Abstract back to the 1945 original and the idea of re

membicarakan konstitusi sebagai landasan berpijak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Galibnya, negara ... Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar 1...

8 downloads 360 Views 292KB Size
Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Amanat Reformasi dan Demokrasi By: Udiyo Basuki  Abstract In the midst of a relatively neutral idea of maintaining the 1945 amendments, the two conflicting ideas that flow of ideas that want to go back to the 1945 original and the idea of re-amending the 1945 Constitution will color the next polemic constitution. Although both should be placed as part and characteristic of democracy, the idea of returning to the 1945 original is less popular and is considered contrary to the spirit of democracy that should be put 1945 as a living constitution, then although with some idea of the fifth amendment of records can be interpreted as efforts to improve the results of the previous amendment. Abstrak Di tengah gagasan yang relatif netral, yaitu mempertahankan UUD 1945 hasil amandemen, maka dua gagasan yang saling bertentangan yaitu arus gagasan yang ingin kembali ke UUD 1945 asli dan gagasan kembali mengamandemen UUD 1945 akan mewarnai polemik konstitusi mendatang. Meskipun keduanya harus ditempatkan sebagai bagian dan ciri demokrasi, gagasan kembali ke UUD 1945 asli kurang populer dan dianggap bertentangan dengan semangat demokrasi yang mestinya menempatkan UUD 1945 sebagai living constitution, maka meskipun dengan beberapa catatan gagasan amandemen kelima dapat dimaknai sebagai upaya penyempurnaan hasil amandemen sebelumnya. Kata Kunci: Amandemen Kelima dan Living Constitution.



Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. E-mail: [email protected].

PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

Vol.1, No.1, Januari 2015

2

Udiyo Basuki: Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar 1945...

A. Pendahuluan Pada dasarnya jika kita berbicara mengenai negara dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya, maka tidak akan mungkin terlepas dari membicarakan konstitusi sebagai landasan berpijak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Galibnya, negara-negara modern abad kedua puluh, merumuskan aturan-aturan dasar penyelenggaraan negara ke dalam konstitusi atau Undang-Undang Dasarnya. Menurut Yusril,1 dimuatnya aturan-aturan dasar penyelengggaraan negara dalam konstitusi, dan bukan perincian-perinciannya adalah kesengajaan, bukan kealpaan para perumus konstitusi. Perumus konstitusi pada umumnya menyadari bahwa masyarakat yang eksis di negaranya bersifat dinamis, terus berubah dari waktu ke waktu. Dengan demikian, hubungan antara masyarakat dan kostitusi adalah hubungan interaktif. Pada satu pihak kontitusi memberikan dasar atau kerangka tentang masalah-masalah fundamental dalam penyelengggaraan negara, sedang di pihak lain pemahaman terhadap konstitusi juga dipengaruhi perkembangan masyarakat. Kostitusi dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu konstitusi politik dan konstitusi sosial. Konstitusi politik adalah konstitusi yang semata-mata merupakan sebuah dokumen hukum yang berisikan pasalpasal yang mengandung norma-norma dasar dalam penyelenggaraan negara, hubungan antara rakyat dengan negara, lembaga-lembaga negara dan sebagainya. Sedang konstitusi sosial mengandung pengertian yang lebih luas daripada sekadar dokumen hukum karena mengandung cita-cita sosial bangsa yang menciptakannya, rumusan-rumusan filosofis tentang negara, rumusan sistem sosial dan ekonomi, juga rumusan sistem politik yang ingin dikembangkan di negara itu.2 Namun, betapapun sebuah konstitusi termasuk dalam kategori konstitusi konstitusi sosial, corak perumusan norma-norma konstitusi tetap terbuka bagi perubahan. Konstitusi, walaupun diyakini dirumuskan berdasarkan sumber-sumber yang bersifat transenden, pada dasarnya merupakan hasil karya manusia yang terbatas oleh ruang dan waktu. Karena itu, setiap konstitusi selalu membuka peluang perubahan. Dalam pada itu, pengertian konstitusi dalam praktek kenegaraan pada umumnya dapat berarti lebih luas daripada Undang-Undang Dasar atau sama dengan pengertian Undang-Undang Dasar, karena pengertia 1Yusril Ihza Mahendra, Dinamika Tata Negara Indonesia, Kompiflasi Aktual Masalah Kontitusi, Dewan Perwakilan dan Sistem Keparataian, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 18 2Ibid., hlm. 19

PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

Vol.1, No.1, Januari 2015

Udiyo Basuki: Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar 1945...

3

kata Undang-Undang Dasar hanya meliputi konstitusi tertulis saja; selain itu masih terdapat konstitusi yang tidak tertulis yang tidak tercakup dalam pengertian Undang-Undang Dasar. Di dalam ketatanegaraan Republik Indonesia, pengertian konstitusi adalah sama dengan Undang-Undang Dasar. Hal ini terbukti dengan diberinya nama Konstitusi RIS bagi Undang-Undang Dasar RIS. Bagi negara yang memiliki Undang-Undang Dasar terutama yang menamakan dirinya negara hukum, Undang-Undang Dasar negara tersebut berfungsi sebagai peraturan perundangan yang tertinggi dan sebagai sumber hukum bagi semua peraturan yang berlaku di negara yang bersangkutan.3 Dengan dimilikinya dua fungsi Undang-Undang Dasar tersebut, berarti semua peraturan perundangan di negara itu harus bersumberkan pada Undang-Undang Dasar tesebut, serta isinya harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasarnya.4 Motivasi yang menjadi latar belakang pembuatan Undang-Undang Dasar bagi negara yang satu berbeda dengan yang lain. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain sejarah yang dialami oleh bangsa yang bersangkutan, cara memperoleh kemerdekaan bangsanya, situasi dan kondisi pada saat menjelang kemerdekaan, dan lain sebagainya.5 Menurut pendapat Lord Bryce,6 hal-hal yang menjadi alasan (raison d’etre) sehingga sesuatu negara memiliki Undang-Undang Dasar, terdapat beberapa macam, sebagai berikut: 1. Adanya kehendak para warga negara dari negara yang bersangkutan agar terjamin hak-haknya dan bertujuan untuk membatasi tindakan-tindakan para penguasa di negara tersebut. 2. Adanya kehendak dari para penguasa negara dan atau rakyatnya untuk menjamin agar terdapat pola atau sistem 3Soewoto

Toto Pandoyo, Ulasan terhadap Beberapa Ketentuan UUD 1945, Proklamasi dan Kekuasaan MPR, (Yogyakarta: Liberty, 1981), hlm. 46. 4Indonesia berdasarkan Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Perundang-undangan RI jo Ketetapan MPRS No. XX/MMPRS/1996 tentang Tata Urutan Perundang-undangan RI menurut UUD 1945 adalah: 1. UUD 1945, 2.Ketetapan MPR, 3. Undang-Unndang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, 4. Peraturan Pemerintah, 5. Kepututusan Presiden dan peraturan pelaksana lainnya, seperti Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri. 5Soewoto Toto Pandoyo, Ulasan…, hlm. 49. 6C.F.Strong, Modern Political Constitution: An Introduction to The Comparative Study of Their History and Existing Form, (London: Sidgwick and Jackson Limited, 19963), hlm. 128.

PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

Vol.1, No.1, Januari 2015

4

Udiyo Basuki: Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar 1945...

tertentuatas pemerintahan negaranya. 3. Adanya kehendak para pembentuk negara tersebut agar terdapat kepastian tentang cara penyelenggaraan ketatanegaraannya, 4. Adanya kehendak dari beberapa negara yang semula masingmasing berdiri sendiri, untuk menjalin kerjasama. Dari pendapat Lord Bryce di atas, motivasi adanya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD 1945) yang dimiliki oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945, adalah karena kehendak para Pembentuk Negara (founding fathers) agar terjamin penyelenggaraan Ketatanegaraan Negara Kesatuan Republiik Indonesia secara pasti, artinya adanya kepastian hukum. Terhitung sejak tanggal 18 Agustus 1945, perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia secara umum telah memiliki tiga UndangUndang Dasar, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Dasar RIS atau Konstitusi RIS 1949 dan Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Namun, secara kronologis berlakunya, kita telah memiliki empat macam Undang-Undang Dasar, yaitu : 1. Undang-Undang Dasar 1945, yang berlaku sejak tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan tanggal 27 Desember 1949, 2. Undang-Undang Dasar RIS atau Konstitusi RIS 1949, yang berlaku sejak tanggal 17 Agustus 1949 sampai dengan tanggal 17 Agustus 1950, 3. Undang-Undang Dasar Sementara 1950, yang berlaku sejak tanggal 17 Agustus 1950 sampai dengan tanggal 5 Juli 1959, 4. Undang-Undang Dasar 1945, yang berlaku sejaktanggal 17 Agustus 1959, bersamaan dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 sampai sekarang.7 Sejauh ini, UUD 1945 telah mengalami 4 kali amandemen. Tidak berbeda dengan awal mula aspirasi amandemen disuarakan,1 proses 7Dahlan

Thaib menyebut UUD 1945 I dan UUD 1945 II untuk membedakan antara UUD 1945 sebelum Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan UUD 1945 sesudah Dekrit Presiden. Dahlan Thaib, Pancasila Yuridis Katatanegaraan, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 1999), hlm. 53-54. 1Kehendak memperbaharui UUD 1945 pada mulanya menimbulkan polemik yang dapat digolongkan menjadi 2 kelompok besar yaitu kelompok pro dan kelompok kontra. Kelompok kontra dibagi menjadi 2, yaitu pertama, mereka yang bersikukuh mempertahankan UUD 1945 tanpa amandemen, apalagi penggantian. Mereka

PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

Vol.1, No.1, Januari 2015

Udiyo Basuki: Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar 1945...

5

amandemen keempat mendapat perlawanan luar biasa dari berbagai elemen agar upaya reformasi konstitusi yang tengah berjalan itu dibatalkan. Di tengah perdebatan ihwal perlu tidaknya amandemen keempat UUD 1945 dilanjutkan, arus politik di parlemen juga memusingkan. Di satu sisi ada upaya melanjutkan amandemen agar menjadi basis konstitusi kehidupan demokratis, pada saat yang bersamaan ada resistensi kalangan tertentu untuk menghentikan sama sekali proses amandemen tersebut. Dari pro-kontra di atas terdapat setidaknya tiga kelompok yang saling berhadapan yaitu: pertama kelompok anti amandemen konstitusi yang berjuang menggagalkan amandemen dan kembali ke UUD 1945. Kedua adalah kelompok yang terdiri dari berbagai komponen yang mendukung amandemen dan menganggap perubahan yang dilakukan sekarang sudah cukup baik, sehingga harus dilanjutkan. Kelompok ketiga lebih progresif dibandingkan yang terakhir, yaitu meskipun mendukung amandemen keempat, tetap bersikap kritis dan menganggap seluruh hasil amandemen sebagai kasus yang harus diperbaiki dan karenanya bersifat transisional. Amandemen keempat menjadi sangat penting, selain karena terdapat harapan besar bahwa amandemen ini sebagai penyempurna amandemen sebelumnya, amandemen keempat juga adalah proses reformasi konstitusi terakhir yang semata-mata diserahkan kepada mekanisme kerja MPR. Setelah 14 tahun terakhir tidak terjadi proses amandemen, belakangan muncul perdebatan ramai tentang isi UUD 1945 hasil amandemen. Prokontra ini juga dipicu oleh persoalan/polemik yang kurang lebih sama dengan masa awal amandemen konstitusi berlangsung. Mereka yang tidak setuju amandemen dari awal menilai proses perubahan UUD 1945 sangat mudah memasukkan unsur baru dan meninggalkan latar belakang sejarah perumusan UUD 1945. Pendekatan yang dilakukan pun terlalu formalistik sehingga hal-hal yang tidak tertulis tidak menjadi pertimbangan.2 berargumen bahwa mengubah atau mengganti UUD 1945 adalah hasil penilaian para Founding Father, yang matang sehingga UUD 1945 tidak perlu diotak-atik lagi. Bagi kelompok ini spirity of nationalisme jauh lebih penting dari spirit of constitution it self. Kedua, mereka yang berpendirian bahwa UUD 1945 tidak perlu disentuh karena secara konseptual UUD 1945 sudah baik, yang salah dan tidak mampu adalah faktor manusianya. Sedangkan kelompok pro juga dibagi menjadi dua yaitu pertama, mereka yang berketetapan bahwa UUD 1945 sudah selayaknya diubah. Kedua, mereka yang menginginkan UUD 1945 diganti sama sekali dengan konstitusi baru karena tanpa penggantian akan terjadi stagnasi dalam bernegara. Disarikan dari Sobirin Melian, Gagasan Perlunya Konstitusi Baru Pengganti UUD 1945, (Yogyakarta: UII Press, 2001), hlm. 89-91. 2“UUD yang Lebih Demokratis”, Kompas, 19 Pebruari 2009, hlm. 5.

PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

Vol.1, No.1, Januari 2015

Udiyo Basuki: Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar 1945...

6

Demokrasi liberal yang lahir dari hasil amandemen juga tidak cocok bagi Indonesia yang kulturnya berbasis kekeluargaan, bukan individual, tingkat pendidikan dan kesejahteraan rendah, kemajemukan multi aspeknya pun amat lebar.3 Bagi mereka yang mendukung amandemen menilai yang dilakukan MPR selama periode 1999-2002 merupakan lompatan besar. Reformasi konstitusi berjalan di jalur yang benar karena tetap mempertahankan Pancasila, Pembukaan UUD 1945 dan Negar Kesatuan, seiring dengan terjadinya perubahan dunia, ilmu pengetahuan dan teknologi, konstitusi perlu juga disempurnakan.4 Dua arus besar ini, yaitu kelompok yang ingin kembali ke UUD 1945 awal dan kelompok yang menginginkan UUD 1945 kembali disempurnakan akan mewarnai polemik konstitusi berikut di masa-masa mendatang. Bertolak dari uraian di atas hendak dikaji “sekali lagi” (amandemen UUD 1945) dan perlukah amandemen kelima UUD 1945. B. Amandemen Pertama Hingga Amandemen Keempat Dalam pelaksanaannya, UUD 1945 yang merupakan norma peraturan perundangan tertinggi mengalami banyak penyimpangan dan penyelewengan. Rezim Orde Lama dan Orde Baru selalu mengindoktrinasi masyarakat dengan sakralisasi konstitusi, yang menempatkan UUD 1945 seperti halnya kitab suci. Sikap dan perilaku otoriter rezim Orde Lama dan Orde Baru atau sakralisasi konstitusi tersebut, membuat kebanyakan orang Indonesia kehilangan nyali mempersoalkan UUD 1945.5 Perlakuan yang demikian membuat UUD 1945 tidak ditempatkan pada posisinya sebagai living constitution, yang membuka horizon dan spirit pemahaman yang sesuai dengan perkembangan kebutuhan warga negara dan pertumbuhan tuntutan atas perikehidupan politik yang sesuai dengan cita negara hukum. Hal ini masih diperparah dengan tindakan represif dan prefentif rezim Orde Lama dan Orde Baru tidak memberikan celah kepada masyarakat dan berbagai pihak untuk mengutarakan gagasan ke arah pembaharuan konstitusi. 3Kiki

Syahnakri, “Menyoal Lagi Amandemen UUD 1945”, Kompas, 24 Pebruari 2009, hlm. 3. 4 “UUD yang Lebih Demokratis”, Kompas, 19 Pebruari 2009, hlm. 5. 5Novel Ali, “Amandemen UUD 1945 sebagai Syarat Menuju Civil Society”, Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Mengkritisi Sakralisme Konstitusi dan Kekuasaan sebagai Upaya Penguatan Civil Society, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1999, hlm. 1.

PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

Vol.1, No.1, Januari 2015

Udiyo Basuki: Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar 1945...

