembaga Penelitian IKIP Manado. Ismawan., 1986. Peningkatan Pendidikan dan Partisipasi Kerja Wanita. Warta demografi Volume 5. Penerbit Centre For Scientific Documentation and Information LIPI Jakarta. Kiptiyah Iksan., 1985. Pengaruh Lingkungan Sosial Ekonomi Terhadap Alokasi Waktu dari Wanita yang Telah Kawin / Ibu Rumah Tangga. Malang Universitas Brawijaya. Montra., 1982. Peranan Wanita Dalam Pembangunan Pertanian Pedesaan. Makalah disajikan Pada Lokakarya Nasional Peranan Wanita Dalam Pembangunan Pedesaan. Jakarta. Nupilihan, Handarto dan Edi Suryadi., 1999. Profil Kemitrasejajaran Wanita dan Pria Pada Bidang Penelitian Di Lembaga Penelitian Perguruan Tinggi Di Kotamadya DATI II Bandung. Partini., 1989. The Role of Rural Women in The Family Economy. Inconesian Women Reseach. Clearing House For Information on Women in Development. Pudjiwati Sayogyo, Rusli, Said, Vigna dan Winanti., 1987. Aspek Sosial Budaya Mobilitas Tenaga Kerja Wanita. Proyek Pengembangan Kependudukan; Bidang Kependudukan Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Siswono Yudo Husodo., 1999. Modernisasi Pertanian. Menuju Indonesia Baru. Persatuan Insinyur Indonesia. Jakarta 1999.

80