ABSTRAK KAJIAN MEKANISME KERJA ANTIHIPERTENSI DAUN MATOA

mekanisme kerja antihipertensi dilakukan terhadap ekstrak, ... meliputi diuretik-saluretik, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI), Calcium Ch...

5 downloads 633 Views 75KB Size
ABSTRAK

KAJIAN MEKANISME KERJA ANTIHIPERTENSI DAUN MATOA (POMETIA PINNATA J.R. FORSTER & J.G FORSTER) Oleh Ika Purwidyaningrum NIM: 30712307 (Program Studi Doktor Farmasi)

Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular yang paling umum terjadi. Prevalensi hipertensi meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk. Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi pada penduduk usia lebih dari 18 tahun di Indonesia sebesar 25,8%. Selain itu respon masing-masing individu terhadap obat antihipertensi berbeda. Kebanyakan pasien hipertensi akan memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, Obat antihipertensi digunakan dalam jangka waktu yang lama sehingga menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Saat ini masih terbuka peluang untuk menemukan obat antihipertensi yang efektif dan lebih aman dari tanaman. Banyak tanaman di Indonesia yang memiliki efek menurunkan tekanan darah, antara lain matoa (Pometia pinnata) yang sudah digunakan oleh masyarakat Pajang-Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efek antihipertensi matoa dan mengetahui mekanisme kerjanya. Uji diuretik-saluretik dilakukan sebagai uji awal dalam menyeleksi terhadap tiga bagian tanaman matoa yang berkhasiat antihipertensi yang paling besar. Uji dilakukan terhadap tiga simplisia yaitu daun, biji dan kulit buah matoa. Simplisia terpilih dilanjutkan ke tahap pemisahan berikutnya sehingga diperoleh fraksi dan subfraksi. Rancangan penelitian yang digunakan pada setiap pelaksanaan uji aktivitas in vivo dan in vitro adalah randomized control group design. Uji mekanisme kerja antihipertensi dilakukan terhadap ekstrak, fraksi dan subfraksi terpilih, yang meliputi diuretik-saluretik, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI), Calcium Channel Blocker (CCB), alfa bloker, beta bloker serta kadar Oksida Nitrat (NO) dengan pereaksi Griess. Kemudian dilakukan uji toksisitas akut terhadap ekstrak simplisia terpilih. Uji diuretik-saluretik dilakukan terhadap semua simplisia matoa dengan dosis 50 mg/kg bb, 100 mg/kg bb dan 150 mg/kg bb. Ekstrak etanol daun, kulit buah dan biji matoa memiliki aktivitas