7

Pada masa Orde Lama dan Orde Baru, pemikiran tentang pentingnya pembaharuan materi konstitusi dapat dikatakan sebagai mitos atau hal yang utopis. Merubah UUD 1945 berarti membubarkan Negara Proklamasi. Pandangan yang ingin merubah UUD 1945 dianggap sebagai tindakan yang subversif. Orde Baru misalnya,6 secara jelas bertekad mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak dan tidak akan melakukan perubahan terhadapnya serta akan melaksanakannya secara murni dan konsekuen. Hal di atas tentu saja dapat membutakan pemikiran bahwa UUD 1945 banyak mengandung kekurangan dan kelemahan. Yang patut dicatat, bahwa UUD 1945 disusun oleh pendiri negara yang belum berpengalaman dalam bernegara, maka sudah selayaknya setelah lebih dari lima puluh tahun merdeka dan banyak pengalaman berbangsa dan bernegara, UUD 1945 haruslah disesuaikan dengan tuntutan jaman. Pidato Bung Karno pada rapat pertama PPKI tanggal 18 Agustus 1945,7 mengungkap bahwa UUD 1945 adalah revolutiegrondwet8. Dari sini segera terlihat bahwa UUD 1945 dibuat dengan tergesa-gesa dalam situasi darurat, dan berstatus sementara serta belum lengkap dan sempurna,9 sehingga tidak ada alasan lagi untuk menunda pembaharuan kontitusi Indonesia, UUD 1945. Amandemen atas UUD 1945 adalah suatu keharusan dan merupakan amanat dari konstitusi itu sendiri, hanya saja upaya reformasi itu harus dilakukan dengan logika dan akar argumen yang jelas serta dijauhkan dari upaya mempermainkannya untuk kepentingan jangka pendek. Hal ini karena hasil amandemen akan sangat menentukan nasib, perjalanan dan kehidupan berbangsa dan bernegara di masa mendatang. Di kalangan mereka yang menyetujui amandemen masih terdapat kontroversi tentang hal yang menyangkut pilihan atas realisasi amandemen yang perlu dilakukan. Artinya meskipun telah sama pandangannya tentang kemutlakan perlunya amandemen konstitusi, namun pilihan realisasinya

6Harun Alrasyid, “Relevansi UUD 1945 dalam Orde Reformasi”, dalam Jurnal Hukum UII, Vol. 2 Tahun 1998, hlm. 7. 7Muhammad Yamin, Naskah Persiapan UUD 1945, (Jakarta: Jajasan Prapanca, tanpa tahun), hlm. 410. 8Aidul Fitriciada Azhari, UUD 1945 Sebagai Revolutiegrondwet, (Yogyakarta: Jalasutra, 2011), hlm.31 9Secara umum, pada awalnya kelemahan dan kekurangan UUD 1945 dalam praktik ketatanegaraan adalah bahwa UUD 1945 bersifat very executive heavy, multi interpretable, dan tidak memuat check and balance system.

PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

Vol.1, No.1, Januari 2015

8

Udiyo Basuki: Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar 1945...

tidaklah selalu sama. Menurut Mahfud MD,10 ada beberapa pertanyaan yang dapat diabstraksikan dari perbedaan-perbedaan tersebut yaitu, pertama, apakah amandemen itu mencakup seluruh komponen UUD yang mencakup pembukaan, batang tubuh dan penjelasan. Kedua, apakah amandemen akan menyangkut perubahan bentuk dan sistem pemerintahaan negara dan ketiga, jika amandemen tidak mengubah bentuk dan sistem pemerintahan negara, apakah amandemen akan berupa penggantian naskah atau sekadar mencabut atau menyisipkan kalimatkalimat di pasal tertentu, atau bahkan sekadar membuat lampiran otentik atas naskah yang telah ada. Bahkan kemudian ada rambu-rambu atau pembatasan-pembatasan amandemen, yaitu pertama, tidak mengubah pembukaan UUD 1945. Kedua, tetap dalam pemerintahan sistem presidensiil, ketiga, mempertahankan bentuk Negara Kesatuan dan keempat, proses amandemen yang dilakukan tidak akan membuat konstitusi baru, artinya perubahan UUD dilakukan dengan cara adendum yaitu dengan melampirkan perubahan, sementara naskah asli tidak dirubah. Pembatasan-pembatasan di atas, pada mulanya dianggap mengkerangkeng agenda reformasi konstitusi Indonesia dari kemungkinan membentuk konstitusi baru yang demokratis.11 Baju amandemen itu terlalu sesak untuk membungkus tuntutan perubahan UUD 1945. Sayangnya baju sesak ini tidak bisa dimanfaatkan MPR secara maksimal. Terbukti, dari empat kali amandemen justru menghasilkan lubang-lubang amandemen di sana-sini. Motif utama yang mendasari lahirnya gerakan reformasi adalah pemberdayaan masyarakat (social empowerment). Agenda pemberdayaan masyarakat ini sangat penting, sebab di masa Orde Baru, masyarakat berada di posisi yang amat lemah vis a vis negara.12 Dalam konteks ketatanegaraan, pemberdayaan masyarakat perlu diwujudkan dengan melakukan perubahan terhadap aturan-aturan konstitusi yang berlaku. Dengan demikian reformasi dalam kaitan dengan aturan-aturan dasar yang menyangkut pola hubungan kekuasaan antara lembaga negara harus direview sehingga mampu mencerminkan secara tegas proses empowerment.13 Hanya saja upaya amandemen yang telah dilakukan wakil rakyat bukan berarti sudah berjalan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. 10Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 150-151. 11Refliani, “Reformasi Konstitusi di Jalan Sesat”, Republika 14 Mei 2002. 12Ikhlasul Amal, “Partisipasi Publik dan Amandemen”, Jawa Pos, 10 Juni 2002. 13Ibid.

PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

Vol.1, No.1, Januari 2015

Udiyo Basuki: Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar 1945...

9

Sehingga setelah amandemen, pertama hingga keempat, kritikan terhadap proses dan hasil amandemen menyeruak muncul dari berbagai kalangan baik melalui media massa, demonstrasi, diskusi dan berbagai sarana ruang publik lainnya. Konstitusi mempunyai peran untuk mempertahankan esensi keberadaan Negara dari pengaruh berbagai perkembangan yang bergerak dinamis. Oleh karena itu, konstitusi yang ideal adalah hasil dari penyesuaian dan penyempurnaan untuk mengikuti segala perkembangan, khususnya yang berkaitan dengan keinginan hati nurani rakyat.14 Dalam posisi sebagai Grund, maka UUD dapat dilihat sebagai jembatan yang menghubungkan suatu tata hukum dengan lingkungan atau habitat sosialnya. Itulah sebabnya, UUD berfungsi untuk menyusui sekalian perundang-undangan yang ada dalam suatu tata hukum. UndangUndang Dasar mampu menjalankan fungsinya yang demikian itu, oleh karena ia menyerapnya dari habitat sosial tersebut yang kemudian dijadikannya bahan untuk menyusui sekalian perundang-undangan dari suatu tata hukum. Undang-Undang Dasar menyerap kosmologi suatu bangsa dan menjadikannya bahan untuk menyusui itu.15 Menurut Tamanaha, suatu tata hukum itu senantiasa mencerminkan nilai-nilai tradisi dan sebagainya yang terdapat pada suatu bangsa.16 Hasil amandemen tiap tahap menunjukkan perkembangan yang terjadi sebagai bagian dari dinamika bernegara saat itu. Amandemen Pertama tahun 1999 terdapat berbagai ketentuan yang mengalami perubahan yaitu Pasal 5 (hak presiden), 7 (masa jabatan presiden), 9 (sumpah/janji presiden), 13 (penetapan dubes dan konsul), 14 (grasi, amnesti dan abolisi), 15 (gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan), 17 (kementerian negara), 20 (penetapan UU fungsi DPR), dan 21 (pengajuan RUU oleh DPR). Amandemen Kedua tahun 2000, Pasal 18 (pemerintahan daerah), 19 (keanggotaan DPR), 20 (penetapan UU fungsi DPR), 22 (cara pembentukan UU), 25 (negara kepulauan), 26 (kewarganegaraan), 27 (hak 14A.M.

Fatwa, “Potret Konstitusi Negara Pasca Perubahan UUD 1945”, Makalah disampaikan dalam Konvensi Hukum Nasional: UUD 1945 sebagai Landasan Konstitusional Grand Design System dan Politik Hukum Nasional, Jakarta, 15-16 April 2008, hlm.1. 15Satjipto Rahardjo, “UUD 1945, Desain Akbar, Sistem Politik dan Hukum Nasional”, Makalah disampaikan dalam Konvensi Hukum Nasional: UUD 1945 sebagai Landasan Konstitusional Grand Design System dan Politik Hukum Nasional, Jakarta, 15-16 April 2008, hlm. 4-5. 16 Ibid.

PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

Vol.1, No.1, Januari 2015

Udiyo Basuki: Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar 1945...

10

dan kewajiban warga negara), 28 (hak asasi manusia), 30 (hankam), 36 (bahasa, lambang negara dan lagu kebangsaan). Amandemen Ketiga tahun 2001, Pasal 1 (bentuk dan kedaulatan negara), 3 (wewenang MPR), 6 (pemilihan Presiden dan Wapres), 11 (perjanjian intenasional), 17 (kementerian negara), 22 (DPR dan pemilu), 23 (BPK), 24 (kekuasaan kehakiman). Amandemen Keempat tahun 2002, Pasal 2 (MPR), 6 (Pilpres, suara terbanyak), 8 (Presiden dan Wapres berhalangan), 11 (hak Presiden), 16 (Dewan Pertimbangan Presiden), 23 (keuangan/ moneter), 24 (kekuasaan kehakiman), 31 (pendidikan), 32 (bahasa dan kebudayaan), 33 (perekonomian), 34 (jaminan sosial), 37 (perubahan UUD), serta Aturan Peralihan Pasal I, II dan III serta Aturan Tambahan Pasal I dan II. Meskipun dilakukan secara terbuka serta berusaha melibatkan dan memahami kehendak rakyat, sampai sekarang perdebatan ikhwal UUD 1945 hasil perubahan tidak pernah akan selesai karena memang tak ada satu UUD pun yang sama dan tidak ada satu konstitusi pun di Negara manapun yang sesuai dengan teori bernegara yang selama ini dipelajari dan dipahami. Yang pasti, Konstitusi harus sesuai dengan latar belakang sejarah pembentukan Negara itu.17 Pada hakekatnya,18 UUD adalah kristalisasi bukan saja pemikiran dari mereka yang memiliki kewenangan untuk mengubah konstitusi, tetapi disesuaikan dengan kondisi situasi dan tuntutan kebutuhan masyarakat. Dan jika dibedah dari keseluruhan UUD 1945, hanya 5 persen yang tidak berubah. Jika dilihat pasal per pasal yang tidak berubah hanya 11 persen dan 89 persen diantaranya berubah. Dari ayat per ayat yang berubah mencapai 85 persen. Secara keseluruhan, yang sedang dilakukan dengan perubahan pertama sampai keempat konstitusi adalah pembaruan dalam empat tahap. Artinya, yang lahir sepertinya adalah konstitusi baru. Diakui,19 perubahan pertama hingga keempat jelas bersifat mendasar dan mencakup materi yang sangat banyak, sehingga telah mengubah sistematika berpikir UUD 1945. Dengan demikian, perubahan UUD 1945 sudah tidak dapat lagi disebut menggunakan tradisi Amerika Serikat yang dijadikan rujukan dalam rangka pelaksanaan perubahan UUD 1945. 17“Tarik

Menarik yang Belum Tentu Usai”, Kompas, 19 Pebruari 2009, p. 9. Ibid. 19Ni’matul Huda, “Problematika Ketatanegaraan Pasca Amandemen UUD 1945”, Makalah disampaikan dalam Diskusi Terbatas Membicarakan UUD 1945 Pasca Amandemen Bersama MPR RI, diselenggarakan oleh Departemen HTN, PSHK FH UII Bekerjasama dengan MPR RI, Yogyakarta, 30 Mei 2007, hlm. 3 18

PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

Vol.1, No.1, Januari 2015

Udiyo Basuki: Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar 1945...

11

Sebagian dari ketentuan-ketentuan yang diubah menyangkut materi yang bersifat teknis prosedural yang tidak mempengaruhi paradigma pemikiran UUD, tetapi sebagian lainnya bersifat mendasar dan mempengaruhi sistematika pemikiran hukum dasar, yang seharusnya sudah dipahami dalam konteks keseluruhan pokok pikiran yang tercermin dalam pasalpasal lain dalam UUD yang tidak ikut diubah. Sehingga bisa dimengerti, jika UUD 1945 seolah dilupakan, rakyat tak lagi hapal dan paham konstitusinya. C. Amandemen Konstitusi Sebagai Penyempurna Konstitusi Reformasi konstitusi dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu amandemen, perubahan dan penggantian. Amandemen merupakan langkah penyempurnaan terhadap pasal-pasal tertentu dari konstitusi tanpa mengubah ketentuan aslinya. Cara ini antara lain ditempuh oleh Amerika Serikat. Perubahan merupakan langkah mengubah pasal-pasal tertentu dari konstitusi bahkan terhadap substansinya sekalipun. Langkah perubahan ini misalnya ditempuh di negeri Belanda. Sedangkan penggantian merupakan langkah mengganti keseluruhan konstitusi dengan UUD baru. Langkah ini ditempuh oleh negara-negara seperti Thailand dan Filipina. Mengenai ketiga istilah tersebut di atas para ahli hukum maupun ahli politik berbeda pendapat terkait dengan reformasi UUD 1945. Sebagian menganggap bahwa reformasi UUD 1945 merupakan langkah perubahan, sebab meski mempertahankan bagian-bagian tertentu termasuk pembukaannya, pasal-pasal yang mengalami perubahan menyentuh hingga substansinya. Sebagian lagi menganggap bahwa reformasi UUD 1945 adalah langkah amandemen karena merupakan tindakan penyempurnaan terhadap pasal-pasal konstitusi.20 Tampaknya, kemudian istilah yang disepakati oleh para ahli dan masyarakat awam secara umum adalah kata amandemen yang berasal dari bahasa Inggris amandement yang artinya usul perubahan, yang diturunkan dari kata dasar to amend yang artinya memperbaiki atau mengubah.21 Membicarakan negara dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya, maka tidak akan mungkin terlepas dan membicarakan konstitusi sebagai landasan berpijak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Negara-negara modern abad XX, umumnya merumuskan aturan-aturan dasar penyelenggaraan negara 20I Made Leo Wiratma, “Reformasi Konstitusi: Potret Demokrasi dalam Proses Pembelajaran,” Jurnal Analisis CSIS, Tahun XXIX/2000, No. 4. hlm. 303-304. 21S. Wojowasito, dan W.J.S. Purwadarminta, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris dengan Ejaan yang Disempurnakan, (Bandung: Hasta, 1980), hlm. 6

PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

Vol.1, No.1, Januari 2015

12

Udiyo Basuki: Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar 1945...

ke dalam konstitusi atau Undang-Undang Dasarnya. Menurut Yusril,22 dimuatnya aturan-aturan dasar penyelenggaraan negara dalam konstitusi, dan bukan perinciannya adalah kesengajaan, bukan kealpaan para perumus konstitusi. Perumus konstitusi pada umumnya menyadari bahwa masyarakat yang eksis di negaranya bersifat dinamis, terus berubah dari waktu ke waktu. Dengan demikian, hubungan antara masyarakat dan konstitusi adalah hubungan interaktif. Pada satu pihak konstitusi memberikan dasar atau kerangka tentang masalah-masalah fundamental dalam penyelenggaraan negara, sedang di pihak lain pemahaman terhadap konstitusi juga dipengaruhi perkembangan masyarakat. Bahwa Undangundang itu sesungguhnya merupakan suatu produk dari proses sosial tertentu. Suatu susunan masyarakat tertentu akan menghasilkan pengungkapan peraturannya secara karakteristik sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan masyarakat bersangkutan.23 Tidak ada yang abadi dan sempurna di dunia ini. UUD 1945 yang telah mengalami empat kali perubahan juga tidak luput dari ketidaksempurnaan itu, 24 maka penyempurnaan konstitusi dengan jalan amandemen misalnya, adalah suatu kelaziman dan kewajaran dalam kehidupan bernegara yang bersendikan demokrasi. Yang tidak lazim dan tidak wajar adalah penolakan atas penyempurnaan itu. CF. Strong25 mengemukakan empat cara perubahan konstitusi, yaitu: a. Oleh lembaga legislatif yang ada dengan pembatasan. Perubahan oleh lembaga legislatif dapat dilakukan melalui beberapa cara berikut: 1) Lembaga legislatif jika hendak mengubah UUD paling sedikit harus dihadiri oleh sejumlah tertentu anggota, misalnya paling sedikit 2/3 dari seluruh anggota. Kemudian, keputusan tentang perubahan itu juga harus disetujui oleh sejumlah tertentu anggota yang hadir. 2) Jika timbul keinginan untuk mengubah UUD maka legislatif harus dibubarkan. Kemudian diadakan pemilihan umum untuk 22Yusril

Ihza Mahendra, Dinamika Tata Negara Indonesia Kompilasi Aktual Masalah Konstitusi, Dewan Perwakilan dan Sistem Kepartaian, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 18. 23Satjipto Rahardjo, Hukum, Masyarakat dan Pembangunan, (Bandung: Alumni, 1980), hlm. 40 24 “UUD yang Lebih Demokratis”, Kompas, hlm. 5. 25Budiman N.P.D. Sinaga, Hukum Konstitusi, (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2005), hlm. 37-39.

PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

Vol.1, No.1, Januari 2015

Udiyo Basuki: Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar 1945...

13

memilih anggota legislatif baru. Setelah lembaga legislatif beranggotakan anggota baru yang dipilih melalui pemilihan umum, maka dapat berfungsi sebagai konstituante yang berhak mengubah UUD. 3) Jika negara mempunyai 2 lembaga legislatif maka harus diadakan sidang gabungan sebagai satu lembaga. Keputusan sidang gabungan ini mengenai perubahan UUD harus disetujui oleh jumlah terbanyak dari anggota. b. Oleh rakyat melalui referendum Menurut cara kedua ini, perubahan UUD memerlukan persetujuan langsung dari rakyat. Persetujuan itu dapat disampaikan melalui referendum, plebisit atau popular vote. Sebelum meminta persetujuan rakyat perlu disiapkan rancangan perubahan oleh lembaga legislatif atau pemerintah. Dengan demikian rakyat berkesempatan menilai usul perubahan itu sehingga mempunyai alasan untuk menyetujui atau menolak. c. Oleh sebagian besar negara Federal Perubahan dengan cara ini hanya berlaku di negara Federal. UUD negara Federal biasanya dibuat oleh negara-negara bagian. UUD itu menjadi semacam hasil kesepakatan yang dituangkan dalam UUD. Oleh karena itu, sudah sepatutnya perubahan UUD perlu partisipasi negara bagian. Keputusan tentang perubahan UUD dapat dilakukan rakyat secara langsung atau melalui lembaga perwakilan rakyat. d. Oleh suatu badan khusus Menurut cara ini untuk mengubah UUD perlu dibentuk lembaga baru. Lembaga ini bukan merupakan gabungan dari lembaga-lembaga yang ada melainkan baru sama sekali. Lembaga ini merupakan lembaga yang secara khusus diberi wewenang untuk mengubah UUD. Oleh karena wewenang lembaga ini hanya mengubah UUD. Jika perubahan telah dilakukan, kehadirannya tidak diperlukan lagi. Pendapat lain adalah cara perubahan UUD yang disampaikan K.C. Wheare, menurutnya ada 4 cara perubahan, yaitu:26 a. Beberapa kekuatan penting Perubahan melalui some primary forces ini terjadi jika perubahan itu dilakukan oleh sebagian besar rakyat sebagai sesuatu kekuatan 26Ibid,

hlm. 39-40.

PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

Vol.1, No.1, Januari 2015

14

Udiyo Basuki: Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar 1945...

berpengaruh atau dominan, golongan-golongan kuat, atau kekuatan yang menentukan. b. Amandemen Formal Perubahan melalui formal amendement merupakan perubahan yang dilakukan sesuai dengan cara-cara yang diatur dalam UUD itu sendiri. b. Penafsiran Yudisial Perubahan melalui yudicial interpretation dilakukan melalui penafsiran berdasarkan hukum. Penafsiran dilakukan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Kebiasaan dan Adat Istiadat Menurut cara usage and custom perubahan dilakukan melalui kebiasaan dan adat istiadat ketatanegaraan. Mukti Fadjar,27 mengutip pendapat Hysom mengemukakan empat cara proses perubahan konstitusi yang demokratis, yaitu by a democratically constituted assembly, by a democratically elected parliament, by popular referendum, dan by popularly suported constitutional commission. Masih menurut Mukti Fadjar,28 perubahan konstitusi tidak selalu harus merupakan perubahan tekstual, tetapi juga dapat bersifat substansial yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain : a. Perubahan konstitusional melalui legislasi, yakni legislator menafsirkan konstitusi melalui Undang-Undang yang dibuatnya. b. Perubahan konstitusi melalui aplikasi, yaitu melalui penafsiran konstitusi oleh pemerintah dalam praktik penyelenggaraan negara. c. Perubahan konstitusi melalui ajudikasi, yaitu penafsiran isi konstitusi oleh pengadilan, khususnya oleh mahkamah konstitusi sebagai the sole interpreter of the constitution. D. Amandemen Sebagai Amanat Reformasi dan Demokrasi Dalam pelaksanaannya, UUD 1945 yang merupakan norma peraturan perundangan tertinggi mengalami banyak penyimpangan dan 27Abdul

Muktie Fadjar, ”Reformasi Konstitusi dalam Masa Transisi Paradigmatik”, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, 13 Juli 2002, hlm. 5. 28Abdul Muktie Fadjar, ”Beberapa Catatan tentang Kajian Konstitusi”, Makalah Seminar Regional, Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi diselenggarakan oleh Mahkamah Konstitusi RI dan Program Pascasarjana Ilmu Hukum, Universitas Islam Indonesia di Yogyakarta, 2007, hlm. 3.

PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

Vol.1, No.1, Januari 2015

Udiyo Basuki: Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar 1945...

15

penyelewenangan. Rezim Orde Lama dan Orde Baru selalu mengindoktrinasi masyarakat dengan sakralisasi konstitusi, yang menempatkan UUD 1945 seperti halnya kitab suci. Sikap dan perilaku otoriter rezim Orde Lama dan Orde Baru atau sakralisasi konstitusi tersebut, membuat kebanyakan orang Indonesia kehilangan nyali mempersoalkan UUD 1945.29 Perlakuan yang demikian membuat UUD 1945 tidak ditempatkan pada posisinya sebagai living constitution, yang membuka horizon dan spirit pemahaman yang sesuai dengan perkembangan kebutuhan warga negara dan pertumbuhan tuntutan atas perikehidupan politik yang sesuai dengan cita negara hukum. Hal ini masih diperparah dengan tindakan represif dan prefentif rezim Orde Lama dan Orde Baru tidak memberikan celah kepada masyarakat dan berbagai pihak untuk mengutarakan gagasan ke arah pembaharuan konstitusi. Sebagai living constitution mestinya UUD 1945 dapat dirubah dan diperbaharui sesuai dengan perkembangan dan perubahan kondisi masyarakat Sayangnya, pada masa Orde Lama dan Orde Baru, pemikiran tentang pentingnya pembaharuan materi konstitusi dapat dikatakan sebagai mitos atau hal yang utopis. Merubah UUD 1945 berarti membubarkan Negara Proklamasi. Pandangan yang ingin merubah UUD 1945 dianggap sebagai tindakan yang subversif. Orde Baru misalnya,30 secara jelas bertekad mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak dan tidak akan melakukan perubahan terhadapnya serta akan melaksanakannya secara murni dan konsekuen. Hal di atas tentu saja dapat membutakan pemikiran bahwa UUD 1945 banyak mengandung kekurangan dan kelemahan. Yang patut dicatat, bahwa UUD 1945 disusun oleh pendiri negara yang belum berpengalaman dalam bernegara, maka sudah selayaknya setelah lebih dari lima puluh tahun merdeka dan banyak pengalaman berbangsa dan bernegara, UUD 1945 haruslah disesuaikan dengan tuntutan jaman. Pidato Bung Karno pada rapat pertama PPKI tanggal 18 Agustus 1945,31 mengungkap bahwa UUD 1945 adalah revolutiegrondwet. Dari sini segera terlihat bahwa UUD 1945 dibuat dengan tergesa-gesa dalam situasi darurat, dan berstatus 29Novel

Ali, “Amandemen UUD 1945 sebagai Syarat Menuju Civil Society”, Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Mengkritisi Sakralisme Konstitusi dan Kekuasaan sebagai Upaya Penguatan Civil Society, Yogyakarta, 1999, hlm. 1. 30Harun Alrasyid, “Relevansi UUD 1945 dalam Orde Reformasi”, dalam Jurnal Hukum UII, Vol. 2 Tahun 1998, hlm. 7. 31Moh. Yamin, Naskah Persiapan UUD 1945, (Jakarta: Jajasan Prapanca, tanpa tahun), hlm. 410.

PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

Vol.1, No.1, Januari 2015

16

Udiyo Basuki: Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar 1945...

sementara serta belum lengkap dan sempurna,32 sehingga tidak ada alasan lagi untuk menunda pembaharuan kontitusi Indonesia, UUD 1945. Amandemen atas UUD 1945 adalah suatu keharusan dan merupakan amanat dari konstitusi itu sendiri, hanya saja upaya reformasi itu harus dilakukan dengan logika dan akar argumen yang jelas serta dijauhkan dari upaya mempermainkannya untuk kepentingan jangka pendek. Hal ini karena hasil amandemen akan sangat menentukan nasib, perjalanan dan kehidupan berbangsa dan bernegara di masa mendatang. Di kalangan mereka yang menyetujui amandemen masih terdapat kontroversi tentang hal yang menyangkut pilihan atas realisasi amandemen yang perlu dilakukan. Artinya meskipun telah sama pandangannya tentang kemutlakan perlunya amandemen konstitusi, namun pilihan realisasinya tidaklah selalu sama. Menurut Mahfud MD,33 ada beberapa pertanyaan yang dapat diabstraksikan dari perbedaan-perbedaan tersebut yaitu, pertama, apakah amandemen itu mencakup seluruh komponen UUD yang mencakup pembukaan, batang tubuh dan penjelasan. Kedua, apakah amandemen akan menyangkut perubahan bentuk dan sistem pemerintahaan negara dan ketiga, jika amandemen tidak mengubah bentuk dan sistem pemerintahan negara, apakah amandemen akan berubah penggantian naskah atau sekadar mencabut atau menyisipkan kalimatkalimat di pasal tertentu, atau bahkan sekadar membuat lampiran otentik atas naskah yang telah ada. Bahkan kemudian ada rambu-rambu atau pembatasan-pembatasan amandemen, yaitu pertama, tidak mengubah pembukaan UUD 1945. Kedua, tetap dalam pemerintahan sistem presidensiil, ketiga, mempertahankan bentuk Negara Kesatuan dan keempat, proses amandemen yang dilakukan tidak akan membuat konstitusi baru, artinya perubahan UUD dilakukan dengan cara adendum yaitu dengan melampirkan perubahan, sementara naskah asli tidak dirubah. Pembatasan-pembatasan di atas, pada mulanya dianggap mengkerangkeng agenda reformasi konstitusi Indonesia dari kemungkinan membentuk konstitusi baru yang demokratis.34 Baju amandemen itu terlalu sesak untuk membungkus tuntutan perubahan UUD 1945. Sayangnya baju sesak ini tidak bisa dimanfaatkan MPR secara 32Secara

umum kelemahan dan kekurangan UUD 1945 dalam praktik ketatanegaraan adalah bahwa UUD 1945 bersifat very executive heavy, multi interpretable, dan tidak memuat check and balance system. 33Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 150-151. 34 Refliani, “Reformasi Konstitusi di Jalan Sesat”, Republika 14 Mei 2002.

PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

Vol.1, No.1, Januari 2015

Udiyo Basuki: Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar 1945...

17

maksimal. Terbukti, dari empat kali amandemen justru menghasilkan lubang-lubang amandemen di sana-sini. Motif utama yang mendasari lahirnya gerakan reformasi adalah pemberdayaan masyarakat (social empowerment). Agenda pemberdayaan masyarakat ini sangat penting, sebab di masa Orde Baru, masyarakat berada di posisi yang amat lemah vis a vis negara.35 Dalam konteks ketatanegaraan, pemberdayaan masyarakat perlu diwujudkan dengan melakukan perubahan terhadap aturan-aturan konstitusi yang berlaku. Dengan demikian reformasi dalam kaitan dengan aturan-aturan dasar yang menyangkut pola hubungan kekuasaan antara lembaga negara harus direview sehingga mampu mencerminkan secara tegas proses empowerment.36 Hanya saja upaya amandemen yang telah dilakukan wakil rakyat bukan berarti sudah berjalan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Sehingga setelah amandemen, pertama hingga keempat, kritikan terhadap proses dan hasil amandemen menyeruak muncul dari berbagai kalangan baik melalui media massa, demonstrasi, diskusi dan berbagai sarana ruang publik lainnya. Karena amandemen tersebut pada dasarnya bertujuan untuk membangun demokrasi. Sejarah demokrasi dimulai dengan kehendak membuka ruang bagi berperannya anggota masyarakat yang di bawah strata sosial. Mereka yang di bawah itu terdiri dari yang lemah, yang dipinggirkan, dan diabaikan. Teori demokrasi yang menganut paham kedaulatan rakyat, rakyat memerintah dan mengatur diri mereka sendiri (demokrasi). Hanya rakyat yang berhak mengatur dan menentukan pembatasan-pembatasan terhadap diri mereka sendiri, dalam arti bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan pemerintah dan negara, oleh karena kebijaksanaan ini menentukan kehidupan rakyat.37 35

Ikhlasul Amal, “Partisipasi Publik dan Amandemen”, Jawa Pos, 10 Juni 2002. Ibid. 37Bagi Indonesia, wacana Ham diterima, di pahami dan diaktualisasikan dalam bingkai formulasi kebijakan dan sosio politis yang berkembang, dan mementum yang semakin mengokohkan jaminan terhadap hak asasi manusia adalah saat dimasukannya perlindungan ham dalam perubahan konstitusi indonesia saat reformasi. Kondisi ini sekaligus diyakini sebagai fakta sejarah sekaligus sebagai starting poin bagi penhuatan demokrasi yang berbasis perilindungan HAM. Dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) yang selanjutnya disebut Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1948 tertulis: “Everyone is entitled to all rights of freedom ... without discrimation on any kind, such as race , colour, sex, language, religion or other opinion, national or sosial origin, property, birth or other status” Secara umum hak asasi manusia diberi pengertian sebagai hak yang melekat dalam 36

PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

Vol.1, No.1, Januari 2015

18

Udiyo Basuki: Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar 1945...

Akomodasi kehendak rakyat merupakan syarat utama bagi berjalan atau tidaknya sistem demokrasi di suatu negara. Oleh karenanya, demokrasi perwakilan yang dipakai di setiap negara harus mampu membuktikan bahwa ruang partisipasi bagi warga negara dalam membentuk suatu keputusan terbuka luas. Partisipasi politik merupakan hak istimewa rakyat. Setiap orang baik pemerintah, legislatif, yudikatif maupun masyarakat umum tidak diperkenankan untuk membatasi hak istimewa rakyat ini. Menurut John Locke, manusia pada dasarnya memiliki empat hak yang diperoleh secara alamiah yakni:38 a. hak untuk hidup b. hak untuk menikmati kebebasan c. hak untuk memperoleh atau memiliki sesuatu d. hak untuk aktif atau terlibat dalam suatu kegiatan politik. Dalam pandangan Rousseau yang dikutip oleh Hamdan Zoelva39 demokrasi itu bersifat mutlak (absolut) dan tidak terbatas (illimite). Kekuasaan tertinggi adalah di tangan rakyat (aux mains du people) dan pelaksanaan demokrasi semurni-murninya adalah democratie directe (langsung), walaupun Rousseau sendiri berkeyakinan bahwa democratiedirecte itu tidak dapat dilaksanakan dalam kebanyakan negara-negara. Demokrasi murni itu sesungguhnya tidak dapat dikaitkan dengan satu hal diri manusia yang merupakan anugerah Tuhan sejak manusia lahir, sehingga tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Hak asasi manusia (selanjutnya disingkat HAM) ini tidak boleh tidak harus melekat pada manusia, karena jika tidak; manusia akan kehilangan sifat kemanusiaan dan keluhurannya. Dari pengertian di atas, kemudian lahirlah paham persamaan kedudukan dan hak atas umat manusia berdasarkan prinsip keadilan yang memberikan pengakuan bahwa manusia mempunyai hak dan kewajiban yang sama tanpa membedakan jenis kelamin, ras, suku, agama, status sosial dan sebagainya. Maka dalam sejarah kehidupan politik, manusia kemudian melakukan perjanjian (kontrak) untuk membentuk negara guna melindungi kepentingan-kepentingan atau hak-hak mereka. Menurut Ralp Cranshaw: Hak asasi manusia adalah hak yang melekat dengan keberadaan kita sebagai manusia. Hak-hak ini memungkinkan kita mengembangkan diri dan memenuhi kebutuhan kita sebagai manusia. Hak-hak ini juga melindungi kehidupan, keutuhan fisik serta psikologis. Disarikan dari Moh. Mahfud, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Studi Tentang Interaksi politik dan Kehidupan Ketatanegaraan (Jakarta: Rieneka Cipta, 2003) , hlm.18. baca juaga Masyhur Efendi, Hak Asasi Manusia Dalam hukum Nasional dan Internasional, (Jakarta: Ghalia Indah, 1994), hlm. 45. Harjowirojo, Hak-hak Asasi Manusia Isu yang Tiada Habisnya, (Jakarta: Yayasan Idayu, 1998), hlm. 20. 38Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum: Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,1995), hlm. 150. 39Hamdan Zoelva, Pemakzulan Presiden di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 20.

PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

Vol.1, No.1, Januari 2015

Udiyo Basuki: Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar 1945...

19

lain apapun juga dan tak dapat pula diserahkan atau diwakilkan kepada suatu instansi/badan lain (inalienable), sebab kehendak rakyat umum itu sesugguhnya tak dapat diperwakilkan (la volonte generale ne se represente pas). Dalam perkembangannya, demokrasi langsung ini makin sulit dilaksanakan, baik karena wilayah negara menjadi makin luas, penduduknya makin banyak, maupun karena urusan pemerintahan makin rumit, sehingga tidak mungkin semua orang dapat duduk sebagai penyelenggara negara, maka lahirlah sistem perwakilan. Rakyat tidak lagi secara langsung menyelenggarakan pemerintahan, akan tetapi diselenggarakan oleh wakil-wakil rakyat yang bukan hanya memerintah atas nama rakyat, tetapi untuk rakyat (for the people). Untuk rakyat, maksudnya pemerintahan dijalankan atau berjalan sesuai dengan kehendak rakyat.40 E. Rambu-rambu Amandemen Kelima Amandemen UUD 1945 hingga empat kali yang dilakukan oleh MPR pascagerakan reformasi 1999-2002, dirasakan oleh berbagai pihak dan komponen bangsa belum membuahkan hasil nyata pada kesejahteraan rakyat.41 Karenanya kemudian muncul berbagai gagasan, seperti mengamandemen kembali UUD 1945, atau bahkan kembali ke UUD 1945 sebelum amandemen. Dua arus gagasan ini sangat kuat di luar alur gagasan yang relatif netral, yaitu memberi kesempatan untuk melihat hasil amandemen pertama hingga keempat.42 Pendapat yang tidak setuju amandemen serta menginginkan kembali ke UUD 1945 yang asli diantaranya menyatakan bahwa UUD 1945 hasil amandemen dinilai cacat hukum, batang tubuh UUD 1945 tidak lagi sesuai dengan pembukaannya. Proses amandemen dinilai tidak berjalan sesuai prosedur yang benar. Sebagai produk MPR, amandemen UUD 1945 mestinya dinyatakan dalam bentuk Tap MPR. Namun, sejauh ini amandemen tersebut tidak memiliki dasar hukum dan hanya sekadar notulen rapat.43

40Gregorius

Sahdan, Jalan Transisi Demokrasi Pasca Soeharto, (Yogyakarta: Pondok Edukasi, 2004), hlm. 57. 41“Amandemen Belum Buat Sejahtera,” Kompas, 19 Mei 2008, hlm. 2. 42Moh. Mahfud MD, “Penjajakan Materi dan Agenda Perubahan Kelima UUD 1945”, Makalah dalam Seminar Sehari Meninjau Kembali Prospek dan Agenda Perubahan UUD Republik Indonesia 1945, diselenggarakan oleh Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI, Jakarta, 21 Nopember 2007, hlm. 1 43“Amandemen UUD 1945 Cacat Hukum,” Kompas, 30 Desember 2008, hlm. 4.

PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

Vol.1, No.1, Januari 2015

20

Udiyo Basuki: Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar 1945...

Proses amandemen juga dinilai ilegal, karena pada amandemen UUD 1945 Tahun 2002, MPR, bukan mengamandemen UUD 1945, melainkan justru mengganti, sehingga produk konstitusi hasil perubahan dianggap menyimpang dari semangat konstitusi awal.44 Penyimpangan yang terjadi di ranah politik dan ekonomi ditengarai juga karena sudah tercemar UUD 1945 produk amandemen.45 Sementara, bagi pihak yang ingin melanjutkan amandemen diantaranya beralasan bahwa amandemen kelima adalah penyempurnaan sistem tata negara, pemerintahan dan hukum yang berlaku di Indonesia.46 Selain itu, amandemen juga perlu demi terciptanya keseimbangan tatanan sosial, politik dan ekonomi,47 serta mempunyai tujuan menciptakan tatanan kenegaraan yang lebih baik di masa mendatang.48 Maka, bagi kelompok ini, tuntutan kembali ke UUD 1945 adalah tidak realistis.49 Situasi hingar-bingar seperti ini menunjukkan bahwa amandemen UUD 1945 memiliki kekurangan mendasar yang menyebabkan posisinya belum mampu menjadi “the only game in town” sebagaimana dipersyaratkan dalam mengkonsolidasikan demokrasi pada negara-negara yang mengalami masa transisi.50 Secara lebih substanti lagi, situasi itu pun memantulkan masih rendahnya tingkat efektivitas amandemen UUD 1945 dalam membentuk pemerintahan yang efektif mewujudkan tujuan negara sebagaimana ditetapkan dalam Pembukaan UUD 1945. Maka, ke depan, tampaknya arus gagasan kembali mengamandemen UUD 1945 akan bertambah kuat. Di atas semua itu, kontroversi dan polemik amandemen UUD 1945 atau kembali ke UUD 1945 hendaknya dimaknai secara positif, yaitu menyebabkan UUD menjadi lebih dekat dengan rakyat. Hal ini juga harus dilihat sebagai usaha memperluas pendidikan politik dan pendidikan konstitusi secara kritis. Dengan demikian sepanjang dilakukan secara 44“Seluruh 45“Pilih

Perubahan Konstitusi Dinilai Ilegal,” Kompas, 23 Agustus 2008, hlm. 4. yang Perjuangkan Kembali UUD 1945,” Kompas, 17 Desember 2008, hlm.

5. 46“Pemerintahan

Baru, Konstitusi Baru,” Kompas, 26 Januari 2008, hlm. 1. 1945 harus Diamandemen Lagi,” Kompas, 21 Juni 2008, hlm. 22 48“DPD Siap dengan Draf Komprehensif,” Kompas 1 April 2008, hlm. 3. 49“Kembali ke UUD 1945 tidak Realistis,” Kedaulatan Rakyat, 30 Januari 2007, 47“UUD

hlm. 7. 50Aidul Fitriciada Azhari, “Evaluasi Proses Amandemen UU 1945: Dari Demokratisasi ke Perubahan Sistem” Makalah disampaikan pada Diskusi Publik Kontitusionalisme UUD 1945, diselenggarakan oleh PSKH FH UII bekerjasama dengan MK RI, Yogyakarta, 15 Februari 2007, hlm. 2.

PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

Vol.1, No.1, Januari 2015

Udiyo Basuki: Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar 1945...

