KOLIK RENAL
Abdurrahim Rasyid Lubis, Fiblia Divisi Nefrologi dan Hipertensi – Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU/ RSUP H. Adam Malik Medan
PENDAHULUAN Kolik renal merupakan suatu keadaan emergensi yang sering dan penting pada praktek kesehatan. Hal ini biasanya disebabkan oleh obstruksi dari saluran kemih oleh karena batu. Sekitar 5-12% populasi akan menderita batu saluran kemih selama hidup. Biasanya pada usia 30-60 tahun dengan rata-rata 3x lebih sering pada laki-laki. Angka kekambuhan sekitar 50% selama 10 tahun. Gejala klasik dari kolik renal akut yaitu: nyeri yang menjalar dari pinggang ke paha dan disertai hematuria mikroskopis (85%), warna urin tidak jernih, mual dan muntah. Sekitar 2 juta penduduk USA mengalami batu saluran kemih (BSK). Pada tahun 2000, biaya yang dihabiskan oleh karena kondisi ini sekitar 2,1 juta dollar.
1,2,3
PEMBAHASAN Definisi Kolik renal berasal dari dua kata yaitu “kolik” dan “renal”. Kolik adalah merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ berongga yang umumnya disebabkan karena hambatan pasase dalam rongga tersebut. Nyeri ini timbul oleh karena hipoksia, dirasakan hilang timbul, dapat disertai mual dan muntah. Sedangkan renal adalah ginjal. Kolik renal adalah suatu nyeri hebat pada pinggang yang disebabkan oleh karena batu di ureter atau di Pelvic Ureter Junction (PUJ) (urolithiasis). 1,4 Epidemiologi Insiden tahunan sekitar 1-2 kasus /1000 orang. Risikonya lebih tinggi 3 kali pada laki-laki dibanding perempuan. Risiko rata-rata 5-12% dari total populasi yang menderita BSK di USA. Frekuensi berulang kolik renal ini pada pasien yang telah menderita batu ginjal yaitu sekitar 60-80% atau rata-rata 50% setelah 10 tahun.Penyakit ini sering pada kulit putih dan pada iklim tropis. Risiko menderita BSK pada riwayat keluarga penderita BSK 3 kali lebih besar. 1,5
1
Etiologi Penyebab kolik ginjal yaitu : a. Batu Ginjal 1) Kalsium oksalat 70% kasus, kalsium posfat dan kombinasi kalsium oksalat dan posfat 2) Batu asam urat 10% 3) Sturvit 15 % 4) Sistin 1% b. Penyebab lain : 1) Papila ginjal yang rusak (diabetes, penyakit sel sabit) 2) Kolik akibat bekuan darah (diastesis perdarahan) 3) Kolik akibat tumor. 2,4
Patofisiologi Mekanisme nyeri yang berasal dari ginjal terdiri dari dua tipe yaitu kolik renal dan non kolik renal. Kolik renal terjadi oleh karena peningkatan tekanan dinding dan peregangan dari sistem genitourinary. Non kolik renal disebabkan oleh karena distensi dari kapsul renal. Secara klinis sulit untuk membedakan kedua tipe ini. Peningkatan tekanan pelvis renal oleh karena obstruksi berupa batu akan menstimulasi sintesis dan pelepasan prostaglandin yang secara langsung menyebabkan spasme otot ureter. Serta kontraksi otot polos ureter ini
akan
menyebabkan gangguan peristaltik dan pembentukan laktat lokal. Akumulasi dari laktat ini akan menyebabkan iritasi serabut syaraf tipe A dan C pada dinding ureter. Serabut syaraf ini akan mengirimkan sinyal ke dorsal root ganglia T11 – L1 dari spinal cord dan akan diinterprestasikan sebagai nyeri pada korteks serebri. Kolik renal terjadi karena obstruksi dari urinary flow oleh karena BSK, dan diikuti dengan peningkatan tekanan dinding saluran kemih (ureter dan pelvik), spasme otot polos ureter, edema dan inflamasi daerah dekat BSK, meningkatnya peristaltik serta peningkatan tekanan BSK di daerah proksimal. 6 Peningkatan tekanan di saluran kemih ini serta peningkatan tekanan aliran darah dan kontraksi otot polos uretra merupakan mekanisme utama timbulnya nyeri atau kolik ini. Selain itu juga karena terjadinya peningkatan sensitifitas
2
terhadap nyeri. Peningkatan tekanan di pelvik renal akan menstimulasi sintesis dan pelepasan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi dan diuresis dimana hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan intrarenal. Prostaglandin berperan langsung pada ureter untuk spasme otot polos ureteral. Permanen obstruksi saluran kemih oleh karena BSK, menyebabkan lepasnya prostaglandin sebagai respon terhadap inflamasi. Beberapa waktu pertama obstruksi ini perbedaan tekanan antara glomerulus dan pelvik menjadi sama sehingga berakibat GFR (Glomerular Filtration Rate) dan aliran darah ginjal menurun. Jika obstruksi ini tidak diatasi maka dapat terjadi gagal ginjal akut (acute renal failure).