diuretik pada tikus jantan galur Wistar tapi yang berkhasiat saluretik-natriuretik hanya ekstrak daun matoa dosis 50 mg/kg bb sehingga daun dipilih untuk penelitian lebih lanjut. Pemberian ekstrak etanol daun matoa sampai dosis 5.000 mg/kg bb tidak menyebabkan kematian mencit dan tidak menimbulkan gejala klinis yang berbeda terhadap kelompok kontrol. Perkembangan bobot badan mencit selama 14 hari menunjukkan pola perkembangan bobot badan yang mirip dan tidak berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol. Tidak ada hewan yang mati selama pengujian sehingga diketahui bahwa dosis letal 50 (LD50) lebih besar dari 5.000 mg/kg bb. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun matoa aman dan praktis tidak toksik. Fraksinasi ekstrak etanol daun matoa dilakukan dengan metode ekstraksi cair-cair dengan menggunakan pelarut n-heksana dan etil asetat, sehingga diperoleh fraksi n-heksana, fraksi etil asetat dan fraksi air. Fraksi n-heksana sangat kecil sehingga tidak dilanjutkan. Uji efek antihipertensi terhadap ekstrak dan fraksi air dan etil asetat daun matoa dengan penginduksi NaCl-prednison selama 28 hari dilanjutkan dengan terapi selama 28 hari dilengkapi dengan pemeriksaan kolagen dan indeks organ jantung menunjukkan bahwa ekstrak dan fraksi memiliki efek sebagai antihipertensi, tetapi fraksi air tidak berbeda bermakna secara statistik. Uji parameter indeks organ jantung menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok normal. Ekstrak dan fraksinya menurunkan jumlah kolagen secara kualitatif. Subraksinasi, dilakukan pada fraksi etil asetat secara kromatografi cair vakum. Hasil uji efek diuretik-saluretik menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun dan semua fraksinya memiliki efek diuretik dan fraksi etil asetat memiliki aktivitas diuretik dan saluretik. Uji penghambatan Angiotensin Converting Enzyme (ACE) diukur dengan metode uji Cushman dan Cheung dengan beberapa modifikasi, menggambarkan bahwa IC50 ekstrak etanol 57,21 ± 3,78 ppm, fraksi etil asetat 60,28 ± 4,97 ppm, fraksi air 95,52 ± 4,43 ppm, subfraksi yang mengandung kuersetin kuersitrin (SFQQ) 26,78 ± 1,41 ppm, subfraksi yang mengandung kuersitrin (SFQ) 29,64 ± 1,34 ppm, kuersetin 73,11 ± 3,08 ppm dan kaptopril 1,79 ± 0,49 ppm. Yang menunjukkan efek paling kuat adalah subfraksi yang mengandung kuersetin-kuersitrin. Uji efek alfa bloker melalui uji vasodilatasi terhadap aorta kelinci dengan induksi Norepinefrin 2,9 x 10-3 mM menyatakan bahwa, FEM 2 dan FEM 3 memiliki efek sebagai alfa bloker secara ex vivo. Ekstrak daun matoa dosis 50 mg/kg bb (EDM 1) dan 100 mg/kg bb (EDM 2), fraksi etil asetat daun matoa dosis 8,71 mg/kg bb (FEM 2) dan 13,06 mg/kg bb (FEM 3) memiliki efek sebagai sumber oksida nitrat (NO), setelah dikonfirmasi dengan metilen biru. Selanjutnya dilakukan uji pelepasan NO secara in vivo. Hasil penetapan kadar NO dengan pereaksi Griess menunjukkan bahwa FEM 2 pada waktu 30 menit setelah pemberian sampel uji berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol negatif. Berdasarkan hasil uji penghambatan kanal kalsium melalui uji vasodilatasi terhadap aorta kelinci dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun matoa dosis 150 mg/kg bb (EDM 3) menunjukkan efek vasodilatasi dengan persentase relaksasi yang berbeda bermakna terhadap kontrol (p<0,05) dan

tidak berbeda bermakna terhadap nifedipin. SFQQ menunjukkan onset relaksasi yang sebanding dengan nifedipin tetapi berbeda bermakna terhadap kontrol. Kelompok lain yaitu EDM 2, fraksi air dosis 10,94 mg/kg bb (FAM 1), fraksi air dosis 21,88 mg/kg bb (FAM 2), fraksi air dosis 32,82 mg/kg bb (FAM 3), FEM 3, SFQ dan kuersetin memberikan efek vasodilatasi berbeda bermakna terhadap kontrol dan nifedipin (p<0,05), artinya efek vasodilatasi yang lebih kecil dari pada nifedipin. Sedangkan kelompok fraksi etil asetat dosis 4,35 mg/kg bb (FEM 1), FEM 2, tidak memberikan efek vasodilatasi. Sehingga dapat disimpulkan yang memberikan hambatan kanal kalsium adalah EDM 3 dan SFQQ. Hasil uji hambatan beta-1 di jantung kodok berdasarkan parameter frekuensi denyut jantung dinyatakan bahwa, semua kelompok perlakuan tidak berbeda bermakna terhadap bisoprolol. Berdasarkan parameter amplitudo, EDM 1, EDM 2, FEM 1, SFQ dan kuersetin dinyatakan tidak berbeda bermakna terhadap bisoprolol. Sehingga dapat disimpulkan bahwa EDM 1, EDM 2, FEM 1, SFQ dan kuersetin memberikan hambatan beta-1 di jantung.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun matoa dan fraksinya memiliki aktivitas antihipertensi yaitu menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik dan memberikan penurunan sebaran kolagen jantung pada tikus hipertensi yang diinduksi dengan Nacl-Prednison. Fraksi etil asetat daun matoa dosis 4,35 mg/kg bb (FEM 1) memiliki mekanisme kerja sebagai alfa bloker dan beta bloker. Fraksi etil asetat daun matoa dosis 9,71 mg/kg bb (FEM 2) memiliki mekanisme kerja sebagai diuretik-saluretik dan produksi NO, fraksi etil asetat dosis 12,06 g/ kg bb (FEM 3) mempunyai mekanisme kerja sebagai diuretik-saluretik. Fraksi air daun matoa dosis 10,94 mg/kg bb (FAM 1) memiliki mekanisme sebagai beta bloker. Subfraksi yang mengandung kuersetin kuersitrin 9 µg/ mL memiliki mekanisme sebagai ACEI, CCB dan alfa bloker, subfraksi yang mengandung kuersitrin memiliki mekanisme kerja sebagai ACEI. Ekstrak etanol daun matoa aman digunakan dan praktis tidak toksik. Kata kunci: matoa (Pometia pinnata), antihipertensi, diuretik, ACEI, alfa bloker, CCB, NO