21

terbuka rasional dan substantif tentu dapat membantu mencerahkan pemahaman segenap warga yang terlibat dalam mengembangkan kesadaran berkonstitusi. F. Penutup Arah kemana konstitusi Indonesia, UUD 1945 hendak dibawa dapat dilihat dari tiga arus utama yang sekarang berpolemik. Yaitu pertama yang ingin mengembalikan ke UUD 1945 asli. Kedua, yang ingin mempertahankan UUD 1945 yang ada kini dan hasil amandemen. Ketiga, yang ingin melakukan amandemen lanjutan. Ke arah mana arus itu lebih kuat, ke sanalah UUD 1945 akan dibawa. Amandemen kelima UUD 1945 betapapun urgennya sangat tergantung kepada hasil (kecenderungan) kontroversi atau polemik konstitusi di atas. Namun sebagai catatan, jika amandemen kelima betulbetul terlaksana, maka harus ada badan, lembaga, komisi atau panitia konstitusi yang berpostur ideal, yaitu berwibawa, independen, non partisan dan profesional. Gagasan penyempurnaan UUD 1945 ke depan, harus selalu berwawasan demokrasi dengan memperhatikan dimensi sosial yang tengah berkembang seperti, pengaturan tentang pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung, karena pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan bentuk pengakuan dan pengukuhan kedaulatan rakyat. Dimensi global juga harus mendapat perhatian seperti pembangunan berwawasan lingkungan yang merupakan hak konstitusional di bidang pengelolaan lingkungan hidup, sebagai bentuk komitmen negara dalam mengakui hak-hak konstitusional warganya. Wallahuallam Bissawab....!!!!

PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

Vol.1, No.1, Januari 2015

22

Udiyo Basuki: Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar 1945...

DAFTAR PUSTAKA Ali, Novel, “Amandemen UUD 1945 sebagai Syarat Menuju Civil Society”, Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Mengkritisi Sakralisme Konstitusi dan Kekuasaan sebagai Upaya Penguatan Civil Society, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1999. Alrasyid, Harun, “Relevansi UUD 1945 dalam Orde Reformasi”, dalam Jurnal Hukum UII, Vol. 2 Tahun 1998. Azhari, Aidul Fitriciada, “Evaluasi Proses Amandemen UU 1945: Dari Demokratisasi ke Perubahan Sistem” Makalah disampaikan pada Diskusi Publik Kontitusionalisme UUD 1945, diselenggarakan oleh PSKH FH UII bekerjasama dengan MK RI, Yogyakarta, 15 Februari 2007. _____________________, UUD 1945 Sebagai Revolutiegrondwet, Yogyakarta: Jalasutra, 2011. Bagir Manan, Pembaharuan Undang-Undang Dasar 1945, dalam Jurnal Magister Hukum UII, Vol.2 No. 1 Februari 2000. Basuki, Udiyo, “Pembaharuan Konstitusi sebagai Amanat Reformasi (Suatu Tinjauan Sosio Yuridis),” dalam Jurnal Sosio Religi Vol. 1 No. 1 November 2001. ____________, “Dinamika Konstitusi Indonesia (Refleksi Yuridis atas Proses dan Hasil Amandemen UUD 1945),” dalam Jurnal Sosio Religia Vol. 1 No. 4 Agustus 2002. ____________, “Perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia (Ulasan terhadap Beberapa Ketentuan UUD 1945),” dalam Jurnal Asy-Syir’ah No. 8 Tahun 2001. _____________, “Reformasi Konstitusi (Beberapa Catatan atas Amandemen UUD 1945)”, Jurnal Sosio Religia Vol. 1 No. 2 Februari 2002. Budiardjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 1982. Budiman N.P.D. Sinaga, Hukum Konstitusi, Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2005. Fadjar, Abdul Muktie, “Beberapa Catatan tentang Kajian Konstitusi”, Makalah Seminar Regional, Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi diselenggarakan oleh Mahkamah Konstitusi RI dan Program Pascasarjana Ilmu Hukum, Universitas Islam Indonesia di Yogyakarta, 2007.

PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

Vol.1, No.1, Januari 2015

Udiyo Basuki: Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar 1945...

23

_________________, “Reformasi Konstitusi dalam Masa Transisi Paradigmatik”, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, 13 Juli 2002. Fatwa, A.M., “Potret Konstitusi Negara Pasca Perubahan UUD 1945”, Makalah disampaikan dalam Konvensi Hukum Nasional: UUD 1945 sebagai Landasan Konstitusional Grand Design System dan Politik Hukum Nasional, Jakarta, 15-16 April 2008. Mahendra, Yusril Ihza, Dinamika Tata Negara Indonesia Kompilasi Aktual Masalah Konstitusi, Dewan Perwakilan dan Sistem Kepartaian, Jakarta: Gema Insani Press, 1996. Mahfud MD, Moh., “Penjajakan Materi dan Agenda Perubahan Kelima UUD 1945”, Makalah dalam Seminar Sehari Meninjau Kembali Prospek dan Agenda Perubahan UUD Republik Indonesia 1945, diselenggarakan oleh Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI, Jakarta, 21 Nopember 2007. ________________, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Yogyakarta: UII Press, 1997. ________________., Demokrasi dan Konstitusi Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2000. Melian Sobirin, Gagasan Perlunya Konstitusi Baru Pengganti UUD 1945, Yogyakarta: UII Press, 2001. Muchsan, “Penggantian UUD 1945 Menuju Indonesia Baru yang Demokratis”, Makalah yang disampaikan dalam Seminar Nasional Mengkritisi Konstitusi sebagai Upaya Penguatan Civil Society di Yogyakarta, 1999. Ni’matul Huda, “Problematika Ketatanegaraan Pasca Amandemen UUD 1945”, Makalah disampaikan dalam Diskusi Terbatas Membicarakan UUD 1945 Pasca Amandemen Bersama MPR RI, diselenggarakan oleh Departemen HTN, PSHK FH UII Bekerjasama dengan MPR RI, Yogyakarta, 30 Mei 2007. Rahardjo, Satjipto, “UUD 1945, Desain Akbar, Sistem Politik dan Hukum Nasional”, Makalah disampaikan dalam Konvensi Hukum Nasional: UUD 1945 sebagai Landasan Konstitusional Grand Design System dan Politik Hukum Nasional, Jakarta, 15-16 April 2008. ________________, Hukum, Masyarakat dan Pembangunan, Bandung: Alumni, 1980. Refliani, “Reformasi Konstitusi di Jalan Sesat”, Republika 14 Mei 2002.

PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

Vol.1, No.1, Januari 2015

24

Udiyo Basuki: Amandemen Kelima Undang-Undang Dasar 1945...

S. Wojowasito, dan W.J.S. Purwadarminta, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris dengan Ejaan yang Disempurnakan, Bandung: Hasta, 1980. W. Kusumah, Mulyana, "Kalkulasi Seputar Reformasi Konstitusi", Radar Jogia 24 Juli 2002 Wheare, K.C., Modern Constitutin, London: Oxford University Press, 1971. Wiratma, I Made Leo, “Reformasi Konstitusi: Potret Demokrasi dalam Proses Pembelajaran,” Jurnal Analisis CSIS, Tahun XXIX/2000. Yamin, Muhammad, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jilid Pertama Jakarta: Penerbit Yayasan Prapanca, 1959. “UUD yang Lebih Demokratis”, Kompas, 19 Pebruari 2009, hlm. 5. Kiki Syahnakri, “Menyoal Lagi Amandemen UUD 1945”, Kompas, 24 Pebruari 2009, hlm. 3. “UUD yang Lebih Demokratis”, Kompas, 19 Pebruari 2009, hlm. 5. “Amandemen UUD 1945 Cacat Hukum,” Kompas, 30 Desember 2008, hlm. 4. “Seluruh Perubahan Konstitusi Dinilai Ilegal,” Kompas, 23 Agustus 2008, hlm. 4. “Pilih yang Perjuangkan Kembali UUD 1945,” Kompas, 17 Desember 2008, hlm. 5. “Pemerintahan Baru, Konstitusi Baru,” Kompas, 26 Januari 2008, hlm. 1. “UUD 1945 harus Diamandemen Lagi,” Kompas, 21 Juni 2008, hlm. 22 “DPD Siap dengan Draf Komprehensif,” Kompas 1 April 2008, hlm. 3. “Kembali ke UUD 1945 tidak Realistis,” Kedaulatan Rakyat, 30 Januari 2007, hlm. 7. Ikhlasul Amal, “Partisipasi Publik dan Amandemen”, Jawa Pos, 10 Juni 2002.

PANGGUNG HUKUM Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

Vol.1, No.1, Januari 2015