2,5
Gejala Klinis Gejala utama kolik renal ini adalah nyeri dengan onset akut dan intensitas berat, unilateral yang berawal dari daerah pinggang atau daerah flank yang menyebar ke labia pada wanita dan pada paha atau testis pada laki-laki. Nyeri berlangsung beberapa menit atau jam, dan terjadi spasme otot bersifat hilang timbul. Nyeri biasanya sangat berat dan merupakan pengalaman buruk yang pernah dialami pasien. Derajat keparahan nyeri tergantung pada derajat obstruksi dan ukuran batu. Posisi batu juga berhubungan dengan penyebaran nyeri. Kolik biasanya disertai dengan mual, muntah, sering BAK, disuria, oliguria dan hematuria. 1,2 Kolik renal muncul oleh karena hasil dari obstruksi saluran kemih oleh batu pada area anatomi yang sempit di ureter, Pelvic Ureter Junction (PUJ), Vesico Ureteric Juntion (VUJ). Lokasi nyeri berhubungan dengan prediksi letak batu namun bukan merupakan hal yang akurat. Batu yang berada pada Pelvic Uretra Junction (PUJ) biasanya nyeri dengan derajat berat pada daerah sudut kostovertebra dan menyebar
sepanjang ureter dan gonad. Jika batu pada
midureter, maka rasa nyeri sama dengan batu di PUJ, namun pasien mengeluhkan nyeri tekan pada regio abdominal bawah. Batu yang berada pada daerah distal ureter akan menimbulkan rasa nyeri yang menyebar ke paha serta ke testis pada laki-laki dan ke labia mayor pada perempuan. Pada pemeriksaan fisik didapati pasien banyak bergerak untuk mencari posisi tertentu untuk mengurangi nyeri dan hal ini sangat kontras dengan iritasi abdomen yaitu dimana pasien dengan posisi
3
diam untuk mengurangi nyeri. Selain itu juga didapati nyeri pada sudut kostovertebra ataupun pada kuadran bawah. Hematuria masif sekitar 90%. Namun absen hematuri tidak mengeksklusi adanya BSK. Mual dan muntah juga muncul oleh karena distensi sistem saraf splanchnic dari kapsul renal dan usus. 2, 6 Jenis batu yang biasanya didapati adalah batu kalsium (kalsium oksalat, kalsium posfat dan campuran kalsium oksalat dan posfat). Sedangkan 20% lainya disebabkan asam urat, sistin dan sturvit.2 Diagnosis Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah : a. Urinalisa Urin dipstik dapat digunakan untu menegakkan suatu diagnosa kolik renal dan untuk mengeksklusi infeksi. Biasanya ditemukan hematuria yaitu terdapatnya eritrosit pada urinalisa yang mendukung suatu diagnosa akut kolik renal. Jika tidak ditemukan hematuria bukan berarti diagnosa ini dapat dieksklusi. Sedangkan adanya nitrit dan leukosit esterase pada urin menandakan suatu infeksi. 1,7 b. Foto polos abdomen Foto polos abdomen meliputi Kidney Ureter Blader (KUB) memiliki sensitifitas 45-60% . Keadaan yang dapat mempersulit diagnosa ini yaitu jika didapati keadaan faecolith dan phlebiliths (kalsifikasi abdomen dan pelvik). KUB tidak dapat memvisualisasi batu radiolusen (10-20%). 2 Foto polos abdomen memiliki kelemahan yaitu akan sulit mendeteksi batu urat radiolusen, batu dengan ukuran kecil yang terletak sejajar tulang, interprestasi sulit dan sedikit sensitif untuk obstruksi. Foto Kidney, Ureter, Bladder ini dapat menilai ukuran, bentuk dan lokasi dari BSK pada pasien.Sebagai contoh kita dapat melihat foto KUB berikut : 7
4
Gambar. 1. KUB x ray menunjukkan batu radioopak 7 mm berada pada sisi lateral dari processus transversus L2 7
b. Ultrasonograpi Ultrasonograpi dapat menilai BSK pada daerah PUJ, VUJ dan pelvik renal serta kaliks. Ultrasonograpi merupakan pilihan yang aman pada wanita hamil. Sensitif dalam menilai obstruksi, namun bergantung kepada operator dan sulit dalam menilai batu berukuran kecil pada ureter. 2,7 c. Intravenous Urography (IVU) Intravenous urography (IVU) merupakan gold standar untuk mendiagnosa kolik renal. IVU ditemukan pertama kali pada tahun 1923. IVU ini dapat memberikan informasi struktral dan fungsional dari renal yang terdiri dari ukuran dan
derajat obstruksi. IVU dapat mendeteksi sekitar kasus sekitar 70 -90%.