ABSTRACT

THE MECHANISM STUDY OF ANTIHYPERTENSIVE MATOA LEAVES (POMETIA PINNATA J.R. FORSTER & J.G FORSTER) Ika Purwidyaningrum Student ID: 30712307 (Doctoral Program in Pharmacy)

Hypertension is the most common cardiovascular disease that occurs. The prevalence of hypertension increases with age. Based on the results of blood pressure measurement, the prevalence of hypertension in the population aged 18 years and over in Indonesia is 25.8%. Treatment of hypertension with antihypertensive drug is done in a long period of time so that it can cause side effects. In addition there are different responses of each individual towards certain antihypertensive drug. Most patients with hypertension will require two or more antihypertensive medications to achieve blood pressure targets. Based on that can cause noncompliance in therapy so that a therapeutic target is not reached. Thus there's more opportunity to find antihypertensive drug which are safe, effective and qualified from plants. One source is from natural materials, namely plant. Many plants in Indonesia have effect in reducing blood pressure, such as matoa (Pometia pinnata), which have been used by people in PajangSurakarta. This study aims to determine the effect of antihypertensive matoa so its use as an antihypertensive is rational and its mechanism as antihypertensive agent. Diuretic test screening was performed as preliminary test of three matoa plant parts (leaves, seeds and peel) to determine the selected crude drug. The selected crude drug then was followed to the next separation, hence obtained fractions and subfractions. The research design which was used in each activity test in vivo and in vitro experimental was randomized control group design. The mechanism of antihypertensive agent were carried out in extract, fractions and selected subfraction included diuretic, ACEI, alpha-blocker, CCB, and nitric oxide levels by Griess reagent. Furthermore, acute toxicity was performed for selected crude drug. Diuretic test was performed in all matoa plant parts crude drug with doses of 50 mg/kg bw, 100 mg/kg bw and 150 mg/kg bw. Ethanol extract of leaves, peels and seeds of matoa had diuretic activity in male Wistar rats and could increase sodium and potassium levels in urine of animal test. Matoa seeds extract 150 mg/kg bw provide the highest diuretic activity but its levels of sodium and potassium in urine were lower compared to the others groups. The effective dose of