Namun IVU hanya dapat mendeteksi batu radioopak (80-90%). Beberapa efek negatif IVU yaitu paparan radiasi, resiko nefrotoksik dan alergi kontras.2 Insiden terjadinya nefrotoksik oleh karena kontras ± 1%, sedangkan pada kondisi dengan gangguan ginjal sebelumnya serta Diabetes Melitus (DM) insiden terjadinya yaitu ± 25%. Sedangkan alergi zat kontras yaitu 5-10% meliputi reaksi ringan berupa : muntah dan urticaria, sedangkan reaksi berat berupa bronkospasme dan reaksi anapilaktik ( yaitu 157 per 100000 kasus). Insiden ini dapat dicegah melalui pemberian kontras dengan osmolalitas rendah. 2
5
Berikut ini gambar IVP pasien:
Gambar 2. IVP 7 d. Non – contrast enhanced computed tomography Computed Tomography (CT) ini merupakan alternatif yang populer pada saat sekarang ini. Alat ini memiliki keuntungan dan kekurangan sbb: 1.
Keuntungan Keuntungan CT dibanding IVU yaitu memiliki sensitivitas dan spesifisitas
yang lebih tinggi untuk mendeteksi batu, tidak menggunakan kontras intravena dan tidak membutuhkan waktu yang lama serta memungkinkan untuk diagnosa alternatif.
Akurasi non-contrast CT dalam mendeteksi batu yaitu dengan
sensitifitas, spesifisitas dan positive predictive value 96%,100%,100%. CT dapat mendeteksi baik batu radioopak ataupun radiolusen. Ketika CT mendeteksi batu, foto polos abdomen
harus dilakukan untuk menilai apakah batu tersebut
radioopak. Selanjutnya KUB radiograph dapat digunakan untuk menilai apakah batu telah bergeser atau telah keluar. Selain itu, CT dapat mendeteksi kelainan di luar saluran kemih sekitar 6-12% diantaranya Pelvic Inflammatory Disease (PID), massa
adneksa,
abses
tubaovaria,
pancreatitis atau malignansi lain. 2.
apendisitis,
divertikulitis,
kolesistitis,
2,7
Kelemahan CT
6
Keterbatasan CT adalah tidak dapat mengevaluasi fungsi renal serta tidak dapat menilai derajat obstruksi. Gambaran obstruksi pada CT berupa hidronefrosis, hidroureter, nefromegali dan inflamasi. Hal ini sebanding dengan terlambatnya ekskresi pada IVU. Kelemahan lain dari CT adalah sinar radiasi yang tinggi dibandingkan dengan KUB atau IVU. Sinar radiasi ini sebanding dengan 3 kali IVU dan 10 kali foto polos abdomen. Resiko malignansi sekitar 1 dari 4000. Kelemahan lain yaitu tidak tersedia 24 jam dan memerlukan ahli radiologi dalam interprestasinya serta biaya yang tinggi. 2,7 Pada tabel berikut dapat dilihat perbedaan paparan radiasi berdasarkan jenis pemeriksaan .2 Tabel.1. Perbedaan paparan radiasi berbagai modalitas pencitraan Tehnik
Paparan Radiasi(mSv)
KUB
0,5-0,9
IVU
1,5-3,5
CT dengan reguler dosis
8,0-16
CT dengan dosis rendah
2,8-4,7
CT dengan dosis sangat rendah
0,5-0,7
KUB : foto polos Kidney, Ureter, Bladder. IVU : Intravenous Urography, CT : Computed Tomography
Sedangkan pada tabel 2 ini dapat kita lihat perbandingan Intravenous Urography dengan CT.2 Tabel.2. Perbandingan IVU dan CT
Akurasi Kontras intravena
IVU
CT
Kurang akurat
Akurat
Penggunaan
Resiko neprotoksik dan reaksi alergi terhadap kontras intravena pada Tidak dapat digunakan
gagal ginjal
pada azotemia ataupun
Tidak memiliki oleh karena menggunakan intravena Dapat digunakan
resiko tidak kontras
7
pada
riwayat
alergi
kontras intravena Radiasi
Dosis minimal radiasi
3x dosis IVU
Visualisasi batu
Sulit
Dapat melihat batu
untuk
batu
melihat
radiolusen
meskipun
dengan
jelas
dapat
memprediksi obstruksi Informasi fungsi
Menilai fungsi ginjal
Tidak bisa
relatif Informasi anatomi
Striktur
ataupun
Tidak bisa
tortuosities Kelainan lain
Tidak dapat digunakan
Dapat
digunakan
untuk menilai patologi
menilai patologi lain
untuk
lain Waktu
Lama
Cepat
Pada gambar dibawah ini kita dapat mendiagnosa kolik renal akut dengan cara yang lebih sederhana sbb: 4 Kolik ginjal akut
Konfirmasi diagnosis -
Ananmnesis dan pemeriksaan fisik Foto polos abdomen (terlihat 70%) Ekskresi bahan kontras yang terhambat pada pemeriksaan IVU Dilatasi saluran ginjal unilateral pada pemeriksaan USG Batu/serpihan dalam urin Hematuria
Gambaran radiologis
Radioopak
Radiolusen
Kemungkinan Batuginjal
Batu ginjal (asam urat), bekuan darah, papila, tumor
Infeksi : demam, MSU (+), tes dipstik
Antibiotik
8
Batu keluar bersama urin
Obstruksi ginjal
Intervensi: Bedah, litotripsi
Temukan penyebabnya
Evaluasi kembali setelah 6 minggu dengan IVU
Bila : batu terdapat pada ureter
Temukan penyebab
Pasien menunjukkan gejala-gejala
Diagnosis Banding Beberapa keadaan yang dapat menjadi diagnosa banding kolik renal ini adalah : a. Apendisitis b. Divertikulitis c. Pyelonefritis d. Salpingitis e. Ruptur aneurisma aorta1,8
Terapi Manajemen kolik renal akut terdiri dari manajemen nyeri, mual dan muntah dan menilai indikasi pasien untuk dirawat inap. Manajemen kolik renal akut yaitu memberikan analgesik yang adekuat sehingga tercapai penurunan skor nyeri dan penurunan dosis. Terdapat dua prinsip pengobatan penghilang rasa nyeri pada kolik renal akut yaitu Nonsteroidal anti inflammatory drugs (NSAIDS) dan opioid. Nyeri yang berhubungan dengan kolik renal selama ini diterapi dengan opioid. Namun sesuai dengan berkembangnya penelitian terbaru bahwa penggunaan NSAID (Non steroidal antiinflammatory drugs) dan COX-2 inhibitors (Cyclooxygenase-2) lebih efektif dalam mengatasi nyeri dengan mekanisme memblok vasodilatasi arteri afferen sehingga menurunkan diuresis, edema dan stimulasi otot polos ureter. NSAID menyebabkan muntah yang minimal dibanding narkotik. Namun NSAID dapat menyebabkan fungsi renal yang semakin buruk pada pasien dengan obstruksi. Opioid khususnya pethidin memiliki banyak efek samping, hal sesuai dengan hasil penelitian Anna Holdgate dan Tamara Pollock tahun 2006. Berdasarkan data yang ada bahwa penggunaan
9
ketorolak dengan dosis tertentu hanya akan menyebabkan risiko minimal gangguan fungsi renal dan tidak meningkatkan risiko perdarahan pada saat operasi. Penggunaan intravena lebih, efektif dan cepat dalam mengatasi nyeri. 3,5 Beberapa obat yang dapat digunakan sebagai terapi kolik renal akut dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel obat-obatan yang digunakan pada kolik renal akut.
medical
Beberapa contoh obat yang sering digunakan pada kolik renal dan sebagai Medical Expulsion Therapy (MET) yaitu :6,7,9,10,11,12,13
10
a.