matoa leaves extract as diuretic was 100 mg/kg bw. Based on urine volume, percentage of EUV, sodium and potassium levels, availability and feasibility of crude drug, therefore matoa leaves was chosen to further research. Administration of ethanol leaves extract of matoa until dose of 5,000 mg/kg bw showed no death in mice and no different clinical symptoms compared to control group. The development of body weight of mice for 14 days showed similar pattern of body weight and no significant different compared to control. There was no death during acute toxicity test, hence the letal dose 50 (LD50) was higher than 5,000 mg/kg bw. So it can be concluded that ethanol leaves extract of matoa was save and practically not toxic. Fractionation of etanol leaves extract of matoa was conducted by liquid-liquid extraction, by using n-hexane and ethyl acetate solvent, so there were n-hexane fraction, ethyl actetae fraction and wáter fraction. Subfraction of ethyl acetate fraction was performed by vacuum liquid chromatograpy.The result of diuretic mechanism test revealed that etanol extract and all fractions of matoa leaves had diuretic effect, except ethyl acetate fraction had diuretic and saluretic effects. Antihypertensive effect test of matoa extract and its fractions presented that the extract and fractions had anthypertensive effect. Heart organ index parameter test exposed that there was no significant different between treatment group and normal group, but decreasing in heart organ index was presented by HCT 0.45 mg/kg bw, various doses of extracts and fractions of matoa leaves. It can be concluded that treatment by HCT, extract and fractions of matoa leaves with various doses could not decrease heart organ index of hypertension rats which induced by NaClprednison for 28 days and followed by 28 days treatment. ACEI test which was determined using modified of Cushman and Cheung’s method expressed that IC50 of ethanol extract 57.21 ± 3.78 ppm, ethyl acetate fraction 60.28 ± 4.97 ppm, wáter fraction 95.52 ± 4.43 ppm, subfraction which contain quercetin-quercitrin (SQQ) 26.78 ± 1.41 ppm, subfraction which contain quercitrin (SFQ) 29.64 ± 1.34 ppm, quercetin 73.11 ± 3.08 ppm dan captopril 1.79 ± 0.49 ppm. It presented that the ability of all simple to inhibit ACE were lower than captopril. Alpha blocker mechanism test using vasodilator test towards aortic of rabbit showed that matoa leaves extract 50 mg/kg bw (EDM 1), matoa leaves extract 100 mg/kg bw (EDM 2), ethyl acetate fraction of matoa leaves 8.71 mg/kg bw (FEM 2), ethyl acetate fraction of matoa leaves 13.06 mg/kg bw (FEM 3) had as resources of nitrite oxide (NO), threfore it can be folllowed to determine NO content using Griess reagent. The group having activity as alpha blockers are FEM 2 and FEM 3. Based on CCB mechanism test using vasodilator test towards aortic of rabbit, it can be concluded that matoa leaves extract with dose of 150 mg/kg bw (EDM 3) had vasodilator effect and significanttly different compared (p<0.05), and no significant different compared to nifedipin, means EDM 3 had CCB effect. The other groups were EDM 2, wáter fraction 10.94 mg/kg bw (FAM 1), wáter fraction 21.88 mg/kg bw FAM 2, wáter fraction 32.82 mg/kg bw (FAM 3), FEM 3, SFQ and quercetin gave vasodilator effect which significant different to control and

nifedipin (p<0.05), means their vasodilator effect was lower than nifedipin. Meanwhile EDM 1, ethyl acetate fraction 4.35mg/kg bw (FEM 1), FEM 2, SQQ had no vasodilator effect. This confirmed that EDM 1, FEM 1, FEM 2, SQQ had no CCB effect. The result determination NO content of using Griess reaction demonstrated that there were increasing in NO level in all treatment groups 15 minutes after giving sample, however there was no significant different compared to negative control. Based on research, it can be conluded that three parts of matoa (peel, seeds and leaves) had antihypertensive activity by screening using diuretic test. Ekstrak daun matoa dan fraksi memiliki aktivitas sebagai antihipertensi. Ethyl acetate fraction 9.71 mg/kg bw (FEM 2) and 12.06 g/ kg bw (FEM 3) had mechanism as diuretic; subfraction which contained quercetinquecitrin (SQQ) as ACEI; ethyl acetate fraction 4.25 mg/kg bw (FEM 1) dan SQQ as alpha blocker; ethanol extracts 100 mg/kg bw (EDM 2) dan 150 mg/kg bw (EDM 3), water fractions at doses of 10.94 mg/ kg bw (FAM 1), 21.88 mg/kg bw (FAM 2), 32.82 mg/kg bw (FAM 3), ethyl acetate fraction 12.06 mg/kg bw (FEM 3) and subfraction which contained quercitrin (SFQ) as CCB; ethanol extracts of matoa leaves 50 mg/kg bb (EDM 1), 100 mg/kg bw (EDM2) and ethyl acetate fractions 9.71 mg/kg bw (FEM 2) dan 12.06 mg/kg bw (FEM 3) as NO content inducer. Ethanol extract of matoa leaves was save and practically not toxic. Keywords: matoa (Pometia pinnata), antihypertensive, diuretic, ACEI, alpha blocker, CCB, NO