Opioid Narkotik memiliki efek dalam mengontrol kolik renal namun tidak sesuai dengan patofisiologi yeri yang terjadi pada kolik renal. Beberapa contoh opiod yang sering digunakan adalah
morphin, codein dan meperidin.
Keuntungan dalam menggunakan opioid yaitu : biaya rendah, efek analgesik kuat dan dapat dititrasi. Sedangkan efek sampingnya lebih banyak yaitu : mual, muntah, sedasi, dizziness, adiksi, depresi nafas dan hipotensi.Morphin memiliki efek yang lebih kuat dan adiksi yang lebih rendah dibandingkan dengan mepiridine. Tramadol merupakan jenis narkotik yang berguna untuk analgesik dengan skala nyeri sedang. b.
NSAIDS NSAIDS bekerja dengan cara menghambat sintesis prostaglandin. Kemudian
NSAIDS
mencegah
vasodilatasi
arteri
afferent
dan
meningkatkan permiabilitas vaskuler sehingga menyebabkan diuresis dan peningkatan tekanan pada pelvis renal. NSAIDS juga berperan dalam mengurangi edema, inflamasi dan aktivitas otot ureter. Cyclooxygenase inhibitor berfungsi pada kolik renal akut yaitu dalam mengatasi inflamasi dan edema oleh karena BSK. COX-2 inhibitor selective bekerja dengan cara menurunkan tekanan atau kontraksi melalui penghambatan aksi yang dimediasi oleh calsium channel. Pada penelitian sebelumnya dilaporkan bahwa diclofenac dan celecoxib tidak memiliki efek expulsi terhadap batu. c.
Rowatinex Merupakan
kombinasi
terpenes
yang
berfungsi
sebagai
diuretik
antiinflamasi dan analgetik. Rowatinex memiliki efek expulsi terhadap batu. d.
Antimuscarinik Berperan dalam merelaksasikan otot polos dari saluran urinari dan dapat menurunkan kolik renal, namun antimuscarinik tidak berperan pada expulsi batu.
e.
Kortikosteroid Berperan sebagai antiinflamasi untuk memfasilitasi expulsi batu. Prednisone 10 mg 2 x sehari selama 5 hari tanpa menurunkan dosis. Dapat
11
dikombinasikan dengan Calsium Chanel Blocker (CCB) atau alpha blocker. Hal ini berguna dalam mereduksi waktu batu untuk keluar oleh karena terlalu besar serta mereduksi reaksi inflamasi. f.
Terapi alpha blocker Beberapa obat alpha blocker seperti tamsulosin, alfuzosin, terazosin dan doxazosin pada pasien dengan BSK, berdasarkan metaanalisis Seitz et al dilaporkan berguna dalam expulsi batu dan menurunkan kolik renal. Tamsulosin (Flomax) 4 mg setiap hari bekerja dalam merangsang alpha reseptor blocker dan meningkatkan kemungkinan keluarnya batu secara spontan. Efek samping berupa : hipotensi, asthenia, dizziness, malaise dan diare pada ±4% pasien.
g.
α1D blockers α1D reseptor antagonist naftopidil telah dievaluasi pada 60 pasien dan secara signifikan meningkatkan expulsi batu dibandingkan dengan kontrol serta memiliki efek samping minimal.
h.
Calsium channel blocker Nifedipin memiliki efek expulsi terapi meskipun tidak mengurangi kolik renal. Waktu yang diperlukan untuk expulsi terapi sekitar 12 hari pada batu di distal ureter atau pada vesikoureter junction. Nifedipin Xl 30 mg setiap hari dapat mengeluarkan batu ±35%-79% ketika dikombinasi dengan steroid, dengan nilai number needed to treat (NNT) 3,9. Efek samping berupa : hipotensi, palpitasi, efek gastrointestinal, sakit kepala, edema dan asthenia ± 15,4%.
i.
Paracetamol Aman & efektif, memiliki efek samping minimal dibandingkan opioid & NSAID. Pemberian oral, rektal & IV, mekanisme kerja melalui CNS, menghambat sintesis prostaglandin & metabolitnya →inhibit endogen canabinoid→efek analgesik. Efek samping minimal : lemah, hipotensi, LFT↑. Pada gangguan ginjal pemberian/6 jam Pada tabel berikut dapat dilihat penggunaan obat sesuai dengan derajat
keparahan kolik renal. Tabel. Derajat keparahan kolik renal dan pilihan terapi.6
12
MET dengan ukuran batu memiliki hubungan yang erat. Pada tabel berikut dilaporkan hubungan ukuran batu dengan kemungkinan expulsi spontan. Tabel. Kemungkinan pasase spontan batu3
Jika pasase batu kecil dengan MET, maka tindakan intervensi diindikasikan. Anatomi ureter terdiri atas proximal dan distal. Shock wave lithotripsy digunakan pada btu ureter proximal dengan ukuran ≤ 1 cm. Sedangkan ureteroskopi digunakan pada batu ureter proximal dengan diameter > 1 cm. Sedangkan
batu
ureter
proximal diindikasikan
shock
wave
lithotripsy,
ureteroscopy dan percutaneus nephrolithotomy. Pemberian antibiotik hanya pada kondisi yang diduga tersangka infeksi saluran kemih atau sepsis. Pada kondisi obstruksi komplit juga pemberian antibiotik dilakukan. Selain itu dilakukan kultur urin. 3,12,13 Rawat inap perlu dipertimbangkan jika terdapat hal-hal sbb: a. Pasien dalam keadaan shok, demam dan atau dalam kondisi sepsis b. Tanda-tanda kerusakan ginjal ataupun resiko peningkatan fungsi ginjal c. Terjadinya obstruksi bilateral oleh karena BSK d. Pasien dehidrasi oleh karena mual dan muntah. e. Penyebab lain yang belum diketahui.1
13
Beberapa indikasi dalam melakukan rujukan sbb:
Batu berukuran > 10 mm
Obstruksi derajat tinggi
Urosepsis
Gagal ginjal akut
Anuria
Nyeri persisten, mual dan muntah
Pasase batu tidak berhasil setelah 4-6 minggu. 7
Kesimpulan Kolik renal merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ berongga yang pada umumnya disebabkan karena hambatan pasase dalam rongga tersebut. Kolik renal dengan onset akut, intensitas berat, unilateral dan biasanya disertai mual, muntah, anuria, oliguria, hematuria dll. Kolik renal disebabkan oleh batu ginjal serta penyebab lainnya. Penanganan kolik renal meliputi manajemen nyeri, manajemen mual dan muntah serta pasase oleh karena batu.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. CKS.nice.org.uk/renal-colic-acute. Kidney Disease and Urology.2009 2. Masarani M, Dinneen M. Ureteric colic : new trends in diagnosis and treatment : Review. Postgraduate Med J. Jul 2007;83(981):46 3.Teichman JMH. Acute renal colic from ureteral calculus. N Engl J Med 2004;350:684-93. 4. Davey P. Batu saluran kemih in At a glance medicine. Erlangga . Jakarta, 2006 : 242-243 5.Holgate A, Pollock T. Nonsteroidal anti inflammatory drugs (NSAIDS) versus opoids for acute renal colic. The cochrane Collaboration Willey 2009. 6. Kallidonis P, Liourdi d, Liatsikos E. Medical treatment for renal colic and stone expulsion. European urology supplements 10 (2011) 415-422 7. Renal colic diagnosis and treatment.PALmed.2008 8.Patatas K, Panditaratne N, Wah T.M et.al. Emergency department imaging protocol for suspected acute renal colic : re-evaluating our service. The British Journal of Radiology, 85(2012), 1118-1122 9. Golzari S.E, Soleimanpour H, Rahmani F, et.al. Therapeutic approaches for renal colic in the emergency department : A review article. Anesth Pain Med.2014 February;3(3):e16222 10. Renal colic diagnosis and treatment.PALmed.2008 11. C David, Miller, Wolf JS. Acute renal colic. N Engl J Med 2004;350:24222423 12. Tilyard M, Harris R, et al. Managing patients with renal colic in primary care : know whwn to hold them. Best practice 60 (2014) 9-15 13. GP update. Renal colic.BMJ Clinical review 2012; 345:5499 14. Credit valley. Management of renal colic patients in the emergency department.2000;08
15